1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang di seluruh bidang kehidupan demikian cepat dewasa ini. Baik secara langsung atau tidak, hal ini berpengaruh pada kehidupan pendidikan dalam keluarga di masyarakat Indonesia. Permasalahan yang dihadapi lembaga pendidikan dan keluarga muslim pun kini semakin kompleks. Keadaan tersebut, menuntut perhatian semua pihak, terutama orangtua, guru, lembaga pendidikan, dan masyarakat yang terlibat langsung di bidang pembinaan pendidikan, khususnya dalam keluarga muslim. Hal tersebut untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam upaya menangkal dampak negatif yang dapat mengurangi kebahagiaan dan kesejahteraan kehidupan pendidikan dan keluarga. Keluarga bahagia, merupakan harapan semua orang yang telah berniat mengikatkan diri dalam suatu kesatuan masyarakat terkecil di masyarakat. Kriteria atau arti bahagia ini berbeda-beda ukurannya, atau relatif antara satu orang dengan orang yang lain. Semua orang memiliki ukuran dan rasa bahagia sesuai dengan pandangan dirinya sendiri. Rumah tangga harmonis saat ini tidak dapat dibandingkan dengan kriteria harmonis pada dua atau tiga dekade yang lalu. Hal ini, dipengaruhi adanya pergeseran pandangan mengenai nilai bahagia. Dewasa ini seseorang cenderung berkiblat pada aliran modern yang materialisme 2 dalam menyimpulkan apa itu bahagia. Misalnya yang terjadi dan dianut oleh masyarakat materialisme dan pragmatisme. Berdasarkan paparan tersebut di atas pendidikan sangat menentukan diri anak dalam perkembangannya menuju ke arah yang lebih baik. Pada zaman globalisasi ini sesuatu dapat berubah dengan serba cepat dan pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menciptakan alat-alat canggih bahkan kecepatan alat dapat mengalahkan kecepatan manusia.1 Pendidikan adalah semacam investasi untuk menumbuhkan sumber-sumber manusia yang tidak kurang nilai dari investasi pada pertumbuhan sumber-sumber materiil.2 Hasan Langgulung mengemukakan,3 bahwa di antara segi-segi pertumbuhan dan persiapan pendidikan anak yang memungkinkan adalah membuka dan mengembangkan serta memperkenalkan kepada anak tentang hak-hak yang diberikan Tuhan sebagai individu dalam suatu masyarakat Islam. Anak juga harus disiapkan dengan sehat untuk menikmati dan memperkenalkan dengan bijaksana hak-hak tersebut dalam memikul kewajiban dan tanggung jawab dengan penuh kemampuan. Hal tersebut, untuk mengadakan hubungan sosial yang berhasil dan kehidupan ekonomi yang produktif. Dengan demikian, dapat dipahami oleh orangtua bahwa anak-anak dalam pertumbuhannya harus dipersiapkan dengan sematang mungkin, melalui pendidikan untuk mengembangkan dirinya sebagai 1 Dindin Jamaludin, Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 31. 2 Irawati Istadi, Istimewakan Setiap Anak (Jakarta: Pustaka Inti, 2005), hal. 54. 3 Hasan Langgulung, Azas-azas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Al Husna,1986), hal. 70. 3 seorang muslim yang tidak hanya mementingkan hak tetapi juga mengetahui kewajibannya terhadap Tuhan. Islam memandang betapa pentingnya pendidikan bagi anak sebagai salah satu tujuan pokok yang dituju oleh individu atau masyarakat untuk membinanya. Upaya tersebut adalah sebagai salah satu alat kemajuan dan ketinggian bagi individu dan masyarakat yang merupakan langkah pertama untuk membina keterampilan dan sikap yang diinginkan pada diri anak ke arah yang lebih baik.4 Pendidikan secara langsung merupakan dasar pembentukkan kepribadian, kemajuan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kemajuan kehidupan sosial pada umumnya. Ilmu pengetahuan telah menjadi dasar perkembangan teknologi serta menjadi tulang punggung pembangunan dan kehidupan modern dalam meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Karena itu pendidikan mempunyai peranan yang sangat berarti dalam kehidupan anak. Dengan pendidikan anak dalam kiprahnya di dunia ini dapat berbuat banyak. Melalui pendidikan anak berhasil memecahkan segala persoalan yang dihadapi, dan memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru yang bermanfaat di dalam perjalanan hidupnya. Di lingkungan keluarga seorang anak mendapatkan pendidikan yang pertama dan utama serta mendapatkan pengaruh dari orangtuanya. 5 Karena itu, keluarga merupakan pendidik tertua yang bersifat informal dan kodrati. Lahirnya keluarga sebagai lembaga pendidikan semenjak manusia itu ada dan tugas 4 Ibid., hal. 71. 5 Tim Pengembangannya PMDK IKIP Semarang (Dasar-dasar Pendidikan, Semarang: IKIP, 1991), hal. 312. 4 keluarga adalah meletakkan dasar-dasar pertumbuhan dan perkembangan anak, agar anak berkembang dengan baik. Tugas mendidik anak pada hakikatnya tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Kalaupun anak dimasukkan ke lembaga sekolah, tugas dan tanggung jawab mendidik anak tetap berada melekat di tangan orangtuanya. Pendidikan di luar keluarga adalah sebatas bantuan dan meringankan beban saja.6 Menurut Zakiah Daradjat,7 keluarga bukan saja bertugas mendidik anakanak tetapi sekaligus mampu memerankan anak, di mana anak diharapkan mampu memerankan dirinya, menyesuaikan diri, mencontoh pola dan tingkah laku dari orangtua serta dari orang-orang yang berada dekat dengan lingkugan keluarga. Jadi peran ayah, ibu, dan seluruh anggota keluarga penting bagi proses pembentukkan dan pengembangan pribadi anak. Dalam lingkungan keluarga anak pertama kali berkenalan, berinteraksi dengan ayah dan ibu serta saudara-saudaranya. 8 Melalui perkenalan itu terjadi proses penerimaan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai hidup dan berkembang di lingkungan keluarga. Segala apa saja yang diterimanya pada proses awal perkenalan itu akan menjadi pedoman pembentukan kepribadian anak. Dengan demikian keluarga dituntut untuk dapat merealisasikan nilai-nilai yang positif sehingga terbentuk dan terbina anak yang baik. 6 Hadawi Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas (Jakarta: Gunung Agung, 1985), hal. 11. 7 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bina Aksara,1991), hal. 35. 8 Nur Ahid, Pendidikan keluarga dalam Perspektif Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal.4. 5 Ajaran Islam memerintahkan agar para orangtua berlaku sebagai kepala dan pemimpin dalam keluarganya serta berkewajiban untuk memelihara keluarganya dari api neraka. Dalam hal ini Allah menegaskan dalam Al-Qur’an,9 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” Anak adalah amanat Allah yang senantiasa harus dijaga dan dibimbing dengan baik. Anak sebagai generasi penerus keluarga dan bangsa yang bisa menentukan jalan menuju surga atau nerakanya Allah. Apabila anak dibimbing dengan baik tentu akan membawa keberkahan pada kehidupan baik untuk dirinya maupun orang lain. Peran pendidikan sangat besar dalam menjaga seorang anak yang merupakan amanah Allah juga sebagai kontribusi untuk membangun masa depan bangsa. Kehidupan keluarga, apabila diibaratkan sebagai suatu bangunan, demi terpelihara bangunan itu dari hantaman badai dan goncangan gempa, maka bangunan itu harus didirikan di atas pondasi yang kuat dengan bahan bangunan yang kokoh serta diimbangi dengan jaringan perekat yang lengket. Pondasi kehidupan dalam kekeluargaan adalah pendidikan, ajaran agama, disertai dengan kesiapan yang baik antara fisik dan mental bagi calon ayah dan ibu. Kesiapan lain adalah kesiapan materi, agar dalam membina rumah tangga itu dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan harapan untuk mencapai kebahagiaan, sebagai tujuan hidup berumah tangga.10 9 Q.S. At-Tahrim (66): 6. 10 Taqiudin, Pendidikan Untuk Semua, Dasar dan Falsafah Pendidikan Luar Sekolah (Bandung : Mulia Press, 2008), hal. 71. 6 Dalam rumah tangga antara suami dan istri mempunyai pembagian tugas dan kerja serta hak dan kewajiban yang jelas dan harus dilaksanakan. Seorang wanita yang menjalani peranannya sebagai istri, menurut Taqiyuddin, 11 harus melewati empat tahapan, yaitu: mengandung, melahirkan, menyusui dan membesarkan anak-anaknya dengan baik. Wanita mendapat pahala dalam setiap tahapnya. Pada tahapan pertama, ketika mengandung maka selama kehamilannya disamakan dengan seorang yang terus menerus berpuasa, bershalat dan berjihad dengan jiwa dan kekayaan di jalan Allah. Tahapan kedua, ketika melahirkan mendapat ganjaran yang melimpah. Tahapan ketiga, ketika menyusui ia mendapat ganjaran seperti orang yang memerdekakan seorang budak setiap kali menyusui. Tahap keempat memelihara dengan baik. Selama bayi dalam kandungan, seorang ibu hendaknya terus memberikan pendidikan kepada janin. Banyak fakta yang membenarkan bahwa bayi yang masih dalam kandungan sudah belajar dari apa yang dilakukan oleh orang tuanya atau ibunya. Suasana lingkungan sekitar berpengaruh terhadap bayi yang masih dalam kandungan.12 Perilaku ibu selama anak dalam kandungan akan berpengaruh besar terhadap perilaku anak, karena apa yang dilakukan ibu merupakan 11 Ibid.,hal.78. 12 Hasil penelitian para ilmuan bahwa program-program stimulasi dini dari seorang ibu dapat meningkatkan nilai tes kecerdasan dalam pelajaran utama pada anak dari masa janin, masa bayi, hingga usia 15 tahun. Anak tersebut mencapai kecerdasan 15 hingga 30% lebih tinggi. Stimulasi tidak hanya mengembangkan pencabangan sel otak lebih banyak dan daerah kortikal otak yang tebal juga lebih cerdas dan lebih terampil bersosialisasi. Di samping itu tumbuh sehat dan pintar, juga seorang ibu harus memberikan pendidikan agama dan akhlak dari perilakunya sendiri tentang mempraktekkan kejujuran, ketekunan beribadah, kesolehan, dan sebagainya. Cholis Nafis, Fikih Keluarga Menuju Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah Keluarga Sehat dan Berkualitas (Jogjakarta: Mitra Abadi Press), hal. 234-235. 7 pendidikan kepada janin. Misalnya anak dapat merasa dan mengetahui perbedaan antara gelap dan terang. Menurut Taqiyuddin,13 beban istri dalam memelihara anak-anaknya lebih banyak tiga kali lipat dari suaminya, karena ia mengandung, melahirkan, menyusui dan merawatnya. Sedangkan suami hanya memberikan nafkah bagi kebutuhan keluarga. Karena setiap kali ibu mengandung mengalami kesusahan dan kepayahan tetapi dilakukannya dengan sabar dan ikhlas serta lebih banyak pengorbanan bagi anak-anaknya. Begitu besar perjuangan ibu pada saat proses melahirkan dengan kesakitan dan rela mengorbankan nyawa bila gagal melahirkan bayinya. Begitu pula pada saat menyusui hingga usia anak 2 tahun dan mengasuhnya. Sedangkan ayah tidak mengalami hal itu. Faktor-faktor inilah yang menjadikan setiap anak secara fitrah memiliki kecenderungan lebih dekat dengan ibunya daripada dengan ayahnya. Bagi ibu dan ayah sangat berguna memahami fitrah anak semacam ini, dalam membina dan memberi bimbingan kepada anak.14 Lamanya setiap anak terikat dengan ibunya berdasarkan tahapan-tahapan mengandung, melahirkan, menyusui dan menyapihnya adalah minimal 30 bulan. Ikatan fisik maupun psikis yang begitu lama ini, memberikan dampak emosional 13 Taqiyuddin, Pendidikan Untuk Semua, Dasar dan Falsafah Pendidikan Luar Sekolah (Bandung: Mulia Press, 2008), hal. 79. 14 Dalam bahasa Arab, fitrah dengan segala bentuk derivasinya mempunyai arti belahan (syiqah), muncul (thulu), kejadian (al-ibtida) dan penciptaan (khalqun), juga berarti sifat pembawaan yang sejak lahir. Jika dihubungkan dengan manusia, maka yang dimaksud dengan fitrah adalah apa yang menjadi kejadian atau bawaan manusia sejak lahir atau keadaan semula. Jadi ditegaskan pula bahwa fitrah mengandung pengertian bahwa Allah menciptakan ciptaan-Nya (makhluk) dan menentukan tabiatnya untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian pengertian fitrah secara semantik berhubungan dengan hal penciptaan (bawaan) sesuatu sebagai bagian dari potensi yang dimiliki. Kata fitrah dengan berbagai bentuk derivasinya disebut 28 kali, 14 kali disebut dalam kontek uraian tentang bumi dan langit sedang yang lainnya disebut dalam kontek pembicaraan tentang manusia baik yang berhubungan dengan fitrah penciptaan maupun fitrah keagamaan yang dimilikinya. 8 kepada anak pada masa-masa selanjutnya yaitu sifat dan sikap ketergantungan kepada ibunya dalam urusan makan, minum, perlindungan, kebersihan, ataupun komunikasi dengan dirinya. Karena itu perasaan wanita lebih peka daripada pria, karena hal ini berkaitan dengan peran utamanya yaitu sebagai ibu. Para ibu dan ayah dapat mengambil peran sesuai dengan kedudukannya masing-masing. Sebagai seorang ibu dari anak-anaknya, maka diharapkan ibu memberi bimbingan dengan lemah lembut dan penuh perasaan. Sedangkan ayah, bagi anak-anaknya dalam memberikan bimbingan hendaknya lebih lugas dan rasional. Peran ayah sebagai seorang suami mempunyai kewajiban sebagai pemimpin untuk memelihara rumah tangga, melindungi dan memberi rasa aman serta berkewajiban untuk mencari nafkah, baik itu nafkah secara lahir misalnya memberi tempat tinggal yang layak, memberi makanan, pakaian dan sebagainya maupun nafkah secara batin yaitu perlakuan yang baik, sabar, menghormati, memberi perhatian, kasih sayang, dan bersikap adil sesama anggota keluarga. Menurut M. Anis,15 “bahwa kaum laki-laki mempunyai kewajiban yang banyak selaku pemimpin atas penanggung jawab terhadap istri dan keluarganya”. Yaitu: a. Ri’ayah yaitu kewajiban memelihara dan memimpin. b. Himayah yaitu kewajiban melindungi dan memberi rasa aman. c. Alaihim nafakah yaitu kewajiban memberi nafakah. Ri’ayah mengandung makna memimpin, menggembala, mengawasi, meneliti, mengatur, merencanakan dan mengasihi. Dari makna tersebut dapat 15 Muh. Anis, Sukses Mendidik Anak (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2009), hal. 106-111. 9 dipahami bahwa suami mempunyai kewajiban memelihara serta menjaga istri dan keluarganya agar terhindar dari akhlak tercela, menjaga keharmonisan dan perasaannya. Untuk mewujudkan hal tersebut suami atau ayah menempuh dengan cara menyantuni keluarga dengan perlakuan yang baik. Sehingga terjalin hubungan yang harmonis dan komunikatif antar sesama anggota keluarga. Begitu pula memberikan pendidikan atau nasihat yang baik agar anggota keluarga mempunyai akhlak yang baik, mampu menerima segala kekurangan dan kelebihan setiap anggota keluarga serta taat beribadah kepada Allah. Sedangkan makna Himayah dapat diungkapkan bahwa suami sebagai kepala keluarga berkewajiban menjaga, melindungi dan mempertahankan istri dan keluarganya dari madarat yang akan menimpanya. Menjaga harga diri, melindungi kehormatannya serta memberi pengayoman untuk menciptakan rasa aman. Serta berkewajiban untuk memberi kasih sayang dan bersikap adil. Begitu pula Alaihim nafakah yaitu berkewajiban memberi nafkah kepada istri dan keluarganya baik nafkah lahir maupun nafkah batin. Kedudukan suami atau ayah sebagai pemimpin keluarga bukan semata-mata berkewajiban mencari dan menyediakan nafkah, tetapi bagaimana dia mampu mengendalikan rumah tangga, sehingga setiap anggota keluarga dapat menikmati makna keluarga, agar setiap anggota keluarga dapat secara terus menerus meningkatkan kualitas pribadinya dalam berbagai segi kehidupan misalnya dalam segi beribadah kepada Allah, sesama manusia, peningkatan dan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan nilai. 10 Berdasarkan keterangan tersebut di atas, figur ayah merupakan pemimpin rumah tangga dituntut untuk menunjukkan dirinya sebagai seorang lelaki yang bertanggung jawab, berwibawa, bersikap demokratis, bijaksana, adil dan sebagai motivator bagi anggota keluarganya. Seorang ayah harus menyadari bahwa setiap ucapan dan tindakannya akan selalu berpengaruh terhadap pertumbuhan perkembangan anak. Oleh karena itu, dia dituntut untuk selalu sadar bahwa dia sebagai pemimpin dan selalu menunaikan tugas pengendalian rumah tangga. yang terpenting adalah terjadinya proses identifikasi oleh anak yang terjadi di setiap kesempatan. Dengan demikian kepemimpinan ayah yang baik akan membuahkan identifikasi yang baik bagi anak. Lain halnya dengan seorang ibu, ayah mempunyai tanggung jawab sebagaimana seorang kepala keluarga, namun berbeda peranannya. Menurut Islam, teratur tidaknya rumah tangga berada di tangan istri. Karena pengaturan rumah tangga seorang ibu mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda dengan seorang ayah. Zakiah Daradjat,16 mengatakan bahwa seorang ibu mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pengaturan rumah tangga, di antaranya: a) Pengaturan tata ruang, meliputi pengaturan meja, kursi, letak hiasan, pengaturan bunga sehingga tampak indah dan harmonis; b) Pengaturan kebersihan rumah tangga. Kebersihan di sini meliputi kebersihan dari kotoran dan najis. Kebersihan rumah tangga mencakup keduanya dan kebersihan seluruh rumah termasuk lingkungan, pakaian dan makanan; c) Pengaturan waktu kerja di rumah, meliputi waktu belajar, makan, istirahat atau bermain. 16 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang , 2005), hal. 48. 11 Dalam rangka mengemban tugas dan tanggung jawab itu secara tidak langsung seorang ibu melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya. Seorang ibu setidaknya harus menguasai berbagai dasar pengetahuan yang berdasar kerumahtanggaan. Pengaturan tata ruang dan lingkungan berarti membiasakan dan mencontohkan pentingnya keindahan dan keserasian. Penerapan kebersihan berarti mengajarkan kepada anak agar selalu bersih, baik dari kotoran maupun najis, hal ini sesuai dengan tuntunan fiqih Islam. Pengaturan waktu sangat penting untuk membiasakan anak menghargai waktu, memanfaatkan secara tepat dan melatih hidup teratur, disiplin. Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam Q.S AlFurqan (25): 47 yang menunjukkan adanya waktu untuk bekerja dan waktu untuk istirahat. Seorang ibu melakukan pengaturan kegiatan yang melibatkan anggota keluarga terutama anak-anaknya dalam rangka mendidik dan membiasakan mereka. Anak yang lebih dewasa diberi tugas yang berat, dan sebaliknya anak yang masih kecil diberi tugas yang ringan. Hal terpenting dari seorang ibu selain merawat anak-anaknya, ibu juga menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya. Ibu menjadi lingkungan pendidikan pertama sejak anak masih dalam kandungan. Hal ini karena rahim ibu tidak hanya berfungsi memberikan gizi pada janin, melainkan juga secara tidak langsung memberi pendidikan. Peran ibu dalam kehidupan anak, sebagai orang yang merawat perkembangannya serta sebagai lingkungan pendidikan yang pertama sangat berkaitan erat, karena ibu dalam merawat perkembangan anak maka secara otomatis ibu juga memberikan kepada anak pendidikan, baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena itu, dalam rumah tangga dibutuhkan seorang 12 ibu selain untuk merawat anak juga akan mendidik anak-anaknya. Karena seorang ibu dapat memberikan pengaruh yang menentukan bagi intelektualitas, mentalitas, akhlak mulia maupun spiritualitas. Begitu pula setiap ibu harus menyadari bahwa mendidik anak berarti mempersiapkan atau melahirkan suatu generasi bangsa yang akan datang. Seorang ibu memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya, maka ibu telah menyelamatkan kehidupan suatu bangsa, dan telah membangun landasan fundamental terhadap bangunan masyarakat yang kokoh dan kuat, karena itu peranan ibu sangat penting untuk menentukan kehidupan anak-anaknya di masa mendatang. Peran orangtua dalam pendidikan terutama ibu sebagai madrasatul ula bagi anak-anaknya, menurut pendapat Abu Azam Al Klateni, 17 peran ibu sebagai madrasatul ula bagi anak-anaknya merupakan anugerah terindah dalam kehidupan seorang wanita, karena betapa banyak para wanita yang tidak diberi kesempatan oleh Allah sebagai ibu dan menjadi madrasatul ula atau sekolah pertama bagi para anak. Pendidikan anak dimulai dari ibu sebagai madrasah pertama mengenal berbagai hal baru dalam hidupnya, belajar berbicara, berjalan, menimba ilmu, akhlak mulia serta membentuk kepribadiannya demi mengarungi kehidupan ini. Mendidik anak adalah tugas mulia bagi seorang ibu juga merupakan kewajiban besar karena ibu sebagai pilar utama dalam proses pendidikan anaknya. 17 Abu Azam Al Klateni, Peran Ibu Sebagai Madrosatul ula (Jakarta: Bening Hati, 2012), hal. 120. 13 Keberhasilan, kesuksesan, dan berprestasi seorang anak sangat berkaitan erat dengan peran ibu sebagai madrasah pertama bagi anaknya. Untuk menjadi madrasah pertama bagi anaknya dibutuhkan berbagai bekal utama, karena bekal yang dimiliki ibu sangat mempengaruhi proses pembelajaran anak yang diasuhnya. Adapun beberapa bekal utama yang dipersiapkan sejak dini adalah: 1) Iman dan takwa; 2) ilmu dan pengalaman; 3) sabar dan tawakal; 4) doa dan keikhlasan.18 Meskipun di antara suami dan istri terdapat pembagian kerja atau pembagian tugas yang jelas, namun dalam menjalankan tugas dan peranannya itu bukan berarti berjalan sendiri-sendiri. Mereka adalah satu ikatan keluarga dalam berumah tangga sehingga tetap keduanya harus bekerja sama yakni saling membantu satu sama lain, sehingga terjadi kekompakan dalam kehidupan rumah tangganya. Begitu pula dalam melakukan pendidikan dan pembentukan kepribadian dan akhlak anak dilakukan bersama-sama sehingga tercermin keterkaitan yang erat antara orangtua. Kekompakan, kerjasama dan keselarasan, keserasian antara suami isteri itu diwujudkan dalam sikap: 19 a) saling tolong menolong nafkah; dalam kepemimpinan; b) Saling tolong menolong dalam mencari c) Saling tolong menolong dalam mendidik anak; d) Saling tolong menolong dalam mengatur urusan rumah tangga. Pada realitanya di lapangan berdasarkan hasil temuan di perumahan Mega Nusa Endah kota Cirebon, bahwa anggota masyarakat berasal dari berbagai 18 Ibid., hal. 21. 19 Taqiyuddin, Pendidikan Untuk Semua, Dasar dan Falsafah Pendidikan Luar Sekolah (Bandung: Mulia Press, 2008), hal. 76. 14 wilayah di Indonesia dan beragama mayoritas Islam. Pada saat ini masyarakat muslim di komplek perumahan Mega Nusa Endah dihadapkan pada permasalahan pendidikan dan keluarga yang mengancam kelangsungan kebahagiaan. Hal ini karena kecenderungan seorang istri atau ibu beralih fungsi dan berperan ganda menjadi pencari nafkah bahkan menjadi pelaku aktif dalam ranah-ranah yang semula menjadi wilayah garapan kaum laki-laki. Misalnya dunia bisnis, PNS, dan karier profesional lainnya. Dengan demikian peran keluarga yang tadinya begitu sakral dan eksklusif kini menjadi salah satu bagian. Terkadang sebagian keluarga menyerahkan pendidikan anak pada kakek neneknya, para pengasuh atau pembantu, mengundang tenaga pendidik kerumah sebagai guru privat dan menyerahkan kepada pihak sekolah, sedang para orangtua sibuk dengan pekerjaannya. Dengan kecenderungan istri atau ibu ikut bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah maka intensitas waktu, perhatian terhadap keluarga terutama anak-anak semakin berkurang. Hal ini dapat menyebabkan perilaku anak-anak menjadi rawan, menghadapi berbagai masalah dan cenderung berperilaku menyimpang dari norma-norma terutama norma agama sehingga akhlak mereka jadi tidak baik. Tetapi banyak juga keluarga yang suami istri bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah anak-anaknya pun tidak mengalami hambatan yang berarti dalam pertumbuhan, pendidikan, komunikasi, intelektualitas maupun akhlaknya. Mengapa bisa demikian? Hal ini karena mereka memperlakukan keluarga dengan perhatian, kasih sayang secara sungguh-sungguh semua kejadian yang mungkin terjadi telah dipersiapkan antisipasinya secara sistematis. 15 Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penelitian ini memberikan penekanan terutama pada aspek-aspek yang berkaitan dengan sistem pendidikan orangtua yang bekerja. Sebagai keluarga muslim kontemporer, bagaimana sosiopsikologis ditinjau dari aspek-aspek pendidikan anak yang mendukung ke arah terbentuknya anak muslim unggulan. Penelitian ini juga mempertanyakan bagaimana penerapan pendidikan anak unggulan tersebut yang meliputi pola hubungan dalam keluarga, pola keluarga, faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan anak di keluarga. Pertanyaan lainnya adalah apa dampaknya terhadap pola pendidikan anak dalam keluarga serta hubungan antar aspek tersebut sehingga mendukung ke arah terciptanya pendidikan anak unggulan di keluarga muslim kontemporer. Dengan demikian dalam melakukan upaya teoritik bagi terwujudnya keluarga bahagia, sejahtera menurut ajaran Islam, penulis tertarik dan menarik benang merah dari latar belakang masalah penelitian disertasi ini, dengan judul: PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA MUSLIM KONTEMPORER (Studi Kasus pada Keluarga dengan Ayah dan Ibu Bekerja di Perumahan Mega Nusa Endah Karyamulya Kota Cirebon ). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, permasalahan penelitian disertasi ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pendidikan anak dalam keluarga muslim kontemporer di perumahan Mega Nusa Endah Karyamulya Kota Cirebon? 16 2. Faktor – faktor apa yang mempengaruhi pendidikan anak dalam keluarga muslim kontemporer di perumahan Mega Nusa Endah Karyamulya Kota Cirebon? 3. Bagaimana orangtua sebagai pekerja dalam mengatasi kendala pendidikan anak dalam keluarga muslim kontemporer di Perumahan Mega Nusa Endah Karyamulya Kota Cirebon? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian disertasi ini adalah untuk: a. Mendeskripsikan bagaimana pendidikan anak dalam keluarga muslim kontemporer komplek perumahan Mega Nusa Endah Karyamulya Kota Cirebon. b. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan anak dalam keluarga muslim kontemporer komplek perumahan Mega Nusa Endah Karyamulya Kota Cirebon. c. Menganalisis bagaimana orangtua yang bekerja dalam mengatasi kendala pendidikan anak dalam keluarga muslim kontemporer komplek perumahan Mega Nusa Endah Karyamulya Kota Cirebon. 2. Kegunaan Penelitian Secara teoritik penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut : a. Mengembangkan teori pendidikan anak yang diperjelas dengan peran orangtua yang dihubungkan dengan realitas kehidupan manusia dewasa ini. Selanjutnya, penelitian, ini diharapkan dapat menjadi model penelitian 17 dalam pengembangan penelitian pendidikan anak lainnya. Selain itu, akan dihasilkan metode pendidikan anak dalam keluarga oleh orangtua pekerja, sehingga dapat dijadikan acuan mendidik anak dalam menghadapi persoalan global. b. Memberi masukan bagi para orangtua pekerja dalam hal ini keluarga di perkotaan dan para pembuat kebijakan (policy makers), seperti pemerintah dan lembaga pendidikan, bahwa pendidikan anak dalam keluarga perlu dan harus mendapatkan perhatian yang lebih. Sebab, pendidikan yang berlangsung di lembaga pendidikan formal lebih banyak bersifat kuantitatif-deterministik. Oleh karena itu, semakin baik pendidikan yang dilakukan orangtua dalam keluarga terhadap anaknya, akan berimplikasi terhadap peningkatan kualitas lingkungan sosial masyarakat, selanjutnya kualitas bangsa dan negara. c. Sumbangan pemikiran kepada pemerintah (Kementerian Agama) dalam merintis dan membangun keluarga muslim kontemporer Indonesia. d. Sumbangan kepada para pengelola lembaga pendidikan Islam dalam mengembangkan, meningkatkan dan mempertahankan mutu pendidikannya, atau bagi masyarakat yang akan mendirikan lembaga pendidikan Islam dengan mempertimbangkan faktor pendukung dan penghambat penyelenggaraannya. e. Masukan untuk para pemikir Islam, bahwa untuk meningkatkan mutu umat Islam di Indonesia diperlukan pendidikan anak keluarga muslim kontemporer sebagai salah satu instrument penting dalam menyiapkan generasi unggul di masa depan. D. Kajian Pustaka 18 Pustaka yang relevan terkait dengan Pendidikan Anak dalam Keluarga Muslim Kontemporer, penulis hanya mendapatkan beberapa disertasi yang ada kaitannya dengan pendidikan anak dalam keluarga di antaranya sebagai berikut: Pertama, Osa Juarsa, 2011, Pengembangan Model Pola Asuh Orangtua dalam Mengkomunikasikan Nilai Moral Kepada Anak (Studi Kasus tentang Keluarga Wanita Karier yang Berprofesi sebagai PNS di Kota Bandung). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif naturalistik dengan metode deskriptif, Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya wanita yang sudah berkeluarga memiliki peran ganda di samping sebagai ibu rumah tangga juga bekerja di luar rumah. Fokus penelitian ini membuat model pengembangan pola asuh orangtua dalam mengkomunikasikan nilai moral kepada anak di lingkungan keluarga wanita karir yang berprofesi sebagai PNS. Hasil penelitian ini bahwa: Pelaksanaan model pola asuh orangtua dalam mengkomunikasikan nilai moral pada anak di lingkungan keluarga wanita karir / PNS di kota Bandung sebagian besar telah mengacu pada konsep-konsep pendidikan nilai dan pendidikan secara umum (misi,visi, moral, media dan metode), kendala yang dihadapi masih ada orangtua yang merasa tidak mampu menempatkan keimanan, keyakinan pada prioritas utama, nilai moral dan budaya sehingga menyerahkan kepada lembaga pendidikan.20 Penelitian yang dilakukan oleh Osa Juarsa ini lebih menekankan pada model pola asuh orangtua dalam mengkomunikasikan nilai moral kepada anak di 20 Osa Juarsa, “Pengembangan Model Pola Asuh Orangtua dalam Mengkomunikasikan Nilai Moral Kepada Anak (Studi Kasus tentang Keluarga Wanita Karier yang Berprofesi sebagai PNS di Kota Bandung)”, Disertasi (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2011), hal. iii. 19 keluarga, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti adalah tentang pendidikan anak di keluarga muslim kontemporer secara umum, yakni mencakup penelitian bagaimana landasan pendidikan yang dijadikan sebagai sumber acuan, pendekatan pendidikan, metoda, media, dan tujuan pendidikan yang diharapkan orangtua. Perbedaan lainnya adalah Osa Juarsa subyek penelitiannya yaitu para orangtua pekerja sebagai PNS, sedangkan peneliti sebagai subyek penelitiannya adalah orangtua yang bekerja secara umum termasuk PNS. Kedua, Supriadi, 2010, Pengembangan Model Pengasuhan Anak dalam Keluarga untuk Memulihkan Sistem Nilai (Studi Kasus pada Masyarakat Melayu Sambas). Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena rendahnya kualitas pola pengasuhan anak dalam keluarga akibatnya berimplikasi pada terjadinya pergeseran nilai-nilai di masyarakat Melayu Sambas. penelitian ini menunjukkan bahwa: a. Sistem nilai keluarga masyarakat Melayu Sambas dalam pola pengasuhan anak lebih menekankan pada pendidikan Islam. b. Pergeseran nilai asli pada masyarakat Melayu Sambas sudah terjadi sejak lama, termasuk peristiwa konflik dengan etnis Madura. Pergeseran ini ditandai dengan terjadinya pendangkalan orientasi hidup masyarakat Melayu Sambas yang menjadikan masalah ekonomi sebagai fokus dan tujuan hidup. c. Faktor-faktor penyebab terjadinya pergeseran sistem nilai pada masyarakat bermuara pada permasalahan ekonomi. Disamping faktor pendidikan rendah, kesehatan rendah, kemiskinan, lemahnya metode pendidikan anak di keluarga, kurangnya pendidikan agama, lemahnya ketokohan masyarakat, lemahnya keteladanan dari orang tua dan tokoh masyarakat, 20 kurang kondusifnya lingkungan bagi menanamkan nilai dan lemahnya perekat budaya lokal. d. Konsep pendidikan yang tepat untuk memperbaiki sistem nilai di masyarakat adalah konsep pendidikan sepanjang hayat dengan memadukan pendidikan infolmal yang bercorak keagamaan dan pendidikan umum. e. Strategi yang tepat untuk memperbaiki sistem nilai di masyarakat dengan menanamkan pola hidup disiplin baik di keluarga dan masyarakat serta melakukan pendidikan bagi para calon orangtua dan para orangtua. Penelitian yang dilakukan oleh Supriyadi menitikberatkan pada pendidikan keluarga yang sangat penting dikembangkan di masyarakat, karena pendidikan keluarga memainkan peran bagi kehidupan individu dan masyarakat. Pendidikan keluarga merupakan wahana sosialisasi, pewarisan, pelestarian budaya kepada generasi baru dan sebagai wahana pembentukan karakter dasar bagi rasa cinta bangsa dan tanah air. Juga merupakan wahana persiapan generasi muda untuk menjadi warga masyarakat dan menjadi pendidik informal bagi generasi yang akan datang.21 Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti bahwa bagaimana para orangtua yang bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah dalam proses mendidik anak di keluarga muslim kontemporer. Ketiga, Sulthoni, 2010, Pendidikan Budi Pekerti dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat (Studi Kasus Pengembangan Model Pendidikan Budi Pekerti 21 Supriyadi, “Pengembangan Model Pengasuhan Anak dalam Keluarga untuk Memulihkan Sistem Nilai (Studi Kasus pada Masyarakat Melayu Sambas)”, Disertasi (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2010), hal. iii. 21 Terintegrasi pada Sekolah Dasar di Kota Malang). Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus yang ada seperti perkelahian masal, perilaku moral dan tata kehidupan lainnya yang belum mencerminkan nilai-nilai budaya dan normanorma yang berlaku. Maraknya perilaku menyimpang itu umumnya menunjuk pada kesadaran akhlak dan moral yang merosot, untuk itu pendidikan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat dituntut ikut bertanggung jawab terhadap kemunduran moral tersebut. Pendidikan budi pekerti merupakan tugas keluarga, sekolah dan masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) peranan orangtua dalam menanamkan nilai budi pekerti melalui pendidikan agama baik di rumah maupun di masyarakat dengan cara perilaku pembiasaan, keteladanan dan memberi kemudahan serta penghargaan atas prestasi anak dalam mengelola dirinya; (2) peranan sekolah dalam menanamkan nilai budi pekerti mulai penyediaan fasilitas belajar, mushola, kebersihan dan peraturan yang mengikat kepada Kepala sekolah, para guru, tenaga administrasi, satpam dan pesuruh memberi teladan perilaku yang baik sehingga digugu dan ditiru. Kegiatan ekstra kurikuler/keagamaan dan hari-hari besar nasional maupun keagamaan merupakan sarana pendidikan budi pekerti yang efektif; (3) peranan masyarakat dalam membina budi pekerti bagi anak dan remaja di lingkungannya adalah memberi kesempatan kepada anak dan remaja dalam mengisi kegiatan pada hari-hari besar nasional dan keagamaan, seperti pada kegiatan 17 Agustus, Mauludan, halal bi halal dan pengajian rutin yang dilaksanakan oleh tokoh masyarakat termasuk TPA/TPQ; (4) kesinambungan pendidikan budi pekerti dari keluarga, sekolah dan masyarakat adalah sangat baik 22 berjalan harmonis dan dinamis; (5) peningkatan pembelajaran budi pekerti terintegrasi menunjukkan kenaikan perubahan dalam nilai prestasi belajar dan nilai-nilai budi pekerti. Kesimpulan dalam penelitian ini, ternyata pendidikan budi pekerti mulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat berlangsung secara harmonis, dinamis dan kekeluargaan sehingga berhasil dengan baik. Sebagai akhir penelitian, penulis merekomendasikan kepada orangtua, sekolah dan masyarakat agar melakukan pendekatan kepada anak dengan komunikasi, pengawasan, keteladanan yang berbasis kasih sayang, untuk peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dikembangkan lagi lebih luas dan mendalam.22 Penelitian yang dilakukan Sulthoni lebih fokus pada pendidikan budi pekerti yang dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus perilaku yang menyimpang dari normanorma dan nilai-nilai budaya yang berlaku di masyarakat. Sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti lebih umum membahas tentang aspek-aspek pendidikan anak di lingkungan keluarga muslim kontemporer. Meskipun para orangtua bekerja di luar rumah tetapi dalam hal pendidikan anak, para orangtua memiliki peranan penting dalam pembentukan karakter, kepribadian, dan perkembangan anak dalam ranah afektif, psikomotor dan kognitif. Keempat, Fardus, 2010, Model Pendidikan Nilai Sosial Budaya dalam Keluarga dan Lingkungan Manusia Bajo di Bajoe. Pendidikan nilai sosial budaya 22 Sulthoni, “Pendidikan Budi Pekerti dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat (Studi Kasus Pengembangan Model Pendidikan Budi Pekerti Terintegrasi pada Sekolah Dasar di Kota Malang)”, Disertasi (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2010), hal. iii. 23 merupakan salah satu pendidikan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak menuju manusia dewasa. Anak yang tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang memiliki nilai-nilai sosial tinggi akan mampu menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang harmonis, damai, dan tentram. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Studi ini menemukan bahwa model pendidikan nilai sosial budaya manusia Bajo di Bajoe dalam mewariskan, menyebarkan, dan mengkonstruksi nilai sosial budayanya melalui dua wilayah kehidupan: di darat dan di laut. Wilayah kehidupan darat mewariskan nilai sosial budaya melalui media keluarga, sekolah, dan masyarakat, sedangkan wilayah kehidupan laut mewariskan nilai sosial budaya media perahu dan sapa. Pola pewarisan dan konstruksi nilai sosial budaya manusia Bajo di Bajoe terjadi melalui proses pembiasaan, imitasi, identifikasi, pemberian hadiah dan hukuman, dan kebersamaan dalam keluarga, sedangkan pola penyebarannya melalui adat istiadat. Terwujudnya nilai sosial budaya dalam diri anak manusia Bajo di Bajoe terjadi melalui dua metode, yaitu secara verbal dan non verbal. Studi ini memiliki implikasi terhadap: (i) pembinaan dan pengembangan pendidikan nilai-nilai sosial budaya pada anak-anak Bajo; (ii) penanaman kesadaran orangtua manusia Bajo akan pentingnya pendidikan nilai-nilai sosial budaya bagi anak-anak mereka; dan (iii) pemberian profil dan pemahaman kepada masyarakat Indonesia tentang model pendidikan nilai sosial budaya dalam keluarga dan lingkungan manusia Bajo.23 23 Fardus, “Model Pendidikan Nilai Sosial Budaya dalam Keluarga dan Lingkungan Manusia Bajo di Bajoe”, Disertasi (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2010), hal. iii. 24 Perbedaan penelitian dengan peneliti bahwa peneliti dalam proses pendidikan anak dalam keluarga muslim kontemporer dengan menggunakan media berupa alat-alat teknologi yang sudah modern, begitu pula dengan metoda yang digunakan dalam pendidikan anak melalui metode keteladanan, pembiasaan, perhatian, kasih sayang, hadiah, nasihat, teguran, dan hukuman yang sifatnya mendidik. Penelitian ini dilakukan di keluarga muslim kontemporer dimana bapak ibu sama-sama sibuk bekerja di luar rumah dengan keterbatasan waktu dan kesempatan, para orangtua memiliki peranan dan tanggung jawab yang besar dalam pendidikan anak. Kelima, Sri Muliati Abdullah, Universitas Mercubuana Yogyakarta, 2012, melakukan penelitian tentang Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak (Paternal Involvement): Sebuah Tinjauan Kritis. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak adalah suatu partisipasi aktif ayah secara terus menerus dalam pengasuhan anak yang mengandung aspek preunensi, inisiatif, dan pemberdayaan pribadi dalam dimensi fisik, kognisi dan afeksi dalam semua area perkembangan anak, yaitu fisik, emosi, sosial, intelektual dan moral. Pengasuhan ayah akan memberikan warna tersendiri dalam pembentukan karakter anak. pada ayah anak belajar ketegasan sifat maskulin, kebijaksanaan, keterampilan kinestetik dan kemampuan kognitif. Ayah membantu anak bersikap tegar, kompetitif, menyukai tantangan dan senang bereksplorasi.24 24 Sri Muliati Abdullah, “Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak (Paternal Involvement): Sebuah Tinjauan Kritis”, Disertasi (Yogyakarta: Universitas Mercubuana Yogyakarta, 2012), hal. v. 25 Perbedaan penelitian yang dilakukan antara Sri Muliati Abdullah dengan peneliti adalah, Sri Muliati Abdullah lebih menekankan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan terhadap anak secara aktif, terus menerus baik itu secara fisik maupun psikisnya, dalam perkembangan anak penuh inisiatif dalam pemberdayaan dimensi kognisi, afektif maupun psikomotor. Sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti adalah bahwa para orangtua baik itu bapak atau ibu memiliki peran, fungsi dan tanggung jawab yang sama, hak dan kewajiban yang sama dalam mendidik, membimbing dan pengasuhan anak di keluarga muslim kontemporer. Keenam, Baihaki A.K. mengemukakan dalam disertasinya tentang Pendidikan Anak dalam Rumah Tangga Menurut Islam di PPS IAIN (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1982. Hasil penelitian ini mendeskripsikan bahwa prinsip-prinsip pendidikan anak dalam keluarga yang tersurat dan tersirat dalam Al-Qur’an sebagai pijakan dan sumber utama pendidikan Islam, diperjelas dengan pernyataan dan tauladan Nabi Muhammad saw. Akan tetapi, kajian tersebut mencakup prinsip-prinsip dasar pendidikan anak dalam keluarga perspektif Islam, belum mengkorelasikannya dengan realitas kehidupan manusia.25 Perbedaan peneliti dalam penelitiannya adalah difokuskan lebih khusus pada orangtua untuk mendidik anak di keluarga muslim kontemporer meskipun para orangtua tersebut sibuk bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah tetapi dalam hal pendidikan anak di keluarga mereka memiliki peranan yang penting. 25 Baihaki A.K., “Pendidikan Anak dalam Rumah Tangga Menurut Islam”, Disertasi (Jakarta: PPS IAIN (UIN) Syarif Hidayatullah, 1982), hal. iv. 26 Sedangkan dalam penelitian tesis, penulis menemukan beberapa tesis yaitu : Pertama, Nur Laeliyah, tahun 2012, Pengaruh Orangtua yang Bekerja di Luar Negeri sebagai TKI terhadap Perkembangan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa kelas XII di SMKN 1 Krangkeng Indramayu. Teknik penelitian mengguanakan metode kuantitatif, yang berlatar belakang bahwa bimbingan orangtua di rumah sangat dibutuhkan anak untuk meraih prestasi yang baik di sekolah. Seharusnya anak-anak mendapat kasih sayang, bimbingan, dan pendidikan dari orangtua namun mereka kurang mendapatkannya karena ditinggal oleh orangtua untuk bekerja di luar negeri sebagai TKI. Penelitian ini membuktikan bahwa pengaruh siswa terhadap kepergian orang tuanya sebagai TKI rata-rata responnya negatif. kepergian orangtua menjadi TKW menunjukkan motivasi dan prestasi belajar siswa menurun. Bagi anak ekonomi memang penting, tetapi lebih penting bila orangtua terutama ibu tetap merawat dan mendidiknya.26 Perbedaan dengan peneliti dalam hal ini bahwa peneliti melakukan pendekatan penelitian dengan deskriptif kualitatif tentang pendidikan keluarga muslim kontemporer dimana bapak ibu sama-sama bekerja mencari nafkah di luar rumah dengan lokasi tempat bekerja masih di sekitar wilayah sendiri yaitu kota Cirebon. Kedua, Tesis. Aminudin, 2010 “Pemikiran Qurais Shihab dan Dadang 26 Nur Laeliyah, “Pengaruh Orang Tua yang Bekerja di Luar Negeri sebagai TKI Terhadap Perkembangan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa kelas XII di SMKN 1 Krangkeng Indramayu”, Tesis (Cirebon: IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2012), hal. v. 27 Hawari tentang Cara Mendidik Anak dalam Keluarga dan Sumbangannya terhadap Pendidikan Islam” IAIN Walisongo Semarang,. Hasil analisisnya bahwa secara realita yang dihadapi bangsa Indonesia pada jaman kemajuan ini ialah gejala-gejala yang menunjukkan hubungan yang agak terlepas antara ibu dan bapak dengan anak-anaknya. Banyak orangtua yang tidak mampu mengendalikan anak-anaknya. Hal ini dijumpai di kalangan keluarga yang memiliki kondisi sosial ekonomi yang baik, umumnya terjadi pada para pelajar. Bahkan adapula terjadi di kalangan pemegang fungsi penting dalam jabatan negara. Proses penjawaban persoalan tersebut melalui pendidikan agama, penanaman akhlak pada anak harus mampu mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil penelitiannya menunjukkan kedua tokoh itu menganggap komponen utama yang dapat membentuk perilaku anak yang utama yaitu peran pendidikan agama dan orangtua sebagai benteng utama yang memiliki pengaruh besar dalam memaknai sepak terjang anak.27 Perbedaan penelitian dengan peneliti bahwa peneliti lebih fokus kepada para orangtua yang sama-sama bekerja di luar rumah tetapi para orangtua mempunyai peranan penting dalam mendidik anak dalam keluarga muslim kontemporer. Adapun beberapa buku yang dijadikan bahan rujukan penulisan adalah sebagai berikut: 27 Aminudin, “Pemikiran Qurais Shihab dan Dadang Hawari tentang Cara Mendidik Anak dalam Keluarga dan Sumbangannya terhadap Pendidikan Islam” Tesis (IAIN Walisongo Semarang, 2010), hal. v. 28 Pertama, Abdullah Nashih Ulwan,28 dalam buku berjudul Pendidikan Anak dalam Islam mendiskripsikan berbagai hal yang perlu disampaikan melalui pendidikan oleh para pendidik/orangtua pada masa anak-anak. Secara garis besar yaitu menanamkan berbagai metode pendidikan yang berpengaruh terhadap anak adalah pendidikan dengan keteladanan, pendidikan dengan adat kebiasaan, pendidikan dengan pengawasan/perhatian dan pendidikan dengan hukuman juga kaidah-kaidah asasi dalam pendidikan anak dalam hal ini sifat sifat yang mendasar yang harus dimiliki oleh si pendidik/orangtua dalam mendidik anak yaitu Ikhlas, Taqwa, Ilmu, Penyabar dan rasa tanggung jawab serta aspekaspek yang perlu disampaikan dalam kaitannya dengan pendidikan anak yaitu pendidikan iman, pendidikan moral (akhlak), pendidikan fisik, pendidikan rasio (akal), pendidikan psikologis, pendidikan dosial dan pendidikan seksual. Kedua, Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid,29 dalam karyanya yang berjudul, Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik Anak, secara garis besarnya mengungkapkan bahwa pendidikan bagi anak-anak bermula dari ketika kedua orangtua menikah, kemudian hubungan kedua orangtua, kesalehan dan kesepakatan orangtua dalam melakukan kebajikan, memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam membentuk psikis dan kecenderungan terhadap anak, juga mendiskripsikan berbagai macam metode mendidik anak untuk mempengaruhi jiwa anak, agar anak berbakti kepada orangtua, baik ketika orangtua masih hidup maupun orangtua sudah tiada. Pada dasarnya membangun kepribadian Islami 28 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Jamaludin Miri LC (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hal. 141 – 335. 29 Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Prophetic Parenting, Cara Nabi Mendidik Anak (Jogjakarta: Pro-U Media, 2010), hal. 209 – 230. 29 kepada anak, membentuk aktivitas ibadah anak, membentuk jiwa sosial kemasyarakatan anak, membentuk akhlak Islami anak, membentuk perasaan anak, membentuk jasmani anak, menanamkan cinta ilmu pada anak, memelihara kesehatan anak, mengarahkan kecenderungan seksual anak serta bagaimana Rasulullah memberikan petunjuk kepada orangtua dan anak-anak yang ada kaitannya dengan pendidikan. Ketiga, Nur Ahid,30 dalam bukunya Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam, mendeskripsikan melalui buku ini bagaimana orangtua memberikan bimbingan, arahan dan memerankan keluarga sebagai pusat pendidikan yang pertama dan utama bagi anak, keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak dan merupakan pendidikan tertua yang bersifat kodrati maka tugas keluarga adalah meletakkan dasar-dasar perkembangan anak agar anak dapat berkembang secara baik melalui proses sosialisasi, pertumbuhan afeksi dan pembentukkan status, juga orangtua berperan penting dalam keluarga untuk persiapan masa depan kehidupan anak yang lebih baik. E. Kerangka Teori Penelitian ini dilandasi atas adanya fenomena di masyarakat yang berkaitan dengan peran, hak dan kewajiban serta tanggung jawab orangtua baik secara psikologis maupun secara sosiologis, serta aktualisasi peran orangtua dalam pendidikan anak dalam keluarga berdasarkan perspektif Islam. Berdasarkan realita di masyarakat bahwa pendidikan agama (Islam), merupakan 30 Nur Ahid, Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 7 – 49. 30 kunci utama pendidikan bagi anak dalam keluarga, karena pendidikan agama memiliki peran besar dalam membentuk pandangan hidup seseorang. Menurut Ahmad Tafsir,31 ada dua kegunaan pendidikan agama dalam keluarga. Pertama, penanaman nilai dalam arti pandangan hidup yang kelak mewarnai perkembangan jasmani dan akalnya. Kedua, penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai guru dan pengetahuan di sekolah. Pendidikan anak dalam keluarga muslim kontemporer mengilustrasikan kehidupan keluarga hubungan orangtua (ayah-ibu) dengan anak-anak dilandasi Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad saw. Ilustrasi tersebut ayah dan ibu berperan serta mendidik akidah, ibadah dan akhlak anak sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Luqman (31): 12-19, yang mencerminkan pendidikan berkenaan: 1) pembinaan jiwa orangtua ayat (12); 2) pembinaan iman dan tauhid ayat (13-16), 3) pembinaan akhlak ayat (14,15,18 dan 19); 4) pembinaan ibadah ayat (17); 5) pembinaan kepribadian dan sosial anak ayat (16-17). Indikator pendidikan keluarga muslim kontemporer mengilustrasikan perilaku keberagamaan orangtua dengan menampilkan perilaku: (1) memiliki ketahanan atau kekuatan akidah (keyakinan) yang konsisten sebagai dasar penanaman akidah kepada Allah swt; (2) orangtua memiliki ketaatan beribadah kepada Allah swt, yang direalisasikan orangtua bersama anak dalam kehidupan keluarga; (3) orangtua konsisten menampilkan perilaku (akhlak) mulia kepada Allah swt, orangtua bersama anak-anak konsisten beribadah kepada-Nya, orangtua mendidik bagaimana anak berakhlak terhadap orangtua, saudara, dan 31 Ahmad Tafsir, Pendidikan Budi Pekerti (Bandung: Maestro, 2009), hal. 61-63. 31 famili lainnya, termasuk memulyakan tamu, tetangga dan orang lain sebagai realisasi berbuat baik kepada sesama sebagai makhluk sosial. Guna mewujudkan indikator keluarga muslim di atas diperlukan visi, misi, tujuan, materi, metode, media, pendekatan dan evaluasi sesuai perkembangan kognisi, dan afeksi anak. Implementasi komponen pendidikan tersebut berjalan secara sistemik, artinya, antara komponen yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Komponen tersebut meliputi: visi dan misi pendidikan anak dalam keluarga muslim berorientasi membentuk anak yang beriman dan bertakwa serta memiliki akhlak mulia. Tujuan pendidikan anak dalam keluarga diarahkan menjadi insan yang taat beribadah kepada Allah swt, dan berbakti kepada orangtua serta menghormati saudara dan sesama. Metode pendidikan yang dipandang efektif adalah keteladanan dan pembiasaan orangtua. Media pendidikan agama dalam lingkup keluarga dilakukan orangtua menggunakan media berupa teknologi dan perilaku keberagamaan orangtua. Pelaksanaan pendidikan agama anak dalam keluarga yang dilakukan orangtua didasarkan pada profil keluarga muslim atas dasar, kasih sayang. Abdullah Nashih Ulwan,32 menegaskan bahwa di antara perasaan-perasaan mulia yang ditanamkan Allah dalam hati orangtua adalah perasaan kasih sayang terhadap anak-anak. Perasaan ini merupakan kemuliaan baginya dalam mendidik, mempersiapkan dan membina anak-anak untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan yang paling besar. 32 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam , terj. Jamaludin Miri LC (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hal. 33. 32 Orangtua telah menanamkan kasih sayang di dalam hatinya untuk mendidik anak dengan penuh tanggung jawab mengantarkan masa depan anak yang lebih baik, apabila sebaliknya hati orangtua kosong, hampa tanpa kasih sayang dalam mendidik anak tanpa diragukan lagi menimbulkan interaksi terhadap kelainan anak-anak misalnya tumbuh penyimpangan perilaku, kebodohan, kesulitan dan penderitaan. M. Anis,33 menegaskan bahwa Al-Qur’an telah memberi tuntunan agar suami isteri membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah, yaitu keluarga yang aman, damai penuh ketenangan serta hidup dalam suasana kasih sayang yang dilandasi iman dan amal saleh. Kondisi keluarga yang demikian ini akan terhindar dari rasa cemas dan kegoncangan jiwa. Pelaksanaan pendidikan agama dalam keluarga muslim bukan hanya atas dasar kasih sayang, tetapi juga Nashih Ulwan menawarkan metoda-metoda pendidikan yang berpengaruh, dalam pelaksanaanya disesuaikan dengan situasi dan kondisi, bermusyawarah sesama anggota keluarga, saling menghormati, memahami hak, bersikap sabar, memanfaatkan waktu luang dan menikmati indahnya hubungan suami istri bersama keluarga. Faktor yang berpengaruh terhadap pendidikan anak meliputi sikap keberagamaan orangtua, dan budaya yang berkembang saat ini. Sikap keberagamaan anak sebagaimana Zakiah Darajat,34 mengungkapkan sikap orangtua terhadap agama, akan memantulkan kepada si anak. Jika orangtua menghormati ketentuan-ketentuan agama, maka akan menimbulkan pada anak 33 Muhamad Anis, Sukses Mendidik Anak (Jakarta: Insan, 2009), hal. 134. 34 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), hal. 128. 33 sikap menghargai agama, demikian pula sebaliknya. Jika sikap orangtua terhadap agama itu negatif, acuh tak acuh, atau meremehkan, maka sikap itu pulalah yang akan tumbuh pada anak. Lingkungan budaya positif dan negatif mempengaruhi pendidikan agama dalam keluarga. Budaya positif yang berkembang saat ini, misalnya kegiatan keagamaan, media cetak, efek teknologi elektronik, dan lingkungan sekitar yang patut atau tidak patut ditiru anak dan akan berkontribusi terhadap profil keluarga muslim dalam mendidik anak. Budaya negatif menurut Zainal Abidin bin Syamsudi,35 adalah lingkungan yang buruk menjadi faktor terjadinya berbagai macam dekadensi. Kedua lingkungan tersebut berpengaruh terhadap pendidikan agama dalam keluarga. Sebagai out put pendidikan keluarga muslim kontemporer menampilkan perilaku keberagamaan berdasarkan penilaian secara kualitatif. Hal ini sebagaimana Amirulloh Syabrini,36 menjelaskan, lebih ditekankan pada performance atau penampilan diri anak dalam berbicara, berpikir, bersikap, bertindak, dan berkarya dalam kehidupan sehari-hari. Indikator perfomance meliputi perilaku: (1) anak memiliki sikap keimanan dan ketakwaan yang konsisten, taat menjalankan ibadah kepada Allah swt; (2) berakhlak mulia kepada Allah, dan memulyakan dirinya sendiri juga orang lain; (3) anak memiliki keterampilan hidup keagamaan yang ditampilkan misalnya perilaku sabar, syukur, tabah, kasih sayang, rasa hormat, disiplin, qanaah dan sebagainya. 35 Zaenal Abidin bin Syamsudi, Golden Ways Anak Sholeh (Jakarta: Pusta Imam Bonjol, 2014), hal. 262. 36 Amirullah Syabrini, Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga (Jakarta: Gramedia, 2013), hal. 95. 34 Adapun alur pikir dalam penelitian ini dapat dibagankan : SISTEM PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA INDIKATOR KELUARGA MUSLIM KONTEMPORER PROFIL KELUARGA MUSLIM SUAMI ISTRI BEKERJA HASIL KELUARGA MUSLIM ORANGTUA BEKERJA FAKTOR LINGKUNGAN F. Sistematika Pembahasan Secara keseluruhan uraian di atas yang menyangkut kerangka pikiran dan beberapa teori pendapat dari para ahli, kiranya dapat disusun menjadi data penelitian dan dianalisis dalam disertasi yang memahami dan menelaah tentang Pendidikan Anak dalam Keluarga Muslim Kontemporer (Studi Kasus pada Keluarga dengan Ayah dan Ibu Bekerja) yang dibingkai dalam bab-bab sebagai berkut: Bab I. Pendahuluan, terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian, Kajian yang Relevan, 35 Kerangka Teori dan Sistematika Pembahasan. Bab II, Pendidikan Anak dalam Keluarga Muslim, di dalamnya membahas tentang: Makna Pendidikan, yang mencakup 1) Makna pendidikan secara umum dan 2) Makna pendidikan dari sudut pandang Islam; Konsep Anak membahas tentang 1) Makna anak, 2) Fase Perkembangan Pendidikan Anak, 3) Kebutuhan Anak, 4) Hak dan Kewajiban anak; Konsep Keluarga Muslim Kontemporer, membahas tentang, 1) Makna Pendidikan Keluarga, 2) Peran dan fungsi Orangtua dalam Keluarga Muslim Kontemporer; Pendidikan Anak dalam Keluarga Muslim Kontemporer yang mencakup pembahasan tentang 1) Makna Pendidikan Keluarga, 2) Tujuan Pendidikan Keluarga, 3) Peran Keluarga dalam Pendidikan, 4) Metode Pendidikan Anak dalam Keluarga, 5) Aspek-Aspek Pendidikan Anak dalam Keluarga; Perilaku Mendidik Anak dalam Keluarga. Bab III, Metode Penelitian, terdiri dari: Metode dan Pendekatan Penelitian; Subjek Penelitian; Teknik Penelitian, di antaranya melalui teknik observasi, wawancara dan dokumentasi; Analisis Data Penelitian; Pengecekan Keabsahan Data. Bab IV, Hasil Penelitian dan Pembahasan, bab ini akan menguraikan dan menganalisis tentang: Matrik Temuan Penelitian di lapangan; Deskripsi Hasil Penelitian, yaitu temuan di lapangan; Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan anak dalam Keluarga Muslim Kontemporer; Pendidikan Anak dalam Keluarga muslim Kontemporer (dimana Bapak dan Ibu Bekerja di Luar Rumah), yang mencakup pembahasan: 1) Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan Anak, 2) Materi Pendidikan Anak, 3) Media, Metode dan Pendekatan Pendidikan Anak, 5) 36 Evaluasi Pendidikan Anak dalam Keluarga Muslim Kontemporer; Hambatan dan Solusi Pendidikan Anak dalam Keluarga Muslim Kontemporer. Bab V, Penutup, terdiri dari Kesimpulan dan Saran-Saran. 37