BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Sebagai Proses

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi Sebagai Proses Pencetakan Makna
Komunikasi merupakan proses transmisi segala informasi atau pesan dan
buah pikiran kepada komunikan, begitu pula sebaliknya. Komunikasi
dapat
dianggap berjalan lancar dalam suatu kelompok bila penggunaan elemen-elemen
dalam proses transmisi tersebut sama, karena apabila elemen yang dipakai tidak
sama dengan yang dipakai oleh komunikan, maka informasi yang ingin
disampaikan oleh komunikator akan sulit untuk diterima maknanya oleh
komunikan.
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann dalam analisanya tentang konstruksi
sosial realitas, mereka berpendapat bahwa khalayak dalam sebuah proses
komunikasi akan cenderung memandang bahwa sumber komunikasi sedang
mengatakan hal yang sebenarnya ketika klaim-klaim sumber itu konsisten dengan
makna-makna yang dikonstruksikan secara sosial 26.
John Fiske dalam bukunya Cultural and Communication studies juga
mencoba menjelaskan tentang studi komunikasi, ia mengajukan model yang
disebut dengan dua”mazhab” utama dalam studi komunikasi . pertama, Fiske
menyebutkan Mazhab Proses, yang melihat komunikasi sebagai transmisi pesan,
26
Ratna Noviani,( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), Hal. 59.
17
dan kedua, Fiske menyebutkan Mazhab Semiotika, yang melihat komunikasi
sebagai produksi dan pertukaran makna 27.
John Fiske berusaha menjelaskan kedua mazhab tersebut, yaitu:
Mazhab pertama melihat pada komunikasi sebagai transmisi pesan, yaitu
bagaimana pengirim dan penerima mengkonstruksikan pesan (encode) dan
menerjemahkannya (decode), dan bagaimana transmiter menggunakan saluran
dan media komunikasi. Ia melihat komunikasi sebagai suatu proses yang
dengannya seorang pribadi mempengaruhi prilaku pribadi yang lain, mazhab ini
cenderung bicara tentang kegagalan komunikasi dan ia melihat ke tahap-tahap
dalam proses tersebut guna mengetahui dimana kegagalan tersebut terjadi.
Mazhab kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna.
Berkenaan dengan bagaimana pesan atau teks berinteraksi dengan orang-orang
dalam rangka menghasilkan makna; yakni, ia berkenaan dengan peran teks dalam
kebudayaan kita, ia mengunakan istilah-istilah seperti pertandaan (signification)
dan tidak memandang kesalahpahaman sebagai bukti yang penting dari kegagalan
komunikasi,hal ini mungkin akibat dari perbedaan budaya antara pengirim dan
penerima. Bagi mazhab ini, studi komunikasi adalah studi tentang teks dan
kebudayaan . metode studi yang utama adalah semiotika (ilmu tentang tanda dan
makna) 28.
27
John Fiske , Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komperhensif. (Yogyakarta : Jalasutra.,
2007), hal.xi
28
Ibid ,hal .8.
18
Komunikasi pun adalah proses pemaknaan oleh penerima informasi atas
informasi yang diberikan, sehingga komunikasi adalah proses pemaknaan tanpa
henti. Dalam pemaknaan,semua model makna memiliki bentuk yang secara luas
mirip, masing-masing memperhatikan tiga unsur yang harus ada dalam setiap
studi tentang makna, ketiga unsur itu adalah (1) tanda, (2) acuan tanda, (3)
penggunaan tanda. Tanda itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa
dipersepsi indra kita ; tanda mengacu pada sesuatu diluar tanda itu sendiri ; dan
tergantng ada pengenalan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda 29.
Tanda yang dipakai dalam komunikasi terkadang terdapat banyak
perbedaan, karena banyak faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut seperti
misalnya kebudayaan yang terdapat di tempat tertentu, kebudayaan yang dipakai
oleh negara tertentu, nilai moral dalam kebudayaan tertentu, nilai-nilai yang yang
dianut oleh agama tertentu, dll , yang menjadikan penggunaan tanda dari
seseorang dapat menjadi pemaknaan lain oleh penerima tanda tersebut.
Seperti yang diungkapkan oleh John Fiske :
" saya berasumsi bahwa semua komunikasi melibatkan tanda (signs) dan
code(codes). tanda adalah artefak atau tindakan yang merujuk pada sesuatu yang
lain diluar tanda itu sendiri ; yakni tanda menandakan konstruk. kode adalah
sistem dimana tanda-tanda diorganisasikan dan yang menentukan bagaimana
tanda-tanda itu mungkin berhubungan satu sama lain" 30.
Definisi yang diberikan John Fiske disini dapat dilihat bahwa komunikasi
berkaitan erat dengan tanda dan kode, Dengan pemilihan tanda yang tepat mampu
29
30
Ibid, hal. 61.
Ibid, hal. 8.
19
menciptakaan kode yang tepat kepada penerima tanda tersebut, sehingga
terciptalah pemaknaan yang sama antara si pemberi pesan dengan si penerima
pesan.
Komunikasi adalah proses menyampaikan pesan atau informasi dengan
tujuan mempengaruhi, menciptakan pemahaman, membujuk si penerima pesan
untuk melakukan seperti si pemberi pesan harapkan, hal ini serupa dengan dunia
promosi atau pemasaran. Melalui penggunaan simbol-simbol dan kode-kode yang
tepat sesuai dengan tujuan pesan iklan sehingga iklan tersebut akan mampu
diinterpretasikan oleh khalayak maknanya, maka iklan akan lebih cepat difahami
dan dimaknai tujuannya, sehingga pesan dalam iklan mudah tersampaikan.
Dalam pikiran Schutz, semua manusia didalam pikirannya membawa apa
yang dinamakan stock of knowledge , baik stock of knowledge tentang barangbarang fisik, tentang sesama manusia, artefak dan koleksi-koleksi sosial maupun
obyek-obyek budaya . stock of knowledge yang mereka dapatkan melalui proses
sosialisasi itu, menyediakan frame of reference atau orientasi yang mereka
gunakan dalam menginterpretasikan obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa yang
mereka lakukan sehari-hari. 31 . Kegiatan komunikasi sendiri pada dasarnya
dimaksudkan untuk membawa semua partisipan yang terlibat (dalam kegiatan
komunikasi tersebut) untuk memiliki pemahaman yang sama tentang apa yang
terjadi.
31
Ratna Noviani,( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), Hal. 49.
20
Produk-produk multinasioanal seperti misalnya Coca-Cola ini dapat masuk
kedalam masyarakat dan dapat diterima masyarakat Indonesia, dikarenakan
produk inipun menyamakan stock of knowledge ( penyandaran diri pada tipifikasitipifikasi
atau ”resep-resep”
tindakan
yang
sudah
ada
dalam
budaya
mereka.tipifikasi-tipifikasi ini menyediakan cara-cara untuk bertindak,solusisolusi masalah dan interpretasi tentang dunia sosial. 32) dengan masyarakat
Indonesia, dengan menggunakan iklan-iklan yang berhubungan dengan budayabudaya yang ada di Indonesia, atau pola tingkah laku yang khas di
Indonesia,maka mampu tercipta sebuah stock of knowledge yang sama dengan
komunikan. Seorang komunikator yang memiliki stock of knowledge yang sama
dengan komunikan akan dianggap sedang mengemukakan sebuah kebenaran. Jika
komunikator tidak mau mempelajari stock of knowledge dari komunikan, maka
kebenaran yang dikemukakan oleh komunikator akan dipertanyakan, dan
komunikasi menjadi tidak efektif 33.
Dalam komunikasi pun terdapat media dalam mendukung proses
komunikasi tersebut, yaitu media masa, media yang mampu menjadi penjembatan
antara informasi dari komunikator kepada komunikannya. Media digunakan untuk
banyak alasan, salah satunya adalah agar pesan yang disampaikan menjadi lebih
efektif dan lebih tepat sampai pada target komunikannya. Media pula mampu
menjembatani sebuah buah pikiran, dan kebudayaan baru kepada komunikannya.
Salah satu media dalam komunikasi adalah iklan, iklan adalah salah-satu
32
Ibid, hal. 50
33
Ibid, Hal. 59.
21
media komunikasi yang penting yaitu sebagai media promosi, karena iklan
mampu menampilkan atau memvisualisasikan sesuatu seperti layaknya kita
melihat kehidupan disekeliling kita biasanya, dan iklan mampu membujuk
masyarakat lewat tampilan visualisasi yang tepat untuk dapat menggugah rasa
keinginan penontonnya akan suatu barang atau jasa , dan media juga mampu
dengan tepat memproklamirkan sebuah kebudayaan, yang dengan mudah
ditampilkan lewat visualisasinya.
iklan menggoda manusia untuk menjadi konsumen dengan janji bahwa
hidup sang konsumen akan menjadi lebih baik kalau mengkonsumsi komoditi
yang ditawarkannya. Iklan selalu memosisikan bahwa komoditi tawarannya
adalah penentu paling signifikan untuk kualitas hidup manusia” 34
Iklan adalah sebuah media komunikasi yang menyampaikan sesuatu hal
kepada komunikan, yang berusaha menyentuh para target khalayaknya untuk mau
mengikuti seperti yang dikomunikasikan oleh iklan tersebut, untuk melakukan
seperti iklan itu inginkan, dan berpola tingkah laku seperti yang iklan itu
tayangkan, seperti yang di ungkapkan oleh Marchand :
”iklan itu adalah sebuah cermin masyarakat, A Mirror On The Wall, yang
lebih menampilkan tipuan-tipuan yang halus dan bersifat terapetik daripada
menampilkan refleksi-refleksi realitas sosial, jika kita memperhatikan peranperan yang dimainkan oleh karakter-karekter dalam iklan.... kita akan sangat
terkesan dengan distorsi iklan atas lingkungan sosial. Jika kita memperhatikan
petunjuk-petunjuk dan nasehat dalam iklan,.... kita akan sangat terkesan dengan
pengelakan manipulatif mereka, dengan upaya iklan untuk menyesuaikan
masalah-masalah modernitas. Namun, jika kita memperhatikan persepsi iklan
atas dilema-dilema sosial dan budaya, yang diperlihatkan dengan presentasinya,
kita akan menemukan citra-citra yang akurat dan ekspresif tentang realitasrealitas yang mendasar...yang direfleksikan dalam cermin iklan yang sulit untuk
34
Alfathri Aslin , spiritualitas dan realitas kebudayaan kontemporer ,( Yogyakarta :Jalasutra, 2006 ), Hal. Xxi.
22
dipahami.” 35
Iklan sebagai media promosi dan komunikasi yang penting maka diperlukan
pengkajian yang lebih mendalam tentang iklan, dengan mengkaji pada banyak
elemen yang terdapat didalam iklan tersebut, dan dalam pengkajian tersebut
diperlukan sebuah bidang studi yang meneliti tentang elemen-elemen tersebut,
maka dipergunakanlah studi semiotika yang adalah bidang studi yang mempelajari
pemaknaan dari suatu tanda atau lambang.
Dipakai bidang studi semiotika ini pula untuk dapat mengkaji keefektifitas
iklan, pemaknaan secara lebih mendalam atau bahkan mungkin terdapat
kekurangan
dalam iklan tersebut, oleh sebab itu pula dipergunakan studi
semiotika ini untuk secara lebih mendalam mengkaji iklan.
2.2
Semiotika
Bidang studi semiotika adalah bidang studi yang mempelajari tentang
penggunaan tanda, karena bidang terapan studi ini tidak memiliki batasan,banyak
bidang-bidang dalam kehidupan sehari-hari yang menggunakan semiotika sebagai
ilmu terapannya, bidang semiotika ini sendiri bisa berupa proses komunikasi yang
tampak sederhana hingga sistem budaya yang lebih kompleks.
Semiotika sebagaimana dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure dalam
Course in General Linguistics, adalah “ilmu yang mempelajari peran tanda (sign)
35
Ratna Noviani,( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), Hal. 54.
23
sebagai bagian dari kehidupan sosial. ‘ semiotika adalah ilmu yang mempelajari
struktur,jenis,tipologi, serta relasi-relasi tanda dalam penggunaan di dalam
masyarakat. Oleh sebab itu, semiotika mempelajari relasi diantara komponenkomponen tanda, serta relasi antara komponen-komponen tersebut dengan
masyarakat penggunanya.
36
berikut adalah tipologi tanda :
Pertama tanda sebenarnya ( proper sign). Tanda sbenarnya adalah tanda
yang
mempunyai
realatif
simetris
dengan
konsep
atau
realitas
yang
merepresentasikannya.
Kedua, tanda palsu (pseudo sign). Tanda palsu adalah tanda yang bersifat
tidak tulen, tiruan, berpretensi, gadungan, yang di dalamnya berlangsung
semacam reduksi realitas, lewat reduksi penanda dan petanda.
Ketiga, tanda dusta (false sign). Tanda dusta adalah tanda yang
menggunakan penanda yang salah (false signifier) untuk menjelaskan sebuah
konsep yang, dengan demikian, juga salah. 37
Menurut John Fiske tentang Semiotika :
“Dalam pandangan saya,Mazhab Semiotika memusatkan dirinya pada
permasalahan yang lebih penting dalam komunikasi dan lebih memberi faedah
pada kita dalam memahami berbagai contoh yang kita temukan dalam kehidupan
sehari-hari.” 38.
36
37
Yasraf Amir Piliang, hipersemiotika,( Yogyakarta : Jalasutra, 2003), hal. 47.
Yasraf Amir Piliang, hipersemiotika,( Yogyakarta :Jalasutra, 2003), hal. 55.
38
John Fiske , Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komperhensif. (Yogyakarta : Jalasutra.,
2007), hal. Xii.
24
Semiotika berkaitan dengan komunikasi dan juga pemaknaan akan pesan
yang didapat lewat proses berkomunikasi, maka semiotika juga berdekatan
dengan media pendukung dari komunikasi tersebut, salah satunya adalah media
massa. Seperti yang di ungkapkan oleh Roland Barthes dalam salah satu
perspektif semiologis (semiotika),
“sistem-sistem yang paling penting yaitu yang berasal dari sosiologi
komunikasi massa, merupakan sistem-sistem yang kompleks yang di dalamnya
melibatkan beberapa substansi yang berbeda-beda”. 39
Media massa sudah menjadi kebutuhan primer saat ini bagi masyarakat,
masyarakat sudah tidak dapat dipisahkan dengan media massa, karena adanya
sifat ketergantungan kepada media dimana kebutuhan akan teknologi sudah tidak
dapat dipisahkan dari manusia dalam kehidupan sehari-harinya.
Salah satu media massa yaitu iklan, iklan juga berkaitan dengan lingkup
semiotika, karena iklan merupakan proses pentransferan informasi dari para
produsen iklan kepada target marketnya, dan dalam proses transmisi informasi
tersebut iklan melibatkan tanda-tanda,kode-kode, dan makna yang nantinya dapat
diteliti secara lebih mendalam makna dari pesan-pesan yang disampaikan tersebut,
dengan menggunakan metode semiotika.
Penggunaanm bidang studi semiotika dalam memahami iklan banyak
faedahnya, selain menganalisis iklan dan isinya, juga untuk menganalisis apakah
iklan yang dibuat telah tepat dan sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan
oleh produk. Penggunaan semotika dalam menganalisis iklan adalah untuk
39
Roland Barthes, Petualangan Semiologi , ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar ,2007), hal. 30.
25
mencari keefektivasan iklan yang dibuat, sehingga akan tercipta relasi (satu atau
dua arah) yang tepat antara pengirim dan penerima pesan, yang dimediasikan
lewat media iklan.
Komunikasi , semiotika dan kebudayaan dalam hal ini adalah hal-hal yang
berkaitan, dimana budaya berkaitan erat dengan komunikasi dan juga simbolsimbol yang dipakai dalam budaya tersebut yang akan mempengaruhi komunikasi
yang berlangsung nantinya dan semiotikalah yang digunakan untuk mengkaji
keterkaitan dalam komunikasi dan kebudayaan tersebut melalui simbol-simbol
yang terdapat didalam komunikasi dan kebudayaan tersebut.
2.3
Iklan sebagai media pembangkit makna
Sebagai salah-satu media penunjang proses pemasaran, iklan merupakan
media yang tepat untuk berkomunikasi kepada masyarakat tentang suatu produk
atau jasa yang ditawarkan. Sebagai fungsinya untuk mengkomunikasikan sesuatu
iklan harus mampu menyampaikan inforormasi kepada khalayak, juga mampu
membujuk, merayu, dan membuat khalayak melakukan seperti apa yang si
pengiklan inginkan.
Iklan sebagai media komunikasi produk atau jasa, memiliki alat-alat yaitu
bahasa, gambar, warna, dan bunyi, dan untuk dapat meneliti alat-alat tersebut
diperlukanlah cara penelitian secara interpretasi yang nanti pada akhirnya akan
dapat memaknai iklan tersebut.
26
Dalam unsur representasi, iklan lebih sering mencoba merepresentasikan
produk hanya berdasarkan pada pendapat yang subyektif saja, sangat jarang iklan
melihat pada realitas sebenarnya di masyarakat, yang pada akhirnya menyebabkan
representasi dalam iklan ini malah menjadi bias dan terkadang kehilangan panutan
aslinya, iklan menjadi sangat subyektif karena hanya berdasarkan keinginan dari
pemasaran produk dan keuntungan yang coba didapat saja, tidak melihat pada
kenyataan sebenarnya. iklanpun telah merepresentasikan kebudayaan yang baru
kepada para konsumennya untuk berpikir seperti si pembuat iklan pikirkan, atau
harapkan.
Ketimbang memberikan sebuah lukisan yang nyata tentang realitas, iklan
justru terperangkap di dalam skema permainan tanda (free play of sign), dalam
rangka menciptakan citra palsu sebuah produk, yaitu yang sesungguhnya tidak
merupakan bagian integral, substansial, atau fungsional produk tersebut , akan
tetapi – lewat kemampuan retorika sebuah iklan- citra-citra tersebut justru menjadi
model rujukan dalam mengkonsumsi sebuah produk. 40
Iklan tidak mengklaim bahwa mereka menggambarkan realitas apa adanya,
tetapi realitas yang seharusnya (what the life should be) dengan berusaha
menyamakan atau melebihkan nilai kehidupan. Iklan menghadirkan karakterkarakter, hanya sebagai penjelmaan atau inkarnasi dari kategori-kategori sosial
yang lebih besar. Ia juga selalu mengasumsikan bahwa selalu ada kemajuan atau
progress. Selalu ada optimisme dengan cara mengidentifikasi solusi dari setiap
40
Yasraf Amir Piliang, hipersemiotika,( Yogyakarta :Jalasutra, 2003), hal. 279.
27
permasalahan dengan produk-produk tertentu maupun dengan gaya hidup. 41
Penelitian lebih mendalam tentang iklan terlihat menarik, yaitu dengan
mengamati dan menelaaah lebih dalam pesan yang terdapat dalam iklan. Karena
dalam iklan terdapat unsur-unsur lain selain pesan iklan itu sendiri,dan disana
terdapat pula ideologi-ideologi dari produk yang di iklankan, iklan tidak saja
menjadi kepentingan untuk promosi, tetapi juga menyimpan kekuatan untuk
mengubah perilaku khalayak.
Iklan terus menyiarkan kepentingan-kepentingan produk atau perusahaan
yang ditujukan ke konsumen dengan melalui pencitraan-pencitraan produk atau
perusahaan.
Produk-produk
tersebut
dicitrakan
melalui
media
dengan
menciptakan model-model iklan yang akan menuntun kesadaran konsumen agar
mengikutinya. Kajian intelektual mengenai realitas sosial dalam kaitannya dengan
iklan, menyatakan bahwa iklan itu bukan sebuah cermin realitas yang jujur. Tapi,
iklan adalah cermin yang cenderung mendistorsi, membuat menjadi cemerlang,
melebih-lebihkan, dan melakukan seleksi atas tanda-tanda atau citra-citra. Tandatanda atau citra itu tidak merefleksikan realitas tetapi mengatakan sesuatu tentang
realitas 42.
Memahami apa yang terkandung di dalam sebuah iklan diperlukan
penelitian yang lebih mendalam tentang makna yang terkandung dalam iklaniklan, yaitu dengan pendekatan bidang studi semiotika,seperti misalnya iklan
41
42
Ratna Noviani,( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), Hal. 56.
ibid, hal. 53
28
Coca- Cola versi “si Kabayan” , peneliti menggunakan model Roland Barthes
dalam meneliti lebih dalam iklan ini.
Menurut Roland Barthes, yaitu dengan sistem pemaknaan kedua, sistem ini
merupakan penyempurnaan teori semiologi milik Saussure yaitu penanda dan
petanda kemudian menjadi makna denotatif. Tetapi Roland Barthes memperdalam
lagi teori semiologi dari saussure ini menjadi penanda, petanda dan menghasilkan
makna denotatif, lalu kemudian makna denotatif tersebut juga telah berfungsi
sebagai penanda konotatif, dan penanda konotatif tersebut dapat dimaknai lebih
dalam lagi menjadi petanda konotatif, dan kemudian penanda konotatif dan
petanda konotatif tersebut menghasilkan tanda konotatif. Untuk lebih jelasnya
lihat bagan berikut.
1. Signifier
(penanda)
2. signified
(petanda)
3. denotative sign(tanda denotatif)
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER
(PENANDA KONOTATIF)
5. CONNOTATIVE SIGNIFIED
(PETANDA KONOTATIF)
6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
2.1 Peta Tanda Roland Barthes
29
Berdasarkan semiotika yang struktural yang dikembangkan oleh Saussure,
Roland Barthes mengembangkan dua sistem pertandaan bertingkat, yang disebut
sistem denotasi dan konotasi. Sistem denotasi adalah sistem penandaan tingkat
pertama, yang terdiri dari rantai penanda dan petanda, yakni hubungan
materialitas penanda dan konsep abstrak yang ada dibaliknya. Pada sistem
konotasi-atau sistem penandaan tingkat kedua-rantai penanda/petanda pada sistem
denotasi menjadi penanda, dan seterusnya berkaitan dengan petanda yang lain
pada rantai pertandaan lebih tinggi.
Menurut Barthes, pada tingkat denotasi , bahasa menghadirkan konvesi atau
kode-kode sosial yang bersifat eksplisit, yakni kode-kode yang makna tandanya
segera tampak ke permukaan berdasarkan relasi penanda dan petandanya.
Sebaliknya pada tingkat konotasi, bahasa meghadirkan kode-kode yang makna
tandanya bermuatan makna-makna tersembunyi. Makna tersembunyi ini adalah
makna, yang menurut Barthes merupakan kawasan dari ideologi atau mitologi.
Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan (staggered
system), yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkattingkat, yaitu tingkat denotasi (Denotation) dan konotasi (connotation). Denotasi
adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan
petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan
makna yang ekplisit, langsung, dan pasti. Makna denotasi (denotative meaning),
dalam hal ini adalah makna pada apa yang tampak. Konotasi adalah tingkat
pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan pertanda, yang di
dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti
30
(artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan). Ia menciptakan makna-makna
lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek
psikologis, seperti perasaan,emosi, atau keyakinan. Selain itu, Roland Barthes
juga melihat makna yang lebih dalam tingkatannya, akan tetapi lebih bersifat
konvensional, yaitu makna-makna yang berkaitan dengan mitos. Mitos, dalam
pemahaman semiotika Barthes, adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial
(yang sebetulnya arbiter atau konotatif) sebagai sesuatu yang dianggap alamiah. 43
Tingkatan tanda dan makna Barthes ini dapat digambarkan sebagai berikut
44
:
Tanda  Denotasi  Konotasi (Kode)  Mitos
Alasan peneliti menggunakan model Roland Barthes yaitu untuk dapat
meneliti iklan Coca-cola dalam versi “si Kabayan” dengan melihat pada tandatanda yang terdapat dalam iklan, dan menemukan ideologi dari makna-makna
tersebut. Dalam proses penyampaian pesannya Coca cola menggunakan simbolsimbol audio visual yang sama-sama dominan dalam mengkomunikasi iklannya.
Karena pemanfaatan audio dan visual yang tepat akan mampu menyampaikan
pesan dengan lebih cepat dan lebih efisien kepada khalayak dan khalayak akan
memaknai sesuai dengan yang diinginkan oleh si pengiklan
43
44
Yasraf Amir Piliang, hipersemiotika,( Yogyakarta :Jalasutra, 2003), hal 261
Ibid hal. 262
31
2.4
Representasi Budaya Oleh Iklan
Representasi pada dasarnya adalah sesuatu yang hadir namun menunjukan
bahwa sesuatu di luar dirinyalah yang dia coba hadirkan. Representasi tidak
menunjuk kepada dirinya sendiri, namun kepada yang lain. Karena sifat dasarnya
itulah maka representasi sering dipermasalahkan ihwal kemampuannya untuk bisa
menghadirkan “sesuatu” diluar dirinya, karena seringkali representasi malah
beralih menjadi “sesuatu”itu sendiri 45.
Representasi
adalah sesuatu yang merujuk pada hal lain selain yang
sebenarnya, yaitu sesuatu identitas yang coba dibentuk diluar dirinya. Selama
hidupnya, bisa dikatakan bahwa manusia ternyata senantiasa terjebak dalam
berbagai representasi tentang dirinya yang semakin mengubur jauh dirinya yang
sebenarnya 46.
Representasi berkaitan erat dengan informasi yang ingin disampaikan,
karena terkadang terdapat ke subjektivitasan tersendiri dari informasi-informasi
yang diberikan, sehingga muncullah kerancuan di dalam masyarakat antara apa
yang benar dan yang salah dalam sebuah informasi.
Dalam proses representasi , ada tiga elemen yang terlibat, pertama, sesuatu
yang direpresentasikan yang disebut sebagai obyek ; kedua representasi itu
sendiri, yang disebut sebagai tanda ; dan yang ketiga adalah seperangkat aturan
yang menentukan hubungan tanda dengan pokok persoalan atau coding. Coding
45
Yasraf Amir Piliang, hipersemiotika,( Yogyakarta :Jalasutra, 2003), hal. 28.
46
ibid,,hal 29)
32
inilah yang membatasi makna-makna yang mungkin muncul dalam proses
interpretasi tanda.47
Pada konsep representasi, citra-citra atau tanda-tanda dikonseptualisasikan
sebagai representasi realitas yang dinilai kejujurannya, realibilitasnya, dan juga
ketepatannya. Konsep representasi sendiri ada dua, yaitu true representation dan
dissimulation atau false representation. Dissimulation ini menggunakan citra-citra
dan ideologi-ideologi yang tersembunyi sehingga menimbulkan distorsi-distorsi.
Namun dalam dissimuulation, the real yang tersembunyi dibalik topeng-topeng
yang menutupinya masih bisa dsikembalikan lagi. 48
Representasi telah ada di media massa, Informasi yang disampaikan oleh
media massa sekarang ini lekat dengan sebuah kesubjektivitasan,media massa saat
ini bukanlah lagi hanya menjadi ajang menyampaikan informasi tetapi sudah
menjadi salah-satu unsur kepentingan dari beberapa pihak. Representasi yang
terlihat di media massa yaitu salah satunya adalah televisi, dengan programprogram yang disajikan didalamnya, televisi sangat sarat dengan unsur
representasi, seperti misalnya pada tayangan film, berita, dan iklan
47
48
Ratna Noviani, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), Hal. 61.
ibid, hal. 62.
33
Download