II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Investasi 2.1.1

advertisement
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Investasi
2.1.1. Pengertian dan Tujuan Investasi
Istilah investasi bisa berkaitan dengan berbagai macam aktivitas. Aktivitas
investasi yang umumnya dilakukan adalah menginvestasikan sejumlah dana pada
asset riil (tanah, emas, mesin, bangunan) maupun aset finansial (deposito , saham,
obligasi). Menurut Tandelilin (2001), investasi merupakan komitmen atau sejumlah
dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan
memperoleh sejumlah keuntungan di masa mendatang. Seorang investor membeli
sejumlah dana saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga
ataupun sejumlah dividen di masa yang akan datang sebagai imbalan atas waktu dan
resiko yang terkait dengan investasi tersebut.
Terdapat beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain
yaitu :
1. Untuk mendapat kehidupan yang lebih layak di masa mendatang
Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf
hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha mempertahankan
tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa
mendatang.
8
2. Mengurangi tekanan inflasi
Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau objek lain
dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau harta
miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.
3. Dorongan untuk menghemat pajak
Beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang bersifat
mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas
perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang usaha
tertentu.
2.1.2. Investasi Dalam Perspektif Syariah
Dalam Islam, semua kegiatan memiliki batasan-batasan yang tidak boleh
dilanggar. Batasan-batasan itu dinamakan prinsip dalam Islam. Dalam berinvestasi,
ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi agar investasi yang dilakukan sesuai
dengan syariat Islam, yaitu :
1.
Halal
Investasi yang halal adalah syarat utama dalam syariat Islam. Ada lima unsur
yang dilarang dalam transaksi sehingga transaksi tersebut bisa dikategorikan
halal, diantaranya (Gozali, 2004):
a. Maysir (judi, spekulasi)
Transaksi yang termasuk mengandung unsur maysir bukan hanya praktek
perjudian yang sudah jelas, namun juga meliputi transaksi spekulatif di pasar
9
modal, transaksi jual-beli dengan berjangka (forward), spekulasi mata uang
asing, dan sebagainya.
b. Gharar (ketidakjelasan, transaksi yang tidak pasti)
Ketika terjadi transaksi jual-beli, harus jelas apa yang dijual dan berapa
harganya. Contoh yang jelas dari transaksi yang mengandung unsur gharar
adalah jual beli dengan sistem ijon, yaitu membeli hasil pertanian yang tidak
jelas kualitas maupun kuantitasnya. Petani diberi uang untuk semua hasil dari
perkebunannya sebelum panen. Sudah tentu pada saat itu tidak jelas kuantitas dan
kualitas hasil panennya. Unsur gharar ini juga sangat kental pada produk
asuransi konvensional.
c. Haram
Permasalahan yang sering ditemui dalam penentuan haram atau halalnya suatu
investasi adalah jika berinvestasi secara tidak langsung ke dalam produk
keuangan. Kita tidak mengetahui ke mana dana yang kita titipkan untuk
diinvestasikan iitu ditanamkan.
d. Riba (bunga)
Praktek riba ini tidak hanya terjadi di bank konvensional saja. Namun di
dalam kehidupan sehari-hari pun sering ditemui.
e. Bathil (tidak adil)
Seorang muslim dilarang untuk mengambil keuntungan dari sesama muslim
dengan cara yang bathil atau tidak adil, seperti menipu atau dengan
memanipulasi. Bukan hanya mengambil keuntungan dengan cara kriminal seperti
10
itu saja yang dilarang, bahkan dengan cara legal pun tetap tidak boleh dilakukan,
seperti menjual dengan harga yang sangat tinggi jauh di atas harga pasar.
2. Berkah
Keberkahan dapat diartikan sebagai kebaikan yang bertambah. Ini adalah
aspek keuntungan non-ekonomis dari suatu investasi. Ketenangan dan kepuasan
batin dapat menjadi salah satu bentuk berkah dari investasi.
3. Bertambah
Investasi berarti bertumbuh dan berkembang. Investasi yang dilakukan harus
dapat memberikan keuntungan bagi pemodalnya.
2.2. Reksadana Syariah
2.2.1. Pengertian Reksadana Syariah
Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, Pasal 1 ayat (27),
didefinisikan bahwa reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun
dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek
oleh manajer investasi. UU tidak membedakan yang mana reksadana konvensional
dan yang mana reksadana dengan prinsip syariah. Fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN) Nomor: 20/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 18 April 2000 tentang Pedoman
Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah telah mendefinisikan tentang
reksadana syariah adalah reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip
syariah islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib
al-mal/rabb al-mal) dengan manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun
antara manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
11
Berdasarkan hal tersebut, batasan untuk produk-produk yang dapat dijadikan
portofolio bagi reksadana syariah adalah produk-produk investasi sesuai dengan
ajaran islam.
Berdasarkan fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 mengenai
Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah dan Nomor 40/DSNMUI/X/2003 mengenai Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah
di Bidang Pasar Modal, definisi reksadana syariah adalah reksadana yang beroperasi
menurut ketentuan dan prinsip syariah islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal
sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan manajer investasi, begitu
pula pengelolaan dana investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara manajer
investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi. Jadi reksadana
syariah mengandung pengertian sebagai reksadana yang pengelolaan dan kebijakan
investasinya mengacu kepada syariat islam. Reksadana syariah, misalnya tidak
diinvestasikan ke dalam saham-saham atau obligasi dari perusahaan yang pengelolaan
atau produknya bertentangan dengan syariat islam, misalnya pabrik makanan/
minuman yang mengandung alkohol, daging babi, rokok dan tembakau, jasa
keuangan konvensional, pertahanan dan persenjataan, serta bisnis hiburan yang
mengandung maksiat.
Menurut Fatwa DSN-MUI Nomor: 80/DSN-MUI/III/2011, terdapat 14 jenis
transaksi di pasar modal yang dilarang karena tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Secara umum penjelasan 14 transaksi tersebut adalah sebagai berikut.
12
1. Front Running, yaitu tindakan anggota bursa efek yang melakukan transaksi
lebih dahulu atas suatu efek tertentu, atas dasar adanya informasi bahwa
nasabahnya akan melakukan transaksi dalam volume besar atas efek tersebut
yang diperkirakan mempengaruhi harga pasar, tujuannya untuk meraih
keuntungan atau mengurangi kerugian.
2. Misleading information (Informasi Menyesatkan), yaitu membuat pernyataan
atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau
menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek di bursa efek.
3. Wash sale (Perdagangan semu yang tidak mengubah kepemilikan), yaitu
transaksi yang terjadi antara pihak pembeli dan penjual yang tidak
menimbulkan perubahan kepemilikan dan/atau manfaatnya (beneficiary of
ownership) atas transaksi saham tersebut. Tujuannya untuk membentuk harga
naik, turun atau tetap dengan memberi kesan seolah-olah harga terbentuk
melalui transaksi yang berkesan wajar. Selain itu juga untuk memberi kesan
bahwa efek tersebut aktif diperdagangkan.
4. Pre-arrange trade, yaitu transaksi yang terjadi melalui pemasangan order beli
dan jual pada rentang waktu yang hampir bersamaan yang terjadi karena
adanya perjanjian pembeli dan penjual sebelumnya. Tujuannya untuk
membentuk harga (naik, turun atau tetap) atau kepentingan lainnya baik di
dalam maupun di luar bursa.
13
5. Pump and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu efek diawali oleh pergerakan
harga uptrend, yang disebabkan oleh serangkaian transaksi inisiator beli yang
membentuk harga naik hingga mencapai level harga tertinggi. Setelah harga
mencapai level tertinggi, pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kenaikan
harga yang telah terjadi, melakukan serangkaian transaksi inisiator jual
dengan volume yang signifikan dan dapat mendorong penurunan harga.
Tujuannya adalah menciptakan kesempatan untuk menjual dengan harga
tinggi agar memperoleh keuntungan.
6. Hype and Dump, yaitu aktivitas transaksi suatu efek yang diawali oleh
pergerakan harga uptrend yang disertai dengan adanya informasi positif yang
tidak benar, dilebih-lebihkan, misleading dan juga disebabkan oleh
serangkaian transaksi inisiator beli yang membentuk harga naik hingga
mencapai level harga tertinggi. Setelah harga mencapai level tertinggi, pihakpihak yang berkepentingan terhadap kenaikan harga yang telah terjadi,
melakukan serangkaian transaksi inisiator jual dengan volume yang signifikan
dan dapat mendorong penurunan harga. Pola transaksi tersebut mirip dengan
pola transaksi pump and dump, yang tujuannya menciptakan kesempatan
untuk menjual dengan harga tinggi agar memperoleh keuntungan.
7. Creating fake demand/supply (Permintaan/Penawaran Palsu), yaitu adanya 1
(satu) atau lebih pihak tertentu melakukan pemasangan order beli/jual pada
level harga terbaik, tetapi jika order beli/jual yang dipasang sudah mencapai
best price maka order tersebut di-delete atau diamond (baik dalam jumlahnya
14
dan/atau diturunkan level harganya) secara berulang kali. Tujuannya untuk
memberi kesan kepada pasar seolah-olah terdapat demand/supply yang tinggi
sehingga pasar terpengaruh untuk membeli/menjual.
8. Pooling interest, yaitu aktivitas transaksi atas suatu efek yang terkesan likuid,
baik disertai dengan pergerakan harga maupun tidak, pada suatu periode
tertentu dan hanya diramaikan sekelompok anggota bursa efek tertentu (dalam
pembelian maupun penjualan). Selain itu volume transaksi setiap harinya
dalam periode tersebut selalu dalam jumlah yang hampir sama dan/atau dalam
kurun periode tertentu aktivitas transaksinya tiba-tiba melonjak secara drastis.
Tujuannya menciptakan kesempatan untuk dapat menjual atau mengumpulkan
saham atau menjadikan aktivitas saham tertentu dapat dijadikan benchmark.
9. Cornering, yaitu pola transaksi ini terjadi pada saham dengan kepemilikan
publik yang sangat terbatas. Terdapat upaya dari pemegang saham mayoritas
untuk menciptakan supply semu yang menyebabkan harga menurun pada pagi
hari dan menyebabkan investor publik melakukan short selling. Kemudian
ada upaya pembelian yang dilakukan pemegang saham mayoritas hingga
menyebabkan harga meningkat pada sesi sore hari yang menyebabkan pelaku
short sell mengalami gagal serah atau mengalami kerugian karena harus
melakukan pembelian di harga yang lebih mahal.
10. Marking at the close (pembentukan harga penutupan), yaitu penempatan order
jual atau beli yang dilakukan di akhir hari perdagangan yang bertujuan
15
menciptakan harga penutupan sesuai dengan yang diinginkan, baik
menyebabkan harga ditutup meningkat, menurun ataupun tetap dibandingkan
harga penutupan sebelumnya.
11. Alternate trade, yaitu transaksi dari sekelompok anggota bursa tertentu
dengan peran sebagai pembeli dan penjual secara bergantian serta dilakukan
dengan volume yang berkesan wajar. Adapun harga yang diakibatkannya
dapat tetap, naik atau turun. Tujuannya untuk memberi kesan bahwa suatu
efek aktif diperdagangkan.
12. Insider Trading (Perdagangan Orang Dalam), yaitu kegiatan ilegal di
lingkungan pasar finansial untuk mencari keuntungan yang biasanya
dilakukan dengan cara memanfanfaatkan informasi internal, misalnya
rencana-rencana
atau
keputusan-keputusan
perusahaan
yang
belum
dipublikasikan.
13. Short Selling (bai’ al-maksyuf/jual kosong), yaitu suatu cara yang digunakan
dalam penjualan saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi dengan
harapan akan membeli kembali pada saat harga turun.
14. Margin Trading (Transaksi dengan Pembiayaan), yaitu melakukan transaksi
atas efek dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga (riba) atas kewajiban
penyelesaian pembelian Efek.
16
Salah satu tujuan dari reksadana syariah adalah memenuhi kebutuhan
kelompok investor yang ingin memperoleh pendapatan investasi dari sumber dan cara
yang bersih yang dapat dipertanggungjawabkan secara religius, serta sejalan dengan
prinsip-prinsip syariah. Dengan demikian, reksadana syariah adalah suatu wadah
yang digunakan oleh masyarakat untuk berinvestasi secara kolektif, dimana
pengelolaan dan kebijakan investasinya mengacu pada syariat islam.
2.2.2. Bentuk Hukum Reksadana Syariah
Di Indonesia, terdapat dua bentuk hukum reksadana, yaitu (Huda dan
Nasution, 2008) :
1. Reksadana Berbentuk Perseroan
Reksadana berbentuk perseroan (PT Reksadana) merupakan suatu perusahaan
(dalam hal ini perseroan terbatas) yang bergerak pada pengelolaan portofolio
investasi pada surat-surat berharga yang tersedia di pasar investasi. Dari kegiatan
tersebut PT Reksadana akan memperoleh keuntungan dalam bentuk peningkatan
nilai aset perusahaan (sekaligus nilai sahamnya), yang kemudian juga akan dapat
dinikmati oleh para investor yang memiliki saham pada perusahaan tersebut
2. Reksadana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK)
Reksadana kontrak investasi kolektif adalah kontrak yang dibuat antara
manajer investasi dan bank kustodian yang juga mengikat pemegang unit
penyertaan sebagai investor. Melalui kontrak ini manajer investasi diberi
17
wewenang untuk mengelola portofolio kolektif dan bank kustodian diberi
wewenang untuk melaksanakan investasi penitipan dan administrasi investasi
kolektif. Fungsi dari kontrak investasi kolektif sama halnya dengan anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga dalam suatu perusahaan.
2.2.3. Sifat Operasional Reksadana Syariah
Berdasarkan sifat operasionalnya, reksadana dapat dibedakan menjadi
reksadana terbuka (open-end) dan reksa dana tertutup (closed-end) (Huda dan
Nasution, 2008). Beberapa perbedaan keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut.
Reksadana tertutup menjual sahamnya melalui penawaran umum untuk selanjutnya
dicatatkan pada bursa efek. Investor tidak dapat menjual kembali saham yang
dimilikinya kepada reksa dana melainkan kepada investor lain melalui pasar bursa
dimana harga jual belinya ditentukan oleh mekanisme bursa.
Sementara itu, reksadana terbuka menjual saham atau unit penyertaannya
secara terus menerus selama ada investor yang ingin membeli. Saham ini tidak perlu
dicatatkan pada bursa efek dan harganya ditentukan didaparkan pada NAB per saham
yang dihitung oleh bank kustodian. Pada dasarnya reksadana berbentuk perseroan
dapat beroperasi secara terbuka maupun tertutup, sedangkan reksadana berbentuk
KIK hanya dapat beroperasi secara terbuka.
18
Tabel 2. Sifat-Sifat Reksadana Syariah
Tercatat
di
Jenis
Bentuk
Satuan
Penawaran Bursa
Transaksi
Investasi
Umum
Penawaran Umum
Efek
Perseroan
Tertutup Terbatas (PT)
Antara
Saham
Ya
Ya
Terbuka
investor
melalui pialang
Investor
Perseroan
Setelah
dengan
PMI/Bank
Terbatas (PT)
Saham
Ya
Kontrak
Unit
Investor
Investasi
Penyertaan
PMI/Bank
Kolektif (KIK)
(UP)
Tidak
Tidak
Tidak
Kustodian
dengan
Kustodian
Sumber : Firdaus dkk, 2005
2.2.4. Jenis Investasi Reksadana Syariah
Berdasarkan jenisnya investasi reksadana terbagi menjadi empat kategori,
yaitu (Huda dan Nasution, 2008) :
1. Reksadana Pasar Uang (Money Market Fund/MMF)
Reksadana pasar uang adalah reksadana yang melakukan investasi 100 persen
pada efek pasar uang, yaitu efek-efek utang yang berjangka kurang dari satu
tahun. Umumnya instrumen atau efek yang masuk dalam kategori ini meliputi
deposito, SBI, obligasi, serta efek utang lainnya dengan jatuh tempo kurang dari
satu tahun. Reksadana pasar uang merupakan reksadana dengan tingkat resiko
19
paling rendah dan cocok untuk investor yang ingin menginvestasikan dananya
dalam jangka pendek (kurang dari satu tahun).
2. Reksadana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds/FIF)
Reksadana pendapatan tetap merupakan reksadana yang melakukan investasi
sekurang-kurangnya 80 persen dari portofolio yang dikelola ke dalam efek
bersifat utang, seperti obligasi dan surat utang lainnya. Sedangkan 20 persen dari
dana yang dikelola dapat diinvestasikan pada instrumen lainnya. Reksadana jenis
ini memiliki resiko yang relatif lebih besar dari reksadana pasar uang dengan
tujuan investasi untuk menghasilkan return yang stabil.
3. Reksadana Saham (Equity Fund/EF)
Reksadana saham merupakan reksadana yang melakukan investasi sekurangkurangnya 80 persen dari portofolio yang dikelola ke dalam efek bersifat ekuitas
(saham). Sedangkan 20 persen dari dana yang dikelola dapat diinvestasikan pada
instrumen lainnya. Reksadana jenis ini memiliki resiko yang paling tinggi
dibandingkan reksadana jenis lain. Berbeda dengan efek pendapatan tetap seperti
deposito atau obligasi, dimana investor lebih berorientasi pada pendapatan bunga.
Efek saham umumnya memberikan potensi hasil yang lebih tinggi berupa capital
gain melalui pertumbuhan harga-harga saham. Selain hasil dari capital gain, efek
saham juga memberikan hasil lain berupa dividen.
20
4. Reksadana Campuran (Balance fund/BF)
Tidak seperti MMF/FIF, dan EF yang memiliki batasan alokasi investasi yang
boleh dilakukan, reksadana campuran dapat melakukan investasinya baik pada
efek utang maupun pada ekuitas dan porsi alokasi yang lebih fleksibel. Reksadana
campuran dapat diartikan
reksadana yang melakukan investasi dalam efek
ekuitas dan efek utang yang perbandingannya (alokasi) tidak termasuk dalam
ketegori FIF.
Tabel 3. Jenis-Jenis Reksadana
Potensi Hasil
Jenis
Alokasi Investasi dari Seluruh Dana dan
Reksadana
yang Terkumpul
Resiko Jangka
Investasi
yang Disarankan
Pendek,
Pasar Uang
100 Persen Efek Pasar Uang
Rendah
Pendapatan
Tetap
Sedang
Kombinasi Efek Hutang dan Efek
Saham
Minimal 80 Persen Efek Saham
1
Tahun
1-3
Tahun
Menengah-
Sedang/Tinggi Panjang
Panjang,
Saham
<
Menengah,
Minimal 80 Persen Efek Hutang
Campuran
Waktu
Tinggi
>
Tahun
Sumber : Pratomo, 2008
Perkembangan terakhir, Bapepam mengeluarkan aturan terbaru terkait dengan
jenis-jenis reksadana yang sedikit berbeda dari reksadana yang selama ini beredar.
Reksadana tersebut, seperti Reksadana Terproteksi, Reksadana Indeks, dan
3
21
Reksadana dengan Penjaminan. Sekilas mengenai ketiga reksadana tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Reksadana Terproteksi (Capital Protected Fund)
Jenisnya reksadana pendapatan tetap, namun manajer investasi memberikan
perlindungan terhadap investasi awal investor sehingga nilainya tidak berkurang
saat jatuh tempo. Sebagian besar dana yang dikelola akan dimasukkan pada efek
bersifat utang yang pada saat jatuh tempo sekurangnya dapat menutup nilai yang
diproteksi. Sisanya diinvestasikan kepada efek lain, sehingga investor masih
memiliki peluang memperoleh peningkatan NAB (Nilai Aktiva Bersih).
2. Reksadana dengan Penjaminan (Guaranted Fund)
Reksadana ini menjamin bahwa investor sekurangnya akan menerima sebesar
nilai investasi awal pada saat jatuh tempo, sepanjang persyaratannya dipenuhi.
Jaminan ini diberikan lembaga penjamin berdasarkan kontrak lembaga itu dengan
manajer investasi dan bank kustodian. (bank yang mewakili kepentingan investor
untuk mengawasi ketaatan manajer investasi). Manajer investasi wajib
menginvestasikan sekurang-kurangnya 80 persen daripada efek bersifat utang
yang masuk kategori layak investasi.
22
3. Reksadana Indeks
Portofolio reksa dana terdiri atas efek-efek yang menjadi bagian dari indeks
acuan. Manajer investasi wajib menginvestasikan minimal 80 persen dari NAB
pada sekurangnya 80 persen efek yang menjadi bagian indeks acuan.
2.2.5 Ciri-Ciri Operasional Reksadana Syariah
Dewan Syariah
Investor
Penghasilan
Perusahaan
Mudharabah
(Bagi Hasil)
Jenis Usaha (Tidak
Bertentangan dengan
Syariah Islam)
Gambar 1. Ciri Operasional Reksa Dana Syariah
Sumber : Firdaus dkk, 2005
Reksadana Syariah memiliki perbedaan dengan Reksadana Konvensional.
Ciri-ciri operasional Reksadana Syariah, di antaranya (Firdaus dkk, 2005) :
1. Mempunyai Dewan Syariah yang bertugas memberikan arahan kegiatan
Manajer Investasi (MI) agar senantiasa sesuai dengan syariah Islam.
23
2. Hubungan antara investor dan perusahaan
didasarkan pada sistem
mudharabah, dimana satu pihak menyediakan 100 persen modal (investor),
sedangkan satu pihak lagi sebagai pengelola (Manajer Investasi).
3. Kegiatan usaha atau investasinya diarahkan pada hal-hal yang tidak
bertentangan dengah syariah Islam.
2.2.6 Mekanisme Kerja Reksadana
Perbedaan paling mendasar antara reksadana konvensional dan reksadana
syariah adalah terletak pada proses screening dalam mengkonstruksi portofolio.
Filterisasi menurut prinsip syariah adalah mengeluarkan saham-saham yang memiliki
aktivitas haram seperti riba, gharar, minuman keras, judi, daging babi, rokok, dan lain
sebagainya. Di samping itu, proses filterisasi juga dilakukan dengan cara
membersihkan pendapatan yang dianggap diperoleh dari kegiatan haram dan
membersihkannya dengan cara charity.
Dalam mekanisme kerja yang terjadi di reksadana ada tiga pihak yang terlibat
dalam pengelolaan dana, yaitu (Firdaus dkk, 2005) :
1. Manajer Investasi sebagai pengelola investasi. Manajer investasi ini
bertanggung-jawab atas kegiatan investasi, yang meliputi analisa dan
pemilihan
memonitor
jenis
pasar
investasi,
investasi,
mengambil
dan
keputusan-keputusan
melakukan
investasi,
tindakan-tindakan
yang
dibutuhkan untuk kepentingan investor.
2. Bank kustodian adalah bagian dari kegiatan usaha suatu bank yang bertindak
sebagai penyimpan kekayaan (safe keeper) serta administrator reksadana.
24
Dana yang terkumpul dari sekian banyak investor bukan merupakan bagian
dari kekayaan menajer investasi maupun bank kustodian, tetapi milik para
investor yang disimpan atas nama reksadana di bank kustodian. Baik manajer
investasi maupun bank kustodian yang akan melakukan kegiatan ini terlebih
dahulu harus mendapat ijin dari Bapepam.
3.
Pelaku (perantara) di pasar modal (broker, underwriter) maupun di pasar
uang (bank) dan pengawas yang dilakukan oleh Bapepam.
2.2.7.Keuntungan Dan Risiko Investasi Melalui Reksadana
Pada dasarnya setiap kegiatan investasi mengandung dua unsur, yaitu
keuntungan dan resiko. Berikut ini terdapat beberapa keuntungan dalam berinvestasi
melalui reksadana (Huda dan Nasution, 2008):
1. Tingkat Likuiditas Yang Baik
Yang dimaksud dengan likuiditas disini adalah kemampuan untuk mengelola
uang masuk dan keluar dari reksadana. Dalam hal ini yang paling sesuai adalah
reksadana untuk saham-saham yang telah dicatatkan di bursa dimana transaksi
terjadi setiap hari, tidak seperti deposito berjangka atau sertifikat deposito periode
tertentu. Selain itu, pemodal dapat mencairkan kembali saham/ unit penyertaan
setiap saat sesuai dengan ketetapan yang dibuat masing-masing reksadana
sehingga memudahkan investor untuk mengelola kasnya.
25
2. Manajer Profesional
Reksadana dikelola oleh manajer investasi yang andal, ia mencari peluang
investasi yang paling baik untuk reksa dana tersebut. Pada prinsipnya, manajer
investasi bekerja keras untuk meneliti ribuan peluang investasi bagi pemegang
saham/ unit reksadana. Sedangkan pilihan investasi itu sendiri dipengaruhi oleh
tujuan investasi dari reksadana tersebut.
3. Diversifikasi
Diversifikasi adalah istilah investasi dimana anda tidak menempatkan seluruh
dana anda di dalam satu peluang investasi saja, dengan maksud membagi risiko.
Manajer investasi memilih berbagai macam saham, sehingga kinerja satu saham
tidak akan memengaruhi seluruh kinerja reksadana. Pada umumnya, reksadana
mempunyai kurang lebih 30 sampai 60 jenis saham dari berbagai perusahaan.
Bandingkan jika membeli saham secara langsung, investor mungkin hanya
dapat membeli satu jenis saham saja, nilai dari portofolionya tentu akan sangat
bergantung pada kinerja harga saham tersebut. Jika kinerjanya baik, investor akan
mendapatkan keuntungan, tetapi jika harga saham tersebut jatuh, investor akan
mendapatkan kerugian yang persentasenya sebesar investasi yang dikeluarkan.
Diversifikasi memberikan keseimbangan dengan memberikan batasan maksimum
atas investasi pada suatu jenis saham.
26
4. Biaya Rendah
Reksadana merupakan kumpulan dana dari banyak investor sehingga besarnya
kemampuan melakukan investasi akan menghasilkan biaya transaksi yang murah.
Di samping keuntungan-keuntungan dalam berinvestasi melalui reksa dana,
terdapat juga beberapa risiko dalam melakukan investasi melalui reksa dana, yaitu :
1. Risiko Perubahan Kondisi Ekonomi dan Politik
Sistem ekonomi terbuka yang dianut oleh Indonesia sangat rentan terhadap
perubahan ekonomi internasional. Perubahan kondisi perekonomian dan politik di
dalam maupun di luar negeri atau peraturan khususnya di bidang pasar uang dan
pasar modal merupakan faktor yang dapat memengaruhi kinerja perusahaanperusahaan di Indonesia, termasuk perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia (BEI), yang secara tidak langsung akan memengaruhi kinerja
portofolio reksadana.
2. Risiko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan
Nilai unit penyertaan reksadana dapat berfluktuasi akibat kenaikan atau
penurunan nilai aktiva bersih reksadana. Penurunan dapat disebabkan oleh, antara
lain :
a.
Perubahan harga efek ekuitas dan efek lainnya.
b.
Biaya-biaya yang dikenakan setiap kali pemodal melakukan pembelian
dan penjualan.
27
3. Risiko Wanprestasi oleh Para Pihak Terkait
Risiko ini dapat terjadi apabila rekan usaha manajer investasi gagal memenuhi
kewajibannya. Rekan usaha dapat termasuk tetapi tidak terbatas pada emiten,
pialang, bank kustodian, dan agen penjual.
4. Risiko Likuiditas
Penjualan kembali (pelunasan) tergantung pada likuiditas dari portofolio atau
kemampuan dari manajer investasi untuk membeli kembali (melunasi) dengan
menyediakan uang tunai.
5. Risiko Kehilangan Kesempatan Transaksi Investasi Pada Saat Pengajuan
Klaim Asuransi
Dalam hal terjadinya kerusakan atau kehilangan atas surat-surat berharga dan
aset reksadana yang disimpan di bank kustodian, bank kustodian dilindungi oleh
asuransi yang akan menanggung biaya penggantian surat-surat berharga tersebut.
Selama tenggang waktu penggantian tersebut, manajer investasi tidak dapat
melakukan transaksi investasi atas surat-surat berharga tersebut. Kehilangan
kesempatan melakukan transaksi investasi ini dapat berpengaruh terhadap nilai
aktiva bersih per unit penyertaan.
2.2.8. Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah
Konsep Nilai Aktiva Bersih (NAB) adalah nilai aktiva reksadana setelah
dikurangi nilai kewajiban reksa dana tersebut. (Rahardjo, 2004) NAB merupakan
28
total nilai investasi dan kas yang dipegang (uninvested) dikurangi dengan biaya-biaya
hutang dari kegiatan operasional yang harus dibayarkan. Besarnya NAB bisa
berfluktuasi setiap hari, tergantung pada perubahan nilai efek dari portofolio.
Meningkatnya NAB mengindikasikan naiknya nilai investasi pemegang saham atau
Unit Penyertaan. Begitu juga sebaliknya, menurunnya NAB berarti berkurangnya
nilai investasi pemegang Unit Penyertaan atau saham (Firdaus dkk, 2005).
NABt = (NPWt - LIABt)
NSOt
…………………………………………………. (2.1)
dimana :
NABt = Nilai Aktiva Bersih pada waktu t
NPWt = nilai pasar wajar dari aset pada waktu t
LIABt = kewajiban yang dimiliki oleh reksadana pada waktu t
NSOt = jumlah unit penyertaan yang beredar pada waktu t
Bagi investor, NAB/unit memiliki beberapa fungsi, antara lain (Pratomo,
2008) :
1. Sebagai harga beli/jual pada saat investor membeli/menjual unit penyertaan
suatu reksadana.
2. Sebagai indikator hasil (untung/rugi) investasi yang dilakukan di reksadana
dan penentu nilai investasi yang kita miliki pada suatu saat.
3. Sebagai sarana untuk mengetahui kinerja historis reksadana yang dimiliki
investor.
4. Sebagai sarana untuk membandingkan kinerja historis reksadana yang satu
dengan reksadana yang lain.
29
NAB/unit dihitung oleh Bank Kustodian dan diumumkan kepada publik setiap
hari kerja melalui harian bisnis. Bank Kustodian menghitung pertumbuhan NAB
berdasar nilai pasar wajar dari portofolio yang ada. Dengan demikian NAB/unit
menunjukkan seberapa besar aset yang mendukung NAB/unit reksadana.
2.3. Variabel Makroekonomi yang Berpengaruh Terhadap NAB Reksadana
Syariah
Sebenarnya hingga saat ini belum terdapat teori yang jelas mengenai
hubungan antara variabel makroekonomi dengan NAB reksadana syariah. Namun
menurut Dornbusch dan Fischer (1994), terdapat keseimbangan dalam pasar aset
(Assets Markets) sehingga dapat dilihat hubungan antara variabel makroekonomi
tersebut dengan NAB reksadana syariah. Pasar aset adalah pasar dimana terdapat
transaksi perdagangan aset yang terdiri dari uang, obligasi, dan saham dan bentuk
kekayaan lainnya. Variabel makroekonomi memiliki hubungan yang erat dengan
pasar aset sehingga bila terdapat fluktuasi keadaan moneter pasti akan menyebabkan
fluktuasi pasar aset. Oleh karena itu, dapat dilihat adanya pengaruh variabel
makroekonomi terhadap NAB reksadana syariah.
2.3.1. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang penerbitan
Sertifikat Bank Indonesia melalui lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya
disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem
30
diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank
Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah. Tujuannya diterbitkannya SBI
adalah agar Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar.
Tingkat bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme
pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005 BI menggunakan mekanisme
“BI Rate” (suku bunga SBI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang
diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI Rate inilah yang
kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti
pelelangan.
Umumnya suku bunga SBI berhubungan negatif dengan Nilai Aktiva Bersih
(NAB) reksadana syariah . Bila pemerintah mengumumkan suku bunga akan naik
maka investor akan menjual unit penyertaannya dan menggantikannya dengan
instrumen berpendapatan tetap seperti tabungan atau deposito. Kaitan antara suku
bunga dan NAB reksadana syariah dikemukakan oleh Sjaputera (2005) yang
menyimpulkan bahwa suku bunga SBI dapat berpengaruh negatif terhadap NAB
reksadana
syariah.
Penelitian
lain
yang
dilakukan
oleh
Sylviana
(2006)
menyimpulkan hal yang berbeda, bahwa SBI berpengaruh positif dengan NAB
reksadana syariah.
2.3.2. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Instrumen bagi bank syariah yang kurang lebih sepadan dengan SBI adalah
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang semenjak bulan April tahun 2008
31
berubah nama menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). SWBI adalah surat
pengakuan hutang yang ditetapkan BI sebagai pengakuan BI memiliki hutang kepada
perusahaan atau bank. Wadiah merupakan akad perjanjian simpan-menyimpan
(titipan) barang antara pemilik barang dengan seseorang atau institusi yang diberi
kepercayaan (trust). Wadiah merupakan perjanjian penitipan dana antara pemilik
dana dengan pihak yang dipercaya untuk menjaga dana titipan tersebut. Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan diterbitkan oleh BI sebagai
bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah (Bank Indonesia,
2003).
SWBI merupakan instrumen SBI bagi perbankan syariah. Namun SWBI yang
diterbitkan oleh BI tidak memberikan bunga dan sama sekali tidak menjanjikan
adanya pemberian imbalan apapun, baik bonus maupun dalam bentuk lain yang
bersifat benefit kepada bank syariah yang menempatkan dananya di SWBI. SWBI
adalah sejenis pengumpulan dana jangka pendek tabungan di BI untuk periode satu
minggu, dua minggu, dan satu bulan yang dihitung per hari dan return on investmentnya berdasarkan PUAS (Bank Indonesia, 2000).
SWBI berbeda dengan SBI yang dijadikan investasi oleh perbankan
konvensional. Jika SBI memakai bunga satu atau tiga bulanan, SWBI memakai
sistem bagi hasil dengan pemberian bonus dari sejumlah dana yang ditanamkan
perbankan syariah (MUI, 2003). Dalam SWBI tidak harus ada kesepakatan dengan
bank yang menempatkan dananya. BI biasanya memberikan bonus atau SWBI yang
dikelolanya. BI akan memberikan bonus jika pada saat bank syariah menempatkan
32
dananya di SWBI terjadi transaksi di pasar syariah. jika tidak terjadi transaksi, maka
BI akan memberikan bonus dengan mengacu pada rata-rata nisbah pada simpanan
bank syariah. perbedaan lain SBI dengan SWBI adalah sifat SWBI yang hanya
berjangka maksimum satu bulan, sedangkan SBI ada yang berjangka satu bulan dan
tiga bulan.
Sejak bulan April 2008, SWBI berubah nama menjadi SBIS dengan
menggunakan prinsip jualah, yaitu akad ijarah dimana besaran imbalan yang
diberikan berdasarkan pada kinerja dari barang yang dititipkan.
Umumnya suku bunga SBIS berhubungan negatif dengan Nilai Aktiva Bersih
(NAB) reksadana syariah . Bila pemerintah mengumumkan suku bunga SBIS akan
naik maka investor akan menjual unit penyertaannya dan memilih untuk berinvestasi
melalui SBIS. Kaitan antara suku bunga dan NAB reksa dana syariah dikemukakan
oleh Putratama (2007) dan Arisandi (2009) yang menyimpulkan bahwa suku bunga
SBIS dapat berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana syariah.
2.3.3. Nilai Tukar Uang
Menurut Mankiw (2005), nilai tukar (exchange rate) atau dikenal juga dengan
istilah kurs adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling
melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua yaitu kurs
nominal dan kurs riil. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara.
Sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Jika
diformulasikan kursIDR/USD artinya rupiah yang diperlukan untuk membeli satu US
33
dollar. Apabila kurs menguat maka berarti rupiah mengalami apresiasi. Sedangkan
jika kurs melemah artinya rupiah mengalami depresiasi.
Perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sangat berpengaruh terhadap
NAB reksadana syariah. Peningkatan (Depresiasi) nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS menandakan bahwa semakin murah harga rupiah terhadap mata uang asing
khususnya dollar AS sehingga terjadi aliran modal masuk (capital inflow) ke
Indonesia akibat meningkatnya permintaan akan rupiah. Capital Inflow kemudian
akan meningkatkan NAB reksa dana syariah.
Beberapa bukti empiris mengenai pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS terhadap NAB reksadana syariah menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS memiliki pengaruh yang positif terhadap NAB reksadana syariah.
Penelitian Aroem (2005), Sjaputera (2005), Sylviana (2006), Putratama (2007), dan
Arisandi (2009) menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar AS memiliki
hubungan positif dengan NAB reksadana syariah.
2.3.4. Inflasi
Inflasi adalah peningkatan dalam seluruh tingkat harga (Mankiw, 2005).
Kadang-kadang kenaikan harga ini berlangsung terus-menerus dan berkepanjangan.
Menurut Friedman dalam Mankiw (2005), inflasi adalah suatu fenomena moneter
yang terjadi dimanapun. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat
disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau menyebabkan kenaikan) kepada
34
barang lainnya (Mankiw, 2005). Adapun indikator yang sering digunakan dalam
mengukur tingkat inflasi adalah sebagai berikut.
1. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) merupakan
indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga.
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari
paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.
2. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) merupakan indikator yang
menggambarkan
pergerakkan
harga
dari
komoditi-komoditi
yang
diperdagangkan di suatu daerah.
3. Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga
barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi didalam suatu ekonomi
(negara). Deflator PBD dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga
nominal dengan PDB atas harga konstan.
Inflasi dapat memiliki dampak positif dan negatif terhadap NAB reksadana
syariah. Putratama (2007) mengatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif
terhadap NAB reksadana syariah jika dampak inflasi mengurangi konsumsi dan daya
beli masyarakat. Selain itu, inflasi juga dapat berpengaruh positif jika penyebab
inflasi adalah sektor moneter yang mencakup jumlah uang beredar, seperti yang
dikatakan oleh Arisandi (2009).
35
2.3.5. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Secara sederhana, indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk
membandingkan suatu peristiwa dengan suatu peristiwa lainnya. Demikian juga
dengan indeks harga saham, indeks disini akan membandingkan perubahan harga
saham dari waktu ke waktu, apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau
kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu.
Menurut Widoatmodjo (2009), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
menunjukkan pergerakkan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek.
Indeks inilah yang paling banyak digunakan dan dipakai sebagai acuan tentang
perkembangan kegiatan di pasar modal. IHSG dapat digunakan untuk menilai suatu
situasi pasar secara umum atau mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan
atau penurunan. IHSG melihat seluruh harga saham yang tercatat di bursa.
Untuk perhitungan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ini, kita harus
menjumlahkan seluruh harga saham yang tercatat. Rumus untuk menghitung IHSG
adalah sebagai berikut:
IHSG =
∑ Ht X 100%
∑ Ho
dimana:
∑ Ht
= Total harga semua saham pada waktu yang berlaku
∑ Ho =
Total harga semua saham pada tahun dasar
(2.2)
36
Dari angka indeks inilah kita dapat melihat apakah kondisi pasar sedang
ramai, lesu, atau dalam keadaan stabil. Jika angka IHSG menunjukkan angka diatas
100 berarti kondisi pasar sedang ramai, sedangkan pada saat IHSG menunjukkan di
bawah 100 berarti pasar sedang lesu. Namun jika IHSG menunjukkan angka 100
maka pasar dikatakan stabil. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Indikator Angka IHSG
Indikator Angka IHSG
Keterangan
Angka IHSG > 100
Ramai
Angka IHSG < 100
Lesu
Angka IHSG = 100
Stabil
Sumber: Widoatmodjo (2009), data diolah
Umumnya IHSG berhubungan negatif dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB)
reksadana syariah . Peningkatan IHSG mencerminkan kinerja perusahaan di pasar
modal konvensional yang meningkat sehingga berpotensi untuk memperoleh
pendapatan yang lebih besar. Pendapatan perusahaan yang meningkat akan
menyebabkan kenaikan return bagi para pemegang saham. oleh karena itu
masyarakat akan menarik dananya dari reksadana syariah dan menginvestasikan
dananya melalui perusahaan yang tercatat di dalam IHSG dengan harapan
memperoleh return yang lebih besar, sehingga NAB reksadana syariah akan
menurun. Kaitan antara IHSG dan NAB reksa dana syariah dikemukakan oleh
Sylviana (2006) yang menyimpulkan bahwa IHSG berpengaruh negatif terhadap
NAB reksadana syariah.
37
2.3.6. Jakarta Islamic Index (JII)
Jakarta Islamic Index (JII) yang dikeluarkan BEI merupakan indeks yang
menggambarkan kinerja saham syariah di Indonesia. JII pertama kali dikeluarkan
oleh BEI (pada saat itu bernama Bursa Efek Jakarta) bekerjasama dengan PT.
Danareksa Investment Management pada tanggal 3 Juli 2000. Meskipun demikian,
agar dapat menghasilkan data historikal yang lebih panjang, hari dasar yang
digunakan untuk menghitung JII adalah tanggal 2 Januari 1995 dengan angka indeks
dasar sebesar 100. Metodologi perhitungan JII sama dengan yang digunakan untuk
menghitung IHSG (BEI, 2010).
JII terdiri dari 30 saham yang merupakan saham-saham syariah paling likuid
dan memiliki kapitalisasi pasar paling besar. BEI melakukan review JII setiap enam
bulan yang disesuaikan dengan periode penerbitan penerbitan DES oleh BAPEPAMLK. Setelah dilakukan penyeleksian saham syariah oleh BAPEPAM-LK yang
dituangkan ke dalam DES, BEI melakukan proses penyeleksian lanjutan yang
didasarkan kepada kinerja perdagangannya. Adapun proses seleksi JII berdasarkan
kinerja perdagangan saham syariah yang dilakukan oleh BEI adalah sebagai berikut
(Huda dan Nasution, 2008):
1. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan
dengan prinsip hukum syariah dan sudah tercatat lebih dari tiga bulan (kecuali
bila termasuk di dalam saham-saham 10 berkapitalisasi besar).
38
2. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahunan
berakhir yang memiliki kewajiban terhadap aktiva maksimal sebesar 90
persen.
3. Memilih 60 saham dari susunan diatas berdasarkan
urutan rata-rata
kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama satu tahun terakhir.
4. Memilih 30 saham berdasarkan urutan tingkat likuidasi rata-rata nilai
perdagangan selama satu tahun terakhir.
Jika dilihat dari metode seleksinya, dapat diduga bahwa saham-saham yang
tercatat dalam JII adalah sama dengan saham-saham di LQ 45 setelah dikeluarkan
saham perusahaan lembaga keuangan konvensional dan saham perusahaan rokok.
Dengan kata lain JII adalah LQ 30 tanpa rokok dan bank.
Umumnya JII berhubungan positif dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB)
reksadana syariah. Peningkatan JII mencerminkan kinerja perusahaan yang
meningkat sehingga berpotensi untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar.
Pendapatan perusahaan yang meningkat akan menyebabkan kenaikan return bagi
hasil reksadana syariah. oleh karena itu masyarakat akan menginvestasikan dananya
melalui reksadana syariah dengan harapan memperoleh return yang lebih besar.
Kaitan antara JII dan NAB reksadana syariah dikemukakan oleh Sjaputera (2005),
Putratama (2007), dan Arisandi (2009) yang menyimpulkan bahwa JII berpengaruh
positif terhadap NAB reksadana syariah.
39
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Akbar (2004) dalam tesisnya yang
berjudul
“Analisis
Pengaruh
Faktor-Faktor
Makroekonomi
Dan
Tingkat
Pengembalian Pasar Terhadap Imbal Hasil Reksa Dana”. Penelitian ini difokuskan
untuk melihat pengaruh faktor-faktor makroekonomi yang meliputi inflasi, suku
bunga SBI dan nilai tukar rupiah terhadap dollar dan tingkat pengembalian pasar
(IHSG) terhadap imbal hasil reksadana tetap dalam kurun waktu tahun 2001 sampai
dengan tahun 2003. Penelitian dilakukan secara time series terhadap data inflasi, suku
bunga SBI, nilai tukar rupiah terhadap dollar dan tingkat pengembalian pasar (IHSG)
sebagai variabel eksogen dan imbal hasil reksadana pendapatan tetap sebagai variabel
endogen. Adapun model pengolahan data yang digunakan dalam penelitian adalah
Vector Autoregression (VAR) dengan menggunakan software EVIEWS 4.1.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa berdasarkan R-square, variabel
makroekonomi yaitu inflasi, suku bunga SBI, kurs dan tingkat pengembalian pasar
(IHSG) secara bersama-sama hanya mampu menjelaskan 17 persen terhadap imbal
hasil reksa dana pendapatan tetap. Dari uji F dan uji T, tidak ada variabel
makroekonomi dan tingkat pengembalian pasar baik secara individu maupun
bersama-sama mampu mempengaruhi imbal hasil reksadana pendapatan tetap, lag
pertama dan lag kedua imbal hasil reksadana pendapatan tetap mempunyai kontribusi
yang
lebih
besar
pengembalian pasar.
dibandingkan
faktor-faktor
makroekonomi
dan
tingkat
40
Penelitian lain dilakukan oleh Aroem (2005) dalam skripsinya tentang
“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Reksa Dana di
Indonesia Periode 2000-2004”. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, SBI, inflasi, Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG), dan jumlah reksadana, serta nilai aktiva bersih sebagai indikator
perkembangan reksadana. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan
metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Program yang digunakan
adalah EViews 4.1.
Dari hasil pengolahan diperoleh faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi
perkembangan reksadana adalah suku bunga SBI dua bulan sebelumnya,IHSG bulan
sebelumnya, jumlah reksadana dua bulan sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap
dollar, dan inflasi bulan sebelumnya. Suku bunga SBI, IHSG, nilai tukar rupiah
terhadap dollar, dan inflasi berpengaruh secara negatif terhadap perkembangan
reksadana. Sedangkan jumlah reksadana memberikan dampak yang positif terhadap
perkembangan reksadana.
Sjaputera (2005) dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh Perubahan Tingkat
Inflasi, Nilai Tukar Uang, Tingkat Suku Bunga Bebas Risiko Dan Indeks Syariah
Terhadap Kinerja Reksa Dana Syariah”, bertujuan untuk melihat pengaruh dari
beberapa variabel makro seperti perubahan inflasi, SBI, nilai tukar uang dan indeks
syariah (JII) terhadap kinerja reksadana syariah. Dalam penelitian ini, Nilai Aktiva
Bersih (NAB) digunakan sebagai indikator kinerja reksadana syariah. Seluruh data
diperoleh dari publikasi Bank Indonesia dan Bursa Efek Jakarta. Waktu yang
41
digunakan dalam penelitian ini adalah dari tahun 2000 sampai dengan 2004.
Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi linier
berganda.
Hasil pengujian menunjukkan secara bersama-sama variabel-variabel tersebut
mempunyai variabel yang signifikan terhadap kinerja reksadana syariah, sedangkan
hasil regresi menunjukkan variabel-variabel yang diteliti memiliki pengaruh yang
beragam. Untuk inflasi, kurs, dan JII memiliki pengaruh yang positif, sedangkan
untuk SBI memiliki pengaruh yang negatif. Dari semua variabel yang diteliti, JII
merupakan variabel yang mempunyai pengaruh yang signifikan sedangkan variabel
lainnya tidak signifikan.
Sylviana (2006) dalam tesisnya yang berjudul Pengaruh Variabel Makro
Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Imbal Hasil Reksa Dana Syariah Periode November
2004-Juni 2006 Dengan Menggunakan Data Panel, menganalisis aspek fundamental
khususnya yang berkenaan dengan dampak dari kondisi makroekonomi sebagai
pengaruh eksternal yang mempengaruhi imbal hasil reksadana syariah. Variabel
makro yang digunakan yaitu SBI, nilai tukar rupiah terhadap dollar dan IHSG.
Penelitian ini menggunakan data panel. Jenis reksadana yang digunakan adalah
reksadana pendapatan tetap dan campuran yang masih tetap ada selama periode
penelitian ini yaitu dari November 2004 sampai dengan Juni 2006.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara
variabel SBI dan kurs terhadap pertumbuhan imbal hasil reksadana syariah.
42
Sedangkan korelasi antara variabel IHSG terhadap pertumbuhan imbal hasil
reksadana syariah adalah negatif, dengan asumsi variabel lain tetap dan begitu juga
sebaliknya.
Penelitian oleh Putratama (2007) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perkembangan Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana
Syariah Di Indonesia”, melihat seberapa signifikan pengaruh variabel Gross
Domestic Product (GDP), jumlah uang beredar, Real Exchange Rate, tingkat bonus
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), tingkat inflasi, Jakarta Islamic Index
(JII), dan jumlah reksadana syariah terhadap perkembangan reksa dana syariah yang
diukur berdasarkan nilai aktiva bersihnya. Data yang digunakan adalah data bulanan
selama periode tahun 2003-2006 dengan metode analisis Error Correction Model
(ECM).
Berdasarkan hasil estimasi model jangka pendek dapat diketahui bahwa
variabel jumlah uang beredar (M2), Real Exchange Rate, SWBI, inflasi, JII, dan
jumlah reksadana syariah berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah.
Sedangkan variabel GDP tidak berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana
syariah. variabel SWBI dan jumlah reksadana syariah memiliki hubungan positif
dengan NAB reksadana syariah. Sedangkan variabel jumlah uang beredar (M2), Real
Exchange Rate, inflasi, JII memiliki hubungan negatif dengan NAB reksadana
syariah.
43
Berdasarkan hasil estimasi model jangka panjang dapat diketahui bahwa
variabel jumlah uang beredar (M2), Real Exchange Rate, inflasi, JII, dan jumlah
reksadana syariah berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah. Variabel
GDP, Real Exchange Rate, inflasi, JII, dan jumlah reksadana syariah memiliki
hubungan positif dengan NAB reksadana syariah. Sedangkan variabel jumlah uang
beredar (M2), SWBI, dan inflasi memiliki hubungan negatif dengan NAB reksadana
syariah.
Penelitian Arisandi (2009), dalam skripsinya yang berjudul “Analisis FaktorFaktor Yang Memengaruhi Perkembangan Reksa Dana Syariah Di Indonesia”. Pada
penelitian ini variabel-variabel yang digunakan adalah nilai tukar rupiah, inflasi,
Jakarta Islamic Index (JII), SWBI, dan jumlah unit reksadana syariah terhadap NAB
reksadana syariah. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder kuantitatif, yang diperoleh dari Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM), Bank Indonesia (BI), dan Direktorat Perbankan Syariah (DPS) BI.
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data bulanan dari Januari 2005 sampai
dengan Juni 2008. Estimasi model dalam studi ini menggunakan metode Ordinary
Least Square (OLS).
Hasil penelitian mengindikasikan variabel nilai tukar rupiah, inflasi, Jakarta
Islamic Index (JII), dan jumlah unit reksadana syariah memiliki hubungan positif
dengan NAB reksa danasyariah. Sedangkan variabel SWBI memiliki hubungan
negatif dengan NAB reksadana syariah.
44
Tabel 5. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
No
1
Peneliti
Akbar
(2004)
2
Aroem
(2005)
3
Sjaputera
(2005)
4
Sylviana
(2006)
5
Putratama
(2007)
6
Arisandi
(2009)
Metode Penelitian
Kesimpulan
Inflasi, suku bunga SBI, kurs dan
tingkat pengembalian pasar (IHSG)
secara bersama-sama hanya mampu
Vector Autoregression menjelaskan 17 persen terhadap imbal
(VAR)
hasil reksa dana pendapatan tetap.
Suku bunga SBI, IHSG, nilai tukar
rupiah terhadap dollar, dan inflasi
berpengaruh secara negatif terhadap
perkembangan reksa dana. Sedangkan
jumlah reksa dana memberikan
dampak yang positif terhadap
Regresi Linier Berganda perkembangan reksa dana.
inflasi, kurs, dan JII memiliki
pengaruh yang positif terhadap NAB
RDS, sedangkan untuk SBI memiliki
pengaruh yang negatif terhadap NAB
Regresi Linier Berganda RDS.
Terdapat korelasi yang positif antara
variabel SBI dan kurs terhadap
pertumbuhan imbal hasil reksa dana
syariah. Sedangkan korelasi antara
variabel IHSG terhadap pertumbuhan
imbal hasil reksa dana syariah adalah
Panel Data
negatif
Variabel jumlah uang beredar, Real
Exchange Rate, inflasi, dan JII
berpengaruh signifikan dalam jangka
pendek maupun jangka panjang
Error Correction Model terhadap NAB reksa dana syariah.
Hasil
penelitian
mengindikasikan variabel nilai tukar
rupiah, inflasi, Jakarta Islamic Index
(JII), dan jumlah unit reksa dana
syariah memiliki hubungan positif
dengan NAB reksa dana syariah.
Ordinary Least Square Sedangkan variabel SWBI memiliki
hubungan negatif dengan NAB reksa
(OLS)
dana syariah.
45
2.5. Kerangka Pemikiran Konseptual
Peningkatan perekonomian Indonesia semenjak krisis ekonomi tahun 1997
tentunya harus diikuti dengan perkembangan industri keuangan yang terus membaik.
Sejak diresmikan oleh BAPEPAM-LK pada tanggal 14 dan 15 maret 2003, pasar
modal berbasis syariah terus menunjukkan kinerja yang meningkat.. Peran pasar
modal sebagai tempat bertemunya para pemilik dana (investor) dengan pihak yang
memerlukan dana (emiten) ditengah perekonomian Indonesia yang menunjukkan
pertumbuhan positif dirasa sangat penting dan harus terus dikembangan.
Reksadana syariah merupakan salah satu alternatif bagi para investor yang
ingin menginvestasikan dana yang dimilikinya dalam pasar modal syariah. Reksadana
merupakan sebuah bentuk investasi yang dilakukan secara kolektif/bersama-sama dan
dikelola oleh manajer investasi. Reksadana dirancang sebagai sarana untuk
menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan kuat
untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang
terbatas (Sutedi, 2011). Selain manajer investasi, terdapat sebuah lembaga yaitu bank
kustodian yang berperan dalam hal penyimpanan atau portofolio milik investor serta
melakukan penyelesaian transaksi dan administrasi reksadana. Bank kustodian dan
manajer investasi kemudian bertanggung-jawab terhadap BAPEPAM-LK yang
berada di bawah naungan Departemen Keuangan.
Dalam pengambilan keputusan dalam berinvestasi termasuk di reksadana
syariah, sebuah pemikiran logis dari investor yang menginginkan return yang tinggi
46
di kemudian hari tentunya akan melihat perkembangan dari reksadana syariah
tersebut. Perkembangan reksadana syariah ditentukan oleh faktor ekonomi dan faktor
non-ekonomi. Faktor ekonomi salah satunya ditentukan oleh kondisi makroekonomi,
sedangkan faktor non-ekonomi antara lain pengetahuan dalam berinvestasi, regulasi,
pengelola reksadana, serta kondisi politik dan keamanan.
Dalam penelitian ini difokuskan untuk menganalisis pengaruh variabel
makroekonomi terhadap perkembangan reksadana syariah di Indonesia. Adapun
variabel makroekonomi yang akan dianalisis antara lain : suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBIS), Nilai Tukar Rupiah
Terhadap Dollar AS (KURS), Inflasi (INF), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG),
dan Jakarta Islamic Index (JII). Sedangkan perkembangan reksadana syariah dapat
diukur dengan indikator dari Nilai Aktiva Bersih (NAB), jumlah investor, jumlah
reksadana dan juga jumlah unit penyertaan reksadana. Namun dalam penelitian ini
difokuskan Nilai Aktiva Bersih (NAB), dimana semakin tinggi nilai NAB maka
semakin berkembang reksadana syariah tersebut.
47
Perkembangan Reksadana
Syariah : NAB RDS
Faktor Internal
•
Modal
•
Manajemen
•
SDM
Faktor Eksternal
BI
•
Faktor
Ekonomi
Faktor Non
Ekonomi
•
SBI
•
Regulasi
•
SBIS
•
Politik
•
Kurs
•
Keamanan
•
Inflasi
•
Edukasi
•
IHSG
•
JII
VAR/VECM
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual
Keterangan :
Pengaruh
Ruang Lingkup Penelitian
Metode Analisis
48
2.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. SBI berhubungan positif dengan NAB reksadana syariah.
2. SBIS berhubungan positif dengan NAB reksadana syariah.
3. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berhubungan Negatif dengan NAB
reksadana syariah.
4. Inflasi berhubungan secara positif dengan NAB reksadana syariah.
5. IHSG berhubungan secara negatif dengan NAB reksadana syariah.
6. JII berhubungan secara positif dengan NAB reksa dana syariah.
Download