BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Frost & Sullivan berjudul The Healthcare Industry-Business Opportunities, Indonesia, 2014–2018, Industri farmasi di Indonesia saat ini diproyeksikan memiliki pertumbuhan tertinggi ketiga di kawasan ASEAN dengan nilai pasar mencapai US$10 juta pada tahun 2018. Disamping itu, Indonesia juga memiliki porsi tertinggi pada penjualan obat OTC (Over The Counter) di ASEAN, hal ini menunjukkan kecenderungan dimana konsumen Indonesia mulai menuju kearah pengobatan diri (self medication). Di sisi lain, telah terjadi pergeseran preferensi penggunaan obat pada populasi penduduk dengan tingkat pendapatan menengah dengan memilih obat branded generic dibandingkan dengan obat unbranded yang berharga lebih murah. Hal ini menciptakan kesempatan yang cukup signifikan untuk perusahaan manufaktur yang memproduksi obat branded generic (Frost & Sullivan, 2014). Implementasi universal healthcare atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memiliki dampak pada peningkatan permintaan obat dari populasi penduduk baru yang sebelumnya tidak mempunyai akses ke jaminan kesehatan. Dengan tingkat populasi penduduk sekitar 247 juta jiwa, Indonesia merupakan pasar yang sangat atraktif dimana perusahaan obat generik harus mampu membangun strategi untuk bermain di pasar “high volume, low margin” (Frost & Sullivan, 2014). 1 Potensi belanja kesehatan pun diproyeksikan akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik 2000-2010, pertumbuhan penduduk Indonesia rata-rata 1,49 persen pertahun dengan pertumbuhan tercepat pada usia produktif, sehingga diperkirakan pada tahun 2020 nanti, tingkat populasi penduduk Indonesia akan mencapai 275 juta jiwa dan 319 juta jiwa di tahun 2030 sehingga proyeksi ini menjadikan pangsa pasar obat di Indonesia sangat potensial dan termasuk salah satu yang terbesar di dunia (Darmawan, 2013). Menurut data kementerian Kesehatan tahun 2012, di Indonesia saat ini terdapat 206 perusahaan farmasi, dimana sebanyak 39 diantaranya adalah perusahaan multinasional dengan tingkat rata-rata pertumbuhan pasar farmasi nasional sekitar 12-13 persen per tahun (Darmawan, 2013). Untuk memproteksi industri lokal agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang membuat persaingan di industri nasional menjadi tinggi. Salah satunya adalah pembatasan pemerintah pada perusahaan asing terlihat dari daftar negatif investasi, dimana pemerintah membatasi jumlah kepemilikan asing yaitu 85% pada industri farmasi dan wajib membangun divisi riset, selain itu Keputusan Menteri Kesehatan No.1010 tahun 2008, yang mengharuskan semua obat-obatan yang terdaftar diproduksi secara lokal adalah upaya pemerintah untuk melindungi industri lokal dari persaingan perusahaan asing. Potensi regulasi masa depan untuk obat bersertifikat halal bisa menempatkan pembatasan lebih lanjut pada perusahaan asing maupun domestik. Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduknya mayoritas muslim dimana 2 penggunaan obat-obatan yang berasal dari enzim seperti babi dilarang kecuali dalam keadaan mendesak. Hal tersebut menimbulkan polemik dimana status produk farmasi akan disamakan dengan status produk makanan dan minuman (Industri.Bisnis.com, 2015). Beredarnya obat-obatan ilegal juga membawa konsekuensi terhadap permasalahan hukum dan permasalahan kesehatan yang serius kepada masyarakat. Obat-obatan ilegal dalam pengertian obat palsu telah melanggar ketentuanketentuan di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HaKI), karena pemegang lisensi obat telah terlanggar hak-haknya. Sedang dari sisi kesehatan, hal ini akan merugikan konsumen, karena disamping membeli barang yang tidak bermanfaat, juga memiliki risiko pada kesehatannya. Dari penjabaran tersebut diatas terlihat bahwa industri farmasi di Indonesia sangat dinamis. Hal itu membuat perusahaan membutuhkan informasi yang cepat, akurat dan dapat di akses setiap saat untuk memutuskan kebijakan bisnis yang strategis dan melakukan antisipasi atas perubahan pasar. Keputusan bisnis untuk menentukan target obat baru yang akan di pasarkan dan portofolio produk yang dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan bisnis perusahaan kedepan merupakan hal yang krusial, keputusan bisnis untuk melakukan efisiensi biaya pada setiap proses bisnis agar obat yang diproduksi dengan kualitas yang baik dapat dibeli oleh masyarakat luas, keputusan bisnis dalam memilih distributor sebagai bisnis partner yang mampu menjamin ketersediaan produk yang dibutuhkan oleh rumah sakit, puskesmas, klinik dan apotek serta keputusan bisnis untuk melakukan detailing dan edukasi dengan menggunakan media digital kepada healthcare professional agar pengetahuan atas produk – produk baru yang 3 memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat dan aman dapat dilakukan dengan efektif. Untuk mendukung manajemen di dalam mengambil suatu keputusan dibutuhkan suatu sistem pengambilan keputusan (decision support system). Sumber informasi yang dibutuhkan dapat berasal dari internal dan eksternal perusahaan. Informasi yang berasal dari internal perusahaan didapat dari hasil pemrosesan atas data warehouse dan diolah sedemikian rupa sehingga dapat digunakan sebagai business analysis, sedangkan informasi yang berasal dari eksternal perusahaan dapat berasal dari pihak ketiga seperti pemerintah (Bappenas, Departemen Kesehatan) dan asosiasi farmasi (IPMG, GP Farmasi). Untuk itu peranan informasi teknologi menjadi sangat strategis karena kebutuhan manajemen pada informasi yang cepat, akurat dan dapat di akses setiap saat menjadi hal yang sangat dibutuhkan walaupun pada kenyataannya investasi pada informasi teknologi yang dapat memberikan kemampuan tersebut memiliki dampak yang cukup signifikan pada kondisi keuangan perusahaan. Bukanlah sebuah hal yang mudah bagi manajemen untuk memutuskan apakah investasi besar akan dialokasikan untuk pengembangan sebuah teknologi. Disatu pihak manajemen merasa bahwa kebutuhan tersebut tidak begitu mendesak, sementara dipihak lain para pesaing yang ada telah melakukan investasi yang tidak dapat dikatakan kecil. Ditinjau dari kerangka strategi perusahaan posisi teknologi informasi cukup jelas, jika pengembangan suatu sistem teknologi informasi dapat secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap penciptaan produk atau jasa perusahaan menjadi lebih murah (cheaper), lebih baik (better), dan lebih 4 cepat (faster) dibandingkan dengan para pesaing bisnis, berarti investasi yang dilakukan memiliki nilai yang sangat strategis (Indrajit, 2000). Menurut Ward & Peppard (2002), jika kita menyaksikan teknologi informasi dalam berevolusi saat ini, maka kita dapat melihat naiknya implikasi manajemen dari bisnis tingkat dasar menjadi bisnis tingkat tinggi dimana strategic vision sangat memungkinkan, dan yang lebih penting adalah teknologi informasi dapat masuk pada “bisnis teori” para senior manajemen. Business Strategic Management Impact analysis IS/IT Strategic Management Executive Management Information Systems Management Information analysis Systems design User Management Project and Computer Management User Operations Sumber: Ward & Peppard (2002) Gambar 1.1 Hubungan antara bisnis, Strategic Information System (SIS), Management Information System (MIS) dan Data Processing (DP) Dalam bisnis farmasi, penemuan obat baru (drug discovery) adalah merupakan sesuatu hal yang sangat strategis dan kritikal. Proses penemuan obat baru dilakukan dengan mengidentifikasi target obat yang dapat memberikan 5 manfaat atau nilai tambah kepada masyarakat seperti menyembuhkan penyakit dengan cepat dan aman tanpa efek samping. Tujuan utama dalam proses penemuan obat baru adalah dengan menemukan beberapa faktor yang menyebabkan penyakit. Peranan dari teknologi informasi pada fase ini adalah dengan menyediakan data base dan konektivitas. Bagi perusahaan, data base yang berhubungan dengan penemuan obat menjadi sangat kritikal untuk dipelihara, diperbaharui dan di eksploitasi secara terus menerus. Pengembangan obat (drug development) dilakukan oleh ilmuwan di laboratorium dengan melakukan riset atas suatu molekul. Molekul ini dipercaya dapat memberikan manfaat seperti pencegahan, penyembuhan, dan pengobatan atas kondisi medis. Penyaringan pada fase pengembangan obat dapat dilakukan antara 5.000 sampai 10.000 kandidat obat, dan hanya 250 yang mampu masuk pada final uji pra-klinis. Uji klinis pada fase penemuan obat sangat kritikal untuk mengetahui nilai suatu obat pada industri farmasi. Sumber: Pharmaceuticals Research and Manufacturers of America, 2007 Gambar 1.2 Proses penemuan dan pengembangan obat 6 Peranan teknologi informasi pada masa uji klinis sangat penting seperti merekrut kandidat untuk pengujian obat, data yang di ambil, dan percobaan secara virtual. Proses melalui media internet lebih cepat dan efektif dalam melakukan proses seleksi kandidat, dan informasi teknologi memberikan beragam kesempatan dalam proses pengembangan obat. Obat yang berhasil ditemukan akan memiliki hak paten selama dua puluh tahun mulai sejak permohonan paten di ajukan (UU No.14 Tahun 2001). Dan selama periode ini pula produsen obat paten (originator) memiliki hak ekslusif untuk menentukan harga dan melakukan kegiatan pemasaran. Produsen farmasi lain tidak berhak untuk memproduksi obat paten tersebut tanpa seizin pemilik hak paten. Harga obat paten relatif mahal karena biaya R&D dibebankan ke harga produk. Setelah masa berlaku paten tersebut habis, maka obat tersebut dapat di produksi oleh produsen lain dengan membuat me-too product atas formula obat paten tersebut. Obat paten (originator) yang telah habis masa patennya memberikan kesempatan kepada produsen obat generik untuk memproduksi obat serupa. Harga obat generik lebih murah dari harga obat paten karena tidak ada biaya penelitian yang dibebankan pada produk tersebut. Ada dua macam obat generik, pertama yaitu obat generik berlogo (OGB) atau sering disebut dengan unbranded generic dan yang kedua adalah obat generik bermerek atau sering disebut dengan branded generic. Obat generik berlogo, adalah obat generik dengan nama generik (sesuai dengan nama zat aktif yang terkandung didalamnya) yang dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya oleh pemerintah, sehingga harganya lebih murah dari obat 7 dagang atau obat bermerek. Obat generik berlogo pada umumnya memiliki tampilan yang biasa saja. Obat generik bermerek atau obat dagang adalah obat generik dengan nama yang merupakan milik dari perusahaan farmasi yang memproduksi obat tersebut. Harga obat dagang ini lebih mahal dari obat generik berlogo karena selain tampilannya yang lebih menarik, juga adanya biaya promosi yang dibebankan kepada obat dagang tersebut. PT. Sandoz Indonesia adalah sebuah perusahaan farmasi multinasional yang bergerak dalam industri manufaktur yang memproduksi obat generik bermerek (branded generic). Sandoz merupakan salah satu divisi dari Novartis Group yang memproduksi obat generik bermerek yang harganya mudah di jangkau (affordable) dengan kualitas yang tinggi. Novartis Group juga memiliki divisi lain yaitu divisi Pharma, Alcon dan NIBR. Pharma merupakan divisi untuk obat-obat inovatif (patent-protected medicines), Alcon merupakan divisi eye care yang menyediakan produk inovatif yang dapat menambah kualitas hidup pasien agar dapat melihat dengan baik, sedangkan NIBR (Novartis Institute for BioMedical Research) adalah organisasi riset global yang berfokus kepada penemuan obat baru. Dalam menjalankan bisnisnya, PT. Sandoz Indonesia memiliki strategi yaitu dengan melakukan launch secepat mungkin (first to market) untuk produk originator yang sudah off-patent agar produk baru tersebut lebih lama beredar di pasar sebelum produsen lain memproduksi obat yang sama sehingga dapat memberikan kontribusi pendapatan yang lebih lama bagi perusahaan. 8 Agar sebuah produk baru sukses dipasarkan, perusahaan memerlukan informasi seperti data prevalensi suatu penyakit pada setiap daerah. Prevalensi adalah seberapa sering suatu penyakit atau kondisi terjadi pada sekelompok orang. Peranan teknologi informasi pada proses ini diperlukan untuk mengolah semua data warehouse yang disimpan di dalam server menjadi sebuah informasi yang dibutuhkan seperti trend market untuk produk obat sejenis yang sudah ada, trend peresepan dokter, jumlah dokter, rumah sakit, pasien penderita dan data produk kompetitor yang dibutuhkan oleh manajemen dalam melakukan analisa pasar dan perkiraan agar dapat diambil keputusan apakah produk tersebut layak untuk di kembangkan. Produk yang layak untuk dikembangkan kemudian di proses menjadi suatu produk obat yang siap untuk dipasarkan. PT. Sandoz Indonesia memiliki dua segmen pasar yaitu pasar regular (swasta) sebesar 60% dan pasar pemerintah (PT.Askes) sebesar 40%. Dalam melakukan aktivitas pemasaran pada kedua segmen pasar tersebut, PT. Sandoz Indonesia menggunakan kurang lebih 185 orang tenaga medical representative yang bertugas melakukan detailing. Lewat medical representative perusahaan membangun hubungan baik dengan para healthcare professional yang berada di rumah sakit pemerintah / swasta, klinik, apotek dan institusi pemerintah (PT.Askes) dengan melakukan scientific presentation dan brand awareness kepada mereka secara berkala. Medical representative selama ini menggunakan brosur/leaflet yang khusus dicetak sebagai alat untuk melakukan detailing. Brosur/leaflet yang dipresentasikan jumlahnya cukup banyak dan terkadang kurang efektif dan informatif dan sering kali menyulitkan para healthcare professional sehingga mereka mencari informasi 9 yang dibutuhkan dengan cara lain seperti melakukan browsing lewat internet. Setelah detailing tersebut dilakukan, medical representative kemudian meminta tanda tangan healthcare professional sebagai bukti mereka telah melakukan detailing. Implementasi universal healthcare pada tahun 2014 memberikan dampak yang cukup signifikan kepada perusahaan. PT. Sandoz Indonesia sebagai produsen obat berkualitas (branded generic) harus kehilangan 40% pasar pemerintah (PT.Askes) akibat perubahan entitas PT.Askes menjadi BPJS Kesehatan. Hal ini membuat perusahaan harus memperkuat dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan pada pasar regular. Salah satu solusi yang dapat membantu perusahaan dalam mengoptimalkan penjualan di pasar regular adalah dengan menggunakan teknologi informasi pada proses detailing. Peranan dari teknologi informasi pada proses ini diperlukan dalam rangka meningkatkan penjualan di pasar regular yang semakin kompetitif serta memberikan konektivitas kepada healthcare professional atas keunggulan produk / brand yang ditawarkan secara digital dan menjamin data integrity atas aktivitas detailing tersebut. 1.2. Rumusan masalah Dari latar belakang permasalahan diatas, dapat diketahui bahwa teknologi informasi saat ini bukanlah sesuatu yang optional melainkan suatu keharusan agar perusahaan mendapatkan keunggulan kompetitif sehingga menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Dengan tersedianya informasi yang cepat, lengkap dan akurat untuk para healthcare professional melalui e-detailing maka diharapkan kualitas atas keputusan – keputusan yang diambil oleh healthcare professional akan 10 menjadi lebih baik dalam menangani pasien. Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada PT. Sandoz Indonesia dimana penulis ingin mengetahui strategi bisnis yang dijalankan oleh perusahaan dalam menghadapi persaingan pada sektor industri farmasi paska implementasi universal healthcare. Penulis juga ingin mengetahui apakah penerapan teknologi informasi dalam bentuk sales force digitalization yang dilakukan oleh perusahaan dapat mendukung strategi bisnis perusahaan, meningkatkan efektivitas dan produktivitas serta kepatuhan (compliance) yang berdampak kepada pelayanan dan kepuasan pelanggan. 1.3. Pertanyaan penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka pertanyaan atas penelitian pada tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Strategi bisnis apakah yang dijalankan oleh PT. Sandoz Indonesia dalam menghadapi persaingan dalam sektor industri farmasi paska implementasi universal healthcare ? 2. Apakah penerapan teknologi informasi dalam bentuk sales force digitalization dapat mendukung strategi bisnis perusahaan ? 3. Apakah penerapan teknologi informasi dalam bentuk sales force digitalization dapat meningkatkan efektivitas dan produktivitas ? 4. Bagaimana peranan teknologi informasi dalam bentuk sales force digitalization dapat memenuhi kepatuhan (compliance) pada industri farmasi yang high regulated ? 11 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi bisnis yang digunakan oleh perusahaan dalam menghadapi persaingan pada sektor industri farmasi paska implementasi universal healthcare serta untuk mengetahui peranan teknologi informasi dalam bentuk sales force digitalization dalam mendukung strategi bisnis perusahaan dan kaitannya dengan peningkatan efektivitas dan produktivitas serta kepatuhan (compliance). 1.5. Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan dan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan strategi bisnis dan penerapan teknologi informasi untuk menghadapi tantangan dan peluang di masa yang akan datang. Kemudian penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti – peneliti selanjutnya sebagai bahan referensi terkait dengan penerapan teknologi informasi di industri farmasi, khususnya penerapan sales force digitalization. 1.6. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini dilakukan pada PT. Sandoz Indonesia, sebuah perusahaan multinasional yang bergerak di industri farmasi. Penulis berfokus pada penelitian atas strategi bisnis yang dijalankan oleh perusahaan dalam menghadapi persaingan paska implementasi universal healthcare dan meneliti bagaimana peranan teknologi informasi dapat mendukung strategi penjualan dan pemasaran melalui penggunaan e-detailing (sales force digitalization) agar perusahaan mendapatkan keunggulan kompetitif. 12 Penelitian ini dimulai sebelum e-detailing diimplementasikan sehingga hasil penelitian ini terbatas pada ekspektasi atas nilai tambah yang diharapkan dari penggunaan e-detailing dimasa yang akan datang. Selanjutnya, didalam melakukan penelitian, penulis melakukan analisis yang dikelompokkan menjadi empat bagian sebagai berikut: 1. Analisis lingkungan eksternal: adalah analisis faktor lingkungan makro pada industri farmasi dengan menggunakan analisis PEST dan analisis Porter’s five forces. 2. Analisis lingkungan internal: adalah analisis internal perusahaan dengan menggunakan analisis kinerja dan analisis sumber daya. 3. Analisis Porter’s generic strategies: adalah analisis formulasi strategi yang digunakan secara umum oleh organisasi bisnis untuk memenangkan kompetisi. 4. Analisis peranan teknologi informasi khususnya e-detailing dalam mendukung strategi bisnis agar perusahaan mendapatkan keunggulan kompetitif. 1.7. Sistematika penulisan Penulisan tesis ini menggunakan sistematika penulisan dalam lima bab yang terdiri dari: Bab I. Pendahuluan Merupakan bagian pertama dalam penelitian ini yang menjelaskan latar belakang penulisan, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan 13 penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan laporan. Bab II. Tinjauan Pustaka Merupakan bagian kedua dalam penelitian ini yang menjelaskan mengenai teori yang digunakan sebagai dasar acuan atas penelitian yaitu mengenai konsep strategi bisnis, konsep teknologi informasi serta pengaruh teknologi informasi terhadap produktivitas dan kepatuhan (compliance), bagian kedua ini juga memuat hasil penelitian yang didapat oleh peneliti terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Bab III. Metode penelitian & Profil Perusahaan Merupakan bagian ketiga dalam penelitian ini yang membahas secara detail mengenai metode penelitian yang digunakan yaitu metode pengumpulan data dan metode analisis data. Pada bab ini juga membahas sekilas mengenai profil perusahaan. Bab IV. Hasil penelitian dan pembahasan Merupakan bagian keempat dalam penelitian ini yang menjelaskan hasil penelitian dan pembahasan mengenai strategi bisnis yang digunakan untuk bersaing di pasar yang kompetitif dan pengaruh penggunaan teknologi informasi dalam mendukung strategi bisnis perusahaan. Bab V. Simpulan dan saran Merupakan bagian terakhir dari penelitian ini yang memaparkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini dan saran untuk perbaikan dimasa yang akan datang. 14