BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Kerangka Tektonik dan Struktur Regional Kalimantan Cekungan Ketungau berada di Kalimantan Barat. Kerangka tektonik regional Pulau Kalimantan dapat dilihat pada (Gambar 2.1). U Gambar 2.1 Kerangka Tektonik Regional (Heryanto et al., 1993). Daerah penelitian yang berada dalam Cekungan Ketungau ditunjukkan kotak berwarna merah. 2.1.1 Alas Benua pra-Kapur Batuan alas menempati bagian tengah dan barat laut Pulau Kalimantan. Satuan batuan yang membentuk kompleks alas tersebut adalah Batuan Metamorf Pinoh berumur pra-Karbon, Formasi Seminis berumur Perm, Kelompok Balaisebut berumur Karbon – Trias, Formasi Benkanyang, Volkanik Sekudau dan Semitau, dan Kompleks Busang (Banda, 1998). 6 2.1.2 Busur Magmatik Kapur Pada gambar 2.1 terlihat daerah busur magmatik Kapur yang cukup luas, yaitu Pegunungan Schwarner. Sebagian besar daerah Pegunungan Schwarner terdiri atas batolit berkomposisi tonalit dan granodiorit dengan sedikit batuan mafik dan granit, yang mengintrusi batuan metamorfik regional derajat rendah (Williams et al., 1989). Batuan vulkanik basa, baik yang lebih tua maupun yang lebih muda dari granitoid juga hadir di daerah ini. Granitoid tersebut membentuk sabuk selebar 200 km dan panjang lebih dari 500 km. Berdasarkan penentuan umur yang dilakukan oleh Haile et al. (1977, dalam Williams et al. 1989), didapati bahwa kemungkinan besar kegiatan magmatik utama terjadi antara waktu 100 – 120 juta tahun yang lalu (Kapur Tengah – Akhir). Selain itu, penentuan umur dari batuan vulkanik basa-intermedier yang ada mengindikasikan terjadinya aktivitas magmatisme di Pegunungan Schwarner pada Tersier Awal (Williams et al. 1989). 2.1.3 Cekungan Turbidit Kapur Akhir – Eosen Tengah Cekungan turbidit berumur Kapur Akhir – Eosen Tengah (Gambar 2.1), lebih dikenal sebagai Kelompok Rajang. Di Sarawak, Kelompok Rajang terdiri atas Formasi Lupar dan Formasi Belaga. Formasi Lupar mengandung endapan batupasir turbidit, serpih, batusabak, basalt, dan gabro. Formasi Belaga mengandung batupasir halus, batulanau, batusabak, filit, dan terbagi menjadi Anggota Layar, Kapit, Pelagus, Metah dan Bawang (Honza et.al., 2000). Cekungan turbidit ini mengalami deformasi akibat subduksi yang berubah menjadi kolisi pada Eosen Akhir, sehingga cekungan tertekan dan terlipat diantara Pegunungan Schwarner dan Blok Luconia (Hutchison, 1995 dalam Banda, 1998). 2.1.4 Cekungan Periferal Neogen Cekungan berumur Neogen menempati sisi utara dan timur Pulau Kalimantan (Gambar 2.1). Cekungan ini terbentuk setelah Kelompok Rajang terangkat. Cekungan ini berkembang dalam dua fase sedimentasi utama, yaitu pada Oligosen-Miosen Awal (fase pertama) dan Miosen Tengah-Pliosen (fase 7 kedua). Pada fase pertama, terjadi pengendapan Formasi Suai dan Sibuti, sedangkan pada fase kedua terendapkan Formasi Lambir dan Miri (Banda, 1998). 2.1.5 Kerangka struktural Sintang dan sekitarnya Menurut Heryanto et al. (1993) di Sintang dan sekitarnya, secara struktur dikenal lima kawasan utama (Gambar 2.2) : kompleks alas, jalur lipatan Selangkai, Bancuh Lubok Antu, Bancuh Boyan dan cekungan tanah muka (foreland basin) yang mencakup Cekungan Melawi, Mandai dan Ketungau. Gambar 2.2 Wilayah Struktur Sintang dan sekitarnya (Heryanto et al., 1993) 2.1.5.1 Kompleks Alas Busang dan Semitau Di Sintang, kompleks batuan alas ini terbentuk oleh batuan-batuan di Kompleks Busang dan Semitau, membentuk Tinggian Semitau yang merupakan 8 tinggian dari alas (basement) yang memanjang ke arah Timur. Jauh ke arah timur, Tinggian Semitau ditutupi oleh sedimen Cekungan Kutai bagian barat yang berumur Tersier (Heryanto et al., 1993). Kompleks Busang terdiri dari batuan mafik dan ultramafik yang sebagian termalihkan (sebagian besar menjadi amfibolit). Orientasi yang dihasilkan bervariasi, umumnya mengarah ke timur dan kemungkinan berasosiasi dengan kelurusan-kelurusan utama sejenis dari kompleks sesar yang membatasi dan memotong satuan tersebut (Heryanto et al., 1993). Sekis hijau, amfibolit, dan sedikit sekis mika-kuarsa, filit dan kuarsit dari Kompleks Semitau telah mengalami deformasi tekanan dan metamorfosa dinamotermal fasies sekis hijau (Heryanto et al., 1993). Granit Kompleks Semitau umumnya tergeruskan, terretakkan, dan terubah. Granit ditafsirkan oleh Williams dan Heryanto (1986, dalam Heryanto et al., 1993), membentuk bongkah-bongkah dalam Bancuh Boyan. Dua sesar utama yang mengontrol perkembangan struktur daerah Sintang membatasi Tinggian Semitau dari Cekungan Ketungau – Mandai di utara dan Cekungan Melawi di selatan. Kegiatan sesar – sesar tersebut kemungkinan menghasilkan pengangkatan Kompleks Semitau, Busang, dan Kelompok Selangkai yang terjadi antara Oligosen dan Miosen (Heryanto et al., 1993). 2.1.5.2 Jalur Lipatan Selangkai Jalur lipatan ini memiliki lebar hingga 17 km, dan umumnya disusun oleh sedimen Kelompok Selangkai berumur Kapur. Arah umum kemiringan barat-barat laut dan ke barat, tetapi jenis deformasi sangat beragam dari satu tempat ke tempat lain. Banyaknya deformasi, pengembangan belahan, dan sesar anjak kecil dapat diamati di hilir dan hulu S. Seberuang dan hulu S. Silat (Heryanto et al., 1993). 2.1.5.3 Bancuh Lubok Antu Bancuh Lubok Antu didefinisikan oleh Tan (1979). Bancuh ini mengandung campuran blok-blok batuan sedimen, batuan beku mafik, rijang, dan batugamping 9 beserta batuan metamorf ekivalen yang tertanam dalam matriks yang tergeruskan (Wiliams et al., 1989). Di Kalimantan, Bancuh Lubok Antu dikenal sebagai Kompleks Kapuas (Heryanto et al., 1993). Batas selatan Bancuh Lubok Antu adalah sesar normal (Tan, 1979 dalam Williams et al., 1989) yang menjadi kontak bancuh dengan endapan Cekungan Ketungau. 2.1.5.4 Bancuh Boyan Bancuh Boyan memanjang barat-timur sepanjang 200 km dan lebar antara 5 hingga 20 km. Bancuh Boyan terdeformasi beberapa kali, merupakan breksi polimik tektonik yang mengandung fragmen-fragmen dan blok-blok batuan sedimen dan beku yang sangat bervariasi, yang tertanam dalam matriks yang tergeruskan. Fragmen dan bloknya kebanyakan berbentuk menyudut, meskipun beberapa berbentuk menyudut tanggung, membundar, dan iregular. Blok terbesar selebar 6 km dan panjang 40 km tersusun atas batuan beku mafik dan intermedier yang termetamorfkan. Matriks memiliki permukaan lempung bersisik (Hsu, 1974 dalam Williams et al., 1989). Matriks tersusun atas klorit, muskovit, kuarsa, dan mineral lempung dengan fragmen ukuran pasir berupa rijang, kuarsa, dan mineral opak yang memperlihatkan orientasi yang baik (Williams et al., 1989). Berbagai macam fragmen hadir di Bancuh Boyan, seperti batupasir, batulumpur, dan serpih. Blok-blok batugamping tersebar secara luas (Williams dan Heryanto, 1986 dalam Wiliams et al., 1989). Rijang ditemukan pada beberapa daerah di zona bancuh ini, sepanjang 0,1 hingga 4 m, yang umumnya sudah terekristalisasi dan terekahkan, dan mengandung radiolaria. Fragmen sekis termasuk sekis garnet-biotit-muskovit, sekis garnet-kuarsa-albit, dan sekis piemontit-kuarsa (Williams et al., 1989). Kumpulan fragmen metamorf Bancuh Boyan konsisten dengan fasies metamorfik sekis hijau, namun kehadiran sekis glaukofan mungkin mengindikasikan kondisi fasies metamorfik sekis biru (Williams et al., 1989). 10 Bancuh Boyan diintrusi oleh Terobosan Sintang. Bancuh Boyan dibentuk paling tidak oleh tiga kali deformasi antara Kapur Akhir dan Oligosen (Heryanto et al., 1993). 2.1.5.5 Cekungan Tanah Muka (Foreland Basin) Cekungan tanah muka terdiri dari Sekuen Silat, Sekuen Cekungan Melawi, dan Sekuen Cekungan Ketungau / Mandai. Yang paling tua adalah sekuen Silat, yaitu batupasir fluviatil setebal 600 m yang di atasnya terendapkan serpih hitam lakustrin setebal 2000 m. Sekuen ini menipis ke arah barat dan tidak hadir di sebelah barat Sungai Kapuas. Sekuen ini terlipat menjadi sinklin dengan sayap lipatan pada beberapa tempat terbalik. Sekuen Silat terendapkan di atas endapan akresi bagian selatan. Batuan Cekungan Melawi terendapkan secara tidak selaras di atas Sekuen Sliat. Sekuen Silat terlipatkan sebelum endapan sekuen Cekungan Melawi terendapkan. Lipatan tersebut megindikasikan kehadiran sesar anjak yang dalam sebagai penyebabnya (Williams et al, 1984 dalam Williams et al., 1989). Cekungan Melawi mengandung 5 km lapisan sedimen laut dangkal, fluviatil, dan laguna. Kehadiran detritus volkanik tidak banyak, namun Williams dan Heryanto (1986, dalam Williams et al. 1989) mengidentifikasi banyak horizon yang mengandung fragmen jatuhan piroklastik dan gelas yang tersilisifikasi, mengindikasikan aktivitas vulkanisme di tempat yang agak jauh. Diperkirakan sumber detritus tersebut hasil aktivitas vulkanik Pegunungan Schwarner pada Tersier Awal. Cekungan Melawi berbentuk asimetris, dengan akumulasi sedimen maksimum terdapat di dekat batas utara cekungan. Batuan-batuannya terlipatkan menjadi sinklin yang landai, dengan kemiringan sayap maksimum 300. Lipatannya juga berbentuk asimetris, dengan sayap utara memiliki kemiringan lebih curam dibanding sayap selatan (Williams et al., 1989). Sekuen Cekungan Ketungau dipisahkan dari Cekungan Melawi oleh batuanbatuan akresi dan Bancuh Boyan. Sama seperti Cekungan Mandai di sebelah timur, Cekungan Ketungau juga merupakan cekungan yang memiliki arah barattimur. Sedimen Tersier di Cekungan Mandai kemungkinan berkorelasi dengan 11 sekuen Cekungan Ketungau. Bagian bawah formasi yang ada di cekungan Ketungau sangat mirip dengan Grup Melawi, yang menyebabkan van Emmichoven (1939, dalam Williams et al. 1989) mengorelasikan keduanya. Fosil yang terdapat di lapisan batuan tertua yang tersingkap di Cekungan Ketungau berumur Eosen (Tan, 1979), dan diperkirakan tidak ada lagi lapisan tebal di bawah lapisan tersebut (Williams dan Heryanto, 1986, dalam Williams et al., 1989). Cekungan Ketungau memiliki kontak sesar dengan Bancuh Lubok Antu di sebelah utara cekungan, dan di beberapa tempat di bagian selatan cekungan, batas Cekungan Ketungau berupa sesar. Cekungan Ketungau terlipatkan menjadi sebuah sinklin asimetris dengan orientasi sumbu lipatan berarah barat – timur (Williams et al., 1989). Beberapa sesar utama dengan dua arah dominan ada di daerah Sintang. Sesar-sesar berarah barat-barat laut ke barat umumnya relatif sejajar dengan batas formasi, sedangkan kelompok yang berarah timur-timur laut dan timurlaut memotong batas formasi tersebut. Sesar – sesar tersebut umumnya adalah sesar normal (Heryanto et al., 1993). 2.2 Stratigrafi Cekungan Ketungau dan Kompleks Kapuas Pengisian sedimen di cekungan – cekungan Kalimantan diduga berasal dari kanibalisasi orogenesa yang lebih tua di Kalimantan itu sendiri. Sebagian sumber sedimen juga kemungkinan berasal dari daratan Indochina (Halls dan Nichols, 2002). Cekungan Ketungau adalah sebuah struktur sinklin dengan lebar lebih dari 60 km, yang terisi oleh sedimen setebal 7000 m di bagian utara, dan terendapkan di atas batas antara Kalimantan dan Sarawak. Runtunan stratigrafi dibentuk oleh Formasi Kantu (Teka) di dasar, Formasi Tutoop (Tetu), dan Formasi Ketungau (Teke) pada bagian atas. Ketiga satuan ini diperkirakan diendapkan pada Eosen Akhir (Gambar 2.3) (Heryanto et al., 1993). 12 2.2.1 Formasi Kantu (Teka) Bagian bawah Formasi Kantu tersusun atas batupasir sedang - kasar dengan sedikit konglomerat, batulumpur; bagian atas tersusun oleh perselingan batupasir halus - sedang, batulanau dan batulumpur di bagian atas; batulumpur merah; setempat terdapat lapisan batubara (Heryanto et al., 1993). Ketebalan formasi ini kurang lebih 4000 m. Formasi Kantu diendapkan secara tidak selaras di atas kontak sesar dengan Komplek Semitau dan memiliki kontak sesar dengan Komplek Kapuas. Formasi ini ditutupi selaras di atasnya oleh Formasi Tutoop dan diterobos oleh Terobosan Sintang. Dari fosil yang ditemukan, umur formasi ini tidak lebih tua dari Eosen Akhir. Bagian bawah Formasi Kantu diendapkan pada lingkungan fluvial dan / atau garis pantai energi menengah sampai laut dangkal, sedangkan pada bagian atasnya diendapkan pada dataran limpah banjir dan channel (Heryanto et al., 1993). Formasi Kantu berkembang hingga ke Sarawak sebagai Formasi Silantek (Tan, 1979). Bagian bawah Formasi Kantu disetarakan dengan Batupasir Haloq dan bagian atasnya dengan Formasi Ingar di Cekungan Melawi (Heryanto et al., 1993). 13 JKlk Toms Toms Toms Tetu Teka Teke Teke Tetu Teka Gambar 2.3 Stratigrafi Regional (Heryanto et al., 1993) 14 2.2.2 Formasi Tutoop (Tetu) Formasi Tutoop terdiri dari batupasir kuarsa dengan sedikit perselingan konglomerat dan batulumpur yang menghalus ke arah atas. Ketebalan formasi ini kurang lebih 1500 m. Formasi Tutoop diendapkan secara selaras di atas Formasi Kantu, diterobos oleh Terobosan Sintang, dan kontak sesar dengan Kompleks Semitau. Formasi Tutoop berumur Eosen Akhir, diendapkan di lingkungan fluvial. Formasi ini dikorelasikan dengan Batupasir Dangkan di Cekungan Melawi dengan sumber sedimen berasal dari kompleks orogen di utara (Heryanto et al., 1993). 2.2.3 Formasi Ketungau (Teke) Formasi Ketungau terdiri dari batulumpur, batulanau, batupasir berbutir halus, dan pada bagian atas terdapat lapisan batubara tipis. Ketebalan formasi ini kurang lebih 1500 m. Formasi Ketungau diendapkan secara selaras di atas Formasi Tutoop dan diterobos oleh Terobosan Sintang. Kesetaraan formasi ini di Cekungan Melawi adalah Serpih Silat. Formasi ini berumur Eosen Akhir dan diendapkan pada lingkungan fluvial dan dataran limpah banjir dengan selingan laut dangkal secara periodik (Heryanto et al., 1993). Heryanto et al. (1993) menyatakan bahwa arah arus purba dari timur laut dan sumber sedimen berasal dari kompleks orogen di utara. 2.2.4 Kompleks Kapuas (JKlk) Kompleks Kapuas berumur Jura – Kapur Awal. Formasi ini kontak sesar dengan Formasi Kantu. Kelanjutan Formasi ini di Sarawak dikenal sebagai Bancuh Lubok Antu. Litologi formasi ini terdiri dari basalt terubah, spilit, dolerit, breksi volkanik, rijang, batusabak, dan batulempung merah. (Heryanto et al., 1993) 2.2.5 Batuan Terobosan Sintang (Toms) Batuan Terobosan Sintang berumur Oligosen Akhir – Miosen Tengah, dan menerobos Formasi Kantu, Formasi Tutoop, dan Formasi Ketungau. Litologi 15 batuan intrusi ini terdiri atas mikrodiorit, mikrogranodiorit, dasit, porfiri dasit, andesit piroksen, granit / mikrogranit, dan diorit kuarsa (Heryanto et al., 1993). 2.3 Sejarah Geologi Regional Urutan peristiwa tektonik penting yang terjadi sejak Pra-Kapur terjabarkan dalam sebuah kolom tektonostratigrafi Sarawak dan Kalimantan bagian barat laut (Gambar 2.4) dan ilustrasi model perkembangan geologi (Gambar 2.5 dan Gambar 2.6). 2.3.1 Pra-Kapur Kompleks batuan alas yang terdiri dari batuan meta beku, meta sedimen, granit, dan mafik / ultramafik Kompleks Semitau dan Busang merupakan batuan tertua daerah Sintang. Kelompok batuan tersebut telah mengalami deformasi kompresif dan metamorfosa dinamotermal dalam sebuah peristiwa orogenesa pada Zaman Trias. Peristiwa tersebut selaras dengan orogenesa Indonisian Trias Akhir yang tersebar di Asia Tenggara (Hutchison, 1989 dalam Heryanto et al., 1993). Sejalan dengan orogenesa, kelompok batuan alas ini diterobos dan diselimuti oleh batuan volkanik intermedier – mafik dan subvolkanik Batuan Gunungapi Betung dan Jambu (Heryanto et al., 1993). 2.3.2 Awal Kapur Pada Kapur Awal, terbentuk bancuh akibat migrasi Southwest Sarawak Block ke arah kompleks batuan alas Kalimantan (Pra-Kapur). Kejadian kolisi antara Southwest Sarawak Block dengan batuan alas tersebut selanjutnya berubah menjadi kompleks subduksi yang menyertakan kerak samudera. Kerak Samudera tersebut kini direpresentasikan oleh sebagian besar bagian barat daya Kalimantan dan Paparan Sunda (Banda, 1998). Subduksi tersebut juga menghasilkan pembentukan sebuah busur magmatik pada kerak kontinen, yaitu batolit Schwarner dan batolit lainnya (Amiruddin, 1989 dalam Heryanto et al., 1993) di 16 Singkawang, Pontianak, Nangataman, Ketapang. Pada daerah tepi utara kerak kontinen diendapkan sedimen cekungan muka busur (Kelompok Selangkai) yang diduga hadir sepanjang zona palung subduksi (Heryanto et al., 1993). Gambar 2.4 Kolom tektonostratigrafi Sarawak dan Kalimantan bagian barat laut (Banda, 1998) 17 Jurassic-Pre-Early Cretaceous: Pre-Cretaceous West Borneo Basement area and West Sarawak Block became closer Early Cretaceous: Collision with West Sarawak Block and Subduction of oceanic crust beneath West Borneo Pre-Cretaceous Basement. Intrusion of granites Late Cretaceous-Eocene: Deposition of Rajang Group Late Eocene: Sarawak Orogeny: Rajang group was compressed as Luconia Block coming from north Oligocene – Early Miocene: Development of Neogene Basin Gambar 2.5 Sejarah tektonik Sarawak dan Kalimantan bagian barat laut Sejak Zaman Jura hingga Kala Miosen Awal (gambar tanpa skala) (Banda, 1998) 18 Mid Miocene – Pliocene : Transgression Continental Block Micro-continental continental Block of West Sarawak Oceanic Crust Subduction Complex Late Pliocene: Erosionn & Folding Foreland Basin Neogene peripheral basin Magmatic arc (Early Cretaceous) Magmatic arc (Late Cretaceous) LF: Lupar Fault Granite SF: Sebangkor Fault Turbidite (Rajang and Embaluh Group) MF: Mersing Fault Lupar Fault Zone Gambar 2.6 Sejarah tektonik Sarawak dan Kalimantan bagian barat laut sejak Miosen Tengah hingga Pliosen Akhir (gambar tanpa skala) (Banda, 1998) 2.3.3 Kapur Akhir – Eosen Akhir Pada akhir Kapur Awal, Blok Luconia (sebuah kontinen yang terdiri dari Sarawak, kerak kontinen Laut Cina Selatan, dan Indochina) hadir ke zona subduksi akibat pemekaran Laut Cina Selatan (Pieters dan Supriatna, 1990 dalam Heryanto et al., 1993). Hal ini menyebabkan busur magmatik dan kerak kontinen di bagian barat daya – selatan Kalimantan terangkat, magmatisme berubah dari tonalit dan granodiorit menjadi granit, dan tepi kerak kontinen sebelah utara menurun (Cant dan Stocknal, 1989 dalam Heryanto et al., 1993). Penurunan tersebut membentuk mbentuk cekungan turbidit besar (Kelompok Rajang - Embaluh) pada Kapur Akhir (Heryanto et al., 1993). Pada Eosen Akhir, kompresi k yang terus berlanjut akibat kedatangan Blok Luconia dari arah utara ke zona subduksi menghasilkan kolisi yang mempertemukan Blokk Luconia di sebelah utara dengan kerak kontinen di sebelah selatan. Kejadian tersebut menyebabkan deformasi dan perlipatan pada cekungan turbidit Kelompok Rajang. Rajang Zona kolisi ini tersebut selanjutnya dikenal sebagai Kompleks Orogen Sarawak (Banda, 1998). Bancuh Lubok Antu terbentuk 19 mengakomodasi sebagian besar penunjaman ke arah selatan. (Heryanto et al., 1993). Pada Kompleks Orogen Sarawak, sebuah cekungan yang terletak antar pegunungan terbentuk pada alas kontinen mengikuti deformasi, pengangkatan, dan penunjaman ke arah selatan Kelompok Embaluh dan Rajang, batuan sedimen lain, dan ofiolit; dalam skala regional, wilayahnya sejajar dengan sabuk orogenik. Cekungan besar ini terbagi menjadi empat cekungan struktural, yaitu Melawi, Mandai, Ketungau, dan Kutei Barat (Pieters et al., 1987 dalam Heryanto et al., 1993). Terdapat peningkatan penurunan di bagian utara cekungan yang diperkirakan diduga akibat pembebanan yang berasosiasi dengan orogenesa, dan cekungan – cekungan tersebut terendapkan sebagai cekungan tanah muka (foreland basin). Pergeseran ke arah selatan dari Kelompok Embaluh dan Rajang menghasilkan deformasi kompresif di daerah Kelompok Selangkai, seperti Bancuh Boyan (Heryanto et al., 1993). 2.3.4 Oligosen – Pliosen Pada Oligosen – Miosen Awal, terjadi fase pengendapan pertama endapan marin pada cekungan periferal bagian utara Kalimantan. Fase pengendapan kedua terjadi pada Miosen tengah – Pliosen, yang dipengaruhi oleh transgresi yang pada saat itu menutupi seluruh bagian tengah dan utara Sarawak. Pengangkatatan cekungan tanah muka terjadi selama Oligosen dan Miosen disertai oleh magmatisme (Batuan Terobosan Sintang) dan pengangkatan batuan alas. Sebagian besar pengangkatan dan erosi subsekuen telah berakhir pada Oligosen Akhir (Heryanto et al., 1993). Batuan Terobosan Sintang adalah produk dari pasca-subduksi Oligosen Akhir hingga Miosen Awal, yang merupakan sebuah intrusi magmatik kalk-alkali granodiorit di Kalimantan Timur dan Barat, dan Sarawak Barat (Heryanto et al., 1993). 20 2.3.5 Kuarter Selama Kuarter, cekungan antar pegunungan dangkal (dataran alluvial Lakes District) terbentuk di atas daerah yang sebagian besar litologinya berupa ofiolit (Heryanto et al., 1993). 21