perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sel Surya Organik
Sel Surya atau photovoltaic (PV) cell pertama kali dikemukakan pada tahun
1950 dan pertama kali dikomersialkan pada tahun 1960. Penelitian tentang sel
surya pun berkembang pesat untuk mendapatkan efesiensi serta ketahanan yang
tinggi untuk sel surya tersebut. Akan tetapi, harga sel surya anorganik masih lebih
mahal dibandingkan dengan sumber energi listrik lainnya. Oleh sebab itu,
penelitian tentang sel surya dilanjutkan dengan menggunakan bahan yang lebih
murah seperti material organik dan polimer (Savenije, 2012).
Penemuan tentang material organik yang memiliki sifat konduktor serta
semikonduktor memungkinkan diterapkan pada alat optoelektronika seperti sel
surya. Keuntungan utama menggunakan material organik adalah kemampuan
untuk membuat photovoltaic menggunakan teknik pemecahan fasa (solution
phase) seperti spin coating, blending, printing sehingga proses pembuatannya pun
relatif lebih mudah dibandingkan dengan material inorganik. Selain itu, material
semikonduktor organik memiliki koefisien absorbsi yang sangat tinggi sehingga
lapisan tipis dapat digunakan dalam proses pembuatannya. (Wright & Uddin,
2012). Kebanyakan semikonduktor organik adalah konduktor hole dan memiliki
optical band gap sekitar 2 eV. Nilai yang dimiliki tersebut lebih besar
dibandingkan dengan silikon dan batas pengumpulan spektrum solar menjadi
lebih lebar . (Hoppe & Sariciftci, 2004)
Perbedaan antara sel surya organik (SSO) dengan sel surya anorganik pada
mekanisme pembangkit pembawa muatannya (charge carrier). Penyerapan
cahaya pada sel surya anorganik memiliki hasil langsung dalam formasi pembawa
muatan bebas (free charge carrier). Maksudnya, muatan dibentuk sepanjang bulk
pada semikonduktor. Sebaliknya, penyerapan cahaya pada sel surya organik
(SSO) sebagian besar memiliki hasil produksi dari kondisi pembentukan yang
aktif dibandingkan dengan pembawa muatan yang bebas. Hal ini terjadi bisa
commit5to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
disebabkan oleh dua hal berikut. Pertama, konstanta dielektrik pada material
organik biasanya lebih lemah dibandingkan material semikonduktor inorganik.
Hal ini menyebabkan terbentuknya tarikan potensial coulomb di sekeliling
muatan. Ke dua, interaksi antar molekul material elektronik nonkovalen lebih
lemah dibandingkan dengan interaksi antar molekul pada semikonduktor
inorganic seperti pada silika (Savenije, 2012).
Proses sel surya organik melalui tiga tahapan, pertama absorpsi cahaya
(energi foton) dari matahari. Ke dua, terjadinya pemisahan muatan hole dan
elektron pada permukaan antara donor-akseptor serta yang ke tiga aliran dari
kedua muatan tersebut terjadi di dalam bahan organik (bulk) ke kedua elektroda.
Untuk mendapatkan hasil efisiensi yang tinggi pada pengubahan energi foton
menjadi arus listrik elektron dan hole tidak boleh terjadi rekombinasi (bersatu)
sebelum dialirkan ke rangkaian eksternal. Untuk mengurangi proses rekombinasi
elektron-hole, maka elektron dan hole ditransportasikan (dibawa) oleh bahan yang
yang berbeda. Sebagai contoh untuk piranti donor-akseptor, maka material
akseptor mempunyai sifat konduktivitas elektron yang baik. Sebaliknya untuk
bahan donor mempunyai konduktivitas hole yang baik. Oleh karena itu bahan
organik yang mudah menghasilkan pasangan elektron-hole dan bahan organik
mobilitas muatan yang tinggi adalah merupakan faktor yang penting dalam
menentukan besarnya
efisiensi
sel surya bahan organik
(Nurosyid
&
Kusumandari, 2010).
Proses terjadinya diilustrasikan seperti pada Gambar 2.1. Ketika foton
terserap oleh material donor terbentuklah exciton.
Gambar 2.1. Skema diagram transfer muatan pada donor elektron
(Wright & Uddin, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
Pemisahannya dapat terjadi pada permukaan donor akseptor (D
A). Pada
waktu pemisahan, elektron dapat berpindah ke material akseptor pada permukaan
dan berpindah ke katoda untuk pengumpulan muatan. Hole dihasilkan pada
material donor bergerak sepanjang polimer dan dikumpulkan pada anoda. Ketika
cahaya terserap oleh material akseptor. Exciton terbentuk yang mana harus
dipisahkan oleh offsets (penyeimbang) dalam energi yang terbentuk dari donor
tingkat HOMO (Highest occupied Molecular orbital) dan akseptor valensi pita
pinggir (band edge). kemudian hole ditransfer ke donor pada permukaan dan
dialirkan ke anoda selagi elektron tertinggal di material akseptor dan kemudian
bergerak ke katoda untuk pengumpulan (Wright and Uddin, 2012). Proses ini
dilustrasikan seperti Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Skema diagram transfer muatan pada akseptor elektron
(Wright & Uddin, 2012)
Generasi pertama sel surya organik berdasarkan lapisan organik tunggal
(single organic layers) yang diselipkan diantara dua logam elektroda dengan
fungsi kerja yang berbeda (Wohrle & Meissner, 1991). Selanjutnya menggunakan
konsep bilayer heterojunction yang mana menggunakan dua lapisan material
organik dengan elektron yang spesifik atau sifat pembawa hole yang diselipkan
diantara elektroda.
Heterojunction
merupakan
junction
yang
terbentuk
antara
dua
semikonduktor yang berbeda materialnya. Heterojunction dibedakan menjadi dua
yaitu, isotype dan anisotype. Isotype apabila dua semikonduktor tersebut memiliki
tipe konduktivitas yang sama. Anisotype kebalikan dari isotype yaitu ketika dua
semikonduktornya memiliki konduktivitas yang berbeda (Sze & Ng, 2007). Pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
sel
surya organik terdapat dua semikonduktor organik yang berbeda.
Semikonduktor aktif tersebut yaitu, material donor dan material akseptor. Antara
kedua material tersebut terbentuk gaya elektrostatik yang ditimbulkan oleh
perbedaan afinitas elektron serta potensial ionisasi. Medan listrik akan timbul
apabila salah satu material memiliki afinitas elektron dan potensial ionisasi lebih
besar dibandingkan material lainnya. Medan listrik inilah yang nantinya akan
emis\ahkan pasangan electron-hole. Pemisahan electron-hole pada sel surya
heterojunction ini lebih effisien dibandingkan dengan pemisahan sel surya
organik homojunction.
Heterojunction pada sel surya organik terdiri dari dua material yaitu donor
dan akseptor. Material donor pada sel surya organik ini biasanya berupa polimer
konjugasi,
oligomer
atau
pigmen
konjugasi.
Untuk
akseptor
biasanya
menggunakan turunan dari fullerene. Material tersebut diklasifikasikan dalam
organik semikonduktor (Scharber & Sariciftci, 2013). Pada Gambar 2.3
merupakan klasifikasi sebagian material organik semikonduktor. Pada (a) Gambar
2.3 merupakan material yang cocok sebagai donor dan pada (b) Gambar 2.3
merupakan material yang bertindak sebagai akseptor.
(a)
(b)
Gambar 2.3. Material organik semikonduktor sebagai donor (a), Material organik
semikonduktor sebagai akseptor (b) (Nelson, 2011)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
Metode heterojunction ini secara umum dibagi menjadi dua yaitu, pertama
menggunakan bilayer, kedua menggunakan bulk atau campuran. Pada metode
bilayer atau sering disebut bilayer heterojunction ini material donor dan akseptor
ditumpuk. Sedangkan pada metode bulk, material donor dan akseptor dicampur
(Jotter & Jobin, 2012). Perbedaan struktur antara bilayer dan bulk heterojunction
dapat diilustrasikan pada Gambar 2.4.
(a)
(b)
Gambar 2.4. Struktur Bilayer Heterojunction (a), Struktur Bulk
Heterojunction (b). (Deboisblanc, 2010)
Metode bulk heterojunction digunakan secara luas pada lapisan photoactive.
Menurut Gupta et.al., (2012) pencampuran antara donor dan akseptor pada lapisan
aktif ini menghasilkan efisiensi yang tinggi serta menggunakan proses yang
murah sehingga metode bulk heterojunction lebih unggul dibandingkan dengan
metode bilayer. Donor
akseptor bisa disiapkan dengan memecahkan donor
(dissolving donor) dan komponen akseptor pada pelarut yang sama. Jadi, material
donor dan material akseptor dicampur dalam tempat serta pelarut yang sama
sehingga terbentuk lapisan tipis yang tidak mudah larut (insoluble) (Gunes et al.,
2007).
Ketika penggabungan material donor (tipe-p) dan akseptor (tipe-n) yang
harus diperhartikan adalah ketika exciton terbentuk pada tiap material akankah ia
mampu menyebar ke antar muka (interface) untuk pemisahan muatan dalam
waktu yang singkat dan jarak yang pendek yaitu kurang dari 10 nm. Hasil dari
pencampuran antara dua semikonduktor organik aktif ini ketika menyerap cahaya
maka exciton terbentuk. Exciton harus menyebar ke arah antar muka pembawa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
muatan pembangkit muatan tejadi. Panjang penyebaran exciton pada material
organic sangat kecil sektar 10 nm bahkan kurang dari itu. Oleh karena itu, untuk
efisiensi pembangkit muatan setelah cahaya terserap, tiap exciton harus segera
menemukan antar muka donor-akseptor dengan jarak beberapa nm. Jika tidak
maka exciton akan hilang tanpa menghasilkan muatan (Rene , no date).
2.2. Material Sel Surya Organik
Pembuatan sel surya organik menggunakan bahan semikonduktor organik
yaitu P3HT (poly (3-hexylthiophene)) dan PCBM ([6, 6]-phenyl-C61-butyric acid
methyl ester). P3HT berfungsi sebagai material donor dan PCBM berfungsi
sebagai material akseptor. Elektroda yang digunakan adalah glass FTO sebagai
anoda dan alumunium sebagai katoda. Selain itu, lapisan tipis sel surya organik
menggunakan larutan PEDOT:PSS yang berfungsi sebagai penyangga agar tidak
terjadi arus singkat pada sel surya organik ketika arus mengalir.
2.2.1 Poly 3-Hexylthiophene (P3HT)
Semikonduktor polimer poly (3-hexylthiophene) atau sering disebut P3HT
memiliki kriteria yang cocok sebagai material donor dan bertindak sebagai tipe -p.
Poly(3-hexylthiophene) memiliki berat molekul 65,5 gram/mol dan mobilitas hole
yang tinggi sebesar 3,8 ~ 3,9 x 10-4 cm2/Vs (Yani, 2011) serta memiliki HOMO
sebesar 3 eV (Chotimah dkk., 2012). P3HT ini memiliki struktur seperti Gambar
2.5.
Gambar 2.5. Struktur P3HT (Zhao et.al., 2009)
P3HT memiliki keunggulan yaitu struktur region-reguler (RR) dimana
polimer ini mampu menghasilkan konduktivitas listrik yang tinggi dan dapat larut
dalam pelarut organik biasa. Hal ini menyebabkan P3HT dapat dibentuk berupa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
lapisan tipis dengan menggunakan teknik sederhana seperti spin-coating, dipcoating, inkjet printing dan roll-to-roll printing (Bahtiar dkk., 2011).
2.2.2. Phenyl-C61-Butyric Acid Methyl Ester (PCBM)
PCBM atau phenyl-c61-butyric acid methyl ester merupakan turunan dari
fullerene. PCBM biasanya digunakan sebagai material akseptor pada sel surya
organik. PCBM merupakan akseptor yang baik dan mudah dilarutkan dalam
bahan pelarut organik biasa. Hal ini menyebabkan PCBM menjadi material yang
sering digunakan dalam bahan aktif sel surya dibandingkan material turunan
fullerene lainnya (Chotimah dkk., 2012). PCBM memiliki struktur dari seperti
pada Gambar 2. 6.
Gambar 2.6. Struktur phenyl-C61-butyric acid methyl ester
(PCBM) (Thompson & Frechet, 2008)
PCBM memiliki rumus molekul C72H72O2 serta berat molekul 910,88 g/mol
dan memiliki HOMO (High Occupied Molecular Orbital) sebesar 4 eV. Hampir
sama seperti P3HT, PCBM memiliki struktur RR (region-reguler) dimana mampu
menghasilkan koduktivitas listrik yang tingi serta mudah larut dalam pelarut
organik biasa (Bahtiar dkk., 2011).
2.2.3. Elektroda
Elektroda pada sel surya terdapat dua bagian yaitu anoda dan katoda.
Material yang digunakan sebagai elektroda harus memiliki fungsi kerja rendah
untuk pengumpul elektron dan fungsi tinggi untuk pengumpul hole. Kaca FTO
(fluorine tin oxyde) dalam hal ini digunakan sebagai anoda dan alumunium
sebagai katoda.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
Kaca FTO (fluorine tin oxyde) merupakan salah satu material yang paling
sering digunakan sebagai anoda. Hal ini dikarenakan FTO memiliki stabilitas
yang tinggi dan harganya lebih murah dibandingkan dengan kaca ITO (indium
thin oxyde) selain itu, kaca FTO memiliki transmitansi tinggi khusunya pada
cahaya tampak yaitu sekitar 80 85% tergantung pada ketebalannya dan nilai
resistivitasnya dapat mencapai 2 x 10-4
2
(Chen, 2010).
Alumunium digunakan sebagai katoda. Alumunium ini memiliki fungsi
kerja sekitar 4,3 eV. Bahan ini dipilih karena mempunyai selisih level fermi yang
tinggi dan dapat bertindak sebagai pengumpul elektron serta hole yang baik.
2.2.4. PEDOT:PSS
Struktur sel surya organik pada anoda dan katoda sering terjadi hubungan
singkat sehingga perlu bahan lain untuk mencegah arus singkat pada sel surya
organik. PEDOT:PSS merupakan suatu bahan yang berfungsi sebagai pencegah
hubungan singkat tersebut.
PEDOT:PSS dibuat dengan mendoping material PEDOT (Poly (3,4Ethylenedioxythiophene)) dengan PSS (Poly (4-Styrene Sulfonate)). Hal ini
menyebabkan konduktivitas gabungan dua bahan meningkat serta memiliki
absorbsi pada gelombang cahaya tampak (Aba dkk., 2012). PEDOT:PSS banyak
digunakan pada divais optoelektronika seperti pelapis pada lapisan ITO (indium
thin oxyde). Fungsi PEDOT:PSS selain pencegah hubungan singkat adalah untuk
mengurangi tingkat kekasaran ITO dan mencegah oksigen dari ITO bedifusi ke
bahan aktif pada sel surya organik sehingga umur sel surya pun meningkat dan
menjadi lebih lama (Ilmawati, 2009)
2.3. Metode Fabrikasi
2.3.1 Spin Coating
Metode spin coating merupakan suatu metode untuk pembuatan lapisan
tipis. Pembuatan lapisan tipis dilakukan dengan cara menyebarkan larutan ke atas
substrat, kemudian substrat tersebut diputar dengan kecepatan tertentu sehingga
diperoleh endapan pada substrat berupa lapisan tipis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
Prinsip kerja dari spin coating ini adalah ketika larutan dituangkan pada
substrat yang diletakkan diatas alat spin coater. Proses spin coating dilakukan
dengan cara memutar alat coater dengan kecepatan tinggi (rpm) dalam waktu yang
diinginkan. Semakin cepat putaran dan semakin lama waktu pemutaran maka
lapisan tipis yang diperoleh semakin tipis dan semakin homogen (Purwanto dan
Prajitno, 2013). Proses spin coating diilustrasikan seperti pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Proses spin coating (Hellstrom, 2007)
Proses spin coating ini memiliki tiga tahapan dasar yaitu, tahap penetesan
cairan (dispense), tahap percepatan spin coating dan tahap pengeringan.
Penjelasan tahapan-tahapan pada spin coating sebagai berikut.
1. Tahap penetesan air (dispense)
Pada tahapan ini larutan yang akan dibuat lapisan tipis dideposisikan pada
substrat kemudian diputar dengan kecepatan tinggi. Setelah itu, lapisan akan
dikeringkan supaya pelarut pada larutan tersebut menguap. Proses ini dibagi
menjadi dua yaitu, static dispense merupakan proses diposisi sederhana yang
dilakukan pada larutan diatas pusat substrat dan dynamic dispense proses
diposisi dengan kecepatan putar yang rendah <500 rpm.
2. Tahap Percepatan Spin Coating.
Setelah tahap penetesan cairan, larutan dipercepat dengan kecepatan yang
relatif
tinggi.
Kecepatan
yang
digunakan
pada
substrat
ini
akan
mengakibatkan adanya gaya sentrifugal dan turbulensi cairan. Kecepatan serta
lama waktu tergantung pada sifat cairan terhadap substrat yang digunakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
3. Tahap Pengeringan.
Pada tahap ini terbentuk lapisan tipis murni dengan suatu ketebalan
tetentu. Tingkat ketebalan lapisan yang terbentuk bergantung pada tingkat
kelembaban dasar substrat. Adanya kelembaban yang kecil menyebabkan
ketebalan lapisan murni yang terbentuk akan menjadi semakin besar
2.4 Karakterisasi Sel Surya Organik
2.4.2 Karakteristik Optik
Bahan aktif pada sel surya organik ini akan diuji kemampuan optiknya
dalam hal absorbansinya terhadap cahaya. Uji optik ini dilakukan dengan
menggunakan perangkat Spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri UV-Vis
adalah suatu piranti yang menggunakan dua sumber cahaya yaitu ultraviolet
dengan panjang gelombang 190
panjang gelombang 380
380 nm dan cahaya tampak yang memiliki
780 nm. Prinsip dari Spektrofotometri UV-Vis
menganut hukum Lambert. Hukum Lambert menyatakan bahwasannya berkas
cahaya yang melewati suatu bahan akan bersifat sebagai gelombang yang
menyebabkan tiga hal yaitu absorbansi, refleksi dan transmisi.
Hukum Lambert hanya berlaku jika material atau bahan yang digunakan
tidak bereaksi baik secara kimiawi maupun fisis akibat berkas cahaya yang
dipancarkan. Hukum Lambert menyatakan bahwa absorbansi suatu material
terhadap cahaya tidak bergantung pada intensitasnya. Intensitas cahaya yang
diabsorbsi oleh material tersebut dapat ditulis dalam persamaan berikut:
I
T
I0
(2.4)
Selain hukum Lambert berlaku juga hukum Beer yang menyatakan bahwa
absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan media yang
dinyatakan dalam persamaan:
A
log(
I
)
I0
log( T )
dc
Sehingga diperoleh persamaan :
commit to user
(2.5)
perpustakaan.uns.ac.id
I
I0
T
digilib.uns.ac.id
10
A
10
dc
(2.6)
leh menggunakan persamaan (2.6)
1
I
log
dc
I0
1
log( T )
dc
(2.7)
dengan:
A = absorbansi
= koefisien absorbansi
T = trasmitansi
Io = daya cahaya datang (W.m -2)
I = daya cahaya keluar (W.m-2)
c = kosentrasi molar (mol. l-1)
d = tebal media (m)
Estimasi energi gap dilakukan dengan menggunakan metode tauc.
Penentuan energi gap dilakukan dengan cara melakukan ekstrapolasi dari grafik
hubungan ( ) sebagai absis dan (
energi yaitu
)2 sebagai ordinat hingga memotong sumbu
seperti pada Gambar 2.8. h merupakan konstanta planck sebesar
6,63x10-34
-8
Gambar 2.8. Penentuan energi gap TiO2 menggunakan
metode Touc Plot (Bilalodin, 2012)
commit to user
m/s
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.4.1 Karakterisasi Sifat Listrik
Sel surya akan menghasilkan daya listrik ketika terpapar cahaya sehingga
menghasilkan arus serta tegangan. Besarnya arus serta tegangan yang dihasilkan
sel surya ini dapat direkam menggunakan perangkat keithley. Keithley akan
merekam tiap perubahan tegangan serta arus yang dihasilkan oleh sel surya
tersebut dan akan diolah menjadi grafik kurva arus
tegangan (I-V). Grafik kurva
arus tegangan dapat digambarkan pada Gambar 2.8. Pada Gambar 2.8 tersebut
terdapat tegangan open circuit (Voc), arus short circuit (Isc) dan MPP atau
maximum power point. Pada MPP terdapat arus serta tegangan yang disebut
dengan Impp dan V mpp. Voc atau tegangan open circuit terjadi pada saat nilai arus nol
begitu juga sebaliknya, Isc atau arus short circuit terjadi pada saat tegangannya
nol. Titik pada kurva I-V yang menghasilkan arus dan tegangan maksimum
disebut titik daya maksimum (MPP).
Gambar 2.9. Bentuk khusus dari kurva I-V solar cell
(Benanti & Venkataraman, 2006)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
Karaktersitik penting lainnya dari sel surya yaitu fill factor (FF). Fill factor
(FF) yaitu perbandingan daya maksimum terhadap arus kontak dan tegangan
rangkaian terbuka sehingga persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:
(2.1)
Dari persamaan fill factor tersebut dapat diperoleh daya maksimum yang
dihasilkan oleh sel surya sebesar:
(2.2)
Sehingga effisiensi dari sel surya pun dapat diketahui. Efisiensi daya sel
digambarkan sebagai perbandingan daya maksimum yang dihasilkan
(Pmax) terhadap daya yang diterima (Pin ) dalam hal daya yang diterima berasal dari
cahaya yang datang.
(2.3)
Nilai efisiensi ini yang menjadi ukuran global dalam menentukan kualitas
performansi sel surya.
commit to user
Download