No.6/ 1959. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. menetapkan peraturan-daerah sebagai berikut : PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1. (1) Dalam Kotamadya Surakarta diadakan dan dipungut padjak jang disebut padjak potong hewan. (2) Jang dimaksud dengan padjak potong hewan dalam peraturan daerah ini ialah padjak jang dipungut karena memotong sapi, kerbau, kuda dan babi jang dipelihara. Pasal 2. Ketjuali djika dengan tugas dinjatakan lain, maka jang dimaksud dalam peraturan daerah ini dengan : a. hewan : ialah sapi, kerebau, kuda atau babi jang dipelihara, jang untuk memotongnja harus dibajar padjak. b. ahli : ialah Dokter Hewan pada Urusan Kehewanan Kotapradja Surakarta. c. memotong : ialah membunuh hewan dan segala perbuatan jang njata-njata harus dianggap sebagai persiapan langsung ditudjukan untuk pembunuhan tersebut, serta tindakan-tindakan selandjutnja terhadap hewan jang dibunuh itu. d. pemotong : ialah pemotongan hewan jang terpaksa dilakukan karena : darurat 1. hewan itu luka luka akibat diserang oleh binatang buas, hal mana harus dinjatakan oleh Dewan Pemerintah Daerah atau pendjabat lain jang ditundjuknja. 2. hewan itu berpenjakit menular dan karenanja sebagai pembrantasan penjakit, tsb., ahli jg. Dimaksud dlm. Huruf b pasal ini menganggap perlu bahwa hewan itu harus dipotong; 3. hewan itu tjatjad sedjak dilahirkannja dan berdasarkan tjatjadnja hewan tersebut menurut keputusan ahli termaksud dalam huruf b pasal ini perlu dipotong. e. pemotongan : ialah pemotongan sapi, kerbau, kuda atau babi untuk mereka jang tidak hadjad mendjadikan pemotongan ini sebagai perusahaan atau suatu mata pentjaharian; f. pemotongan : ialah pemotongan sapi, kerbau, kuda atau babi bagi mereka jang mendjausaha dikan pemotongan hewan ini sebagai perusahaan atau suatu mata pentjaharian; g. babi jang : ialah babi jang pandjangnja kurang dari 65 senti meter diukur dari hidung kurang umur melintas kepala dan punggung sampai pangkal ekor. Pasal 3. Padjak tidak dipungut karena : a. memotong hewan jang menderita penjakit menular atas perintah Dewan Pemerintah Daerah. b. memotong hewan untuk memenuhi kebutuhan upatjara keagamaan adat, satu dan lain menurut peraturan jang berlaku. Pasal 4. Padjak potong berdjumlah : A. untuk seekor sapi atau kerbau : I. untuk pemotongan usaha . . . II. ,, ,, hadjat . . . III. ,, ,, darurat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rp. 27,. ,, 18,. ,, 9,- B. untuk seekor kuda : I. untuk pemotongan usaha . . . . . . . . . . . Rp. 27,II. ,, ,, hadjat . . . . . . . . . . . ,, 18,III. ,, ,, darurat . . . . . . . . . . . ,, 6,IV. terhadap pemotongan kuda jang tidak dapat dipekerdjakan lagi pekerdjakan lagi dipungut padjak sebesar . . . . . . ,, 6,- C. untuk seekor babi : I. karena pemotongan darurat . II. untuk pemotongan hadjat . . 1. bagi babi jang kurang umur 2. ,, ,, lainnja . . . . III. untuk pemotongan usaha . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Rp. 3,. ,, 5,. . . . ,, 5,. . . . ,, 12,. . . . ,, 18,- Pasal 5. (1) Untuk memotong hewan harus ada idzin tertulis jang dapat diperoleh dari Dewan Pemerintah Daerah atau pegawai jang ditundjuk olehnja, idzin mana diberikan hanja setelah padjak potong jang terhutang dilunasi. (2) Idzin tertulis termaksud dalam ajat (1) pasal ini, jang selandjutnja disebut surat potong sadja, merupakan tanda bukti pembajaran padjak jang dikenakan. (3) Tjara memperoleh surat-potong untuk memotong hewan dan pembajaran padjaknja diatur lebih landjut oleh Dewan Pemerintah Daerah. (4) Warna dan bentuk surat-potong termaksud dalam ajat (1) pasal ini ditetapkan oleh Dewan Pemerintah Daerah. Pasal 6. (1) Untuk memperoleh idzin memotong hewan dengan tarip pemotongan-hadjat jang berkepentingan harus lebih dulu minta surat keterangan untuk itu kepada Kepala Desa kampung jang bersangkutan. (2) Surat keterangan termaksud dalam ajat (1) pasal ini hanja dapat diberikan kepada mereka jang sungguh-sungguh tidak mendjadikan pemotongan hewan sebagai perusahaan atau sebagai suatu mata pentjaharian mereka satu dan lain setelah didapat kepastian bahwa ketentuan-ketentuan larangan jang tertjantum dalam pasal 9 tidak akan dilanggar. (3) Warna dan bentuk surat keterangan termaksud dalam ajat (1) pasal ini kepada jang berkentingan jang namanja tertjantum dalam surat keterangan tersebut diberikan surat potong untuk pemotongan hadjat dengan membajar pedjaknja sebesar jang ditetapkan dalam pasal 4. Pasal 7. (1) Untuk memotong kuda jang tidak dapat dipekerdjakan lagi dengan tarip sebesar Rp. 6,- seperti dimaksud dalam pasal 4 huruf B angka IV, jang berkepentingan harus terlebih dulu minta suratketerangan untuk itu kepada ahli dimaksud dalam pasal 2 huruf b dalam surat keterangan mana harus dapat diketahui bahwa kuda jang akan dipotong tidak dipekerdjakan lagi. (2) Dengan menjerahkan surat-keterangan terebut dalam ajat (1) pasal ini maka kuda jang akan dipotong diberi tanda jang ditetapkan oleh Dewan Pemerintah Daerah. (3) Bentuk dan warna surat ketrangan termaksud dalam ajat (1) pasal ini ditetapkan oleh Dewan Pemerintah Daerah. (4) Dengan menjerahkan surat-keterangan tersebut kepada jang berkentingan jang namanja teertulis didalamnja, diberikan surat-potong dengan membajar padjaknja sebesar Rp. 6,-. Pasal 8. (1) Ketjuali dalam keadaan seperti tertjantum dalam ajat (2) pasal ini dilarang memotong hewan tanpa memiliki terlebih dulu surat potong jang dimaksud dalam pasal (5) peraturan daerah ini dan tanpa penjaksian pendjabat jang ditundjuk untuk itu oleh Dewan Pemerintah Daerah. (2) Ketentuan dalam ajat (1) pasal ini tidak berlaku terhadap hewan jang karena ketjelakaan keadaannja sedemikian rupa sehingga hewan itu terpaksa segera harus dipotong. Dalam hal tersebut jang harus dikuatkan dengan surat keterangan polisi mengenai peristiwa ketjelakaan dalam waktu 2X24 djam sesudah hewan dipotong padjak jang terhutang harus dibajar lunas. Pasal 9. (1) Daging hewan jang berasal dari pemotongan-hadjat dilarang : a. didjual atau diserahkan kepada orang jang mendjadikan pemotongan hewan atau pendjualan daging sebagai perusahaan atau mata pentjaharian. b. ditawarkan, didjual, diserahkan atau disimpan sebagai persediaan dipasar atau ditempat lain dimana biasanja didjual daging. c. diangkut keluar lingkungan daerah Swatantra dimana hewan itu dipotong, ketjuali djika pengangkutan itu telah diberi idzin oleh Dewan Pemerintah Daerah. (2) Jang dimaksud dengan daging dalam ajat (1) pasal ini ialah daging hewan jang belum dimasak. Pasal 10. Barangsiapa mendjalankan pemotongan hewan atau pendjualan daging sebagai perusahaan atau mata pentjaharian dilarang membeli, menawarkan, menyerahkan atau menjimpan sebagai persediaan untuk didjual daging jang berasal dari hewan/hewan-hewan jang dipotong tanpa idzin atau jang hanja dibajar padjak potong hadjat sadja. Pasal 11. (1) Padjak potong jang telah dibajar dapat diminta kembali oleh pemegang surat-potong, apabila : a. daging dari hewan jang dipotong, setelah diperiksa oleh ahli jang dimaksud dalam pasal 2 huruf b ternjata tidak dapat dimakan atau berbahaja untuk dimakan. b. daging dari hewan jang dipotong karena tidak dapat dipergunakan untuk dimakan dan segala hasil pemotongan ketjuali kulit, dibawah pengawasan polisi harus dirusak atau ditanam. (2) Untuj mendapatkan kembali padjak jang telah dibajar jang berkepentingan harus menjerahkan kembali kepada Kepala Urusan Padjak, surat-potong jang dibelinja beserta surat keterangan ahli jang dimaksud dalam pasal 2 huruf b atau polisi jang bersangkutan dalam waktu satu bulan sesudah hewan itu dipotong. Pasal 12. (1) Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanja 3 bulam atau denda setinggi-tingginja Rp. 1000,- (seribu rupiah). a. barang siapa memotong hewan bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 8 ajat (1). b. barang siapa memotong hewan dalam keadaan seperti termaksud dalam pasal 8 ajat (1), dan tidak memenuhi kewadjiban tertjantum dalam ajat tsb. dalam tempo 2X24 djam. c. barang siapa jang untuk memperoleh surat-keterangan termaksud dalam pasal 6 dan 7 memberikan ketrangan keterangan jang tidak sebetulnja kepada Kepala desa/kampungnja. d. barang siapa jang berbuat melanggar salah satu larangan tertjantum dalam pasal 9 dan 10. (2) Terhadap pelanggaran termaksud dalam ajat (1) huruf a dan b pasal ini, maka kulit hewan jang dipotong dagingnja dan hasil pemotongan lainnja, begitu pula alat-alat jang dipergunakan untuk melakukan pelanggaran tersebut dapat disitu. (3) Sesuai dengan ketentuan ketentuan jang ditetapkan oleh Dewan Pemerintah Daerah dapat diberikan premi setinggi-tingginja Rp. 100,- (seratus rupiah) untuk setiap pelanggaran, kepada siapapun jang memberikan petundjuk dan pertolongan jang njata dalam mengusut dan mendjadikan terang perbuatan jang dapat dihukum menurut peraturan daerah ini. Pasal 13. (1) Peraturan daerah ini dapat disebut : ,,Peraturan Padjak Potong Kotapradja Surakarta . (2) Peraturan daerah ini mulai berlaku pada saat jang ditentukan bersama oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan dan setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah Swatantra Tingkat ke I Djawa-Tengah. (3) Peraturan daerah jang ditetapkan dalam sidang pada tanggal 17 Pebruari 1959 jangbelum disahkan ditarik kembali. Ditetapkan di Surakarta pada tanggal 15 Djuli 1959. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Kotapradja Surakarta Ketua: (tjap) (SADALI) Peraturan-daerah ini telah diserah Presiden Republik Indonesia dengan surat keputusan No. 332/1959 tanggal 16 Desember 1959. Direktur Kabinet Presiden u. b. Secretaris I Presiden, Ttd. (tjap) Mr. S A N T O S O Diundangkan pada tanggal 1 Djuli 1960 Kepala Daerah Kotapradja Surakarta (Oetomo Ramelan) Telah mendapat persetudjuan dari Penguasa Perang Daerah Djawa 1960 No. K.P.T.S. PPD/0060/5/1960. Tengah : tanggal 31 5 This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only. This page will not be added after purchasing Win2PDF.