GAGAL GINJAL KRONIS

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN
CRONIC RENAL FAILUR (GAGAL GINJAL KRONIS)
Laporan pendahuluan ini disusun sebagai syarat mengikuti Praktik Klinik Keperawatan 3
Di Ruang Hemodialisa
OLEH
MEYRIA SINTANI
NIM : 2012. C. 04a. 0314
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2015
1.
1.1
KONSEP DASAR
Pengertian
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai.
Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap
sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368).
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus
yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang
progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) di dalam darah
(Muttaqin Arif, 2012 ; 166).
1.2
Klasifikasi
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronic renal failure (CRF), namun pada
terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus
secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih
dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat
(stage) menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1
sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan
klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan
istilah CRF.
KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
1) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
2) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)
3) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
4) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
5) Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
1.3
Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1) Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2) Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3) Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
4) Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5) Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
6) Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7) Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8) Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
9) Penyakit umum diluar ginjal
a. Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. Dyslipidemia
c. SLE
d. Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis.
e. Preeklamsi
f. Obat-obatan
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).
1.4
Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2001:1448) patofisiologi gagal ginjal kronik dimulai dari fungsi
renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam
urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis.
Gangguan Klirens renal, banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat
dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin
24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus (Akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan
meningkat.Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum
merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi
secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme (Jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti
steroid.
Retensi cairan dan natrium, ginjal juga tidak mampu mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif,
dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan
kerjasama
keduanya
meningkatkan
sekresi
aldosteron.
Pasien
lain
mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetus risiko hipotensi dan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status
uremik.
Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis metabolik
sering
denga
ketidakmampuan
ginjal
mengekskresikan
muatan
asam
yang
berlebihan.Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk
menyekresi amonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat. Penurunan ekskresi fosfat dan
asma organik lain juga terjadi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin,
suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia
berat terjadi, disertai keletihan, angina, dan sesak napas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain pada gagal
ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat maka yang
lain akan turun. Menurunnya filtrasi melelui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar
fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal
ginjal tubuh berespons secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
akibatnya, kalsium ditulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit
tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D yang secara normal dibuat di ginjal menurun
seiring dengan berkembang gagal ginjal. Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofi
renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon. Laju
penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan
yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang
mengekskresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan
darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka yang tidak mengalami kondisi ini.
Menurut Muhammad (2012:34) tahap-tahap gagal ginjal kronik, pada tahap awal
gagal ginjal kronik ditandai dengan adanya penurunan cadangan ginjal, kemudian terjadi
indufisiensi ginjal, gagal ginjal dan tahap akhir penyakit ini diakhiri dengan uremia. Berikut
tahap-tahap perkembangan penyakit gagal ginjal kronis selengkapnya:
1) Stadium I (Penurunan Cadangan Ginjal/Faal Ginjal antara 40-75%)
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, diantaranya:
(1) Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi.
(2) Laju flitrasi glomerulus 40-50% normal.
(3) BUN dan Kreatinin serum masih normal.
(4) Pasien asimtomatik.
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang paling ringan,
karena faal ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh karena itu, penderita juga belum
merasakan gejala apapun. Bahkan, hasil pemeriksaan laboraturium menunjukan bahwa
faal ginjal masih berada dalam batas normal.
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (Blood urea nitrogen) masih berada
dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal baru diketahui
setelah pasien diberi beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih dalam waktu
lama atau melalui tes GFR dengan teliti.
2) Stadium II (Indufisiensi Ginjal/Faal Ginjal antara 20-50%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, diantaranya:
(1) Sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi.
(2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal.
(3) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat.
(4) Anemia dan azotemia ringan
(5) Nokturia dan poliuria
Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa,
walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pengobatan harus dilakukan dengan cepat
untuk mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, dan gangguan jantung. Selain itu,
penderita juga harus diberi obat untuk mencegah gangguan faal ginjal. Apabila langkahlangkah ini dilakukan dengan cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih
berat pun dapat dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah rusak. Selain
itu, kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai meningkat melampaui batas normal.
3) Stadium III (Gagal Ginjal/Faal Ginjal Kurang dari 10%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, diantaranya:
(1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal.
(2) BUN dan kreatinin serum meningkat.
(3) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
(4) Poliuria dan nokturia.
(5) Gejala gagal ginjal.
Pada tahap ini, penderita merasakan beberapa gejalan, antara lain mual, muntah,
nafsu makan berkurang, sesak napas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang
tidur, kejang-kejang, dan mengalami penurunan kesadaran hingga koma. Oleh karena itu,
penderita tidak dapat melakukan tugas sehari-hari.
4) Stadium IV (End-stage Meal Disease/ESRD)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, diantaranya:
(1) Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi.
(2) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal.
(3) BUN dan kreatinin tinggi.
(4) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik.
(5) Berat jenis urine tetap 1,010.
(6) Oliguria.
(7) Gejala gagal ginjal.
Pada stadium akhir, kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai GFR 10%
dibawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit, bahkan kurang dari
jumlah tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum dan kadar BUN juga meningkat
secara mencolok.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak sanggup mempertahankan
homeostatis cairan dan elektrolit didalam tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguria
(Pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada stadium
akhir gagal ginjal, penderita harus mendapatkan pengobatan dalam bentuk transplantasi
ginjal atau dialisis.
5) Stadium V
Pada stadium akhir,kurang lebih 90% masa nefron telah hancur. Nilai GFR 10%
dibawah batasnormal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit, bahkan kurang dari jumlah
tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum dan kadar BUN juga meningkat secara
mencolok.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak sanggup mempertahankan
homeostatis cairan dan elektrolit didalam tubuh. Biasanya penderita menjadi oliguria
(pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari karena kegagalan glumerulus). Pada stadium
akhir gagal ginjal penderita harus mendapatkan pengobatan dalam bentuk transplantasi
ginjal atau dialisis.
WOC Gagal Ginjal Kronik
Infeksi
Vaskuler
Zat toksik
Reaksi antigen
iritasi/cidera
arterosklerosis
antibodi
suplai darah ginjal turun
Obstruksi saluran kemih
tertimbun di ginjal
retensi urine batu besar dan
kasar
jaringan
Menekan saraf
GFR turun
hematuria
perifer
anemia
Gagal Ginjal Kronik
Sekresi protein terganggu
eritropoitis turun
Sindrom uremia
produksi Hb turun
perpospatemia
gangguan
oksihemoglobin turun
pruritus
suplai O2 turun
urokrom
retensi Na
Resiko
total gangguan
CES naik
nutrisi
tertimbun di kulit
keseimbangan perubahan warna
asam basa
Gangguan
integritas
produksi asam naik
kulit
bendungan atrium kiri naik
kulit
nyeri pinggang
Sekresi
suplai nutrisi dalam
tekanan
kapiler naik
darah turun
Intoleran
si
aktivitas
Gangguan
perfusi
jaringan
volume interstisial naik
edema
payah jantung kiri
asam lambung naik
(kelebihan volume cairan)
COP turun
kapiler paru naik
nausea, vomitus
iritasi lambung
O2 ke
edema paru
Resiko
turun
gangguan
nutrisi
infeksi
perdarahan
gastritis hematemesis melena
mual, muntah
naik
fatigue, nyeri sendi
anemia
preload naik
beban jantung naik
hipertrofi ventrikel kiri
Kelebihan
volume
cairan
aliran darah ginjal
turun
suplai O2
suplai
otak
Gangguan
pertukaran
gas sinkop
metab. Anaerob
jaringan turun
re tensi Na & H2O naik
Intolera
nsi
timbunan as. laktat
1.5
Manifestasi Klinis
1) Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin
→ Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap
proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2) Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
b. Stomatitis uremia
c. Pankreatitis
3) Kelainan mata
4) Kardiovaskuler
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
5) Kelaninan kulit
a. Gatal, terutama pada pasien dengan dialisis rutin. Hal ini dikarenakan toksik
uremia yang kurang terdialisis, peningkatan kadar kalium phosphor, alergi
bahan-bahan dalam proses HD.
b. Kering bersisik karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal
urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Rambut tipis dan kasar
1.6
Komplikasi
1) Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
2) Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renninangiotensin-aldosteron
4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama
hemodialisa
5) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6) Asidosis metabolic
7) Osteodistropi ginjal
8) Sepsis
9) Neuropati perifer
10) Hiperuremia
1.7
Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
i. Ureum kreatinin
ii. Asam urat serum
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
i.
Analisis urin rutin
ii.
Mikrobiologi urin
iii.
Kimia darah
iv.
Elektrolit
v. Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
i. Progresifitas penurunan fungsi ginjal
ii. Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:
Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
-
Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan

Elektrolit
: Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+

Endokrin
: PTH dan T3,T4

Pemeriksaan
lain:
berdasarkan
indikasi
terutama
faktor
pemburuk ginjal, misalnya: infark miokard.
2) Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
 Foto polos abdomen.
 USG.
 Nefrotogram.
 Pielografi retrograde.
 Pielografi antegrade.
 Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
 RetRogram
 USG
1.8
Penatalaksanaan Medis
1) Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease
(CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
 Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
 Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan





hipotensi.
Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis
yang kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat.
 Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
 Kendalikan terapi ISK.
 Diet protein yang proporsional.
 Kendalikan hiperfosfatemia.
 Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
 Terapi hIperfosfatemia.
 Terapi keadaan asidosis metabolik.
 Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
 Pembatasan konsumsi protein hewani.
 Terapi keluhan gatal-gatal.
 Terapi keluhan gastrointestinal.
 Terapi keluhan neuromuskuler.
 Terapi keluhan tulang dan sendi.
 Terapi anemia.
 Terapi setiap infeksi.
2) Terapi Simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ (hiperkalemia ) :
 Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
 Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35
atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
 Anemia Normokrom normositer : Berhubungan dengan retensi toksin
polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating
Faktor). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human

Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
Anemia hemolisis : Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang
dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau

peritoneal dialisis.
Anemia Defisiensi Besi : Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan
perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti
hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah
satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara
hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
 HCT < atau sama dengan 20 %
 Hb < atau sama dengan 7 mg5
 Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia
high output heart failure.
Komplikasi transfusi darah :




Hemosiderosis
Supresi sumsum tulang
Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
dan
 Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana
transplantasi ginjal.
c. Kelainan kulit
 Pruritus : Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal,
insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.
Beberapa pilihan terapi:
a). Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b). Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c). Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini
bisa diulang apabila diperlukan
d). Pemberian obat
 Diphenhidramine 25-50 P.O
 Hidroxyzine 10 mg P.O

Easy Bruishing : Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa
berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit.
Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
 Terapi pilihannya :
 HD reguler
 Obat-obatan : diazepam, sedatif
 Operasi sub total paratiroidektomi
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe
vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
 Restriksi garam dapur.
 Diuresis dan Ultrafiltrasi.
 Obat-obat antihipertensi.
3) Terapi Pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit.Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis
 Hemodialisa : Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal
(LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah :
 Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA
untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.




Hiperkalemia > 17 mg/lt
Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
Kegagalan terapi konservatif
Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis
metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan
atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin >

100 mg %
 Kelebihan cairan
 Mual dan muntah hebat
 BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
 Preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
 Sindrom kelebihan air
 Intoksidasi obat jenis barbiturat
Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory
Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik
CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),
pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasienpasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien
GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik,
yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
b. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
 Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah
 Kualitas hidup normal kembali
 Masa hidup (survival rate) lebih lama
 Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
 Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
2.
2.1
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
Pengkajian
3.
Menurut Marilynn E. Doengoes, data dasar pengkajian pada pasien
dengan GGK yaitu:
4. a. Aktivitas/istirahat
5.
Gejala: Keletihan, kelemahan, malaise.
6.
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus.
7. b. Sirkulasi
8.
Tanda: Hipotensi atau Hipertensi (eklampsi), distritmia jantung, nadi
lemah/halus, hipovolemia, DVJ, nadi kuat (hipervolemia), edema jaringan umum,
pucat, kecenderungan perdarahan.
9. c. Eliminasi
10.
Gejala: Perubahan pola berkemih biasanya: peningkatan frekuensi, poliuri
(kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/oliguri, (fase akhir) disuria ragu-ragu,
dorongan dan retensi, (inflamasi/obstruksi, infeksi), dan abdomen kembung, diare
atau konstipasi, riwayat HPB, batu/kalkuli.
11.
Tanda: Perubahan warna urin. Contoh: kuning pekat, merah, coklat, berawan,
oliguria (biasanya 12-21 hari), poliuri (2-6 L/ hari).
12. d. Makanan/Cairan
13.
Gejala: Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan (dehidrasi)
Mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati. Penggunaan diuretik.
14. Tanda: Perubahan turgor kulit/kelembaban dan edema (umum, bagian
bawah).
15. e. Neurosensori
16.
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur, dan kram otot/kejang sindrom “kaki
gelisah”.
17.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidak
mampuan berkonsentrasi, hilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam basa), kejang, fasikulasi otot, dan
aktivitas kejang.
18. f. Nyeri/keamanan
19. Gejala: Nyeri tubuh, sakit kepala.
20. Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
21. g. Pernapasan
22.
Gejala: Napas pendek.
23.
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan
17 frekuensi, kedalamaman (pernapasan
kussmaul), napas ammonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda
(edema paru).
24. h. Keamanan
25.
Gejala: Adanya reaksi transfuse (kulit gatal, ada/berulangnya infeksi)
26.
Tanda: Demam (sepsis, dehidrasi), petekie (area kulit ekimosis), dan pruritus
(kulit kering).
27. i. Seksualitas
28.
Gejala: Penurunan libido, amenorea, infertilitas
29. j. Interaksi sosial
30.
Gejala: Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga
31. k. Penyuluhan/pembelajaran
32. Gejala: Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpajan pada
toksin, contoh obat, racun lingkungan. Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat
ini/berulang.
33.
2.2
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan kerusakan nepron sehingga tidak
mampu mengeluarkan sisa metabolisme
34.Data Subyektif : None
35.Data Obyektif : Oliguria, Anuria, acidosis dengan peningkatan serum
hydrogen dan kalium, penurunan pH dan bicarbonat, Anemia , Peningkatan :
BUN, serum kreatinin, Penurunan Calcium dan peningkatan phosfat serta
magnesium.
2. Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengeskkresi
air dan natrium
36.Data Subyektif : None
37.Data Obyektif : Hypertensi , Ascites, oedema presacral dan pretibial,
gangguan bunyi napas (Cracles), tachicardi, penambahan BB, orthopneu,
Peningkatan tekanan vena sentral dan PAWP, Distensi vena jugular, Positif refleks
hepatojugular
3. Gangguan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan pembatasan
intake (Diit) dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi protein – kalori.
38.Data Subyektif
: Pasien melaporkan : Anorexsia, Nausea, lemah, lelah,
metalck taste.
39.Data Obyektif : Muntah, Diare, hematemesis, Napas bau ureum, stomatitis,
gingivitis, kehilangan BB.
4. Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan efek uremia.
40.Data Subyektif
: Pasien mengeluh gatal – gatal
41.Data Obyektif
: Excrosiasi pada kulit, petechie, purpura, kulit kering .
5. Resiko Tinggi terjadinya gangguan persepsi / sensori, gangguan proses pikir
sehubungan dengan abnormalitasnya zat – zat kimia dalam tubuh yang dihubungakan
dengan uremia.
42.Data Subyektif
: Pasien melaporkan kesulitan untuk berkonsentrasi, sering
lupa, gangguan tidur dan emosi yang labil (mudah tersinggung)
43.Data Obyektif
: Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang, perubahan
perilaku, apathy, marah, gangguan pola tidur, perubahan tingkat kesadaran.
6. Intoleransi aktivitas sehubungan kelemahan fisik.
44.Data Subyektif
: Pasien mengeluh lemah, letih dan lesuh
45.Data Obyektif
: Penampilan secara umum menurun.
46.
2.3
Rencana Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan kerusakan nepron sehingga tidak
mampu mengeluarkan sisa metabolism
47.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan
Perfusi ginjal akan diperbaiki atau dipertahankan dalam batas yang dapat
48.
ditoleransi
Intervensi :
1) Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya) serta tanda –
tanda chvostek”s dan Trousseau”s.
49.
Rasional : Tingginya gelombang T, Panjangnya interval PR dan
Lebarnya kompleks QRS dihubungkan dengan serum Kalium ; Pernapasan
kusmaul dihubungkan dengan acidosis, kejang yang mungkin terjadi
dihubungkan dengan rendahnya calsium.
2) Monitor data-data laboratorium : Serum pH, Hidrogen, Potasium, bicarbonat,
calsium magnesium, Hb, HT, BUN dan serum kreatinin.
50.
Rasional : Nilai laboratorium merupakan indikasi kegagalan ginjal
untuk mengeluarkan sisa metabolit dan kemunduran fungsi sekretori ginjal.
3) Jangan berikan obat – obat Nephrothoxic.
51.
Rasional : Obat – obat nephrotoxic akan memperburuk keadaan ginjal
4) Berikan pengobatan sesuai pesanan / permintaan dokter dan kaji respon
terhadap pengobatan.
52.
Rasional : Dosis obat mungkin berkurang dan intervalnya menjadi
lebih lama. Monitor respon terhadap pengobatan untuk menentukan efektivitas
obat yang diberikan dan kemungkinan timbulnya efek samping obat.
2. Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengeskkresi
air dan natrium.
53. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan
Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi
54. Intervensi
:
1) Timbang berat badan pasien setiap hari, Ukur intake dan output tiap 24 jam,
Ukur tekanan darah (posisi duduk dan berdiri), kaji nadi dan pernapasan
(Termasuk bunyi napas) tiap 6-8 jam, Kaji status mental, Monitor oedema,
distensi vena jugularis, refleks hepato jugular, Ukur CVP dan PAWP.
55.
Rasional : Untuk mengidentifikasi status gangguan cairan dan
elektrolit.
2) Monitor data laboratorium : Serum Natrium, Kalium, Clorida dan bicarbonat.
56.
Rasional : Untuk mengidentifikasikan acumulasinya elektrolit.
3) Monitor ECG
57.
Rasional : Peningkatan atau penurunan Kalium dihubungkan dengan
disthrithmia. Hipokalemia bisa terjadi akibat pemberian diuretic.
4) Berikan cairan sesuai indikasi
58.
Rasional : Untuk mencegah kemungkinan terjadinya dehidrasi sel.
5) Berikan Diuretic sesuai pesanan dan monitor terhadap responnya.
59.
Rasional : Untuk menentukkan efek dari pengobatan dan observasi
tehadap efek samping yang mungkin timbul seperti : Hipokalemia dll.
3. Gangguan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan pembatasan
intake (Diit) dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi protein – kalori.
60.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam,
61.
diharapkan Kebuthan Nutrisi pasien akan terpenuhi
Intervensi
:
1) Kaji terhadap adanya Mual, muntah dan anorexia.
62.
Rasional : Keadaan – keadaan seperti ini akan meningkat kehilangan
kebutuhan nutrisi.
2) Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Monitor data
laboratorium : Serum protein, Lemak, Kalium dan natrium.
63.
Rasional : Untuk menentukkan diet yang tepat bagi pasien.
3) Berikan makanan sesuai diet yang dianjurkan dan modifikasi sesuai kesukaan
Klien.
64.
Rasional : Meningkatkan kebuthan Nutrisi klien sesuai diet .
4) Bantu atau anjurkan pasien untuk melakukan oral hygiene sebelum makan.
65.
Rasional : Menghilangkan rasa tidak enak dalam mulut sebelum
makan.
5) Berikan antiemetik dan monitor responya.
66.
Rasional : Untuk mengevaluasi kemungkinan efek sampingnya.
6) Kolaborasi denga ahli diet untuk pemberian diit yang tepat bagi pasien.
67.
Rasional : Kerjasama dengan profesi lain akan meningkatan hasil
kerja yang baik. Pasien dengan GGK butuh diit yang tepat untuk perbaikan
keadaan dan fungsi ginjalnya.
4. Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan efek uremia.
68. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan
Keutuhan kulit (Integritas kulit) pasien akan dipertahankan
69. Intervensi :
1) Kaji terhadap kekeringan kulit, Pruritis, Excoriations dan infeksi.
70.
Rasional : Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas
kelenjar keringat atau pengumpulan kalsius dan phospat pada lapiran cutaneus.
2) Kaji terhadap adanya petechie dan purpura.
71.
Rasional : Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan
penurunan jumlah dan fungsi platelet akibat uremia.
3) Monitor Lipatan kulit dan area yang oedema.
72.
Rasional : Area- area ini sangat mudah terjadinya injuri.
4) Lakukan perawat kulit secara benar.
73.
Rasional : Untuk mencegah injuri dan infeksi
5) Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan.
74.
Rasional : Amengurangi pruritis.
6) Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.
75.
Rasional : Untuk mencegah injuri akibat garukan dan infeksi.
5. Resiko Tinggi terjadinya gangguan persepsi / sensori, gangguan proses pikir
sehubungan dengan abnormalitasnya zat – zat kimia dalam tubuh yang dihubungakan
dengan uremia.
76. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan Pasien
mendemostrikan respon terhadap rangsangan sensori / persepsi secara normal, tidak
mengalami gangguan gangguan proses berpikir.
77. Intervensi :
1) Kaji status neurologic : Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang : Pola
tidur ; Tingkat kesadaran dan ktivitas motorik (kejang)
78.
Rasional : Perubahan yang terjadi merefleksikan adanya ganggua pada
fungsi saraf sentral dan autonom.
2) Kaji tipe kepribadian
79.
Rasional : Untuk mengidentifikasikan perubahan yang dihubungkan
dengan uremia.
3) Observasi terhadap perubahan perilaku, adanya neuropathi perifer, rasa
terbakar, kram otot dan gejala paresthesia lainnya.
80.
Rasional : Perubahan metabolisme menyebabkan disfungsi cerebral
dan dapat terjadi kerusakan serabut saraf .
4) Orientaskan pasien terhadap kenyataan saat ini.
81.
Rasional : Menurunkan kemungkinan terjadinya disorientasi dan
menginformasikan kepada klien keadaan / issue saat ini.
5) Pertahankan tindakan kenyamanan : Tutup rel tempat tidur, tempat tidur tidak
boleh terlalu tiggi, jaukan barang – barang tajam, letakan bel dekat pasien.
82.
Rasional :Memberikan kenyamanan lingkungan dan mencegah injuri.
6) Sempatkan waktu anda untuk bersama – sama klien, tanyakan klien dengan
kalimat terbuka.
83.
Rasional : Mencegah kehikangan memori pada pasien
7) Berikan latihan relaksasi sebelum tidur dan brikan periode stirahat.
84.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan tidur karena uremia dapat
mengganggu pola tidur.
6. Intoleransi aktivitas sehubungan kelemahan fisik
85. Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan
Kebutuhan self care terpenuhi.
86. Intervensi :
1) Kaji kelemahan dan kelelahan, dan berikan penjelasan tentang kebutuhan
perawatan diri.
87.
Rasional : untuk menentukan kebutuhan yang akan dilakukan.
2) Jika pasien tidak mampu sama sekali Bantu lakukan perawatan dipasien
dengan melibatkan kelurag.
88.
Rasional: Memandirikan kelurga dalam merawat pasien.
3) Lakukan latihan nafas dalam batuk dan ambulasi di tempat tidur.
89.
Rasional: Untuk mencegah efek dari bedrest seperti pneumonia.
90.
91. DAFTAR PUSTAKA
92.
93. Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC
94.
95.
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
96.
97.
Muttaqin, Arif dan Siti Kumala. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
98.
99.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
100.
101.
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:
BalaiPenerbit FKUI
Download