PENGARUH TERAPI RELAKSASI TERHADAP

advertisement
PENGARUH TERAPI RELAKSASI TERHADAP KONTROL GLIKEMIK
PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI PURWOKERTO
EFFECT OF RELAXATION THERAPY glycemic control
in patients DIABETES MELLITUS IN PURWOKERTO
Wahyu Ekowati , Asep Iskandar, Made Sumarwati
Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
ABSTRACT
Introduction : Diabetes mellitus is a condition that occurs when the body can't use
glucose normally. Glucose is the main source of energy for the body's cells. The levels
of glucose in the blood are controlled by a hormone called insulin, which is made by
the pancreas. Insulin helps glucose enter the cells.
Objective : to know the influence of relaxation therapy to reduce levels of glucose in
the blood of diabetes mellitus in South of Purwokerto.
Methode : Quasy experiment with device of research of pre-test-post-test with control
group. Statistic analisys used this research is statistical analysis paired t-test.
Result : The average of pre-test and post test control are 148,93 and 141,20. Result
test paired samples t-test p value 0,420. The average of pre-test and post test
experiment are 211,07 and 209,53. Result test paired samples t-test p value 0,957.
Conclusion : Relaxation therapy has not influence to reduce levels of glucose in the
blood of diabetes mellitus.
Keyword : Diabetes mellitus, the levels of glucose in the blood, relaxation therapy
orang) menderita DM dan sebesar
PENDAHULUAN
11% dari jumlah tersebut merupakan
Diabetes
(DM)
kelompok pradiabetes. Diprediksikan
kesehatan
jumlah kedua kelompok tersebut
global. DM adalah gangguan sistem
akan terus meningkat. Hasil Riset
endokrin
Kesehatan
merupakan
Mellitus
masalah
yang
dikarakteristikkan
Dasar
oleh fluktuasi kadar gula darah yang
Provinsi
abnormal,
menunjukkan
biasanya
berhubungan
Jawa
(Riskesdas)
Tengah
bahwa
(2007)
proporsi
dengan defect produksi insulin dan
penyebab kematian akibat penyakit
metabolisme
DM pada kelompok usia 45-54 tahun
glukosa
(Dunning,
2003). Hasil survei yang dilakukan
di
Depkes (2008), menunjukkan bahwa
ranking ke-2 yaitu 14,7%. Pada
saat ini terdapat 5,7% dari jumlah
daerah
penduduk Indonesia (sekitar 12 juta
menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.
daerah
perkotaan
perdesaan,
menduduki
penyakit
DM
65 Jurnal Kesmasindo, Volume 6, (1) Januari 2013, Hal. 64-74
Kabupaten
peringat
Banyumas
tertinggi
menempati
kelima
yaitu
melalui glikogenolisis, dampaknya
akan meningkatkan sirkulasi asam
sebanyak 1,9% setelah Kabupaten
lemak
Cilacap, Kabupaten Kota Tegal,
menurunkan pengambilan glukosa
Surakarta, dan Pemalang.
oleh jaringan, kemungkinan melalui
Diabetes mellitus atau DM
bebas.
terakhir
atau tidak menunjukkan tanda dan
terutama
gejala
merupakan
bersifat
suatu
kronis,
hormon,
penurunan reseptor insulin. Dan yang
sering disebut sebagai “silent killer”
(O’Hara,
Growth
adalah
glukokortikoid,
kortisol
yang
akan
2006).
DM
menopang aksi glukagon. Selain itu
penyakit
yang
glukagon juga akan menurunkan
tidak
dapat
penggunaan insulin oleh perifer,
disembuhkan, hanya bisa dikontrol
meningkatkan
dengan pola hidup sehaat dan obat-
glukoneogenesis
obatan (Beever, 2006). Seseorang
Henze, 2000). Semua faktor tersebut
yang telah dididiganosis menderita
cenderung
penyakit kronis atau penyakit serius
darah semakin meningkat sehingga
seperti DM merupakan suatu kondisi
pasien memerlukan intervensi medis
yang menyetreskan (stressful). Stress
dan intervensi keperawatan (Elliot &
pada pasien DM akan memicu
Izzo, 2006).
pengeluaran beberapa hormone yang
glikogenolisis
(Bullock
membuat
Salah
satu
kadar
dan
and
gula
intervensi
berkontribusi dalam meningkatkan
keperawatan yang dapat dilakukan
kadar gula darah, yaitu glucagon,
adalah dengan terapi komplementer.
epinefrin,
dan
Terapi ini bersifat pengobatan alami
glukokortikoid. Glukagon aksinya
untuk menangani penyebab penyakit
berlawanan
insulin.
dan memacu tubuh sendiri untuk
Glukagon merupakan hormon utama
menyembuhkan penyakitnya. Terapi
untuk menaikkan kadar gula darah
komplemeter
dengan
herbal, latihan nafas, meditasi dan
growth
hormone
dengan
cara
glikogenolisis,
menstimulasi
lipolisis
antara
lain
terapi
dan
relaksasi (Xu Yu, 2004). Teknik
glukoneogenesis.
Epinefrin
relaksasi pertama kali dikemukan
memobilisasi
cadangan
oleh Dr. Herbert Benson (1976). Ia
glukosa
Wahyu Ekowati, Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap Kontrol Glikemik
telah menemukan, bahwa meditasi
METODE PENELITIAN
akan mengarah pada pengaturan
perubahan
fisiologik
66
Penelitian ini memiliki tipe
dalam
penelitian kuantitatif desain quasi
menghadapi respon fight-or-flight,
experiment with pre-post test control
meliputi
group.
penurunan
konsumsi
Penelitian ini
bermaksud
oksigen, denyut jantung, frekuensi
untuk menganalisis pengaruh terapi
pernafasan
dan
laktat
darah.
relaksasi terhadap kadar glukosa
Penanganan
keperawatan
dengan
darah pada pasien DM tipe 2 di
teknik ini akan menurunkan efek
wilayah kerja Puskesmas Purwokerto
endokrin dari stres kronik (Craven
Selatan. Intervensi dilakukan setiap
and Hirnie, 2000).
hari selama 4 minggu. Pemilihan
Studi
pendahuluan
tahun
sampel
yang
masuk
kelompok
2010 yang dilakukan di Purwokerto
control maupun kelompok intervensi
Selatan, ditemukan jumlah penderita
dilakukan secara acak sederhana,
DM sebanyak 152 orang. Dari
dimana responden yang memenuhi
penelitian sebelumnya oleh Anam
syarat di beri nomor, yang bernomor
(2010) ditemukan sekitar 65% pasien
genap
DM mengalami depresi. Berdasarkan
control dan nomor ganjil masuk
wawancara dengan petugas posyandu
dalam kelompok intervensi. Sampel
lansia di salah satu wilayah kerja
dihitung
dengan
Puskesmas
perkiraan
25%
Purwokerto
Selatan,
masuk
dalam
kelompok
menggunakan
dari
populasi.
lansia yang mengalami DM dan telah
Populasi pasien DM di wilayah kerja
mendapat
secara
Puskesmas Purwokerto Selatan 152.
farmakologis masih mengalami naik
Dengan demikian 25% dari 152
turun gula darahnya. Penggunaan
adalah 37 orang. Untuk menghindari
terapi nonfarmakologia atau terapi
drop out peneliti menambah 10%
komplementer,
sampel sehingga menjadi 40 sampel
pengobatan
relaksasi
pada
perawatan pasien DM di Purwokerto
dibagi
menjadi
Selatan belum dilakukan.
responden
untuk
dua,
yaitu
20
masing-masing
kelompok intervensi dan kontrol.
Namun saat penelitian dilakukan,
67 Jurnal Kesmasindo, Volume 6, Nomor 1 Januari 2013, Hal. 64-74
responden yang memenuhi kriteria
data univariat dan untuk mengetahui
inklusi adalah 15 pada kelompok
pengaruh terapi relaksasi terhadap
perlakuan dan 15 pada kelompok
control glikemik dilakukan uji t
kontrol.
paired test
Tahap
pengolahan
pertama
data,
adalah
setelah
data
terkumpul dilakukan editing yaitu
HASIL DAN PEMBAHASAN
memeriksa
a. Karakteristik responden
kelengkapan
data,
Distribusi data karakteristik klien
menurut umur disajikan pada Tabel 1
memberikan koding entri data ke
komputer. Lalu dilakukan analisis
Usia (Tahun)
Kelompok
Perlakuan
%
6,67
13,33
13,33
66,67
100
n
1
2
2
10
15
< 40
40-50
51-60
>60
Jumlah
Kontrol
%
0
13,33
26,67
60
100
n
0
2
4
9
15
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui
Karakteristik responden kelompok
bahwa responden diabetes mellitus
kontrol yang berusia kurang dari 40
kelompok perlakuan yang berusia
tahun tidak ada, usia 40-50 tahun
kurang dari 40 tahun berjumlah 1
berjumlah 2 orang (13,33%), usia 51-
orang (6,67%), usia 40-50 tahun
60
berjumlah 2 orang (13,33%), usia 51-
(26,67%) dan berusia lebih dari 60
60
tahun berjumlah 9 orang (60%).
tahun
berjumlah
2
orang
tahun
berjumlah
4
orang
(13,33%) dan berusia lebih dari 60
tahun berjumlah 10 orang (66,67%).
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Perlakuan
3
12
15
Distribusi data karakteristik klien menurut
jenis kelamin disajikan pada Tabel 2
Kontrol
1
14
15
Orang
4
26
30
%
13,33
86,67
100
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui
(13,33%), sedangkan yang berjenis
bahwa responden berjenis kelamin
kelamin perempuan sebanyak 26
laki-laki yaitu sebanyak 4 orang
orang (86,67%).
Wahyu Ekowati, Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap Kontrol Glikemik
68
Distribusi data karakteristik responden
menurut tingkat pendidikan disajikan
pada Tabel 3
Pendidikan
SD
SMP
SMA
PT
Jumlah
Perlakuan
n
1
2
10
2
15
Kontrol
n
1
2
11
2
15
%
6,67
13,33
66,67
13,33
100
Berdasarkan tabel 3 tersebut dapat
kontrol
diketahui bahwa responden yang
belakang pendidikan SD adalah 1
berlatar belakang pendidikan SD
orang (6,67%), SMP berjumlah 2
pada kelompok perlakuan adalah 1
orang (13,33%), SMA berjumlah 11
orang (6,67%), SMP berjumlah 2
orang (73,33%) dan perguruan tinggi
orang (13,33%), SMA berjumlah 10
ada 1 orang (6,67%).
orang (66,67%) dan perguruan tinggi
Distribusi data karakteristik responden
menurut
tingkat
pendidikan
disajikan pada Tabel 4
2 orang (13,33%). Pada kelompok
Penghasilan
< 1 juta
1 – 2 juta
> 2 juta
Jumlah
Perlakuan
n
1
12
2
15
responden
%
6,67
13,33
73,33
6,67
100
yang berlatar
Kontrol
n
1
13
1
15
%
6,67
80
13,3
100
%
6,67
86,66
6,67
100
Berdasarkan tabel 4 tersebut diatas
berpenghasilan kurang dari satu juta
dapat diketahui bahwa responden
setiap bulan berjumlah 1 orang
kelompok
(6,67%), berpenghasilan satu hingga
perlakuan
yang
berpenghasilan kurang dari satu juta
dua
juta
berjumlah
13
orang
setiap bulan berjumlah 1 orang
(86,66%), dan berpenghasilan lebih
(6,67%), berpenghasilan satu hingga
dari 2 juta berjumlah ada 1 orang
dua juta berjumlah 12 orang (80%),
(6,67%).
dan berpenghasilan lebih dari 2 juta
berjumlah 2 orang (13,33). Pada
kelompok
kontrol
yang
Distribusi data karakteristik responden
menurut lama menderita penyakit
DM disajikan pada Tabel 5
69 Jurnal Kesmasindo, Volume 6, Nomor 1 Januari 2013, Hal. 64-74
Perlakuan
n
2
3
10
15
Lama DM
< 2 tahun
2 - 4 tahun
> 4 tahun
Jumlah
Kontrol
n
1
2
12
15
%
13,33
20
66,67
100
%
6,67
13,33
80
100
Berdasarkan tabel 1.5 tersebut diatas
kontrol yang menderita diabetes
dapat diketahui bahwa responden
mellitus
kelompok perlakuan yang menderita
berjumlah 1 orang (6,67%), lama
diabetes mellitus kurang dari 2 tahun
penyakit 2-4 tahun berjumlah 2
berjumlah 2 orang (13,33%), lama
orang (13,33%), dan lama penyakit
penyakit 2-4 tahun berjumlah 3
lebih dari 4 tahun berjumlah 12
orang (20%), dan lama penyakit
orang (80%).
lebih dari 4 tahun berjumlah 10
Tabel 2.1 Kadar gula darah responden
sebelum dan sesudah dilakukan terapi
relaksasi pada kelompok kontrol
orang
(66,67).
Pada
Variabel
Kadar Gula darah
pengukuran 1
Kadar Gula darah
pengukuran 2
kelompok
kurang
Mean
148,93
Sd
71,741
SE
18,853
141,20
52,872
13,393
dari
P Value
0,420
2
tahun
N
15
Berdasarkan tabel 2.1 diatas dapat
nilai P value 0,420. Maka dapat
disimpulkan bahwa rata-rata kadar
disimpulkan tidak ada perbedaan
gula darah pada pengukuran pertama
yang signifikan antara kadar gula
adalah 148,93 dengan standar deviasi
darah pengukuran pertama dan kedua
71,741. Pada pengukuran kedua
pada kelompok kontrol
didapat rata-rata kadar gula darah
Tabel 2.2 Kadar gula darah responden
adalah 141,20 dengan standar deviasi
sebelum dan sesudah dilakukan terapi
relaksasi pada kelompok perlakuan
52,872. Hasil uji statistic didapatkan
Variabel
Kadar Gula darah
pengukuran 1
Kadar Gula darah
pengukuran 2
Mean
211,07
Sd
127,232
SE
32,851
209,53
86,643
22,371
P Value
0,957
N
15
Wahyu Ekowati, Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap Kontrol Glikemik
70
Berdasarkan tabel 2.2 diatas
pada pasien diabetes mellitus tipe 2
dapat dilihat bahwa rata-rata kadar
untuk penurunan kadar gula dalam
gula darah pada pengukuran pertama
darah ternyata tidak terjadi secara
adalah 211,07 dengan standar deviasi
signifikan.
127,232. Pada pengukuran kedua
perlakuan dan kelompok kontrol
didapat rata-rata kadar gula darah
tidak menunjukkan perbedaan yang
adalah 209,53 dengan standar deviasi
signifikan. Artinya bahwa tindakan
86,643. Hasil uji statistic didapatkan
relaksasi yang dilakukan oleh pasien
nilai P value 0,957. Maka dapat
diabetes tidak dapat menurunkan
disimpulkan tidak ada perbedaan
kadar gula dalam darahnya. Salah
yang signifikan antara kadar gula
satu
darah pengukuran pertama dan kedua
penurunan kadar gula dalam darah
pada kelompok perlakuan
pada pasien diabetes disebabkan
Hasil
penelitian
yang
Antara
penyebab
karena
dilakukannya
bahwa tidak terdapat perbedaan yang
secara
signifikan antara terapi relaksasi
Seharusnya
yang
dilakukan
pada
responden
tidak
terjadinya
kemungkinan
dilakukan oleh tim menunjukkan
dilakukan
kelompok
tindakan
optimal
relaksasi
oleh
terapi
selama
tidak
pasien.
relaksasi
15-20
menit
kelompok perlakuan dan responden
selama 5 kali dalam sehari. Hal
kelompok kontrol. Penelitian ini
tersebut dilakukan selama 4 minggu.
menemukan
berbeda
Namun hal yang terjadi sebagian
pernah
besar responden hanya melakukan 1
dilakukan oleh O’Hara (2006) yang
kali dalam sehari selama 15-20
menemukan bahwa terapi relaksasi
menit. Dampaknya maka kontrol
memberikan hasil yang signifikan
penurunan
terhadap penurunan stres hingga
dalam darah menjadi tidak optimal.
penurunan tekanan darah pada pasien
Kemungkinan lain adalah adanya
hipertensi. Namun penelitian ini
pengendalian terhadap kontrol diet
menemukan
atau nutrisi yang dikonsumsi pasien
dengan
Penelitian
hal
penelitian
hal
yang
yang
yang
berbeda.
menemukan
bahwa
tindakan relaksasi yang dilakukan
diabetes.
terhadap
kadar
gula
71 Jurnal Kesmasindo, Volume 6, Nomor 1 Januari 2013, Hal. 64-74
Secara teori relaksasi dapat
reseptor
GABA
menyebabkan
menenangkan otak dan memperbaiki
berkurangnya
hambatan
(memulihkan tubuh), relaksasi yang
timbulnya
kecemasan
dilakukan
memudahkan reaksi stress (Ferrare et
secara
teratur
dapat
al.
dan
2007;
Dengan demikian dapat dipahami
Berdasarkan
bahwa dalam kondisi senang, tenang
penelitian Bonadonna (2008) juga
dan optimistik, sekresi kortisol dan
telah melakukan penelitian pada
antagonis GABA dan sintesis GABA
populasi
positif normal.
Glickman,
(Dorbyk,
2007).
dengan
fibromyalgia,
kanker,
hipertensi
dalam
dan
digunakan untuk menurunkan stres
depresi
1993
terhadap
Sholeh
2006).
dan
Sejumlah studi menunjukkan
psoriasis tentang dampak relaksasi
hubungan antara diabetes dan depresi
pada
Hasilnya
(Anderson, et al. 2001). Hal tersebut
penurunan
merupakan masalah kesehatan yang
penyakit
menunjukkan
kronis.
adanya
gejala dan tanda fisik dan psikologis,
penting sebab
meliputi
umumnya
penurunan
kecemasan,
gangguan depresi
dihubungkan
dengan
nyeri, depresi dan stres. Penelitian ini
masalah penyakit kronik seperti DM
menyarankan relaksasi bagi pasien
(Finkelstein et al. 2003). Hubungan
dengan
antara DM dan depresi
penyakit
fisiologis
kronis.
Secara
relaksasi
sedikit
dapat
diketahui (Jack, et al. 2004 dalam
Dengan
Wu Shu Fang, 2007), walaupun DM
akan
meningkatkan risiko depresi dengan
mengatur dan menurunkan aktifitas
prevalensi dari 15-40% (Dunning,
sistem
2003).
menurunkan
relaksasi,
stress.
hipothalamus
saraf
simpatis
dan
menyebabkan dilatasi arteriolar.
Penelitian
menunjukkan
bahwa DM dianggap stressor bagi
Pada keadaan stress, terdapat
substansi
yang menyerupai beta
pasien.
Berdasarkan
konsep
psikoneuroimunologi, secara integral
carboline, yaitu antagonis GABA
amigdala
yang
kepada locus coeruleus yang memicu
diduga
menyebabkan
penurunan jumlah (down regulate)
sistem
mengirimkan
otonom
informasi
kemudian
Wahyu Ekowati, Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap Kontrol Glikemik
ditransmisikan
hipotalamus
Jika kondisi stres bisa dikendalikan
sehingga terjadi sekresi CRF. Dalam
maka penurunan kadar gula dalam
kaitannya terhadap kadar gula darah,
darah juga dapat menurun.
sebagai
pituitary
ke
72
respon
terhadap
anterior
CRF,
mengeluarkan
adrenocorticotrophic
hormone
Penelitian
yang
dilakukan
oleh tim yang menemukan hasil
berbeda
dari
teori
kemungkinan
(ACTH) dalam darah. ACTH di
disebabkan oleh beberapa faktor
transportasikan
kelenjar
penyebab. Pertama, terapi relaksasi
menstimulasi
tidak mencapai hasil yang optimal
menuju
adrenal.
ACTH
produksi
kortisol
dalam
kortek
karena
saat
melakukan
adrenal. Kortisol dikeluarkan dalam
responden
aliran
menyebabkan
secara sempurna sesuai petunjuk atau
peningkatan kadar gula darah, asam
pedoman. Kedua, terapi relaksasi
lemak dan asam amino (Smeltzer &
dilakukan tidak secara teratur oleh
Bare, 2008). Ketika individu dengan
responden. Idealnya terapi relaksasi
kondisi demikian mendapatkan terapi
dilakukan 5-10 kali setiap hari
relaksasi
akan
dengan durasi masing-masing 15-20
mendapatkan suplay oksigen yang
menit dan jarak antar terapi 3-4 jam
optimal. Oksigen yang memenuhi
sekali. Jika responden tidak secara
seluruh area otak akan beredar
tertib
seiring dengan denyut jantung untuk
kemungkinan hasilnya juga tidak
didistribusikan ke seluruh organ
optimal.
tubuh. Kondisi ini akan membantu
adanya kontrol diet atau nutrisi yang
tercapainya kestabilan kerja kelenjar
dikonsumsi oleh responden. Jika
adrenal untuk memproduksi hormon
selama
penenang yang akan berdampak pada
responden melanggar diet DM diluar
menurunkan stres. Hal ini bertolak
konsumsi yang seharusnya dilakukan
belakang dengan dampak dari stres
oleh pasien DM maka kemungkinan
itu sendiri dimana pada kondisi stres
besar akan mempengaruhi jumlah
maka kadar gula dalam darah pasien
kadar gula dalam darah yang artinya
DM akan mengalami peningkatan.
terapi
darah,
maka
otak
tidak
terapi,
melakukannya
melakukannya
Ketiga,
menjalani
relaksasi
maka
kemungkinan
terapi
juga
ini
tidak
73 Jurnal Kesmasindo, Volume 6, Nomor 1 Januari 2013, Hal. 64-74
memberikan hasil yang optimal. Ke-
SIMPULAN DAN SARAN
empat, adanya responden yang tidak
mengkonsumsi obat DM sehingga
kadar gula dalam darahnya menjadi
sangat
tidak
terkontrol.
Padahal
secara teori, menyebutkan bahwa
kombinasi antara terapi farmakologis
dan
terapi
relaksasi
Simpulan
penurunan kadar gula dalam darah.
Penyebab selanjutnya adalah adanya
komplikasi
penyakit
DM
yang
multicausa
sehingga
mempersulit
tercapainya penurunan kadar gula
dalam darah.
dapat
ditetapkan dari penelitian ini adalah
bahwa Terapi relaksasi tidak cukup
signifikan untuk menurunkan kadar
gula
dalam
darah
pada
pasien
diabetes mellitus.
akan
memberikan hasil yang baik terhadap
yang
Saran untuk terapi relaksasi
akan
mendapatkan
hasil
yang
optimal untuk menurunkan kadar
gula dalam darah pasien DM dengan
lebih
mengoptimalkan
frekuensi
yaitu terapi dilakukan 5-10 kali
setiap hari dengan durasi masingmasing 15-20 menit dan jarak antar
terapi 3-4 jam sekali dalam sehari.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, R.J., Freeland, K.E.,
Clouse, R.E., & Lustman, P.J.
(2001). The prevalence of
comorbid depression in adults
with diabetes. Diabetes Care,
24.
http://www.care.diabetesjour
nal,
Beever, S. 2006. New Type 2
Diabetes
Cases
Have
Doubled in 30 Years : Health
Reporter,
http:////www.medicinet.com
Bullock, B.L. & Henze, B. (2000).
Focus on Pathophysiology.
Lippincott
Williams
&
Wilkins
Bonadonna, R.C. 2008. Metabolic
abnormalities underlying the
different
prediabetic
phenotype
in
obese
adolescents.
J.Clin
Endocrinol Metab. 93 (5):
1767-73
Craven & Hirnie. 2000. Controlling
Blood Glucose Through
Relaxation
Therapy.
http://www.diabetes.org/diab
etesresearch/summaries/mcgi
nnis-biofeedbackrelaxation.jsp,
Dorbyk. 2007. Kelley, M.B. (1999).
Relaxation
on
Diabetes
Mellitus.
Charlotte
:
University of North Carolina.
Diperoleh
tanggal
28
Wahyu Ekowati, Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap Kontrol Glikemik
Oktober.2006
http://www.psych.uncc.edu
Elliot, W. & Izzo, W. 2006. Effect of
devide guided breathing to
lower blood pressure. Case
report & clinical overview.
Medscape General Medicine,
82 (3).
Finkelstein, M.M. 2003. The
prevalence of diabetes among
overweight
and
obese
individuals is higher in poorer
than
in
richer
neighbourhoods.
Canadian
Journal of Diabetes. 190-8.
Glickman, Sacharko. 2007. Tai Chi
&Qi
Gong
Managing
Diabetes with Relaxation and
Exercise.
www.taichinetwork.org.
Sholeh, M. 2006. Terapi salat
tahajud:
Menyembuhkan
berbagai penyakit. Bandung:
Mizan Publika.
Wu Shu Fang. 2007. Effectiveness of
self management for person
with
type
2
diabetes
following the implementation
of a self-efficacy enhancing
intervention
program
in
Taiwan.
Queensland:
Quensland university of
Technology
Xu Yu. 2004. Complementary &
alternative
therapies
as
physiology & modalities
implication
for
nursing,
education & research. Home
health care management
practice (1084-8223) :vol 1
74
Download