PENGARUH TERAPI RELAKSASI TERHADAP KONTROL GLIKEMIK PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI PURWOKERTO EFFECT OF RELAXATION THERAPY glycemic control in patients DIABETES MELLITUS IN PURWOKERTO Wahyu Ekowati , Asep Iskandar, Made Sumarwati Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman ABSTRACT Introduction : Diabetes mellitus is a condition that occurs when the body can't use glucose normally. Glucose is the main source of energy for the body's cells. The levels of glucose in the blood are controlled by a hormone called insulin, which is made by the pancreas. Insulin helps glucose enter the cells. Objective : to know the influence of relaxation therapy to reduce levels of glucose in the blood of diabetes mellitus in South of Purwokerto. Methode : Quasy experiment with device of research of pre-test-post-test with control group. Statistic analisys used this research is statistical analysis paired t-test. Result : The average of pre-test and post test control are 148,93 and 141,20. Result test paired samples t-test p value 0,420. The average of pre-test and post test experiment are 211,07 and 209,53. Result test paired samples t-test p value 0,957. Conclusion : Relaxation therapy has not influence to reduce levels of glucose in the blood of diabetes mellitus. Keyword : Diabetes mellitus, the levels of glucose in the blood, relaxation therapy orang) menderita DM dan sebesar PENDAHULUAN 11% dari jumlah tersebut merupakan Diabetes (DM) kelompok pradiabetes. Diprediksikan kesehatan jumlah kedua kelompok tersebut global. DM adalah gangguan sistem akan terus meningkat. Hasil Riset endokrin Kesehatan merupakan Mellitus masalah yang dikarakteristikkan Dasar oleh fluktuasi kadar gula darah yang Provinsi abnormal, menunjukkan biasanya berhubungan Jawa (Riskesdas) Tengah bahwa (2007) proporsi dengan defect produksi insulin dan penyebab kematian akibat penyakit metabolisme DM pada kelompok usia 45-54 tahun glukosa (Dunning, 2003). Hasil survei yang dilakukan di Depkes (2008), menunjukkan bahwa ranking ke-2 yaitu 14,7%. Pada saat ini terdapat 5,7% dari jumlah daerah penduduk Indonesia (sekitar 12 juta menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. daerah perkotaan perdesaan, menduduki penyakit DM 65 Jurnal Kesmasindo, Volume 6, (1) Januari 2013, Hal. 64-74 Kabupaten peringat Banyumas tertinggi menempati kelima yaitu melalui glikogenolisis, dampaknya akan meningkatkan sirkulasi asam sebanyak 1,9% setelah Kabupaten lemak Cilacap, Kabupaten Kota Tegal, menurunkan pengambilan glukosa Surakarta, dan Pemalang. oleh jaringan, kemungkinan melalui Diabetes mellitus atau DM bebas. terakhir atau tidak menunjukkan tanda dan terutama gejala merupakan bersifat suatu kronis, hormon, penurunan reseptor insulin. Dan yang sering disebut sebagai “silent killer” (O’Hara, Growth adalah glukokortikoid, kortisol yang akan 2006). DM menopang aksi glukagon. Selain itu penyakit yang glukagon juga akan menurunkan tidak dapat penggunaan insulin oleh perifer, disembuhkan, hanya bisa dikontrol meningkatkan dengan pola hidup sehaat dan obat- glukoneogenesis obatan (Beever, 2006). Seseorang Henze, 2000). Semua faktor tersebut yang telah dididiganosis menderita cenderung penyakit kronis atau penyakit serius darah semakin meningkat sehingga seperti DM merupakan suatu kondisi pasien memerlukan intervensi medis yang menyetreskan (stressful). Stress dan intervensi keperawatan (Elliot & pada pasien DM akan memicu Izzo, 2006). pengeluaran beberapa hormone yang glikogenolisis (Bullock membuat Salah satu kadar dan and gula intervensi berkontribusi dalam meningkatkan keperawatan yang dapat dilakukan kadar gula darah, yaitu glucagon, adalah dengan terapi komplementer. epinefrin, dan Terapi ini bersifat pengobatan alami glukokortikoid. Glukagon aksinya untuk menangani penyebab penyakit berlawanan insulin. dan memacu tubuh sendiri untuk Glukagon merupakan hormon utama menyembuhkan penyakitnya. Terapi untuk menaikkan kadar gula darah komplemeter dengan herbal, latihan nafas, meditasi dan growth hormone dengan cara glikogenolisis, menstimulasi lipolisis antara lain terapi dan relaksasi (Xu Yu, 2004). Teknik glukoneogenesis. Epinefrin relaksasi pertama kali dikemukan memobilisasi cadangan oleh Dr. Herbert Benson (1976). Ia glukosa Wahyu Ekowati, Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap Kontrol Glikemik telah menemukan, bahwa meditasi METODE PENELITIAN akan mengarah pada pengaturan perubahan fisiologik 66 Penelitian ini memiliki tipe dalam penelitian kuantitatif desain quasi menghadapi respon fight-or-flight, experiment with pre-post test control meliputi group. penurunan konsumsi Penelitian ini bermaksud oksigen, denyut jantung, frekuensi untuk menganalisis pengaruh terapi pernafasan dan laktat darah. relaksasi terhadap kadar glukosa Penanganan keperawatan dengan darah pada pasien DM tipe 2 di teknik ini akan menurunkan efek wilayah kerja Puskesmas Purwokerto endokrin dari stres kronik (Craven Selatan. Intervensi dilakukan setiap and Hirnie, 2000). hari selama 4 minggu. Pemilihan Studi pendahuluan tahun sampel yang masuk kelompok 2010 yang dilakukan di Purwokerto control maupun kelompok intervensi Selatan, ditemukan jumlah penderita dilakukan secara acak sederhana, DM sebanyak 152 orang. Dari dimana responden yang memenuhi penelitian sebelumnya oleh Anam syarat di beri nomor, yang bernomor (2010) ditemukan sekitar 65% pasien genap DM mengalami depresi. Berdasarkan control dan nomor ganjil masuk wawancara dengan petugas posyandu dalam kelompok intervensi. Sampel lansia di salah satu wilayah kerja dihitung dengan Puskesmas perkiraan 25% Purwokerto Selatan, masuk dalam kelompok menggunakan dari populasi. lansia yang mengalami DM dan telah Populasi pasien DM di wilayah kerja mendapat secara Puskesmas Purwokerto Selatan 152. farmakologis masih mengalami naik Dengan demikian 25% dari 152 turun gula darahnya. Penggunaan adalah 37 orang. Untuk menghindari terapi nonfarmakologia atau terapi drop out peneliti menambah 10% komplementer, sampel sehingga menjadi 40 sampel pengobatan relaksasi pada perawatan pasien DM di Purwokerto dibagi menjadi Selatan belum dilakukan. responden untuk dua, yaitu 20 masing-masing kelompok intervensi dan kontrol. Namun saat penelitian dilakukan, 67 Jurnal Kesmasindo, Volume 6, Nomor 1 Januari 2013, Hal. 64-74 responden yang memenuhi kriteria data univariat dan untuk mengetahui inklusi adalah 15 pada kelompok pengaruh terapi relaksasi terhadap perlakuan dan 15 pada kelompok control glikemik dilakukan uji t kontrol. paired test Tahap pengolahan pertama data, adalah setelah data terkumpul dilakukan editing yaitu HASIL DAN PEMBAHASAN memeriksa a. Karakteristik responden kelengkapan data, Distribusi data karakteristik klien menurut umur disajikan pada Tabel 1 memberikan koding entri data ke komputer. Lalu dilakukan analisis Usia (Tahun) Kelompok Perlakuan % 6,67 13,33 13,33 66,67 100 n 1 2 2 10 15 < 40 40-50 51-60 >60 Jumlah Kontrol % 0 13,33 26,67 60 100 n 0 2 4 9 15 Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui Karakteristik responden kelompok bahwa responden diabetes mellitus kontrol yang berusia kurang dari 40 kelompok perlakuan yang berusia tahun tidak ada, usia 40-50 tahun kurang dari 40 tahun berjumlah 1 berjumlah 2 orang (13,33%), usia 51- orang (6,67%), usia 40-50 tahun 60 berjumlah 2 orang (13,33%), usia 51- (26,67%) dan berusia lebih dari 60 60 tahun berjumlah 9 orang (60%). tahun berjumlah 2 orang tahun berjumlah 4 orang (13,33%) dan berusia lebih dari 60 tahun berjumlah 10 orang (66,67%). Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Perlakuan 3 12 15 Distribusi data karakteristik klien menurut jenis kelamin disajikan pada Tabel 2 Kontrol 1 14 15 Orang 4 26 30 % 13,33 86,67 100 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui (13,33%), sedangkan yang berjenis bahwa responden berjenis kelamin kelamin perempuan sebanyak 26 laki-laki yaitu sebanyak 4 orang orang (86,67%). Wahyu Ekowati, Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap Kontrol Glikemik 68 Distribusi data karakteristik responden menurut tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 3 Pendidikan SD SMP SMA PT Jumlah Perlakuan n 1 2 10 2 15 Kontrol n 1 2 11 2 15 % 6,67 13,33 66,67 13,33 100 Berdasarkan tabel 3 tersebut dapat kontrol diketahui bahwa responden yang belakang pendidikan SD adalah 1 berlatar belakang pendidikan SD orang (6,67%), SMP berjumlah 2 pada kelompok perlakuan adalah 1 orang (13,33%), SMA berjumlah 11 orang (6,67%), SMP berjumlah 2 orang (73,33%) dan perguruan tinggi orang (13,33%), SMA berjumlah 10 ada 1 orang (6,67%). orang (66,67%) dan perguruan tinggi Distribusi data karakteristik responden menurut tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 4 2 orang (13,33%). Pada kelompok Penghasilan < 1 juta 1 – 2 juta > 2 juta Jumlah Perlakuan n 1 12 2 15 responden % 6,67 13,33 73,33 6,67 100 yang berlatar Kontrol n 1 13 1 15 % 6,67 80 13,3 100 % 6,67 86,66 6,67 100 Berdasarkan tabel 4 tersebut diatas berpenghasilan kurang dari satu juta dapat diketahui bahwa responden setiap bulan berjumlah 1 orang kelompok (6,67%), berpenghasilan satu hingga perlakuan yang berpenghasilan kurang dari satu juta dua juta berjumlah 13 orang setiap bulan berjumlah 1 orang (86,66%), dan berpenghasilan lebih (6,67%), berpenghasilan satu hingga dari 2 juta berjumlah ada 1 orang dua juta berjumlah 12 orang (80%), (6,67%). dan berpenghasilan lebih dari 2 juta berjumlah 2 orang (13,33). Pada kelompok kontrol yang Distribusi data karakteristik responden menurut lama menderita penyakit DM disajikan pada Tabel 5 69 Jurnal Kesmasindo, Volume 6, Nomor 1 Januari 2013, Hal. 64-74 Perlakuan n 2 3 10 15 Lama DM < 2 tahun 2 - 4 tahun > 4 tahun Jumlah Kontrol n 1 2 12 15 % 13,33 20 66,67 100 % 6,67 13,33 80 100 Berdasarkan tabel 1.5 tersebut diatas kontrol yang menderita diabetes dapat diketahui bahwa responden mellitus kelompok perlakuan yang menderita berjumlah 1 orang (6,67%), lama diabetes mellitus kurang dari 2 tahun penyakit 2-4 tahun berjumlah 2 berjumlah 2 orang (13,33%), lama orang (13,33%), dan lama penyakit penyakit 2-4 tahun berjumlah 3 lebih dari 4 tahun berjumlah 12 orang (20%), dan lama penyakit orang (80%). lebih dari 4 tahun berjumlah 10 Tabel 2.1 Kadar gula darah responden sebelum dan sesudah dilakukan terapi relaksasi pada kelompok kontrol orang (66,67). Pada Variabel Kadar Gula darah pengukuran 1 Kadar Gula darah pengukuran 2 kelompok kurang Mean 148,93 Sd 71,741 SE 18,853 141,20 52,872 13,393 dari P Value 0,420 2 tahun N 15 Berdasarkan tabel 2.1 diatas dapat nilai P value 0,420. Maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata kadar disimpulkan tidak ada perbedaan gula darah pada pengukuran pertama yang signifikan antara kadar gula adalah 148,93 dengan standar deviasi darah pengukuran pertama dan kedua 71,741. Pada pengukuran kedua pada kelompok kontrol didapat rata-rata kadar gula darah Tabel 2.2 Kadar gula darah responden adalah 141,20 dengan standar deviasi sebelum dan sesudah dilakukan terapi relaksasi pada kelompok perlakuan 52,872. Hasil uji statistic didapatkan Variabel Kadar Gula darah pengukuran 1 Kadar Gula darah pengukuran 2 Mean 211,07 Sd 127,232 SE 32,851 209,53 86,643 22,371 P Value 0,957 N 15 Wahyu Ekowati, Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap Kontrol Glikemik 70 Berdasarkan tabel 2.2 diatas pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dapat dilihat bahwa rata-rata kadar untuk penurunan kadar gula dalam gula darah pada pengukuran pertama darah ternyata tidak terjadi secara adalah 211,07 dengan standar deviasi signifikan. 127,232. Pada pengukuran kedua perlakuan dan kelompok kontrol didapat rata-rata kadar gula darah tidak menunjukkan perbedaan yang adalah 209,53 dengan standar deviasi signifikan. Artinya bahwa tindakan 86,643. Hasil uji statistic didapatkan relaksasi yang dilakukan oleh pasien nilai P value 0,957. Maka dapat diabetes tidak dapat menurunkan disimpulkan tidak ada perbedaan kadar gula dalam darahnya. Salah yang signifikan antara kadar gula satu darah pengukuran pertama dan kedua penurunan kadar gula dalam darah pada kelompok perlakuan pada pasien diabetes disebabkan Hasil penelitian yang Antara penyebab karena dilakukannya bahwa tidak terdapat perbedaan yang secara signifikan antara terapi relaksasi Seharusnya yang dilakukan pada responden tidak terjadinya kemungkinan dilakukan oleh tim menunjukkan dilakukan kelompok tindakan optimal relaksasi oleh terapi selama tidak pasien. relaksasi 15-20 menit kelompok perlakuan dan responden selama 5 kali dalam sehari. Hal kelompok kontrol. Penelitian ini tersebut dilakukan selama 4 minggu. menemukan berbeda Namun hal yang terjadi sebagian pernah besar responden hanya melakukan 1 dilakukan oleh O’Hara (2006) yang kali dalam sehari selama 15-20 menemukan bahwa terapi relaksasi menit. Dampaknya maka kontrol memberikan hasil yang signifikan penurunan terhadap penurunan stres hingga dalam darah menjadi tidak optimal. penurunan tekanan darah pada pasien Kemungkinan lain adalah adanya hipertensi. Namun penelitian ini pengendalian terhadap kontrol diet menemukan atau nutrisi yang dikonsumsi pasien dengan Penelitian hal penelitian hal yang yang yang berbeda. menemukan bahwa tindakan relaksasi yang dilakukan diabetes. terhadap kadar gula 71 Jurnal Kesmasindo, Volume 6, Nomor 1 Januari 2013, Hal. 64-74 Secara teori relaksasi dapat reseptor GABA menyebabkan menenangkan otak dan memperbaiki berkurangnya hambatan (memulihkan tubuh), relaksasi yang timbulnya kecemasan dilakukan memudahkan reaksi stress (Ferrare et secara teratur dapat al. dan 2007; Dengan demikian dapat dipahami Berdasarkan bahwa dalam kondisi senang, tenang penelitian Bonadonna (2008) juga dan optimistik, sekresi kortisol dan telah melakukan penelitian pada antagonis GABA dan sintesis GABA populasi positif normal. Glickman, (Dorbyk, 2007). dengan fibromyalgia, kanker, hipertensi dalam dan digunakan untuk menurunkan stres depresi 1993 terhadap Sholeh 2006). dan Sejumlah studi menunjukkan psoriasis tentang dampak relaksasi hubungan antara diabetes dan depresi pada Hasilnya (Anderson, et al. 2001). Hal tersebut penurunan merupakan masalah kesehatan yang penyakit menunjukkan kronis. adanya gejala dan tanda fisik dan psikologis, penting sebab meliputi umumnya penurunan kecemasan, gangguan depresi dihubungkan dengan nyeri, depresi dan stres. Penelitian ini masalah penyakit kronik seperti DM menyarankan relaksasi bagi pasien (Finkelstein et al. 2003). Hubungan dengan antara DM dan depresi penyakit fisiologis kronis. Secara relaksasi sedikit dapat diketahui (Jack, et al. 2004 dalam Dengan Wu Shu Fang, 2007), walaupun DM akan meningkatkan risiko depresi dengan mengatur dan menurunkan aktifitas prevalensi dari 15-40% (Dunning, sistem 2003). menurunkan relaksasi, stress. hipothalamus saraf simpatis dan menyebabkan dilatasi arteriolar. Penelitian menunjukkan bahwa DM dianggap stressor bagi Pada keadaan stress, terdapat substansi yang menyerupai beta pasien. Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi, secara integral carboline, yaitu antagonis GABA amigdala yang kepada locus coeruleus yang memicu diduga menyebabkan penurunan jumlah (down regulate) sistem mengirimkan otonom informasi kemudian Wahyu Ekowati, Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap Kontrol Glikemik ditransmisikan hipotalamus Jika kondisi stres bisa dikendalikan sehingga terjadi sekresi CRF. Dalam maka penurunan kadar gula dalam kaitannya terhadap kadar gula darah, darah juga dapat menurun. sebagai pituitary ke 72 respon terhadap anterior CRF, mengeluarkan adrenocorticotrophic hormone Penelitian yang dilakukan oleh tim yang menemukan hasil berbeda dari teori kemungkinan (ACTH) dalam darah. ACTH di disebabkan oleh beberapa faktor transportasikan kelenjar penyebab. Pertama, terapi relaksasi menstimulasi tidak mencapai hasil yang optimal menuju adrenal. ACTH produksi kortisol dalam kortek karena saat melakukan adrenal. Kortisol dikeluarkan dalam responden aliran menyebabkan secara sempurna sesuai petunjuk atau peningkatan kadar gula darah, asam pedoman. Kedua, terapi relaksasi lemak dan asam amino (Smeltzer & dilakukan tidak secara teratur oleh Bare, 2008). Ketika individu dengan responden. Idealnya terapi relaksasi kondisi demikian mendapatkan terapi dilakukan 5-10 kali setiap hari relaksasi akan dengan durasi masing-masing 15-20 mendapatkan suplay oksigen yang menit dan jarak antar terapi 3-4 jam optimal. Oksigen yang memenuhi sekali. Jika responden tidak secara seluruh area otak akan beredar tertib seiring dengan denyut jantung untuk kemungkinan hasilnya juga tidak didistribusikan ke seluruh organ optimal. tubuh. Kondisi ini akan membantu adanya kontrol diet atau nutrisi yang tercapainya kestabilan kerja kelenjar dikonsumsi oleh responden. Jika adrenal untuk memproduksi hormon selama penenang yang akan berdampak pada responden melanggar diet DM diluar menurunkan stres. Hal ini bertolak konsumsi yang seharusnya dilakukan belakang dengan dampak dari stres oleh pasien DM maka kemungkinan itu sendiri dimana pada kondisi stres besar akan mempengaruhi jumlah maka kadar gula dalam darah pasien kadar gula dalam darah yang artinya DM akan mengalami peningkatan. terapi darah, maka otak tidak terapi, melakukannya melakukannya Ketiga, menjalani relaksasi maka kemungkinan terapi juga ini tidak 73 Jurnal Kesmasindo, Volume 6, Nomor 1 Januari 2013, Hal. 64-74 memberikan hasil yang optimal. Ke- SIMPULAN DAN SARAN empat, adanya responden yang tidak mengkonsumsi obat DM sehingga kadar gula dalam darahnya menjadi sangat tidak terkontrol. Padahal secara teori, menyebutkan bahwa kombinasi antara terapi farmakologis dan terapi relaksasi Simpulan penurunan kadar gula dalam darah. Penyebab selanjutnya adalah adanya komplikasi penyakit DM yang multicausa sehingga mempersulit tercapainya penurunan kadar gula dalam darah. dapat ditetapkan dari penelitian ini adalah bahwa Terapi relaksasi tidak cukup signifikan untuk menurunkan kadar gula dalam darah pada pasien diabetes mellitus. akan memberikan hasil yang baik terhadap yang Saran untuk terapi relaksasi akan mendapatkan hasil yang optimal untuk menurunkan kadar gula dalam darah pasien DM dengan lebih mengoptimalkan frekuensi yaitu terapi dilakukan 5-10 kali setiap hari dengan durasi masingmasing 15-20 menit dan jarak antar terapi 3-4 jam sekali dalam sehari. DAFTAR PUSTAKA Anderson, R.J., Freeland, K.E., Clouse, R.E., & Lustman, P.J. (2001). The prevalence of comorbid depression in adults with diabetes. Diabetes Care, 24. http://www.care.diabetesjour nal, Beever, S. 2006. New Type 2 Diabetes Cases Have Doubled in 30 Years : Health Reporter, http:////www.medicinet.com Bullock, B.L. & Henze, B. (2000). Focus on Pathophysiology. Lippincott Williams & Wilkins Bonadonna, R.C. 2008. Metabolic abnormalities underlying the different prediabetic phenotype in obese adolescents. J.Clin Endocrinol Metab. 93 (5): 1767-73 Craven & Hirnie. 2000. Controlling Blood Glucose Through Relaxation Therapy. http://www.diabetes.org/diab etesresearch/summaries/mcgi nnis-biofeedbackrelaxation.jsp, Dorbyk. 2007. Kelley, M.B. (1999). Relaxation on Diabetes Mellitus. Charlotte : University of North Carolina. Diperoleh tanggal 28 Wahyu Ekowati, Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap Kontrol Glikemik Oktober.2006 http://www.psych.uncc.edu Elliot, W. & Izzo, W. 2006. Effect of devide guided breathing to lower blood pressure. Case report & clinical overview. Medscape General Medicine, 82 (3). Finkelstein, M.M. 2003. The prevalence of diabetes among overweight and obese individuals is higher in poorer than in richer neighbourhoods. Canadian Journal of Diabetes. 190-8. Glickman, Sacharko. 2007. Tai Chi &Qi Gong Managing Diabetes with Relaxation and Exercise. www.taichinetwork.org. Sholeh, M. 2006. Terapi salat tahajud: Menyembuhkan berbagai penyakit. Bandung: Mizan Publika. Wu Shu Fang. 2007. Effectiveness of self management for person with type 2 diabetes following the implementation of a self-efficacy enhancing intervention program in Taiwan. Queensland: Quensland university of Technology Xu Yu. 2004. Complementary & alternative therapies as physiology & modalities implication for nursing, education & research. Home health care management practice (1084-8223) :vol 1 74