Templat tesis dan disertasi

advertisement
ANALISIS WHOLE GENOME Klebsiella: GEN UNIK YANG
BERASOSIASI DENGAN ISOLAT DARI TEMPE INDONESIA
MAHALDIKA CESRANY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Whole Genome
Klebsiella: Gen Unik yang Berasosiasi dengan Isolat dari Tempe Indonesia adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017
Mahaldika Cesrany
NIM G351140011
RINGKASAN
MAHALDIKA CESRANY. Analisis Whole Genome Klebsiella: Gen Unik yang
Berasosiasi dengan Isolat dari Tempe Indonesia. Dibimbing oleh ANTONIUS
SUWANTO dan IMAN RUSMANA.
Tempe merupakan pangan fermentasi kedelai tradisional yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Selama proses fermentasi, tidak hanya
kapang Rhizopus spp. yang mempunyai peran sebagai inokulum, bakteri juga
memainkan peranan penting dalam peningkatan pembentukan rasa dan kandungan
nutrisi. Salah satu bakteri yang berperan penting dalam peningkatan nutrisi adalah
Klebsiella pneumoniae, bakteri penghasil vitamin B12. Klebsiella pneumoniae
selama ini tersebar di lingkungan, berasosiasi dengan tanaman dan manusia, serta
dikenal sebagai isolat medis, yang menunjukkan adanya fenotip mukoid.
Klebsiella pneumoniae isolat medis biasanya berasosiasi dengan manusia dan
dapat menyebabkan infeksi penyakit pada manusia. Namun, Klebisella pada
tempe tidak menunjukkan adanya fenotipe mukoid. Secara genetik, K.
pneumoniae pada tempe berbeda grup dengan K. pneumoniae medis
menggunakan analisis Enterobacterial Repetitive Intergenic Consensus Polymerase Chain Reaction (ERIC-PCR). Untuk mendapatkan informasi lebih
dalam tentang genetika yang mendasari perbedaan ini, dilakukan sekuensing
whole genome dari isolat tempe, yaitu IIEMP-3 dan IWJB-6. Teknik
bioinformatika digunakan untuk menginterpretasikan gen virulensi dan gen unik
yang dapat membedakan Klebsiella pada tempe.
Data whole genome Klebsiella IIEMP-3 dianotasi menggunakan software
Rapid Annotation of Transfer Tool (RATT). Sementara, perakitan genom
Klebsiella IWJB-6 dan proses anotasi genom menggunakan integrative bacterial
genome analysis for Ion Torrent sequence data (IonGAP). Selanjutnya data whole
genome divisualisasi dengan software BLAST Ring Image Generator (BRIG).
Hasil visualisasi BRIG digunakan sebagai acuan untuk memilih gen unik yang
dapat digunakan dalam perancangan primer untuk membedakan spesies Klebsiella
pada tempe. Gen tersebut dirancang menjadi sebuah primer menggunakan primer3
(http://primer3plus.com/cgi-bin/dev/primer3plus.cgi). Pasangan primer yang
didapatkan
kemudian
diverifikasi
dengan
NetPrimer
(http://www.premierbiosoft.com/netprimer/)
dan
Primer-BLAST
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/tools/primer-blast/). Selain primer dari gen unik,
primer lain juga digunakan seperti cbiG, rmpA, dan 16S rRNA.
Hasil pensejajaran menunjukkan bahwa gen virulensi, yaitu gen rmpA,
tidak terdapat pada isolat IIEMP-3 dan IWJB-6. Hal ini menunjukkan bahwa
Klebsiella pada tempe berbeda dengan isolat medis. Hasil tersebut diperkuat
dengan visualisasi menggunakan BRIG dengan referensi K. pneumoniae subsp.
pneumoniae NTUH-K2044 (GeneBank dengan nomor akses AP006725) dan K.
variicola At-22 (GeneBank dengan nomor akses CP001891). Profil BRIG
menunjukan bahwa magA, rmpA, irp1, dan irp2 tidak terdapat pada isolat IIEMP3, IWJB-6, dan K. variicola At-22. Selain itu, virB1-11 yang mengkodekan sistem
sekresi tipe IV (T4SS) tidak terdapat pada isolat IIEMP-3, IWJB-6, dan K.
variicola At-22. Berdasarkan hasil Polymerase Chain Reaction (PCR), semua
sampel DNA dari tempe Jakarta, Bogor, Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur,
Sulawesi, Kalimantan, IIEMP-3, dan IWJB-6 tidak mempunyai gen rmpA ketika
dibandingkan dengan isolat K. pneumoniae FK sebagai kontrol positif untuk isolat
virulen. Hasil pensejajaran juga menunjukkan bahwa protein resisten multidrug
terdapat pada isolat IIEMP-3 dan IWJB-6. Protein resistensi multidrug diduga
salah satu bentuk pertahanan untuk sejumlah antibakteri yang disekresikan oleh
Rhizopus spp.
Selain gen virulensi, analisis bioinformatika menunjukkan bahwa gen
cbiG ditemukan di semua spesies Klebsiella pada penelitian ini, yaitu K.
pneumoniae subsp. pneumoniae NTUH-K2044, K. variicola At-22, Klebsiella
IIEMP-3 dan IWJB-6. Semua DNA yang berasal dari tempe dan oncom
mempunyai gen cbiG sama seperti pada isolat IIEMP-3 dan IWJB-6. Namun
hanya tempe MWR yang tidak menunjukkan keberadaan gen cbiG. Tidak adanya
gen cbiG diduga tidak adanya Klebsiella atau vitamin B12 pada tempe ini.
Analisis BRIG menggunakan K. variicola At-22 sebagai referensi menunjukan
bahwa gen sdsA terdapat pada K. variicola At-22, namun gen tersebut tidak
ditemukan pada isolat IIEMP-3, IWJB-6, dan sembilan sampel tempe.
Penelitian ini membuktikan bahwa bakteri terlibat dalam fermentasi tempe
dan oncom yang dibuktikan melalui keberadaan 16S rRNA. Berdasarkan gen cbiG,
salah satu bakteri yang terlibat dalam fermentasi tempe dan oncom adalah
Klebsiella. Klebsiella pada tempe tidak berbahaya bagi manusia karena tidak
adanya gen rmpA, yaitu gen virulensi yang dimiliki oleh K. pneumoniae isolate
medis. Klebsiella pada tempe, yaitu isolat IIEMP-3 dan IWJB-6, melalui analisis
bioinformatika hampir menyerupai K. variicola At-22, namun yang membedakan
K. variicola At-22 dengan isolat IIEMP-3 dan IWJB-6 adalah keberadaan gen
sdsA. Gen sdsA ditemukan pada sepuluh sampel tempe dan oncom, yang
menunjukkan bahwa sepuluh sampel tempe dan oncom tersebut sama seperti
referensi, yaitu K. variicola At-22. Namun, sembilan sampel tempe dan isolat
IIEMP-3 serta IWJB-6 tidak memiliki gen sdsA, yang mengindikasikan Klebsiella
pada sampel tempe ini serta isolat IIEMP-3 dan IWJB-6 adalah subspesies
berbeda, dan diusulkan sebagai K. variicola subsp. tempehensis.
Kata kunci: Anotasi genom, faktor virulensi, Klebsiella variicola subsp.
tempehensis, sdsA.
SUMMARY
MAHALDIKA CESRANY. Whole Genome Analysis of Klebsiella: Unique
Genes Associated With Isolates from Indonesian Tempeh. Supervised by
ANTONIUS SUWANTO and IMAN RUSMANA.
Tempeh is an Indonesian indigenous soy fermented food which is also one
of the most important protein sources for most Indonesian. During the process of
fermentation, in addition to Rhizopus spp., bacteria also play important roles in
the formation of flavor and nutrient content. One of the bacteria that contributed
to tempeh nutrient content is Klebsiella pneumoniae, vitamin B12 producers.
Klebsiellla pneumoniae was found in the diverse environment, associated with
plant and human, and is known as human pathogens that show the mucoid
phenotype. Klebsiella pneumoniae of medical isolates usually associated with
human and cause infectious disease in human. Klebsiella was also found in
tempeh and these isolates usually did not indicate the presence of mucoid
phenotype. In previous study, these isolates usually did not indicate the presence
of mucoid phenotype. Genetically, based on 16S rRNA followed by
Enterobacterial Repetitive Intergenic Consensus - Polymerase Chain Reaction
(ERIC-PCR), K. pneumoniae from tempeh were different from those of medical
isolates. To obtain deeper information on the genetics underlying these differences,
we sequenced the whole genome of tempeh isolates, i.e. IIEMP-3 and IWJB-6.
Bioinformatics techniques used to interpret the virulence gene and unique gene
that can distinguish Klebsiella in tempeh.
Klebsiella IIEMP-3 whole genome data was annotated employing Rapid
Annotation of Transfer Tool (RATT) software. Meanwhile, IWJB-6 genome
assembly and genome annotation process were done employing integrative
bacterial genome analysis for Ion Torrent sequence data (IonGAP). The genome
assembly of Klebsiella IIEMP-3 and IWJB-6 were visualized by BLAST Ring
Image Generator (BRIG) software. BRIG result was used as a reference to choose
the genes that could be used for PCR primer design. The primers were used to
group the diversity of Klebsiella isolates from tempeh. The gene or specific
sequences that could be used to distinguish the diversity of Klebsiella from
tempeh were further analyzed to construct specific pairs of primers by primer3
(http://primer3plus.com/cgi-bin/dev/primer3plus.cgi). Primer pairs were verified
by NetPrimer (http://www.premierbiosoft.com/netprimer/) and Primer-BLAST
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/tools/primer-blast/). Besides primer from unique
gene, the other primers used in this study, i.e. cbiG, rmpA, and 16S rRNA.
The alignment showed that the virulence genes, i.e. rmpA gene, were absent
in IIEMP-3 and IWJB-6. This is showed that Klebsiella in tempeh different with
medical isolates. These result is reinforced by visualization employing BRIG with
reference K. pneumoniae subsp. pneumoniae NTUH-K2044 (GeneBank with
accesion number AP006725) and K. variicola At-22 (GeneBank with accession
number CP001891). The BRIG profile showed that there was no magA, rmpA,
irp1, irp2 genes on Klebsiella IIEMP-3, IWJB-6, and K. variicola At-22.
Additionaly, virB1-11 that encodes a type IV system secretion (T4SS) was not
found in IIEMP-3 isolate, IWJB-6 isolate, and K. variicola At-22. Based on
Polymerase Chain Reaction (PCR), all of DNA samples from tempeh Jakarta,
Bogor, Central Java, Jogjakarta, East Java, Sulawesi, Kalimantan, IIEMP-3, and
IWJB-6 did not contain rmpA gene when compared to K. pneumoniae FK as a
positive control for virulent isolate. The alignment also showed that multidrug
resistance protein present in IIEMP-3 and IWJB-6 isolates. Multidrug resistance
protein might be one form of defense to a number of antibacterial secreted by
Rhizopus spp. in tempeh.
Besides virulence gene, bioinformatics analysis showed that cbiG gene
was found in all of Klebsiella species in this study; i.e. K. pneumoniae subsp.
pneumoniae NTUH-K2044, K. variicola At-22, Klebsiella IIEMP-3 and IWJB-6.
All of DNA derived from tempeh samples contain cbiG gene similar to the ones in
IIEMP-3 and IWJB-6. However, MWR tempeh was the only tempeh that was
failed to show cbiG. The absent of cbiG gene in MWR might indicate the absence
of Klebsiella or vitamin B12 in this tempeh. The BRIG analysis employing K.
variicola At-22 as a reference showed that sdsA gene was found in K. variicola
At-22, but absent in Klebsiella IIEMP-3 and IWJB-6.
This research confirmed that bacteria involved in tempeh and oncom
fermentation which is shown by 16S rRNA. Based on cbiG gene, one of the
bacteria that involved in tempeh and oncom fermentation is Klebsiella. Klebsiella
in tempeh and oncom harmless to human because rmpA gene, virulence gene that
owned by K. pneumoniae medical isolates, was absent in IIEMP-3 isolates, IWJB6 isolates, tempeh and oncom samples. Klebsiella in tempeh, i.e IIEMP-3 and
IWJB isolates, through bioinformatics analysis is almost like K. variicola At-22,
but the difference K. variicola At-22 with IIEMP-3 and IWJB-6 isolates are the
presence of sdsA gene. sdsA gene found in ten tempeh and oncom samples, which
showed that ten tempeh and oncom samples same like the reference, i.e. K.
variicola At-22. However, nine tempeh samples, IIEMP-3 and IWJB-6 isolates
did not have sdsA gene, which indicated Klebsiella in this tempeh as well as
isolates IIEMP-3 and IWJB-6 were different subspecies, and proposed them to be
grouped as K. variicola subsp. tempehensis.
Keywords: Genome annotation, Klebsiella variicola subsp. tempehensis, sdsA,
virulence factor.
.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS WHOLE GENOME Klebsiella: GEN UNIK YANG
BERASOSIASI DENGAN ISOLAT DARI TEMPE INDONESIA
MAHALDIKA CESRANY
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji luar komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Made Astawan, MS
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus untuk penyertaan, berkat,
dan cinta yang telah diberikan kepada penulis dari awal penelitian hingga
selesainya tesis ini. Penelitian yang berjudul Analisis Whole Genome Klebsiella:
Gen Unik yang berasosiasi dengan Isolat dari Tempe Indonesia dilaksanakan pada
bulan November 2015 - September 2016 di Laboratorium Bioinformatika PT.
Wilmar Benih, Cikarang; Laboratorium Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta;
dan Laboratorium Mikrobiologi, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Antonius Suwanto,
MSc dan Dr Ir Iman Rusmana, MSi selaku komisi pembimbing atas arahan dan
bimbingannya selama proses penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada Prof Dr Made Astawan, MS selaku penguji
luar komisi dan Dr Ir Rika Raffiudin, MSi selaku perwakilan Program Studi
Mikrobiologi atas diskusi dan saran yang diberikan.
Ungkapan terima kasih kepada orang tua tercinta dan seluruh anggota
keluarga atas limpahan kasih sayang, doa dan dukungan yang tak pernah berhenti.
Kepada rekan-rekan mikrobiologi 2014, Musuh PowerRanger Crew, Yongkru, Bu
Retno, dan seluruh personel Laboratorium Mikrobiogi penulis mengucapkan
terima kasih atas kerjasama, dukungan serta berbagai saran yang diberikan.
Penulis menyadari karya ilmiah ini jauh dari sempurna. Penulis berharap
semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
Bogor, Januari 2017
Mahaldika Cesrany
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
1
1
2
2
2
Tempe
Klebsiella
Bioinformatika
3 METODE
2
3
4
5
Kerangka Penelitian
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Koleksi Sampel
5
6
6
6
6
Anotasi Genom
6
BLAST Ring Image Generator (BRIG)
6
Desain Primer Polymerase Chain Reaction (PCR)
7
Preparasi DNA
7
PCR
7
4 HASIL
8
5 PEMBAHASAN
13
6 SIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
22
DAFTAR TABEL
1 Daftar primer PCR
2 Data anotasi genom menggunakan RATT dan IonGAP
3 Gambaran umum genom K. pneumoniae subsp. pneumoniae NTUHK2044, K. variicola At-22, Klebsiella IIEMP-3, dan IWJB-6
4 Keberadaan 16S rRNA, gen cbiG, gen rmpA, dan gen sdsA pada
beberapa isolat Klebsiella dan sampel tempe
7
8
10
10
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alur penelitian
2 Perbandingan whole genome dari K. variicola At-22, Klebsiella
IIEMP-3, IWJB-6, dan NTUH-K2044 berdasarkan analisis BRIG.
Sekuens pada daerah A hanya terdapat di K. pneumoniae subsp.
pneumoniae NTUH-K2044, yang mana terdapat hypothetical protein
dan conserved hypothetical protein dibandingkan dengan K. variicola
At-22, IIEMP-3, dan IWJB-6
3 Gen cbiG terdapat pada semua spesies Klebsiella berdasarkan analisis
BRIG
4 Perbandingan gen sdsA pada NTUH-K2044, At-22, IIEMP-3, dan
IWJB-6 melalui analisis BRIG
5
9
11
12
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Verifikasi primer dengan Primer-BLAST
Hasil PCR dan elektroforesis gen cbiG
Hasil PCR dan elektroforesis gen rmpA
Hasil PCR dan elektroforesis gen sdsA
20
21
21
21
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tempe merupakan pangan fermentasi kedelai tradisional yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Rhizopus spp. merupakan inokulum yang
digunakan dalam proses fermentasi tempe. Rhizopus spp. menghasilkan protease
yang mempunyai peranan penting dalam memecah kotiledon kedelai (Astuti et al.
2000; Nout dan Kiers 2005; Sher et al. 2011). Selain kapang, terdapat bakteri
yang mempunyai peranan dalam meningkatkan kandungan nutrisi. Pada tempe,
salah satu bakteri yang ikut berperan adalah Klebsiella pneumoniae yang
menghasilkan vitamin B12 (Keuth dan Bisping 1994).
Klebsiella, khususnya K. pneumoniae selama ini tersebar di lingkungan,
berasosiasi dengan tanaman dan manusia, serta dikenal sebagai isolat medis, yang
menunjukkan adanya fenotip mukoid. K. pneumoniae medis biasanya berasosiasi
dengan manusia dan dapat menyebabkan infeksi penyakit pada manusia (Holt et
al. 2015). Fenotip mukoid yang terdapat pada K. pneumoniae medis mempunyai
tujuan agar bakteri tidak dapat difagositosis (Simpson et al. 1988). Gen yang
berperan dalam produksi fenotip mukoid pada K. pneumoniae medis, diantaranya
mucoviscosity associated gene A (magA) dan regulator of fenotipe mucoid (rmpA)
(Nassif et al. 1989; Fang et al. 2004).
Klebsiella juga ditemukan pada tempe yang secara fenotip tidak
menunjukkan adanya fenotipe mukoid. Secara genetik, K. pneumoniae pada
tempe berbeda grup dengan K. pneumoniae medis menggunakan analisis
Enterobacterial Repetitive Intergenic Consensus - Polymerase Chain Reaction
(ERIC-PCR) (Ayu et al. 2014). Untuk mendapatkan informasi lebih dalam
tentang genetika yang mendasari perbedaan ini, dilakukan sekuensing whole
genome dari isolat tempe, yaitu IIEMP-3 dan IWJB-6.
Teknik bioinformatika diusulkan sebagai pendekatan yang kuat untuk
mengamati whole genome dari suatu mikroorganisme. Data whole genome dari
Klebsiella IIEMP-3 dan IWJB-6 digunakan untuk mengetahui keberadaan gen
virulensi dan gen lain yang dapat membedakan keragaman Klebsiella dari tempe.
Sekuens genom IIEMP-3 yang digunakan terdapat di GeneBank dengan nomor
akses LMAP00000000 (Yulandi et al. 2016). Interpretasi data dengan anotasi
genom menggunakan software Rapid Annotation of Transfer Tool (RATT) dan
integrative bacterial genome analysis for Ion Torrent sequence data (IonGAP).
Data whole genome divisualisasi dengan software BLAST Ring Image Generator
(BRIG). Teknik ini diharapkan dapat memverifikasi gen virulensi pada Klebsiella
dari tempe dan sebagai pedoman untuk merancang primer yang dapat digunakan
untuk menguji Klebsiella yang terdapat pada tempe berbeda dengan K.
pneumoniae.
Perumusan Masalah
Tempe merupakan pangan fermentasi kedelai tradisional yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Selama proses fermentasi, selain Rhizopus
spp. yang berperan sebagai inokulum, bakteri juga memainkan peranan penting
dalam pembentukkan kandungan nutrisi dan rasa. Klebsiella, salah satu bakteri
2
yang terdapat pada tempe, mempunyai peranan penting dalam menghasilkan
vitamin B12. Selama ini Klebsiella, terutama K. pneumoniae, hanya diketahui
sebagai isolat medis yang mempunyai fenotipe mukoid serta menyebabkan infeksi
penyakit. Namun berbeda halnya dengan Klebsiella pada tempe. Klebsiella pada
tempe tidak mempunyai fenotipe mukoid dan berbeda grup dengan K.
pneumoniae isolate medis melalui analisis ERIC-PCR. Hal inilah yang menjadi
dasar penelitian untuk membuktikan Klebsiella pada tempe tidak mempunyai gen
virulensi dan Klebsiella pada tempe berbeda dengan K. pneumoniae.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan Klebsiella pada tempe
tidak virulen dan mencari gen unik yang dapat membedakan Klebsiella yang
terdapat pada tempe.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa Klebsiella
asal tempe berbeda dengan K. pneumoniae medis sehingga dapat dijadikan
referensi mengenai tidak adanya penyakit infeksi yang berasosiasi dengan
Klebsiella pada tempe.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tempe
Tempe merupakan pangan fermentasi tradisional yang banyak dikonsumsi
oleh masyarakat Indonesia. Bahan untuk pembuatan tempe berasal dari kedelai,
namun legume dan biji-bijian dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan
tempe (Astuti et al. 2000). Secara umum pembuatan tempe dilakukan dengan cara
perendaman kedelai di dalam air, penghilangan kulit ari kedelai, pengukusan
kotiledon, pendinginan kedelai, penginokulasian inokulum tradisional, dan
fermentasi pada suhu 30 - 37 oC selama 40 – 48 jam (Nout et al. 1992). Inokulum
tradisional pada tempe dibuat dengan cara diletakkan di dalam daun waru
(Hibiscus tiliaceus). Namun, inokulum tradisional seperti ini sudah jarang
ditemukan dalam proses pembuatan tempe. Dewasa ini, hampir semua pengrajin
tempe menggunakan inokulum yang berasal dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), yaitu LaPrima.
Di Indonesia, pembuatan tempe tidak mempunyai standar yang pasti
sehingga tempe yang dihasilkan dari satu tempat dengan tempat yang lain
bervariasi (Astuti et al. 2000). Metode pembuatan tempe yang bervariasi
mempengaruhi komunitas bakteri yang dibuktikan dengan hasil Amplified
Ribosomal Intergenic Sequence Analysis (ARISA) yang menunjukkan perbedaan
komunitas bakteri antara daerah Bogor, Ambon, Malang, dan Sidoarjo (Seumahu
et al. 2013). Komunitas bakteri pada makanan fermentasi mempunyai peranan
penting terhadap rasa yang dihasilkan. Hasil identifikasi berdasarkan gen 16S
rRNA yang berasal dari air rendaman dan tempe segar menunjukkan bahwa
3
bakteri yang dominan terhadap rasa pahit adalah Acetobacter indonesiensis,
Bacillus subtilis, Klebsiella pneumoniae, dan Flavobacterium sp. dibandingkan
dengan tempe yang tidak mempunyai rasa pahit (Barus et al. 2008). Selain
mempengaruhi rasa, komunitas bakteri juga berperan penting dalam
pembentukkan kandungan nutrisi pada tempe, salah satunya vitamin B12 yang
dihasilkan oleh K. pneumoniae dan Citrobacter freundii (Keuth dan Bisping
1994).
Klebsiella
Klebsiella tergolong ke dalam famili Enterobacteriaceae dan merupakan
bakteri Gram negatif. K. pneumoniae secara genetik terbagi menjadi phylogroup
berbeda. Hal ini dikarenakan ekologi K. pneumoniae terbagi menjadi niches
berbeda. Phylogroup dari K. pneumoniae, antara lain KpI, KpII, dan KpIII. KpI
merupakan K. pneumoniae yang berasosiasi dengan infeksi pada mamalia,
contohnya K. pneumoniae subsp. pneumoniae NTUH-K2044. KpII hanya
ditemukan pada manusia, tetapi tingkat patogenisitasnya rendah dibandingkan
dengan KpI. Sementara KpIII merupakan spesies yang berasosiasi dengan
pemfiksasi nitrogen pada tanaman, dikenal sebagai K. variicola (Holt et al. 2015).
K. pneumoniae medis, KpI, dikenal sebagai bakteri patogen oportunistik
yang berasosisasi dengan infeksi saluran kencing, pneumonia, dan septisemia
(Podschun dan Ullmann 1998). Secara fenotip, K. pneumoniae menunjukkan sifat
mukoid. Penampakan mukoid pada koloni K. pneumoniae ditunjukkan ketika
koloni disentuh oleh loop dan loop diangkat ke atas, mukoid pada K. pneumoniae
akan ikut terangkat dan tidak akan terputus (Yu et al. 2007). Fenotip mukoid yang
terdapat pada K. pneumoniae medis mempunyai tujuan agar bakteri tidak dapat
difagositosis (Simpson et al. 1988)
Banyak gen yang berperan penting dalam pembentukan mukoid. Gen magA
adalah gen virulensi yang terdapat pada DNA genom dan hanya dapat digunakan
untuk mendeteksi serotipe K1 yang menyebabkan liver abscess (Yu et al. 2006).
Gen magA berukuran 1.2 kb dan protein MagA diprediksi berukuran 43-kDa
dengan menggunakan western blotting. Delesi 20 asam amino (asam amino 338357) pada situs penempelan lipid menghasilkan mutan yang tidak mempunyai
magA (magA-). Mutan magA- menyebabkan K. pneumoniae kehilangan sifat
mukoidnya sehingga bersifat avirulen dan dapat difagositosis (Fang et al. 2004).
Gen lain ikut terlibat dalam fenotip mukoid dan menyebabkan virulensi. Hal
ini dibuktikan pada deteksi non-liver pyogenic, didapatkan hasil gen magA negatif
dan gen rmpA positif (Yu et al. 2006). RmpA memainkan peranan penting dalam
ekspresi kapsular polisakarida CPS (Cheng et al. 2010). Aspek mukoid dari
koloni K. pneumoniae merupakan fenotipe yang berkorelasi dengan kehadiran
plasmid virulen berukuran 180-kb (Nassif dan Sansonetti 1986). Plasmid tersebut
bersifat non-self-transmissible dan mengandung beberapa jenis gen yang
berhubungan dengan virulen, salah satunya rmpA2 (homolog dari rmpA) dan gen
pengkode aerobactin untuk pengambilan besi (Nassif et al. 1989; Chen et al.
2004). Gen rmpA ini berukuran 536 kb dan gen ini mempunyai fungsi sebagai
protein regulator yang mengendalikan gen kromosom yang terlibat langsung
dalam fenotipe mukoid (Nassif et al. 1989). Isolat rmpA negatif menunjukkan
kurang resistan terhadap fagositosis dan kurang virulen dibandingkan dengan
4
isolat rmpA positif (Yeh et al. 2007). Gen rmpA terdapat pada K. pneumoniae
serotype lain sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi virulensi dari K.
pneumoniae non-serotipe K1 (Yu et al. 2006).
Berbeda dengan K. pneumoniae medis, hasil penelitian terdahulu mengenai
Klebsiella yang berasal dari tempe dengan pendeteksian menggunakan gen
enterotoksin, yang dihasilkan oleh beberapa strain dari famili Enterobacteriaceae,
menunjukkan bahwa Klebsiella yang berasosiasi dengan tempe tidak terdapat gen
enterotoksin sehingga aman untuk dikonsumsi (Keuth dan Bisping 1994).
Penelitian tersebut didukung oleh penelitian terbaru dengan menggunakan isolat
Klebsiella asal tempe, IIEMP-3 dan IWJB-6, yang diisolasi dari tempe Bogor,
Jawa Barat, Indonesia. Pertumbuhan Klebsiella IIEMP-3 dan IWJB-6 pada media
EMB menunjukan morfologi koloni sama seperti K. pneumoniae pada umumnya,
yaitu berbentuk bulat dan berwarna ungu kegelapan ditengah. Namun, isolat
Klebsiella IIEMP-3 dan IWJB-6 tidak menunjukkan fenotipe mukoid seperti pada
K. pneumoniae medis. Berdasarkan gen 16S rRNA yang diikuti dengan ERICPCR, isolat K. pneumoniae yang berasal dari tempe berbeda grup dengan K.
pneumoniae medis (Ayu et al. 2014).
Bioinformatika
Dewasa ini, teknik bioinformatika diusulkan sebagai pendekatan yang kuat
untuk mengamati whole genome dari suatu mikroorganisme. Teknologi yang
digunakan dalam mengamati whole genome adalah sekuensing DNA. Sekuensing
DNA dapat membantu para ahli biologi dan pemerhati kesehatan untuk kloning
molekuler, breeding, menemukan gen patogen, membandingkan, dan mempelajari
evolusi (Liu et al. 2012). Interpretasi dari data genom baru membutuhkan suatu
anotasi, yang mana berfungsi untuk mengetahui gen yang terdapat pada daerah
ekson. Rapid Annotation of Transfer Tool (RATT) adalah suatu program untuk
melakukan anotasi secara cepat tanpa perlu melakukan anotasi de novo. Program
ini dapat digunakan diantara sekuens yang mempunyai relasi dekat, baik untuk
transfer anotasi antara versi yang berurutan dari draft genom, atau untuk anotasi
strain atau spesies baru (Otto et al. 2011).
Selain RATT, akan digunakan analisis genom lain, yakni integrative
bacterial genome analysis for Ion Torrent sequence data (IonGAP), BRIG dan
software Geneious yang mengacu pada primer3. IonGAP adalah sebuah web yang
didesain untuk menganalisis whole genome bakteri berdasarkan data sekuens Ion
Torrent. IonGAP juga dapat digunakan untuk melakukan anotasi genom dan
klasifikasi bakteri (Baez-Ortega et al. 2015).
BRIG digunakan untuk menggambarkan informasi suatu sekuens genom
hasil dari next-generation sequencing (NGS). BRIG menggunakan CG View
untuk image rendering dan basic local alignment tools (BLAST) dan menunjukan
perbandingan multiple genom dalam satu gambar. Pengguna mampu memperjelas
daerah referensi genom dengan menggunakan custom anotasi dengan memberikan
spesifikasi label teks, warna, dan posisi secara manual (Alikhan et al. 2011).
Perancangan primer merupakan suatu aktivitas penting dalam bidang
molekuler. Software yang digunakan dalam perancangan primer adalah software
Geneious yang mengacu pada primer3. Geneious merupakan software
bioinformatika yang dapat digunakan untuk merancang primer, molekular kloning,
5
alignment, dan analisis sekuens. Primer3 adalah program komputer yang
digunakan untuk merancang dan memilih suatu primer dari beberapa sekuens.
Dalam perancangan pasangan primer, primer3 mempertimbangkan banyak faktor,
seperti temperature melting (Tm), panjang sekuens, stabilitas ujung 3’, ukuran
primer, pembentukan primer-dimer antara pasangan primer, dan perkiraan ada
atau tidaknya struktur sekunder (Rozen dan Skaletsky 2000).
Pasangan primer dianalisis menggunakan NetPrimer pada situs Premier
BIOSOFT dan Primer-BLAST pada situs national center for biotechnology
information (NCBI). NetPrimer merupakan perangkat lunak online untuk
memastikan prediksi Tm dari masing-masing pasangan primer akurat dan
meminimalisir terjadinya pembentukan primer dimer, seperti hairpin, self-dimer,
dan cross-dimer yang akan mengganggu proses annealing pada template. PrimerBLAST merupakan sebuah perangkat lunak online yang bertujuan untuk
membantu pengguna dalam mendeteksi target spesifik baik pada primer yang
akan dirancang maupun primer yang sudah dirancang sebelumnya (Ye et al. 2012).
3 METODE
Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini meliputi anotasi genom hingga uji PCR hasil desain
primer pada Klebsiella asal tempe (Gambar 1).
Gambar 1 Diagram alur penelitian
6
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2015 – September 2016.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioinformatika PT. Wilmar Benih,
Cikarang; Laboratorium Bioinformatika Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta;
dan Laboratorium Mikrobiologi, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah isolat Klebsiella IIEMP-3, IWJB-6, dan K.
pneumoniae FK yang diperoleh dari hasil isolasi Ayu et al. (2014). Media
peremajaan isolat yaitu Luria Broth (LB) dan Luria Agar (LA). Kit isolasi DNA
total isolat dan tempe dari Geneaid dan MOBIO. Alat yang digunakan adalah
Laminar Air Flow (LAF), sentrifugator, vortex, Thermal cycler, mesin elektroforesis,
inkubator bergoyang serta alat-alat yang umum digunakan dalam percobaan
mikrobiologi.
Prosedur Penelitian
Koleksi Sampel
Sampel tempe didapatkan dari Jakarta (KA, KOP, KJA, RA, dan CA); Jawa
Barat (MWR dan CIO); Jawa Tengah (BTG dan CPU); Jogjakarta (SLM); Jawa
Timur (SU, MA, PA, GW, dan PCTN); Sulawesi (MKS dan TRJ); dan
Kalimantan (BP). Sementara sampel oncom didapatkan dari Bogor (CB). Oncom
adalah salah satu makanan fermentasi tradisional dari Jawa Barat yang melibatkan
beberapa fungi dengan substrat menggunakan limbah tahu dan sisa limbah kacang
(Surono 2016). Sampel tempe dan oncom didapatkan dalam kondisi baru dan
dibungkus dengan plastik, kemudian dilapisi dengan kertas koran untuk
mengurangi panas selama transportasi. Tempe dan oncom yang digunakan dalam
penelitian ini dari periode inkubasi yang sama, yaitu 48 jam.
Anotasi Genom
Proses assembly genom Klebsiella IIEMP-3 telah dilakukan dengan
Velvet versi 1.2.07 dan dievaluasi dengan REAPR (Yulandi et al. 2016). Genom
Klebsiella IIEMP-3 dilakukan proses anotasi menggunakan RATT. Referensi
untuk proses ini digunakan K. pneumonie subsp. pneumoniae NTUH-K2044 dan
K. variicola At-22. RATT adalah algoritma berdasarkan synteny yang mentransfer
anotasi dalam menit dari genom referensi menjadi rancangan perakitan genom
(Otto et al. 2011). Sementara genom Klebsiella IWJB-6 diassembly dan dianotasi
menggunakan open resource web dari IonGAP (Baez-Ortega et al. 2015).
BLAST Ring Image Generator (BRIG)
Untuk melihat gen virulensi dan gen lain, hasil assembly genom
Klebsiella IIEMP-3 dan IWJB-6 dibandingkan dengan K. pneumoniae subsp.
pneumoniae NTUH-K2044 (GeneBank dengan nomor akses AP006725) dan K.
variicola At-22 (GeneBank dengan nomor akses CP001891) dengan
menggunakan software BRIG mengacu pada protokol Alikhan et al. (2011). Hasil
BRIG ini nantinya digunakan sebagai acuan untuk memilih gen yang dapat
digunakan dalam perancangan primer.
7
Desain Primer Polymerase Chain Reaction (PCR)
Sekuens spesifik yang digunakan untuk membedakan Klebsiella dari tempe
dianalisis lebih lanjut untuk membuat sepasang primer oleh primer3
(http://primer3plus.com/cgi-bin/dev/primer3plus.cgi) (Rozen dan Skaletsky 2000).
Pasangan
primer
diverifikasi
dengan
NetPrimer
(http://www.premierbiosoft.com/netprimer/)
dan
Primer-BLAST
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/tools/primer-blast/). Pasangan primer dari primer
baru digunakan untuk mengamplifikasi gen sdsA adalah sdsA-F 5’AGCATCTCGTCGAGCTTAGC
-3’
dan
sdsA-R
5’TCGCTGGAGAAACAGTGGTC-3’. Primer lain yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu 16S rRNA, rmpA, dan cbiG (Tabel 1). cbiG terlibat dalam
sintesis enzim dari biosintesis vitamin B12 digunakan sebagai spesifik marker dari
Klebsiella (Alvin 2014). rmpA digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan gen
virulensi yang bertanggung jawab untuk fenotip mukoid pada Klebsiella (Nassif et
al. 1989), sementara 16S rRNA digunakan sebagai kontrol positif untuk
amplifikasi DNA bakteri (Marchesi et al. 1998).
Tabel 1 Daftar primer PCR
Gen
Primer
Oligonukleotida
16S
rRNA
63f
1387r
5′-CAGGCCTAACACATGCAAGTC3′
5′-GGGCGGWGTGTACAAGGC-3′
cbiG
cbiG-F
cbiGR
rmpA
F
rmpA
R
5’-TGCTGCCGCTCACCTGCTAC-3’
5’-GCAACCCCGGCTCGTTTGC-3’
rmpA
5’-ACTGGGCTACCTCTGCTTCA-3’
5’-CTTGCATGAGCCATCTTTCA-3’
Ukuran Sumber
amplikon
(bp)
1300
(March
esi et
al.
1998)
755
(Alvin
2014)
536
(Nassif
et al.
1989)
Preparasi DNA
Klebsiella pneumoniae FK, Klebsiella IIEMP-3, dan IWJB-6 diremajakan
dalam Luria Broth (LB) pada suhu 37 ˚C overnight (Ayu et al., 2014). DNA total
isolat Klebsiella diisolasi menggunakan Presto™ Mini gDNA Bacteria Kit
(Geneaid Biotech Ltd, Taiwan). Klebsiella pneumoniae FK digunakan sebagai
kontrol positif untuk gen virulensi.Total DNA dari tempe dan oncom diekstraksi
menggunakan Power Food® Microbial DNA Isolation Kit (MOBIO, Kanada).
PCR
Mix PCR disiapkan dengan volume akhir 10 µL yang berisi 5 µL KAPA2G
Robust HotStart (KAPABiosystems, MA, USA), 10 рmol primer forward dan
reverse, 100 ng DNA template, dan nuclease free water (Promega, WI, USA).
Amplifikasi dilakukan menggunakan PCR (Applied Biosystems 2720 Thermal
Cycler; Life Technologies, CA, USA; GeneAmp PCR System 2400; PerkinElmer,
8
MA, USA) dengan kondisi PCR yang telah ditentukan. Setelah proses amplifikasi
selesai, sampel dianalisis menggunakan elektroforesis dengan gel agarosa 1%
(w/v) dalam 1x TAE buffer. Gel agarosa divisualisasi dibawah sinar UV
(Biometra T1; Biometra, Göttingen, DE).
4 HASIL
Whole genome dari isolat IIEMP-3 dan IWJB-6 dianalisis menggunakan
RATT dan IonGAP untuk mengidentifikasi gen virulensi (Tabel 2). Hasil
pensejajaran menunjukan bahwa gen virulensi tidak terdapat pada isolat IIEMP-3
dan IWJB-6 yang menunjukkan bahwa Klebsiella dari tempe berbeda dengan
isolat medis, sementara protein resistensi multidrug terdapat pada isolate IIEMP-3
dan IWJB-6. Protein resisten multidrug diduga salah satu bentuk pertahanan
terhadap sejumlah antibakteri yang disekresikan oleh Rhizopus spp. di tempe.
Tabel 2 Data anotasi genom menggunakan RATT dan IonGAP
Gen atau proteina
Bakteri
virB1-11
magA
rmpA
K.
pneumoniae
subsp.
pneumoniae NTUH-K2044
K. variicola At-22
A
A
A
Protein
resisten
multidrug
A
TA
TA
TA
A
Klebsiella IIEMP-3
TA
TA
TA
A
Klebsiella IWJB-6
TA
TA
TA
A
a
A menandakan adanya gen atau protein; TA menandakan tidak adanya gen atau
protein.
Perbedaan yang terdapat pada isolat IIEMP-3 dan IWJB-6 diperkuat dengan
visualisasi menggunakan BRIG dengan referensi K. pneumoniae subsp.
pneumoniae NTUH-K2044 dan K. variicola At-22. Hasil BRIG menunjukkan
tidak adanya gen virulensi magA, rmpA, irp1, irp2 pada Klebsiella IIEMP-3,
IWJB-6, dan K. variicola At-22 (Gambar 2).
9
Gambar 2 Perbandingan whole genome dari K. variicola At-22, Klebsiella IIEMP-3,
IWJB-6, dan NTUH-K2044 berdasarkan analisis BRIG. Sekuens pada
daerah A hanya terdapat di K. pneumoniae subsp. pneumoniae NTUHK2044, yang mana terdapat hypothetical protein dan conserved
hypothetical protein dibandingkan dengan K. variicola At-22, IIEMP-3,
dan IWJB-6
Genom isolat Klebsiella IIEMP-3 dan IWJB-6 juga menunjukkan tidak
adanya gen virB1-11, yang mengkodekan sekresi Sistem Sekresi Tipe IV (T4SS).
Profil BRIG juga menunjukkan bahwa K. variicola At-22, isolat IIEMP-3, dan
IWJB-6 tidak menunjukkan gen virB1-11, yang mengkodekan T4SS (Gambar 2).
Gambaran umum dari K. pneumoniae subsp. pneumoniae NTUH-K-2044, K.
variicola At-22, isolat IIEMP-3, dan IWJB-6 menunjukkan bahwa semua
parameter sama (Tabel 3).
10
Tabel 3 Gambaran umum genom K. pneumoniae subsp. pneumoniae NTUHK2044, K. variicola At-22, Klebsiella IIEMP-3, dan IWJB-6
Microbes
K.
pneumoniae
subsp.
pneumoniae NTUH-K2044
K. variicola At-22
Klebsiella IIEMP-3
Klebsiella IWJB-6
Ukuran
genom (bp)
5248520
Coding DNA
sequence
5006
Kandungan
G+C (%)
57.7
5458505
5362779
5159329
4979
5096
4911
57.6
57.8
57.5
Hasil PCR juga menunjukkan bahwa semua sampel DNA dari tempe Jakarta,
Bogor, Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur, Sulawesi, Kalimantan, IIEMP-3,
dan IWJB-6 tidak mempunyai gen rmpA ketika dibandingkan dengan K.
pneumoniae FK sebagai kontrol positif untuk isolat virulen (Tabel 4).
Tabel 4 Keberadaan 16S rRNA, gen cbiG, gen rmpA, dan gen sdsA pada
beberapa isolat Klebsiella dan sampel tempe
Isolat
bakteri/sampel
tempe
Klebsiella IIEMP-3
Klebsiella IWJB-6
K. pneumoniae FK
Oncom CB
Tempe KA
Tempe KOP
Tempe KJA
Tempe RA
Tempe CA
Tempe CIO
Tempe MWR
Tempe BTG
Tempe CPU
Tempe SLM
Tempe SU
Tempe MA
Sumber
isolat/sampel
tempe
(Ayu et al. 2014)
(Ayu et al. 2014)
(Ayu et al. 2014)
Ciomas – Bogor
Karet – Jakarta
Pusat
Kopro – Jakarta
Barat
Koja – Jakarta
Utara
Ranco – Jakarta
Selatan
Cakung – Jakarta
Timur
Ciomas – Bogor
Mawar – Bogor
Batang – Jawa
Tengah
Cepu – Jawa
Tengah
Sleman –
Jogjakarta
Sukorejo – Jawa
Timur
Malang – Jawa
Timur
16S rRNA
Gena
cbiG
rmpA
sdsA
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+*
+
+
-
+
+
+
-
+*
+
+
-
-
+
+
-
+
+
+
+
+
+
-
-
+
+
-
+*
+
+
-
-
+
+
-
+*
+
+
-
-
11
Lanjutan Tabel 4
Isolat
bakteri/sampel
tempe
Tempe PA
Tempe GW
Sumber isolat/sampel
tempe
Gena
16S rRNA
cbiG
rmpA
sdsA
Pasuruan – Jawa Timur
+
+
Gedong Wetan – Jawa
+
+
Timur
Tempe PCTN
Pacitan – Jawa Timur
+
+
+
Tempe MKS
Makassar – Sulawesi
+
+
Selatan
Tempe TRJ
Toraja – Sulawesi
+
+
+
Selatan
Tempe BP
Balikpapan – Kalimantan
+
+
+*
Timur
a
+ menandakan adanya produk PCR; +* menandakan adanya produk PCR, tapi
pita sangat tipis; - menandakan tidak adanya produk PCR.
Selain gen virulensi, analisis bioinformatika menunjukkan bahwa gen cbiG
ditemukan di semua spesies Klebsiella pada penelitian ini; yaitu K. pneumoniae
subsp. pneumoniae NTUH-K2044, K. variicola At-22, Klebsiella IIEMP-3, dan
IWJB-6 (Gambar 3). PCR dengan primer spesifik menunjukkan bahwa semua
sampel DNA yang berasal dari tempe termasuk oncom, mempunyai sekuens gen
cbiG. Pita DNA gen cbiG pada gel agarosa tebal dan mempunyai ukuran 755 bp.
Hanya tempe MWR yang tidak menunjukan gen cbiG (Tabel 4). Tidak adanya
gen cbiG pada MWR diduga tidak adanya Klebsiella atau vitamin B12 pada
tempe ini (Alvin 2014).
Gambar 3 Gen cbiG terdapat pada semua spesies Klebsiella berdasarkan
analisis BRIG
12
Analisis BRIG menggunakan K. variicola At-22 sebagai referensi
menunjukkan bahwa gen sdsA ditemukan pada K. variicola At-22, tetapi tidak
ditemukan pada Klebsiella IIEMP-3 dan IWJB-6 (Gambar 4). Namun, pada K.
pneumoniae subsp. pneumoniae NTUH-K2044 gen sdsA hanya berupa sebagian
gen saja. Primer spesifik dirancang untuk mengamplifikasi daerah ini pada
kromosom K. variicola At-22. Primer tersebut juga digunakan untuk melihat gen
ini pada isolat IIEMP-3 dan IWJB-6, serta sejumlah sampel tempe (Tabel 4).
Gen sdsA ditemukan pada oncom dan sejumlah sampel tempe (Tabel 4).
Meskipun demikian, pita DNA yang berasal dari sampel KA, KJA, SU, CPU, atau
BP sangat tipis, yang diduga hanya ada sejumlah kecil K. variicola yang berada
pada tempe ini (Lampiran 7). Meskipun isolat IIEMP-3 dan IWJB-6 menyerupai
K. variicola, isolate tempe ini bersama dengan analisis sdsA dari sembilan sampel
tempe dari lokasi berbeda di Indonesia (Tabel 4) menunjukkan bahwa Klebsiella
yang secara umum berasosiasi dengan tempe merupakan subspesies berbeda.
Gambar 4 Perbandingan gen sdsA pada NTUH-K2044, At-22, IIEMP-3, dan
IWJB-6 melalui analisis BRIG
13
5 PEMBAHASAN
Tempe merupakan pangan fermentasi yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia dan melibatkan kapang serta bakteri dalam proses
pembuatannya. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa bakteri pada tempe,
salah satunya Klebsiella, memberikan keuntungan kesehatan dengan cara
menstimulasi ekspresi IgA di dalam jaringan mukosa pencernaan (Soka et al.
2014). Dengan kata lain, tempe dapat berfungsi sebagai oral vaccine yang dapat
memberikan efek imunitas pada manusia. Selain itu, Klebsiella pada tempe
berperan penting sebagai penghasil vitamin B12. Hal ini membuktikan bahwa
Klebsiella mempengaruhi nutrisi di dalam tempe sehingga dapat membuktikan
bahwa Klebsiella pada tempe tidak virulen dan mencari gen unik yang dapat
membedakan Klebsiella yang terdapat pada tempe.
Pada penelitian ini, dilakukan pengamatan 16S rRNA, gen cbiG, rmpA, dan
sdsA pada isolate Klebsiella IIEMP-3, IWJB-6, FK, sampel tempe, dan sampel
oncom. Dalam penelitian ini digunakan sampel oncom dikarenakan oncom juga
menggunakan bahan yang berasal dari limbah tahu, yang mana proses pembuatan
tahu melibatkan bahan baku berupa kedelai sama seperti pada tempe. Hasil 16S
rRNA menunjukkan bahwa DNA bakteri terdapat di semua sampel DNA sehingga
membuktikan bahwa pada proses fermentasi tempe dan oncom tidak hanya
melibatkan kapang, tetapi juga melibatkan bakteri.
Vitamin B12 tidak hanya kompleks secara struktural tapi juga unik, karena
vitamin ini hanya dibentuk oleh bakteri dan archaea, dan tempe merupakan salah
satu dari beberapa makanan diet untuk vegetarian yang diketahui mengandung
vitamin B12 (Liem et al. 1977; Keuth dan Bisping 1994). Selain tempe,
kandungan vitamin B12 juga terdapat pada oncom (Liem et al. 1977). Gen yang
dapat menunjukkan keberadaan vitamin B12 pada tempe adalah gen cbiG (Alvin
2014). Gen cbiG yang terdapat pada tempe diduga merupakan simbiosis antara
Klebsiella dengan Rhizopus spp.
Gen cbiG mempunyai peranan penting dalam fermentasi tempe untuk
membuat vitamin B12 melalui jalur anaerobik (Moore et al. 2013; Rodionov et al.
2013). Alvin (2014) melaporkan bahwa gen cbiG dapat digunakan untuk
mengestimasi populasi Klebsiella pada tempe. Ketebalan pita PCR dapat
digunakan untuk mengestimasi secara semi-kuantitatif keberadaan Klebsiella pada
tempe atau oncom, atau secara kuantitatif menggunakan Real Time-PCR (RTPCR). Semua sampel tempe dan oncom mempunyai gen cbiG, kecuali tempe
MWR. Proses pembuatan tempe MWR diketahui sangat bersih dan steril. Hal ini
membuktikan bahwa proses pembuatan tempe yang steril juga dapat
mempengaruhi keberadaan Klebsiella.
Namun demikian, Klebsiella pada sampel tempe dan oncom tidak bersifat
virulen yang dibuktikan melalui hasil PCR gen virulensi, yakni gen rmpA. Gen
magA, rmpA, irp1, irp2 diketahui sebagai gen virulensi dalam K. pneumoniae
patogen (Nassif dan Sansonetti 1986; Nassif et al. 1989; Carniel 2001; Fang et al.
2004). Tidak adanya gen virulensi pada Klebsiella asal tempe mendukung
penelitian sebelumnya bahwa tidak adanya fenotip mukoid yang diamati pada
isolate IIEMP-3 dan IWJB-6 dan secara genetik berbeda dari isolat medis (Ayu et
al. 2014). Yeh et al. (2007) juga melaporkan bahwa isolat negatif rmpA kurang
14
berbahaya daripada isolat positif rmpA. T4SS diduga penting untuk menyebabkan
penyakit dan sistem ini secara umum digunakan oleh bakteri Gram negatif
patogen untuk memindahkan bermacam-macam faktor virulensi ke dalam sel
inang (Fodah et al., 2014). Tidak adanya T4SS pada isolat IIEMP-3 dan IWJB-6
menunjukkan bahwa isolat diduga tidak patogen untuk manusia.
Smillie et al. (2010) melaporkan bahwa T4SS, type IV coupling protein
(T4CP), the origin of transfer locus (oriT), dan relaxase diperlukan dalam plasmid
konjugatif. Klebsiella variicola Bz19 adalah strain isolat klinis yang mempunyai
T4SS dalam plasmid (Andrade et al. 2014). Selain K. variicola Bz19, T4SS
ditemukan baik pada pKPC-NY79 dari 258 strain K. pneumoniae yang diisolasi
dari pasien rumah sakit di New York, Amerika Serikat maupun plasmid dari K.
pneumoniae KpQ3 (Ho et al. 2013; Tobes et al. 2013). Namun, K. variicola At-22
tidak mempunyai baik plasmid maupun T4SS (Pinto-Tomas et al. 2009). Baik
IIEMP-3 maupun IWJB-6 diduga tidak mempunyai plasmid karena tidak
terdapatnya T4SS dalam genom isolat IIEMP-3 dan IWJB-6.
Gen unik yang dapat membedakan K. variicola At-22 dari isolat IIEMP-3
dan IWJB-6 adalah gen sdsA. Hasil PCR menunjukkan sepuluh sampel tempe
memiliki gen sdsA, yang menunjukkan bahwa sepuluh sampel tempe dan oncom
tersebut sama seperti referensi, yaitu K. variicola At-22. Namun, pada sembilan
sampel tempe dan isolat IIEMP-3 serta IWJB-6 tidak memiliki gen sdsA. Gen
sdsA atau alkyl sulfatase ini terdapat di GeneBank dengan nomor akses
WP_012967565. Gen sdsA pertama kali dijelaskan sebagai anggota dari sulfatase
grup III yang mana dibedakan oleh keberadaan domain metallo-β-lactams dan
mempunyai tanggung jawab dalam aktivitas alkyl sulfatase dari protein sdsA,
SdsA, yang melibatkan degradasi dalam sodium dodesyl sulfate (SDS)
(Hagelueken et al. 2006; Navais et al. 2014). Gen sdsA hanya ditemukan pada
Pseudomonas, Citrobacter braakii, dan K. variicola (Dhouib et al. 2003; Shukor
et al. 2009; Jovcic et al. 2010). Kondisi air yang digunakan pada pembuatan
tempe diduga menjadi salah satu penyebab beberapa sampel tempe mempunyai
gen sdsA dan beberapa lainnya tidak mempunyai gen sdsA. Hal ini dibuktikan
oleh Chatuverdi dan Kumar (2013) yang menemukan gen sdsA1 pada
Pseudomonas aeruginosa terinduksi ketika berada di media yang mengandung
SDS, sebaliknya gen sdsA1 tidak terinduksi ketika berada dalam media fosfat
buffer (PBM) + glukosa. Gen sdsA1 tersebut dapat digunakan untuk proses
bioremediasi pada industri yang terkontaminasi SDS (Chatuverdi dan Kumar
2013).
Penelitian ini membuktikan bahwa pada sampel tempe dan oncom terdapat
bakteri yang terlibat dalam fermentasi yang dibuktikan melalui keberadaan 16S
rRNA. Berdasarkan gen cbiG, salah satu bakteri yang terlibat dalam proses
fermentasi adalah Klebsiella. Klebsiella pada tempe tidak berbahaya bagi manusia
karena tidak adanya gen rmpA, yaitu gen virulensi yang dimiliki oleh K.
pneumoniae isolate medis. Klebsiella pada tempe melalui analisis bioinformatika
hampir menyerupai K. variicola At-22, namun yang membedakan adalah
keberadaan gen sdsA. Gen sdsA ditemukan pada sepuluh sampel tempe dan
oncom, yang menunjukkan bahwa sepuluh sampel tempe dan oncom tersebut
sama seperti referensi, yaitu K. variicola At-22. Namun, sembilan sampel tempe
dan isolat IIEMP-3 serta IWJB-6 tidak memiliki gen sdsA, yang mengindikasikan
Klebsiella pada sampel tempe ini serta isolat IIEMP-3 dan IWJB-6 adalah
15
subspesies berbeda dan diusulkan sebagai K. variicola subsp. tempehensis. Dalam
satu tempe memungkinkan keberadaan K. variicola subsp. tempehensis dan atau K.
variicola.
6 SIMPULAN
Berdasarkan analisis whole genome, isolat IIEMP-3 dan IWJB-6 lebih
mendekati K. variicola. Keberadaan 16S rRNA membuktikan bahwa semua
sampel tempe dan oncom melibatkan bakteri. Hasil metagenome menunjukkan
bahwa semua DNA yang berasal dari tempe mempunyai gen cbiG, kecuali tempe
MWR. Hal ini menunjukkan bahwa Klebsiella merupakan salah satu bakteri yang
berperan penting pada tempe. Namun demikian, semua sampel DNA, termasuk
IIEMP-3 dan IWJB-6, tidak mempunyai gen rmpA, yaitu sekuens DNA untuk
faktor virulensi K. pneumoniae. Meskipun isolat IIEMP-3 dan IWJB-6 lebih
mendekati K. variicola, isolat ini bersama dengan analisis gen sdsA dari sembilan
macam sampel tempe dari lokasi berbeda di Indonesia menunjukkan bahwa
Klebsiella dari tempe adalah subspesies berbeda, dan diusulkan sebagai K.
variicola subsp. tempehensis.
DAFTAR PUSTAKA
Alikhan NF, Petty NK, Zakour NLB, Beatson NA. 2011. BLAST ring image
generator: simple prokaryote genome comparisons. BMC Genomics. 12:402.
Alvin C. 2014. Korelasi antara konsentrasi vitamin B12 pada tempe dengan
jumlah kopi gen cbiG dari Klebsiella pneumoniae [tesis]. Jakarta (ID):
Universitas Katolik Atma Jaya.
Andrade BGN, de Veiga Ramos N, Marin MFA, Fonseca EL, Vicente ACP. 2014.
The genome of a clinical Klebsiella variicola strain reveals virulenceassociated traits and pl9-like plasmid. FEMS Microbiol Lett. 360: 13-16.
Astuti M, Meliala A, Dalais FS, Wahlqvist ML. 2000. Tempe, a nutritious and
healthy food from Indonesia. Asia Pacific J Clin Nutr. 9:322-325.
Ayu E, Suwanto A, Barus T. 2014. Klebsiella pneumoniae from Indonesian
tempeh were genetically different from that of pathogenic isolates.
Microbiol Indones. 8:9-15.
Baez-Ortega A, Lorenzo-Diaz F, Ferrer MH, Gonzales-Vila CI, Roda-Garcia JL,
Colebrook M, Flores C. 2015. IonGAP: integrative bacterial genome
analysis for ion torrent sequence data. Bioinformatics. 31:2870-2873.
Barus T, Suwanto A, Wahyudi AT, Wijaya H. 2008. Role of bacteria in tempe
bitter taste formation: microbiological and molecular biological analysis
based on 16S rRNA gene. Microbiol Indones. 2:17-21.
Carniel E. 2001. The Yersinia high-pathogenicity island: an iron-uptake island.
Microbes Infect. 3:561-569.
16
Chatuverdi V, Kumar A. 2013. Presence of SDS-degrading enzyme, alkyl
sulfatase (SdsA1) is specific to different strains of Pseudomonas aeruginosa.
Process Biochemistry. 48:688-693.
Chen YT, Chang HY, Lai YC, Pan CC, Tsai SF, Peng HL. 2004. Sequencing and
analysis of the large virulence plasmid pLVPK of Klebsiella pneumoniae
CG43. Gene. 337:189-198.
Cheng HY, Chen YS, Wu CY, Chang HY, Lai YC, Peng HL. 2010. RmpA
regulation of capsular polysaccharide biosynthesis in Klebsiella pneumoniae
CG43. J Bacteriol. 192:3144-3158.
Dhouib A, Hamad N, Hassairi I, Sayadi S. 2003. Degradation of anionic
surfactants by Citrobacter braakii. Process Biochem. 38:1245–1250.
Fang CT, Chuang YP, Shun CT, Chang SC, Wang JT. 2004. A novel virulence
gene in Klebsiella pneumoniae strains causing primary liver abscess and
septic metastatic complications. J Exp Med. 199:697-705.
Hagelueken G, Adams TM, Wiehlmann L, Widow U, Kolmar H, Tümmler B,
Heinz DW, Schubert WD. 2006. The crystal structure of SdsA1, an
alkylsulfatase from Pseudomonas aeruginosa, defines a third class of
sulfatases. PNAS. 103:7631–7636.
Ho PL, Cheung YY, Lo WU, Li Z, Chow KH, Lin CH, Chan JFW, Cheng VCC.
2013. Molecular characterization of an atypical IncX3 plasmid pKPC-NY79
carrying blaKPC-2 in Klebsiella pneumoniae. Curr Microbiol. 67:493-498.
Holt KE, Wertheim H, Zadoks RN, Baker S, Whitehouse CA, Dance D, Jenney A,
Connor TR, Hsu LY, Severin J, et al. 2015. Genomic analysis of diversity,
population structure, virulence, and antimicrobial resistance in Klebsiella
pneumoniae, an urgent threat to public health. PNAS. 112:E3574-E3581.
Jovcic B, Venturi V, Davison J, Topisirovic L, Kojic M. 2010. Regulation of the
sdsA alkyl sulfatase of Pseudomonas sp.ATCC19151 and its involvement in
degradation of anionic surfactants. J Appl Microbiol. 109:1076-1083.
Keuth S, Bisping B. 1994. Vitamin B12 production by Citrobacter freundii and
Klebsiella pneumoniae during tempeh fermentation and proof of enterotoxin
absence by PCR. Appl Environ Microbiol. 60:1495-1499.
Liem ITH, Steinkraus KH, Cronk TC. 1977. Production of vitamin B12 in tempeh,
a fermented soybean food. Appl Environ Microbiol. 34:73-776.
Liu L, Li Y, Li S, Hu N, He Y, Pong R, Lin D, Lu L, Law M. 2012. Comparison
of next-generation sequencing systems. J Biomed Biotechnol. 2012:1-11.
Moore SJ, Lawrence AD, Biedendieck R, Deery E, Frank S, Howard MJ, Rigby
SEJ, Warren MJ. 2013. Elucidation of the anaerobic pathway for the corrin
component of cobalamin (vitamin B12). PNAS. 110:14906-14911.
Nassif X, Sansonetti PJ. 1986. Correlation of the virulence of Klebsiella
pneumoniae K1 and K2 with presence of a plasmid encoding aerobactin.
Infect Immun. 54:603-608.
Nassif X, Fournier JM, Arondel J, Sansonetti PJ. 1989. Mucoid phenotype of
Klebsiella pneumoniae is a plasmid-encoded virulence factor. Infect Immun.
57:546-552.
17
Navais R, Mendez J, Cascales D, Reimundo P, Guijarro JA. 2014. The heat
sensitive factor (HSF) of Yersinia ruckeri is produced by an alkyl sulphatase
involved in sodium dodecyl sulphate (SDS) degradation but not in virulence.
BMC Microbiol. 14:221.
Nout MJR, Martoyuwono TD, Bonne PCJ, Odamtten GT. 1992. Hibiscus leaves
for the manufacture of Usar, a traditional inoculum for tempe. J Sci Food
Agric. 58:339-346.
Nout MJR, Kiers JL. 2005. Tempe fermentation, innovation and functionality:
update into three millenium. J Appl Microbiol. 98:798-805.
Otto TD, Dillon GP, Degrave WS, Berriman M. 2011. RATT: rapid annotation
transfer tool. Nucleic Acids Res. 39:1-11.
Podschun R, Ullmann U. 1998. Klebsiella spp. As nosocomial pathogens:
epidemiology, taxonomy, typing methods, and pathogenicity factors. Clin
Micobiol Rev. 11:589-603.
Rodionov DA, Vitreschak AG, Mironov AA, Gelfand MS. 2003. Comparative
genomics of the vitamin B12 metabolism and regulation in prokaryotes. Jo
Biol Chem. 278:41148-41159.
Rozen S, Skaletsky HJ. 2000. Primer3 on the WWW for general users and for
biologist programmers. Di dalam: Krawetz S, Misener S, editor
Bioinformatics Methods and Protocols: Methods in Molecular Biology.
Totowa (NJ): Humana Pr. hlm 365-386.
Seumahu CA, Suwanto A, Rusmana I, Solihin DD. 2013. Bacterial and fungal
communities in tempeh as reveal by Amplified Ribosomal Intergenic
Sequence Analysis. HAYATI J Biosci. 20:65-71.
Sher MG, Nadeem M, Syed Q, Abass S, Hassan S. 2011. Study on protease from
barley tempeh and in vitro protein digestability. J Biol Sci. 4:257-264.
Shukor MY, Husin WS, Rahman MFA, Shamaan NA, Syed MA. 2009. Isolation
and characterization of an SDS-degrading Klebsiella oxytoca. J Environ
Biol. 30:129–134.
Simpson JA, Smith SE, Dean RT. 1988. Alginate inhibition of the uptake of
Pseudomonas aeruginosa by macrophages. J Gen Microbiol. 134:29-36.
Smillie C, Garcillán-Barcia MP, Francia MV, Rocha EP, de la Cruz F. 2010.
Mobility of plasmids. Microbiol Mol Biol Rev. 74:434-452.
Soka S, Suwanto A, Rusmana I, Sajuthi D, Iskandriati D, Jessica K. 2014.
Analysis of intestinal mucosal Immunoglobulin A in Sprague Dawley rats
supplemented with tempeh. HAYATI J BioSci. 22:48-52.
Surono IS. 2016. Ethnic fermented foods and beverages of Indonesia. Di dalam:
Tamang JP, editor, Ethnic Fermented Foods and Alcoholic Beverages of
Asia. India (IN): Springer India. hlm 341-382.
Tobes R, Codoñer FM, López-Camacho E, Salanueva IJ, Manrique M, Brozynska
M, Gómez-Gil R, Martínez-Blanch JF, Alvarez-Tejado M, Pareja E,
Mingorance J. 2013. Genome sequence of Klebsiella pneumoniae KpQ3, a
DHA-1 β-lactamase-producing nosocomial isolate. Genome Announcements.
1:e00167-12.
Ye J, Coulouris G, Zaretskaya I, Cutcutache I, Rozen S, Madden TL. 2012.
Primer-BLAST: A tool to design target-specific primers for polymerase
chain reaction. BMC Bioinformatics. 13:134.
18
Yeh KM, Kurup A, Siu LK, Koh YL, Fung CP, Lin JC, Chen TL, Chang FY, Koh
TH. 2007. Capsular serotype K1 or K2, rather than magA and rmpA, is a
major virulence determination for Klebsiella pneumoniae liver abscess in
Singapore and Taiwan. J Clin Microbiol. 45:466-471.
Yu WL, Ko WC, Cheng KC, Lee HC, Ke DS, Lee CC, Fung CP, Chuang YC.
2006. Association between rmpA and magA genes and clinical syndromes
caused by Klebsiella pneumoniae in Taiwan.CID. 42:1351-1358.
Yu VL, Hansen DS, Ko WC, Sagnimeni A, Klugman KP, van Gottberg A,
Goossens H, Wagener MM, Benedi VJ, the International Klebsiella Study
Group. 2007. Virulence characteristics of Klebsiella and clinical
manifestations of K. pneumoniae bloodstream infections. EID. 13:986-993.
Yulandi A, Sugiokto FG, Febrilina, Suwanto A. 2016. Genomic sequence of
Klebsiella pneumoniae IIEMP-3, a vitamin B12-producing strain from
Indonesian tempeh. Genome Announc. 1:e01724-15.
19
LAMPIRAN
20
Lampiran 1 Verifikasi primer dengan Primer-BLAST
21
Lampiran 2 Hasil PCR dan elektroforesis gen cbiG
Lampiran 3 Hasil PCR dan elektroforesis gen rmpA
Lampiran 4 Hasil PCR dan elektroforesis gen sdsA
22
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 12 Desember 1991, sebagai
anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Goramba Tulak dan Sri Wahyuni.
Lulus dari SMA Budi Mulia Bogor pada tahun 2009, kemudian diterima di
Fakultas Teknobiologi, Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta dan lulus pada
bulan Juli tahun 2013. Pada tahun 2012 penulis berkesempatan untuk mengikuti
asistensi laboratorium Kultur Jaringan Tanaman di Fakultas Teknobiologi. Selama
perkuliahan S1 penulis berpartisipasi mengikuti lomba Program Kreativitas
Mahasiswa – Penelitian dan Program Kreativitas Mahasiswa – Artikel Ilmiah
yang diselenggarakan oleh KOPERTIS.
Pada tahun 2014 penulis diterima di Program Studi Mikrobiologi, Sekolah
Pascasarjana IPB. Selama perkuliahan S2, penulis berkesempatan mengikuti
program Summer Course IPB - Ibaraki University yang diselenggarakan di IPB
pada tahun 2015. Selain kegiatan akademik, penulis juga ikut serta dalam teater
musikal mahasiswa berbahasa Jepang En 塾 (Enjuku) dan menjadi pemain dalam
pementasan utama di Gedung Kesenian Jakarta pada Desember 2016.
Download