PENDAHULUAN Singkong merupakan tanaman pangan yang mengandung karbohidrat. Di Indonesia, singkong termasuk bahan pangan pokok setelah beras dan jagung. Tepung tapioka sebagai salah satu produk olahan singkong digunakan sebagai bahan pembantu pada industri makanan dan farmasi. Pada produksi tepung tapioka, dihasilkan limbah padat ampas singkong (onggok). Berdasarkan hasil analisis, onggok mengandung 82.7% karbohidrat (Nugraha 2011). Limbah pertanian seperti onggok, jerami, sekam padi, ampas tebu, tongkol jagung, sabut kelapa, dan limbah kelapa sawit merupakan sumber energi terbarukan yang berlimpah dengan kandungan karbohidrat seperti selulosa dan lignin. Pada umumnya, limbah pertanian tersebut dimanfaatkan langsung sebagai pakan ternak, alas kandang, dan campuran pupuk. Pemanfaatan limbah pertanian terus berkembang pesat karena berpotensi sebagai sumber energi alternatif dari kebergantungan pada minyak bumi. Hasil konversi limbah pertanian antara lain energi berupa bioetanol (Sari et al. 2008; Yoswathana et al. 2010) dan panas melalui gasifikasi (Dasappa et al. 2004; Laohalidanond et al. 2006) serta bahan baku kimia seperti senyawaan polihidroksil (poliol) melalui likuifikasi (Jasiukaitytė et al. 2009; Li et al. 2009; Nasar et al. 2010). Poliol digunakan sebagai bahan baku pembuatan polimer poliuretan (Li et al. 2009) dan surfaktan (Daniel 2009). Surfaktan telah banyak digunakan pada berbagai industri seperti industri makanan, detergen, kosmetik, farmasi, tekstil, dan pestisida. Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang berperan menurunkan tegangan permukaan. Struktur surfaktan terdiri atas bagian kepala yang hidrofilik dan ekor yang hidrofobik. Struktur ampifilik ini menyebabkan surfaktan cenderung terorientasi pada permukaan antarmuka dalam sebuah sistem dan menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi, seperti alkilbenzenasulfonat linear (LAS), alkilsulfonat (AS), alkiletoksilat (AE), dan alkiletoksilat sulfat (AES). Surfaktan diklasifikasikan berdasarkan muatan kepala surfaktan, yaitu anionik, kationik, amfoterik, dan nonionik. Surfaktan nonionik tidak bermuatan (dalam air tidak terionisasi). Kepala surfaktan nonionik dapat berupa alkohol, fenol, eter, dan amida. Surfaktan nonionik telah dikembangkan dengan berbagai tipe, yaitu alkilfenol etoksilat, ester polioksietilena asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester polisorbat asam lemak, polioksietilena eter, alkil poliglikosida, dan surfaktan gemini. Surfaktan ester asam lemak merupakan hasil esterifikasi antara senyawa yang mengandung gugus hidroksil dan asam lemak. Daya larut gugus hidroksil dalam air lebih rendah dibandingkan dengan gugus sulfat atau sulfonat. Kelarutan ini dapat ditingkatkan dengan penggunaan senyawaan polihidroksil (Porter 1991). Karbohidrat dalam limbah pertanian merupakan sumber senyawaan polihidroksil (poliol). Ekor hidrofobik surfaktan dapat berupa rantai alkil bercabang atau tidak bercabang, jenuh atau takjenuh. Penggunaan rantai panjang asam lemak seperti asam oleat (asam 9-oktadekenoat) dapat meningkatkan sifat hidrofobik surfaktan (Daniel 2009). Surfaktan nonionik yang telah dikembangkan seperti Tween dan Span memiliki ekor hidrofobik dari asam oleat. Sintesis surfaktan nonionik melalui esterifikasi antara asam oleat dan poliol berbasis-onggok belum banyak dikembangkan. Karena itu, tujuan penelitian ini adalah sintesis dan pencirian ester dari asam oleat dan poliol berbasis-onggok dengan menggunakan katalis asam sulfat. Poliol disintesis dari onggok melalui likuifikasi dalam medium etilena glikol dengan katalis asam sulfat. Nisbah asam oleat-poliol ialah 1:2, 1:1, dan 2:1. Menurut Abo-Shosha et al. (2009), penggunaan katalis asam sulfat pada esterifikasi memberikan konversi maksimum pada suhu 150–180 °C. Surfaktan nonionik berbasis-karbohidrat mudah terdegradasi di lingkungan dan tidak menimbulkan iritasi sehingga dapat menjadi alternatif pengganti surfaktan yang disintesis dari minyak bumi. BAHAN DAN METODE Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah onggok, etilena glikol, asam oleat, H₂SO₄ 97%, dan 1,4-dioksana. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR) Prestige 21 Shimadzu dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) Shimadzu 10A Vp. Tahap penelitian yang dilakukan terdiri atas likuifikasi onggok, pencirian poliol, esterifikasi asam oleat dan poliol dengan variasi nisbah asam oleat-poliol, serta pencirian hasil esterifikasi. Bagan alir penelitian ditunjukkan pada Lampiran 1.