BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental Plak dental adalah deposit lunak bakteri yang melekat pada permukaan jaringan keras dan jaringan lunak rongga mulut. Plak dental mengandung polisakarida bakteri, protein-protein pada saliva dan debris makanan yang dapat memicu terjadinya inflamasi gingiva.2,11 Plak dental dapat berakumulasi pada daerah supragingiva, yaitu pada mahkota gigi dan daerah di bawah margin gingiva, misalnya daerah subgingiva pada sulkus atau poket. Dalam 1 mm3 plak dental dengan berat 1 mg terdapat lebih dari 108 bakteri. Plak terbentuk pada gigi hanya dalam hitungan menit setelah dilakukan penyikatan gigi. Selama beberapa jam pertama setelah dilakukan penyikatan gigi, bakteri yang dapat melekat secara langsung ke pelikel akan melakukan perlekatan dan membentuk koloni kecil. Tahap terbentuknya plak biofilm (Marshall, 1992), antara lain (Gambar 2) :2 Tahap 1 : Molekul yang hidrofobik dan makromolekul akan mengalami adsorpsi ke permukaan gigi walaupun gigi dalam keadaan bersih. Hal ini berfungsi untuk membentuk lapisan yang dikenal dengan pelikel. Lapisan ini mengandung glikoprotein dari saliva (mucin) dan antibodi. Tahap 2 : Pelikel akan mengubah energi permukaan yang akan meningkatkan efesiensi perlekatan bakteri. Beberapa jenis bakteri akan mengeluarkan struktur perlekatan yang spesifik seperti substansi polimerik ekstraselular dan fimbriae yang akan menyebabkan bakteri tersebut melekat dengan cepat ketika berkontak. Bakteri lainnya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melakukan perlekatan. Tahap 3: Bakteri akan melakukan perubahan ketika mereka sudah melakukan perlekatan, seperti pertumbuhan selular yang aktif dan sintesis komponen membran luar yang baru. Massa dari bakteri akan terus meningkat untuk meningkatkan pertumbuhan bakteri yang sudah melekat. Universitas Sumatera Utara Tahap 4 : Adhesi dari bakteri yang baru dan peningkatan massa bakteri akan meningkatkan ketebalan dari biofilm sehingga biofilm yang lebih matang dan lebih kompleks akan terbentuk. Permukaan yang bersih Adsorpsi molekular Organisme tunggal (Fase 1) (Fase 2) Multiplikasi (Fase 3) Adsorpsi sekuens organisme (Fase 4) Gambar 1. Tahap terbentuknya biofilm pada permukaan gigi2 Ketebalan biofilm yang terus meningkat akan menyebabkan difusi ke dalam dan ke luar biofilm menjadi sulit terjadi. Gradien oksigen akan terbentuk karena kebutuhan oksigen oleh bakteri pada permukaan superfisial dan difusi yang sulit untuk melalui matriks biofilm. Difusi yang sulit tersebut akan mengakibatkan terjadinya kondisi anaerob pada lapisan dalam dari deposit bakteri tersebut. Kadar oksigen yang berbeda akan mempengaruhi kemampuan berbagai jenis bakteri untuk berkembang. Kolonisasi pertama didominasi oleh bakteri fakultatif anaerob coccus positifgram yang melakukan adsorpsi pada permukaan pelikel dalam waktu yang singkat setelah penyikatan gigi. Plak yang terkumpul setelah 24 jam didominasi oleh Streptococcus, yaitu yang terbanyak adalah Streptococcus sanguis. Pada fase berikutnya, muncul bakteri positif-gram berbentuk batang yang pada awalnya memiliki jumlah yang sangat sedikit, kemudian jumlahnya meningkat, bahkan melebihi jumlah streptococcus (Gambar 2). Filamen bakteri positif-gram, seperti Actinomyces spp. merupakan bakteri yang dominan pada saat terjadinya perkembangan plak (Gambar 3). Reseptor permukaan pada bakteri positif-gram batang dan coccus menyebabkan bakteri Universitas Sumatera Utara negatif-gram melekat dengan kemampuan melekat yang sangat rendah dengan pelikel, seperti Veilonella, Fusobacteria dan bakteri anaerobik gram-negatif lainnya (Gambar 4). Heterogenitas plak meningkat dan jumlah bakteri gram-negatif juga ikut meningkat. Spesies bakteri yang kompleks merupakan akibat dari perkembangan plak. Pertukaran nutrien antar spesies bakteri dapat terjadi, tetapi interaksi negatif dapat juga terjadi (Gambar 5). Biofilm Gambar 2. Kolonisasi primer oleh bakteri fakultatif positif-gram. Streptococcus sanguis(Ss) merupakan bakteri yang paling dominan. Actinomyces spp (Av) juga dapat ditemukan pada plak selama 24 jam.2 Biofilm Gambar 3.Bakteri fakultatif positif-gram memperbanyak diri.2 Universitas Sumatera Utara Biofilm Gambar 4.Reseptor permukaan pada bakteri fakultatif positif-gram menyediakan tempat melekat bagi bakteri gram-negatif yang sulit melakukan perlekatan secara langsung pada pelikel, seperti Fusobacterium nucleatum (Fs) dan Prevotella intermedia (BI).2 Biofilm Gambar 5. Heterogenitas spesies bakteri bertambah seiring dengan bertambahnya umur dari plak dan maturitasnya. Bakteri anaerob negatif-gram melakukan kolonisasi sekunder dan berkontribusi dalam meningkatkan patogenitas biofilm.2 Universitas Sumatera Utara Struktur plak yang berbeda tergantung dari faktor lokal, seperti lokasi tempat plak berada. Akumulasi plak pada margin gingiva akan menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi pada jaringan lunak. Munculnya reaksi inflamasi tersebut dipengaruhi oleh ekologi lokal, seperti tersedianya darah dan komponen pada cairan gingiva yang akan meningkatkan pertumbuhan spesies bakteri negatif-gram dapat meningkatkan potensi terjadinya penyakit periodontal. Hal ini dibuktikan dengan sampel yang diambil dari lesi gingivitis menunjukkan banyaknya spesies bakteri negatif-gram.2 Bakteri pada plak dental merupakan patogenesis terjadinya karies (Axelsson &Lindhe 1977), merupakan etiologi utama terjadinya gingivitis kronis (Ash et al. 1964; Loe et al. 1965) dan memiliki peranan dalam memperparah lesi periodontitis kronis (Slots 1977 ; van Palenstein Helderman 1981). Karies maupun periodontitis kronis, keduanya merupakan penyebab utama terjadinya kehilangan gigi (Waerhaug 1971 ; Genco & Zander 1982).14 Loe et al menyatakan adanya hubungan antara plak dental dengan terjadinya gingivitis. Plak dental pada gingiva akan menyebabkan terjadinya inflamasi yang memiliki manifestasi klinis gingivitis dan menyebabkan perubahan-perubahan pada gingiva. Karakteristik terjadinya gingivitis yang diakibatkan oleh plak (Mariotti, 1999), yaitu adanya plak pada margin gingiva, gingivitis berawal dari margin gingiva, perubahan warna gingiva, perubahan kontur gingiva, perubahan temperature sulkular, meningkatnya eksudat gingiva, perdarahan ketika dirangsang, tidak adanya kehilangan perlekatan, tidak adanya kehilangan tulang, bersifat reversibel jika plak dihilangkan. Pasien dengan gingivitis akan mengeluhkan adanya perdarahan saat menggosok gigi dan adanya bau mulut atau halitosis.15 Gingivitis dapat dicegah dengan cara mengontrol plak supragingiva.11 Kontrol plak merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah gingivitis dan diasumsikan dapat mencegah terjadinya periodontitis kronis.14 Penelitian klinis menyatakan bahwa mengontrol akumulasi plak atau melindungi gigi dari efek plak merupakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit dental yang terjadi karena plak.2,14 Menyikat gigi dengan pasta gigi merupakan metode yang paling umum digunakan untuk membersihkan gigi, tetapi hal tersebut tidak cukup untuk Universitas Sumatera Utara menyingkirkan plak karena kebanyakan orang menunjukkan kemampuan menyikat gigi yang tidak efektif, terutama untuk permukaan gigi yang sulit dibersihkan, seperti permukaan lingual gigi, fisur pada permukaan oklusal dan daerah interproksimal yang tidak dapat dijangkau dengan baik oleh filamen sikat gigi. Oleh karena itu, alat dan bahan pembersih lainnya dibutuhkan, seperti benang gigi, sikat interdental dan obat kumur. Penggunaan obat kumur dilakukan setelah penyikatan gigi karena biofilm memiliki kemampuan untuk melindungi bakteri dari bahan antibakteri sehingga perawatan secara khemis dengan obat kumur saja tidak cukup, penyikatan gigi harus dilakukan terlebih dahulu untuk membersihkan plak secara mekanis.2 Obat kumur termasuk dalam kontrol plak secara khemis. Bahan khemis yang digunakan dalam obat kumur memiliki beberapa cara kerja, antara lain:1,3,14 1. Menghalangi perlekatan bakteri ke permukaan gigi dengan menggunakan bahan anti-adhesif. Cara kerja bahan anti-adhesif adalah dengan mengubah komponen hidrofobik permukaan karena bagian hidrofobik bakteri akan melekat pada permukaan gigi dan bagian hidrofilik bakteri akan terpapar. Oleh karena itu, dengan memblokir interaksi hidrofobik antara bakteri dan permukaan gigi yang akan mencegah terjadinya perlekatan bakteri. 2. Mencegah proliferasi bakteri pada permukaan gigi dengan bahan antibakteri. Bahan antibakteri yang paling baik dalam mencegah pertumbuhan plak adalah dikationik bisbiguanide antiseptik klorheksidin. Klorheksidin dijadikan sebagai gold standard obat kumur karena kemampuan anti plak dan anti gingivitis. Hal ini berhubungan dengan komponen bakteriostatik dan bakterisidal yang dimilikinya. Namun, penggunaan khlorheksidin dalam jangka panjang akan menimbulkan efek samping lokal berupa terganggunya sensasi rasa terutama rasa asin, pembengkakan kelenjar parotid, rasa terbakar pada mulut, lesi deskuamatif yang sakit dan pembentukan kalkulus supragingiva yang berlebihan akibat mengendapnya protein saliva pada permukaan gigi sehingga pelikel menjadi tebal atau mengendapnya garam inorganik pada lapisan pelikel. Penggunaan klorheksidin biasanya digunakan pada jangka pendek. 3. Membersihkan plak yang terbentuk. Penyikatan gigi dapat dilakukan sebagai salah satu cara membersihkan gigi dari plak yang sudah terbentuk. Universitas Sumatera Utara 2.2 Madu Terapi dengan produk-produk dari lebah dikenal dengan istilah apiterapi. Istilah apiterapi berasal dari bahasa latin, yaitu „apis‟ yang berarti lebah. Penggunaan produkproduk dari lebah dapat berupa madu, propolis, pollen, royal jelly dan venom dari lebah. Madu adalah cairan manis yang dihasilkan oleh lebah dari nektar bunga yang dikumpulkan dan disimpan oleh lebah sebagai makanan. Karakteristik fisikokemikal pada madu seperti komposisi, rasa manis, warna, bau, dan pH sangat bervariasi antara spesies lebah yang satu dengan yang lainnya. Lokasi dan iklim tempat hidup bunga yang digunakan lebah juga menentukan variasi dari karakteristik tersebut.Secara umum, komposisi dari madu terdiri dari air, protein, zat sisa dan karbohidrat yang merupakan komposisi utama (Tabel 1). Tabel 1. Komposisi madu7 Komposisi Persentase Air 22.0 Karbohidrat 79.7 Protein 0.2 Zat sisa 0.1 Komposisi karbohidrat terdiri dari fruktosa, glukosa, sukrosa dan lainnya. Fruktosa dan glukosa merupakan kandungan utama,7 tetapi kandungan karbohidrat pada madu juga mengandung sekitar 25 jenis oligosakarida, seperti disakarida sukrosa, maltose, trehalose, turanose, panose, 1-kestose, 6-kestose dan palatinose.5 Karbohidrat pada madu mengandung enzim-enzim, asam amino yang bebas, vitamin B, mineral dan antioksidan seperti flavonoid dan vitamin C. Enzim-enzim yang terkandung pada madu antara lain enzim invertase,amylase, glukose oksidase, katalase, dan asam fosforilase (Tabel 3). Asam amino pada madu terdiri dari lysine,histdine, arginine, asam aspartik, threonine, serine, asam glutamik, proline, gycine, alanine, valine, isoleucine, leucine, tyrosine dan phenylalanine (Tabel 4).7 Sedangkan, mineral pada madu terdiri dari Universitas Sumatera Utara chromium, mangan, selenium, suphur, boron, kobalt, fluoride, iodide, molybdenum, silikon. Madu juga mengandung kolin, asetilkolin,5 riboflavin, niacin, asam folik, asam pantothenic, vitamin B6 dan vitamin C. Antioksidan yang terkandung pada madu terdiri dari vitamin C, catalase, selenium,7 polifenol yang terdiri dari flavonoid (pinocembrin) yang merupakan polifenol utama, asam fenolik dan derivat asam fenolik.5 Tabel 2. Komposisi karbohidrat pada madu7 Karbohidrat Persentase Fruktosa 48 Glukosa 45 Sukrosa 1 Lainnya 6 Tabel 3. Enzim-enzim pada madu7 Invertase Mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa Amilase Mengubah zat tepung atau glikogen menjadi bagian yang lebih kecil Glukose Oksidase Mengubah glukosa menjadi glukolakton dan glukolakton menjadi asam glukonik dan hidrogen peroksida Katalase Mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen Asam fosforilase Mengeluarkan fosfat inorganik dari fosfat organik Universitas Sumatera Utara Tabel 4. Protein dan asam amino pada madu7 Asam amino bebas Persentase Lysine 6 Histdine 2.1 Arginine 1 Asam Aspartik 4.2 Threonine 1 Serine 2.9 Asam Glutamik 4.7 Proline 71.8 Gycline 0.4 Alanine 1.1 Valine 1.4 Isoleucine 0.7 Leucine 0.6 Madu dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :7 1. Comb honey, yaitu bagian dari sisir sarang lebah dimana madu disimpan. Gambar 6.Comb Honey7 Universitas Sumatera Utara 2. Extracted Honey (Liquid) , yaitu madu yang sudah dipisahkan dari sisir sarang lebah. Madu jenis ini paling banyak dijual di pasaran dan siap digunakan. Gambar 7.Extracted Honey7 3. Chunk Honey, terdiri dari sisir wax sarang lebah dan madu cair yang diletakkan bersamaan dalam suatu wadah. Gambar 8.Chunk Honey7 4. Creamed Honey (granulated), yaitu ekstrak madu yang dibuat dalam bentuk semisolid yang konsistensinya mirip dengan mentega.8 Gambar 9. Creamed Honey7 Universitas Sumatera Utara Terapi dengan pemakaian madu telah digunakan selama 2000 tahun sebelum bakteri diketahui sebagai penyebab infeksi.7,12 Pada tahun 1919, para peneliti melakukan penelitian dengan mencairkan madu dan tampak bahwa efek antibakteri madu semakin meningkat ketika dicairkan. Hal ini terjadi karena madu mengandung enzim yang akan menghasilkan hidrogen peroksida ketika dicairkan.12 Seiring berjalannya waktu dan ilmu pengetahuan, telah dilaporkan bahwa, madu memiliki efek antibakteri terhadap lebih dari 60 spesies bakteri.7 Beberapa faktor yang menyebabkan adanya efektivitas antibakteri pada madu, yaitu : 1. Komponen higroscopic. Efek ini terjadi karena tekanan osmotik yang tinggi dari madu sehingga dapat mengeluarkan air dari sel bakteri dan menyebabkan matinya bakteri, Madu memiliki osmolaritas yang baik untuk menghambat pertumbuhan bakteri.7 Hal ini dikarenakan madu merupakan larutan yang sangat jenuh, dengan kandungan air yang kecil. Osmolaritas yang ada pada madu dikarenakan kandungan gula yang tinggi, hal ini berarti kandungan air pada madu tidak cukup mendukung pertumbuhan bakteri maupun ragi. Menurut Molan (2000), mempunyai aw (water activity) sebesar 0,56 madu dilaporkan – 0,62, sedangkan sebagian mikroorganisme mempunyai aw sebesar 0,9-1,0 untuk pertumbuhan dan tidak dapat bertahan hidup di lingkungan aw yang lebih rendah.13 2. Madu memiliki pH yang rendah, yaitu antara 3,2 sampai 4,5 yang cukup rendah untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Bakteri patogen pada umumnya akan berkembang dengan baik pada pH antara 7,2 dan 7,4. 7,13 Meskipun beberapa organisme dapat bertahan hidup dalam kondisi yang relatif asam, pH madu murni biasanya terlalu rendah bagi mikroorganisme untuk bertahan hidup.13 Namun, madu bersifat antikariogenik sehingga tidak akan menyebabkan karies.7 3. Hidrogen peroksida merupakan komponen antibakteri utama pada madu yang dihasilkan secara enzimatis.7 Ketika madu dicairkan, aktivitas enzimatis akan terjadi antara 2500 sampai 50000 dan menghasilkan antiseptik yang bersifat antibakterial namun tidak merusak jaringan.13 Enzim glukose oksidase disekresi oleh kelenjar hipofaringeal lebah ke nektar bunga untuk membentuk madu. Hidrogen peroksida dan asam akan dihasilkan dari reaksi enzimatis tersebut. Universitas Sumatera Utara Glukosa + H2O + O2 Asam glukonik + H2O2 Asam glukonik dan hidrogen peroksida dihasilkan untuk melindungi madu. Hidrogen peroksida akan menjadi agen strelisisasi selama proses pematangan madu dan jumlahnya akan berkurang ketika proses pematangan selesai karena hidrogen peroksida akan diurai menjadi oksigen dan air ketika ion metal transisi dan asam askorbik mengkatalisasinya. Hal ini terjadi karena asam yang dihasilkan dari reaksi enzimatis tersebut menjadikan keadaan pH yang terlalu rendah untuk enzim bekerja.7 Hidrogen peroksida dapat melepaskan oksigen sebagai zat aktif. Oksigen yang dilepaskan oleh hidrogen peroksida akan mengoksidasi protein kuman sehingga enzim kuman sebagai penyebab radang gingiva menjadi tidak aktif. Hampir 50% mikroorganisme anaerob terdapat pada radang gingiva sangat sensitif terhadap oksigen. 4. Faktor phytokemikal. Madu mengandung enzim-enzim dan nutrisi berupa mineral dan vitamin yang dapat membantu memperbaiki jaringan secara langsung. Beberapa zat antibakteri pada madu, yaitu pinocembrin, terpenes, benzyl alcohol, asam 3,5-dimethoxy-4-hydroxybenzoic (asam syringic), methyl 3,5-dimethoxy4-hydroxybenzoate (methyl syringate), asam 3,4,5-trimethoxybenzoic, asam 2-hydroxy3-phenylpropionic, asam 2-hydroxybenzoic dan 1,4-dihydroxybenzene. 5. Aktivitas limfosit dan fagositik yang meningkat. Penelitian menunjukkan adanya proliferasi limfosit-B dan limfosit-T pada sel yang dikultur serta distimulasi oleh madu pada konsentrasi 0,1%. Begitu juga fagosit yang diaktivasi oleh madu pada konsentrasi 0,1%. Madu pada konsentrasi 1% dapat menstimulasi monosit untuk melepaskan sitokin, Tumor Necrosis Factor (TNF)-alpha, interleukin (IL)-1 dan IL-6 yang dapat mengaktifkan respon imun terhadap infeksi.7 Telah diketahui bahwa efek antibakteri pada madu terutama disebabkan oleh aktivitas hidrogen peroksida. Namun, hidrogen peroksida mudah hancur oleh karena terpapar panas, cahaya dan dipengaruhi oleh tempat penyimpanan madu.5 Selain itu, hidrogen peroksida akan kehilangan sifat bakteriostatik apabila terkena cairan tubuh, karena cairan tubuh mengandung katalase yang dapat mendegradasikan hidrogen peroksida menjadi oksigen dan air.13 Berbeda dengan hidrogen peroksida, komponen Universitas Sumatera Utara antibakteri non peroksida dapat bertahan dengan baik walaupun terpapar oleh panas dan cahaya. Komponen non peroksida tersebut dapat berupa asam aromatik, fenolik dan flavonoid.5 2.2.1 Madu Manuka Pada tahun 1981 dilakukan penelitian mengenai madu di Universitas Waikato, New Zealand dan ditemukan bahwa beberapa madu Manuka memiliki aktivitas antibakteri unik dan tidak biasa yang tidak dapat ditemukan pada jenis madu lainnya, yaitu aktivitas non peroksida yang berasal dari nektar bunga Manuka. Tetapi aktivitas non peroksida ini tidak dapat ditemukan pada semua madu Manuka. Beberapa bukti menunjukkan bahwa madu Manuka dengan aktivitas non peroksida ini hanya berasal dari bunga Manuka pada beberapa daerah di New Zealand, kemungkinan dikarenakan sub-spesies yang berbeda dari bunga Manuka atau faktor lingkungan seperti tipe tanah. Oleh karena itu, madu Manuka perlu diuji terlebih dahulu.8 Madu Manuka berasal dari New Zealand yang merupakan madu monofloral (yang didapat dari satu jenis tumbuhan) dari spesies Leptospermum scoparium yang memiliki reputasi yang tinggi di New Zealand sebagai antiseptik.12 Berbeda dengan madu pada umumnya yang menggunakan hidrogen peroksida sebagai komponen antibakteri utama, komponen antibakteri utama pada madu Manuka adalah komponen non peroksidanya, seperti methylglyoxal,13 dan polifenol.9 Pada penelitian Atrott dan Henle (2009) dinyatakan bahwa komponen bioaktif yang sangat dominan yang menyebabkan adanya efek antibakteri pada madu Manuka adalah kandungan methylglyoxal, sedangkan untuk komponen lain yang berperan dalam efek antibakteri dan juga efek antiplak adalah polifenol dan faktor-faktor lain seperti asam organik dan komponen-komponen lain yang masih belum diketahui.16 Komponen methylglyoxal (MG) yang merupakan salah satu komponen antibakteri utama pada madu merupakan komponen yang ditemukan pada berbagai jenis madu, tetapi biasanya dalam jumlah yang sangat sedikit. Pada madu Manuka, methylglyoxal berasal dari konversi komponen lain, yaitu dihidroksi aseton yang Universitas Sumatera Utara ditemukan dalam jumlah yang sangat besar pada nektar madu Manuka. Semakin tinggi konsentrasi MG dalam madu Manuka, maka semakin kuat efek antibakterinya.17 Polifenol pada umumnya berasal dari tumbuhan.18 Selain memiliki efek antibakteri, polifenol juga memiliki efek antiplak.20 Pada konsentrasi rendah, polifenol dengan efek antibakterinya akan mengganggu daerah spesifik pada bakteri dan pada konsentrasi tinggi akan menyebabkan denaturasi pada bakteri. Polifenol berhubungan dengan membran protein bakteri, enzim dan lipid, mengubah permeabilitas sel dan menyebabkan hilangnya proton, ion dan makromolekul. Polifenol yang telah melewati membran selular bakteri secara aktif akan melawan enzim dan protein. Polifenol memiliki aktivitas antibakteri in vitro dalam melawan bakteri periodontal patogen. Beberapa jenis polifenol dapat menghambat aktivitas proteolitik dari Porphyromonas gingivalis dan menghambat produksi prostaglandin E2 yang diinduksi oleh Porphyromonas gingivalis. Menurut efek antibakterinya, polifenol dapat dibagi menjadi asam fenolik, derivat asam hidroksicinnamik, flavonoid, dan tannin. Asam fenolik merupakan zat antibakteri dan secara langsung terlibat pada respon terhadap mikroorganisme.18 Penelitian Deadman menunjukkan bahwa madu Manuka mengandung flavonoid dalam jumlah besar, yaitu sekitar 0.59-2.24 mg/100 g madu dengan rerata 1.16 ± 0.16 mg per 100 g madu. Dari penelitian tersebut, jenis-jenis flavonoid yang terkandung pada madu Manuka adalah pinobaksin, pinocembrin, luteolin dan chrysin.19 Polifenol memberikan efek antiplak dengan cara menghambat perlekatan bakteri pada permukaan gigi sebagai tahap pertama dari pembentukan plak. Pada penelitian Furiga dkk, didapatkan hasil bahwa polifenol dapat menghambat perlekatan bakteri pada tahap kolonisasi primer yang didominasi oleh Streptococcus mutans. Hal ini disebabkan karena aktivitas enzimatis glucosyltransferase yang menyebabkan perlekatan bakteri pada permukaan gigi dihambat oleh polifenol.20 Madu Manuka memiliki komponen UMF. Komponen UMF yang terdapat pada label madu Manuka merupakan merek dagang yang digunakan oleh produser madu Manuka aktif dan menunjukkan aktivitas antibakteri non peroksida yang terdapat pada madu Manuka.4 Angka UMF atau Unique Manuka Factor menunjukkan banyaknya Universitas Sumatera Utara konsentrasi MG dalam madu Manuka. Angka UMF juga dapat menunjukkan perbandingan aktivitas antibakteri madu Manuka dengan aktivitas antibakteri fenol dalam konsentrasi tertentu. Sebagai contoh, madu Manuka dengan UMF 15 memiliki sifat antibakteri yang sama dengan larutan 15% fenol.4,16 Angka UMF dimulai dari 5, madu Manuka dengan UMF 5 sampai 9 memiliki aktivitas antibakteri yang lemah, madu Manuka dengan UMF 10 sampai 15 memiliki aktivitas antibakteri yang baik dan angka UMF 16 dan selanjutnya menunjukkan aktivitas antibakteri yang sangat baik atau superior.8 Penelitian Pratiwi menunjukkan bahwa konsentrasi minimal madu Maduka UMF 10 yang digunakan sebagai obat kumur adalah 50%. Pada konsentrasi 25% dan konsentrasi dibawah 25% tidak menunjukkan efek anti bakteri terhadap bakteri plak dikarenakan hidrogen peroksida dan non hidrogen peroksida yang dipunyai madu Manuka tidak cukup untuk menghambat pertumbuhan bakteri plak.13 Penelitian lain juga menunjukkan bahwa madu Manuka dapat menghambat tiga spesies bakteri yang terlibat dalam karies (S.mutans, L.rhamnosus, A.viscosus) dan dua spesies bakteri yang terlibat dalam penyakit periodontal (F.nucleatum, P.gingivalis). Streptococcus mutans juga diketahui sebagai kelompok bakteri yang pertama kali mengalami adhesi pada permukaan gigi saat pembentukan plak dental.9 Penelitian English HK menunjukkan bahwa madu Manuka memiliki efek yang positif dalam melawan pertumbuhan plak dental dan gingivitis.6 Universitas Sumatera Utara 2.3 Kerangka Teori Plak Kontrol Plak Khemis Mekanis Obat Kumur Larutan Madu Manuka UMF 10 dengan konsentrasi 50% Menghambat perlekatan bakteri pada gigi Mengubah permeabilitas sel bakteri Mengganggu daerah spesifik bakteri Melawan enzim dan protein bakteri Plak Dental Universitas Sumatera Utara 2.4 Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat 1. Larutan Madu Manuka Indeks Plak (Loe and Silness) UMF 10 dengan konsentrasi 50% 2. Plasebo Variabel Terkendali 1. Konsentrasi larutan madu Variabel Tidak Terkendali Komposisi dan laju alir saliva Manuka UMF 10 dalam obat kumur 2. Lama berkumur 3. Frekuensi berkumur 4. Sikat gigi dan pasta gigi yyang yang digunakan subjek Universitas Sumatera Utara