(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)

advertisement
0
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih
menjadi permasalahan di dunia sampai saat ini. AKI dan AKB merupakan salah
satu indikator derajat kesehatan di suatu negara yang menunjukkan kemampuan
dan kualitas pelayanan kesehatan, kapasitas pelayanan kesehatan, kualitas
pendidikan dan pengetahuan masyarakat, kualitas kesehatan lingkungan, sosial
budaya serta hambatan dalam memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan.
Menurut Kementerian Kesehatan RI, Angka Kematian Ibu adalah jumlah
wanita yang meninggal mulai dari saat hamil hingga 6 minggu setelah persalinan
per 100.000 persalinan (KEMENKES RI, 2013)
Laporan WHO tahun 2014 menunjukkan AKI di dunia yaitu 289.000
jiwa.Ini berarti ada 791 ibu meninggal setiap harinya.Amerika Serikat yaitu 3.900
jiwa, Afrika Utara 179.000 jiwa, dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Jumlah
kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi di antara negara-negara ASEAN
lainnya yaitu Indonesia 214 per 100.000 KH, Filipina 170 per 100.000 KH,
Vietnam 160 per 100.000 KH, Brunei 60 per 100.000 KH, Thailand 44 per
100.000 KH, dan Malaysia 39 per 100.000 KH (WHO, 2014).
Hal ini dapat terjadi karena adanya kelompok kehamilan beresiko.
Kelompok kehamilan resiko tinggi di Indonesia pada tahun 2007 sekitar 37%.
Kategori dengan resiko tinggi tunggal mencapai 22,4%, dengan rincian umur ibu
<18 tahun sebesar 4,1%, umur ibu ˃34% tahun sebesar 3,8%, jarak kelahiran <24
1
Universitas Sumatera Utara
2
bulan sebesar 5,2%, dan jumlah anak yang terlalu banyak (˃3 orang) sebesar 9,4%
(BkkbN, 2008).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012, AKI di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 KH.Angka ini
sedikit menurun jika dibandingkan dengan SDKI tahun 1991, yaitu sebesar 390
per 100.000 KH.Angka ini sedikit menurun meskipun tidak terlalu signifikan.
Target global MDGs (Millenium Development Goals) ke-5 adalah menurunkan
AKI menjadi 102 per 100.000 KH pada tahun 2015 (SDKI, 2012).
Menurut Kementerian Kesehatan RI, penyebab terbesar kematian ibu
selama tahun 2010-2013 masih tetap sama yaitu pendarahan. Sedangkan partus
lama penyumbang kematian ibu terendah. Sementara itu penyebab lain-lain juga
berperan cukup besar dalam menyebabkan kematian ibu secara tidak langsung
seperti kondisi penyakit kanker, ginjal,jantung, tuberkulosis atau penyakit lain
yang diderita ibu (KEMENKES RI, 2013).
Masih tingginya AKI dan AKB juga dipengaruhi dan didorong berbagai
faktor yang mendasari timbulnya risiko maternal dan neonatal, yaitu faktor-faktor
penyakit, masalah gizi dari wanita usia subur (WUS) serta faktor 4T (terlalu muda
dan terlalu tua untuk hamil dan melahirkan, terlalu dekat jarak kehamilan/
persalinan dan terlalu banyak hamil dan melahirkan). Kondisi tersebut di atas
lebih diperparah lagi oleh adanya keterlambatan penanganan kasus emergensi/
komplikasi maternal dan neonatal akibat oleh kondisi 3T (terlambat), yaitu: 1)
Terlambat mengambil keputusan merujuk, 2) Terlambat mengakses fasilitas
Universitas Sumatera Utara
3
pelayanan kesehatan yang tepat, dan 3) Terlambat memperoleh pelayanan dari
tenaga kesehatan yang tepat/ kompeten (KEMENKES RI, 2013).
Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam Program Indonesia Sehat pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015 – 2019
adalah meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat. Untuk itu
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
menetapkan beberapa
indikator untuk mencapai sasaran tersebut, diantaranya menurunkan AKI dari 359
per 100.000 KH menjadi 306 per 100.000 KH dan AKB dari 32 per 1.000 KH
menjadi 24 per 1.000 KH (RPJMN RI, 2015-2019).
Kementerian
Kesehatan
melakukan
upaya
dalam
mendukung
percepatanpenurunan AKI dan AKB adalah melalui penanganan obstetri dan neonatal
emergensi/komplikasi ditingkat pelayanan dasar dengan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Dasar (PONED) di puskesmas yang didukung dengan keberadaan rumah
sakit dengan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) dalam
suatu bentuk kerjasama antara PONED dan PONEK dalam rangka peningkatan
perbaikan kualitas pelayanan yang dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi
(Collaborative Improvement)PONED-PONEK (KEMENKES RI, 2013).
Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) merupakan
pelayanan untuk menanggulangi kasus-kasus kegawatdaruratan obstetrik dan
neonatal.Berbagai upaya yang dilaksanakan dalam PONED antara lain
peningkatan pengetahuan dan keterampilan tim dalam menyelenggarakan
PONED, pemenuhan tenaga kesehatan, pemenuhan ketersediaan peralatan, obat
dan bahan habis pakai, manajemen penyelenggaraan serta sistem rujukannya.
(KEMENKES RI, 2013).
Universitas Sumatera Utara
4
Keberadaan PONED di puskesmas merupakan program khusus dari
bidang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), namun terpisah dan berbeda dalam
pelayanan dan sumber daya manusianya. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
merupakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang fungsinya sebagai
promotif dan preventif dan bertugas untuk memberikan pelayanan dan penyuluhan
kesehatan kepada ibu hamil.Petugas kesehatan yang memberikan pelayanan KIA
adalah bidan, sedangkan PONED merupakan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
yang fungsinya sebagai kuratif dan bertugas untuk menangani kasus-kasus
kegawatdaruratan dalam persalinan. Petugas kesehatan yang menangani kasus
kegawatdaruratan dalam kehamilan terdiri dari Dokter, Bidan, dan Perawat yang
sudah dilatih PONED dan selanjutnya akan menjadi Tim Inti pelaksana PONED
yang harus siapsiaga 24 jam berada di Puskesmas.
Sejalan dengan upaya pemerintah dalam penurunan AKI dan AKB, Badan
Pembangunan Internasional Amerika Serikat (United States Agency for
International Development) juga telah berupaya membantu Kementerian
Kesehatan Indonesia untuk menurunkan tingkat kematian ibu dan bayi lahir
dengan meluncurkan program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal
Survival). Program EMAS USAID di Indonesia adalah upaya lima tahun, yang
diluncurkan pada tahun 2011, yang mendukung Pemerintah Indonesia untuk
menurunkan tingkat kematian ibu dan bayi baru lahir. EMAS berupaya
menurunkan kematian ibu dan bayi baru lahir dengan memperbaiki kualitas
PONED di fasilitas kesehatan dan memperkuat jejaring rujukan untuk memastikan
rujukan yang efisien dan efektif dari puskesmas ke rumah sakit. Selama lima
Universitas Sumatera Utara
5
tahun, EMAS bekerja dengan sedikitnya 150 rumah sakit (baik umum dan swasta)
serta lebih dari 300 puskesmas di enam Provinsi (Sumatera Utara, Banten, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan) dimana hampir 50%
kematian ibu dan anak terjadi. EMAS mulai dengan 10 daerah di Fase 1 pada Mei
2012, Fase 2 memperluas proyek ke 23 daerah dari Oktober 2013, Fase 3 mulai
pada Oktober 2014 dan menambahkan tujuh daerah lagi, salah satunya Kabupaten
Labuhan Batu sehingga berjumlah 30.
Pada tahun 2013, dari 570 puskesmas yang tersebar di seluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, terdapat 147 puskesmas yang
menyelenggarakan PONED atau 25,80%. Jumlah ini mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2013 yaitu 137 puskesmas, tahun 2012 yaitu 94 puskesmas
dan tahun 2011 yaitu 98 Puskesmas PONED. Penurunan jumlah Puskesmas
PONED yang terjadi di tahun 2012 akibat pindahnya tenaga dokter dan perawat
yang telah dilatih, hal ini terjadi di Kabupaten Mandailing Natal, Samosir, Deli
Serdang, Serdang Bedagai dan Kota Binjai, masing-masing berkurang 1 Unit
Puskesmas PONED. Jumlah Puskesmas PONED di Kabupaten Labuhan Batu
adalah 5 Puskesmas PONED dan di antaranya Puskesmas Labuhan Bilik
(DINKES Provinsi Sumatera Utara, 2015).
Sejak tahun 2013, Puskesmas Labuhan Bilik menjadi salah satu
Puskesmas mampu PONED yang ada di Kabupaten Labuhan Batu.Puskesmas
Labuhan Bilik ditunjuk Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhan Batu untuk
membantu masalah pemerintah dalam menurunkan AKI dan AKB, khususnya
untuk wilayah Kabupaten Labuhan Batu.
Universitas Sumatera Utara
6
Hasil laporan Nasional Riset Fasilitas Kesehatan menyatakan bahwa
hampir 40% Puskesmas PONED mempunyai peralatan PONED yang jumlahnya
kurang dari 40% standard alat PONED yang harus dipunyai oleh Puskesmas
mampu PONED dan ketersediaan obat PONED sangat kurang, karena lebih dari
80% Puskesmas mampu PONED menyediakan obat kurang dari 40% standard
obat yang semestinya ada di Puskesmas mampu PONED. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa kualitas PONED masih jauh dibandingkan dengan standard
minimal yang harus dipenuhi (KEMENKES RI, 2012).
Menurut hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Handayani (2014),
menunjukkan bahwa di Puskesmas PONED belum berjalan dengan optimal
dikarenakan belum mempunyai alat yang memenuhi standar minimal, sumberdaya
belum
memenuhi
secara
kuantitas
dan
secara
kualitas
belum
mendapatkanpelatihan PONED, jarak dari masyarakat ke puskesmas dan rumah
sakit sama dekat, tidak ada dana khusus untuk program PONED.
Hasil penelitian lain juga yang dilakukan oleh Surahwardy (2013),
menyatakan bahwa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pelayanan
PONED adalah ada beberapa alat yang tidak tersedia dan tidak ada dana
operasional khusus yang diberikan untuk kegiatan PONED tetapi dana berasal
dari operasional puskesmas dan dari jasa hasil tindakan di PONED.
Berdasarkan laporan Profil Puskesmas Labuhan Bilik, diketahui bahwa
jumlah persalinan dengan komplikasi yang ditangani dan di rujuk mulai tahun
2013 sampai 2015 meningkat setiap tahunnya, yaitu tahun 2013 sebanyak 16
orang yang dirujuk 3 orang, tahun 2014 sebanyak 114 orang yang dirujuk 12
Universitas Sumatera Utara
7
orang, dan tahun 2015 sebanyak 163 orang yang dirujuk 18 orang. Persalinan
dengan komplikasi di Puskesmas Labuhan Bilik seperti pre eklampsi berat, KPD,
partus macet, partus lama, Bayi sungsang, Prematur, Inpartus, abortus dan
panggul sempit.Sedangkan Jumlah kematian ibu setiap tahunnya cenderung tetap,
yaitu 1 kasus kematian ibu.Sedangkan kematian bayi mengalami naik turun yaitu
tahun 2013 6 kasus, meningkat menjadi 12 kasus di tahun 2014, lalu menurun
menjadi 7 kasus di tahun 2015 (Profil Puskesmas Labuhan Bilik, 2015).
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap kepala bidang
PONED mengenai ketersediaan sumber daya PONED, diketahui bahwapetugas
yang sudah dilatih PONED ada 3 orang, yaitu dokter, Bidan dan Perawat. Namun,
Dokter dan perawat yang menjadi Tim Inti PONED tidak bertugas di PONED
karena dokter bertugas di poli umum, sedangkan Perawat yang sudah dilatih
PONED berada di bagian lansia.Tim Pendukung PONED sudah tidak ada,
sehingga persalinan hanya dibantu oleh petugas jaga sesuai shifnya masingmasing.Hal ini tidak sesuai dengan Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas Mampu
PONED yaitu, “Tim Inti Pelaksana PONED (Dokter, Bidan dan Perawat) harus
berada di Puskesmas selama 24 jam dan bertempat tinggal di wilayah
kerjaPuskesmas”.
Selain itu, masih ada hal yang menghambat pelaksanaan program PONED
berjalan dengan baik yaitu ketersediaan obat dan peralatan. Hasil wawancara dan
observasi, diketahui bahwa sering terjadi kekurangan obat di PONED serta masih
ada beberapa peralatan yang tidak tersedia dan tidak dapat dipakai lagi, sehingga
obat yang tidak tersedia di puskesmas harus dibeli sendiri oleh pasiendi luar
Universitas Sumatera Utara
8
puskesmas dan jika peralatan yang dibutuhkan untuk membantu persalinan tidak
tersedia, maka pasien akan dirujuk ke rumah sakit. Hal ini menyebabkan
kurangnya minat masyarakat untuk melahirkan di puskesmas dan mencari fasilitas
kesehatan lainnya yang lebih lengkap.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mujiati, dkk. (2014), diperoleh
bahwa dari 1.446 Puskesmas PONED, rata-rata angka ketersediaan jenis obat dan
alat kesehatan di Puskesmas PONED masih belum mencukupi.
Baik tidaknya program PONED juga bisa dilihat dari sistem rujukannya
yaitu mulai dari penerimaan pasien dari fasilitas di bawahnya, penanganan kasus
kegawatdaruratan
sampai
pada
pelaksanaan
rujukan
untuk
kasus
kegawatdaruratan yang tidak mampu ditangani di puskesmas. Namun di era JKN
sekarang, beberapa pasien meminta agar segera dirujuk ke rumah sakit karena
tidak mau merasakan sakit yang terlalu lama atau meminta surat rujukan langsung
dari puskesmas ke fasilitas yang diinginkan tanpa pernah memeriksakan
kehamilannya di puskesmas. Hal ini menyebabkan tingginya jumlah rujukan
puskesmas.
Berdasarkan latar belakangdi atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul Pelaksanaan Program PONED di Puskesmas Labuhan
Bilik Kecamatan Panai Tengah Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2017.
Universitas Sumatera Utara
9
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan program PONED di Puskesmas
Labuhan Bilik Kecamatan Panai Tengah Kabupaten Labuhan Batu tahun 2017.
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan
program PONED di Puskesmas Labuhan Bilik Kecamatan Panai Tengah
Kabupaten Labuhan Batu tahun 2017.
1.3.2
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk
mengetahui
input
(ketersediaan
sumber
daya
manusia,
peralatan,sarana dan prasarana lain) dalam pelaksanaan program PONED
di Puskesmas Labuhan Bilik Kecamatan Panai Tengah Kabupaten
Labuhan Batu tahun 2017.
2. Untuk menjelaskan proses (penerimaan pasien, penanganan kasus
kegawatdaruratan dan pelaksanaan rujukan) dalam pelaksanaan program
PONED di Puskesmas Labuhan Bilik Kecamatan Panai Tengah Kabupaten
Labuhan Batu tahun 2017.
3. Untuk mengetahui output berupa cakupan dalam pelaksanaan program
PONED di Puskesmas Labuhan Bilik Kecamatan Panai Tengah Kabupaten
Labuhan Batu tahun 2017.
Universitas Sumatera Utara
10
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah
1. Sebagai bahan informasi bagi Pemerintah terutama Dinas Kesehatan
Labuhan Batu mengenai Puskesmas Labuhan Bilik Kecamatan Panai
Tengah Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2017.
2. Sebagai gambaran bagi Puskesmas Labuhan Bilik tentang standar
pelayanan PONED yang dilaksanakan oleh Tim Inti dan Pendukung
PONED sesuai dengan batasan dan wewenang masing-masing.
3. Sebagai sumber referensi untuk dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenaiPelaksanaan Progam PONED di Puskesmas Labuhan Bilik
Kecamatan Panai Tengah Kabupaten Labuhan Batu tahun 2017.
Universitas Sumatera Utara
Download