bahan seminar - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vitamin merupakan senyawa organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah
kecil untuk mempertahankan kesehatan (Ganiswara, 1995). Salah satu vitamin
yang dibutuhkan tubuh adalah vitamin C. Vitamin ini dalam larutan air mudah
teroksidasi (reaksinya bolak-balik) membentuk asam dehidro-askorbat (Connors,
dkk, 1986). Asam askorbat dan asam dehidro-askorbat berada dalam
keseimbangan yang reversibel dalam sistem biologi dan keduanya memiliki
aktivitas biologi yang sama (Gennaro, 2000).
Vitamin C memiliki fungsi fisiologis yang penting bagi tubuh. Vitamin ini
berperan sebagai antioksidan dalam makanan maupun dalam berbagai proses
tubuh. Sebagai contoh, di dalam tubuh, vitamin C dapat melindungi asam lemak
tak jenuh rantai panjang, vitamin E, dan vitamin A dari oksidasi. Ini adalah fungsi
yang penting karena asam lemak tak jenuh rantai panjang dan vitamin E adalah
komponen esensial untuk mempertahankan keutuhan membran sel (William and
Caliendo, 1984).
Vitamin C berfungsi sebagai kofaktor dalam sejumlah reaksi hidroksilasi
dan amidasi, yaitu mengubah residu prolin dan lisin tertentu dalam prokolagen
menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin selama berlangsungnya sintesis kolagen.
Vitamin ini juga meningkatkan aktivitas enzim pengamidasi, dan juga
meningkatkan absorpsi besi dalam usus (Gilman, et al, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Vitamin C digunakan secara umum untuk mengobati defisiensi asam
askorbat, terutama skorbut, yang dikaitkan dengan gangguan gangguan sintesis
kolagen yang manifestasinya berupa luka yang sulit sembuh, gangguan
pembentukan gigi, dan robeknya kapiler (Gilman, et al, 1996).
Asupan gizi rata-rata sehari sekitar 30 sampai 100 mg vitamin C yang
dianjurkan untuk orang dewasa. Namun, terdapat variasi kebutuhan dalam
individu yang berbeda (Sweetman, 2005). Vitamin C megadosis berperan dalam
berbagai penyembuhan penyakit, walaupun masih memerlukan penelitian lebih
lanjut. Megadosis vitamin C dapat digunakan untuk terapi pengobatan salesma,
menurunkan kolesterol darah (500-1.000 mg sehari), mempercepat penyembuhan
borok di kulit, memperbaiki fungsi otot (1 g sehari) dan kanker ( 3-10 g sehari)
(Tjay dan Rahardja, 2002).
Vitamin C biasanya diberikan secara oral (Gilman, et al, 1996). Sebagai
contoh Enervon-C®, Redoxon®, Vicee®, Vitacimin®, Von-Ce®, Xon-Ce®, dan
sediaan lainnya (ISFI, 2007). Tubuh mampu mempertahankan sampai pada
kondisi batas diperlukannya vitamin C. Pada saat keadaan tersebut dicapai, maka
tubuh dikatakan jenuh. Penambahan vitamin C berikutnya akan diekskresikan
melalui urin. Pemberian megadosis vitamin C secara oral (pelepasan segera)
mengakibatkan jumlah yang dieksresikan akan lebih besar dibandingkan vitamin
C yang diabsorpsi (William and Caliendo, 1984). Selain itu, megadosis vitamin C
dilaporkan memiliki efek samping menyebabkan diare dan gangguan pencernaan
lainnya (Sweetman, 2005). Hal ini terjadi karena efek iritasi langsung pada
mukosa saluran pencernaan (Ganiswara, 1995). Iritasi ini disebabkan oleh
pelepasan obat dari sediaan secara serentak dan terlarut dan menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
konsentrasinya tinggi di suatu area (Groves, 1989). Selain itu juga dinyatakan
megadosis mengakibatkan pembentukan kalsium oksalat dalam ginjal (Sweetman,
2005). Pemberian vitamin C dalam dosis rendah tidak berarti mengatasi efek
samping vitamin C megadosis karena penggunaannya dalam jangka waktu lama
dapat menyebabkan efek samping vitamin C tersebut (Linder, 1992).
Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi efek samping
vitamin C dalam mengiritasi lambung adalah sediaan Ester-C®. Ester-C®
merupakan pendekatan secara kimia medisinal melalui pengubahan struktur
vitamin C menjadi bentuk ester vitamin C (Goodman, 1991).
Pendekatan lain untuk mengatasi efek samping vitamin C dalam
mengiritasi lambung dan memperbaiki absorpsi vitamin C dapat dilakukan secara
teknologi formulasi. Dalam hal ini perlu dibuat sediaan oral vitamin C gastric
delivery yaitu sediaan yang memiliki pelepasan vitamin C lebih lambat selama
sediaan berada dalam lambung sehingga tidak mengurangi absorpsi dan tidak
mengiritasi lambung dan efek farmakologi vitamin C megadosis dapat tercapai.
Penelitian-penelitian tentang alginat telah dilakukan untuk mengatasi efek
samping pada saluran pencernaan dari penggunaan obat tersebut. Bangun (2002)
menginformasikan bahwa enkapsulasi indometasin dengan gel alginat dalam
bentuk butir-butir gel yang mengandung indometasin setelah dilakukan uji iritasi
akut dan kronis terhadap lambung tikus percobaan, terbukti dapat mencegah efek
samping penggunaan obat tersebut. Sumaiyah (2006) telah melakukan pengujian
efek iritasi secara akut dari fero sulfat dan didapatkan hasil tidak terjadi iritasi
pada lambung kelinci dari pemberian fero sulfat yang diformulasi di dalam kapsul
alginat.
Universitas Sumatera Utara
Natrium alginat adalah suatu polisakarida yang merupakan polimer dari βD-mannuronat dan α-L-guluronat diperoleh dari alga coklat (Phaeophyceae).
Natrium alginat larut dalam air dan bersifat hidrofilik. Polimer ini tidak bersifat
toksik, tidak memberikan reaksi toksik, tidak memberikan reaksi alergi dan dapat
terurai dalam tubuh. Alginat dapat membentuk gel dengan kalsium. Alginat
mendapat perhatian besar dalam pembuatan sediaan lepas lambat.
Pada kesempatan ini penulis mencoba meneliti pembuatan vitamin C
gastric delivery menggunakan kapsul alginat, profil disolusi vitamin C dalam
sediaan pasaran (tablet Enervon-C®) dan kapsul gelatin yang dibandingkan
dengan profil disolusi vitamin C dalam kapsul alginat. Juga dilakukan uji iritasi
akut terhadap lambung kelinci yang diamati secara makroskopik dan mikroskopik.
1.2 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Bebas
X1 = Vitamin C
dalam tablet
Enervon-C®
X2= Vitamin C
dalam kapsul
pH lambung Variabel Terikat
Iritasi
makroskopik
Iritasi
mikroskopik
Parameter
Kemerahan ,
penipisan dan
luka lambung
Respon
epitel,perdarahan
gelatin
X3 = Vitamin C
Disolusi
% kumulatif
dalam kapsul
alginat
Universitas Sumatera Utara
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
a. Apakah kapsul alginat yang mengandung vitamin C dapat dibuat sebagai
sediaan gastric delivery?
b. Apakah ada perbedaan profil disolusi vitamin C dari tablet Enervon-C®,
kapsul gelatin dan dari kapsul alginat pada medium lambung pH 1,2?
c. Apakah terdapat perbedaan dalam hal memberikan efek iritasi diantara
vitamin C dalam tablet Enervon-C®, kapsul gelatin dan kapsul alginat pada
lambung kelinci?
1.4 Hipotesis
Dalam penelitian ini diduga bahwa :
a. Kapsul alginat yang mengandung vitamin C dapat dibuat sebagai sediaan
gastric delivery
b. Ada perbedaan profil disolusi tablet Enervon-C® dan kapsul gelatin yang
mengandung vitamin C dengan kapsul alginat yang mengandung vitamin
C pada medium lambung pH 1,2
c. Terdapat perbedaan dalam hal memberikan efek iritasi diantara vitamin C
dalam tablet Enervon-C®, kapsul gelatin dan kapsul alginat
Universitas Sumatera Utara
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
a. Membuat sediaan vitamin C gastric delivery dengan memakai kapsul
alginat
b. Mengetahui perbedaan profil disolusi vitamin C dari tablet Enervon-C®,
kapsul gelatin dan dari kapsul alginat pada medium lambung pH 1,2
c. Mengetahui perbedaan dalam hal memberikan efek iritasi diantara vitamin
C dalam tablet Enervon-C®, kapsul gelatin dan kapsul alginat
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai masukan terhadap pengembangan
sediaan yang dapat mencegah iritasi terhadap saluran pencernaan dan
memperbaiki absorpsi sediaan yang larut dalam air
Universitas Sumatera Utara
Download