STUD1 PENINGKATAN IUNERJA MANAJEMEN RANTAI PASOK SAYURAN DATARAN TINGGI TERPILIH DI JAWA BARAT ALIM SETIAWAN S SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing akademik dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun, kecuali yang jelas disebutkan rujukannya. Bogor, Juni 2009 Alim Setiawan S NRP F351060021 ABSTRACT ALIM SETIAWAN S. Study on the Performance Improvement for the Supply Chain Management for Selected of Highland Vegetables in West Java. Supervised by MARIMIN, YANDRA ARKEMAN, and FAQIH UDIN. A performance measurement model is a necessary tool for highland vegetables supply chain network optimization in West Java. The performance measurement is conducted to support an objectives planning, the perfonnance evaluation, and determination of the future steps in strategic, tactical and operational levels. The methods used in this study were the Exponential Comparison Method (ECM) for the selection of superior products; the combination of the SCOR Model with the Fuzzy AHP to design performance metrics; the Data Envelopment Analysis for performance measurement; and the TOWS analysis to formulate the strategy to increase the supply chain performance. The result of the ECM showed three commodities with the highest value i.e. Pepper, Lettuce Head and Broccoli. The combined SCOR - Fuzzy AHP analysis produced the performance metric values as follows: delivery performance (0.1 1l), compliance to quality standards (0.299), order fulfillment performance (0.182), order leadtime (0.068), order fulfillment cycle time (0.080), supply chain flexibility (0.052), the cost of SCM (0.086), cashto-cash cycle time (0.080), and the daily stock (0.048). The supply chain performance measurement for lettuce head with the DEA approach indicated that the farmers had not been 100% efficient. While at the company level, the supply chain performance measurement of lettuce head crop and fresh cut show the efficiency performance of 100% which is better than the benchmark. Eventually, the TOWS strategy analysis on the lettuce head lead to the following recommendations to improve the performance:l) use hydrophonic cultivation technology and reduce excessive pesticides, 2) optimize the planting and harvesting schedules considering the climate; 3) increase the responsiveness and the flexibility in meeting consumer orders, and 4) implement the required standard quality assurance and management systems to ensure the consistency of the product quality and acceptability by the global consuniers. Keywords: highland vegetables, performance measurement, supply chain and strategy improvement. RINGKASAN ALIM SETIAWAN S. Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih Di Jawa Barat. Dibimbing oleh MARIMIN, YANDRA ARKEMAN, dan FAQIH UDIN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil hortikultura terbesar di Indonesia. Dataran tinggi Jawa Barat (Bandung, Garut, Bogor, Cianjur dan Tasikmalaya) terletak pada daerah agroklimat basah dengan rata-rata bulan basah 8-10 bulan dengan curah hujan rata-rata tahunannya lebih dari 2000 mm, sehingga kawasan ini cocok untuk pertumbuhan dan produksi sayuran dataran tinggi antara lain Paprika, Brokoli, Lettuce, Sawi, Kentang, Wortel, Kubis, dan lain-lain (Dinas Pertanian Jabar, 2006). Sistem pengukuran kinerja (performance rneasurentent sysrem) sangat diperlukan sebagai pendekatan dalam rangka mengoptimalisasi jaringan rantai pasok sayuran dataran tinggi. Pengukuran kinerja bertujuan untuk mendukung perancangan tujuan, evaluasi kinerja, dan menentukan langkahlangkah ke depan baik pada level strategi, taktik dan operasional (Van der Vorst, 2006). Penelitian ini berusaha untuk menjawab beberapa permasalahan yang berkaitan dengan perancangan model pengukuran kinerja manajemen rantai pasok sayuran dataran tinggi yaitu: 1) Jenis produk sayuran dataran tinggi yang berpotensi untuk ditingkatkan kinerja rantai pasoknya; 2) Gambaran struktur rantai pasokan dan analisis rantai nilai tambah produk sayuran dataran terpilih; 3) Rancangan model pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih dan implementasinya; serta 4) Strategi peningkatan kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih. Observasi terhadap rantai pasok sayuran dataran tinggi dilakukan untuk mengidentifikasi sejumlah permasalahan yang sering muncul dalam manajemen rantai pasok dan nilai tambah pada masing-masing pelaku dalam rantai pasok produk sayuran dataran tinggi. Kegiatan manajemen rantai pasok merupakan bagian kegiatan dari rantai nilai (valzie chain) sehingga perbaikan manajemen rantai pasok akan berimplikasi positif pada rantai nilai tambah. Rantai nilai yang efektif akan memicu keunggulan nilai (value advantage) dan keunggulan produksi (productivity advantage) yang apada akhimya meningkatkan keunggulan kompetitif. Pengukuran kinerja manajemen rantai pasok menggunakan pendekatan Data Envelopvzent Analysis (DEA). Metrik yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan pendekatan fuzzy AHP yang mengadaptasi metode pengukuran SCOR model. Penelitian dilakukan di berbagai sentra produk pertanian segar seperti sayuran di Garut, Bandung dan CianjurIBogor. Penelitian dilakukan mulai bulan April 2008 - November 2008. Pengumpulan data primer dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut : I) Observasi lapangan, yakni melihat secara langsung kegiatan-kegiatan dalam supply chain dari produsen (petani), prosesor, distributor, hingga konsumen; 2) Wawancara mendalam; dan 3) Opini Pakar (expert opinion). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) untuk pemilihan sayuran unggulan, analisis deskriptif untuk kondisi rantai pasok, fuzzy AHP dan SCOR Model untuk penentuan metrik kinerja, pengukuran kinerja dengan DEA dan analisis SWOT untuk merumuskan strategi peningkatan kinerja rantai pasok. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan sayuran dataran tinggi yang berpotensi untuk ditingkatkan kineja rantai pasoknya yaitu ketersediaan bibit, ketersediaan sarana produksi, kualitas produk, kontinyuitas pasokan, ketersediaan produk, potensi pasar domestik dan ekspor, margin keuntungan, risiko dan kemitraan. Berdasarkan analisis ekspor dan impor untuk menentukan sayuran unggulan diperoleh alternative sayuran dataran tinggi unggulan yaitu Brokoli, Kentang, Jamur Kuping, Kacang-kacangan, Paprika, Tomat dan Lettuce. Hasil analisis menggunakan metode MPE menghasilkan tiga komoditas sayuran terpilih yang mempunyai nilai tertinggi dibandingkan sayuran lainnya yaitu Paprika, Selada bulat (lettuce head) dan Brokoli. Anggota strulctur rantai pasok sayuran dataran tinggi umumnya terdiri dari petaniikelompok t a d koperasi, pedagangibandarlusaha dagang, prosesor, dan konsumen institusi (hotel, restauran, eksportir, dan retailer). Secara umum, sistem transaksi dan pemilihan mitra hanya berdasarkan pada kepercayaan, belum menggunakan kriteria standar dan sistem kontraktual tertulis. Hasil analisis nilai tambah pada para pelaku rantai pasok menunjukkan persentase nilai tambah pada petani masih lebih kecil dibandingkan pelaku yang lain. Persentase nilai tambah akan lebih besar didapat petani jika terjadi pengalihan sebagian aktifitas pengolahan dari prosesor kepada petani. Hasil perancangan model pengukuran kinerja rantai pasok sayuran tinggi menggunakan pendekatan Fuzzy AHP dengan mengadaptasi model evaluasi SCOR menghasilkan metrik pengukuran kinerja dengan bobot masing-masing yaitu: kinerja pengiriman (0,ll I), kesesuaian dengan standar mutu (kualitas) (0,299), kinerja pemenuhan pesanan (0,182), lead time pemenuhan pesanan (0,068), siklus waktu pemenuhan pesanan (0,080), fleksibilitas rantai pasok (0,052), biaya SCM (0,086), cash-to-cash cycle time (0,080) dan persediaan harian (0,048). Pengukuran kineja rantai pasok sayuran Lettuce head dengan pendekatan DEA menunjukkan efisiensi relatif masing-masing petani dan potential improvement yang harus dilakukan untuk mencapai efisiensi relatif 100%. Sementara pada tingkat perusahaan, pengukuran kinerja rantai pasok jenis produk Lettuce head crop danfresh cut menunjukkan kinerja efisiensi 100% dan lebih baik dari benchmark. Berdasarkan hasil perhitungan matriks internal dan eksternal dalam analisa SWOT, posisi para pelaku rantai pasok sayuran lettuce head berada pada kuadran antara Kekuatan (Strenghts) dan Ancaman (Threats). Dengan demikian strategi peningkatan kinerja rantai pasok sayuran lettuce head yang dapat dirumuskan adalah : (1) Optimalisasi sistem penjadwalan (baik dalam penanaman dan pemanenan) dengan memperhitungkan aspek cuaca, (2) Peningkatan kinerja responsifitas dan fleksibilitas untuk pemenuhan pesanan, (3) Perlunya implementasi system manajemen mutu dan lingkungan (IS0 9000 & 14000), Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), Good Handling Practices, dan Good Agricultural Practice (GAP). Kata kunci : sayuran dataran tinggi, pengukuran kinerja, rantai pasok dan strategi peningkatan kinerja g d U!Z! ~ wduwr undwdw ynruaq uiwlwp !u! s!gnl w&wy ynrnlas nwjw uw!3wqas ywduwqraduatu uwp uwytuntun3uatu Zuwrwpa -Z 861.IW[WM Zuwd uwZu!quaday [email protected]!y uudzzn8uad .q ~ywgwswunrwns uwnw[u!g nwlw y!y!.q uws!gnuad 'uwrodw~uws~~nuad 'yw!tul! wdrq uws!puad 'uw!r!qauad 'uqp!puad uw3u~guaday ynrun wduwy uwd2f&uad a Aaquns umpqaiuau nwrw uqunruw3uatu wduwj !u! s!lnr chwy ynrnlas nwrw uw!Zwqas dt~n3uatuZuwrwl!a Suepun-Suepnn !Sunpu![!p rr~d!ayeH 6002 unqel'8dI Y!l!m Vd!3 T H O STUD1 PENINGKATAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOK SAYURAN DATARAN TINGGI TERPILIH DI JAWA BARAT ALIM SETIAWAN S Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 Judul Tesis : Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat Nama : Alim Setiawan S NRP : F351060021 Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Marimin. MSc Ketua ra MEng Dr. ~ r y ~ a n dArkeman, Anggota Ir. Faqih Udin. MSc Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran Tanggal Ujian : 3 Juni 2009 Tanggal Lulus : 2 3 JUL 2009 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan Tesis: STUD1 PENINGKATAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOK SAYURAN DATARAN TINGGI TERPILIH DI JAWA BARAT. Tesis ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Program Magister di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan tesis ini dapat terlaksana dan terwujud melalui proses arahan, bimbingan, bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Komisi Pembimbing selalu memberikan dorongan, arahan, dan saran selama proses penelitian dan penyusunan tesis ini berlangsung. Berbagai pihak juga telah banyak membantu mulai dari saat proses penelitian berlangsung hingga tersusunnya tesis ini. Dengan ketulusan hati penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc, selaku Ketua Komisi Pembimbing akademik atas bimbingan, arahan, dan nasehat kepada penulis sejak perkuliahan di TIP, penelitian dan selama penyusunan tesis. 2. Dr. Ir. Yandra Arkeman, MEng dan Ir. Faqih Udin, MSc sebagai anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan arahannya sehingga penulis dapat menyelesaiakan tesis ini. 3. Dr. Ir. Sutrisno, MAgr, sebagai penguji luar komisi atas saran dan masukannya dalam penyempumaan tesis ini pada ujian sidang. 4. Prof. Dr. Irawadi Jamaran dan Dr. Ir. Ani Suryani, DEA sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi TIP yang dengan penuh perhatian dan dedikasi tinggi senantiasa mendorong para mahasiswa TIP untuk dapat menyelesaikan studi dengan baik. 5. Prof. Dr. Ir. Heny Suhardiyanto, MSc dan Dr. lr. Anas Miftah Fauzi, MEng atas bantuan, bimbingan dan dorongan moral yang diberikan sehingga penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB. Beliau berdua seolah menjadi orang tua penulis di Bogor yang disela-sela kesibukannya senantiasa meluangkan waktu untuk berdiskusi dan memberi nasehat-nasehat yang berharga. 6. Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc dan teman-teman staf pengajarlpegawai di Departemen Manajemen, FEM, IPB yang senantiasa memberi perhatian dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi dengan baik. 7. Saudara Ferry Setyawan, Zikra Arsil, dan Lulud Adi Subarkah yang telah banyak membantu penulis mengumpulkan dan mengolah data dan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan tesis ini. 8. Pak Rika Ampuh H, Mbak Retno Astuti, Pak Sjarif, Pak Makmur, Pak Harjito, Mas Hedi, Mbak Banun, Mbak Tini, Mbak Tuti, Sari, Upik, Yusuf, Dwi, Mbak Nisa, Pak Nurdin, Puji Rahma, Mas Adetya dan teman-teman TIP (S2 dan S3) 2005/2006/2007, terimakasih atas inspirasi, kisah, dan semangatnya kepada penulis. Penulis yakin bahwa kesuksesan menyertai kalian semua. 9. Kepada para petani lettuce di Garut, petani Paprika di Pasir Langu, petani Brokoli di Cipanas, para karyawan di FT. Saung Minvan, pengurus Koperasi Mitra Sukamaju, dan para pihak yang telah membantu penelitian ini. Kepada Ibunda (almarhumab) Riwayati dan ayahanda Suhadi penulis persembahkan rasa hormat dan cinta yang mendalam. Kakak-kakakku Eko Nugriyanto, MKom dan Kus Dwi lndriyati, SPd atas segala perhatian dan motivasinya. Istriku tercinta Suci Nur Aini Zaida, SP dan anakku Ayesha Humaira Majid, sungguh merupakan inspirator penulis dan pendorong bagi selesainya tesis ini. Penulis menyadari masih banyak yang harus disempurnakan dalam tesis ini. Untuk itu, penulis menerima semua kritik dan saran yang membangun dalam penyempumaannya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat khususnya bagi perkembangan pengetahuan rantai pasokan sayuran dataran tinggi. Bogor, Juni 2009 Penulis Alim Setiawan S RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari orang tua tercinta Bapak Suhadi dan Almarhumah Ibu Riwayati. Penu!is dilahirkan pada tanggal 27 Februari 1982 di Desa Bolo, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Pada tahun 1994, penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri Bolo 3 Demak. Pada tahun 1997 menamatkan pendidikan menengah di S M P Negeri 2 Demak dan pada tahun 2000 lulus dari SMU Negeri 1 Demak. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2000 dan belajar di Fakultas Teknologi Pertanian, jurusan Teknologi Industri Pertanian hingga lulus pada tahun 2005. Selanjutnya penulis pada tahun 2006, penuiis melanjutkan program master di program studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sampai saat ini penulis masih bertugas sebagai asisten dosen di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menikah dengan Suci Nur Aini Zaida, SP pada tanggal 6 Juli 2008 dan telah dikaruniai seorang putri bemama Ayesha Humaira Majid yang lahir pada tanggal 2 April 2009. DAFTAR IS1 KATA PENGANTAR .............................................................................................i ... .. DAFTAR TABEL ................................................................................................. VII DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xi ... DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ XIII BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.I. Latar belakang .................................................................................................. 1 .. 1.2. Tujuan penelltian ..............................................................................................4 1.3. Ruang lingkup ..................................................................................................4 . . ............................................................................................ 5 1.4. Manfaat penel~t~an BAB I1. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................6 2.1. Manajemen Rantai Pasok Agroindustri ............................................................ 6 2.2. Kemitraan dalam Supply Chain Management .................................................7 2.3. Pengukuran kinerja Supply Chain ....................................................................8 2.4. Metode pengukuran kinerja SCM ..................................................................I1 2.5. Metode DEA untuk evaluasi SCM ................................................................. II 2.6. Metode SCOR untuk Evaluasi SCM ..............................................................16 2.7. Konsep Nilai Tambah ..................................................................................... 24 2.8. Fuzzy AHP untuk penentuan bobot metrik kinerja ......................................... 26 2.9. Analisis TOWS .............................................................................................. 31 2.10. Penelitian terdahulu dan posisi usulan penelitian ......................................... 33 BAB 111. METODE PENELITIAN ....................................................................... 36 3.1. Kerangka Konseptual ..................................................................................... 36 .. 3.2. Tata Laksana Penelltian .................................................................................. 38 . . ...............................................................................38 3.2.1. Prosedur penel~t~an .. 3.2.2. Lokasi dan Waktu Penel~t~an ................................................................39 3.2.3. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 39 .. 3.3. Metode Anallsls Data ..................................................................................... 42 3.4.1. Analisis Rantai Pasok Sayuran dataran tinggi .....................................42 DAFTAR IS1 ............................................................................................................. 3.4.2. Pemilihan Produk Unggulan ............................................................. 46 . . 3.4.3. Analisis Nlla~Tambah .......................................................................... 46 3.4.4. Pengukuran Kinerja dengan DEA ........................................................ 47 BAB IV . PERKEMBANGAN SAYURAN DAN HORTIKULTURA INDONESIA .........................................................................................................52 4.1. Produksi Sayuran dan Hortikultura ................................................................52 4.2. Perkembangan Ekspor lmpor Sayuran dan Hortikultura................................53 4.3. Permasalahan Ekspor Sayuran dan Hortikultura ............................................ 58 4.3.1 .Permasalahan Internal ...................................................................... 58 4.3.2. Permasalahan Eksternal ........................................................................ 65 BAB V . PEMILIHAN PRODUK UNGGULAN ................................................. 66 5.1. Alternatif Sayuran Unggulan .......................................................................... 66 5.2. Kriteria Pemilihan Sayuran Dataran Tinggi ................................................... 68 5.3. Pemilihan sayuran menggunakan MPE .......................................................... 69 5.4. Pewilayahan dan Budidaya Sayuran Terpilih ................................................. 71 5.4.1. Sentra Produksi Paprika di Pasir Langu, Kabupaten Bandung Barat ...71 5.4.2. Sentra Produksi Lettuce Head Di Kabupaten Garut ............................. 79 5.4.3. Sentra Produksi Brokoli di Cipanas, Kabupaten Cianjur ..................... 85 BAB VI . ANALISIS KONDISI RANTAI PASOK .............................................. 89 SAYURAN DATARAN TINGGI ......................................................................... 89 6.1. Rantai Pasokan Paprika ................................................................................. 89 6.1.1. Struktur Rantai Pasokan ....................................................................... 89 6.1.2.Sasaran Rantai ...................................................................................... 95 6.1.3. Manajemen Rantai ................................................................................ 98 6.1.4. Sumberdaya Rantai ............................................................................. 101 6.1.5. Proses Btsnts Rantai ........................................................................ 103 . . 6.1.6. Kunci Sukses ............................................................................... 107 6.1.7. Analisa Nilai Tambah ......................................................................... I09 6.2. Rantai Pasokan Lettuce head ........................................................................ 115 6.2.1. Struktur Rantai Pasokan ..................................................................... 115 6.2.2. Sasaran Rantai .................................................................................... 125 6.2.3. Manajemen Rantai ....................................................................... 127 6.2.4. Sumberdaya Rantai ............................................................................. 130 . . ...........................................................................132 6.2.5. Proses B ~ s n Rantai ~s 6.2.6. Performa Rantai .................................................................................. 138 6.2.7. Kunci Sukses ...................................................................................... 140 . . 6.2.8. Analisis N~lalTambah ........................................................................ 141 6.3. Rantai Pasokan Brokoli ............................................................................ 148 6.3.1. Struktur Rantai Pasokan .....................................................................148 6.3.2. Manajemen Rantai ......................................................................... 158 6.3.3. Proses Bisnis Rantai ........................................................................... 161 6.3.4. Kunci Sukses ...................................................................................... 164 6.3.5. Analisa Nilai Tambah .........................................................................165 BAB VII . DESAIN METRIK PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL DAN FUZZY AHP ..................... 168 7.1. Proses Bisnis Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi ................................... 169 7.2. Faktor Peningkatan Kinerja ......................................................................... 170 7.3. Atribut dan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi ........................................................................................................... 171 7.4. Pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok dengan Fuzzy AHP ......176 BAB VIII . PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK SAYURAN LETTUCE HEAD DENGAN PENDEKATAN DEA ......................................... 188 8.1. Metrik pengukuran kinerja rantai pasok Lettuce head ................................. 188 8.2. Pengukuran kinerja mitra tani Lettuce head dengan data envelopment analysis ......................................................................................................... 191 8.3. Analisis Nilai Efisiensi Kinerja Mitra Tani Lettuce Head Pada Tahun 2008 ................................................................................................... 193 BAB IX. ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN KMERJA RANTAI PASOK SAYURAN LETTUCE HEAD .............................................................. 202 9.1. Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok .................................................. 202 9.2. Analisis Kelembagaan Peningkatan Kinerja dan Nilai Tambah Petani Sayuran ......................................................................................................... 209 9.3. Implikasi ManajerialIProgram Aksi ............................................................. 213 9.3.1 .Analisis kesenjangan ........................................................................... 213 . . 9.4. Ilnplikasi manajer~al/programaksi ............................................................... 214 BAB X . KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 219 10.1. Kesimpulan ................................................................................................. 219 10.2. Saran ........................................................................................................... 220 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 222 LAMPIRAN ...................................................................................................... 228 DAFTAR TABEL Tabel l . Kontribusi PDB pada harga konstan dari tahun 2000-2005 .....................1 Tabel 2 . Kerangka metrik untuk mengevaluasi kinerja SCM ..............................10 Tabel 4 . Model Hierarki SCOR ............................................................................ 21 Tabel 5 . Atribut Performa Manajemen Rantai Pasokan beserta Metrik Performa23 Tabel 6 . Definisi dan fungsi keanggotaan dari fuzzy number (Ayag, 2005b) ...... 29 Tabel 7 . Perbandingan dan posisi penelitian yang dilakukan ............................... 35 Tabel 8. Form Kegiatan Pasca Panen Mitra Petani-Perusahaan ......................... 43 Tabel 9 . Form Kepemilikan dan Profil Kontrol .................................................. 44 Tabel 10. Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami .......................... 47 Tabel 11. Total Produksi, lmpor dan Ekspor Sayuran di Indonesia Tahun 20022006 .......................................................................................................52 Tabel 12. Nilai ekspor kelompok komoditas sayuran Indonesia tahun 2003-2007 (dalam US$) ........................................................................................... 56 Tabel 13. Nilai ekspor kelompok komoditas sayuran Indonesia tahun 2003-2007 (dalam US$) ........................................................................................... 57 Tabel 14. Nilai Ekspor Komoditas Sayuran segarheku Indonesia (Kelompok HS 1996 6-Digit) .......................................................................................... 59 Tabel 15.Nilai Impor Komoditas Sayuran segarheku Indonesia (Kelompok HS 1996 6-Digit) ................................................................................... 60 Tabel 16. Daftar beberapajudul SNI untuk produk-produk hortikultura ............. 64 Tabel 17. Hasil pemilihan sayuran unggulan dataran tinggi ................................ 70 Tabel 18.Anggota rantai pasokan Paprika ........................................................... 92 Tabel 19. Standar Kualitas Paprika ................................................................. 94 Tabel 20 . Nilai Penjualan Paprika Koperasi Mitra Sukamaju .............................. 97 Tabel 21 . Kriteria Pemilihan Mitra ...................................................................... 98 Tabel 22 . Perhitungan nilai tambah untuk petani anggota koperasi ................... 110 Tabel 23 . Perhitungan nilai tambah untuk petani non anggota koperasi ............ 111 Tabel 24 . Perhitungan nilai tambah untuk Koperasi Mitra Sukamaju ............... 112 Tabel 25 . Perhitungan niIai tambah untuk bandar ........................................... 113 Tabel 26 . Perhitungan nilai tambah untuk bandar ..............................................114 Tabel 27 . Distribusi nilai tambah pada rantai pasok Paprika ............................. 115 Tabel 28 . Konsumen Perusahaan Lettuce Head .................................................117 Tabel 29 . Pemasok non sayur PT Saung Mirwan ...............................................118 Tabel 30 . Aktivitas anggota primer rantai pasok Lettuce head .......................... 122 Tabel 3 1 . Data permintaan Lettuce head di PT Saung Mirwan pada tahun 20042007..................................................................................................... 126 Tabel 32. Penilaian performa kemitraan ............................................................. 138 Tabel 33 . Perbandingan nilai tambah lettuce head semester 1 dan 2 tahun 2008 ............................................................................................................. 144 Tabel 34. Nilai tambah fiesh cut lettuce head semester 1 dan 2 tahun 2008 .... 146 Tabel 35. Perhitungan nilai tambah untuk ritel .................................................. 147 Tabel 36 . Distribusi nilai tambah rantai pasok sayuran lettuce headcrop ......... 148 Tabel 37 Rite1 Pemasaran Brokoli Cipanas ........................................................ 149 Tabel 38 Aktivitas anggota primer rantai pasok Brokoli di UD ........................ 152 Tabel 39. Standar Kualitas Brokoli Cipanas .................................................... 154 Tabel 40 . Perhitungan Nilai Tambah Petani ....................................................... 165 Tabel 41 . Nilai Tambah Bandar ......................................................................... 166 Tabel 42 . Perhitungan Nilai Tambah Rite1 ....................................................... 167 Tabel 43 . Distribusi nilai tambah rantai pasok sayuran Brokoli ........................ 167 Tabel 44 . Metrik Level 1 dan Atribut Performa SCOR .................................... 172 Tabel 45 . Tabel Hierarki Metrik Performa Rantai Pasokan Saung Minvan ...... 175 Tabel 46 . Matrik perbandingan fuzzy dari level proses bisnis terhadap tujuan pemilihan metrik kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi .............176 Tabel 47 . Matrik perbandingan fuzzy dari level parameter kinerja terhadap aspek perencanaan pada proses bisnis rantai pasok sayuran dataran tinggi .. 176 Tabel 48. Matrik perbandingan fuzzy dari level atribut kinerja terhadap kualitas pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi ....... 178 Tabel 49 . Matrik perbandingan fuzzy dari level metrik pengukuran kinerja terhadap Reliability pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran . . dataran t~nggl....................................................................................... 178 Tabel 50. a-cut matriks perbandingan fuzzy pada level proses bisnis terhadap tujuan (a = 0.5 dan = 0.5) .................................................................179 Tabel 5 1. a-cut matriks perbandingan fuzzy pada level parameter kinerja terhadap aspek perencanaan pada proses bisnis rantai pasok sayuran dataran . . tlnggl (a=0.5 dan p=0.5) .................................................................. 179 Tabel 52. a-cut Matrik perbandingan fuzzy dari level atribut kinerja terhadap kualitas pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi (a=0.5 dan p=0.5) ............................................................................ 179 Tabel 53. a-cut Matrik perbandingan fuzzy dari level metrik pengukuran kinerja terhadap Reliability pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi (a = 0.5 dan p = 0.5) ..................................................... 180 Tabel 54. Nilai eigen matriks perbandingan fuzzy pada level proses bisnis terhadap tujuan ..................................................................................... 181 Tabel 55. Nilai eigen matriks perbandingan fuzzy pada level parameter kinerja terhadap aspek perencanaan pada proses bisnis rantai pasok sayuran dataran tinggi ....................................................................................... 182 Tabel 56. Nilai eigen Matrik perbandingan fuzzy dari level atribut kinerja terhadap kualitas pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran . . dataran tlnggl .......................................................................................182 Tabel 57. Nilai eigen Matrik perbandingan fuzzy dari level metrik pengukuran kinerja terhadap Reliability pada level atribut kinerja rantai pasok . . sayuran dataran tlnggl .......................................................................... 183 Tabel 58. Bobot akhir pada level proses bisnis rantai pasok sayuran dataran tinggi ............................................................................................................. 184 Tabel 59. Bobot akhir pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran . . tmggt .................................................................................................... 184 Tabel 60. Bobot akhir pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran dataran . . tlnggl .................................................................................................... 184 Tabel 61. Bobot akhir pada level metrik kinerja rantai pasok sayuran dataran . . tlngg~.................................................................................................... 185 Tabel 62. pembagian faktor input dan ouput untuk perhitungan DEA .............. 190 Tabel 63. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja petani semester 1 tahun 2008 ............................................................................................ 192 Tabel 64. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja petani semester 2 tahun 2008 .....................................................................................192 Tabel 65. Hasil perhitungan kinerja mitra tani Lettuce head pada dua semester di tahun 2008 (dalam %) ...................................................................... 193 Tabel 66. Peningkatan output dan penurunan input pada petani 1 selama semester 1 tahun 2008 (dalam%) ........................................................................ 194 Tabel 67. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja PT Saung Mirwan semester 1 tahun 2008 .................................................................. 197 Tabel 68. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja PT Saung Mirwan semester 2 tahun 2008 .................................................................... 197 Tabel 69. Hasil perhitungan kinerja PT Saung Mirwab dilihat dari dua jenis produk Lettuce head di tahun 2008 ..................................................... 198 Tabel 70. Patok duga PT Saung Mirwan untuk Lettuce head krop tahun 2008.199 Tabel 71 Patok duga PT Saung Mirwan untuk Lettuce headfresh cut tahun 2008 Tabel 72 Penilaian Faktor Internal Peningkatan Kinerja Rantai Pasokan .......... 205 Tabel 73 Penilaian Faktor Eksternal Peningkatan Rantai Pasokan .................... 206 Tabel 74. Altematif strategi peningkatan kinerja rantai pasok Lettuce head ..... 207 Tabel 75. Peran pemangku kepentingan rantai pasok sayuran Lettuce head ..... 21 1 Tabel 76. Kesenjangan antara kondisi kini dan harapan berdasarkan metrik kineja ............................................................................................ 213 Tabel 77. Implikasi manajeriallprogram aksi dan aktor yang diharapkan dapat berperan ............................................................................................... 215 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema Sistem Rantai Pasok ............................................................ 6 Gambar 2 . Skema rantai pasok pertanian (Sumber: Van der Vorst. 2004) .......... 7 Gambar 3 . Skema Ruang Lingkup SCOR (Sz~pppplyChain Cozmcil) ................... 17 Gambar 4 . SCOR sebagai Model Referensi Proses Bisnis ................................. 17 Gambar 5. Membershipjmction fuzzy untuk nilai linguistik kriteria dan alternatif (Ayag dan Ozdemir, 2006) .......................................... 31 Gambar 6 . Posisi Perusahaan pada Berbagai Kondisi (Marimin. 2004) ............ 32 Gambar 7 . Sistem Rantai Pasok Produk Hortikultura (Hadiguna, 2007) ........... 36 Gambar 8. Kerangka pemikiran penelitian .......................................................38 .. Gambar 9 . Diagram Alir Penel~t~an ................................................................... 41 Gambar 10. Kerangka Analisis Manajemen Rantai Pasokan ...............................42 Gambar 11. Operasi a-cut pada TFN............................................................... 50 Gambar 12. Grafik volume ekspor serta impor dari sub-sektor hortikultura 20002005 (Departemen Pertanian. 2007) ................................................. 54 Gambar 13. Grafik nilai ekspor serta impor dari sub-sektor hortikultura 20002005 (Departemen Pertanian. 2007) ............................................... 54 Gambar 14. Grafik nilai ekspor dan impor sayuran Indonesia 2003-2007 .......... 55 Gambar 15. Grafik Pareto Sayuran Unggulan Ekspor ......................................... 67 Gambar 16. Grafik Pareto Sayuran Unggulan Impor ........................................... 67 Gambar 17. Struktur Rantai Pasok Paprika .......................................................... 89 Gambar 18 . Rantai Pasok Leattuce Head ........................................................... 119 Gambar 19. Pola Aliran Produk dan Informasi Rantai Pasokan Brokoli ........... 153 Gambar 2 0. Mekanisme pengelolaan Brokoli di STA Cigombong ................... 162 Gambar 21 . Struktur hierarki pemilihan metrik kinerja rantai pasok sayuran . . dataran tlnggi .................................................................................. 177 AHP ~netrik Gambar 22 . Bobot akhir hasil analisis dengan ~endekatanfuzz~ kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi .................................... I87 Gambar 23 . Model pengukuran dengan DEA ................................................189 Gambar 24 . Reference Conzparison antara petani 1 dengan benchntark pada semester satu tahun 2008 (dalam %) ..............................................195 Gambar 25 . Reference Comparison antara petani I dengan benchtnark pada semester dua tahun 2008 (dalam %) ............................................... 196 Gambar 26 . Posisi pelaku rantai pasok sayuran Lettuce head............................207 Gambar 27 . Rantai Pasok Sayuran menurut Processor sebagai Champion1 Perusahaan Penghela ...................................................................... 210 Gambar 28. Konfigurasi Kelembagaan Rantai Pasok Sayuran Lettuce Head .... 211 xii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kuisioner penelitian Lampiran 2. Perhitungan MPE pada pernilihan sayuran dataran tinggi unggulan Lampiran 3. Kuisioner AHP Lampiran 4. Prosedur Instalasi Program Data Envelopment Analysis (Sofhvare Banxia 'ffontier3') BAB I. PENDAHULUAN 1.1. L a t a r belaltang Pertanian merupakan sektor yang mempunyai kontribusi cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Pada tahun 2006 sektor pertanian berkontribusi sebanyak 13% terhadap nilai PDB nasional dan meningkat pada catur wulan I tahun 2007 menjadi 13,7%. Hortikultura sebagai salah satu sektor pertanian memberikan peningkatan kontribusi pada nilai PDB nasional berdasarkan harga konstan sebesar Rp 35.334 juta pada tahun 2000 menjadi Rp 44.196 juta pada tahun 2005. Rata-rata pertumbuhan PDB hortikultura per tahun mencapai 4,6%. Tren permintaan produk hortikultura seperti sayuran, buah-buahan dan bunga juga menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada Tabel 1 menunjukkan kontribusi hortikultura pada nilai PDB berdasarkan barga konstan dari tahun 2000-2005. Tabel 1. Kontribusi PDB pada harga konstan dari tahun 2000-2005 Komoditas Hortikultura Buah-buahan Sayuran Biofarmasi Bunga 2000 19.079 13.145 364 2.746 2001 19.951 13.786 383 2.886 PDB (Juta Rupiah) 2002 2003 22.1 19 21.149 13.550 15.404 384 423 2.622 3.370 2004 22.740 15.336 534 3.406 2005 22.460 16.395 2.007 3.334 Sumber : Ditjen Horikultura, 2006 Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil hortikultura terbesar di Indonesia. Produksi hortikultura khususnya sayuran di Jawa Barat mencapai 3,1 ton per tahunnya dari 23 jenis sayuran yang dibudidayakan. Luas areal tanaman sayuran di Jawa Barat mencapai 1,l juta ha dan tingkat optimalisasi pemanfaatan lahan baru mencapai 75% (Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2007). Potensi luas panen sayuran di Jawa Barat lebih terkonsentrasi pada beberapa daerah. Konsentrasi luas panen sayuran dengan pangsa >I0 % terdapat di Kabupaten Bandung dan Garut (sayuran dataran tinggi) serta Bekasi (dataran rendah), Sumedang (tinggi dan rendah). Beberapa wilayah dengan pangsa > 5% terdapat di Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Bogor (sayuran dataran tinggi) dan Cirebon (sayuran dataran rendah) (BI, 2007). Dataran tinggi Jawa Barat (Bandung, Garut, Bogor, Cianjur dan Tasikmalaya) terletak pada daerah agroklimat basa dengan rata-rata bulan basah 8-10 bulan dengan curah hujan ratarata tahunnya lebih dari 2000 mm, sehingga kawasan ini cocok untuk pertumbuhan dan produksi sayuran dataran tinggi antara lain Paprika, Brokoli, Lettuce, Sawi, Kentang, Wortel, Kubis, dan lain-lain (Dinas Pertanian Jabar, 2006). Peningkatan daya saing produk adalah faktor kunci untuk mengembangkan usaha sayuran di Indonesia. Produk hortikultura seperti sayuran, buah-buahan dan bunga merupakan produk-produk yang mudah rusak. Daya saing produk sayuran dapat ditingkatkan melalui peningkatan nilai tambah, operasi bisnis dan pelayanan konsumen mulai dari kegiatan budidaya, distribusi dan pemasaran. Peningkatan daya tahan dan daya saing sangat penting, mengingat persaingan yang ketat produk sayuran dataran tinggi di pasar domestik. Penyebabnya adalah produk sayuran dataran tinggi Indonesia masih terkendala dalam jaminan kesinambungan atas kualitas produk, minimnya jumlah pasokan, dan ketepatan waktu pengiriman. Penyebab lainnya adalah belum efektif dan efisiennya kinerja rantai pasok komoditi sayuran dataran tinggi di Indonesia. Menurut Morgan et al. (2004) kendala utama dalam rantai pasok sayuran dataran tinggi adalah perencanaan, sosialisasi, pengiriman dan ekspektasi. Karena itu, manajemen rantai pasok memegang peranan penting dan perlu dilakukan dengan baik. Manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan biaya termurah (Chopra dan Meindel, 2007). Rantai pasok lebih ditekankan pada seri aliran dan transformasi produk, aliran informasi dan keuangan dari tahapan bahan baku sampai pada pengguna akhir (Handfield, 2002), sementara manajemen rantai pasok menekankan pada upaya memadukan kumpulan rantai pasok (Van der Vorst, 2004). Produk pertanian secara umum mempunyai karakteristik antara lain : (1) produk mudah rusak, (2) budidaya dan pemanenan sangat tergantung iklim dan musim, (3) kualitas bervariasi dan (4) bersifat kamba, beberapa produk sangat sulit diangkut dan dikelola sebab ukuran dan kompleksitas dari produk. Empat faktor ini perlu dipertimbangkan dalam merancang dan menganalisis Agri-SCM, dan sebagai konsekuensi, Agri-SCM menjadi lebih sulit dibanding SCM secara umum (Yandra et. a[., 2007). Beberapa pelaku agribisnis dan agroindustri di Indonesia melakukan perdagangan dan proses pengolahan sekaligus. Produk pertanian segar, seperti sayuran, buah-buahan dan bunga, diperoleh dari kebun sendiri atau dipasok oleh kelompok tani sekitar melalui mekanisme kemitraan. Disamping itu, terdapat bermacam-macam bentuk bisnis dengan rantai yang panjang oleh berbagai pelaku tengah (middlemen) yang memasarkan produk baik pada pasar lokal, regional dan nasional serta ekspor ke Iuar negeri. Sistem pengukuran kinerja (perfomtance meastrrement system) diperlukan sebagai pendekatan dalam rangka mengoptimalisasi jaringan rantai pasok. Desain rantai pasok produk hortikultura yang optimal dapat dibedakan untuk masingmasing rantai pasok tergantung strategi kompetisi dan karakteristik pasar, produk dan produksi. Pengukuran kinerja bertujuan untuk mendukung perancangan tujuan, evaluasi kinerja, dan menentukan langkah-langkah ke depan baik pada level strategi, taktik dan operasional (Van der Vorst, 2006). Untuk itu, penelitian mengenai model pengukuran kinerja manajemen rantai pasok hortikultura perlu dilakukan. Penelitian ini berfokus .pads produk sayuran yang diarahkan pada pasar institusi khususnya pasar swalayan. Seperti di negara-negara lain, pasar swalayan di Indonesia belum menembus perdagangan ritel sayur dan buah segar secepat makanan olahan dan semi-olahan sehingga estimasi industri mengenai pangsa perdagangan ritel sayur dan buah segar hanya berkisar antara 10-15 persen untuk pasar swalayan. Memang angka ini masih minim, tetapi sepuluh tahun yang lalu, angka ini hampir nol. Angka ini kemungkinan akan bertambah dengan terjadinya transformasi perdagangan ritel secara menyeluruh (Laporan Bank Dunia, 2007). Penelitian ini berusaha untuk menjawab beberapa permasalahan yang berkaitan dengan perancangan model pengukuran kinerja manajemen rantai pasok sayuran dataran tinggi yaitu: ( I ) Jenis produk sayuran dataran tinggi yang berpotensi untuk ditingkatkan kinerja rantai pasoknya; (2) Gambaran struktur rantai pasokan dan analisis rantai nilai tambah produk sayuran dataran terpilih; (3) Rancangan model pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih dan implementasinya; serta (4) Strategi peningkatan kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih. 1.2. Tujuan penelitian Studi peningkatan kinerja manajemen rantai pasok sayuran dataran tinggi di Jawa Barat bertujuan sebagai berikut: 1) Mengembangkan kriteria dan alternatif pemilihan sayuran dataran tinggi yang berpotensi untuk ditingkatkan kinerja rantai pasoknya. 2) Mengidentifikasi struktur rantai pasok dan nilai tambah produk sayuran dataran tinggi yang dapat ditingkatkan kinerja rantai pasoknya. 3) Merancang dan mengimplementasikan pengukuran kinerja rantai pasok sayuran terpilih. 4) Merumuskan strategi peningkatan rantai pasok sayuran terpilih. 1.3. Ruang lingkup Kajian manajemen rantai pasokan produk sayuran ini mencakup integrasi aliran barang dan informasi mulai dari sumber bahan baku (petani) hingga pengiriman produk ke konsumen institusi. Cakupan manajemen rantai pasok sebenamya sangat luas, dengan keterbatasan waktu dan kendala lainnya, penelitian difokuskan untuk merancang model pengukuran kinerja rantai pasok produk sayuran dataran tinggi pada beberapa pelaku usaha di Jawa Barat seperti Garut, Bandung dan Bogor/Cianjur sebagai objek studi. Penelitian dibatasi pada beberapa produk sayuran terpilih. Studi ini menekankan pada dampak keanggotaan petani/kelompok tani bagi kinerja rantai pasokan sayuran. Ruang lingkup analisis mencakup : I) Produk sayuran dataran tinggi yang mempunyai keunggulan ekspor. 2) Identifikasi struktur rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih. 3) Analisis dan penilaian kinerja pada masing-masing pelaku rantai pasok. 4) Analisis strategi peningkatan kinerja rantai pasok. 1.4. Manfaat penelitian Model pengukuran kinerja yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para pengambil keputusan untuk mengukur kinerja manajemen rantai pasokan produk sayuran terpilih dan menilai keberadaan petani/kelompok tani dalam rantai pasokan produk sayuran terpilih dan dapat dijadikan dasar dalam merumuskan strategi pengembangan manajemen rantai pasokan sayuran terpilih. Penelitian ini juga diharapkan memherikan informasi awal yang berguna dalam pengembangan topik-topik penelitian lanjutan bagi para akademisi dan peneliti mengenai manajemen rantai pasok produk hortikultura khususnya sayuran. BAB 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Rantai Pasok Agroindustri Manajemen Rantai Pasok (Supply Cliain Management) dipopulerkan pertama kalinya pada tahun 1982 sebagai pendekatan manajemen persediaan yang menekankan pada pasokan bahan baku. Pada tahun 1990-an, isu manajemen rantai pasok telah menjadi agenda para manajemen senior sebagai kebijakan strategis perusahaan. Para manajer senior menyadari bahwa keunggulan daya saing perlu didukung oleh aliran barang dari hulu dalam ha1 ini pemasok hingga hilir dalam ha1 ini pengguna akhir secara efisien dan efektif. Tentunya secara bersamaan akan mengalir pula informasi. Ada beberapa tahapan yang harm dilalui oleh aliran barang dari hulu hingga hilir, yaitu pemasok, pabrik, distribusi, rite1 dan konsumen akhir. Hal ini dapat diilustrasikan dalam Gambar 1. Pengelolaan rantai pasok ini dikenal dengan istilah ~nanajemen rantai pasok. Manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk menghantarkan nilai superior dari konsumen dengan biaya termurah kepada pelanggan. Rantai pasok lebih ditekankan pada seri aliran bahan dan inforinasi, sedangkan manajemen rantai pasok menekankan pada upaya memadukan kumpulan rantai pasok (Van der Vorst, 2004). Pada tingkat agroindustri, manajemen rantai pasok memberikan perhatian pada pasokan, persediaan dan transportasi pendistribusian. Gambar 1. Skema Sistem Rantai Pasok (Van der Vorst, 2004) Menurut Austin (1981) agroindustri menjadi pusat rantai pertanian yang berperan penting dalam meningkatkan nilai tambah produk pertanian di pasar. Agroindustri membutuhkan pasokan bahan baku yang berkualitas dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Menurut Brown (1994) untuk mendapatkan pasokan bahan baku yang berkualitas diperlukan standar dasar komoditas, sedangkan kuantitas pasokan perlu memperhatikan produktivitas tanaman. Gambar 2 merupakan aliran produk disetiap tingkatan rantai pasok dalam konteks jejaring rantai pasok pertanian menyeluruh. Setiap perusahaan diposisikan dalam sebuah titik dalam lapisan jejaring. 0 Konsurnen '@ - :-'-,, Distributor Gambar 2. Skema rantai pasok pertanian (Sumber: Van der Vorst, 2004) 2.2. ICemitraan dalam Supply Chain Manngenzerzi Menurut Lau, Pang, Wong (2002) kemitraan di antara anggota supply chain dilakukan untuk menjamin kualitas produk dan kefektifan supply chain yang selanjutnya akan mencapai hasil yang optimal. Pengembangan supply chain yang efektif dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama, memilih kelompok pemasok berdasarkan reputasi industri dan transaksi sebelumnya tentang harga dan kualitas melalui program penilai pemasok. Proses ini dilakukan untck mendapatkan pemasok terbaik dalam industri yang menjamin kualitas pasokan. Kedua, memilih pemasok yang memiliki manajemen supply chain berhubungan erat dengan strategi perusahaan. Langkah ini akan rneminimalkan konflik target strategis dengan para mitra. Kemitraan stpply chain bersifat jangka panjang dan merupakan keputusan penting yang membutuhkan komitmen semua pihak. Ketiga, membentuk kemitraan supply chain melalui negosiasi dan kompromi. Tahap keempat, membangun saluran untuk menjamin pengetahuan tentang infomasi produksi yang diberikan tepat waktu melalui perjanjian teknologi. SCM harus menjamin ketepatan waktu, efektivitas biaya, dan sistem infomasi yang komperhensif untuk menyediakan data yang dibutuhkan dalam membuat keputusan pasokan yang optimal. Terakhir, sistem monitoring dikembangkan untuk memantau kinerja mitra. Proses .ini dimaksudkan untuk memelihara hubungan dengan pemasok dalam menjamin adminstrasi yang layak dari pengendalian logistik yang efisien. 2.3. Pengukuran kinerja Supply Clznin Salah satu aspek fundamental dalam SCM adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk menciptakan kinerja yang efektif diperlukan sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok secara holistik. Menurut Pujawan (2005), sistem pengukuran kineja diperlukan untuk : i) melakukan monitoring dan pengendalian; ii) mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok; iii) mengetahui di mana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang ingin dicapai; dan iv) menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing. Suatu sistem pengukuran kinerja biasanya memiliki beberapa tingkatan dengan cakupan yang berbeda-beda. Menurut Melynk et al. (2004), suatu sistem pengukuran kinerja biasanya mengandung : i) metrik individual; ii) serangkaian metrik kinerja dan iii) sistem pengukuran kinerja menyeluruh. Metrik individual berada pada tingkat paling bawah dengan cakupan paling sempit. Metrik adalah ukuran yang dapat diverifikasi, diwujudkan dalam bentuk kuantitatif ataupun kualitatif, dan didefinisikan terhadap suatu titik acuan (reference point) tertentu. Menurut Pujawan (2005), ada beberapa ha1 yang harus dipenuhi agar suatu metrik bisa efektif yaitu : i) mudah dimengerti, ii) valuebased, iii) dapat menangkap karakteristik atau hasil dalam bentuk numerik maupun nominal, iv) tidak rnenciptakan konflik antar fungsi pada suatu organisasi, dan v) dapat melakukan distilasi data. Jumlah metrik pada suatu sistem pengukuran kinerja bisa cukup banyak. Untuk menghindari kerancuan, tiap metrik harus didefinisikan dengan jelas. Menurut Melynk et al. (2004), metrik bisa diklasifikasikan berdasarkan fokus dan waktu. Metrik bisa berfokus pada kinerja finansial maupun operasional. Metrik operasional mengukur kinerja dalam satuan waktu, output dan sebagainya. Banyak proses-proses dalam rantai pasok memang dimonitor dalam satuan nonfinansial. Kumpulan dari beberapa metrik membentuk metrik sets. Kumpulan ini diperlukan untuk memberikan informasi kinerja suatu sub-sistem. Sebagai contoh, kinerja persediaan tidak cukup hanya diukur dengan satu metrik. Sementara pada level tertinggi terdapat sistem pengukuran kinerja secara keseluruhan. Pada dasarnya sistem keseluruhan tersebut tidak hanya dari banyak nzetriks sets yang menyusunnya, tetapi juga menjadi alat untuk menciptakan kesesuaian antara metrik sets dan tujuan strategis organisasi. Menurut Gunasekaran et al. (2001, 2004), pengukuran kinerja pada rantai pasok bertujuan untuk mendukung tujuan, evaluasi, kinerja dan penentuan aksi di masa depan pada strategi, taktik dan tingkat operasional. Untuk itu, dibutuhkan lebih besar ~tntukstudi pengukuran dan metrik dalam kontek manajemen rantai pasok karena dua alasan yaitu : i) kurangnya pendekatan yang seimbang dan ii) kurang jelasnya perbedaan antara metrik pada level strategi, taktik dan operasional. Gunasekaran et al. (2001, 2004) mengidentifikasi dan mengembangkan metrik pengukuran kinerja SCM dalam kerangka kerja iframe~vork) yang dapat dilihat pada Tabel 2. Metrik pengukuran kinerja dalamframework ini diklasifikasi dalam level strategi, taktik dan operasional manajemen. Metrik juga dirinci dengan jelas antara aspek finansial dan non-finansial sehingga sesuai metode dasar pembiayaan pada analisis aktifitas yang dapat diaplikasikan. Tabel 2. Kerangka metrik untuk mengevaluasi kinerja SCM Level Strategi Taktik Operasi Metrik kinerja Finansial Nonfinansial 7 Total siklus waktu rantai pasok 71 Total waktu cashflow Costzrmer queiy tii?ze Tingkat nilai produk yang diterima pelanggan Untung bersih Vs rasio produktifitas ROR investasi Range dari barang dan jasa Variasi anggaran Lead time pesanan Fleksibilitas sistem pelayanan untuk ~ne~nenuhi sebagian kebutuhan konsumen Tingkat kemitraan bzyer dan pelanggan Lead time pemasok Tingkat kesalahan pemasok dalam pengiriman Lead time pengiriman Kinerja pengiriman Akurasi teknik peramalan Siklus waktu pengembangan produk Metode-metode memasukan pesanan Efektifitas metode pengiriman invoice Siklus waktu pesanan pembelian Teknik penyelesaian masalah-masalah teknis Inisiatif pengurangan biaya pemasok Pemesanan pemasok dalam prosedur Reliabilitas pengiriman Tingkat responsifitas pada pengiriman yang penting Efektifitas perencanaan jadwal distribusi Biaya operasi per jam Biaya informasi Utilisasi kapasitas Total biaya persediaan Tingkat penolakan pemasok Kualitas dokumentasi pengiriman Efektifitas siklus waktu pesanan pembelian Frekuensi pengiriman Kinerja reliabilitas driver Kualitas barang yang dikirim Penghargaan bagi pengiriman tanpa cacat Sumber : Gunasekaran el a/. (2001) pengambil keputusan dan analis dan ini menyediakan alternatif penetapan nilai yang bertingkat yang dapat sangat berguna untuk beberapa pengambil keputusan. Perbandingan analisis DEA sebagai altematif yang jelas alat MCDM telah disarankan oleh Sarkis (2000) dan Seydel (2006). Dalam literatur DEA yang terdahulu menunjukkan bahwa DEA telah diaplikasiken secara luas dalam efisiensi pengukuran khususnya dalam isu-isu benchmarking. Selanjutnya, Rickards (2003) juga menunjukkan pentingnya menggunakan DEA dalam mengevaluasi balancedscorecards dan ketergantungan pada alat tersebut meningkat dalam kaitannya dengan memelihara posisi sebagai sebuah alat manajemen strategi. Dey dan Ogunlana (2004), dan Baccarini er al., (2004) juga menekankan bahwa dengan risiko analisis dan manajemen proyek yang ditingkatkan, DEA mungkin sesuai untuk diaplikasikan sebagai alat penunjang keputusan dalam pemilihan proyek. Aplikasi dari DEA dalam internal dan eksternal benchmarking menunjukkan bahwa DEA digunakan sebagai alat pengukuran efisiensi. Hal ini disebabkan benchmarking kinerja dari pondasi pengukuran efisiensi. Tugas dasar dalam membawva aktivitas benchmarking adalah mengukur efisiensi dan kemudian diikuti oleh perbandingan yang bertingkat dari efisiensi yang diukur. Meskipun model DEA telah diaplikasikan dengan besar dalam berbagai aplikasi berdasarkan pada literatur, tidak ada studi yang menginvestigasi aplikasinya dalam pengukuran kinerja rantai pasok seperti yang selama ini dilaporkan. Karena itu, akan bermanfaat untuk mengembangkan model DEA tradisional ke dalam manajemen rantai pasok. Studi ini bertujuan untuk rnengembangkan model DEA untuk mengukur efisiensi rantai pasok dan studi kasus pengukuran kinerja rantai pasok menggunakan pendekatan DEA yang diusulkan. Wong dan Wong (2006) menjelaskan motivasi menggunakan DEA sebagai alat pengukuran kinerja rantai pasok, dengan memberikan bukti yang cukup, literatur yang mendukung dan alasan pada kesesuaian DEA sebagai alat pengambilan keputusan dalam manajemen rantai pasok. Tabel 3. Kelebihan dan kekurangan metode-metode untuk pengukuran kinerja SCM Metode-metode Activity Based Costing Balanced Scorecard e e Economic Added Multi Analysis Value Criteria . Lifc-Cvcle Analvsis a -2 . . . Kelebil~an Memberikan informasi finansial lebih banyak Recognize perubahan perubahan biaya pada aktifitas yang berbeda Keseimbangan pandangan tentang kinerja Faktor-faktor finansial dan non-finansial Strategi pada manajelnen puncak dan aksi pada manajemen menengah terhubung dan lebii fokus Mempertimbangkan biaya modal Melihat kegiatan secara terpisah Memungkinkan untuk menilai biaya dan dampak lingkungan yang berkaitan deng& siklus hidup produk atau proses Data E~zvelopment Analysis (DEA) SUPP~ Chain Council's SCOR'"MO~~~ Pendekatan partisipatif dalam membuat keputusan Sesuai dengan masalah-masalah dimana nilainilai moneter tidak tersedia . Mencakup input dan output Menghasilkan informasi yang detail tentang efisiensi perusahaan Tidak memerlukan spesifikasi parametrik dari bentuk fungsional Menilai kinerja keseluruhan dari rantai pasok Pendekatan .yang- seimbang Kinerja rantai pasok dalam berbagai dimensi . e . e . e Sumber :Aramyan (2006) Keleltial~an Biaya pengumpulan data besar Sulit mengumpulkan data yang diinginkan Implementasi bertahap yang lengkap dapat Perhitungan sulit Sulit untuk mengalokasi EVA pada masing-masing divisi Informasi yang dibutuhkan untuk menurunkan bobot sangat dipertimbangkan Kemungkinan mengenalkan bobot secara implisit tidak dapat dijelaskan Membutuhkan dukungan data yang intensif Selang kepercayaan dalam metodologi LCA Membutuhkan dukungan data yang intensif Pendekatan deterlninistik Tidak secara eksplisit menempatkan pelatihan, kualitas, teknologi informasi dan administrasi Tidak menggambarkan setiap proses atau kegiatan bisnis Model dibangun berdasarkan pada pertimbangan pengukuran kinerja rantai pasok internal. Variabel pengukuran yang digunakan adalah metrik pemgukuran rantai pasok yang mengelilingi barisan yang luas dari barisan pengukuran dari keuangan ke pengukuran operasional spesifik rantai pasok. Variabel input dan output yang digunakan dikategorikan sesuai dengan metrik pengukuran yang didaftar dalam referensi operasi rantai pasok. SCOR dipilih karena ini adalah kerangka cross-industry yang pertama untuk mengevaluasi dan meningkatkan kinerja dan manajemen rantai pasok seluruh perusahaan (Steward, 1997). DEA dapat diistilahkan juga sebagai fi-onrier analysis. Ini merupakan suatu teknik pengukuran kinerja berbasis linier programnling yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relatif dari decision making zrnit (DMU) dalam perusahaan (Home Page DEA dalam Barkam, 2008). DEA bekerja dengan langkah identifikasi unit yang akan dievaluasi, input yang dibutuhkan serta output yang dihasilkan oleh unit tersebut. Kemudian membentuk efficiency frontier atas set data yang tersedia untuk menghitung nilai produktivitas dari unit-unit yang tidak termasuk dalam efficiency frontier serta mengidentifikasi unit mana yang tidak menggunakan input secara efisien relatif terhadap unit berkinerja terbaik dari set data yang dianalisis (Home Page DEA dalam Barkam, 2008). DEA mengidentifikasi himpunan bagian DMU yang efisien secara best practice dalam himpunan tersebut. Untuk DMU yang tidak termasuk dalam himpunan tersebut, DEA mengukur tingkat ketidakefisienan dengan membandingkan hasil pencapaian DMU tersebut terhadap e8ciency frontier yang terbentuk oleh DMU yang efisien. Dimana setiap unit pengambilan keputusan diasumsikan bebas menentukan bobot untuk menentukan variabel output ataupun input (Home Page DEA dalam Barkam, 2008). Model dasar dari Data Envelopment Analysis adalah sebagai berikut: Efisiensi maksimum vk = ur Y r k C Vr X#k ,dimana k = Unit pengambil keputusan yang akan dievaluasi U, = Bobot dari output Vi = Bobot dari input Y,k = Nilai output Xik = Nilai input (Zhaohan et. al. 1996, dalam Zhang, Liu, dan Li, 2002) Manfaat Data Envelopment Analysis adalah: 1) Mengidentifikasi sumber dan tingkat ketidakefisienan untuk setiap input dan output dalam suatu entitas. 2) Identifikasi be~rchrnarknrembe~sdari e#cieni set yang digunakan untuk evaluasi kinerja dan identifikasi inefisiensi. 3) Menawarkan target yang perlu dicapai untuk meningkatkan produktivitas yang dimaksud adalah sejumlah penghematan input (sumber daya) yang bisa dilakukan pada unit yang dievaluasi tanpa harus mengurangi level output yang bisa dihasilkan (efisiensi) atau dari sisi lain jumlah penambahan output yang dimungkinkan tanpa perlu penambahan input (efektivitas). 4) Produktivitas yang diukur bersifat komparatif atau relatif karena hanya membandingkan antarunit pengukuran dari satu set data yang sama. 5) An empirically based nlethodologv yang menjawab beberapa keterbatasan dari pendekatan pengukuran kinerja tradisional (Zhang, Liu, dan Xiu, 2002). Adapun keunggulan dan keterbatasan dari Data Envelopment Analysis adalah: 1) Keunggulan : * DEA mampu menangani berbagai input maupun output. DEA memiliki nilai efisiensi = 1 dan kurang dari 1 dilakukan evaluasi. DEA bertindak sebagai alat untuk melakukan benchmarking. * Sumber ketidakefisienan dapat diketahui dengan menggunakan DEA. DEA tidak membutuhkan asumsi hubungan fungsional antara variabel . 2) input dan output. Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda. Keterbatasan : DEA merupakan suatil teknik non parametrik, yang tidak menggunakan suatu tes hipotesa yang berkelanjutan. e Score atau nilai pada DEA terdiri dari input yang sensitif sehingga menghasilkan spesifikasi pada output. Menggunakan perumusan linier programnzing terpisah untuk tiap DMU. Merupakan extreme point techniqzre, kesalahan pengukuran bisa berakibat fatal. * Hanya mengukur produktivitas relatif dari DMU bukan produktivitas absolut (Rajeshekar, 2002 dalam Barkam, 2008). 2.6. Metode SCOR untuk Evaluasi SCM SCOR (Supply Chain Operations Reference) adalah suatu model referensi proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai Pasokan (Szipply Chain Cozmcil) sebagai alat diagnosa (diagnostic tool) supply chain management. SCOR dapat digunakan untuk mengukur performa rantai pasokan perusahaan, meningkatkan kinerjanya, dan mengkomunikasikan kepada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. SCOR merupakan alat manajemen yang mencakup mulai dari pemasoknya pemasok, hingga ke konsumennya konsumen (www.wikipedia.org). Cakupan (ruang lingkup) metode SCOR tersebut disajikan pada Gambar 3 (Supply Chain Cozmcil, 2006). Suppllcrs' fuoolior Supplior 1 Your Company CUSltOmDr C~~l~nlor'~ ! customor t Gambar 3. Skema Ruang Lingkup SCOR (Supply Chain Council) Metode SCOR merupakan suatu metode sistematis yang mengkombinasikan elemen-elemen seperti teknik bisnis, benchmarking, dan praktek terbaik (best practice) untuk diterapkan di dalam rantai pasokan. Kombinasi dari elemenelemen tersebut diwujudkan ke dalam suatu kerangka kerja yang komprehensif sebagai referensi untuk meningkatkan kinerja manajemen rantai pasokan perusahaan tertentu. Alur pengembangan metode SCOR sebagai sebuah referensi model disajikan pada Gambar 4 (Supply Chain Cozmcil, 2006). Restrukturisasi Proses Bisnis Menganalisis kondisi performa rantai pasokan existing, dan menentukan performa rantai pasokan yang dikehendaki Benchmarking Analisis Best Practice Model Referensi Proses Menganalisis kondisi performa rantai pasokan existing, dan menentukan performa rantai pasokan yang Menentukan data pembanding sebagai acuan peningkatan performa rantai pasokan Gambar 4. SCOR sebagai Model Referensi Proses Bisnis Sebagai sebuah model referensi, maka pada dasamya model SCOR didasarkan pada tiga pilar utama, yaitu: Pemodelan proses Referensi untuk memodelkan suatu proses rantai pasokan agar lebih mudah diterjemahkan dan dianalisis. Peneukuran performakineria rantai oasokan Referensi untuk mengukur performa suatu rantai pasokan perusahaan sebagai standar pengukuran. r Penerapan best ~racticesfpraktek-praktek terbaik) Referensi untuk menentukan bestpractices yang dibutuhkan oleh perusahaan. 1. Pemodelan Proses Dengan menggunakan suatu definisi tertentu yang telah disediakan oleh SCOR, maka mampu memudahkan perusahaan untuk memodelkan dan mendeskripsikan proses rantai pasokan yang terjadi. Dalam SCOR, proses-proses rantai pasokan tersebut didefinisikan ke dalam lima proses yang terintegrasi, yaitu perencananaan (PLAN), pengadaan (SOURCE), produksi (MAKE), distribusi (DELIVER), dan pengembalian (RETURN). - Proses PLAN Proses ini merupakan proses untuk merencanakan rantai pasokan mulai dari mengakses sumber daya rantai pasokan, merencanakan penjualan dengan mengagregasi besamya permintaan, merencanakan penyimpanan (inventory) serta distribusi, merencanakan produksi, merencanakan kebutuhan bahan baku, merencanakan pemilihan suplier, dan merencanakan saluran penjualan. - Proses SOURCE Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan keperluan pengadaan bahan baku (material) dan pelaksanaan outsource. Proses ini meliputi kegiatan negosiasi dengan suplier, komunikasi dengan suplier, penerimaan barang, inspeksi dan verifikasi barang, hingga pada pembayaran (pelunasan) barang ke suplier. - Proses MAKE Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan proses produksi yang meliputi permintaan dan penerimaan kebutuhan bahan baku, pelaksanaan produksi, pengemasan, dan penyimpanan produk di ruang penyimpanan. - Proses DELIVER Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan distribusi produk dari perusahaan kepada pembeli, meliputi pembuatan dan pemeliharaan database pelanggan, pemeliharaan database harga produk, pemuatan produk ke dalam armada distribusi, pemeliharaan produk di dalam kemasan, pengaturan proses transportasi, dan verifikasi kinerja distribusi. - Proses RETURN Proses ini berkaitan dengan pengembalian produk ke perusahaan dari pembeli karena beberapa ha1 seperti kerusakan pada produk, cacat pada produk, ketidaktepatan jadwal pengiriman, dan lain sebagainya. Proses ini meliputi kegiatan penerimaan produk yang dikembalikan (retiwn), pengelolaan administrasi pengembalian, verifikasi produk yang di-rerzdrn, disposisi, dan penukaranproduk. Model SCOR fokus pada aspek-aspek seperti semua kegiatan yang berkaitan dengan interaksi pembeli mulai dari pesanan barang yang masuk hingga ke pelunasan pembayaran oleh pembeli, semua transaksi produk (barang atau jasa) mulai dari produsen hulu hingga ke konsumen akhir, dan semua interaksi pasar mulai dari memahami permintaan pasar secara agregat hingga ke pemenuhannya dari masing-masing permintaan. Namun, bukan berarti SCOR berusaha untuk mendeskripsikan semua kegiatan dan proses bisnis yang ada. Beberapa aspek yang tidak termasuk ke dalam ruang lingkup SCOR antara lain proses pelatihan, pengawasan knalitas, teknologi informasi, dan administrasi. Aspek-aspek tersebut tidak secara eksplisit dijelaskan di dalam SCOR, akan tetapi diasumsikan sebagai aspek pendukung yang penting diluar model SCOR (Supply Chain Council, 2006). Model SCOR menyediakan tiga level (hierarki) yang mendetail, yaitu level pertama (level I), level kedua (level 2), dan level ketiga (level 3). Setiap proses atau aktivitas rantai pasokan yang dilakukan oleh perusahaan dimodelkan dalam tiga level (hierarki) tersebut. Proses pemodelan diawali dengan menentukan ruang lingkup level 1 yaitu proses Plan (P), Make (M), Sozrrce (S), Deliver (D), dan Return (R). Kemudian dari masing-masing proses level I tersebut dijabarkan ke dalam beberapa jenis dan kategori proses (level 2) meliputi make-to-stock (I), make-to-order (2), dan make-to-assamble (3). Penentuan kategori proses tersebut berguna untuk mendefinisikan proses rantai pasokan yang terjadi, seperti misalnya S.1 yang berarti proses Source (pengadaan bahan baku) dilakukan berdasarkan target stok yang harus dipenuhi (make-to-stock), M.2 yang berarti proses Make (produksi) dilakukan berdasarkan pesanan yang masuk ke perusahaan (make-toorder), dan D.3 yang berarti pengiriman barang ke pembeli berdasarkan jenis dan spesifikasi yang dikehendaki oleh pembeli (make-to-assamble). Tabel 4 berikut rnenjelaskan model hierarki proses dalam SCOR. 2. Pengukuran PerformaKinerja Rantai Pasokan Model SCOR menyediakan lebih dari 150 indikator penilaian yang mengukur performa proses rantai pasokan (www.wikipedia.org). Indikatorindikator tersebut dinyatakan dalam ukuran kuantitatif yang disebut dengan metrik-metrik penilaian. Gunanya menggunakan ukuran kuantitatif adalah agar performakinerja rantai pasokannya dapat diukur dengan baik, dapat menentukan target peningkatan yang dikehendaki, dan dapat dievaluasi di kemudian hari mengenai besarnya peningkatan performa yang dicapai. Metrik-metrik penilaian tersebut dinyatakan dalam beberapa level tingkatan meliputi level 1, level 2, dan level 3. Dengan demikian, selain proses rantai pasokan yang dimodelkan ke dalam bentuk hierarki proses, maka metrik penilaiannya pun dinyatakan dalam bentuk hierarki penilaian. Banyaknya metrik dan tingkatan metrik yang digunakan disesuaikan dengan jenis dan banyaknya proses, serta tingkatan proses rantai pasokan yang diterapkan di dalam perusahaan yang bersangkutan (SCC, Supply Chain Cozmcil, 2006). Jadi tidak semua indikator yang disediakan dalam model SCOR, digunakan untuk mengukur suatu performa rantai pasokan perusahaan. Kriteria yang digunakan dalam pengukuran perfonna rantai pasokan disebut dengan atribut performa yang meliputi reliabilitas rantai pasokan, responsivitas rantai pasokan, fleksibilitas rantai pasokan, biaya rantai pasokan, dan manajemen aset rantai pasokan. Masing-masing dari atribut performa tersebut terdiri dari satu atau lebih metrik level 1. Umumnya, para pimpinan perusahaan menggunakan metrik level I ini sebagai dasar untuk menentukan strategi pengembangan rantai pasokan yang hendak dicapai oleh perusahaan, disesuaikan dengan atribut performa yang paling dikehendaki oleh pembeli (eksternal) dan perusahaan (internal) (Bolstroff, 2003). Definisi dari masing-masing atribut performa tersebut dijelaskan pada Tabel 5. Tabel 5. Atribut Performa Manajemen Rantai Pasokan beserta Metrik Performa Atribut Performa Reliabilitas Rantai Pasokan Responsivitas Rantai ~asokan Fleksibilitas Rantai Pasokan Biaya Rantai Pasokan Manaiemen Aset ~ant'i Pasokan Metrik Level 1 Definisi Performa rantai pasokan perusallaan Petnenuhan Pesanan dalam memenuhi pesanan pembeli Sempitma dengan; produk, jumlah, waktu, kemasan, kondisi, dan dokuinentasi yang tepat, sehingga mampu memberikan kepercayaan kepada oembeli bahwa Desanannva akan dapat terpenuhi dengan baik Siklus Pemenuhan Waktu (kecepatan) rantai pasokan perusahaan dalam memenuhi pesanan Pesanan konsumen Keuletan rantai pasokan perusahaan dan Fleksibilitas Rantai Pasokan Atas kemampuan untuk beradaptasinya Adaptibilitas Rantai terhadap perubahan pasar untuk memelihara keuntungan kompetitif Pasokan Atas Adaptibilitas Rantai rantai pasokan Pasokan Bawah Biaya yang berkaitan dengan Biaya Total SCM Biaya Pokok Produk pelaksanaan proses rantai pasokan Siklus Cash-to-Cash Efektifitas suatu perusahaan dalam mernanajemen asetnya untuk Return on Szrpply mendukung terpenuhinya kepuasan Chain Fixed Assets konsumen Return on Working Capital Sumber: SSC, Szrpply Chain Council, 2006 Metrik level 1 merupakan agregat penilaian dari metrik-metrik level 2, dan metrik level 2 merupakan agregat penilaian dari metrik-metrik level 3. Dengan demikian, proses pengukuran performa rantai pasokan diawali dengan mengukur proses-proses pada level paling bawah (level 3), kemudian seterusnya hingga level 1. Namun, metrik level 1 tidak semata-mata berkaitan dengan performa proses level 1. Sebagai contohnya, performa siklus waktu pemenuhan pesanan (metrik level 1) tidak hanya dinilai dari Deliver (D) saja melainkan juga dinilai dari siklus proses Plan (P), Source (S), dan Make (M). Jadi, nilai dari suatu metrik level 1 bisa dipengaruhi dari performa beberapa proses level 1. Sedangkan untuk metrik level 2, umumnya diasosiasikan dengan proses level 2 yang berkaitan. Seperti misalnya metrik performa pengiriman barang (metrik level 2) dinilai dari banyaknya proses pesanan yang terkirim ke pembeli tepat waktu. Pengukuran performa rantai pasokan kemudian dilanjutkan dengan menentukan target pencapaian yang dibutuhkan perusahaan untuk menghasilkan performa yang terbaik dan mampu memenangi persaingan pasar. Penentuan target pencapaian tersebut dapat dilakukan dengan proses benchmarking. Benchmarking merupakan proses membandingkan kondisi perusahaan dengan kondisi perusahaan kompetitor yang paling maju di bidangnya (best in class performance), sehingga data pembanding yang digunakan adalah berasal dari perusahaan-perusahaan best in class tersebut. Namun demikian, ada kalanya membandingkan dengan perusahaan kompetitor sulit dilakukan, sehingga data benchmark dapat juga diperoleh berdasarkan target internal perusahaan yang hendak dicapai tanpa harus membandingkannya dengan perusahaan lain (Bolstroff, 2003). 3. Penerapan bestpractices (Praktek-praktek terbaik) Setelah performa suatu rantai pasokan selesai diukur dan ditentukan target pencapaiannya, maka adalah penting untuk mengidentifikasi praktek-praktek apa saja yang harus diterapkan untuk mencapai target tersebut. Model SCOR menyediakan praktek-praktek terbaik (best practices) yang dapat diterapkan oleh perusahaan. Praktek-praktek tersebut diturunkan oleh anggota-anggota yang berpengalaman di dewan rantai pasokan (supply chain council), dan bersifat keterkinian, terstruktur, terbukti, dapat diulang, memiliki metode yang jelas, dan memberikan imbas yang positif ke arah kemajuan. 2.7. Konsep Nilai Tambah Sifat perishable (mudah rusak) dan b u l b (kamba) yang dimiliki produk pertanian memberikan motivasi terhadap petani untuk melakukan penanganan yang tepat sehingga produk pertanian tersebut siap dikonsumsi oleh konsumen. Di dalam sistem komoditas pertanian terjadi arus komoditas yang mengalir dari hulu ke hilir, yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen akhir. Dalam perjalanan tersebut, komoditas pertanian mendapat perlakuan-perlakuan seperti pengolahan, pengawetan, dan pemindahan untuk menambah kegunaan atau menimbulkan nilai tambah (Sudiyono, 2002). Menurut Haya~niel. a1 (1987) dalam Sudiyono (2002), ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain. Menurut Sudiyono (2002), besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain, nilai tamhah menggambarkan imbalan bagi modal dan manajemen yang dapat dinyatakan secara matematik sebagai berikut: Nilai Tambah = f { K, B, T, U, H, h, L ) dimana, K = Kapasitas B = Bahan T = Tenaga U = Upah H = Harga output h = Harga bahan baku L = Nilai produksi baku yang digunakan kerja yang digunakan tenaga kerja input lain ( nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai) Kelebihan dari analisis nilai tambah oleh Hayami adalah: 1) Dapat diketahui besarnya nilai tambah 2) Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi 3) Dapat diterapkan di luar subsistem pengolahan, misalnya kegiatan pemasaran (Sudiyono, 2002) Langkah-langkah yang dilakukan adalah: 1) Membuat arus komoditas yang menunjukkan bentuk-bentuk komoditas, lokasi, lamanya penyimpanan dan berbagai perlakuan yang diberikan. 2) Mengidentifikasi setiap transaksi yang terjadi menurut perhitungan parsial 3) Memilih dasar perhitungan, yaitu satuan input bahan baku bukan satuan output (Sudiyono. 2002). Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah menurut Hayami untuk subsistem pengolahan adalah sebagai berikut: 1) Faktor konversi, merupakan jumlah output yang dihasilkan satu satuan input 2) Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukkan jumlah tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input 3) Nilai output, menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input (Sudiyono, 2002). 2.8. Fzczzy AHP untuk penentuan bobot metrik kinerja Teori fuzzy adalah suatu teori matematika yang dirancang dengan model ketidaktepatan atau ke-ambiguity-an dari proses kognitif manusia yang dipelopori oleh Zadeh (Marimin, 2005). Teori ini pada dasamya suatu teori dari batasanbatasan kelas yang tidak jelas. Apa yang penting untuk mengenali bahwa semua teori yang crisp dapat di fuzzy-kan dengan men-generalisasi konsep yzng telah ditetapkan ke konsep suatu aturan fuzzy (Zadeh &Ayag dan Ozdemir, 2006). Logika fuzzy dan teori aturan fuzzy telah diterapkan dalam suatu variasi yang besar tentang aplikasi, yang ditinjau oleh beberapa pengarang (Klir dan Yuan, 1995; Zimmermann, 1996). Kunci gagasan untuk teori fuzzy adalah bahwa suatu unsur mempunyai suatu tingkat derajat keanggotaan (membership degree) dalam suatu yang keadaan yang tidak jelas (Negoita, 1985; Zimmermann, 1996). Fungsi keanggotaan merepresentasikan nilai keanggotaan dari suatu unsur dalam suatu yang di-set. Nilai keanggotaan dari suatu unsur berkisar antara 0 dan 1. Unsur-Unsur dapat mempunyai satu set tingkat derajat tertentu dan dapat juga mempunyai berbagai set. Teori Fuzzy mengijinkan keanggotaan parsial tentang unsur-unsur. Transisi antara keanggotaan dan non-keanggotaan adalah secara bertahap. Fungsi keanggotaan memetakan variasi nilai variabel dari nilai linguistik ke dalam kelas linguistik yang berbeda. Adaptasi dari fungsi keanggotaan untuk variabel linguistik ditentukan di bawah situasi melalui tiga cara; (a) pengetahuan ahli yang sebelumnya tentang variabel linguistik; (b) menggunakan format sederhana yang geometris yang mempunyai slope (triangular, trapezoidal atau fungsi-s) setiap variabel; dan (c) dengan proses belajar mencoba-coba. Seperti salah satu dari metode MCDM yang paling umum digunakan, AHP telah lebih dulu dikembangkan untuk pengambilan keputusan oleh Saaty (1981) dan yang diperluas oleh Marsh, Moran, Nakui, & Hoffherr (1991) yang mengembangkan metode lebih spesifik secara langsung untuk desain pengambilan keputusan. AHP milik Marsh memiliki tiga langkah faktor (misal atribut) dari keputusan seperti orang yang paling penting menerima bobot yang terbaik. Zahedi (1986) menyediakan daftar referensi yang ekstensif dalam metodologi dan aplikasi AHP. Dalam studi ini, metode AHP dan logika fuzzy seperti yang dijelaskan di atas (dikenal sebagai fuzzy AHP) terintegrasi untuk menentukan bobot metrik kinerja pada pengukuran kinerja manajemen rantai pasok sayuran dataran tinggi. Metoda fuzzy AHP sendiri telah digunakan dalam proses pengambilan keputusan pada banyak area yang berbeda. Beberapa aplikasi fuzzy AHP yang telah dikembangkan adalah sebagai berikut; Kahraman, Cebeci, dan Ulukan (2003) menggunakan fuzzy AHP untuk memilih perusahaan penyalur yang jauh lebih baik yang menyediakan banyak kepuasan untuk atribut yang ditentukan. Kuo, Chi, dan Kao (2002) mengembangkan suatu sistem yang membantu pengambilan keputusan yang menggunakan fuzzy AHP untuk menempatkan gudang kenyamanan yang baru. Murtaza (2003) memperkenalkan suatu versi fuzzy AHP ke negara yang mengambil risiko dalam masalah penilaian. Kahraman, Cebeci, dan Ruan (2004) mengembangkan suatu alat yang analitis menggunakan fuzzy AHP untuk memilih perusahaan katering terbaik yang menyediakan kepuasan pelanggan. Weck, Klocke, Schell, dan Ruenauver (1997) dengan penelitian siklus produksi alternatif yang dievaluasi yang menggunakan metoda fuzzy AHP yang diperluas. Lee, Lau, Liu, dan Tam (2001) mengusulkan suatu fuzzy AHP mendekati desain produk yang modular yang dilengkapi dengan suatu contoh kasus untuk mengesahkan kelayakannya dalam suatu perusahaan yang riil. Ayag (2005a) juga memperkenalkan suatu pendekatan yang terintegrasi dalam mengevaluasi altematif desain yang konseptual dalam suatu lingkungan pengembangan produksi baru (NPD). Ayag (2002) mengembangkan suatu simulasi AHP berbasis model untuk analisa dan implementasi dari sistem computer-aided (CAX). Cheng dan Mon (1994) mengevaluasi sistem senjata dengan AHF' berdasar pada pertimbangan skala fuzzy. Kwong dan Bai (2002) mengusulkan suatu fuzzy AHP mendekati pada penentuan dari anak timbangan arti penting dari persyaratan pelanggan dalam penyebaran fungsi mutu (QFD). Kwong dan Bai (2002) juga menggunakan tingkat metoda analisa dan prinsip untuk perbandingan dari angkaangka fuzzy untuk menentukan bobot yang penting untuk persyaratan pelanggan dalam QFD. Pada AHP konvensional, perbandingan berpasangan (painvaise coinparison) untuk masing-masing level dengan orientasi pada tujuan pemilihan alternatif terbaik yang dilakukan menggunakan suatu skala sembilan poin. Karena itu, aplikasi dari AHP Saaty mempunyai beberapa kekurangan sebagai berikut (Saaty & Ayag dan Ozdemir, 2006); (1) metoda AHP sebagian besar digunakan dalam aplikasi keputusan yang mempunyai nilai crisp, (2) metoda AHP menciptakan suatu skala penilaian yang tidak seimbang, (3) metoda AH? tidak mempertimbangkan ketidakpastian yang dihubungkan dengan pemetaan dari salah satu penilaian bagi suatu jumlah, (4) pengaturan metoda AHP agak tidak jelas, (5) penilaian hubungan, pilihan dan pemilihan dari pengambil keputusan mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil AHF'. Sebagai tambahan, pengambil keputusan dalam menilai alternatif keputusan selalu mengandung ambiguitas dan multiarti. Dengan demikian, AHP konvensional tidak cukup untuk menangkap persyaratan pengambil keputusan dengan tegas. Untuk tujuan model ketidakpastian seperti ini, aturan fuzzy fuzzy set theoryl dapat diintegrasikan dengan perbandingan berpasangan sebagai suatu perluasan dari AHP. Pendekatan fuzzy AHF' memberikan suatu uraian yang lebih akurat tentang proses pengambilan keputusan itu (Ayag dan Ozdemir, 2006). Dalam pendekatan fuzzy AHP, hirarki dari pemilihan altematif perlu dibangun dahulu sebelum dilakukan perbandingan berpasangan dengan AHP. Setelah membangun suatu hirarki, pengambil keputusan diminta untuk membandingkan elemen-elemen pada tingkatan yang ditentukan di suatu basis pasangan untuk memperkirakan hubungan kepentingan antar elemen. Dalam AHP konvensional, perbandingan berpasangan dibuat dengan menggunakan suatu skala rasio. Suatu skala yang sering digunakan adalah titik-sembilan skala (Saaty 1980, Tabel 6) yang menunjukkan penilaian peserta atau pilihan di antara alternatif pilihan seperti sama penting, sedikit lebih penting, jelas lebih penting, sangat jelas lebih penting, dan mutlak lebih penting. Sungguhpun skala diskret dari 1 -9 mempunyai keuntungan dari kemudahan dan kesederhanaan dalam penggunaan, itu tidak mempertimbangkan ketidakpastian yang dihubungkan dengan pemetaan dari satu persepsi penilaian kepada suatu jumlah. Tabel 6. Definisi dan fungsi keanggotaan dari fuzzy number (Ayag, 2005b) Tingkat kepentingan FUW number 1 -1 3 -3 5 7 -5 -7 9 -9 Definisi Fungsi keanggotaan Sama penting (1J32) Sedikit lebih penting Jelas lebih penting (2,3,4) Sangatjelas lebih penting (4,5,6) (6,7,8) Mutlak lebih penting (8,9,10) Dalam studi ini, triangular fuzzy number, -1 - -9, digunakan untuk menunjukkan perbandingan berpasangan tentang proses pemilihan untuk tujuan menangkap ketidakjelasan. Angka fuzzy adalah fuzzy khusus yang di-set F = {( x, pf (x)) , x E R}, di mana x nilai di garis yang riil, R : - - < x < + - dan pf (x) adalah suatu pemetaan lanjutan dari R pada interval tertutup [0, I]. Suatu triangular fuzzy nunzber dinyatakan sebagai M = (l,m, u), di mana I 5 m 5 u, mempunyai jenis keanggotaan jenis fungsi triangular sebagai berikut; Sebagai alternatif, dengan menjelaskan interval dari tingkatan keyakinan a, triangularfuzzy nuniber dapat ditandai sebagai Beberapa operasi yang utama untuk angka-angka positif fuzzy diuraikan oleh interval dari keyakinan, oleh Gupta dan Kaufmann (1985) seperti ditunjukkan dibawah ini n . , V l l l ~ I. I I R , ILL3 I I R -. - =I \ - (-1 I'\- j\/[ 1 n . , 1/( j w L - = [/TI; E R+. ,'\/la = [n/;,I I I ~ ] , a + rr;, <I = [ i n ? - ,IL. € [O, I ] + 111; C1 111 R It;] - /! 1YR ] i1.1 @' \ i = [ I ICLY ~C YI I !~T,a/ r~ t/ / ~ ] i . . & Triangularfuzzy number, -1 - -9 , digonakan untuk meningkatkan rencana skala konvensional sembilan poin. Untuk tujuan impresisi dari penilaian manusia yang kualitatif ke dalam pertimbangan, lima triangular jiizzy number digambarkan sesuai dengan fungsi keanggotaan seperti pada Gambar 5. Metoda AHP adalah juga dikenal sebagai suatu metoda eigenvektor. Itu menunjukkan bahwa eigenvektor yang sesuai dengan eigenvalue yang paling besar dari matriks perbandingan berpasangan menyediakan prioritas relatif dari faktor, dan memelihara pilihan nomor urut di antara alternatif. Ini berarti bahwa jika suatu alternatif lebih disukai daripada yang lain, komponen eigenvektornya adalah lebih besar dari lainnya. Suatu garis vektor dari anak timbangan yang diperoleh dari matriks perbandingan painvise mencerminkan capaian relatif dari berbagai faktor. Di fuzzy AHP, triangzilar fizzy number digunakan untuk meningkatkan rencana skala dalam matriks penilaian, dan perhitungan interval digunakan untuk memecahkan eigenvektor yang tidak jelas (Cheng dan Mon, 1994). CIM(X) A Sama penting Sedikil iebih penling Jeias lebih penting Sangat jelas lebih penting -1 -3 -5 -7 Mutlak lebih penting -9 Tingkat kepentingan Gambar 5. Membershipfirnction fuzzy ~ M ( Xuntuk ) nilai linguistik kriteria dan alternatif (Ayag dan Ozdemir, 2006) 2.9. Analisis TOWS Analisa TOWS adalah suatu metode untuk mengidentifikasikan beberapa faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika dalam memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opporttmities) namun secara bersamaan meminimalkan kelemahan (+veaknesses)dan ancaman (threats)(Rangkuti 1998, dalam Marimin, 2004). Menurut Marimin (2004),membuat keputusan untuk memilih alternatif strategi sebaiknya dilakukan setelah perusahaan mengetahui terlebih dahulu posisi perusahaan untuk kondisi sekarang berada pada kuadran sebelah mana sehingga strategi yang dipilih merupakan strategi yang paling tepat karena sesuai dengan kondisi internal dan eksternal yang dimiliki oleh perusahaan. Posisi perusahaan dapat dikelompokkan dalam empat kuadran. Gambar 6 merupakan gambar posisi perusahaan pada berbagai kondisi. Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisa TOWS agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui berbagai tahapan sebagai berikut: 1. Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal. 2. Tahap analisa yaitu pembuatan matriks internal ektemal dan matriks TOWS. 3. Tahap pengambilan keputusan (Marimin, 2004). 1 + Berbagai Peluang Kuadran 111 (mendukung strategi turn-arozind) I Kelemahan Internal Kuadran I (mendukung strategi agresif) - Kekuatan Internal Kuadrnn I1 (mendukung strategi diversifikasi) Icuadran IV (mendukung strategi defensif) I Berbagai Ancaman Gambar 6. Posisi Perusahaan pada Berbagai Kondisi (Marimin, 2004) Menurut Pearce dan Robinson (1997) dalam Luna (2005), posisi perusahaan pada tiap kuadran akan menunjukkan pengambilan strategi yang tepat agar perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya. Pada kuadran I menandakan bahwa perusahaan at& organisasi kuat dan berpeluang. Rekomendasi strategi adalah agresif, artinya perusahaan dalam keadaan mantap dan prima sehingga dapat terus melakukan ekspansi, dengan memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal. Pada kuadran 11 lnenandakan bahwa perusahaan kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi adalah diversifikasi, artinya diperkirakan roda perusahaan akan mengalami kesulitan untuk terus berputarjika hanya bertumpu pada strategi sehelumnya. Sementara itu, pada kuadran 111 menandakan perusahaan yang lemah namun berpeluang. Rekomendasi strategi adalah ubah strategi karena akan sulit menangkap peluang dan memperbaiki kinerja jika menggunakan strategi yang sama. Pada kuadran IV menandakan perusahaan yang lemah dan menghadapi tantangan yang besar sehingga strategi harus dipertahankan sambil terus membenahi diri. Dalam hubungannya dengan supply chain, analisa kelemahan dan kekuatan perusahaan ini dilakukan dalam rangka mencoba meningkatkan efektifitas dan efisiensi para pelaku rantai pasok. 2.10. Penelitian terdahulu dan posisi usulan penelitian Beberapa ha1 yang perlu diperhatikan berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya adalah pengembangan fratnework metrik pengukuman kinerja SCM (Gunasekaran e f al., 2004), model dan metode pengukuran kinerjil SCM (Aranyam et a]., 2006), pemilihan metrik dan perspektif dalam pengukuran kinerja SCM dengan pendekatan AHP (Bhagwat & Sharma, 2007). Pengembangan framework metrik pengukuran kinerja SCM telah dilakukan oleh Gunasekaran et al. (2001, 2004), Van der Vorst (2006), Aranyam et al. (2006), dan Baghwat & Sharma (2007). Model dan metode pengukuran kinerja SCM sudah banyak dikembangkan antara lain : metode SCOR (Supply Chain Council, 2004; Lai et al., 2002; Wang, 2003), metode Balanced Scorecard (Lee et al., 2008; Bhagwat & Sharma, 2007), Activity Based Costing (Lapide, 2000), Multi-criteria Analysis (Romero & Rehman, 2003), Life Cycle Analysis (Azapagic and Clift 1999; Hagelaar and Van der Vorst 2002; Carlsson-Kanyama er al., 2003), Data Envelopment Analysis (Zhu, 2003; Talluri & Baker, 2002; Wong W.P & Wong K.Y, 2007). Posisi dari penelitian yang dilakukan adalah model pengukuran kinerja jaringan rantai pasok produk sayuran dataran tinggi menggunakan teknik fuzzy AHP untuk memilih metrik pengukuran prioritas yang diadaptasi dari metode SCOR. Model yang dihasilkan mencakup metode pengukuran kinerja, integrasi dengan teknik fuzzy AHF' dan implementasi dengan pendekatan DEA. Posisi penelitian yang dilakukan dapat dilihat dari herbagai sisi, yaitu 1) Metode pengukuran kinerja SCM dengan mengadaptasi lnetrik pengukuran dari metode SCOR, 2) Integrasi dengan teknik AHP dan 3) Pendekatan DEA dapat dilihat pada Tabel 7. Keunggulan ketiga pendekatan ini dalam perancangan dan implementasi pengukuran kinerja manajemen rantai pasok adalah 1) Dengan mengadopsi SCOR Model dapat dirancang metrik kinerja yang seimbang dan mencakup kinerja keseluruhan dari rantai pasok dalam berbagai dimensi; 2) Dengan penggunaan fuzzy AHP dapat diketahui bobot masing-masing metrik kinerja; dan 3) Dengan penggunaan DEA dapat dihasilkan informasi yang detail tentang efisiensi pada masing-masing pelaku rantai pasok yang mencakup metrik kinerja input atau output, sehingga dapat menggambarkan setiap proses atau kegiatan bisnis pada masing-masing pelaku rantai pasok. Tabel 7. Perbandingan dan posisi penelitian yang dilakukan No Penelitian Metode pengukuran kinerja SCM SCOR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. I I. Cakravastia & Diawati (1 999) Lapide (2000) Lai et al. (2002) Talluri & Baker (2002) Hagelaar and Van der Vorst (2002) Wang (2003) Romero & Rehman (2003) Wong W.P & Wong K.Y (2007) Bhagwart & Sharma (2007) Lee et al. (2008) Penelitian yang dilakukan (2008) BSC ABC MCA LCA DEA Integrasi dengan AHP AHP Fuzzv AHP u' u' u' u' u' u' 4 4 d 4 u' u' u' u' BAB 111. METODE PENELITIAN 3.1. Icerangka IConseptual Studi dilakukan pada rantai pasok produk holtikultura sayuran dataran tinggi terpilih di Provinsi Jawa Barat. Pemilihan jenis komoditas produk sayuran dataran tinggi dilakukan karena kontribusi jenis sayuran ini cukup besar dan juga untuk membatasi lingkup kajian manajemen rantai pasokan yang luas. Sistem rantai pasok dianalisis berdasarkan hasil pengamatan lapang, wawancara dan laporan penelitian tentang rantai pasok sayuran dataran tinggi. Komponen-komponen dari rantai pasok sayuran dataran tinggi terdiri dari pasokan yang berasal dari produksi internal atau sendiri, mitra beli dan mitra tani (Hadiguna, 2007). Pasokan ini selanjutnya diproses dan disimpan di fasilitas pemrosesan untuk menunggu proses pengiriman ke pelanggan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Diagram alir rantai pasok sayuran dataran tinggi dari sistem yang dimodelkan dapat dilihat pada Gambar 7 berikut: Aliran Produk b Sendiri Mitra Tani Pemrosesan Mitra Beli Gambar 7. Sistem Rantai Pasok Produk Hortikultura (Hadiguna, 2007) Kerangka konseptual penelitian ini merupakanfiame~vorkdalam membangun model pengukuran kinerja SCM. Observasi terhadap supply chain yang ada dilakukan untuk mengidentifikasi sejumlah pennasalahan yang sering muncul dalam SCM dan nilai tambah pada masing-masing pelaku dalam rantai pasok produk sayuran dataran tinggi. Kegiatan SCM merupakan bagian kegiatan dari rantai nilai (value clzain) sehingga perbaikan SCM akan beriinplikasi positif pada rantai nilai tambah. Rantai nilai yang efektif akan memicu keunggulan nilai (value advantage) dan keunggulan produksi (productivity advantage) yang apada akhimya meningkatkan keunggulan kompetitif. Sistem pengukuran kinerja SCM, menurut Pujawan (2005) diperlukan untuk : i) melakukan monitoring dan pengendalian; ii) mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok; iii) mengetahui di mana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang ingin dicapai; dan iv) menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalarn bersaing. Metrik pengukuran kinerja SCM perlu diklasifikasi dalarn level strategi, taktik dan operasional manajemen. Metrik pengukuran juga dirinci dengan jelas antara aspek finansial dan non-finansial sehingga sesuai metode dasar pembiayaan pada analisis aktifitas yang dapat diaplikasikan (Gunasekaran et al., 2001). Pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi' menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). Identifikasi metrik dan perspektif pengukuran rantai pasok sayuran dataran tinggi diadaptasi dari SCOR Model dan ditentukan bobot masing-masing metrik kinerjanya terlebih dallulu dengan pendekatan fuzzy AHP. Kerangka konseptual penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 8. 7 ,............................. Analisis potensi Sayuran dataran tinggi unggulan : Anal!siS Pareto ) .............................. j Metode i j Perbandingan i j ~ks~onensial r'.. i (MPE) ........ sayuran dataran tinggi I i unggulan I ............................. i dataran tinggi Organization) i i Supply Chain j Operation j Reference ; Perancangan i (SCOR) Model I pengukuran kineria ;......... , ...................... ........ pengukuran I FuzzyAHP j .............................. Kelembagaan Rsntai Pasok ,............................. Program Aksil ....................................... : Gap Analysis :._ .......................... j 3 Gambar 8. Kerangka pemikiran penelitian 3.2. Tata Laksana Penelitian 3.2.1. Prosedur penelitian Tahap pertalna adalah mempelajari sistem rantai pasok produk sayuran dataran tinggi melalui studi pendahuluan dan diskusi dengan beberapa pihak yang memahami rantai pasok produk sayuran dataran tinggi. Selain itu, studi pustaka dilakukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap rantai pasok produk pertanian khususnya sayuran dataran tinggi dan metode yang akan digunakan dalam penelitian. Tahap kedua adalah wawancara mendalarn dan survei lapang. Pada tahapan ini akan dilakukan sumei lapang ke beberapa pelaku dalam rantai pasok produk sayuran dataran tinggi mulai dari petani dan kelompok tani, pedagang pengumpul, perusahaan pengolah, retailerleksportir dan konsumen akhir. Survei lapang ditujukan untuk mengetahui rangkaian kegiatan rantai pasok dan nilai tambah yang didapat masing-masing pelaku rantai pasok yang hasilnya penting untuk mengetahui kondisi objektif (existing) kinerja rantai pasok produk sayuran dataran tinggi. Sumei pakar juga akan dilakukan pada tahap ini untuk mendapatkan metrik pengukuran kinerja sekaligus memilih metrik prioritas. Tahap ketiga adalah implementasi model pengukuran kinerja SCM sayuran dataran tinggi dengan pendekatan DEA. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap strategi yang dapat dirumuskan dalam kerangka peningkatan kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 9. 3.2.2. Lokasi dan Waltu Penelitian Penelitian ini dilakukan di berbagai pelaku usaha sayuran dataran tinggi di Jawa Barat khususnya di wilayah Kabupaten Bogor, Cianjur, Bandung dan Garut. Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan April 2008 -November 2008. 3.2.3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut : 1) Observasi lapangan, yakni melihat secara langsung kegiatan-kegiatan dalam supply chain dari produsen (petani), prosesor, distributor, hingga konsumen. 2) Wawancara, dilakukan untuk memperoleh informasi jumlah produksi dan penjualan, sistem transportasi, distribusi dan pasokan serta hubungan kemitraan antara pemasok dan distributor. 3) Focus Group Discussion (FGD), meliputi wakil petanilkelompok tani, prosesor, buyerleksportir, pemerintah (regulator), dan universitas/lembaga riset teknologi. Pada FGD dilakukan pendalaman terhadap kondisi eksisting untuk memperoleh alternatif-altematif strategi peningkatan kinerja rantai pasok. FGD juga melakukan verifikasi terhadap model pengukuran rantai pasok sayuran dataran tinggi. 4) Opini Pakar (expert opinion), data ini mempakan data yang dibangkitkan dari para pakar dan expert judgement atau pertimbangan para pakar terhadap beberapa pilihan "metrik". Prioritasisasi "metrik" diperoleh berdasarkan kuesioner AHP yang disusun berdasarkan hasil analisis dari proses sebelumnya. + Pemilihn Korrcdiias Scjllmn dxa:ar tinggi I Pemsmlwr~'ttijuan Pernukbrurl Supi,niy C!#iri,bhf~ri~a!~e?,~a~~l (SC~IO Sayurai, damran lity{j 1detl:iSkasi h!alrik ltir,erl;t SCM Ssyumn dalJnn Cnggi ipundoka:an SCORl i3duasi Moirik Kitwia SChl Sayran damra~;thqyi ! irnalisis SWOT until:; Pemmlran Sln:eni Pt.:\icc'<eVat. Kineria Gambar 9. Diagram Alir Penelitian 3.3. Metode Analisis Data 3.4.1. Analisis Rantai Pasok Sayuran dataran tinggi Kondisi umum dan model rantai pasok dianalisis dengan mengunakan metode deskriptif-kualitatif, berdasarkan data kuantitatif-numerik dan kualitatif, dengan memperhatikan pendapat pakar dan nara sumber. Output dari analisis ini adalah gambaran umum struktur rantai pasok sayuran dataran tinggi yang dapat dirinci berdasarkan aspek-aspek pada rantai nilai, rantai nilai tambah komoditi sayuran dataran tinggi dan kinerja rantai pasoknya. Model rantai pasokan sayuran dataran tinggi dibahas secara deskriptif menggunakan metode pengembangan rantai pasokan produk hortikultura yang dicanangkan oleh Asian Productivity Organization (APO), Jepang. Metode pengembangan tersebut mengikuti kerangka proses yang telah dimodifikasi oleh Van der Vorst, 2005 (Gambar 10). /. Manajemen struktur e \ h' 'd Sumber daya apa saja yang digunakan (ICT, Bagaimana ikatan kontraktualnya? Gambar 10. Kerangka Analisis Manajemen Rantai Pasokan (Van der Vorst, 2005) a). Struktur Rantai (Network Structure) (i). Anggota Rantai dan Aliran Komoditas Dijelaskan mengenai anggota atau pihak-pihak yang terlibat di dalam rantai pasokan dan peranannya masing-masing. Aliran komoditas mulai dari hulu sampai hilir serta penyebarannya ke berbagai lokasi dijelaskan dan dikaitkan dengan keberadaan anggota rantai pasokan, serta bentuk kerjasama yang terjadi diantara berbagai pihak. @).Entitas Rantai Pasokan Entitas rantai pasokan dijelaskan sebagai elemen-elemen di dalam rantai pasokan yang mampu menstimulasi terjadinya berbagai proses bisnis. Elemen-elemen tersebut meliputi produk, pasar, stakeholder rantai pasokan, dan situasi persaingan. (iii).Mitra - Petani Dijelaskan mengenai hubungan kerjasama pada petani. Profil petani seperti kesepakatan jangka panjang, kondisi lahan pertanian, kegiatan pertanian, produktivitas pertanian, kegiatan pasca panen, juga disertakan dengan lengkap. Kegiatan pasca panen yang melibatkan petani dijelaskan dengan menggunakan form pengisian seperti pada Tabel 8 berikut : Tabel 8. Form Kegiatan Pasca Panen Mitra Petani-Perusahaan Tanda X apabila diselesaikan sebelutn pembayaran Dilakukan oleh: Loss Petani Perusallaan Lainnya Pembibitan Produksi Sortasi dan seleksi mutu Pengemasan Pemberian labellmerek ..... ..... ..... %Volume Loss ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... Transportasi ke pembeli Qualiv control Pemberian kredit (hari) ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... Nilai ..... ..... ..... ... b). Sasaran Rantai (Clzain Objectives) (i). Sasaran Pasar Dijelaskan mengenai bagaimana model suatu rantai pasokan berlangsung terhadap produk yang dipasarkan. Tujuan pasar dideskripsikan dengan jelas, seperti siapa pelanggannya, apa yang diinginkan dan yang dibutuhkan dari produk tersebut. (ii). Sasaran Pengembangan Dijelaskan sebagai target atau objek dalam rantai pasokan yang hendak dikembangkan oleh beberapa pihak yang terlibat di dalamnya. (iii).Pengembangan Kemitraan Dijelaskan mengenai upaya yang dilakukan oleh anggota rantai pasokan untuk mengembangkan hubungan kerjasama kemitraan. c). Manajemen Rantai (i). Struktur Manajemen Menjelaskan konfigurasi hubungan di dalam rantai pasokan, yang mengikuti form pengisian seperti pada Tabel 9. Tujuannya adalah untuk mengetahui pihak yang bertindak sebagai pengatur dan pelaku utama di dalam rantai pasokan. Pihak yang menjadi pelaku utama adalah yang melakukan sebagian besar aktivitas di dalam rantai pasokan, dan memiliki kepemilikan penuh terhadap aset yang dimilikinya. Tabel 9. Form Kepemilikan dan Profil Kontrol Kontrol Kepemilikan penuh Kepemilikan sebagian Input Suplai Pertanian Produksi Pertanian Transportasi inbound Warehozrsing & storage Processing Transportasi outbond Distribusi pasar Ritellagen ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... Kontrak Aliansi Hubungan Lainnya Jangka Transaksi ~ai<ang ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... (ii). Pemilihan Mitra Dijelaskan mengenai bagaimana proses kemitraan itu terbentuk, kriteriakriteria apa saja yang digunakan untuk memilih mitra kerjasama dan bagaimana prakteknya di lapangan. (iii).Kesepakatan Kontraktual dan Sistem Transaksi Dijelaskan mengenai bentuk kesepakatan kontraktual yang disepakati dalarn membangun hubungan kerjasama disertai dengan sistem transaksi yang dilakukan diantara berbagai pihak yang bekerjasama. (iv). Dukungan Pemerintah Dijelaskan mengenai peran pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam mengatur dan mendukung proses di sepanjang rantai pasokan. d). Sumber Daya Rantai Meninjau potensi sumber daya yang dimiliki oleh anggota rantai pasokan adalah penting guna mengetahui potensi-potensi yang dapat mendukung upaya pengembangan rantai pasokan. Untuk itu, aspek sumber daya yang dibahas meliputi aspek sumber daya fisik, teknologi, sumber daya manusia (SDM), dan permodalan. e). Proses Bisnis Rantai Proses bisnis rantai menjelaskan proses-proses yang terjadi di dalam rantai pasokan untuk mengetahui apakah keseluruhan alur rantai pasokan sudah terintegrasi dan berjalan dengan baik atau tidak, dan menjelaskan bagaimana melalui suatu tindakan strategik tertentu manlpu mewujudkan rantai pasokan yang mapan dan terintegrasi. Proses bisnis rantai ditinjau berdasarkan aspek hubungan proses bisnis antar anggota rantai pasokan, pola distribusi, support anggota rantai, perencanaan kolaboratif, penelitian kolaboratif, jaminan identitas merk, aspek nilai tambah pemasaran, aspek risiko, serta proses trust building. 3.4.2. Pemilihan Produk Unggulan Pemilihan produk ungguluan dan altematif pemasok dilakukan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). MPE merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas altematif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan sebagai pembantu bagi individu pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses. Formulasi perhitungan skor untuk setiap altematif dalam metoda perbandingan eksponensial adalah: 111 T ( Total llilai (TN;) =L j=1 TNi = Total nilai altematif ke-i RK ij = derajat TKK = derajat kepentingan kritera n =jumlah pilihan keputusan m = jumlah kriteria keputusan ..)-J I, kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i keputusan ke-j; TKKj > 0; bulat 3.4.3. Analisis Nilai Tambah Pembahasan pada aspek nilai tambah pemasaran bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh oleh setiap anggota rantai pasokan atas tenaga kerja, modal, dan manajemen yang diusahakannya (Sudiyono, 2001). Besarnya nilai tambah tersebut dinyatakan secara matematilc menggunakan metode Hayami. Data mengenai analisa nilai tambah yang diperoleh dari wawancara dengan anggota rantai pasok. Adapun prosedur perhitungan nilai tambah pengolahan dengan metode Hayami dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami. No Variabel Nilai Output, Input, dan Harga 1 Output (Kg) (1) 2 Bahan Baku (Kg) (2) 3 Tenaga Kerja Langsung (HOK) (3 4 Faktor Konversi (4) = (1) 5 Koefisien Tenaga Kerja Langsung (HOWKg) (5) = (3) /(2) 6 Harga Output (RpIKg) (6) 7 Upah Tenaga Kerja Langsung (RpIHOK) (7) Penerimaan dan Keuntungan 8 Harga Bahan Baku (RpIKg) (8) 9 Harga Input lain (RpKg) (9) 10 Nilai Output (RpIKg) II a. Nilai Tambah (RpKg) (10)=(4)~(6) (lla)=(lO)-(8)-(9) b. Rasio Nilai Tambah (%) (1 lb) = (I la) I (lo) x 100 a. Pendapatan tenaga kerja Langsung (RpIKg) (12a)=(5) *(7) b. Pangsa tenaga kerja langsung (%) (12b) = (12a) I (Ila) x 12 100 13 a. Keuntungan (RpKg) (13a) = (lla) -(12a) b. Tingkat Keuntungan (%) (13b)=(l3a)/(lO)x 100 Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14 Marjin (RpIKg) (14) =(lo)-(8) a. Pendapatan tenaga kerja langsung (%) (14a)= (12a) l(14) x 100 b. Sumbangan input lain (%) (14b) = (9) l(14) x 100 c. Keuntungan perusahaan (%) (14c) = (13a) l(14) x 100 3.4.4. Pengukuran Kinerja dengan DEA Pengolahan data mengenai pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi yang telah diperoleh dilakukan dengan menggunakan metode DEA (Data Envelopnzent Analysis). Dalam pengolahan D E A diselesaikan dengan bantuan tools dari banxia sofhvai-e yaitu .pontiei-3 '. Dalam metode ini ditetapkan faktor yang digunakan sebagai input dan output. Bobot untuk masing-masing input dan output tersebut diperoleh melalui pembobotan dengan menggunakan metode AHP. 3.4.5. Pemilihan metrik kinerja teknik fuzzy AHP Empat langkah prosedur dari pendekatan ini adalah sebagai berikut; Lattgkah I. Membandingkan (-1,-3,-5,-7,-9) capaian skor : triangular fuzzy number digunakan untuk menandai adanya kekuatan relative masing- masing elemen di hirarki yang sama. Lattgkah 2. Membangun matriks perbandingan fizzy: Dengan menggunakan angkaangka fuzzy triangular dengan perbandingan berpasangan, matriks penilaian fuzzy A(aij) dibangun seperti berikut : rn A = Dimana -aaij = trw I .. .. .. .. .. .. .. w (I,-11 .. .. .. .. 21 .. 1, jika i sama dengan j, dan -aaij = -1, -3, -5, -7, -9 atau -I-', -3-', 5 - 7 -,-9-1,jika i tidak sama dengan j. Latzgkalt 3. Pemecahan eigenvalue fuzzy: Suatu eigenvalue fuzzy, h adalah suatu solusi nomor fuzzy untuk solusi ?..,.., -...-.. 4 .I- = ;..\-. If) dimana n x n matriks fuzzy yang berisi angka-angka fuzzy aij dan x adalah n x 1 tidak sama dengan nol, garis vektor fuzzy yang berisi nomor fuzzy xi . Untuk melaksanakan penambahan dan perkalian hzzy dengan menggunakan perhitungan interval dan a - cut,, penyamaan A x = h x setara dengan dimana, untuk 0 < a 5 1 dan semua i, j, dimana i = 1,2, ...,n, dan j = 1,2, ..., n a - cut dikenal untuk menyertakan ahli atau pengambil keputusan atas pilihan atau penilaiannya. Derajat tingkat kepuasan untuk matriks penilaian -A diperkirakan oleh index optimisme p. Nilai yang lebih besar tentang index p menandai adanya derajat tingkat yang lebih tinggi tentang optimisme. Index dari optimisme adalah suatu kombinasi linier yang cembung (Lee, 1999) yang digambarkan sebagai Selagi a ditetapkan, matriks yang berikut dapat diperoleh setelah menentukan index dari optimisme, p, untuk tujuan menaksir derajat tingkat dari kepuasan. 0 l i d 5 a,,= (2.3.4) = b.41 Garnbar 11. Operasi a-cut pada TFN Eigenvektor dihitung dengan menetapkan nilai p dan mengidentifikasi nilai eigen yang maksimal. a - cut: Itu akan menghasilkan suatu satuan nilai-nilai internal dari suatu nomor fuzzy. Sebagai contoh, a = 0.5 akan menghasilkan sebuah set ao.5 = (2, 3,4). Normalisasi dari kedua matriks dari kalkulasi dan perbandingan yang dipasangkan dari bobot prioritas, dan matrik dan bobot prioritas untuk altematif juga dilaksanakan sebelum menghitung k,,,,. Untuk tujuan mengendalikan hasil dari metoda, perbandingan konsistensi untuk masing-masing dari matriks dan keseluruhan inkonsistensi untuk hirarki yang dihitung. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan oleh persamaan CI yang berikut, dan ukuran dari inkonsistensi disebut CI, Consistency ratio (CR) digunakan untuk perkiraan secara langsung konsistensi dari perbandingan berpasangan. CR dihitung dengan inembagikan CI dengan nilai tabel dari Random Consistency Index (RI); Jika CR kurang dari 0.10, perbandingan bisa diterima, sebaliknya tidak. RI adalah rata-rata index untuk secara acak anak timbangan yang dihasilkan (Saaty, 1981). Langkah 4. Prioritas pertimbangan dari tiap alternatif dapat diperoleh dengan perkalian matriks dari nilai evaluasi dengan garis vektor dari kriteria dan penjumlahan di atas semua kriteria. Setelah menghitung beban dari tiap alternatif, keselumhan index konsistensi dihitung untuk meyakinkan bahwa nilai konsistensi lebih kecil dibanding 0.10. BAB IV. PERKEMBANGAN SAYURAN DAN HORTIKULTURA INDONESIA 4.1. Produlcsi Sayuran dan Hortiliultura Pertanian di Indonesia merupakan sektor penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari besarnya kontribusi devisa sektor pertanian dalam Total Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2008, sektor pertanian berkontribusi sebanyak 13% terhadap nilai PDB nasional tahun 2006 dan meningkat pada catur w l a n I tahun 2007 menjadi 13,7%. Hortikultura sebagai saiah satu sektor pertanian memberikan peningkatan kontribusi pada nilai PDB nasional berdasarkan harga konstan sebesar Rp 35.334 juta pada tahun 2000 menjadi Rp 68.639 juta pada tahun 2006. Rata-rata pertumbuhan PDB hortikultura per tahun mencapai 4,6%. Trend permintaan produk hortikultura seperti sayuran, buah-buahan dan bunga juga menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Komoditi hortikultura terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat. Diantara komoditi hortikultura yang mengalami perkembangan baik adalah sayuran. Pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan sayuran dalam negeri dengan produksi dalarn negeri dan sebagian komoditi yang di impor dari luar negeri (Tabel 11). Tabel 11. Total Produksi, Impor dan Ekspor Sayuran di Indonesia Tahun 2002-2006 Tahun Produksi (Ton) Ekspor (Ton) 2006 9.527.463 236.225 Sumber : Departemen Pertanian dan BPS diolah, 2008 Impor (Ton) 550.437 Dari Tabel 11 dapat di ketahui jumlah produksi komoditi sayuran pada rentang tahun 2002-2006 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 7,8 % per tahun, sedangkan jumlah komoditi sayuran yang di ekspor mengalami trend kenaikan sebesar 20%, tetapi pada tahun 2004 mengalami penurunan yang cukup drastis. Untuk memenuhi pemenuhan kebutuhan dalam negeri pemerintah masih mengimpor sayuran dari negara-negara seperti China, Taiwan dan Jepang. 4.2. Perkembangan Ekspor Impor Sayuran dan Hortikultura Volume serta nilai ekspor dan impor produk-produk hortikultura cenderung berfluktuasi (Gambar 12 dan 13). Meskipun demikian, antara tahun 1999 hingga 2001 volume dan nilai ekspor cenderung menurun dengan tingkat perubahan secara berturut-turut adalal~-24.88% dan -28.48%. Sebaliknya, volume dan nilai impor justru semakin meningkat, yang ditandai dengan rata-rata perubahan sebesar 19.44% dan 34.32%. Perubahan volume dan nilai impor tersebut cukup tinggi, sehingga sangat mempengaruhi cadangan devisa negara. Pada tahun 2000 dan 2001, misalnya, impor buah segar nilainya masing-masing USD 138.4 juta dan USD 140.7 juta. Di lain pihak, pada kurun waktu yang sarna ekspor buah segar nilainya hanya USD 13.2 juta dan USD 9.4 juta. Data untuk sayuran segar impor pada tahun 2000 dan 2001 masing-masing adalah USD 84.6 juta dan USD 92.3 juta. Di lain pihak, nilai ekspomya masing-masing hanya mencapai USD 23.6 juta dan USD 28.9 juta. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai langkah perbaikan yang dapat mendukung peningkatan nilai dan volume ekspor produk-produk hortikultura serta menurunkan volume dan nilai impor produk-produk hortikultura, terutama yang secara potensi dapat ditumbuh kembangkan di Indonesia. Perkembangan volume ekspor dan impor komoditas hortikultura dari tahun 2000 - 2005 sangat fluktuatif. Sebelum krisis terjadi, ekspor lebih tinggi dari impor namun setelah itu impor harnpir selalu melebihi ekspor. Volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2000 dimana mencapai 500.000 ton, kemudian dari tahun 2001 sampai 2005 volume ekspor terus menurun, sedangkan volume impor dari tahun ke tahun semakin meningkat. Volume impor dari tahun 2000-2003 mencapai 600.000 ton, selanjutnya tahun 2004 mencapai 800.000 ton dan tahun 2005 mencapai 900.000 ton. 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Garnbar 12. Grafik volume ekspor serta impor dari sub-sektor hortikultura 2000-2005 (Departemen Pertanian, 2007) - . 2000 2001 2002 2003 Tahun 2004 2005 1 I Gambar 13. Grafik nilai ekspor serta impor dari sub-sektor hortikultura 2000-2005 (Departemen Pertanian, 2007) Perkembangan nilai ekspor produk sayuran segarlbeku Indonesia juga menunjukkan relatif konstan dari tal~un2003-2007 (Gambar 14). Berdasarkan data UN Comtrade, nilai ekspor sayuran Indonesia pada tahun 2003 mencapai US$ 26,743,768. Nilai ini menurun pada tahun 2004 menjadi US$ 20,391,859. Nilai tersebut meningkat pada tahun 2005 dan 2006 menjadi US$ 28,343,627, kemudian turun kembali pada tahun 2007 menjadi US$ 24,558,504. Tiga kelompok sayuran yang berkontribusi paling besar pada total nilai ekspor dalam lima tahun terakhir yaitu kelompok kubis dan Brokoli (HS 0704), kelompok bawang-bawangan (HS 0703) dan kelompok kentang (HS 0701) (lihat Tabel 12). 2003 2604 2005 Tahun 2006 2007 I Garnbar 14. Grafik nilai ekspor dan impor sayuran Indonesia 2003-2007 (UN Comtrade, 2009) Tabel 12. Nilai ekspor kelompok komoditas sayuran Indonesia tahun 2003-2007 (dalam US$) No 3 5 6 7 8 Komoditi Kode HS 1996 2003 2004 Tahun 2005 4,241,115 3,556,129 3,576,134 5,951,906 2,868,068 HI-0702 234,094 3 17,687 433,245 92,024 730,784 HI-0703 2,832,824 1,973,150 1,660,094 7,191,395 3,590,275 HI-0704 11,401,593 7,802,338 9,130,463 9,436,914 10,436,634 HI-0705 69,502 233,643 254,500 209,856 345,950 HI-0706 341,977 107,339 69,016 145,775 402,605 H 1-0707 292,490 121,810 63,336 229,532 61,732 HI-0708 427,952 698,997 1,830,425 I ,0 17,434 1,683,329 HI-0709 6,902,221 5,580,766 7,009,752 4,068,791 4,439,127 26,743,768 20,391,859 24,026,965 28,343,627 24,558,504 Potatoes, fresh or chilled HI-0701 Tomatoes' or chilled Onions, shallots, garlic, leeks, etc. fresh or chilled Cabbaee. - . cauliflower, kohlrabi & kale, fresh, chilled Lettuce and chicory, fresh or chilled Carrots, turnips, beetroot, etc. fresh or chilled Cucumbers and gherkins, fresh or chilled Leguminous vegetables, fresh or chilled nes' fresh or chilled Jumlah 2006 2007 Sumber : UNComtrade, 2009, Diolah Sementara itu, perkembangan nilai impor produk sayuran segarbeku Indonesia menunjukkan trend peningkatan peningkatan dari tahun 2003-2007. Berdasarkan data UN Comtrade, nilai impor sayuran Indonesia pada tahun 2003 mencapai US$ 69,807,079. Nilai ini tersebut terus meningkat hingga tahun 2007 menjadi US$ 198,416,963. Tiga kelompok sayuran yang berkontribusi paling besar pada total nilai ekspor dalam lima tahun terakhir yaitu kelompok bawang-bawangan (HS 0703), kelompok wortel dan lobak (HS 0706) dan kelompok sayuran kacangkacangan (lihat Tabel 13). Tabel 13. Nilai ekspor kelompok komoditas sayuran Indonesia tahun 2003-2007 (dalam US$) No Komoditi 1 Potatoes. fresh or chilled Tomatoes, fresh or chilled Onions, shallots, garlic, leeks, etc. fresh or chilled Cabbage, cauliflower, kohlrabi & kale, fresh, chilled Lettuce and chicory, fresh or chilled Carrots, turnips, beetroot, etc fresh or chilled Cucumbers and gherkins, fresh or chilled Leguminous vegetables, fresh or chilled Vegetables nes, fresh or chilled Jumlah 2 3 4 5 6 7 8 9 Kode HS 1996 HI-0701 2003 1,342,899 2004 1,671,568 Tahun 2005 3,257,717 HI-0702 254,77 1 98,345 142,355 200,108 252,382 89,399,020 145,253,265 178,026,236 HI-0703 ~ ~ 65,074,045 72,895,109 2006 3,073,695 2007 3,711,231 HI-0704 527,610 566,299 937,107 922,881 1,072,246 HI -0705 228,298 199,s I3 365,639 359,124 454,245 H 1-0706 71 8,542 1,759,606 3,108,960 3,617,071 9,297,800 HI-0707 6,927 6,991 14,429 34,220 39,864 H1-0708 991,477 1,156,797 1,346,972 2,800,490 4,132,839 HI-0709 662,510 642,894 1,809,013 1,014,659 1,430,120 100,381,212 157,275,513 198,416,963 69,807,079 78,997,122 Sumber : UNConztrade, 2009, Diolah Ekspor-Impor komoditas sayuran segarlbeku Indonesia kelompok HS 6-Digit berjurnlah 26 jenis. Nilai ekspor terbesar komoditas sayuran segarlbeku Indonesia ke dunia pada tahun 2007 berturut-turut dicatat oleh komoditas Brokoli (HS 070490) yang mencapai US$ 9.974.363, Kacang hijau (HS 071331) sebesar US$ 9.131.394, Bawang Merah (HS 070310) sebesar US$ 3.562.434, dan Kentang (HS 070190) sebesar US$3.562.434. Sementara nilai impor terbesar komoditas sayuran segarlbeku dari dunia ke Indonesia pada tahun 2007 berturut-turnt dicatat oleh komoditas Bawang Putih (HS 070320) sebesar US$ 123.956.692, Bawang Merah (HS 070310) sebesar US$ 53.401.542, dan Kacang Hijau (HS 071331) sebesar US$ 15.190.246. Secara lengkap nilai ekspor-impor komoditas sayuran segarlbeku Indonesia (HS 1996 6-Digit) dapat dilihat pada Tabel 14 dan 15. 4.3. Permasalahan Ekspor Sayuran dan Hortilcultura 4.3.1. Permasalahan Internal Dalam usaha pengembangannya, sub sektor hortikultura masih menghadapi berbagai hambatan, tidak hanya berupa hambatan teknis di lahan (on-farm), tetapi juga terhadap masalah investasi yang sangat berpengaruh pada kontinuitas produksi, faktor keseragaman dan kesesuaian mutu produk yang berakibat langsung terhadap tingkat penerimaan konsumen global, aksesibilitas ke pasar serta upaya peningkatan nilai tambah produk-produk hortikultura yang masih belum dapat dikembangkan dengan baik. Selain itu, tingginya volume impor produk-produk hortikultura, terutama buah-buahan dan sayur-sayuran yang terjadi selama beberapa tahun terakhir merupakan hal sangat penting untuk ditemukan solusinya. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kinerja hortikultura Indonesia, perlu dilakukan perbaikan-perbaikan, yang tidak hanya terbatas pada penanganan produktivitas saja, tetapi juga pada aspek kontinuitas serta pemanfaatan pangsa pasar yang tersedia di pasar global. Dengan demikian, proses perbaikan yang dilakukan hams dapat mengintegrasikan proses hulu, proses hilir, serta berbagai mekanisme dan faktor-faktor penunjangnya, termasuk didalamnya kebijakan-kebijakan pemerintah dan keterkaitan institusi-institusi penunjang lainnya, seperti perbankan, asuransi, standarisasi mutu, transportasi, penanganan rantai dingin, dan lain-lain. Tabel 14. Nilai Ekspor Komoditas Sayuran segarlbeku Indonesia (Kelompok HS 1996 6-Digit) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Komoditi Kentang Tomat Bawang Merah Bawang Putih Daun Bawang Kernbang Kol Kubis Brokoli Lettuce dan Sawi Wortel dan Lobak Ubi bit (bit merah) Kelompok ketiniun Kacang Polong Buncis Kacang-kacangan Globe artichokes Asparagus Terung-terungan Seledri Jarnur Jamur kuping Paprika Bayam Kacang Hijau Sayuran lainnya Sunzber : UN Corntrade, 2009, Diolah Kode HS 1996 070190 070200 070310 070320 070390 070410 070420 070490 0705 070610 070690 070700 070810 070820 070890 070910 070920 070930 070940 07095 1 070952 070960 070970 071331 070990 Tahun 2003 4,101,450 234,094 2,478,493 268,309 86,022 450,602 137,835 10,813,156 69502 178,776 163,201 292,490 171,050 61,220 195,682 225,841 7,189 2,650,33 1 1,651 1,710,311 2,056 520,610 2,863,664 1,784,232 29,467,767 2004 3,546,995 3 17,687 1,952,237 12,255 8,658 475,755 59,551 7,267,032 233643 106,239 1,100 121,810 250,334 17,887 430,776 33,525 576 1,828,444 11 2,793,243 7,125 453,435 11,377 5,385,295 453,030 25,768,020 2005 3,526,484 433,245 1,620,977 7,308 31,809 927,175 52,994 8,150,294 25 1328 37,806 31,210 63,336 1,134,485 17,886 678,054 39,83 1 983 2,573,061 32 2,385,167 1,960 989,962 10,411 7,954,381 1,008,345 31,928,524 2006 5,917,154 92,024 7,141,274 11,182 38,939 437,736 6,958 8,992,220 209856 102,581 43,194 229,532 200,256 29,3 17 787,861 18,771 588,903 1,045 1,321,994 2,830 1,020,595 81,309 8,663,176 1,033,344 36,972,051 2007 2854742 730784 3562434 27092 749 335243 127028 9974363 345950 984 12 304193 6 1732 304726 34134 1344469 995 17 6004 106597 54947 6163 2316370 1085222 323 14 9131394 73 1993 33,676,572 Tabel 15. Nilai Impor Komoditas Sayuran segarheku Indonesia (Kelompok HS 1996 6-Digit) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 I8 19 20 21 22 23 24 25 Komoditi Kentang Tomat Bawang Merah Bawang Putih Daun Bawang Kembang Kol Kubis Brokoli Lenuce dan Sawi Wortel dan Lobak Ubi bit (bit merah) Kelompok ketimun Kacang Polong Buncis Kacang-kacangan Globe artichokes Asparagus Terung-terungan Seledri Jamur Jamur kuping Paprika Bayam Kacang Hijau Sayuran lainnya Szrnzber : UN Corntrade, 2009, Diolah Kode HS 1996 070190 070200 070310 070320 070390 070410 070420 070490 0705 0706 10 070690 070700 070810 070820 070890 070910 070920 070930 070940 07095 1 070952 070960 070970 071331 070990 2003 888,440 254,771 16,065,312 48,900,223 108,510 242,989 7,334 277,287 199156 690,832 27,710 6,927 905,532 19,152 66,793 94,959 11,882 48 253,243 223,851 6,768 38,541 2,240 3,174,467 30,978 72,497,945 2004 1,217,247 98,345 19,297,980 53,303,356 293,773 288,001 30,257 248,041 190030 1,707,481 52,125 6,991 678,008 526 478,263 3,891 57,685 6,798 185,255 208,646 54,322 4,070 6,499,563 122,227 85,032,881 Tahun 2005 2,248,048 142,355 22,162,921 66,665,279 570,820 567,739 23,505 345,863 353913 3,042,549 66,4 1 1 14,429 1,301,654 40,594 4,724 67,932 89,786 63,971 721,805 309,450 1,100 210,530 3,152 5,547,897 341,287 104,907,714 2006 1,958,52 1 200,108 37,467,936 107,194,272 591,057 557,546 17,153 348,182 356055 3,550,266 66,805 34,220 1,433,177 1,334,572 32,741 17,804 80,220 1,510 23 1,773 323,959 954 137,649 504 8,636,775 220,286 164,794,045 2007 2,686,559 252,382 53,401,542 123,956,692 668,002 611,117 16,095 445,034 453170 9,175,718 122,082 39,864 2,578,263 812,177 742,399 2,128 82,332 174 263,985 257,398 244,539 245,245 9,232 15,190,246 325,087 212,581,462 a. Mutu Produk Pengembangan produk-produk hortikultura di Indonesia masih mengalami hambatan dala~nha1 konsistensi mutu yang baik. Manuwoto (1998) menjelaskan bahwa ha1 tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor, mulai dari saat proses produksi secara on-jarm, penanganan produk, transportasi-distribusi maupun pada proses pengolahan untuk menghasilkan nilai tambah produk yang lebih tinggi. Rendahnya mutu produk hortikultura, dalam ha1 ini terutama buahbuahan dan sayur-sayuran, memerlukan perhatian yang lebih besar untuk membentuk sistem agribisnis hortikultura dan manajemen rantai pasokan (supply chain nzanagenzent) dengan mengutamakan kualitas produknya. Dengan demikian, yang perlu dilakukan untuk menghasilkan mutu produk yang baik, diantaranya adalah penggunaan benih yang berkualitas tinggi, perbaikan proses budidaya tanaman di lahan, baik dari segi penggunaan peralatan budidaya, perbaikan proses peineliharaan tanaman, proses pemanenan, proses penanganan pasca panen, proses pengolahan bahan untuk meningkatkan nilai tambahnya, serta sistem manajenlen yang lebih baik, diantaranya dengan meningkatkan jaminan mutu produk (transportasi rantai dingin dan lain-lain) hingga tiba di tangan konsumen. b. Kompetisi deugan Produk Impor Produk-produk hortikultura tidak hanya dihadapkan pada persaingan yang cukup ketat di pasar domestik, tetapi juga di pasar intemasional. Di pasar domestik, misalnya, produk-produk hortikultura impor, terutama buah-buahan semakin banyak ditemukan di pasar. Seperti telah diperlihatkan pada Gambar 14, dalam kurun waktu lima tahun terakhir telah terjadi peningkatan jumlah produk sayuran impor yang cukup besar, dengan didominasi oleh produk sayuran segarheku dan buah-buahan segarlbeku. Pada periode 1998-2001, setidaknya terjadi peningkatan volume impor buah segar dari 71.6 ribu ton ~nenjadi241.4 ribu ton, dengan persentase perubahan volume 25.6%/tahun dan rata-rata kontribusinya terhadap total volume impor produk hortikultura adalah 35.33%. Selain itu, pada periode yang sama, sayuran segarlbeku merupakan komoditi hortikultura dengan volume impor terbesar, yaitu sekitar 288 ribu ton, atau 62.77% dari total volume impor produk-produk hortikultura. Akan tetapi, perubahannya hanya mencapai 11.56%/tahun. Dengan demikian, kedua kelompok komoditi tersebut tidak hanya perlu diwaspadai volume impornya saja, tetapi juga tingkat pertumbuhan dan cadangan devisa yang terkuras. Hal tersebut sangat disayangkan, mengingat Indonesia memiliki daya dukung yang sangat baik bagi pengembangan produk-produk hortikultura, terutama sayur dan buah (Effendy, 2002). Kondisi di atas diperlihatkan tidak hanya dari kondisi alam (biodiversitas, kondisi lahan dan iklim) yang memadai, tetapi juga teknologi yang cukup mendukung serta potensi tenaga kerja yang tinggi. Usaha perbaikan untuk mengembangkan produk hortikultura (buah dan sayur) domestik pada sudah cukup banyak, walaupun secara nasional citranya belum memberikan hasil yang memuaskan, karena penggalakkan komitmen nasional yang kurang kuat. c. Dulcungan Peraturan Salah satu kendala utama yang dihadapi oleh sub sektor hortikultura adalah keseragaman mutu produk serta lemahnya standarisasi mutu. Standarisasi mutu menjadi sangat penting, mengingat para produsen di dalam negeri masih sulit menerapkan faktor tersebut sebagai elemen yang sangat vital di dalam produksi on-far~t~nya, sehingga ha1 tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses off-farnz maupun pemasarannya ke konsumen. Salah satu peraturan yang diharapkan dapat mendukung standarisasi dan peningkatan mutu produkproduk hortikultura adalah Keputusan Menteri Pertanian No. 481/KptslOT.210/5/98 mengenai Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk komoditi hasil pertanian. Di dalam keputusan tersebut ditetapkan bahwa Standar Nasional Indonesia telah disetujui oleh Badan Standarisasi Nasional untuk diterapkan pada beberapa produk pertanian yang potensial, sehingga jika di dalam pelaksanaannya terdapat penyimpangan, maka ha1 tersebut akan ditindaklanjuti dengan sanksi yang disesuaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi, keputusan tersebut diharapkan dapat lebih mengakomodasi penerapan standarisasi mutu terhadap produk-produk hortikultura, karena standar mutu yang ditetapkan baru mencakup beberapa komoditi saja (Tabel 16). Di lain pihak, komoditi unggulan Indonesia cukup beragam, serta industrinya pun akan sernakin berkembang, sehingga untuk dapat diterima sebagai produk yang aman di pasar dunia, perlu diterapkan standarisasi mutu yang lebih ketat dan lebih luas cakupannya. Tabel 16. Dafiar beberapa judul SNI untuk produk-produk hortikultura 1. Kubis Segar SNI 01-3174-1991 2. Kentang Segar SN101-3175-1991 3. Petsai Segar SNI 01-3161-1992 4. Buah Manggis Segar SNI 01-3211-1991 5. Jeruk dalam Kaleng SNI 01-4680-1998 6. Persik dalam Kaleng SNI 01-4861-1998 7. Salak dalam Kaleng SNl01-4471-1998 8. Kolang-Kaling dalam Kaleng SNI 01-4472-1998 9. Buah-Buahan dalam Kaleng SNI 01-3834-1995 10. Buah Kering SNI 01-3710-1995 11. Anyelir Bunga Potong SNI 01-6152-1999 12. Bunga Krisan Potong Segar SNI 01-4478-1998 13. Bunga Gladiol Potong SNI 01-4479-1998 14. Mawar Bunga Potong SNI 01-4492-1998 15. Bunga Potong Helikonia SNJ 01-4231-1996 16. Bunga Potong Anthurium SNJ 01-4232-1996 17. Bunga Anggrek Potong SNI 01-3171-1995 Sumber: BSN) Pemerintah daerah seharusnya memanfaatkan otonomi daerah sebagai peluang strategis tersebut seyogianya dimanfaatkan sebaik mungkin melalui pengembangan dan peningkatan nilai tambah produk yang berorientasi pada keuntungan (market driven). Oleh karena itu, parameter mutu (quality), penghantaran produk (deliveiy), persediaan (inventory), pengelolaan bahan baku serta pemeliharaan mesin dan peralatan, baik pada aktivitas on-farnz maupun off-farnz harus dilakukan sebaik mungkin. Dengan demikian, pengembangan sub-sektor hortikultura harus mempertimbangkan aspek teknologisnya, baik dalam ha1 kemampuan teknologi benih dalam menghasilkan benih yang sesuai dengan permintaan pasar, teknologi proses hilir dalam berbagai skala usaha, teknologi pengemasan, penyimpanan dan distribusi yang sangat menentukan kualitas produk pasca pengolahan hingga tiba di tangan konsumen maupun teknologi pengembangan komoditikomoditi unggulan sub-sektor hortikultura (Gumbira-Sa'id, 2000). 4.3.2. Permasalahan Eksternal Indonesia juga dihadapkan pada masalah hambatan pasar (trade barriers) karena beberapa negara tujuan ekspor produk-produk hortikultura Indonesia memberlakukan persyaratan yang sangat ketat terhadap berbagai produk pertanian yang masuk. Salah satu diantara faktor penghambat tersebut adalah pemberlakuan HACCP (Hazard Analytic Critical Control Point) di Amerika Serikat; Food Safety Law, Plant Protection Law dan Food Control Lmv di Jepang, standardisasi mutu Europe Good Agriculture Practice (GAP) terhadap komoditas buah impor serta produk olahannya di Eropa. Jika HACCP inerupakan peraturan yang mengatur berbagai persyaratan pengawasan mutu di setiap' tingkat produksi hingga distribusi produk ke konsumen, maka Food Safety Lrnv berisi tentang peraturan batas maksimum kandungan bahan kimia pada produk, dalam ha1 ini termasuk juga kadar maksimum residu pestisida pada produk-produk hortikultura. Permasalahan juga muncul dengan diberlakukannya Plant Protection Lmv (Sanitary and Phytosanitary Measures) pada tanaman, selain ancaman pelarangan impor akibat dari kecurigaan bioterorisme. Akibatnya, banyak komoditas agribisnis Indonesia, seperti mangga, tomat, okra, selada, Paprika, pepaya, jahe, maupun komoditas sayur-sayuran yang ditolak masuk ke negara tujuan ekspor karena terinfeksi berbagai hama penyakit (GumbiraSa'id, 2003). BAB V. PEMILIHAN PRODUK UNGGULAN 5.1. Alternatif Sayuran Unggulan Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan jenis sayuran yang diunggulkan. Tahap ini menerapkan sub model pemilihan produk unggulan yang menggunakan teknik pareto dan metode perbandingan eksponensial (MPE). Teknik pareto digunakan untuk mengeliminasi jenis-jenis sayuran menjadi beberapa alternatif yang akan dipilih pada metode MPE. Jumlah jenis sayuran yang dianalisis sebanyak 26 jenis komoditas sayuran segarheku (kelompok HS 1996 6-Digit) yang diekspor Indonesia ke dunia seperti pada Tabel 4. Ragam sayuran yang mampu diproduksi oleh petani Indonesia sangat banyak, namun tidak seluruh jenis sayuran tersebut diekspor. Untuk mendapatkan jenis sayuran yang diunggulkan maka diperlukan plotting grafik pareto dengan nilai ekspor terbesar dan dibandingkan dengan grafik pareto nilai impor terbesar. Sayuran akan dipilih berdasarkan nilai terbesar dan dikurangi sayuran yang mempunyai nilai impor terbesar. Ganbar 15 dan 16 adalah grafik pareto pengelompokan jenis sayuran berdasarkan nilai ekspor dan impor terbesar. Berdasarkan analisis pareto ini dapat diklasifikasikan jenis-jenis sayuran menjadi tiga kelompok yaitu kelompok A, kelompok B dan kelompok C. Pengelompokkan ini didasarkan pada prinsip pareto dimana pengelompokan A untuk rentang sampai dengan 80% kelompok B adalah 80-95% dan kelompok C adalah 95-100% (Smith, 1989). Ekspor Sayuran Terbesar 30000000 .... a 20W0000 S 10000000 a &""" Defect Count 4 *a@>sa@@,& Q474303 313l334 m 2 4 Y 2E4742 2310370 13i44W 1W8222 Percent ue Cum % 298 271 y3.7 ?oa a5 63 673 75.8 52.7 4.0 m.7 @ 73im3 730781 u a? 3.2 W.9 * 22 $1.2 5 8 @s6 Y 5 F S 1598E51 10 %3 r.7 1W.O Gambar 15. Grafik Pareto Sayuran Unggulan Ekspor lmpor Sayuran Terbesar 60 0 40 2 20 0 Ccunl Percent Cum % 12~E-E(dUOis?Z5l~dII917571828E4i59257B2S3 812177 7421W&>2 s1 25 7 i 5e 8~ 9% % 1 S ( I I 6illiT <%I70 4 1 5 0 5 ( 1 M 3 o & " o 96 98 w o o sa 9.i o 1 s n i m Gambar 16. Grafik Pareto Sayuran Unggulan Impor Berdasarkan plotting grafik nilai ekspor sayuran, didapat sayuran yang termasuk dalam kelompok A dan B adalah Brokoli, Kacang Hijau, Bawang Merah, Kentang, Jamur Kuping, Kacang-kacangan, Paprika, Tomat, dan Lettuce. Sementara berdasarkan plotting grafik nilai impor sayuran, didapat sayuran yang menunjukkan nilai impor terbesar dan termasuk kelompok A dan B yaitu Bawang Putih, Bawang Merah, Kacang Hijau, Wortel dan Lobak. Dengan demikian kelompok sayuran unggulan ekspor yang mempunyai daya saing tinggi adalah Brokoli, Kentang, Jamur Kuping, Kacang-kacangan, Paprika, Kubis bunga, KolIKubis dan Lenuce. Kelompok sayuran tersebut yang dijadikan altematifaltematif dalam pemilihan sayuran unggulan dengan pendekatan MPE. 5.2. Kriteria Pemilihan Sayuran Dataran Tinggi Pemilihan produk sayuran dataran tinggi unggulan kemudian dilakukan dengan pendekatan MPE. Informasi yang dibutuhkan didapat melalui observasi lapangan dan wawancara terhadap pihak yang ahli dalam bidang sayuran dataran tinggi. Selanjutnya diidentifikasi kriteria-kriteria yang digunakan dalam pemilihan sayuran unggulan dataran tinggi dan alternatif produk sayuran dataran tinggi yang potensial berdasarkan kriteria tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan pakar, pemilihan sayuran unggulan dataran tinggi menggunakan kriteria sebagai berikut : a. Ketersediaan bibit Ketersediaan bibit merupakan faktor yang sangat penting dalam budadaya sayuran, tanpa adanya pasokan bibit yang lancar maka proses budidaya sayuran akan terganggu. b. Ketersediaan sarana produksi Sarana produksi merupakan semua ha1 yang diperlukan dalam budidaya sayuran selain bibit. Sarana produksi meliputi alat-alat pengolah lahan, sarana tanam, pupuk dan lain-lain. c. Kualitas produk Kualitas merupakan syarat produk sayuran dapat diterima di pasar. Kualitas sayuran sangat ditentukan oleh kualitas panen, pengangkutan, penyimpanan, dan distribusi hingga ke tangan konsumen. d. Kontinyuitas produk Kontinyuitas produk adalah keberlanjutan proses budidaya, baik sebagai tanaman musiman atau produk tersebut dibudidayakan secara berkala oleh petani. e. Ketersediaan produk Ketersediaan produk sangat dipengaruhi oleh budidaya yang dilakukan oleh petani, pasokan pasar yang tidak pasti akan menyebabkan fluktuasi harga yang dapat merugikan petani. f. Potensi pasar domestik dan ekspor Potensi pasar domestik dan ekspor dilihat dari seberapa besar tingkat permintaan pasar baik domestik maupun ekspor dan seberapa besar pemenuhannya. Potensi pasar juga dapat diukur dari trend ekspor masingmasing komoditas sayuran dalam lima tahun terakhir. g. Margin keunungan Margin keuntungan yaitu seberapa besar keuntungan usaha yang diperoleh para pelaku rantai pasok dari petani sampai konsumen institusi. h. Risiko Risiko yang dihadapi para pelaku rantai pasok meliputi risiko ketidakpastian peokan benih, gaga1 panen, fluktuasi permintaan pasar, penuruan kualitas, aspek finansial dan lain-lain. i. Kemitraan Bagaimana kemitraan yang terjalin antara petanikelompk tani dan prosesor, dan peluang kemitraan yang dapat dikembangkan selanjutnya. 5.3. Pemilihan sayuran menggnnakan MPE Hasil analisis menggunakan metode MPE menghasilkan tiga komoditas sayuran terpilih yang mempunyai nilai tertinggi yaitu Paprika, Brokoli dan Lettuce. Berdasarkan perhitungan MPE ketiga sayuran tersebut berturut-turut mendapatkan nilai yaitu 11056; 9135 dan 8719 (Tabel 17). Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 17. Hasil pemilihan sayuran unggulan dataran tinggi Bobol No Kriteria I Ketersedlaan DlDlt Kelersediaan sarana produksi Kualitas produk Kontinuitas produksi Ketersediaan produk Potensi pasar domestik dan ekspor Margin keunlungan Risiko Kemitman Total Peringkat 2 3 5 6 7 8 9 10 Alternatif(E (1-5) Paprika Brokoli Kubis Let luce Kentang KacangKolIKubis Jamur kacangan 4 4 4 > 4 J 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 3 3 3 4 4 4 4 3 4 3 4 3 2 4 3 4 3 3 5 5 5 3 5 4 4 3 3 5 5 4 5 4 4 11056 5 4 3 9135 2 4 4 3 4 8719 3 4 2 4 4657 4 3 3 3 3898 5 4 3 3 3486 7 4 3 3 3512 6 1 3 3 3119 8 Paprika memberikan margin keuntungan yang besar dan potensi pasar baik domestik maupun mancanegara yang menjanjikan. Ketersediaan Paprika masih menjadi sedikit masalah dalam pemenuhan permintaan pasar, terutama pasar ekspor karena sedikit petani yang mampu membudidayakan Paprika dengan baik. Lettuce mempunyai potensi pasar yang menjanjikan baik pasar domestik maupun mancanegara, namun masih memiliki kendala dalam kualitas produk Lettuce karena Lettuce merupakan salah satu sayuran eksotik dengan peraxvatan khusus. Sementara itu, Brokoli mempunyai pangsa pasar domestik dan ekspor yang cukup besar dibandingkan komoditas sayuran yang lain. Brokoli juga masih menghadapi persoalan kualitas yang perlu ditingkatkan. Masing-masing sayuran memiliki daerah tanam, atau sentra produksi yang berbeda. Lettuce banyak tumbuh di daerah Garut, ditanarn oleh petani binaan PT. Saung Mirwan. Lettuce merupakan salah satu sayuran eksotik sehingga tidak semua petani mampu membudidayakannya dengan baik. PT. Saung Mirwan membangun kemitraan dengan petani, dimana perusahaan memberikan sarana produksi, penyuluhan atau bimbingan budidaya, dan membeli hasil panen dari petani. Sentra produksi Paprika berada di Desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua, kabupaten Bandung Barat. Desa Pasir Langu yang terletak pada ketinggian 1.000 - 1.500 In dpl sekarang ini adalah sentra produksi Paprika terbesar di Indonesia. Budidaya Paprika di Pasir Langu telah dimulai sejak tahun 1994, dan pada tahun 2008 luas Green house (GH) untuk budidaya Paprika mencapai 60 ha secara nasional dan 37,17 % dari luas tanaman Paprika terletak di Pasir Langu. 5.4. Pewifayahan dan Budidaya Sayuran Terpilil~ Pewilayahan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran kondisi wilayah yang menjadi sentra produksi dari sayuran terpilih. Dalam kenyataannya, pada masing-masing wilayah, para petani juga banyak menanam produk sayuran-sayuran yang lain. Di Provinsi Jawa Barat, produksi sayuran Paprika sebagian besar berada di daerah Pasir Langu, Kabupaten Bandung Barat; produksi sayuran Lettuce sebagian besar berada di Kabupaten Garut; dan produksi sayuran Brokoli sebagian besar berada di Cipanas, Kabupaten Cianjur. 5.4.1. Sentra Produksi Paprika di Pasir Langu, Kabupaten Baudung Barat a. Perkembangan Paprika di Desa Pasir Langu Lokasi penelitian untuk sayuran Paprika dipilih di dataran tinggi Jawa Barat, tepatnya di Desa Pasir Langu Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pasir Langu lnerupakan sentra produksi Paprika terbesar di Indonesia dengan luas area produksi mencapai sekitar 24 Hektar. Luas wilayah Desa Pasir Langu mencapai 1.020 Hektar. Jarak desa dengan ibukota kecamatan relatif dekat yaitu 5 kilometer, sedangkan jarak ke ibukota kabupaten yaitu 34 kilometer dan jarak ke ibukota Propinsi yaitu 25 kilometer. Berdasarkan letak administratif, Desa Pasir Langu berbatasan dengan kabupaten Subang disebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cimanggu Kecamatan Ngamprah, sebelah timur berbatasan dengan Desa Tugu Mukti Kecamatan Cisarua dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Cipada Kecainatan Cisarua. Secara topografi, Desa Pasir Langu berada pada ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut (m dpl), curah hujan rata-rata per tahun 1.400 inilimeter dengan suhu berkisar antara 20-22' C. Luas wilayah Desa Pasir Langu mencapai 1.020 Hektar yang merupakan daerah perbukitan subur sehingga inenjadi sentra produksi sayuran dan bunga. Luas lalian yang digunakan untuk tanaman pangan adalah 76 Hektar, yang terdiri dari Padi sawah seluas 6 Hektar, Buncis dan Kol merah seluas 5 Hektar, Labusiam 41 Hektar, dan Paprika 24 Hektar. Budidaya Paprika di Desa Pasir Langu dimulai pada tahun 1994 oleh para petani perintis yang tergabung dalam Kelompok Tani Mitra Sukamaju. Sebelum melakukan uji coba pembudidayaan Paprika hidroponik, kelompok tani tersebut melakukan studi banding ke PT Saung Minvan di Kabupaten Bogor dan Yayasan Hortikultura di Kabupaten Bandung. Awalnya para petani perintis ini mencoba untuk membudidayakan Paprika di lahan terbuka tanpa green house, tetapi Paprika tidak dapat tumbuh dengan sempurna dan buah yang dihasilkan banyak yang rusak. Uji coba pembudidayaan Paprika kemudian dilakukan di green house seluas 200 m2 dengan cara hidroponik. Jumlah pohon Paprika yang dibudidayakan 800 batang dengan tingkat produktivitas 9 ons per pohon. Setalah keberhasilan uji coba tersebut kemudian dilakukan penanaman tahap kedua di green house seluas 400 m2 dengan jumlah pohon 1.600 batang dengan tingkat produktivitasnya 1,5 kilogram per pohon. Melihat keberhasilan ini, kemudian para petani mulai membudidayakan Paprika di lahannya masing masing. Tanggal 13 April 1999, Kelompok Tani Mitra Sukamaju berubah menjadi koperasi petani yang berbadan hukutn dengan No. 180lBHl518KOPlIVl1999. Alasan utama perubahan menjadi koperasi adalah untuk mempermudah dalam pencarian dana dan perbaikan sistem manajemen. Dengan semakin berkembangnya usaha rani Paprika hidroponik di Desa Pasir Langu, petani-petani yang tidak tergabung dalam Koperasi Mitra Sukamaju tertarik untuk bergabung menjadi anggota koperasi tersebut. Pada tahun 2000, tercatat 64 petani anggota Koperasi Mitra Sukamaju dengan produksi mencapai 4 ton Paprika per hari. Hak petani anggota Koperasi Mitra Sukamaju adalah memperoleh benih dan pupuk sedangkan kewajiban petani adalah menjual hasil produksinya ke koperasi. Pada saat penelitian dilakukan, anggota koperasi mulai berkurang, karena banyak anggota yang menjual Paprika ke pasar atau bandar-bandar yang ada di desa Pasir Langu. Para tengkulak dan bandar-bandar besar tersebut mengumpulkan Paprika dari petani dan menjualnya sendiri ke pasar, restoran, dan eksportir. b. Budidaya Paprika di Desa Pasir Langu Budidaya Paprika merupakan salah satu jenis pertanian yang membutuhkan modal besar karena mahalnya sarana produksi, mulai dari bibit, green house, pupuk hingga obat-obatan. Budidaya Paprika juga merupakan salah satu jenis pertanian yang sangat potensial, karena harga Paprika di pasaran sangat tinggi dan belum banyak petani yang mampu menanam Paprika. 1) Sarana Produksi Sarana produksi utama dalam budidaya Paprika secara hidroponik adalah green house. Persiapan green house meliputi pembangunan green house dan kegiatan penyempurnaan berupa pembuatan saung, pemasangan kawat untuk benang ajir, pemasangan benang ajir dan pemasangan mulsa. Green house dalam produksi peprika dibagi dua yaitu green house persemaian dan green house penanaman. Luas green house disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia dan jumlah tanaman yang akan dibudidayakan. Benih Paprika terdiri dari berbagai varietas. Para petani di Desa pasir langu baik petani anggota Koptan Mitra Sukamaju atau petani non anggota umulnnya menggunakan benih varietas Edison dan Capino. Edison menghasilkan Paprika berwarna merah sedangkan Capino akan menghasilkan Paprika berwarna kuning. Kemasan benih tersebut terdiri dari dua ukuran, yaitu isi 250 benih dan isi 1000 benih dan harga setiap satu benih adalah Rp. 1600 - Rp. 2400 tergantung dari varietas yang digunakan. Media tanaln yang digunakan adalah arang sekam. Kebutuhan arang sekam tergantung pada jumlah tanaman. Ukuran arang sekam adalah karung karena kadar air dalam sekam pada umumnya tidak sama sehingga sulit mengukur dalam satuan berat. Satu karung arang sekam dapat digunakan untuk 10 polibag ukuran 35 cm X 40 cm. Nutrisi merupakan pupuk dalam bentuk serbuk yang mengandung unsur-unsur penting yang dibutuhkan tanaman. Sistem penanaman hidroponik memerlukan nutrisi yang cukup untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. Nutrisi tanaman ini akan dilarutkan dalam air dan disiramkan ke tanaman Paprika 2-3 kali setiap harinya. Pola penyiraman nutrisi yang dilakukan petani di desa Pasir Langu masih menggunakan pola penyiraman manual. Nutrisi yang digunakan para petani di Desa Pasir Langu berasal dari Koptan Mitra Sukamaju dan dari toko Buana Tani di Lembang dengan harga per paket Rp. 430.000. Mekanisme yang berjalan adalah anggota Koptan Mitra Sukamaju dapat membeli pupuk secara kredit, yaitu pembayaran dipotong dari hasil penjualan Paprika. Tanaman Paprika tidak terlepas dari serangan hama dan penyakit yang dapat menurunkan hasil produksi atau menggagalkan panen. Hama yang paling sering menyerang adalah thrips,. ulat penggorok daun dan virus l a y daun. Hama dan penyakit pada tanaman Paprika dapat diatasi dengan menggunakan berbagai macam obat-obatan, seperti Demolish, Buldog, Agrimec, Supermec, Dense, Rubigan dan Rampage. 2) Proses Budidaya Proses budidaya Paprika hidroponik di Desa Pasir Langu baik untuk anggota koptan maupun petani non anggota koptan sama, yaitu terdiri dari proses persiapan tanam, persemaian dan pembibitan, penanaman, penyiraman dan pemberian nutrisi, perawatan dan pemeliharaan serta panen dan pasca panen. Dalam proses pasca panen antara petani anggota koperasi dengan petani non anggota berbeda, karena proses pengolahan pasca panen dari petani dilakukan oleh Koptan Mitra Sukamaju. 3) Persiapan Tanam Lahan untuk penanaman Paprika merupakan lahan datar yang dibuat bedengan-bedengan yang ditutupi mulsa. Pembuatan bedengan ini dimaksudkan untuk menghindari pengaruh buruk lantai penanaman. Bedengan yang lebih tinggi memudahkan keluarnya kelebihan air sehingga tidak menggenangi lantai, selain itu kotoran atau bibit penyakit yang tertular lewat tanah tidak terkumpul atau terbawa ke polibag tetapi mengumpul di selokan antar bedengan. Sedangkan penutupan bedengan dengan mulsa bertujuan agar lahan bersih dari gulma. Bedengan umumnya dibuat denga lebar 90-120 cm, tinggi 20-40 cm dengan jarak antar bedengan 80-100 cm, sedangkan panjang bedengan disesuaikan dengan luas lahan. Polibag tempat menanam Paprika diletakkan di atas bedengan. Tempat menanam Paprika ini berada dala~ngreen house yang tetbuat dari plastik ultra violet (W) untuk menjaga iklim mikro didalamnya, seperti suhu dan kelembaban. Lahan harus bebas dari gulma, hama maupun bibit penyakit lainnya. Sebelum melakukan kegiatan penanaman petani umumnya melakukan sterilisasi green house terlebih dahulu, yang bertujuan untuk memberantas gulma yang tumbuh dengan menggunakan formalin yang dicampur dengan kapur. Instalasi green house dengan menggunakan palstik UV umumnya dikerjakan oleh tukang yang dibayar secara khusus dengan sistem borongan. Syarat terpenting dari green house adalah bahwa aliran udara harus sebaik mungkin dan bangunan harus kokoh sehingga tidak rusak bila diterpa angin kencang. Instalasi lainnya adalah bak penampungan air, bak penampungan air dengan kapasitas 1000-3000 liter harus berada di dekat green house, karena air yang telah dicampur pupuk merupakan sumber penghidupan dalam teknik hidroponik. 4) Persemaian dan Pembibitan Kegiatan persemaian dan pembibitan dilakukan di green house khusus persemaian dan pembibitan. Sebelum penyemaian dilakukan, sekam yang digunakan harus disemprot dengan air hangat dan benih direndam dengan dengan air hangat terlebih dahulu. Selanjutnya benih ditaruh dalam media semai tray plastik dengan menggunakan pinset. Setelab semua benih disemai dalam media, tray tersebut kemudian ditutup dengan menggunakan plastik mulsa hitam perak dan disusun dengan menggunakan rak persemaian. Suhu yang baik untuk persemaian adalah antara 25-30 derajat celcius dan kelembabannya 7085 %. Pengontrolan dilakukan setiap saat untuk menjaga kelembaban media semai dengan menyemprotkan air bila media semai tersebut mulai kering. Benih yang disemai tersebut mulai berkecambah dalam waktu sembilan hari dan kemudian kecambah tersebut dipindahkan kedalam polibag untuk disimpat dalam green house pembibitan. Kegiatan pembibitan berlangsung selama 28-30 hari, dimana bibit Paprika yang sehat memiliki daun sekitar lima helai. Bibit ini siap untuk dipindahkan ke green house penanaman. 5) Penanaman Bibit Paprika yang sudah siap tanam, ditanam pada polibag besar yang sudah diisi dengan media tanam berupa arang sekam. Masingmasing polibag dibasahi air tanpa diberi air nutrisi. Air nutrisi dapat diberikan bila umur tanaman di green house penanaman kurang lebih tiga hari. Pada masing-masing media dibuatkan lubang tanaman seukuran masing-masing bibit. Bibit tanaman dilepaskan dari polibag semai bersama dengan medianya, dan setelah media tanam persemaian dibuang, maka dengan hati-hati agar tidak merusak daerah perakaran. Bibit tersebut ditanam dalam polibag tanam. Satu polibag tanam berisi satu tanaman dengan jarak antar tanaman 30 x 30 cm atau 25 x 25 cm. 6) Penyiraman dan Pemberian Nutrisi Penyiraman dan pemberian nutrisi pada budidaya Paprika dengan sistem hidroponik merupakan kegiatan yang penting, karena didalam media tanam arang sekam tidak terdapat media penunjang air dan unsur hara seperti pada media tanah. Penyiraman merupakan cara pemberian nutrisi karena, pupuk atau nutrisi yang digunakan dilarutkan dalam air penyiraman. Nutrisi dilarutkan dalam air dalam bak penampungan yang berkapasitas 1000-3000 liter, kemudian diberikan secara manual setiap hari yaitu disiramkan ke tanaman dengan disiramkan menggunakan selang air. Volume dan frekuensi pemberian nutrisi disesuaikan dengan kondisi cuaca dan umur tanaman. Apabila kondisi cuaca normal pemberian nutrisi dilakukan 3 kali sehari, jika cuaca sangat panas pemberian nutrisi mencapai 4 kali, sedangkan jika cuaca mendung pemberian nutrisi cukup 2 kali sehari. 7) Perawatan dan Pemeliharaan Perawatan dan pemeliharaan tanaman menentukan kualitas produk yang dihasilkan. Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan perawatan dan pemeliharan tanaman adalah pengajiran dan pelilitan, pembentukan dan pemilihan batang produksi, pewiwilan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pengajiran dilakukan pada usia tanaman mencapai 1-2 minggu setelah tanam. Ajir yang digunakan dari tali rami atau benang kasur yang dilifitkan pada batang tanaman dan bagian atasnya diikatkan pada kawat-kawat yang melintang pada bagian atas green house. Pemberian ajir ini harus hati-hati agar tidak mencekik tanaman tapi tetap dapat menopang tanaman dengan kuat. Tanaman Paprika akan terus tumbuh tinggi mengikuti ajir. Agar tali ajir tetap melekat pada batang tanaman ~ n a k asetiap dua hari harus dilakukan pemutaran atau pelilitan tali pada cabang utama. Pada umur tiga minggu setelah tanam pada batang utama akan muncul tiga sa~npaiempat cabang. Tidak semua batang itu dibiarkan tumbuh tetapi hanya dipilih 2-3 cabang utama yang dipelihara. Cabang yang dipilih adalah cabang yang kuat dan membentuk sudut paling lebar. Cabang yang tidak diinginkan dipotong di titik percabangannya, sehingga luka pada titik percabangan tersebut seolah-olah terjadi secara alami dan diharapkan pulih kembali. Pewiwilan dilakukan terhadap tunas air, cabang yang rusak, bunga yang terkena hama dan penyakit, maupun buah yang kurang bagus. Pewiwilan ini akan menghasilkan buah yang terseleksi dan berkualitas baik, karena tanaman tidak harus membagi nutrisinya pada bagian tubuh yang jelek tersebut, karena sudah dibuang. Kegiatan pewiwilan dilakukan setiap dua hari sekali. Tanaman Paprika merupakan tanaman yang sensitif terhadap hama dan penyakit. Hama dan penyakit berpengaruh pada umur tanaman Paprika dan kualitas buah yang dihasilkan. Hama yang paling sering menyerang diantaranya thrips, kutu daun, ulat penggorok daun, dan virus layu daun. Pengendalian hama dan penyakit terdiri dari pengendalian secara kiinia melalui penggunaan pestisida, dan pengendalian secara mekanik dengan membuang dan menjebak hama dengan kertas penjebak berwarna kuning, hijau dan biru. 8) Panen dan Pasca Panen Setelah 60 hari sejak masa tanam, Paprika sudah dapat dipanen hijau dan untuk menghasilkan Paprika benvarna merah atau kuning dapat dipanen jika tanaman telah berumur 85-90 hari. Paprika yang siap panen ditandai dengan warna buah yang merata dan mengkilap, serta daging buah yang keras dan tebal. Paprika dipanen manual, dengan menggunakan tangan atau dengan menggunakan cutter. Hasil panen biasanya dimasukkan kedalam plastik bening dengan kapasitas 18-20 kg. Petani yang merupakan anggota Koptan Mitra Sukamaju menjual seluruh hasil panennya kepada koperasi. Proses sortasi, grading, penimbangan, pencatatan dan pengemasan dilakukan oleh koptan sesuai dengan pesanan dan tujuan penjualan. Sedangkan untuk petani non anggota, proses sortasi, grading, penimbangan, pencatatan dilakukan sendiri, atau dilakukan di tempat bandar besar tempat dia menjual hasil panennya. 5.4.2. Sentra Produksi Lettuce Head Di Kabupaten Garut Lokasi yang dipilih untuk penelitian mengenai komditi Lettzrce head berada di Kabupaten Garut. Letak gografis Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian tenggara pada koordinat 6'56'49 - 7'45'00 Lintang Selatan dan 1072.5'8 - 10S07'30 Bujur Timur. Kabupaten Garut terdiri atas 42 kecamatan, yang dibagi lagi atas 420 desa dan 19 kelurahan. Jumlah penduduk Kabupaten Garut pada tahun 2006 sebesar 2,274,973 dengan komposisi 1,157,252 berjenis kelamin laki-laki dan 1,117,721 perempuan. Kabupaten Garut memiliki luas wilayah administratif sebesar 306.519 Ha (3.065,19 km2) dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah utara : Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang Sebelah timur : Kabupaten Tasikmalaya Sebelah selatan : Samudera Indonesia Sebelah barat : Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur Kabupaten Garut yang secara geografis berdekatan dengan Kota Bandung sebagai ibukota provinsi Jawa Barat, merupakan daerah penyangga dan hinterland bagi pengembangan wilayah Bandung Raya. Kabupaten Garut mempunyai kedudukan strategis dalam memasok kebutuhan warga Kota dan Kabupaten Bandung, sekaligus berperan di dalam pengendalian keseimbangan lingkungan. Karakteristik topografi kabupaten garut sebelah utara, timur dan barat merupakan daerah dataran tinggi dengan kondisi alam yang berbukit-bukit dan pegunungan. Kabupaten Garut mempunyai ketinggian teinpat yang bervariasi antara wilayah yang paling rendah yang sejajar dengan permukan kaut sampai wilayah dataran tinggi. Wilayah yang berda pada ketinggian 1000-1500 meter di atas permukaan laut terdapat di kecamatan Cikajang, Cisurupan, dan Pamulihan. Diamana daerah dataran tinggi ini cocok untuk produksi sayuran, inisal Lettuce, kentang, wortel, kubis, Brokoli, bunga kol. Wilayah yang berda pada ketinggian 500-1000 meter di atas permukaan laut terdapat di kecamatan Pakenjeng, Banjarwangi, Malangbong. Wilayah yang terletak pada ketinggian 100-500 meter di atas permukaan laut terdapat di kecamatan Cisompet, Cikelet, Cibalong, dan Bungbulang. Wilayah yang terletak di ketinggian kurang dari 100 meter di atas permukaan laut terdapat di Kecamatan Mekarmukti, Cisewu, Pamaeungpeuk. Jenis tanah komplek podsolik merah kekuning-kuningan, podsolik kuning dan regosol merupakan bagian yang paling luas terutam di bagian selatan, sedangkan di bagian utara didominasi tanah andosol yang memberikan peluang terhadap potensi usaha sayuran. Bersarkan jenis tanah dan topografi di Kabupaten Garut, penggunaan lahan secara umm di Garut bagian utara digunakan untuk persawahan. Berdasarkan jenis tanah dan topografi di Kabupaten Garut, penggunaan lahan secara umum di Garut utara digunakan untuk persawahan dan Garut selatan didorninasi oleh perkebunan dan hutan. Sub sektor tanaman pangan masih menunjukkan peran sebagai salah satu sektor yag berperan dalam perekonomian. Kabupaten Garut sangat potensial untuk pengembangan berbagai jenis palawija diantaranya seperti jagung, ubi kayu, kacang tanah, kedelai kacang hijau. Komoditas hortikultura yang utama adalah Lettuce, kentang, kubis, cabai, tomat, dan daerah yang menjadi sentra tanaman sayuran adalah kecamatan Cikajang, Cisurupan dan Samarang. Penggunaan lahau di Garut selatan didominasi oleh kegiatan perkebunan. Sarana dan prasarana yang dirnilki kabupaten garut antara lain prasarana pengairan, sarana transportasi dan pengangkutan, jalur transportasi, sarana perekonomian, sarana sosial budaya untuk pendidikan, sarana pariwisata dan saran kesehatan. Dengan berdirinya perusahaan PT Saung Miwan Kabupaten Garut, khususnya terletak di Kecamatan Cisurupan, Cikajang, Cigedug, dan Pamulihan. Pemilihan daerah yang digunakan untuk produksi sayuran karena letaknya di dataran tinggi sehingga cocok untuk jenis-jenis tanaman dan kondisi tanah andosol yang cocok untuk budidaya sayuran. Budidaya Lettuce belum banyak dikenal oleh tnasyarakat di Garut, ha1 ini dikarenakan jenis sayuran yang tergolong masih baru dn sulit untuk mencari benihnya. daerah Cikajang dan Cisurupan merupakan daerah penghasil Lettuce yang dipasarkan ke Jakarta, Bogor, Depok dan Tangerang. Lettuce cocok ditanam di daerah dataran tinggi karena memerlukan suhu yang dingin sehingga mempercepat pembentukan krop. a. Pengetahuan Umum Tentang Komoditi Lettuce Head Pentingnya zat gizi sebagai pelengkap dalam menu makanan yang sehat dan seimbang yang memenuhi syarat empat sehat lima sempurna. Di antara bermacam-macam jenis sayuran yang dapat dibudidayakan tersebut, Lettuce atau selada mempunyai nilai komersial dan prospek yang cukup baik. Nama selada sudah tidak asing lagi di telinga orang Indonesia, tetapi di kalangan internasional mengenal selada sebagai Lettuce atau head Lettuce. Klasifikasi ilmiah dari sayuran ini adalah sebagai berikut: Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Asterales Famili : Asteraceae Genus : Lactucu Spesies : L. sativa Nama Binomial : Lactuca sativu Manfaat Lettuce diantaranya adalah untuk memperbaiki dan memperlancar percernaan serta dapat berfUngsi sebagai obat penyakit panas dalam (Haryanto, 2003). Tanaman Lettuce mempunyai akar serabut dengan bulu-bulu akar yang menyebar dalam tanah. Daun Lettuce benvarna hijau muda sampai hijau tua. Bentuk dan ukuran bermacammacam tergantung jenisnya. Selada yang umum dibudidayakan dapat dikelompokkan dalam 4 macam yaitu Head Lettuce, Cos Letluce, Leaf Lettuce,dan Stern Lettuce. HeadLettuce disebut juga selada krop merupakan jenis selada yang mempunyai krop bulat dengan daun silang merapat. Disebut heud Lettuce karena bentuknya yang bulat seperti kepala. Daunnya yang benvarna hijau terang dan ada juga yang hijau gelap. Batangnya yang pendek dan hampir tidak terlihat. Tanaman Lettuce banyak dibudidayakan di dataran tinggi karena di dataran rendah lettuce tidak akan menghasilkan krop. Umumnya tanaman ini ditanam pada akhir musim penghujan, karena tanaman ini tidak tahan pada tnusim penghujan. Lettuce head hanya mampu tumbuh baik pada ketinggian 400-2200 m dpl. Dengan derajat kernasaman tanah berkisar antara 6,5-7. Lettuce head dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu tipe renyah @rispyl dan tipe mentega. Ciri tipe crispy adalah membentuk krop dengan daun yang agak lepas dan tahan terhadap kekeringan dan kropnya lebih padat. Ciri tipe mentega adalah membentuk krop dengan daun yang agak lurus atau tidak keriting. Daunnya halus dan pertumbuhannya amat cepat. b. Budidaya Lettuce Proses budidaya dilakukan para petani mulai dari persiapan lahan, pemanenan sampai pasca panen. Perbedan terletak pada penggunaan pupuk dan pengendalian penyakit, karena dipengaruhi oleh pengalaman dan modal yang memiliki oleh masing-masing petani. Petani yang sudah berpengalaman atau petani yang memiliki modal besar menggunakan pupuk dan pestisida yang baik sesuai kebutuhan. Petani dengan pengalaman yang masih kurang dan juga modal yang rendah menggunakan pupuk dan pestisida serta sarana produksi lainnya dengan seadanya. 1) Persiapan Lahan Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan petani yaitu pengolahan tanah, pembuatan bedengan dan pemberian pupuk di atas bedengan. Tujuan utama pengolahan tanah adalah menyediakan media tumbuh yang baik bagi tanaman. Lahan yang akan ditanami dibersihkan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya, setelah itu dilakukan pembuatan saluran drainase. Pengolahan tanah dilakukan satu minggu atau tiga hari sebelum tanam dengan cara mencangkul tanah. Kegiatan selanjutnya adalah pe~nbuatanbedengan. Lebar bedengan yaitu 80 cm dan ada juga yang menggunakan jarak 130 cm, panjang bedengan disesuaikan dengan panjang lahan. Karena unsur hara yang tersedia dalam tanah tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman sehingga diperlukan pemupukan. Pemberian pupuk kandang dilakukan dengan cara disebar di atas bedengan. Pemberian pupuk dasar lainnya yang biasa digunakan adalah urea, ZA, SP-36,KCL. Kegiatan selanjutnya adalah pemasangan mulsa yang berguna untuk melindungi tanaman, meminimalisasi gulma yang tumbuh dan juga dapat menjaga kelembaban tanah. Pemasangan mulsa dipasang dengan menutup permukaan bedengan. Bagian ujung dipatok agar mulsa tidak lepas. Mulsa selanjutnya dilubangi untuk penanaman dengan diameter sekitar 10 cm. 2) Penanaman Kegiatan penanaman dilakukan setelah pemasangan mulsa plastik dan pembuatan lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan yaitu 30x30 cm. Kedalaman lubang umumnya sama yaitu 1,5 cm. Selanjutnya dilakukan pemilihan bibit yang pertumbuhannya baik dan tidak terserang penyakit. Cara penanaman yaitu bibit dikeluarkan dari plastik dengan tanah yang masih menempel pada akar, kemudian bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam yang sudah dibuat. 3) Pemeliharaan Pada awal pertumbuhan tanaman Lettuce banyak membutuhkan air. Pada musim kemarau air yang digunakan untuk penyiraman diambil dari saluran air yang dibuat di sekitar lahan. Intensitas pengairan pada musim kemarau disesuaikan dengan keadaan lahan, umumnya 1-2 minggu sekali. Gulma merupakan saingan tanaman dalam kebutuhan air, unsur ham, sinar matahari dan kemungkinan juga menjadi tanaman inang hama sehingga perlu dilakukan penyiangan. Penyiangan mulai dilakukan pada tanaman umur 20 hari setelah tanam atau berumur tiga minggu. Penyiangan dilakukan dengan tnencabuti 5.4.3. Sentra Produksi Brokoli di Cipanas, Kabupateu Cianjur a. Perkembangan Brokoli 1) Perkembangan areal panen, produksi, produktivitas Daya dukung sumberdaya lahan pertanian di wilayah Cipanas menunjukkan bahwa potensi sumberdaya lahan kering untuk pengembangan hortikultura sayuran dataran tinggi pada tahun 2008 mencapai 250.034 Hektar yang terdiri dari 33.141 Hektar berupa lahan tegalankebun dan 20.182 Hektar berupa ladang huma. Luas areal panen komoditas sayuran utama selama tahun 1998-2004 cukup fluktuatif. Fluktuatifnya luas areal panen ini diduga terkait dengan dinamika perkembangan harga masing-masing komoditas sehingga petani melakukan pilihan jenis tanaman, sistem tanam dan pola tanam yang tidak hanya didasarkan pertimbangan teknis produksi namun juga telah didasarkan harapan akan harga komoditas yang paling menguntungkan. Curah hujan yang terlalu tinggi saat musim panen juga menjadi faktor penting yang mempengaruhi tingkat keberhasilan panen. 2) Karakteristik rumah tangga petani Brokoli Karakteristik rumah tangga petani menunjukkan rata-rata umur produktif petani Brokoli adalah berkisar 30-40 tahun, rata-rata pendidikan formal 10-12 tahun dan pengalaman usaha tani 10-14 tahun. Dengan pengalaman usaha tani berkisar 10-14 tahun adalah faktor penting dalam mendukung keberhasilan usaha Brokoli. Secara umum, pengalaman berusahatani akan berpengaruh terhadap produktifitas usahatani yang dikelolanya. 3) Rataan penguasaan lahan Lahan yang dimiliki masing-masing petani Brokoli rata-rata seluas satu hektar dan 95 % berstatus sewa. 4) Pangsa pendapatan sektor pertanian Proporsi pendapatan sektor pertanian terhadap pendapatan rumah tangga mencapai 88,55% dan sisanya 11,45% berasal dari kegiatan usaha non pertanian, seperti berdagang (Data Kantor Desa Cigombong, Cipanas dan Data Kabupaten Cianjur). 5) Informasi pasar Informasi pasar merupakan salah satu kebutuhan penting yang dirasakan oleh petani Brokoli. Jenis informasi pasar yang dibutuhkan dapat mencakup : 1. Waktu pemasaran yang tepat agar memperoleh harga yang memadai 2. Jumlah yang tepat sesuai kebutuhan permintaanlpasar 3. Kualitas sesuai permintaan pasarlkonsumen Pada petani Brokoli yang menjalin kemitraan usaha dalam pemasaran hasilnya, terdapat beberapa informasi yang dibutuhkan antara lain : jumlah produk yang diperkirakan dapat diserap pasar, waktu yang tepat untuk pengiriman barang dan kemasan merupakan kebutuhan informasi yang perlu diupayakan setiap saat. Pada petani di luar pola kemitraan, dimana tujuan pemasaran hasil lainnya umumnya ke pasaran luas (teruta~napasar tradisional), maka informasi waktu dan jumlah yang dipasarkan merupakan ha1 yang diketahui secara baik. Pada pedagang pemasok, informasi kualitas Brokoli yang dibutuhkan misalnya besar diameter Brokoli dan persyaratan lainnya tergantung kebutuhan pemasok. Sumber informasi yang diperoleh petani dalam ha1 tujuan pemasaran, sebagian besar diperoleh dari perusahaan mitra dan para pedagang. Selanjutnya penggunaan informasi pasar tersebut digunakan baik sepenuhnya untuk pengelolaan usahataninya maupun hanya untuk sebagian kegiatan usahataninya. 6) Pemasaran produk Brokoli mempunyai tiga klasifikasi mutu yaitu A, B, dan C dengan sasaran pasar yang berbeda-beda. Kualitas A diperuntukkan pasar modemlperusahaan mitra, kualitas B diperuntukkan untuk pasar modem dan pasar tradisional, sedangkan kualitas C diperuntukkan bagi pasar tradisional. Dari segi harga, kualitas A dijual dengan harga Rp. 6000kg, kualitas B dijual dengan harga Rp. 4000-4500kg dan kualitas C dijual dengan harga Rp. 2000/kg. b. Budidaya Brokoli Budidaya Brokoli membutuhkan daerah yang beriklim dingin dengan ketinggian 1000-2000 meter dpl. Kisaran suhu yang optimum untuk ~ maksimum pertumbuhan dan produksi minimum antara 1 5 , 5 - 1 8 ~ dan 24'~. Perkembangan teknologi pemuliaan tanaman telah menghasilkan beberapa varietas Brokoli yang dapat ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 1000 m dpl. Brokoli termasuk tanaman yang sangat peka terhadap temperatur. Suhu yang terlalu panas sangat mempengaruhi proses pembentukan daundaun kecil pada masa bunga (curd), tidak membentuk crop dan akan menghasilkan benih. Sebaliknya, suhu yang terlalu dingin akan mengakibatkan terjadinya pembentukan bunga sebelum waktunya. Berdasarkan karakteristik dan persyaratan tumbuhnya, tanaman Brokoli membutuhkan lahan yang berada di dataran tinggi dengan spesifikasi tanahnya subur, gembur, kaya akan bahan organik dengan pH 5,5-6,O dan pengairan cukup memadai. Pengolahan tanah dilakukan dengan membajak lahan baik dengan hewan ternak atau traktor. Tanah dihancurkan dan diratakan (digaru) kemudian dicarnpur dengan pupuk kandang. Setelah dibajak dan digaru, lahan pun dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 110 cm sedangkan panjangnya disesuaikan keadaan lahan. Untuk mencegah tumbuhnya gulma pada bedengan, dilakukan penyemprotan dengan herbisida sistemik pratumbuh. Sementara untuk mencegah munculnya ulat tanah (agrofis ipsilon) dapat disemprotkan inseltisida. Setelah itu, lahan kemudian dibiarkan kira-kira 3-4 hari . Penanaman benih Brokoli tidak berbeda dengan tanaman jenis kubis-kubisan lain, dimana dapat ditanam secara langsung di lubang tanam atau disemaikan terlebih dahulu. Penanaman dengan persemaian terlebih dahulu sangat dianjurkan untuk memberikan kondisi optimal pada saat permulaan tumbuh benih. Persemaian dapat menggunakan bedeng semai ukuran lebar 110 - 120 cm dan panjang sesuai kebutuhan yang diberi naungan barupa plastikldaun-daunan, atau dapat menggunakan burnbung (koker) atau yang dikenal polybag. Polybag dapat dibuat dari plastik, maupun daun pisang. Penggunaan zat fumigan Basamid-G untuk sterilisasi juga dianjurkan untuk mengurangi risiko benih dari serangan penyakit rebah batang (darnping ofn. Benih yang disemai di humbung atau persemaian dalam waktu 1 3 minggu sudah menunjukkan daun sempuma sehingga bisa dipindahkan ke lahan. Jarak tanam yang digunakan 60x70 cm dengan tujuan agar daun antar tanaman tidak saling tumpang tindih dan cukup dalam menerima sinar matahari. Pemupukan yang diberikan menggunakan campuran pupuk ZA, Grand-S 15 serta Tanigro dengan perbandingan 10 : 5 : 15. Untuk setiap tanaman sebaiknya diberikan konsenstrasi pupuk 30 gr. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyakit. Sebelum melakukan pengendalian secara kimia, perlu dilakukan pengamatan terlebih dahulu apakah populasi hama. Insektisida yang dianjurkan dalam mengendalikan hama BrokoIi adalah insektisida biologis seperti Turex WP dengan bahan aktif Bacillus Thuringeinsis. Insektisida ini selain aman bagi tanaman juga karena sebagai racun perut sehingga tidak membunuh musuh alami hama. Berdasarkan pengalaman petani, pengendalian dilakukan setelah melakukan pengamatan pada tanamannya. Dalam keadaan normal biasanya pemberian pestisida cukup tiga kali saja dan dihentikan Lima hari sebelum panen. Pada umur 50-60 hari setelah tanam, Brokoli sudah dapat dipetik hasilnya untuk segera dijual ke pasar. BAB VI. ANALISIS KONDISI RANTAI PASOK SAYURAN DATARAN TINGGI 6.1. Rantai Pasokan Paprika 6.1.1. Struktur Rantai Pasokan a. Anggota Rantai Pasok Struktur rantai pasok sayuran dataran tinggi di Indonesia memiliki karakteristik rantai yang berbeda-beda. Perbedaan utama sistem distribusi sayuran yaitu jenis sayuran dan kualitas yang dihasilkan. Model rantai pasokan sayuran yang ditemukan pada sentra Paprika di Desa Pasir Langu kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Propinsi Jawa Barat, umumnya mengikuti pola seperti ditunjukkan dalam Gambar 17. -P Petani non anggota koperasi Koperasi - - - Pemasok Hotellrestoran A Bandar Pedagang - Pemasok Riteli Supermarket - Pasar Tradisional - Hotelirestoran Riteli Supermarket 44HnqnlI Eksporlir Pasar mar Gambar 17. Struktur Rantai Pasok Paprika Aliran komoditas Paprika pada model rantai pasokan diatas dibagi menjadi beberapa rantai, sebagai berikut: 1) Struktur Rantai Pasokan 1 Petani + Koperasi + Pedagang grosir tradisional 3 Pasar tradisional Pada rantai ini kualitas Paprika yang dipasok beragam tetapi umumnya produk pang berkualitas rendah (grade C dan TO). Koperasi secara rutin akan mengirim Paprika ke pedagang grosir tradisional sesuai dengan permintan atau pesanan yang diterimanya setiap hari. Pedagang grosir berasal dari Desa Pasir Langu atau dari tempat lainnya seperti Lembang dan Cisarua. Pedagang tradisional biasanya menggambil Paprika dengan jumlah kecil dan menjualnya di pasar tradisional di sekitar Lembang dan Bandung. 2) Struktur Rantai Pasokan 2 Petani + Koperasi 3 Pemasok HotelIRestoran 3 HotelIRestoran Pada rantai ini, kualitas Paprika yang dipasok adalah Paprika bewarna merah, kuning dan hijau kualitas A dan B. Pemasok ke hotel dan restoran biasanya merupakan unit-unit packaging house yang dimiliki oleh perorangan atau perusahaan. Pemesanan kepada koperasi dilakukan setiap hari dengan jumlah kebutuhan yang beragam. Para pemasok ini biasanya berlokasi di Lembang dengan wilayah pemasarannya adalah Bandung dan Jakarta. 3) Struktur Rantai Pasokan 3 Petani 3 Koperasi + Pemasok Supermarket 3 Supermarket Pemasok untuk supermarket tidak berbeda jauh dengan pemasok untuk hotel dan restoran. Pemasok merupakan unit-unit packaging house seperti pada pemasok untuk hotel dan restoran, hanya saja menjual produknya ke supermarket terutama untuk di wilayah Jabotabek. 4) Struktur Rantai Pasokan 4 Petani 3 Koperasi + Eksportir 3 Pasar luar negeri Kualitas produk yang dipasok untuk eksportir adalah kualitas A. Eksportir biasanya mengambil Paprika secara langsung ke koperasi tiga kali dalam seminggu. Produk yang tidak sesuai dengan kuaiitas yang diinginkan atau rusak akan dikembalikan ke koperasi sebagai barang yang ditolak. Biasanya jumlah barang yang ditolak berkisar antara %-lo%setiap kali pengiriman. 5) Struktur Rantai Pasokan 5 Petani 3 Bandar 3 Pedagang grosir tradisional + Pasar tradisional Pada rantai ini hampir sarna dengan struktur rantai pasoka 1, tetapi petani menjual barangnya kepada bandar. Bandar menyediakan sarana Setiap anggota rantai pasokan Paprika mempunyai peran yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Peran masing-masing anggota dalam model rantai pasokan Paprika di atas dijelaskan dalam Tabel 18. Tabel 18. Anggota rantai pasokan Paprika Tingkatan Produsen Distributor Ritel Anggota Petani (anggota koperasi dan non anggota koperasi) . . 8 Konsumen . Koperasi Bandarltengkulak Pedagang pasar Pemasok Hotel Pemasok suoermarket ~ks~ortir Supermarket Hotel Restoran Masyarakat . Proses Aktivitas Pembelian Budidaya Distribusi penjualan Melakukan pembelian bibit dan sarana produksi dari pemasok, budidaya Paprika, dan penjualan ke distributor (k~~erasihandar) Melakukan pembelian Paprika dari petani, melakukan proses sortasi dan grading, melakukan penjualan ke ritel ataupun end user Pembelian * Sortasi Grading * Penyimpanan Penjualan Pembeliaan Penyimpanan Peniualan Pembelian Melakukan pembelian dari distributor, dan menjual lagi ke konsumen (end user) Melakukan pembelian Paprika dari distributor dan ritel ntrnttm b. Entitas Rantai Pasok 1) Produk Produksi sayuran Paprika di Indonesia masih terbatas di daerah daerah tertentu saja, seperti di daerah Cisarua (Bandung), Cianjur, Bogor, Garut, Dataran tinggi Dieng (Jawa Tengah) dan di Nusa Tenggara Barat. Produksi Paprika terbesar dan penghasil Paprika terbaik di Indonesia berada di Desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua. Luas lahan yang digunakan untuk budidaya Paprika mencapai 24 ha. Paprika yang dibudidayakan meliputi Paprika merah dan Paprika kuning, tetapi Paprika dapat dipanen dalam tiga jenis yaitu Paprika merah, kuning dan hijau. Kualitas Paprika dibedakan menjadi empat jenis yaitu grade A, B, C dan TO. Masing-masing jenis rnerniliki kriteria dan tujuan pemasaran yang berbeda-beda. Standar kualitas Paprika secara rinci dapat dilihat pada Tabel 19. 2) Pasar Pertnintaan Paprika cukup tinggi terutama untuk pasar luar negeri, restoran serta hotel di kota-kota besar. Paprika yang dijual dari Desa Pasir Langu berkisar 4-5 ton setiap hari. Daerah tujuan ekspor Paprika adalah Singapura yang dapat menyerap 20 ton Paprika per minggu. Terdapat dua perusahaan eksportir yang menyalurkan Paprika dari desa Pasir Langu yaitu Amazing Farm (PT Momenta) dan Emeralindo (PT Alamanda). Kedua perusahaan eksportir ini mendapat pasokan dari koperasi dan bandar-bandar Paprika. Untuk pasar domestik, koperasi dan bandar yang ada di Desa Pasir Langu menjual Paprika ke pasar induk di Bandung dan Jakarta, serta packaging house di sekitar Lembang. Transaksi jual beli Paprika untuk pasar domestik sangat sederhana, dimana para pelanggan dapat melakukan pesanan kepada koperasi atau bandar melalui telepon, kemudian koperasi atau bandar tersebut mengantar Paprika ke tempat pembeli. Sebagian besar bandar dan koperasi di Desa Pasir Langu sudah memiliki pelanggannya masing-masing. Perjanjian tertulis diantara koperasihandar dengan pelanggan belum ada dan terbatas mengandalkan kepercayaan masing-masing. 3) Pemangku kepentingan (Stakeholder) Pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok Paprika pada dasamya termasuk ke dalam anggota rantai pasokan baik secara langsung ataupun secara tidak langsung. Pemangku kepentingan yang berperan dalam rantai pasok Paprika yaitu pemasok bibit dan sarana produksi, pefani, koperasi dan bandar, pemasok hotel dan restoran, pemasok supermarket, dan eksportir. Terdapat dua pemasok bibit dan sarana produksi yang besar yaitu PT Joro dan Buana Tani, sedangkan untuk jumlah petani berkisar antara 130 petani, lima bandar besar (Koperasi, PD Sampuma Jaya, Dewa Paprika, Ermis, dan Jejen Paprika). untuk pemasok hotel dan restoran 20 packaging house, 10 packaging house pemasok supermarket dan ada dua eksportir (Emeralindo dan Amazing Farm). Masing-masing pemangku kepentingan tersebut memiliki peran masing-masing dalam sub sistem rantai pasok, yaitu sub sistem produksi, pasca panen, distribusi, dan pemasaran. Tabel 19. Standar Kualitas Paprika Kualitas Grade A e Grade B e Grade C 0 TO c. Kriteria Wama cerah Tidakcacat Bentuk blok type Ukuran diameter buah 80-1 10 mm Wama cerah Boleh ada cacat (setangan hama thrips) samapai 10 % Bentuk block type Ukuran diameter buah 70-1 10 mm Wama tidak terlalu cerah Cacat mencapai 40 % Ukuran kecil (diameter 40-80 mm) Bentuk sembarang Paprika sisa hasil sortiran (dibawah grade C) Ukauran kecil dan bentuk tidak sempuma Tujuan pemasaran Eksport Supermarket Hotel dan restoran Supermarket Hotel dan restoran Pasar tradisional Pasar tradisional Kemitraan Kemitraan terjalin pada petani dengan membentuk kelompolikelompok tani dalam koperasi atau bandar-bandar di Desa Pasir Langu. Kemitraan juga terjalin antara bandar dan koperasi dengan eksportir. Petani di Desa Pasir Langu dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok petani anggota Koperasi Mitra Sukamaju dan petani non anggota koperasi. Petani yang bermitra atau menjadi anggota koperasi akan memperoleh beberapa keuntungan diantaranya mendapatkan sarana produksi berupa nutrisi atau pupuk dari koperasi dan dapat dibayar pada saat panen. Petani juga mendapatkan pelatihan mengenai pengendalian hama terpadu (PHT) dari Balai Penelitian Sayuran (Balitsa) secara berkala. Petani anggota koperasi menjual Paprikanya kepada koperasi dengan harga yang ditentukan dari koperasi. Pemanenan dan jenis Paprika yang dipanen ditentukan oleh koperasi. Petani anggota koperasi mendapatkan harga lebih tinggi daripada petani non anggota koperasi. Petani non anggota koperasi sebagian besar bergabung dengan bandar-bandar besar dan membentuk kelompok tani. Petani non anggota koperasi ini lebih bebas dalam menanam jenis Paprika dan kapan memanennya karena tidak diatur oleh bandar. Petani biasanya menanam Paprika sesuai dengan trend pasar. Petani memperoleh pinjaman bibit pestisida serta pupuk dari bandar pada awal masa tanam, kemudian membayarnya pada saat panen dengan syarat petani harus menjual seluruh hasil panennya kepada bandar dengan harga yang telah ditetapkan. Koperasi dan beberapa bandar besar di desa Pasir Langu juga menjalin hubungan kemitraan yang baik dengan dua eksportir Paprika, yaitu Emeralindo dan Amazing Farm. Koperasi dan bandar menjadi mitra beli bagi perusahaan eksportir. Pada awal kerjasama perusahaan Emeralindo melakukan pembinaan kepada petani mengenai teknik budidaya yang baik dan membuka klinik konsultasi gratis bagi petani yang mengalami masalah. Sejak tahun 2004, program tersebut dihentikan karena kemampuan petani dalam budidaya Paprika sudah baik. Masing-masing perusahaan eksportir menempatkan satu orang penvakilan di Desa Pasir Langu untuk mengawasi produksi dan kualitas Paprika yang dihasilkan petani serta memastikan kelancaran pasokan ke perusahaannya. 6.1.2. Sasaran Rantai a. Sasaran Pasar Paprika yang dihasilkan petani Paprika di Desa Pasir Langu dapat digolongkan menjadi empat tingkatan kualitas yaitu grade A, B, C dan TO. Masing-masing tingkatan kualitas ini memiliki sasaran pasar yang berbeda-beda. Pangsa pasar grade A adalah untuk keperluan ekspor. Paprika kualitas A juga di jual di pasar swalayan terkemuka di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya. Paprika kualitas B dikirim ke packaging house di sekitar Lembang untuk memenuhi permintaan ke pasar swalayan, hotel dan restoran. Konsumen hotel dan restoran biasanya mempunyai pemasok tetap yang terikat dalam perjanjian kerja sama. Paprika dengan grade C dan TO biasanya langsung dikirim ke pasar tradisional yang herada di sekitar Jakarta, Bogor, Tangerang Bekasi (Jabotabek) dan Bandung. Paprika dengan grade C masih banyak diminati oleh konsumen walaupun bentuknya sudah tidak sempuma karena harganya sangat terjangkau. Paprika kualitas T O biasanya merupakan Paprika sisa panen atau Paprika yang terkena penyakit sehingga tidak tumbuh sempurna. Paprika dengan kualitas TO dijual dengan harga yang lebih rendah dibandingkan grade lainnya. b. Sasaran Pengembangan Permintaan Paprika ke petani di Desa Pasir Langu mengalami perkembangan yang cukup pesat, terutama setelah tahun 2000. Permintaan ekspor ke Singapura dari Emeralindo dapat mencapai 40 ton per bulan, tetapi yang terpenuhi baru sekitar 20 ton per bulan. Sedangkan untuk permintaan pasar dalam negeri mencapai 30 ton per bulan. Salah satu produsen utama Paprika dari petani di Desa Pasir Langu adalah Koperasi Mitra Sukamaju. Nilai penjualan Paprika dari Koperasi Mitra Sukamaju mengalami kenaikan rata-rata 11% pada periode 20042008 (lihat Tabel 20). Koperasi Mitra Sukamaju terus meningkatkan produksi Paprika anggotanya guna memenuhi permintaan Paprika yang terus meningkat. Tabel 20. Nilai Penjualan Paprika Koperasi Mitra Sukamaju Tahun 2004 Nilai penjualan (Jutaan Rupiah) 1.876 Koperasi Mitra Sukamaju menambah produksi Paprikanya dengan cara bekerjasama dengan para petani di Garut yang belajar budidaya Paprika dari kebun-kebun milik anggota koperasi. Produksi Paprika petani Garut juga disalurkan melalui Koperasi Mitra Sukamaju. Selain itu para petani juga terus mendapat pelatihan mengenai pengendalian hama terpadu dari Balitsa dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas petani. Trend peningkatan permintaan terhadap Paprika, diantisipasi dengan meningkatkan kapasitas produksi. Peningkatan kapasitas produksi dilakukan untuk mengimbangi permintaan tersebut agar konsumen tidak beralih ke produsen lain. Kompetitor produsen Paprika di Indonesia adalah Belanda. Sasaran pengembangan utaina adalah dengan memperluas area produksi Paprika dan menambah sentra-sentra produksi Paprika yang baru. c. Pengembangan Kemitraan Kemitraan yang sudah terjalin adalah antara petani dengan koperasi dan kelompok tani dengan bandar-bandar. Selain itu terjalin juga kemitraan antara koperasi dan bandar dengan perusahaan eksportir. Kemitraan yang sudah terjalin adalah dengan mitra beli, dimana perusahaan hanya membeli hasil dari petani tanpa membantu proses budidaya. Berdasarkan permintaan Paprika yang terus meningkat dan potensi pasar maka perlu dijalin kemitraan yang baik antara semua anggota rantai pasok. 6.1.3. Manajemen Rantai a. Struktnr manajemen Pada rantai pasokan Paprika petani Desa Pasir Langu, anggota rantai pasok mulai dari petani, koperasi dan bandar belum menggunakan sistem manajemen yang baik. Petani bertindak sebagai produsen yang menanam dan membudidayakan Paprika. Koperasi dan bandar membeli hasil panen Paprika dari petani, melakukan proses sortasi, grading dan pengemasan kemudian menjualnya ke konsumen. Kegiatan ini berjalan secara alami tanpa ada strategi khusus. b. Pemilihan Mitra Beberapa persyaratan yang diperlukan untuk menjadi mitra dalam rantai pasok, misalnya pada pemilihan agen penjualan, persyaratan yang diperlukan adalah memiliki kinerja penjualan yang baik dan mampu mengatur keuangannya dengan baik. Pada pemilihan petani sebagai mitra tani sebaiknya memiliki tanggung jawab dalam menjalankan kontrak kerjasama dan mampu mamproduksi produk sesuai dengan yang diinginkan. Kriteria pemilihan mitra diljelaskan dalam Tabel 21. Tabel 21. Kriteria Pemilihan Mitra Petani I . Memproduksi produk sesuai dengan kualitas yang dinginkan 2. Mampu mengirim produk tepat waktu 3. Sanggup mensuplai secara kontinu 4. Sanggup bertangung jawab dan memenuhi kontrak kerjasama Agen I . Memilikai reputasi yang baik 2. Mimiliki data keuangan yang baik 3. Memiliki performa penjualan yang baik 4. Memiliki fasilitas yang memadai 5. Memiliki metode pemasaran yang baik Perusahaan 1. Memproduksi produk yang berkualitas 2. Mampu mengirim produk tepat waktu 3. Sanggup mensuplai secara kontinu 4. Sanggup menerima penolakan 5. Memiliki sistem pemesanan yang efektif Ritel I . Memiliki reputasi yang baik 2. Memiliki performa penjualan yang baik 3. Memiliki fasilitas penjualan yang baik 4. Terletak diloikasi strategis Kriteria pemilihan mitra tidak seluruhnya digunakan sebagai pertimbangan untuk menjalin kerjasama. Sebagian besar hanya memenuhi satu atau dua kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan mitra belum menguntungkan semua pihak, seperti beberapa kasus penipuan yang dihadapi koperasi atau tunggakan pembayaran yang dihadapi para bandar. Kondisi ini tetap dijalankan karena jika terlalu ketat dalam pemilihan mitra maka semakin susah untuk menjalin kerjasama karena sedikit yang memenuhi kriteria tersebut. Kriteria yang dipakai dalam pemilihan petani adalah petani yang mampu memproduksi Paprika sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan sanggup memasok secara kontinu. Sedangkan untuk pemilihan agen dan rite], kriteria yang dipakai adalah memiliki reputasi yang baik. c. Kesepakatan Kontraktual Pada saat penelitian ini dilakukan, belum terdapat kesepakatan kontraktual tertulis yang dibuat antar pelaku di dalam rantai pasokan Paprika di Desa Pasir Langu. Kesepakatan yang terjadi biasanya berupa kesepakatan jual beli yang didasarkan atas dasar kepercayaan. Sebenarnya kesepakatan kontraktual tertulis pernah diterapkan oleh beberapa perusahaan seperti Saung Minvan, PT. Momenta dan PT. Alamanda. Kesepakatan yang diatur mengenai kualitas produksi, volume produksi, harga, waktu pengiriman, dan produk yang ditolak. Kenyataannya, kesepakatan kontraktual tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, hanya bagian-bagian tertentu saja yang dipatuhi seperti harga dan kualitas produk. Hal ini terjadi karena dalam budidaya pertanian banyak hal-ha1 yang di luar prediksi. Jika perusahaan terlalu ketat dengan kontrak yang dibuat, maka produsen dapat menjual ke perusahaan lain, mengingat produsen Paprika masih sedikit sementara pennintaannya cukup tinggi. petani. Beberapa kebijakan pemerintah pusat yang dapat mendukung petani, seperti program kredit usaha rakyat (KUR). Meskipun demikian, program tersebut belum membantu petani Paprika yang membutuhkan modal besar dalam budidaya Paprika. 6.1.4. Sumberdaya Rantai a. Fisik Sumber daya fisik rantai pasokan Paprika meliputi, lahan pertanian dataran tinggi, kondisi jalan transportasi, dan infrastruktur lainnya seperti stasiun, bandara, dan sarana dan parasarana pengangkutan. Lahan Paprika di Indonesia berkisar 47,5 hektar yang tersebar di Kabupaten Bandung, Cianjur, Bogor, Garut, Wonosobo, Malang, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Lahan Paprika ini tergolong sangat sempit, dibandingkan dengan lahan sayuran dataran tinggi yang lain. Lahan Paprika di Desa Pasir Langu, kecamatan Cisarua, Bandung seluas 24 hektar atau lebih dari separuh lahan Paprika di Indonesia. Sumber daya fisik yang perlu mendapat perhatian adalah kondisi jalan transportasi. Desa Pasir Langu terletak 34 km dari ibukota Kabupaten Bandung. Kondisi jalan yang menghubungkan Desa Pasir Langu dengan daerah-daerah di sekitarnya tergolong rusak dan berlubang serta sempit yang mengakibatkan kelancaran distribusi Paprika terganggu. Untuk sumberdaya fisik yang lain pada rantai pasokan Paprika seperti saluran air dan armada angkutan di Desa Pasir Langu sudah cukup baik. Saluran air dibangun menggunakan pipa besi, sehingga kokoh dan tahan lama. Sumber air di Desa Pasir Langu berasal dari sumur Bandung di daerah Lembang, yang dapat mengalir sepanjang tahun. Armada angkutan yang digunakan untuk mengangkut Paprika adalah truk dan mobilpick up. b. Teknologi Penerapan teknologi yang tepat sangat penting untuk mendapatkan produk Paprika yang berkualitas. Teknologi penyiraman dan pengendalian hama adalah teknologi yang sangat mempengaruhi kualitas Paprika yang dipanen. Beberapa petani menggunakan penyiraman otomatis dengan sistem irigasi tetes. Sistem penyiraman ini merupakan sistem paling tepat karena petani dapat memberikan nutrisi kepada tanaman sesuai kebutuhannya. Teknologi pengendalian hama banyak diadopsi dari Belanda, seperti penggunaan kertas penangkap serangga, penggunaan musuh alami dari hama Paprika dan cara-cara lainnya. Petani belum seluruhnya menerapkan teknologi yang sama, sehingga kualitas Paprika yang dihasilkan menjadi beragam. Sebagian besar petani masih menggunakan teknologi sederhana dalam budidaya Paprika. Keterbatasan modal dan pengetahuan mengenai teknologi budidaya merupakan faktor yang menyebabkan petani tidak dapat menggunakan teknologi yang tepat. Upaya peningkatan mutu Paprika pada petani sudah dilakukan oleh Balitsa secara berkala, melalui pelatihanpelatihan mengenai teknik budidaya dan teknologi pengendalian hama yang aman dan efektif. c. Petani Petani yang terdapat di Desa Pasir Langu mencapai sekitar 130 petani. Setiap petani memiliki beberapa green house, dan setiap green house mempekerjakan sedikitnya dua orang. Selain itu, terdapat beberapa bandar besar yang mempekerjakan 10-15 orang dan koperasi yang mempekerjakan 11 orang karyawan. Pengembangan usaha agribisnis Paprika berdampak positif terhadap penduduk di sekitar sentra produksi melalui penyerapan tenaga kerja. Pengembangan sektor agribisinis di senha Paprika Desa Pasir Langu dapat menjadi contoh (role nzodel) bagi sistem usaha agribisnis yang lain. Petani didorong untuk berinisiatif mengembangkan budidaya Paprika secara intensif dan lebih maju dalam rangka meningkatkan kondisi perekonomiannya. d. Permodalan Budidaya Paprika merupakan usaha agribisnis yang memeriukan modal besar. Modal yang diperlukan untuk budidaya Paprika berkisar antara 30-250 juta, tergantung berapa jumlah pohon Paprika yang ditanam. Petani memerlukan dana 25-30 juta untuk menanam 1.000 pohon Paprika. Para petani Paprika sebagian besar masih menghadapi banyak kendala dalam ha1 akses pembiayaan dari lembaga keuangan formal. Pihak perbankan menilai usaha pertanian merupakan sektor yang berisiko tinggi (high risk). Risiko keterlambatan pengembalian atau kredit macet merupakan faktor utama perbankan dan lembaga keuangan lainnya sulit untuk menyalurkan kredit kepada sektor pertanian termasuk usaha tani sayuran Paprika. 6.1.5. Proses Bisnis Rantai a. Pola Distribusi Pola distribusi yang dibangun oleh anggota rantai pasokan memiliki pola yang berbeda. Pola tersebut dibangun berdasarkan kemudahan aplikasi di lapangan dan upaya untuk menghemat biaya. Menurut Chopra dan Meindl (2004) ada enam pola jaringan distribusi yang berbeda untuk memindahkan produk dari produsen ke konsumen, yaitu: 1) Manufacturer storage with direct shiping, yaitu produk dikirim secra langsung dari produsen ke konsulnen akhir tanpa melalui perantara ritel. 2) Manufacturer storage with direct shiping and in-transit merge, yaitu produk dikirim ke konsumen akhir dengan sebelumnya disimpan di gudang transit. 3) Distributor storage with package carrier deliveiy, yaitu produk dikirim ke konsumen akhir melalui jasa kurir atau perusahaan ekspedisi. Persediaan disimpan di gudang distributor atau ritel sebagai perantara. 4 ) Distribzrtor storage with last n~iledelively, seperti pada pola distribusi sebelumnya namun pihak ekspedisi tnemiliki tempat penyilnpanan yang menyebar dan berdekatan dengan lokasi konsumen (hanya beberapa mil) 5 ) Manufacture/distributor storage with customer pickup, yaitu produk dikirim ke lokasi penjemputan sesuai dengan yang diinginkan konsumen. 6 ) Retail storage with costumer pickup, yaitu stok disimpan secara lokal di toko-toko ritel. Konsumen dapat memesan produk dengan menelepon atau mendatangi secara langsung toko-toko ritel. Pola distribusi di sentra produksi Paprika di Desa Pasir Langu tidak sepenuhnya sama dengan pola-pola ditribusi di atas, tetapi secara umum mengikuti pola distributor storage with package carrier deliveiy. Paprika yang dihasilkan umumnya disimpan di gudang distributor atau ritel di daerah Lembang sebelum sampai ke konsumen akhir. Petani Paprika menjual hasil panennya kepada koperasi atau bandar Paprika. Selanjutnya Paprika tersebut disimpan dalam gudang milik koperasi atau bandar. Paprika akan disortir sesuai dengan tingkatan kualitas yang telah ditetapkan dan dikirim ke pedagang pemasok hotel/restoran dan pemasok supermarket. Sedangkan eksportir mengambil sendiri Paprika yang dipesannya dengan menggunakan mobil truk yang memiliki pendingin (cool truck). Paprika dikirim ke pasar swalayan atau ke negara tujuan ekspor dengan menggunakan jasa ekspedisi. Permasalahan biaya pengiriman dan daya simpan produk yang pendek menjadi faktor penentu distribusi produk. Paprika memiliki 5-14 hari pasca pemanenan untuk memasarkannya mulai dari produsen sampai ke konsumen. Dalam ha1 ini, peran distributor sangat penting untuk dapat mendistribusikan Paprika dengan efisien dan kualitas baik dalam waktu yang relatif singkat. b. Pendukung Anggota Rantai Ada beberapa faktor-faktor pendukung anggota rantai yaitu pelatihan dan dukungan modal. 1) Pelatihan Salah satu dukungan yang diperlukan petani adalah pelatihan-pelatihan teknis budidaya, pengolahan pasca panen dan manajemen usaha. Melalui kelompok tani, petani diberikan pelatihan teknik budidaya Paprika yang baik, pengendalian hama terpadu dan pelatihan manajemen usaha. Melalui pelatihan-pelatihan teknis budidaya dan pengolahan pasca panen, petani diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya baik itu mutu produk maupun kuantitasnya. Sedangkan pelatihan manajemen usaha yang diberikan kepada petani dan pelaku usaha Paprika berupa pelatihan perencanaan bisnis, pelatihan eksporimpor dan pelatihan manajemen mutu. Pelatihan ini dilakukan secara berkala oleh Balitsa dengan bekerja sama dengan LSM dari Belanda. 2) Dukungan pembiayaan Petani masih mengalami kendala dalam permodalan karena persoalan birokrasi yang rumit dalam peminjaman ke perbankan. Petani belum optimal dalam memanfaatkan kesempatan pinjaman modal ke perbankan melalui program kredit usaha rakyat (KUR) yang dirancang pemerintah untuk membantu usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Untuk mengatasi persoalan pembiayaan tersebut, Koperasi Mitra Sukamaju bekerjasama dengan Bank Jabar mengajukan pembiayaan untuk petani terutama anggota koperasi. Selain mengajukan kredit, koperasi bekerjasama dengan Balitsa dan LSM dari Belanda mengadakan pelatihan pengelolaan keuangan dan mekanisme peminjaman ke bank. c. Perencanaan Kolaboratif Perencanaan kolaboratif mencakup kerjasama, kesatuan, dan penyelarasan informasi antara satu anggota rantai dengan anggota rantai yang lain dalam melakukan rantai pasok. Perencanaan tersebut meliputi pertanyaan yang menjawab berapa volume dan jenis Paprika yang harus diproduksi dan berapa harga yang harus dijual. Sebelum tahun 2006, perencanaan kolaboratif dilakukan secara rapi oleh Asosiasi Petani Paprika (Asperika). Setelah tahun 2006, Asperika dibubarkan karena sebagian besar anggota Asperika tidak mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati, sehingga kinerja Asperika dinilai tidak memberi kontribusi nyata bagi anggotanya. d. Penelitian Kolaboratif Selain memberikan pelatihan kepada petani pemerintah juga mendukung pertanian Paprika dengan melakuakan berbagai penelitian untuk meningkatkan produktifitas dan pengendalian hama melalui institusi Balitsa. BPPT juga melakukan penelitian untuk menghasilkan teknologi tepat guna yang dapat dimanfaatkan petani. Namun demikian, penelitian yang dilakukan belum dapat menghasilkan benih Paprika unggulan, sehingga benih Paprika masih di impor dari Belanda. e. Jaminan Identitas Merk Paprika yang diproduksi dan dijual petani belum diberi merk. Setelah masa panen, petani langsung memasarkan Paprika ke bandar, koperasi atau langsung menjualnya ke pasar. Koperasi ataupun bandar juga tidak melakukan pemberian merk. Pemberian merek dilakukan oleh packaging house atau eksportir. Paprika yang diekspor harus menyertakan merk atau label identitas perusahaan. Jika terdapat keluhan dari pembeli, maka melalui identitas tersebut dapat diketahui perusahaan mana yang harus bertanggung jawab. Jika terdapat ketidaksesuaian dengan pesanan, maka pembeli dapat menolak Paprika yang diterima untuk dikembalikan ke perusahaan eksportir. Pada umumnya pengembalian Paprika jarang terjadi karena dapat menambah biaya pengembalian, sehingga alternatif potong harga lebih disukai oleh kedua belah pihak. f. Proses Trrrsi-Builditzg Proses trtrst building merupakan proses menurnbuhkan saling kepercayaan antar pelaku dalam rantai pasokan. Hal tersebut dapat menjalin kerjasama yang baik untuk mewujudkan hubungan rantai pasok yang lancar dan harmonis. Salah satu wujud kekuatan suatu rantai pasok ditandai dengan kepercayaan yang kuat diantara anggota rantai. Hubungan kepercayaan yang lemah dapat menyebabkan keengganan untuk menjalin kerjasama sehingga transfer informasi menjadi terhambat. Adanya aspek ketidakpercayaan menyebabkan salah satu pihak dalam rantai pasokan berusaha untuk mendapatkan keuntungannya sendiri. Proses trust building di dalam rantai pasokan Paprika di Desa Pasir Langu terjalin tanpa adanya kesepakatan kontraktual yang mengikat. Kepercayaan yang terbangun di antara anggota rantai pasok Paprika adalah competence trust. Competence trust yaitu kepercayaan dari masing-masing pihak dalam menjalankan kerja sama. Kepercayaan ini terbangun setelah pihak yang bekerjasama tersebut telah mengenal cukup lama terhadap kompetensinya masing-masing. Tingkatan kepercayaan yang paling baik adalah good will trust yaitu kepercayaan yang dilandasi itikad baik dan berusaha memikirkan untuk mencapai kemajuan bersama. 6.1.6. Kunci Sukses Keberhasilan suatu rantai pasokan tergantung dari sejauh mana pihakpihak yang terlibat di dalamnya malnpu menerapkan kunci sukses (key success factor) yang mendasari setiap aktifitas di dalam perdagangan. Kunci sukses tersebut merupakan praktek-praktek penting yang jika dijalankan dengan baik, dapat memperlancar aktivitas bisnis di sepanjang rantai pasokan. Kunci sukses tersebut adalah ; a. Trrrst Building Kepercayaan yang terbangun diantara anggota rantai pasok mampu mendukung kelancaran aktivitas rantai pasok, seperti kelancaran transaksi, penjualan, distribusi produk, dan distribusi informasi pasar. Membangun kepercayaan diantara pihak-pihak yang bekerjasama, dapat dilakukan dengan membuat kescpakatan baik tcrtulis maupun tidak tertulis. Apabils kesepakatan tersebut dijalankan dengan sebaik-baiknya, maka para pelaku rantai pasokan dapat menjalankan tanggung jawabnya masing-masing. Dengan demikian trust building yang terbangun di dalam rantai pasokan dapat menciptakan rantai pasokan yang kuat. b. Koordinasi dan Kerjasama Koordinasi diantara anggota rantai pasokan sangat penting untuk mewujudkan kelancaran rantai pasokan. Koordinasi yang ada terbatas pada tiga ha1 yaitu jenis, kuantitas pesanan dan harga tetapi belum berkoordinasi dalam bentuk perencanaan. Koordinasi dalam bentuk perencanaan memungkinkan terjadinya transparansi informasi pasar mulai dari rite1 ke produsen. Kerjasama diantara anggota rantai pasokan tersebut haus diintensifkan agar koordinasi berjalan dengan baik. c. Kemudahan Akses Pembiayaan Akses pembiayaan dari lembaga keuangan yang mudah dan administrasi yang tidak berbelit-belit akan memudahkan setiap anggota rantai pasokan dalam mengembangkan usahanya. Akses pembiayaan yang mudah dapat terjadi jika terdapat koordinasi dari semua unsur dan pelaku yang terkait dengan aspek pembiayaan, baik secara langsung seperti penguatan permodalan maupun yang tidak langsung seperti penjaminan kredit. d. Dukungan Pemerintah Peran pemerintah sebagai fasilitator, regulator, dan motivator sangat penting dalam mewujudkan iklim usaha yang kondusif. Distribusi informasi pasar, pelatihan keuangan, pelatihan budidaya dan pengendalian hama terpadu serta kebijakan yang mendukung perdagangan produk hortikultura turut mendorong kemajuan usaha Paprika. Dengan demikian, peran pemerintah untuk mendorong berkembangnya agribisnis Paprika dapat meningkatkan daya saing rantai pasokannya. 6.1.7. Analisa Nilai Tambah Konsep nilai tambah adalah suatu peningkatan nilai yang terjadi karena adanya input yang diperlakukan pada suatu komoditas. Nilai tambah yang terjadi pada produk tersebut dapat dihasilkan melalui peningkatan nilai proses atau melalui peningkatan nilai harga. Nilai tambah setiap anggota rantai pasok Paprika ini berbeda-beda, mulai dari tingkat petani hingga ritel. Penelitian difokuskan untuk mengukur nilai tambah pada petani, koperasi dan bandar. a. Analisis Nilai Tambah Petani Pada dasarnya setiap petani memiliki tingkat produktivitas yang hampir sama. Kesamaan tingkat produktivitas petani terjadi karena kesamaan dalam penggunaan teknologi, sarana produksi, dan teknik budidaya. Sedangkan faktor yang membedakan antara satu petani dan petani lainnya adalah harga beli ke tingkat petani yang dilakukan oleh koperasi dan bandar. Analisis nilai tambah pada petani akan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok petani anggota Koperasi Mitra Sukamaju dan petani non anggota Koperasi Mitra Suka Maju, sedangkan untuk rentang waktunya dilakukan selama satu masa tanam yaitu selama delapan bulan. Perbedaan mendasar antara petani anggota Koperasi Mitra Sukamaju dengan petani non anggota adalah pada penjualan hasil panen. Petani anggota koperasi harus menjual seluruh hasil panennya kepada koperasi, sedangkan petani non anggota koperasi bebas menjual hasil panennya ke siapa saja. Petani anggota koperasi memperoleh sarana produksi, berupa pupuk atau nutrisi dari koperasi dengan waktu pembayaran dilakukan pada saat panen. Petani non anggota koperasi bergabung dengan salah satu bandar besar yang ada di Desa Pasir langu. Petani non anggota koperasi memperoleh sarana produksi yang lebih lengkap dari bandar, yaitu berupa bibit, pupuk, dan pestisida serta modal pada awal masa tanam. Persyaratan yang harus dipenuhi harus menjual hasil panennya kepada bandar yang bersangkutan dengan harga yang telah ditetapkan oleh bandar. Perhitungan nilai tambah untuk petani anggota Koperasi Mitra Sukamaju di jelaskan dalam Tabel 22 dan perhitungan nilai tambah petani non anggota koperasi dijelaskan dalam Tabel 23. Tabel 22. Perhitungan nilai tambah untuk petani anggota koperasi No Variabel output, input dan harga Nilai 1. Output (kglperiode) 10.000 2. Input bahan baku (kglperiode) 3. Tenaga kerja langsung (HOW periode) 4. Faktor konversi 5. Konversi tenaga kerja (HOWKg) 6. Harga produk (RpKg) 7. Upah tenaga kerja (RplJam) 8. Harga input bahan baku (Rplkg) 1600 9. Sumbangan input lainnya (Rplkg) 1036 26.000 10. Nilai produk (Rp) 8250 11. a. Nilai Tambah (Rp) 5608 b. Rasio nilai tambah (%) 68,03 12. a. Pendapatan tenaga kerja 520 b. Pangsa tenaga kerja (%) 6,3 1 13. a. Keuntungan b. Persentase keuntungan (%) 5088 61,72 Tabel 23. Perhitungan nilai tambah untuk petani non anggota koperasi 1. Output (kglperiode) 2. Input bahan baku (kglperiode) 3. Tenaga kerja langsung (HOW periode) 4. Faktor konversi 5. Konversi tenaga kerja (HOWKg) 6. Harga produk (RpIKg) 7. Upah tenaga kerja (RpIJam) Variabel penerimaan dan keuangan 9500 - ?A nnn ,."-- - 8. Harga input bahan baku (Rpkg) 9. Sumbangan input lainnya ( ~ ~ i k ~ ) 10. Nilai produk (Rp) 1 1. a. Nilai Tambah (Rp) b. Rasio nilai tambah (%) 12. a. Pendapatan tenaga kerja b. Pangsa tenaga kerja (%) 13. a. Keuntungan b. Persentase keuntungan (%) I.finn --- 1400 6650 3650 54,89 480 7,22 3170 47,67 Berdasarkan perhitungan nilai tambah dapat diketahui bahwa petani anggota koperasi meinperoleh rasio nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani non anggota koperasi. Rasio nilai tambah petani anggota koperasi yaitu 68,03%, sementara rasio nilai tambah untuk petani non anggota koperasi yaitu sebesar 54,89 %. Nilai tambah yang lebih besar tersebut disebabkan harga jual petani lebih besar kepada koperasi dibandingkan dari harga jual petani non koperasi kepada bandar. b. Analisis Nilai Tambah Koperasi Koperasi Mitra Sukainaju melakukan proses sortasi, grading dan pengemasan pada produk Paprika yang diterimanya dari petani anggota koperasi. Harga input koperasi adalah harga yang dibayarkan koperasi kepada petani, sedangkan harga output adalah harga yang diterima koperasi dari pembeli. Selisih antar harga input dan output berkisar antara 15-20%, sehingga koperasi sangat menguntungkan petani. Koperasi hanya mengambil keuntungan sebesar 15-20% dari harga produk untuk setiapa jenis Paprika. Perhitungan nilai tambah pada koperasi Mitra Sukamaju dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Perhitungan nilai tamhah untuk Koperasi Mitra Sukamaju No Variabel output, input dan harga 1. Output (kg/ hari) 2. input bahan baku (kg1 hari) 3. Tenaga kerja langsung (HOW hari) 4. Faktor konversi 5. Konversi tenaga kerja (HOWkg) 6. Harga produk (Rplkg) 7. Upah tenaga kerja (RpIHari) Nilai 1.000 Variabel penerimaan dan keuangan 8. Harga input bahan baku (Rp) 9. Sumbangan input lainnya (Rp) 10. Nilai produk (Rp) 11. a. Nilai Tambah (Rp) 8250 b. Rasio nilai tambah (%) 12. 13. a. Pendapatan tenaga kerja b. Pangsa tenaga kerja (%) 0.31 a. Keuntungan 447 b. Persentase keuntungan (%) 5,07 Berdasarkan Tabel 24, menunjukkan bahwa nilai tambah yang koperasi sebesar 5,3% dan persentase keuntungan sebesar 5,07%. Koperasi memposisikan diri sebagai distributor produk anggotanya, bukan sebagai unit bisnis. Keuntungan yang diperoleh digunakan sebagai dana operasional koperasi. c. Analisis Nilai Tambah Bandar Bandar Paprika melakukan proses sortasi, grading, pengemasan dan penjualan Paprika seperti pada koperasi. Bandar juga lebih leluasa menentukan harga sehingga keuntungan yang diperolehnya menjadi lebih besar. Para petani anggota bandar bersedia menerima harga yang lebih rendah karena posisi tawar petani lebih rendah. Petani memperoleh pinjaman modal, bibit, dan sarana produksi lainnya dari bandar. Perhitungan nilai tambah bandar ditunjukkan dalam Tabel 25. Berdasarkan Tabel 25, menunjukkan bahwa nilai tambah pada bandar yaitu 29,75% dan persentase keuntungan sebesar 29,45%. Nilai ini lebih besar daripada nilai tambah dan keuntungan yang diperoleh koperasi. Bandar merupakan unit usaha yang berorientasi pada keuntungan, berbeda dengan koperasi yang menekankan kesejahteraan para anggotanya. Tabel 25. Perhitungan nilai tambah untuk bandar 1. Outpzd (kg1 hari) 2. Input bahan baku (kg/ hari) 3. Tenaga kerja langsung (HOW hari) 4. Faktor konversi 5. Konversi tenaga kerja (HOWkg) 6. Harga produk (Rplkg) 7. Upah tenaga kerja (RpIHari) 1 .OOO 9. Sumbangan input lainnya (Rp) 10. Nilai produk (Rp) 10000 11. a. Nilai Tambah (Rp) 2975 b. Rasio nilai tambah (persen) 29.75 12. 13. 25 a. Pendapatan tenaga kerja 30 b. Pangsa tenaga kerja (%) 0.30 a. Keuntungan 2945 b. Persentase keuntungan (%) 29.45 d. Analisis NiIai Tambah Rite1 Berdasarkan Tabel 26, menunjukkan bahwa nilai tambah produk pada ritel yaitu 57,92% dan persentase keuntungan sebesar 57,08%. Nilai ini lebih besar daripada nilai tambah dan keuntungan yang diperoleh para pelaku yang lain. Nilai tambah dan keuntungan yang besar ini didapat dari harga jual dua kali lipat lebih besar dari harga beli dari koperasi maupun bandar. Tabel 26. Perhitungan nilai tambah untuk bandar No Variabel output, input dan harga I. Output (kg/ hari) 2. Input bahan baku (kg/ hari) 3. Tenaga kerja langsung (HOW hari) 4. Faktor konversi 5. Konversi tenaga kerja (HOWkg) 6. Harga produk (Rplkg) 7. Upah tenaga kerja (RpIHari) Niiai 5000 10000 9. Sumbangan input lainnya (Rp) 10. Nilai produk (Rp) 11. a. Nilai Tambah (Rp) b. Rasio nilai tambah (persen) 12. 13. e. a. Pendapatan tenaga kerja 200 b. Pangsa tenaga kerja (%) 0.83 a. Keuntungan 13700 b. Persentase keuntungan (%) 57.08 Analisis Distribusi Nilai Tambah Analisis distribusi ililai tambah dianalisis untuk melihat proporsi sekaligus membandingkan persentase nilai tambah yang didapat masingmasing pelaku dengan nilai tambah total pada sepanjang rantai pasokan paprika. Nilai tambah tersebar didapat oleh ritel yang menikmati lebih dari 65% dibandingkan dengan total nilai tambah produk. Analisis distribusi nilai tambah dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Distribusi nilai tambah pada rantai pasok Paprika No 1 2 3 1 2 3 Pelaku Petani Koperasi Rite1 Total Petani Bandar Rite1 Total Biaya Harga Nilai input output/kg tambahlkg lainlkg Rantai : Petani koperasi - Koperasi - Ritel Rp 1600 Rp 1556 Rp 8244 Rp 5088 Rp 8244 Rp 127 Rp 9700 Rp 1329 Rp 9700 Rp 300 Rp24000 Rp 14000 Rp 20417 Rantai: Petani - Bandar - Ritel Rp 1600 Rp 1400 Rp 7000 Rp 4000 55 Rp 10000 Rp 2945 Rp 7000 Rp RpIOOOO Rp 300 Rp24000 Rp 13700 Rp 20645 Harga input/kg Persentase nilai tambah 24,92% 6,51% 68,57% 100,00% 19,38% 14,26% 66,36% 100,00% 6.2. Rantai Pasokan Lettuce head 6.2.1. Struktur Rantai Pasokan a. Anggota Rantai Pasok Anggota primer adalah pihak- pihak yang terlibat secara langsung dalam kegiatan bisnis rantai pasok. Anggota primer pada rantai pasok komoditi lettuce head adalah petani lettuce head sebagai pemasok, P T Saung Minvan sebagai pengolah, ritel dan restoran sebagai konsumen. Kolaborasi dan koordinasi antar anggota didasari oleh kesadaran babwa kuatnya rantai pasok tergantung pada kekuatan seluruh elemen yang ada di dalamnya. 1) Pemasok (petani) PT Saung Minvan mempunyai pemasok terhadap komoditi yang dijual, pemasok ini adalah para petani-petani yang berada di sekitar areal perkebunan milik perusahaan. Petani ini lebih dikenal dengan mitra perusahaan. Mitra perusahaan terdiri dari dua rnacarn yaitu mitra tani dan mitra beli. Mitra tani yaitu bentuk kerja sama antara PT Saung Minvan dengan petani yang berlokasi di sekitar perusahaan yang terletak di Bogor, Lembang dan Garut. Dalam melaksanakan kegiatan kemitraan PT Saung Minvan menyediakan benih dari komoditi yang dimitrakan dan petani yang memproduksi komoditi tersebut. Sarana produksi tanaman seperti pupuk, pestisida, obat tanaman, utilitas, dan lahan disediakan oleh petani sendiri. Dengan adanya kemitraan maka petani harus mematuhi semua peraturan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya program tanam dan jadwal panen diatur oleh PT Saung Minvan dan keseluruhan hasil panen yang memenuhi standar kualitas harus dibeli oleh perusahaan dan petani dilarang untuk menjual hasil panen ke perusahaan lain. Mitra beli adalah bentuk kerja sama antara PT Saung Minvan dengan petani, di mana petani memproduksi sayuran dengan modal sendiri tanpa bantuan benih dari PT Saung Minvan. Lettuce head yang dihasilkan oleh PT Saung Minvan tidak berasal dari produksi perusahaan sendiri, melainkan berasal dari mitra tani. Mitra tani ini menjadi supplier tetap bagi perusahaan. Mitra tani lettzice head tersebar dalam beberapa kecamatan di Kabupaten Garut, diantaranya adalah Kecamatan Cisurupan, Cikajang dan Cisewu. 2) Perusahaan Perusahaaan yang terdapat dalam rantai pasok lettuce head adalah PT Saung Minvan. PT Saung Minvan terletak di daerah Ciawi, tepatnya di Desa Sukamanah, Kampung Pasir Muncang, Kecamatan Megamendung, Bogor. Semua lettuce head yang diusahakan oleh PT Saung Minvan berasal dari Kabupaten Garut. Sebelum lettuce head diolah di PT Saung Minvan Bogor, terlebih dahulu dilakukan sortasi di PT Saung Mirwan Garut. Kegiatan sortasi ini diperlukan untuk menentukan grade. Grade A akan masuk dalam perusahaan yang selanjutnya akan dijual ke ritel, sedangkan yang masuk Grade B akan diolah menjadi lembaran-lembaran untuk disisipkan dalam hamburger. 3) Konsumen (ritel dan restoran) Kegiatan pemasaran menjadi ha1 yang penting dalam sebuah perusahaan, dalam memperlancar proses bisnisnya PT Saung Mirwan telah menjalin kerjasama dengan beberapa ritel dan restoran yang mengkonsumsi komoditi lettuce head. Adapun konsumen perusahaan dapat dilihat pada Tabel 28 di bawah ini. Tabel 28. Konsumen Pemsahaan LeNuce Head No Nama Konsumen 1. Burger King 2. Carefour 3. Diamond 4. 5. Matahari Farmer 6. McDonald Alamat Kelapa gading, Jakarta Utara Senayan City, Jakarta Pusat Plasa Grand Indonesia, Jakarta Pusat Thamrin, Jakarta Pusat Cilandak Town Squre, Jakarta Timur MT. Haryono, Cawang TAMIN 1, Taman Mini Indonesia Lebak Bulus, Jakarta selatan Fatmawati, Jakarta Arta Gading, Jakarta Utara 90% matahari di Jakarta Kelapa gading, Jakarta Utara Serpong, Tangerang Gudang pusat di Pulo gadung Pemesanadhari 10 kg 10 kg 10 kg 10 kg 10 kg 10 kg 10 kg 10 kg 10 kg 10 kg 10 kg 10 kg 10 kg 100 kg 4) Anggota Sekunder Rantai Pasok Anggota sekunder adalah anggota rantai pasok yang tidak langsung berhubungan dengan kegiatan produksi namun memiliki pengaruh dalam kegiatan bisnis antara lain yaitu bahan baku yang dibutuhkan mulai dari kebutuhan budidaya sampai dengan pengemasan serta kebutuhan kantor. Kebutuhan budidaya meliputi benih, pupuk, pestisida, dan peralatan pertanian. Bahan baku pengemasan yang dibutuhkan yaitu material pengemasan, plastik, cetakan kardus, tryfoam, plastik UV (Tabel 29). Anggota rantai pasok sekunder terdiri dari dua kelompok, yaitu supplier sarana produksi bagi petani dan supplier bahan pengemasan atau packaging bagi perusahaan. Prosedur pengadaan bahan non sayur ini dimulai dari permintaan setiap divisi yang membutuhkan bahan ke bagian pengadaan umum. Kemudian, bagian pengadaan akan membeli bahan langsung kepada pemasok bahan non sayur dengan mengajukan purchasing order (PO) terlebih dahulu. Setelah PO disetujui oleh perusahaan pemasok, bahan atau barang langsung dapat diambil atau dikirim darilke gudang PT Saung Minvan. Keperluan benih petani untuk penanaman lettuce head dipasok oleh perusabaan dalam bentuk bibit yang berasal dari bagian pembibitan. Tabel 29. Pemasok non sayur PT Saung Minvan No Jenis Barang Plastik Film ukuran 30 1. cm Nama dan Alamat Pemesananl bulan pT Adi unisindo 36 rol JI. Bandengan utara no.81 Jakarta PT Adi unisindo 2. Trayfoam JI. Bandengan utara no.81 Jakarta PT Adi unisindo 3. Selotip J1. Bandengan utara 110.81 Jakarta PT Trier jaya purnama 4. Karton Tangerang PT Paramitra Gunakarya Cemerlang, Sentul 5. Plastik ukuran 25x40PE PT Sumber Plastik JI.Surya kencana, Bogor PT ABC 6. Press Label JI.Surya kencana, Bogor PT Dinar Makmur 7. Stereofoam box Cibinong PT Akrilik, Tangerang Happy Plastik 8. Krat Jembatan 3, Jakarta PT lswestseed Indonesia 9. Benih Purwakarta Usaha kecil di Ciamis 10. Humus (pitmos) Usaha kecil di Cikajang 11. Sekam Bakar 5.000 buah 12 kaleng 1000-2000 pcs 1000-2000 pcs 90- 100 kg 320 rol 75 pcs 74 pcs 250 gram 176 karung 88 karung 5) Pola Aliran dalam rantai pasok Menurut Pujawan (2005), pada suatu rantai pasok terdapat tiga macam aliran yang harus dikelola. Pertama aliran barang yang mengalir dari hulu (upstreanz) ke hilir (do~vnstreant). Kedua aliran uang (finansial) yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang dapat terjadi dari hulu ke hilir atau sebaliknya. Model rantai pasok pada komoditi letuce head terdiri atas petani, prosesor, restoran dan ritel. Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai prosesor adalah PT Saung M i a n , sehingga seluruh supplier dan customer merupakan pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan PT Saung Mirwan. Keterangan: 1 0Pmyedia sarana produksi untuk petani 2 @ Mitra tani PT Saung Minvan 3 0Penyedia sarananon sayuran 4 fB8PT Saung Minvan 5 @ Retailer 5 @ Restoran 6 O Konsumen teraWlir 7 Aliran barang + 8 4--Alimn finansial 9 4--bA l i m informasi Gambar 18. Rantai Pasok Leattuce Head Aliian komoditas lettuce head (Gambar 18) dimulai dari petani yang membudidayakan lettuce head, yang bekerja sama dengan PT Saung M i a n sebagai mitra tani. Mitra tani tersebut tersebar di dataran tinggi kabupaten G a t . J i a target produksi yang telah ditetapkan oleh perusahaan tidak dapat dicapai oleh rnitra tani, maka perusahaan membeli komoditi lettuce head ini kepada mitra beli yang berada di daerah Lembang Bandung. Harga beli yang ditetapkan oleh mitra beli ini cukup tinggi dibandingkan dengan harga dari mitra tani, sehingga perusahaan seoptimal mungki meningkatkan produktivitas mitra tani agar meminimalkan pembelian komoditas dari mitra beli. Seluruh hasil panen dari petani ini langsung diangkut ke PT Saung Mirwan. Petani yang lokasi lahannya jauh dari perusahaan, hasil panennya akan dijemput oleh PT Saung Mirwan, sedangkan lokasi lahan yang dekat dengan perusahaan hasil panennya diangkut sendiri oleh petani ke PT Saung Mirwan. Setelah proses sortasi dan pengemasan lettuce head di perusahaan selesai, produk disimpan sementara di dalam ruang penyimpanan yang dilengkapi dengan alat pendingin untuk mencegah penyusutan produk yang berlebihan. Selanjutnya produk didistribusikan ke setiap gudang ritel dan restoran. Ritel dan restoran sebagian besar berlokasi di Jakarta, Bogor dan Bandung. Transportasi yang digunakan oleh PT Saung Mirwan untuk mendistribusikan lettuce head kepada rite[ dan restoran adalah dengan menggunakan truk (mobil box) yang dilengkapi alat pendingin untuk mencegah kerusakan produk sebelum sampai ke tangan customer. PT Saung Minvan memiliki 12 armada mobil box. Aliran finansial pada rantai pasok lettuce head terjadi pada konsumen, ritel, restoran, perusahaan dan petani. Sistem transaksi untuk ritel, pembayaran dilakukan dengan kredit di mana pembayaran dilakukan setiap satu bulan sekali. Petani akan menerima pendapatan dari PT Saung Mirwan yang lneinbayar sesuai dengan jumlah hasil panen yang masuk ke perusahaan setelah dilakukan sortasi. Jumlah hasil panen dari petani yang masuk akan dikalikan dengan harga sesuai dengan grade, kemudian dikurangi jumlah bibit yang harus dibayar kepada pihak perusahaan. Aliran informasi terjadi pada konsumen, ritel, restoran, perusahaan dan petani atau sebaliknya. Infotmasi berhubungan dengan kapasitas perusahaan, status pengiriman dan berapa pesanan komoditi lettuce head yang harus dikirim ke perusahaan. 6) Aktivitas anggota rantai pasok Pemasok utama komoditi lettuce head di PT Saung Minvan adalah petani yang bertempat tinggal di Kabupaten Garut. Para petani lnelakukan pembelian sarana produksi tanaman seperti pupuk, pestisida, nutrisi tanaman dari toko pertanian terdekat. Petani juga membeli bibit dari PT Saung Mirwan dengan sistem kredit atau meminjam bibit yaitu bibit yang dipinjam akan dibayar setelah hasil panen dikirim ke perusahaan. Untuk aktivitas fisik, ada beberapa petani yang melakukan pengangkutan produk ke perusahaan sendiri karena tidak adanya sarana komunikasi. Produk yang tidak masuk kriteria akan dikembalikan lagi ke petani dan biaya bibit akan dibayar pada periode selanjutnya jika petani tersebut masih menanam lettuce head. Informasi pasar atau harga tidak terbuka bagi seluruh petani. Petani hanya mengetahui harga jual lettuce head yang diberlakukan sama untuk semua mitra tani. Pada dasamya konsep untuk membangun kerja sama dalam rantai pasok adalah sistem keterbukaan. Hal ini diperlukan untuk menjaga loyalitas petani agar mengetahui adanya pembagian keuntungan yang adil dalam setiap anggota rantai pasok. PT Saung Minvan sebagai prosesor melakukan aktivitas pembelian dan penjualan. Perusahaan membeli benih untuk produksi lettuce head, serta membeli bahan kemasan kepada beberapa szrpplier non sayur. Sedangkan aktivitas penjualan berhubungan dengan konsumen yaitu ritel dan restoran. Aktivitas fisik yang dilakukan PT Saung Mirwan adalah pengangkutan lettuce head, baik mengangkut hasil panen dari petani maupun pengiriman produk ke ritel dan restoran, serta pengemasan lettuce head. PT Saung Mirwan juga melakukan penyimpanan produk setelah produk dikemas dan sebelum didistribusikan kepada ritel dan restoran. Lettuce head yang baru diterima dari petani langsung dikemas dan dimasukkan dalam kamar pendingin untuk mencegah susut atau kerusakan produk yang lebih cepat. Kegiatan sortasi lettuce head yang baru diterima dari petani bertujuan untuk menyesuaikan dengan standar kualitas dari konsumen. PT Saung Minvan melakukan aktivitas pengemasan karena lettlrce head yang dijual merupakan fresh vegetable dan melakukan pengolahan dengan cara merajang lettuce head menjadi bentuk lembaran-lembaran. Produk lembaran ini mempermudah konsumen dalam mengomsumsi karena akan disisipkan dalam hamburger. Informasi pasar di tingkat prosesor ini sangat terbuka, mulai dari harga di petani hingga harga jual pada konsumen sehingga pembagian laba tidak adil. Ritel dan restoran sebagai konsumen PT Saung Minvan melakukan aktivitas pertukaran, yaitu pembelian dan penjualan. Para rite1 dan restoran tidak melakukan aktivitas pengemasan karena produk yang diterima dari PT Saung Minvan langsung dipasarkan dan restoran yang menjual hamburger tidak perlu merajang lagi daunnya karena ukurannya telah sesuai. Setelah lettuce head datang langsung disimpan di dalam gudang toko dengan ruangan pendingin sebelum diletakkan pada displqy toko. Ritel juga melakukan sortasi terhadap produk yang diterima, produk-produk yang tidak sesuai dengan standar kualitas akan dikembalikan ke PT Saung Minvan. Aktivitas anggota primer rantai pasok lettuce head di PT Saung Minvan dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Aktivitas anggota primer rantai pasok Lettuce head Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok Rite1 dan Petani PT Saung Minvan restoran Pertukaran * Penjualan x Pembelian x Fisik Pengangkutan XIPegemasan -Penyimpanan Fasilitas Sortasi 0 Informasi pasar Keterangan: (x) : dilakukan (-1 :tidak dilakukan (d-) : dilakukan oleh sebagian anggota x x x x x x - X x X X X x x b. Entitas Rantai Pasokan 1) Produk Produk yang dihasilkan dan diteliti dalam rantai pasok ini adalah lettuce head. Lettuce head merupakan salah satu sayuran eksotik dataran tinggi di Indonesia. Di Jawa Barat produksi lettuce head masih terbatas pada daerah dataran tinggi saja, seperti di daerah Lembang (Bandung), Cianjur, dan Garut. Di dataran tinggi sayuran lettuce head akan tumbuh dengan baik, ha1 ini dikarenakan tanaman ini membutuhkan suhu yang dingin agar dapat membentuk krop. Produksi lettuce head yang terbesar di Jawa Barat berada di Kabupaten Garut khususnya terletak di Kecamatan Cisurupan dan Cikajang. Petani di garut merupakan petani yang menghasilkan lettuce head terbaik di Jawa Barat. Hasil panen akan dijual ke PT Saung Minvan dan selanjutnya akan dipasarkan ke ritel dan restoran- restoran yang ada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bandung. Kualitas lettuce head dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu grade A dan B. Dimana untuk grade A akan dijual ke ritel dan restoran. Untuk grade B dilakukan pengolahan terlebih dahulu oleh PT Saung Mirwan menjadi lembaranlembaran untuk disisipkan di antara belahan daging dan roti pada produk humberger. Produk ini akan dijual ke restoran yang menjual humberger seperti, Burger King, MC Donald, KFC serta restoran-restoran. 2) Pasar Pasar lettuce head berbeda dengan jenis sayuran lainnya. Sayuran lettuce head termasuk sayuran eksotik dan jenis sayuran yang dapat dibudidayakan di dataran tinggi saja. Akan tetapi permintaan lettuce head tetap tinggi, terutama untuk pasar dalam negeri yang terbagi ~nenjadirestoran dan ritel. Transaksi jual beli lettuce head di pasar domestik sangat sederhana, para pelanggan akan mengirimkan data permintaan melalui faximile kepada PT Saung Mirwan. Karena perencanaan dan adanya data permintaan pelanggan, maka PT Saung Minvan menyusun jadwal penanaman kepada mitra taninya. Penyusunan jadwal tanam ini akan membantu perusahaan untuk memenuhi permintaannya. Sayuran lettuce head tidak di ekspor ke luar negeri, ha1 ini karena tidak ada kelebihan komoditas untuk permintaan dalam negeri atau dengan kata lain permintaan dalam negeri belum terpenuhi secara maksimal. 3) Pemangku kepentingan Anggota yang terlibat dalam rantai pasok lettuce head atau yang disebut juga dengan pemangku kepentingan (stakeholder) pada dasamya termasuk ke dalam anggota rantai pasokan baik anggota primer atau anggota sekunder. Setiap stakeholder tersebut memiliki peran masingmasing dalam rantai pasok, yaitu subsistem produksi (budidaya), pascapanen, distribusi, dan pemasaran. Untuk memperlancar rantai pasok lettuce head diperlukan koordinasi secara intensif dan efisien yang melibatkan seluruh stakeholder rantai pasok agar hambatan yang ada pada masing-masing stakeholder dapat didiskusikan dan dicarikan solusi bersama. c. Kemitraan Tingginya tingkat permintaan terhadap lettuce head dan terbatasnya su~nberdaya lahan dan modal, maka salah satu strategi PT Saung Mirwan adalah mengembangkan program kemitraan dengan petani. Dengan adanya kemitraan PT Saung Mirwan telah mentransformasikan pengalamannya kepada petani kecil untuk kemajuan bidang pertanian. Mekanisme untuk bergabung menjadi miha diatur oleh Manajer Kemitraan dengan persyaratan mengisi formulir perjanjian kemitraan penyerahkan fotokopi KTP. Dalam proses kemitraan terdapat suatu perjanjian antara pihak perusahaan dan pihak petani. Surat perjanjian tersebut berisi aspek yang berupa identitas kedua belah pihak yang bermitra. Dalam surat perjanjian terdapat pasal yang memuat luas areal tanam petani, lokasi atau daerah penanaman. Kewajiban yang harus dilaksanakan perusahaan adalah menyusun program semua lahan yang dimitrakan, menbantu teknis budidaya, membeli semua produk yang dihasilkan oleh pihak petani yang memenuhi standar kualitas yang telah ditentukan. Kewajiban petani adalah membayar kebutuhan benih sesuai dengan kebutuhan lahan, membiayai biaya operasional, menyediakan tenaga kerja sesuai kebutuhan, mengikuti petunjuk dari penyuluh lapangan tentang teknis budidaya, mengikuti program tanam dan panen yang ditentukan pihak perusahaan, menjual seluruh hasil produksi yang memenuhi standar kualitas yang ditentukan. Standar kualitas tinggi diterapkan ketika produk melimpah tetapi ketika kekurangan produksi diterapkan standar kualitas lebih rendah. Selanjutnya jika petani ingin menanam lettuce head harus mengajukan permintaan jumlah benih kepada perusahaan. Petani dapat menghubungi pihak penyuluh dengan mengajukan permohonannya. Pihak penyuluh akan memberikan data petani yang kemudian dibuatkan surat perjanjian yang akan disahkan Manajer Kemitraan. Perjanjian kemitraan berlaku untuk waktu yang tidak terbatas. Kerjasama dapat berakhir karena terjadi masalah atau pihak petani mengundurkan diri dari program kimitraan. Petani yang sudah resmi menjadi mitra dan akan melakukan penanaman diwajibkan melakukan pendafiaran ulang kepada Manajer Kemitraan. Alokasi penanaman akan diprioritaskan untuk petani yang selalu berhasil dalam budidayanya. Petani yang gagal dalam budidaya akan menjadi daftar agar belajar terlebih dahulu dari kegagalan. Petani yang telah disetujui melakukan penanaman akan diberikan bibit sesuai jumlah pengajuannya. Petani mitra juga dapat melakukan budidaya lebih dari satu komoditas sebagai sistem tumpang sari atas sebagai pe~nanfaatanlahan. 6.2.2. Sasaran Rantai a. Sasaran Pasar Lettuce head yang dihasilkan oleh mitra tani PT Saung Mirwan dapat digolongkan menjadi dua jenis kualitas yaitu grade A dan B. Dari dua macam grade mempunyai sasaran pasar yang berbeda-beda. Untuk grade A pangsa pasarnya adalah ritel. Lettuce head yang dijual ke reatiler harus tidak terdapat bercak, tidak ada lubang kecil, dan kropnya padat. Umumnya lettuce head ini akan dijual dalam bentuk krop yang dibungkus dengan plastik UV. Lettuce head untuk grade B, biasanya akan diolah menjadi lembaran dan dibungkus dalam plastik, kemudian dikirim ke restoran yang menjual produk hamburger, seperti MC Donald dan Burger King. Untuk lettuce head yang tidak memenuhi grade A dan B, maka akan dikembalikan ke petani. PT Saung Mirwan tidak menjual lettuce head ke pasar tradisional. Konsumen ritel, hotel dan restoran biasanya mempunyai pemasok tetap yang terikat dalam perjanjian kerja sama. b. Sasaran Pengembangan Tingginya permintaan lettuce head ke PT Saung Mirwan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Permintaan yang meningkat ini disebabkan karena semakin banyak restoran yang menjual hamburger dan gaya hidup masyarakat Indonesia yang ingin sehat. Besamya permintaan dari konsumen telah membuat PT Saung Minvan belum mampu memenuhi kebutuhan pasar khususnya pasar domestik. Pemasok utama lettuce head adalah petani yang ada di Kabupaten Garut. Jumlah permintaan lettuce head rata-rata meningkat setiap tahunnya. PT Saung Mirwan terus meningkatkan produksi lettuce head agar pennintaan konsumen dapat terpenuhi dengan sempurna. Tabel 3 1. Data permintaan Lettuce head di PT Saung Mirwan pada tahun 2004- 2007. Tahun Permintaan saynran (kg) 2004 2005 93.943 110.764 17.9 2007 123.709 17,2 Peningkatanl penurunan (%) Sumber: PT Saung Minvan, 2008 - Jumlah permintaan komoditi lettuce head menunjukkan peningkatam dalam empat tahun terakhir (Tabel 3 1). Hal ini dapat dilihat dari tahun 2004 sampai tahun 2005 terjadi peningkatan permintaan sebesar 17,9%. Pada tahun 2006 terjadi penurunan jumlah permintaan sebesar 4,7%, kemudian di tahun 2007 jumlah permintaan lettuce head meningkat sebesar 17,2%. PT Saung Minvan terus meningkatkan produksi lettuce head dengan cara bekerjasama dengan para petani di Garut, Lembang dan Bogor. Peningkatan permintaan lettuce head diperkirakan pada tahun-tahun mendatang permintaan lettuce head akan terus meningkat. Sasaran pengembangan utama PT Saung Minvan adalah dengan memperluas area produksi lettuce head dan menambah mitra tani. c. Pengembangan Kemitraan Optimalisasi rantai pasok memerlukan aliran informasi yang lancar, transparan, dan akurat serta memerlukan kepercayaan antar peserta pengadaan barang dan jasa. Semakin meningkatnya permintaan lettuce head dan semakin luasnya potensi pasar ke depan maka perlu dijalin hubungan kemitraan yang baik antara semua anggota dalam rantai pasok. Hubungan kemitraan dilakukan mulai dari petani sebagai pemasok utama lettuce head, perusahaan yang menjual sarana produksi tanaman dan bahan untuk pengemasan, serta hubungan jangka panjang terhadap distributor. Hubungan kemitraan yang baik akan menjamin kelancaran pasokan lettuce head sesuai dengan permintaan pasar baik kuantitas rnaupun kualitasnya. 6.2.3. Manajemen Rantai a. Strnktur Manajemen Struktur manajemen menjelaskan tentang aspek-aspek tindakan pada setiap tingkatan manajeinen dalam anggota rantai pasokan. Tindakan tersebut menjelaskan langkah yang diambil oleh anggota rantai pasokan dalam menindaklanjuti setiap tingkat manajemen yang terdiri dari strategi, koordinasiikolaborasi, perencanaan, evaluasi, transaksi, dan kemitraan. Anggota rantai pasok mulai dari petani, perusahaan dan rile1 belum menggunakan sistem manajemen yang baik. Petani bertindak sebagai produsen yang bertugas untuk membudidayakan lettuce head dengan baik. PT Saung Mirwan yang membeli hasil panen leftuce head dari petani, melakukan proses sortasi, grading, pengemasan, penjadwalan tanam kepada petani, melakukan pendampingan atau penyuluhan proses budidaya dan mengevaluasi para pemasok. Selain itu, dalam struktur organisasi PT Saung Minvan telah mempunyai suatu divisi khusus yang menangani masalah distribusi, sehingga masalah distribusi dapat teratasi dengan baik. Perencanaan dan strategi yang baik dibutuhkan untuk mendukung kegiatan rantai pasok, sehingga akan menghasilkan optimalisasi rantai pasok dan lancamya struktur rantai pasok. b. Pemilihan Mitra Menurut Dikson dalam Pujawan (2005) ada 22 kriteria peinilihan yang diperlukan untuk menjadi mitra (pemasok) dalam rantai pasok, yang terdiri dari: Kualitas Pengiriman Sejarah kinerja Kebijakan jamainan dan klaim Harga Kemampuan teknis 7. Posisi keuangan 8. Prosedur keluhan 9. Sistem komunikasi 10. Posisi dalam industry 11. Keinginan untuk berbisnis 1. 2. 3. 4. 5. 6. Organisasi dan manajemen Kontrol operasi Perbaikan pelayanan Sikap Memberi kesan yang baik Kemampuan mengemas Laporan hubungan pekerja Lokasi geografi Jumlah bisnis Bantuan pelatihan Perjanjian timbal balik Pada pemilihan petani sebagai mitra tani sebaiknya dipilih yang memiliki tanggung jawab dalam menjalankan kontrak kerjasama dan mampu ~namproduksi produk sesuai dengan yang diinginkan oleh perusahaan. Mekanisme untuk bergabung menjadi mitra diatur oleh manajer kemitraan dengan persyaratan mengisi formulir perjanjian kemitraan rnenyerahkan fotokopi KTP. Dalarn proses kemitraan ada suatu perjanjian antara pihak perusahaan dan pihak petani. Surat perjanjian berisi aspek berupa identitas kedua belah pihak yang bermitra. Dalam surat perjanjian terdapat pasal yang memuat luas areal tanam petani, lokasi atau daerah penanaman. Kewajiban yang harus dilaksanakan perusahaan adalah menyusun program semua lahan yang dimitrakan, menbantu teknis budidaya, membeli semua produk yang dihasilkan oleh pihak kedua yang memenuhi standar kualitas yang telah ditentukan. c. Kesepakatan Kontraktual Kesepakatan kontraktual yang terjadi antara PT Saung Minvan dengan petani yaitu mitra tani wajib membayar kebutuhan benih sesuai dengan luas lahan, membiayai biaya operasional, menyediakan tenaga kerja sesuai kebutuhan, mengikuti petunjuk dari penyuluh lapangan tentang teknis budidaya, mengikuti program tanam dan panen yang. ditentukan pihak perusahaan, menjual seluruh hasil produksi yang memenuhi standar kualitas yang ditentukan. Sedangkan kesepakatan petani dengan PT Saung Minvan adalah membantu teknis budidaya, membeli semua produk yang dihasilkan oleh pihak kedua yang memenuhi standar kualitas yang telah ditentukan. Kesepakatan kontraktual antara PT Saung Minvan dengan konsumen seperti ritel dan restoran adalah yaitu dalam bentuk kesepakatan tentang pembayaran dimana para konsumen akan membayar setelah satu bulan. d. Sistem Transaksi Apabila telah memasuki jadwal minggu panen, penyuluh akan berkunjung ke petani untuk ~nemastikanhari panen. Setelah hari panen ditentukan maka pihak perusahaan akan menyediakan mobil untuk mengangkut hasil panen dari mitra. Apabila lokasi pemanenan tidak jauh atau di sekitar perusahaan maka petani dapat mengantar sendiri hasil panen ke PT Saung Mirwan. Hasil panen akan dilakukan penyortiran dan kemudian diangkut ke PT Saung Mirwan untuk dilakukan proses pasca panen. Rentang harga yang dibuat oleh manajer untuk grade A Rp. 2.7503.500lkg dan grade B Rp. 2.000- 2.500lkg. Rencana perubahan harga langsung diinformasikan kepada petani satu minggu sebelum perubahan harga ditetapkan. Pembayaran hasil panen petani akan dilakukan dua minggu setelah panen. Perusahaan akan membayar sesuai dengan jumlah produk yang dikirim ke perusahaan setelah dilakukan penyortiran. Jumlah produk petani yang masuk akan dikalikan dengan harga sesuai dengan grade, kemudian dipotong jumlah bibit yang harus dibayar kepada pibak perusahaan. e. Dukungan Kebijakan Kebijakan pemerintah yang diharapkan oleh petani adalah berkaitan dengan permodalan. Pemerintah diharapkan mengeluarkan kebijakan yang mampu mendorong agar sektor perbankan mengucurkan dananya kepada petani. Beberapa program pemerintah pusat yang mendukung petani seperti program kredit usaha rakyat (KUR) belum membantu petani lettuce head, karena masih mensyaratkan adanya agunan atas [nodal yang dipinjamnya. 6.2.4. Sumberdaya Rantai a. Sumberdaya Fisik Sumber daya fisik rantai pasok lettuce head meliputi, lahan pertanian di dataran tinggi, kondisi jalan transportasi, sarana dan parasarana pengangkutan. Kabupaten Garut merupakan penghasil lettuce terbesar di Jawa Barat. Lahan mitra tani yang digunakan untuk budidaya lettuce head tergolong sempit daripada jenis sayuran lainnya. Lettuce head hanya membutuhkan lahan pada dataran yang tinggi yaitu pada ketinggian 400-2.200 meter diatas permukaan laut. Dengan derajat keasaman tanah berkisar antara 6,5-7. Semakin tinggi letak lahan tersebut pertumbuhan lettuce head semakin sempurna. Sumber daya fisik yang perlu rnendapat perhatian adalah kondisi jalan transportasi. Kecalnatan Cisurupan mempunyai satu jalan tranportasi untuk menuju ke Kabupaten Garut atau yang ingin ke arah luar Garut, sehingga sangat memprihatinkan apabila jalan itu rusak atau longsor maka jalur distribusi sayuran ke Bogor sangat terganggu. kondisi jalan yang sempit dan jumlah kendaraan yang padat, sehingga menimbulkan kemacetan. Hal ini mengganggu kelancaran distribusi lettuce head. Transportasi yang digunakan oleh PT Saung Minvan untuk mengangkut lettuce head dari mendistribusikan petani adalah mobil box, sayuran lettuce head kepada sedangkan untuk customer dengan menggunakan truk (mobil box) yang dilengkapi dengan alat pendingin untuk mencegah kerusakan produk sebelum sampai ke tangan ritellcustomer. Kapasitas alat angkut ini adalah sebesar 75 krat per mobil dan jumlah yang dimiliki perusahaan sebanyak 12 buah. Penggunaan green house untuk melakukan kegiatan pembibitan, bangunan green house terdiri dari dua atap yang menyambung. Bahan atap yang digunakan adalah plastik ultraviolet (UV). Lantai yang dibuat bedengan dengan jarak antar bedeng 80 cm, tinggi 5-10 cm dengan panjang bedengan 40 cm. b. Sumberdaya Teknologi Penerapan teknologi yang digunakan untuk budidaya lettuce head belum diterapkan. Teknologi dalam ha1 penanaman inenggunakan mulsa karena untuk meminimalkan gangguan gulma dan pengendalian hama yang sangat mempengaruhi kualitas lettuce head yang dipanen. Pembibitan dilakukan di green house karena pada tahap ini rawan serangan hama sehingga dibutuhkan tempat yang khusus. Sistem irigasi yang dilakukan pada pembenihan dengan sistem penyiraman dari atas menggunakan sprinkle. Petani inasih menggunakan cara tradisional dalam budidaya lettuce head. Keterbatasan modal yang dimiliki, serta keterbatasan pengetahuan mengenai teknologi tanam sehingga petani terhalang untuk menggunakan teknologi yang baik. Untuk itu, PT Saung Mirwan dapat memberikan pelatihan-pelatihan kepada initra tani mengenai teknik budidaya yang baik serta teknologi pengendalian hama yang aman dan efektif. c. Sumberdaya Manusia Mitra tani yang terdapat di Kabupaten Garut ~nencapaisekitar 50 petani. Para petani perlu didorong untuk terus berinisiatif untuk mengembangkan budidaya lettuce head secara intensif sehingga akhirnya Kabupaten Garut dikenal dengan sentra penghasil lettuce head di Indonesia. d. Sumberdaya Permodalan Aspek permodalan pada budidaya lettuce head masih banyak menghadapi kendala. Pembiayaan khususnya di sektor pertanian masih cukup sulit karena bagi pihak perbankan, pertanian merupakan sektor yang berisiko tinggi (high risk) dan tingkat turn over yang relatif rendah. Risiko keterlambatan pengembalian dan kredit macet merupakan faktor utama alasan perbankan dan lembaga keuangan lainnya sulit untuk menyalurkan pembiayaan pada sektor pertanian. 6.2.5. Proses Bisnis Rantai a. Hubungan Proses Bisnis Rantai Hubungan proses bisnis di antara anggota rantai pasok berguna untuk melihat hubungan keterkaitan antar anggota rantai serta melihat pengaruhnya bagi proses bisnis. Hubungan antara petani lettuce head dengan PT Saung Minvan memiliki hubungan yang saling ketergantungan. Dimana para petani membutuhkan bibit yang dapat diperoleh dari PT. Saung Mirwan, sedangkan PT. Saung Mirwan membutuhkan hasil panen untuk memenuhi peningkatan perrnintaan. Keuntungan yang didapat petani adalah kemudahan dala~nmendapatkan bibit dan jaminan pemasaran dari PT Saung Mirwan, sedangkan perusahaan mendapatkan kemudahan dalam memenuhi permintaan pembeli. Hubungan bisnis antara PT. Saung Minvan dengan ritel dan restoran adalat~ saling ketergantungan. Para ritel dan restoran membutuhkan lettuce head untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Hubungan dengan supplier seperti bahan baku pengemasan yang dibutuhkan yaitu material pengemasan, plastik, cetakan kardus, tryfoam, plastik UV adalah saling ketergantungan. Prosedur pengadaan bahan non sayur ini dimulai dari permintaan dari setiap divisi yang membutuhkan bahan ke bagian pengadaan umum. Kemudian, bagian pengadaan akan membeli bahan langsung kepada pemasok bahan non sayur dengan mengajukan purchasing order (PO) terlebih dahulu. Setelah PO disetujui oleh perusahaan pemasok, bahan atau barang langsung dapat diambil atau dikirim ke gudang PT Saung Mirwan. b. Pola Distribusi Pola distribusi untuk lettuce head secara umum mengikuti pola distributor storage withpackage carrier delivery. Aliran komoditas lettuce head dimulai dari petani yang membudidayakan lettuce head, yang bekerja sama dengan PT Saung Mirwan sebagai mitra tani. Seluruh hasil panen dari petani ini langsung diangkut ke PT Saung Mirwan. Petani yang lokasi lahannya jauh dari perusahaan, hasil panennya akan dijemput oleh PT Saung Mirwan sendiri, sedangkan lokasi iahan yang dekat dengan perusahaan hasil panen diangkut sendiri oleh petani ke PT Saung Mirwan. Setelah proses sortasi dan pengemasan lettuce head di perusahaan selesai, produk disimpan sementara di dalam ruang penyimpanan PT Saung Mirwan yang dilengkapi dengan alat pendingin untuk mencegah penyusutan produk yang berlebihan. Selanjutnya produk didistribusikan ke setiap gudang rite1 dan restoran yang berlokasi di daerah Jakarta, Bogor serta di daerah Bandung. Efektivitas pengiriman menjadi ha1 yang penting, karena dengan adanya pengiriman yang baik kualitas lettuce yang dikirim tetap terjaga kesegaran dan kandungan gizi didalamnya tidak rusak. Untuk itu dibutuhkan rantai distribusi yang pendek, sehingga kemungkinan terjadinya kerusakan juga semakin kecil. c. Pendukung Anggota Rantai 1) Pelatihan Peran pemerintah sebagai anggota eksternal rantai pasok memiliki peran yang cukup penting dalam memberikan dukungan kepada seluruh anggota rantai pasok. Salah satu bentuk dukungan yang diberikan kepada petani adalah pemberian pelatihan-pelatihan yang bersifat softskill dan hardskill. Petani diberikan pelatihan teknik budidaya lettuce head yang baik, pengendalian hama tenpadu, pelatihan tentang sistem distribusi yang baik serta cara untuk mendapatkan pinjaman modal dari lembaga keuangan. Melalui pelatihan-pelatihan tersebut diharapkan petani dapat meningkatkan mutu produk maupun kuantitasnya. Sedangkan pelatihan yang diberikan kepada pelaku usaha lettuce head berupa pelatihan pengembangan pasar, dan pelatihan manajemen rantai pasok. Dengan adanya pelatihan tersebut, pelaku usaha diharapkan menjadi penggerak dalam peningkatan produksi dan penjualan leftuce head ke seluruh wilayah di Indonesia. 2) Distribusi Informasi Pasar Distribusi informasi mengenai peluang pasar dimulai dari para ritel dan restoran yang mengetahui pemintaan konsumen meningkat kemudian akan diteruskan kepada PT Saung Minvan. Pentingnya menjaga distribusi informasi yang lancar sehingga petani dapat mengambil peluang yang ada sekaligus juga dapat sebagai upaya untuk meningkatkan jaringan pasar para petani. Selain itu juga, informasi dapat diperoleh dari Dinas Pertanian setempat, dengan ini anggota rantai tidak perlu tergabung dalam suatu ikatan, namun untuk memperoleh informasi tersebut anggota rantai harus secara aktif dalam mencari informasi yang disediakan oleh Dinas Pertanian. 3) Dukungan Kredit Dukungan pembiayaan yang disalurkan langsung pemerintah kepada petani masih minim. Begitu juga dukungan pembiayaan dari satu anggota kepada anggota rantai pasok yang lain. Petani merasa sulit mencari modal karena kesulitan dalam urusan administrasi dan prosedur peminjaman ke lembaga keuangan. Padahal petani dapat meminjam modal ke perbankan melalui program kredit usaha rakyat (KUR) yang memang dirancang pemerintah untuk membantu usaha kecil dan menengah. Banyak juga petani yang mengajukan pembiayaan kepada Bank Rakyat Indonesia. Selain mengajukan pembiayaan, PT Saung Minvan juga malakukan pendampingan untuk pengelolaan keuangan dan tatacara peminjaman ke bank. Tetapi program tersebut masih kurang berhasil karena petani masih menganggap meminjam uang ke bank merupakan ha1 yang merugikan. Para petani enggan mengurus administrasi peminjaman dan khawatir terbebani bunga. Rendahnya latar belakang pendidikan petani yang rendah juga menjadikan para petani apriori dengan administrasi dan rumitnya birokrasi perbankan. 4) Perencanaan Kolaboratif Perencanaan kolaboratif adalah kesatuan kerjasama dan penyelarasan informasi antara satu anggota rantai dengan anggota lainnya dalam melakukan perencanaan rantai pasok. PT Saung Minvan melakukan perencanaan kolaboatif dengan para mitra taninya. Para konsumen memberikan informasi mengenai jumlah permintaan lettuce head. Dengan melihat data permintaan harian atau mingguan, tnaka PT Saung Mirwan melakukan perencanaan dengan cara menargetkan sebanyak 15.000 bibit lettuce head yang harus ditanam setiap minggunya. Dengan adanya jadwal tanam, maka dapat diprediksi bahwa delapan minggu setelah tanam akan panen. Sistem pemanenan tidak dialakukan secara serentak oleh semua mitra tani, tetapi pada bagian kemitraan akan tnemprediksi permintaan pada lninggu tersebut. 5) Penelitian Kolahoratif Peranan pemerintah selain memberikan pelatihan kepada petani, pemerintah juga mendukung para petani lettuce head dengan rnelakukan penelitian-penelitian untuk meningkatkan produktifitas yang diminta oleh PT Saung Mirwan akan dikembalikan kepada petani. Namun, ada keterbatasan jumlah reject yang akan dikembalikan. Risiko yang diterima oleh PT Saung Mirwan dapat dikatakan lebih banyak daripada yang diterima oleh petani. Adanya sistem kemitraan menyebabkan perusahaan berkewajiban membeli semua hasil panen dari petani sesuai dengan jumlah benih yang diberikan. Jika keseluruhan petani memiliki produktivitas hasil yang baik, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi overproduction yang menyebabkan kelebihan persediaan. Perusahaan juga dapat mengalami kekurangan persediaan lettuce head yang diakibatkan produktivitas petani yang rendah. Kekurangan persediaan ini menyebabkan PT Saung Mirwan harus membeli lettuce headdari mitra beli lettuce head yang ada di Lembang, Bandung. Produk lettuce head yang dikirim kepada customer tidak seluruhnya diterima, karena pada gudang ritel juga dilakukan sortasi maka ada juga produk PT Saung Minvan yang di-reject oleh ritel. Hasil reject ini dikembalikan lagi kepada PT Saung Minvan dan PT Saung Minvan tidak berkewajiban mengganti produk yang kualitasnya tidak sesuai ini pada pengiriman produk selanjutnya. 8) Proses Trust Building Proses trust building merupakan proses untuk menumbuh kembangkan saling kepercayaan antara anggota rantai pasok. Hubungan kepercayaan yang lemah dapat menyebabkan keengganan untuk menjalin kerjasama, distribusi informasi menjadi terhambat, karena ada aspek ketidakpercayaan sehingga salah satu pihak berusaha untuk mendapatkan keuntungan sendiri. PT Saung Mirwan telah membangun kepercayaan dengan mitra taninya ketika sudah diikat dengan kesepakatan kontraktual. Ketika kesepakan kontraktual selesai, maka untuk menjalin kerjasama berikutnya harus membuat kesepakatan baru lagi. Bentuk kepercayaan antara PT Saung Minvan dengan ritel dan restoran adalah dengan melakukan kesepakatan terlebih dahulu yaitu dengan perjanjian tertulis. Keseluruhan perjanjian diatur dalam perjanjian kerja sama yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Aturan tersebut mengandung hak dan kewajiban pihak PT Saung Mirwan dan ritel. Sistem kontrak ini berdasarkan kuantitas, kuaiitas, dan harga. PT Saung Minvan akan menyediakan lettuce head sesuai dengan jumlah order, kualitas produk. Penentuan harga disesuaikan dengan masing-masing customer. 6.2.6. Performa Rantai a. Performa Kemitraan Kinerja kemitraan PT Saung Mirwan dapat dilihat dengan sasaran pencapaian kemitraan. Pendukung kegiatan kemitraan dapat dilihat dengan jumlah peningkatan pelatihan dan skill, intensitas penyuiuhan tentang teknologi penanaman dan kekuatan kemitraan. Penilaian performa kemitraan dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Penilaian performa kemitraan Pencapaian sasaran kemitraan Jumlah peningkatan pelatihan dan skill Intensitas penyuluhan tentang teknologi budidaya Kekuatan kemitraan b. Ritel dan restoran - PT. Sanng Minvan Sedang Sedang Sedang - Lemah Kuat Kuat Petani Performa Rantai Pasok Keseluruhan Penilaian kinerja rantai pasok secara keseluruhan dapat dilihat dengan menilai apakah kondisi rantai pasok yang ada sudah baik atau belum. Secara umum dapat dikatakan bahwa rantai pasok belum optimal, sehingga menghambat aktivitas yang terkait di dalam rantai pasok. Hambatan-hambatan tersehut adalah: 1) Biaya tranportasi tinggi Lettuce head hanya dapat tumbuh di beberapa tempat saja yang memiliki iklim yang cocok dan kondisi tanah yang mendukung. Selama ini, lettuce head banyak dihasilkan dari Kabupaten Garut, kemudia dibawa ke Bogor untuk dilakukan pengemasan. Tentu saja kondisi ini akan sangat berpengaruh pada biaya transportasi kendaraan. 2) Pembiayaan kepada petani tidak lancar Produk yang berkualitas membutuhkan sarana dan prasarana produksi yang lengkap dan memadai. Adanya keterbatasan modal yang dimilki oleh petani sehingga petani sulit untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya. Hanya saja lembaga keuangan tersedia, tetap saja pembiayaan untuk sektor pertanian masih saja belum lancar dan mengalami kendala. 3) Ketidakpastian pasokan Cuaca dan iklim akan mempengaruhi produksi lettuce head. Pada musim hujan panen mengalami kemunduran karena sebagian lettuce head terkena penyakit atau banyaknya hujan yang turun sehingga tanaman menjadi busuk. Ketidakpastian dari kuantitas pasokan dan jadwal panen menyebabkan ketidakpastian jadwal pengiriman barang sehingga mempengaruhi kelancaran pasokan lettttce head. Sehingga menyebabkan kerugian karena sebagian kmsumen menghendaki pesanan permintaannya dikirim tepat waktu dan sesuai dengan jadwal yang diinginkan. 4) Distribusi informasi yang kurang lancar Informasi mengenai jumlah permintaan dari konsumen sangat penting bagi produsen. Informasi ini meliputi: jumlah produk yang diminta, jenis dan kualitas lettuce head, serta waktu pengiriman. Arus informasi belum terorganisasi dengan baik sehingga dapat menyebabkan penumpukan persediaan barang di gudang. 5) Kerjasama antar pelaku masih kurang Pennintaan pasar terhadap letttrce head cukup tinggi dan berfluktuatif. Minimnya kerjasama antar pelaku yang masih kurang menyebabkan keterbatasan dari segi penyediaan produk dan informasi pasar, sehingga apabila permintaan lettuce head melebihi kesanggupan produsen, maka permintaan tersebut tidak terpenuhi. Kurangnya kerjasama dalam rantai pasok menyebabkan pasokan tidak lancar. 6.2.7. Kunci Sukses Keberhasilan suatu rantai pasokan tergantung dari sejauh mana pihak-pihak yang terlibat di dalamnya mampu menerapkan kunci sukses (key success factor) yang mendasari setiap aktifitas di dalam perdagangan. Kunci sukses tersebut merupakan praktek penting yang apabila dijalankan dengan baik, dapat memperlancar aktivitas bisnis di sepanjang rantai pasokan. Kunci sukses tersebut terdiri dari ; a. Trrcsi Building Kepercayaan yang terbangun di antara anggota rantai pasok mampu mendukung kelancaran aktivitas rantai pasok, seperti kelancaran pada transaksi, penjualan, distribusi produk, dan distribusi informasi pasar. Untuk membangun kepercayaan di antara pihak-pihak yang bekerjasama, dapat dilakukan dengan rnembuat kesepakatan baik tertulis maupun tidak tertulis. Apabila kesepakatan tersebut dijalankan dengan sebaik-baiknya, maka kepercayaan tersebut dapat meningkat sehingga setiap anggota rantai pasokan dapat menjalankan tanggung jawabnya masing-masing. b. Koordinasi dan Kerjasama Koordinasi di antara anggota rantai pasokan sangat penting untuk mewujudkan kelancaran rantai pasokan. Kordinasi yang ada hanya terbatas pada tiga ha1 yaitu, jenis, kuantitas pesanan dan harga tetapi belum berkordinasi dalam bentuk perencanaan. Kordinasi dalatn bentuk perencanaan memungkinkan terjadinya transparansi informasi pasar mulai dari rite1 ke produsen. Untuk itu agar kordinasi di antara rantai pasokan dapat berjalan dengan baik dan lancar maka perlu diwujudkan hubungan kerjasama di antara anggota rantai pasokan tersebut. c. Kemudahan Akses Pembiayaan Akses pembiayaan yang mudah dan administrasi yang tidak berbelit-belit dan tidak repot memudahkan setiap anggota rantai pasokan dalam mengembangkan usahanya. Kemudahan akses pembiayaan tersebut sangat penting untuk mitra tani yang selama ini kesulitan dalam mendapatkan modal. Akses pembiayaan yang mudah dapat terjadi jika ada koordinasi dari semua unsur dan pelaku yang terkait dengan aspek pembiayaan, baik secara langsung seperti perkuatan permodalan maupun yang tidak langsung seperti adanya jaminan. d. Dukungan Pemerintah Peran pemerintah sebagai fasilitator, regulator, dan motivator sangat penting dalam mewujudkan iklim usaha yang kondusif. Distribusi informasi pasar, pelatihan keungan, pelatihan budidaya dan pengendalian hama terpadu serta kebijakan yang mendukung perdagangan. produk hortikultura turut mendorong kemajuan agribisnis lettuce head. Dengan demikian, peran pemerintah untuk mendorong berkembangnya agribisnis lettuce head dapat mendorong daya saing rantai pasokannya. 6.2.8. Analisis Nilai Tambah Komoditas pertanian mendapat perlakuan-perlakuan seperti pengolahan, pengawetan, dan pemindahan untuk menambah kegunaan atau menimbulkan nilai tambah. Ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu dengan cara menghitung nilai tambab selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran. Nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapatkan perlakuan pada tahap tertentu dengan nilai korban yang digunakan selama proses berlangsung. Tujuan dari nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem dan kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh sistem komoditas. Dalam penelitian ini, perhitungan nilai tambah dilakukan untuk mengukur nilai tambah pada petani dan perusahaan. a. NiIai Keuntungan pada Mitra Tani Komoditas pertanian yang memiliki sifat mudah rusak dapat memberikan motivasi terhadap petani untuk inelakukan penanganan yang tepat. Dalam perjalanan dari produsen ke konsumen akhir, komoditas pertanaian mendapat perlakuan- perlakuan seperti pengolahan, pengawetan, dan pemindahan untuk menainbah kegunaan atau menimbulkan nilai tambah. Mitra tani PT Saung Minvan yang menghasilkan lettuce head tidak melakukan kegiatan apapun setelah melakukan panen. Hasil panen yang dihasilkan langsung dibawa ke perusahaan, sehingga dalam rantai pasokan ini petani tidak melakukan nilai tambah. Jika dianalisa besarnya pendapatan yang diperoleh oleh petani yaitu dengan menghitung jumlah pengeluaran untuk memproduksi letiuce head dengan pendapatan hasil panen. Rata-rata petani mendapatkan keuntungan sebesar 46% per musim tanam, serta harga pokok produksi per kilogram dari hasil panen sebesar Rp.1.500 (dengan asumsi bahwa petani menanam leftuce head sebanyak 7000 bibit per musim tanam). Dengan menanam lettuce head sebanyak 7000 bibit, maka petani akan nienghasilkan 2000 kg lettuce head. Hasil panen sebesar 2000 kg terbagi menjadi lettuce dengan grade A dan B. Pendapatan petani yang didapatkan berbeda-beda tergantung pada benyaknya lettuce head yang ditanam, luasnya lahan yang dimiliki oleh petani, dan kepandaian petani dalam memproduksi lettuce head . Peran penyuluh dari PT Saung Mirwan sangat dibutuhkan agar para petani mitra dapat meningkatkan jumlah produksinya dan mengelola keuangan petani yaitu dengan cara memberikan pembekalan so$ skill kepada setiap mitra taninya. b. Nilai Tambah PT Saung Minvan PT Saung Mirwan hanya melakukan pengemasan dan pengolahan terhadap hasil panen yang diterima dari petani. Perlakuan pengemasan tidak banyak menambah nilai pada komoditas lettuce head, namun tetap memberikan keuntungan bagi perusahaan. Pengemasan lettuce head dilakukan pada produk yang dijual dengan bentuk krop, pengemasan tidak dilakukan oleh semua grade lettuce head. PT Saung Mirwan hanya melakukan pengemasan untuk lettuce head yang mempunyai grade A. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan plastik UV. Pengolahan lettuce head yaitu dengan cara merajang lettuce head untuk dijadikan salad atau disisipkan pada makanan hamburger. Setelah produk di rajang menjadi lembaran-lembaran (fresh cut), maka produk dibungkus dalam kemasan khusus dengan berat sebesar 1 kg. Berbeda dengan produk lettuce head yang berbentuk krop yang dijual ke supermarket (ritel), maka produk9esh cut ini dijual ke restoran- restoran yang menjual hamburger. Untuk mendapatkanfiesh cut, lettuce head yang tidak memenuhi grade A, akan dilakukan proses perajangan. Analisa nilai tambah ini dilakukan pada dua jenis produk lettuce head pada dua semester tahun 2008. Produk pertama adalah lettuce head yang dikemas dalam plastik UV dan produk kedua adalah lettuce head yang dijual dalam bentuk lembaran-lembaran (fresh cut) yang dibungkus dengan kemasan khusus. Analisa nilai tambah pada PT Saung Minvan dapat dilihat pada tabel perbandingan nilai tambah letuce head pada semester 1 dan 2 tahun 2008. Tabel 33 menunjukkan perbandingan nilai tambah lettuce head pada semester 1 dan 2 tahun 2008. Tabel 33. Perbandingan nilai tambah lettuce head semester 1 dan 2 tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Ouput, Input dan Harga Output Input bahan baku Tenaga kerja langsung Faktor konversi Koefisien tenaga kerja langsung Harga output Upah tenaga kerja langsung Penerimaan Keuntnngan Harga bahan baku Harga input lain Nilai output a. Nilai tambah b. Rasio nilai tambah a. Pendapatan tenaga kerja langsung b. Pangsa tenaga kerja langsung a. Keuntungan b. Tingkat keuntungan Semester 1 Semester 2 180 192 182 192,5 7 7 0,99 1,OO HOKIhari 0,04 0,04 10.100 R P ~ 10.000 1.571 1.571 Rpljarn kglhari kg/hari jamlhari R~lkg R~/kg Rp/kg R P ~ YO Rplkg YO Rp/kg % 3.000 1103 9.890 5.890 59,56 60,4 1,04 5.829 58,94 3.000 988 10.073 6.085 60,41 57,l 0,94 6.028 59,84 Contoh perhitungan nilai tambah yaitu pada semester 1 tahun 2008, dari tabel di atas. Pembagian antara jumlah bahan baku yang digunakan (input) dan jumlah barang yang dihasilkan (output), adalah nilai konversi sebesar 0,99. Lama waktu yang dibutuhkan tanaga kerja untuk mengolah lettuce head adalah 7 jam per hari. Nilai koefisisen tenaga kerja ini menunjukkan bahwa jumlah hari orang kerja yang dibutuhkan untuk mengolah satu kilogram lettuce head menjadi lettuce head yang siap dijual adalah sebesar 0,04 HOK. Harga beli bahan baku yang diolah sebesar Rp. 3.000 per kilogram. Sedangkan harga input yang terdiri dari bahan baku plastik UV, selotip, mesin untuk membungkus lettuce head sebesar Rp. 1.103 per kilogrm lettuce head yang dibungkus. Harga produk lettuce head sebesar Rp. 10.000 per kilogram merupakan nilai yang diterima oleh perusahaan dari penjualan lettuce head. Nilai ozitput merupakan hasil dari perkalian antara faktor konversi dengan harga produk per kilogram. Besarnya nilai produk Rp. 9.890. Artinya nilai lettuce head yang dihasilkan setiap satu kilogram adalah Rp. 9.890. Dalam mengolah lettuce head menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 5.890, dengan rasio nilai tambah produk sebesar 59,56 %. Berdasarkan analisis nilai tambah yang dilakukan, besarnya keuntungan yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram lettuce head menjadi lettuce head yang siap dijual sebesar Rp. 5.829 dengan bagian keuntungan sebesar 58,94 % dari nilai tambah. Nilai keuntungan merupakan selisih dari nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja yang digunakan. Dilihat dari besarnya nilai tambah antara semester 1 (bulan JanuariJuni) dengan semester 2 (bulan Juli-Desember), maka pada semester 2 menunjukkan jumlah yang besar dibandingkan pada semester 1. Tabel 32 menunjukkan nilai tambah fresh cut lettuce head pada semester 1 dan 2 tahun 2008. Contoh perhitungan nilai tambah yaitu pada semester 2 tahun 2008, dari Tabel 34. Pembagian antara jumlah bahan baku yang. digunakan (input) dan jumlah barang yang dihasilkan (output), adalah nilai konversi sebesar 0,43. Artinya untuk satu kilogram lettuce head dalam bentuk krop akan menghasilkan 0,43 kg lettuce head dalam bentukfresh cut. Lama waktu yang dibutuhkan tanaga kerja untuk mengolah lettuce head adalah 7 jam per hari. Nilai koefisisen tenaga kerja ini menunjukkan bahwa jumlah hari orang kerja yang dibutuhkan untuk mengolah satu kilogram lettuce head menjadi lettuce head yang siap dijual adalah sebesar 0,02 HOK. Harga beli bahan baku yang diolah sebesar Rp. 2.500 per kilogram. Sedangkan harga input yang terdiri dari bahan baku kemasan, seiotip, mesin pres, mesin untuk label dan air yang dibutuhkan untuk pencucian sebesar Rp. 750 per kg lettuce head yang dihasilkan. Tabel 34. Nilai tambah fresh cut lettuce head semester 1 dan 2 tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Ouput, Input dan Harga Output kglhari Input bahan baku kglhari Tenaga kerja langsung jamlhari Faktor konversi Koefisien tenaga kerja HOWhari langsung Harga output R P ~ Upah tenaga kerja langsung Rpfjam Penerimaan Keuntungan R P ~ Harga bahan baku Rp/kg Harga input lain Nilai ouput Rp/kg a. Nilai tambah R P ~ b. Rasio nilai tambah YO a. Pendapatan tenaga kerja RP& langsung b. Pangsa tenaga kerja YO langsung a. Keuntungan R P ~ b. Tingkat keuntungan YO Semester 1 227 464 7 0,49 Semester 2 183 425 7 0,43 0,02 14.900 1.571 0,02 15.000 1.57 1 2.500 800 7.338 4.038 55,03 2.500 750 6.458 3.208 49,68 23,7 25,9 0,59 4.014 54,71 0,81 3.182 49,28 Harga produk lettuce head sebesar Rp. 15.000 per kilogram merupakan nilai yang diterima oleh perusahaan dari penjualan lettuce head. Nilai output merupakan hasil dari perkalian antara faktor konversi dengan harga produk per kilogram. Besamya nilai produk Rp. 6.458. Artinya nilai lettuce head yang dihasilkan setiap satu kilogram adalah Rp. 6.458. Dalam mengolah lettuce head menjadi fresh cut menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 3.208, dengan rasio nilai tambah terhadap nilai produk sebesar 49,68 %. Artinya untuk setiap Rp.100 nilai output akan diperoleh nilai tambah sebesar 49,68 %. Berdasarkan analisis nilai tambah yang dilakukan, besarnya keuntungan yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram lettuce head menjadi lettuce head fresh ctrt sebesar Rp. 3.182 dengan bagian keuntungan sebesar 49,223 % dari nilai tambah. Nilai keuntungan merupakan selisih dari nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja. Dilihat dari besarnya nilai tambah antara semester 1 (bulan JanuariJuni) dengan semester 2 (bulan Juli-Desember), maka pada semester 1 menunjukkan jumlah yang besar dibandingkan pada semester 2. f. Analisis Nilai Tambah Rite1 Berdasarkan Tabel 35, menunjukkan bahwa nilai tambah produk sayuran lettuce head crop pada ritel yaitu 22,25% dan persentase keuntungan sebesar 20,70%. Nilai ini lebih besar daripada nilai tambah dan keuntungan yang diperoleh para pelaku yang lain. Nilai tambah dan keuntungan yang besar ini didapat dari harga jual dua kali lipat lebih besar dari harga beli dari koperasi maupun bandar. Tabel 35. Perhitungan nilai tambah untuk ritel No Variabel output, input dan harga Nilai 1. Output (kg1 hari) 2. Input bahan baku (kg/ hari) 3. Tenaga kerja langsung (HOW hari) 4. Faktor konversi 5. Konversi tenaga kerja (HOWkg) 6. Harga produk (Rpkg) 12875 7. Upah tenaga kerja (RpMari) 5000 10 10 8 1 0.8 Variabel penerimaan dan keuangan 8. Harga input bahan baku (Rp) 10000 9. Sumbangan input lainnya (Rp) 10 10. Nilai produk (Rp) 12875 11. a. Nilai Tambah (Rp) 2865 b. Rasio nilai tambah (persen) 22.25 12. a. Pendapatan tenaga kerja b. Pangsa tenaga kerja (%) 13. 200 1.55 a. Keuntungan 2665 b. Persentase keuntungan (%) 20.70 g. Analisis Distribusi NiIai Tambah Analisis distribusi nilai tambah dianalisis untuk melihat proporsi sekaligus tnembandingkan persentase nilai tambah yang didapat masingmasing pelaku dengan nilai tambah total pada sepanjang rantai pasokan lettuce head crop. Nilai talnbah tersebar didapat oleh PT Saung Mirwan yang menikmati lebih dari 68% dibandingkan dengan total nilai tambah pada produk sayuran lettuce head crop. Analisis distribusi nilai tambah dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36. Distribusi nilai tambah rantai pasok sayuran lettzrce headcrop No Pelaku 1 Petani PT SM Ritel Total 2 3 6.3. Harga input/kg Rp 3000 Rp 3000 Rp 10000 Bia~a input lainlkg Rp Rp 1160 Rp 210 H~~~~ outputlkg Nilai tambah/kg Persentase nilai tambah Rp 3000 Rp 10000 Rp 12875 Rp Rp 5840 Rp 2665 Rp 8505 O,OO% 68,67% 31,33% 100,00% Rantai Pasokan Brokoli 6.3.1. Struktur Rantai Pasoltan a. Anggota Rantai Pasok Dalam rantai pasok brokoli terdapat beberapa pihak yang terlibat. Pihak yang terlibat secara langsung disebut dengan anggota primer, sedangkan pihak yang tidak terlibat secara langsung namun tetap mendukung lancarnya rantai pasok ini disebut dengan anggota sekunder. 1) Anggota Primer Anggota primer dalatn rantai pasok brokoli tediri dari petanilbandar sebagai pemasok perusahaan dagang (pedagang pengumpul) sebagai prosesor, rite1 dan pasar tradisional sebagai konsumen. Keseluruhan anggota menjalankan aktivitas yang langsung berhubungan dengan kegiatan operasional dan manajerial yang akan menghasilkan suatu keluaran atau produk tertentu. 1. Pemasok Di daerah Cipanas terdapat tiga bandar besar brokoli, masingmasing bandar memiliki kelompok tani dengan jumlah anggota 40 orang dan 23 orang petani, yaitu Bandar Ciherang dan Gunung Putri, dan daerah selatan Cipanas 2. Prosesor Prosesor dalam rantai pasok brokoli adalah perusahaan dagang, Sub Terminal Agribisnis (STA) dan bandar yang bertindak sebagai pengemas komoditas Brokoli yang dihasilkan dari petani. Perusahaan ini berjumlah 25 UD yang menghubungkan penjualan brokoli antara petani dengan perusahaan ritel dan pengusaha borongan pasar tradisional. 3. Konsumen (ritel dan pasar tradisional) Sayuran yang telah dibawa ke STA ditujukan ke pasar tradional dan ritel di sekitar Jabodetabek Perusahaan dagang sayuran Cipanas yang tergabung dalam Asosiasi Manajemen Agribisnis Cianjur (AMC) telah menjalin kerjasama dengan beberapa ritel yang memasarkan Brokoli. Konsumen perusahaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37 Rite1 Pemasaran Brokoli Cipanas No 1 11. Nama Perusahaan HeroIGiant Makro Restoran Korea Mc.Donald Hari-Hari Wendys Superindo Restoran Indonesia Robinson Pasar induk Jabotabek Sub Supplier Swalayan Lokasi Usaha Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jabotabek Jakarta Bentuk kerjasama konsumen dengan pihak UD berupa kontrak tetap dan tidak tetap. Kedua belah pihak memiliki perjanjian kerja sama yang mengikat. Untuk konsumen dengan kontrak tetap biasanya mengajukan purchasing order (PO) kepada perusahaan selama satu tahun dengan target kirim produk per minggu. Sedangkan untuk konsumen kontrak tidak tetap hanya mengajukan pesanan saat membutuhkan. Namun dalam pelaksanaannya, ritel setiap harinya mengajukan PO kepada UD untuk menentukan berapa pesanan yang dikirim pada setiap gudang. Hal ini menjadikan UD harus merencanakan target produksi yang tepat agar dapat memenuhi semua kebutuhan konsumen. Distribusi produk dilakukan secara langsung oleh UD atau melalui jasa ekspedisi. Produk yang dikirim ke Giant atau Hero disimpan di gudang ritel pusat, selanjutnya rife1tersebut yang mengirim produk ke store area masing-masing. Sedangkan untuk ritel lainnya, produk langsung dikirim ke store area tanpa melalui gudang ritel pusat. 2) Anggota Sekunder Anggota sekunder merupakan anggota rantai pasok yang tidak langsung berhubungan dengan kegiatan produksi namun memiliki peranan dalam produksi yaitu sebagai penyedia sumber daya seperti bahan pengemas, sarana produksi, dan sarana transportasi. UD memiliki lebih kurang lima pemasok untuk bahan non sayur ini. Bentuk kerjasamanya ada yang tetap dan tidak tetap. Seperti UD Pacet Segar yang bermitra dengan PT Altindo yang terletak di Muara Karang Jakarta dan PT Sentosa. PT Altindo merupakan pemasok khusus bahan-bahan pengemasan brokoli seperti tray foar~z,ivrappingfilnz, dan panfix (selotip). Sedangkan PT Sentosa merupakan pemasok yang menyediakan label pada kemasan. Bentuk kerja sama dengan pemasok ini adalah kontrak tetap, dimana UD Pacet Segar menjadi konsumen tetap. 3) Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok Brokoli Petani melakukan pembelian sarana produksi seperti pupuk, pestisida, obat tanaman dari pasar tradisional terdekat. Sedangkan untuk aktivitas fisik, terdapat beberapa petani yang melakukan pengangkutan sendiri ke gudang bandar terlebih dahulu, karena tidak adanya sarana komunikasi antara bandar dan petani. UD umumnya akan menjemput brokoli ke gudang bandar atau bandar yang langsung mengirimnya ke gudang UD. Pada umumnya petani tidak melakukan sortasi terlebih dahulu sebelum mengirim produk. Sedangkan bandar melakukan sortasi sebelum mengirim brokoli ke UD untuk memperkecil kerugian akibat pengembalian brokoli dari perusahaan. Informasi pasar atau harga tidak terbuka bagi seluruh petani. Petani hanya mengetahui harga jual brokoli yang diberlakukan sama oleh bandar untuk semua mitra tani. UD ada yang menerapkan konsep harga terbuka untuk para bandar dan ada juga yang tidak. Hal ini berpengaruh juga terhadap loyalitas bandar agar petani mengetahui adanya pembagian keuntungan yang adil dalam setiap anggota rantai pasok. UD sebagai prosesor melakukan aktivitas pembelian dan penjualan. UD membeli bahan kemasan kepada beberapa pemasok non sayur. Sedangkan aktivitas penjualan dilakukan kepada konsumen yaitu ritel. Aktivitas fisik yang dilakukan UD adalah pengangkutan brokoli, baik mengangkut hasil panen dari petani maupun pengiriman produk ke rirel atau pasar tradisional, pengemasan dan penyimpanan. Brokoli yang baru diterima dari petani atau bandar langsung dikemas untuk mencegah susut atau kerusakan produk yang lebih cepat. Sedangkan untuk tujuan pasar tradisional tidak dilakukan pengemasan karena dijual dalam bentuk curah. Fasilitas yang diberikan UD atau bandar adalah sortasi brokoli yang baru diterima dari petani untuk disesuaikan dengan standar kualitas dari konsumen. UD tidak melakukan aktivitas pengolahan sama sekali, karena brokoli yang dijual merupakan sayuran segar yang hanya dikemas. Informasi pasar di tingkat prosesor ini sangat terbuka, mulai dari harga di petani hingga harga jual pada konsumen. Ritel yang bertindak sebagai konsumen UD melakukan aktivitas pertukaran, yaitu pembelian dan penjualan. Masingmasing ritel mendapatkan pasokan brokoli dari beberapa perusahaan dan seluruhnya dijual di toko-toko cabang ritel. Ritel tidak lagi melakukan aktivitas pengemasan karena produk yang diterima dari UD langsung dipasarkan, dengan terlebih dahulu disimpan di dalam gudang toko sebelum diletakkan di display toko. Ritel juga melakukan sortasi terhadap produk yang diterima, produk-produk yang dianggap tidak sesuai dengan standar kualitas akan dikembalikan ke UD. Aktivitas anggota rantai pasok brokoli dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38 Aktivitas anggota primer rantai pasok Brokoli di UD Aktivitas Pertukaran Penjualan Pembelian Fisik Pengangkutan Pengemasan r Penyimpanan Fasilitas Sortasi lnforlnasi pasar . Petani Petani meinbeli input dan menjual Brokoli ke bandar Petani mengangkut ke gudang bandar Hanya melakukan trimmi17g, tidak tahu informasi pasar Sumber : Data primer, 2008 Anggota Primer Rantai Pasok UD Bandar Bandar UD membeli ke membeli petani dan dari Bandar menjual ke dan menjual UD ke rite1 Bandar mengemas dan menyimpan di gudang. Setelah itu dibawa ke UD Melakukan sortasi, grading dan punya informasi pasar Ada UD mengemas dan menyimpan sendiri dikirim ke rite1 Melakukan sortasi, punya informasi pasar Rite1 Rite1 membeli dari bandar dan menjual ke konsumen akhir Rite1 hanya melakukan proses penyimpanan Melakukan sortasi, punya infomasi pasar 4) Pola Aliran Rantai Pasok Aliran komoditas brokoli melibatkan petani, bandar, prosesor, dan ritel. Aliian komoditas brokoli dirnulai dari petani menjual kepada bandar. Setelah itu bandar memasok brokoli setiap minggunya kepada UD dengan jurnlah 3,s ton. Pembelian biasanya diakukan setiap hari dengan harga jual yang berbeda-beda. Brokoli dijemput oleh orang yang telah ditugaskan UD ke gudang bandar atau bandar yang mengantarkan ke gudang UD hergantung kesepakatan. Brokoli akan diemas di perusahaan tetapi ada juga yang dikemas terlebih dahulu oleh bandar. Setelah proses pengemasan, produk disimpan sementara di dalam ruang penyimpanan yang dilengkapi dengan alat pendingin agar mencegah penyusutan produk yang berlebihan. Setelah itu produk langsung didistribusikan ke setiap gudang ritel di daerah Jakarta dan sekitarnya, serta di daerah Sukabumi. Transportasi yang digunakan oleh UD dan bandar untuk distribusi brokoli dari petani adalah mobil pick up dan motor. Sedangkan untuk mendistribusikan brokoli kepada ritel menggunakan truk dengan atau tanpa dilengkapi alat pendingin. Pola aliran rantai pasok brokoli dicantumkan pada Gambar 19. Keterangan : 1 : Petani 2 : Bandar 3 : Usaha Dagang (UD) 4 : STA 5 : Rite1 dan Pengusaha borongan 6 : Konsurnen akhir 7 : Pemasok non sayur Gambar 19. Pola Aliran Produk dan Informasi Rantai Pasokan Brokoli b. Entitas Rantai Pasok 1) Produk Brokoli Cipanas biasanya diklasifikasikan menjadi tiga yaitu A, B, dan C seperti dicantumkan dalam Tabel 39. Kualitas A dan sebagian kualitas B diperuntukkan untuk supermarket dan restoran. Sedangkan C dan sebagian B untuk pasar indukltradisional. Tabel 39. Standar Kualitas Brokoli Cipanas Kualitas A Standar Ukuran I kg berisi 2 atau 4 buah Warna Hijau tua Tekstur Kualitas B 1 kg berisi 2 buah Kualitas C Tak tentu Hijau Hijau Mulus, rata dan Tidak busuk, rata dan kepala bunga bersatu kepala bunga bersatu (kompak) Tidak busuk, tidak rata, kepala bunga tidak bersatu 2) Pasar Pasar terdiri dari pasar induk/tradisional dan pasar modern/supermarket yang tersebar di daerah Cipanas, Sukabumi, dan Jabotabek. 3) Pemangku kepentingan (Stakeholder) 1. Petanil kelompok Tani Kelompok tani brokoli terdiri dari 3 kelompok besar yang menyebar di daerah Cipanas. Masing-masing kelompok terdiri dari kurang lebih 45 orang. 2. Bandar dan UD Terdiri dari tiga bandar dan 25 UD yang tersebar di Kecamatan Pacet dan Cipanas. 3. Sub Terminal Agribisnis (STA) Sub terminal Agribisnis (STA) adalah institusi pelayanan pemasaran di pasar produsen pada daerah sentra produksi yang berfungsi sebagai tempat transaksi produk pertanian yang berkualitas, tempat distribusi, sumber infor~nasi dan promosi, tempat perolehan sarana produksi, wadah pembinaan peningkatan kualitas (grading,sortasi dan pengemasan). Tujuan pembangunan STA di Cipanas adalah: (1) Mernperlancar dan meningkatkan efisiensi pemasaran. (2) Mmeningkatkan nilai tarnbah produk pertanian dan posisi tawar petani. (3) Mempersingkat rantai tataniaga atau pemasaran. (4) Mengubah pola sistem usaha petani ke arah pola usaha agribisnis. (5) Mendidik petani produsen untuk meningkatkan mutu produk pertanian yang dihasilkan melalui persiapan jaminan mutu dan keamanan pangan. (6) Membangun jaringan kerja pemasaran. (7) Salah satu sumber pendapatan asli daerah. Fasilitas yang tersedia di STA adalah: (1) Bangunan utama yang berfungsi sebagai tempat transaksi seperti lelang, penjualan langsung, pelatihan serta tempat promosi. (2) Tempat parkir yang cukup luas dan aman. (3) Akses jalan yang mudah dan lancar. (4) Tempat bongkar muat yang memadai dan aman. (5) (6) Gudang dan fasilitas penyimpanan dengan ruang pendingin. (7) (8) Sarana informasi seperti telepon, farimile, internet. Peralatan sortasi dan pengemasan. Perkantoran. (9) Bak sampah sebagai fasilitas pengolah limbah. Fungsi sub terminal agribisnis antara lain mencakup: (1) Menyediakan produk pertanian baik segar maupun olahan secara lengkap dengan volume yang besar dan dengan pasokan yang kontinu. (2) Membantu petani produsen dalam memasarkan komoditas pertanian dengan harga yang wajar dan terciptanya pasar bagi komoditas pertanian. (3) Membantu pedagang memperoleh pasokan yang cukup dan kontinyu untuk berbagai komoditas yang diinginkan. (4) Sebagai sumber pendapatan asli daerah bagi pemerintah daerah setempat. (5) Sebagai tempat pelatihan atau magang bagi para pelaku bisnis. (6) Sebagai pusat pembinaan mutu hasil pertanian dan peningkatan nilai tambah. (7) Sebagai sistem transaksi penjualan cepat. (8) Sistem pembayaran yang lancar dan saling menguntungkan. (9) Pusat penampungan dan pendistribusian komoditas pertanian. (10) Pusat informasi hasil pertanian. (1 1) Arena promosi bagi komoditas pertanian unggulan. Berdasarkan hasil wawancara dan klarifikasi pejabat STA diperoleh infomasi bahwa STA Cigombong, Cianjur belum berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun sudah beroperasi dan ada transaksi setiap harinya tetapi' masih jumlah yang terbatas karena banyak perusahaan dagang swasta (UD) yang lebih efisien menyalurkan hasil kemasannya dan mendistribusikan langsung ke Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Pengembangan STA di Cianjur sebenarnya telah memenuhi empat syarat faktor penggerak pembangunan, yaitu sumberdaya alam atau bangunan fisik yang memadai, mempersiapkan kapasitas sumberdaya inanusia (SDM) melalui pelatihan-pelatihan baik kepada aparat dinas maupun sarjana pendamping, teknologi penanganan pasca panen. Dilengkapi juga dengan alat pasca panen dan ruang pendingin serta modal awal bagi bergulirnya kelembagaan STA yaitu adanya Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) untuk menjalankan STA. Beberapa permasalahan pokok yang dihadapi bagi beroperasinya STA antara lain adalah: (I) Kurang disiapkannya secara sungguh-sungguh kelembagaan atau organisasi pengelolanya. (2) Proses pembentukan kelembagaan pengelola tidak melalui proses sosial yang matang. (3) Tugas, fungsi serta hak dan kewajiban masing-masing tidak dirumuskan secara terperinci (4) Masalah manajemen, belum ada sistem pengelolaan yang dipandang tepat, manajer yang profesional, belum transparan, job description belum jelas, pembagian untung belum jelas. (5) Manajer STA umumnya adalah orang-orang yang tergabung dalam AMC yang telah memiliki usaha pribadi yang telah berjalan dengan baik, sehingga ketika merangkap sebagai manajer STA timbul permasalahan dalam memilah kepentingan pribadi sebagai pedagang dan pengelola STA. c. Kemitraan Kemitraan terjalin antara petani dengan bandar dengan mekanisme dimana petani menanam brokoli dengan usahatani sendiri. Saat tanaman brokoli sudah berumur sekitar dua bulan, dan ketika petani membutuhkan dana untuk berbagai kebutuhannya maka bandar akan mulai menawar tanaman brokoli dengan cara sistem panjar. Sisanya dibayar oleh bandar pada saat panen dengan mengkalkulasikan perolehan produksi dengan tingkat harga jual yang berlaku saat transaksi tersebut. Kemitraan juga dapat terjalin antara petani dengan pedagang input usaha tani (pupuk, obat-obatan) seperti kios saprotan dan pestisida. Mekanisme kerjasama terjalin karena kesepakatan kedua belah pihak. Petani dapat rnembayar secara cicilan atau dibayar pada waktu panen dengan adanya penetapan bunga yang kecil. Kerjasama yang terjadi relatif mudah dan sederhana dengan dasar saling percaya. Petani juga dapat membayar tunai dengan prinsip langganan. 6.3.2. Manajemen Rantai Manajemen rantai terdiri dari struktur manajemen, pemilihan mitra, kesepakatan kontraktual, sistem transaksi dukungan kebijakan dan permodalan. a. Struktur Manajemen Pada rantai pasokan Brokoli Cipanas, anggota rantai pasok mulai dari petani, bandar dan UD belum menggunakan koordinasi dan strategi rantai pasokan yang baik. Petani bertindak sebagai produsen yang tugasnya adalah menanam dan ~nenbudidayakanBrokoli. UD dan bandar membeli hasil panen Brokoli dari petani, melakukan proses sortasi, grading dan pengemasan kemudian menjualnya ke konsumen. Tindakan ini berjalan secara alami tanpa ada strategi atau perencanaan khusus. b. Pemilihan Mitra Kriteria yang dipakai dalam pemilihan petani pada rantai pasokan brokoli adalah petani mampu memproduksi brokoli sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan sanggup memasok secara kontinu. Sedangkan untuk pemilihan UD dan ritel kriteria yang dipakai adalah memiliki reputasi yang baik dalam ha1 kepastian pembayaran. c. Kesepakatan Kontraktual Penjualan dan pembelian membutuhlcan sistem perjanjian agar tidak saIing merugikan di antara kedua belah pihak. Dala~nmengeloia rantai pasok Brokoli ini, masing-masing UD mempunyai dua bentuk perjanjian yaitu perjanjian secara tertulis dan tidak tertulis yang bersifat kekeluargaan. Antara petani dengan UD dan bandar dengan UD yang dilakukan adalah perjanjian tidak tertulis Bentuk kerja sama antara UD dengan ritel dan pengusaha borongan dilakukan secara tertulis. Keseluruhan perjanjian diatur dalam perjanjian kerja sama yang ditandatangani oleh kedua belah pihak namun jarang diperbaharui setiap tahun. Hal ini sering menimbulkan kerugian bagi pihak prosesor baik bandar maupun UD sebagai pihak distributor. Sistem kontrak berdasarkan kuantitas, kualitas, dan harga. UD menyediakan brokoli sesuai dengan jumlah pesanan, kualitas produk. Penentuan harga disesuaikan dengan masing-masing ritel, namun rata-rata harga penjualan produk selama tahun 2008 berkisar Rp.9.000,OO sampai Rp.18.000,OO per kilogram. Penentuan harga untuk Giant didasarkan pada pajak. d. Sistem Transaksi Sistem transaksi antara UD dengan petani dilakukan dengan sistem kredit. Pembayaran ada yang dilakukan seminggu atau sebulan setelah produk diambil. Sistem transaksi dari UD dengan ritel ada yang dilakukan dengan sistem beli putus kredit artinya setelah proses transaksi selesai maka tidak ada kewajiban bagi UD selaku perusahaan pemasok terhadap konsumen maupun sebaliknya. Sedangkan pembayaran dilakukan setiap satu bulan sekali. Ada juga sistem beli kredit yang terikat. Begitu juga halnya dengan pembelian bahan pengemasan pada anggota sekunder dalam rantai pasok, juga dilakukan dengan sistem kredit. Pembayaran dilakukan sebulan sekali, sedangkan untuk pembelian yang tidak pada pemasok tetap dilakukan dengan sistem cash. e. Dukungan Kebijakan Kabupaten Cianjur ditetapkan sebagai kawasan agropolitan dalam Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 1997, tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional dimana kawasan Puncak ditetapkan sebagai kawasan andalan dengan sektor pertanian, serta Keputusan Presiden No.114 tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur) yang menetapkan kawasan Bopunjur sebagai kawasan konservasi tanah dan air. Berdasarkan SK Menteri Pertanian No.3 12iTU.210/A/X/2002, SK Gubernur No.660/39/Dalprog/2002: dan SK Bupati No.521.3 Kep 175-PC 2002 cakupan wilayah kawasan agropolitan Cianjur meliputi Kecamatan Pacet dan Cipanas sebagai kecamatan inti (wilayah inti pengembangan) dan Kecamatan Cugenang (penunjang). Secara dan Sukaresmi fungsional sebagai wilayah program hinterland pengembangan kawasan agropolitan hanya berlangsung di kecamatan inti yaitu Kecamatan Pacet dan Cipanas. Beberapa program pembangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan di kawasan agropolitan di antaranya adalah pembangunan gedung pengelola kawasan agropolitan, infrastruktur transportasi, jalan usaha tani, infrastruktur pengairan ke hamparan petani, packing house yang berfungsi sebagai tempat penanganan pasca panen dan Sub Terminal Agribisnis (STA) Cigombong yang dilengkapi cold storage. Setelah agropolitan, intensitas penyuluhan pertanian termasuk kepada petani brokoli mengalami peningkatan, baik kunjungan penyuluh pertanian ke petani, pelatihan bagi petani, temu usaha dengan pihak swasta, studi banding maupun peta percontohan keberhasilan pengembangan brokoli di Lembang. Meningkatnya pelaksanaan penyuluhan pertanian belum signifikan meningkatkan produktivitas karena keterbatasan permodalan petani Brokoli berusaha tani. Rendahnya modal petani mengakibatkan pelaksanaan penyuluhan pertanian menjadi kurang efektif. Kurangnya modal menjadi alasan petani untuk mengurangi dosis pupuk dan menggunakan bibit sesuai kemampuan modal. Program agropolitan dalam kenyataannya tidak meningkatkan akses petani terhadap permodalan. Pinjaman hanya diberikan kepada sebagian kecil kelompok tani. Prosedur pinjaman kepada perbankan cukup sulit karena sebagai petani penggaraplpenyewa tidak mempunyai aset sebagai agunan. Sedangkan petani yang mempunyai lahan luas tidak memiliki kelengkapan surat-surat bukti kepemilikan tanah. f. Permodalan Budidaya brokoli merupakan usaha agribisnis yang memerlukan banyak modal. Aspek permodalan pada rantai pasokan brokoli masih banyak menghadapi kendala. Pembiayaan khususnya di sektor pertanian masih cukup sulit karena bagi pihak perbankan pertanian merupakan sektor yang berisiko tinggi. Selain itu, dilihat dari aspek kelayakan usaha (kondisi fisik, sarana produksi dan penjualan) masih banyak permasalahan. Petani hanya mengandalkan pinjaman bandar. 6.3.3. Proses Bisnis Rantai Proses bisnis rantai terdiri dari pola distribusi, pendukung anggota rantai, perencanaan kolaboratif, penelitian kolaboratif, jaminan identitas merek, dan proses membangun kepercayaan. a. Pola Distribusi Pola distribusi yang dibangun oleh anggota rantai pasokan memiliki pola yang berbeda. Pola tersebut dibangun berdasarkan sasaran pasar brokoli. Adapun pola distribusi rantai pasokan Brokoli adalah sebagai berikut: 1) Pola Rantai pasok pola dagang umum dengan tujuan pasar tradisionallpasar induk (petani + bandar + pasar induklpasar tradisional) Petani akan mengantarkan brokoli yang sudah dipanen ke gudang bandar. Bandar membersihkan dan mengklasifikasikan brokoli menjadi tiga yaitu A, B dan C. Brokoli dengan kualitas C dan sebagian kualitas B akan dibawa oleh pedagang pengumpul untuk dibawa ke pasar induk tanpa dilakukan pengemasan. 2) Pola rantai pasok dalam kerangka pengembangan STA (petani + bandar + STA + pasar tradisionallsupemarket) Brokoli yang dikumpulkan di gudang bandar, dibawa ke STA Cigombong oleh bandar untuk diproses lebih lanjut. Brokoli akan diperiksa, setelah itu dibersihkan dan dilakukan pengklasifikasian. Brokoli dengan kualitas A dan sebagian kualitas B yang sudah dikemas akan disimpan terlebih dahulu. Setelah itu akan dibawa ke supermarket dan restoran. Sedangkan untuk kelas C akan dibeli oleh pedagang pengumpul untuk dibawa ke pasar induk. Mekanisme pengelolaannya dicantumkan pada Gambar 21. Brokoli Pembersihanlpencucian Sortasi dan grading I 1 Produk terjual 1 Produk tidak terjual Penyimpanan sementara (Cold Storage) Gambar 20. Mekanisme pengelolaan Brokoli di STA Cigombong 3) Pola rantai pasok dengan tujuan pasar modernlsupermarket (petani 3 bandar UD pasar modern) + + Petani akan membawa brokoli ke gudang bandar. Setelah itu brokoli akan dibersihkan dan diklasifikasikan. Kualitas A dan sebagian kualitas B dibawa ke gudang UD. Namun brokoli yang dibawa ke gudang UD tergantung pada kesepakatan. Apabila dalam kontrak, pengeinasan pengangkutan dilakukan oleh bandar maka brokoli yang dibawa oleh bandar ke gudang UD adalah brokoli yang sudah dikemas. Apabila dalam kontrak, pengemasan dan pengangkutan dilakukan pihak UD maka brokoli yang dibawa adalah brokoli yang belum dikemas dan diangkut sendiri oleh pihak UD. b. Pendukung Anggota Rantai Ada beberapa faktor-faktor pendukung anggota rantai yaitu pelatihan, dan STA yang difasilitasi oleh pemerintah. 1) Pelatihan Pelatihan yang diadakan oleh pemerintah selama ini baru ditujukan buat Pengelola UD. Pelatihan yang ditujukan untuk mengasah manajemen agribisnis. Namun pelatihan ini belum diadakan secara rutin, masih bersifat insidental. 2) Sub Terminal Agribisnis Lembaga Manajemen Agribisnis Hortikultura ditempatkan Dinas Pertanian di daerah sentra produksi hortikultura. Fasilitas yang tersedia di STA adalah: (1) Bangunan utama yang berfungsi sebagai tempat transaksi seperti lelang, penjualan langsung, pelatihan serta tempat promosi. (2) Tempat parkir yang cukup luas dan aman. (3) Akses jalan yang mudah dan lancar. (4) Tempat bongkar muat yang memadai dan aman. (5) Gudang dan fasilitas penyimpanan dengan ruang pendingin. (6) Peralatan sortasi dan pengemasan. (7) Sarana informasi seperti telepon, farimile, internet. (8) Perkantoran. c. Perencanaan Kolaboratif Salah satu wadah yang telah memulai aktivitas kerjasama dan kesatuan visi adalah Asosiasi Manajemen Agribisnis Cianjur (AMC). AMC merupakan perkumpulan UD yang ada di Kabupaten Cianjur. d. Penelitian Kolaboratif Selain memberikan pelatihan kepada petani pemerintah juga mendukung pertanian brokoli dengan melakukan penelitian-penelitian untuk meningkatkan produktifitas dan pengendalian hama melalui BPPT. Penelitian yang dilakukan sampai tahun 2008 telah menghasilkan benih brokoli unggulan, diantaranya adalah varietas Royal Green. e. Jaminan Identitas Merek. Brokoli yang diproduksi petani tidak diberi merek. Setelah masa panen, petani langsung memasarkan ke bandar dengan tidak memberikan merek. Pemberian merek dilakukan oleh UD. Hal ini menyebabkan konsumen mengalami kesulitan dalam mencari sumber informasi produsen atau dari mana brokoli itu dihasilkan. j: Trust buildirtg Proses membangun kepercayaan merupakan proses menumbuhkan saling kepercayaan antara anggota rantai pasokan sebagai modal kerjasama. Hubungan kepercayaan yang lemah dapat menyebabkan kengganan untuk menjalin kerjasama, transfer informasi menjadi terhambat. Adanya ketidakpercayaan menyebabkan salah satu pihak dalam rantai pasokan berusaha untuk mendapatkan keuntungannya sendiri. Proses membangun kepercayaan di dalam rantai pasokan brokoli Cipanas berjalan melalui berbagai pertemuan informal yang dilakukan. Antara petani, bandar, Usaha Dagang dan Rite1 dapat bekerjasama dengan baik tanpa adanya kesepakatan kontraktual yang mengikat. 6.3.4. Kunci Sukses Kunci sukses berkembangnya bisnis brokoli di Cipanas adalah adanya kepercayaan dan kekeluargaan, kerjasama dan kondisi alam yang mendukung. a. Kepercayaan dan Kekeiuargaan Usaha brokoli yang berkembang di Pacet dan Cipanas dipengaruhi oleh tingginya tingkat kepercayaan dan kekeluargaan di masing-masing anggota rantai pasokan. b. Kerjasama Kerjasama yang terjalin antar anggota rantai memberikan pengaruh terhadap jaringan rantai. Sehingga komoditi brokoli Cipanas semakin eksis di pasar dalam negeri terutalna pasar Jabodetabek. Kerjasama sesama petani memberikan pengaruh membudidayakan Brokoli. semakin banyaknya petani yang dapat c. Kondisi Alam Budidaya brokoli semakin banyak. berkembang di Cipanas karena kondisi alam Cipanas yang sangat mendukung, sehingga menjamin pasokan untuk pasar tetap selalu ada. 6.3.5. Analisa Nilai Tamball a. Analisis Nilai Tambah Petani Tabel 40 menunjukkan bahwa petani memperoleh rasio nilai tambah yaitu 16,67 %. Sedangkan rate keuntungan yang diperoleh oleh petani sebesar 11,67 %. Kondisi ini menjelaskan bahwa petani hanya mendapatkan keuntungan yang masih sedikit dibandingkan pelaku yang lain. Tabel 40. Perhitungan Nilai Tambah Petani No Variabel Nilai Output, Input, harga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 'I l2 l3 b. Outuutltotal produksi (kdperiode) Inpit bahan baku (kg/peribde) Input tenaga kerja (jamlperiode) Faktor konversi Koefesien tenaga kerja Harga produk (Rplkg) Upah rata-rata tenaga keria per jam (Rpljam) Pendapatan dan Keuntungan Harga input bahan baku (Rpkg) Sumbangan input lain (Rpkg) Nilai produk (Rplkg) a. Nilai tambah (Rplkg) b. Rasio nilai tambah (%) a. Pendapatan tenaga kerja (Rplkg) b. Imbalan tenaga kerja (%) a. Keuntungan (Rplkg) b. Tingkat keuntungan (%) 450 500 30 0,9 0,06 4000 3000 3000 0 3600 600 1667 180 30 Analisis Nilai Tambah Bandar/Usaha Dagang Bandar dan UD melakukan proses sortasi, grading dan pengemasan pada brokoli yang diterimanya dari petani. Tidak melakukan pengolahan lebih lanjut, sehingga nilai tambah yang dihasilkan juga tidak terlalu tinggi. Harga inpzrf bandar adalah harga yang dibayarkan koperasi kepada petani, sedangkan harga output adalah harga yang diterima bandar dari pembeli. Pada Tabel 41 menunjukkan bahwa nilai tambah yang didapatkan oleh bandar cukup besar yaitu 41,32%. Sedangkan tingkat keuntungan juga cukup besar yaitu 40,80%. Keuntungan yang didapatkan bandar lebih tinggi dari petani. Tabel 41. Nilai Tambah Bandar No I 2 3 4 5 6 7 8 9 10 II l2 l3 c. Variabel Orttput, Input, harga Outptrtltotal produksi (kglperiode) inpit bahan baku (kdperibde) ~nbuttenaga kerja(jiAperiode) Faktor konversi Koefesien tenaga kerja Harea ~roduk(R~lks) -* Upah rata-rata tenaga kerja per jam (Rpljam) Pendapatan dan Keuntungan Harea inutrt bahan baku (R~/ke) sumbangan input lain (dp/kgY Nilai produk (Rplkg) a. Nilai tambah (Rplkg) b. Rasio nilai tambah (%) a. Pendapatan tenaga kerja (Rplkg) b. Imbalan tenaga kerja (%) a. Keuntungan (Rplkg) b. Tingkat keuntungan (%) -. \ . Nilai 3200 4000 2500 4000 Nilai Tambah Rite1 Dari perhitungan nilai tambah di atas dapat diketahui bahwa ritel memperoleh rasio nilai tambah yaitu 48,49 %. Sedangkan rate keuntungan keuntungan atau nilai tambah bersih yang diperoleh oleh ritel sebesar 47,26%. Kondisi ini menjelaskan bahwa ritel mendapatkan keuntungan paling tinggi dalam rantai pasokan Brokoli (Tabel 42). Tabel 42. Perhitungan Nilai Tambah Ritel No Variabel Nilai Output, Input, harga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 l2 l3 d. O~ltputltotalproduksi (kglperiode) Inpnrr bahan baku (kglperiode) Input tenaga kerja (jamiperiode) Faktor konversi Koefesien tenaga kerja Harga oroduk (Rvlke) . . -. upah rita-rata tenaga kerja per jarn(Rp1jam) Pendapatan dan Keuntungan Hzga inpnrt bahan baku (Rpkg) sumbangan input lain ( R ~ & ) Nilai produk (Rplkg) a. Nilai tambah (Rplkg) b. Rasio nilai tambah (%) a. Pendapatan tenaga kerja (Rplkg) b. Pangsa tenaga kerja (%) a. Keuntungan (Rpikg) b. Tingkat keuntungan (%) 2000 2100 112 0,952 0,533 19000 4200 9000 Analisis Distribusi Nilai Tambah Analisis distribusi nilai tambah dianalisis untuk melihat proporsi sekaligus membandingkan persentase nilai tambah masing-masing pelaku dengan nilai tambah total pada sepanjang rantai pasokan Brokoli. Nilai tambah tersebar didapat oleh Ritel yang menikmati lebih dari 62% dibandingkan dengan total nilai tambah pada produk sayuran Brokoli. Anaiisis distribusi nilai tambah dapat dilihat pada Tabel 43. Tabel 43. Distribusi nilai tambah rantai pasok sayuran Brokoli No Pelaku 1 2 3 Petani Bandar Rite1 Total Harga input/kg Rv 3,000 Rp 41000 Rp 9,000 Biaya input laidkg Rv 180 262 Rp 544 ~b Harga outputkg Nilai tambahlkg Rp 4,000 9,000 Rp 19,000 Rp ~b 820 4,738 Rp 9,456 Rp 15,014 ~p Persentase nilai tambah 5.46% 31.56% 62.98% 100.00% BAB VII. DESAIN METRIK PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL DAN FUZZY AHP Metode pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi dikembangkan berdasarkan aspek-aspek kornpetitif yang perlu dimiliki oleh rantai pasok sayuran dataran tinggi agar dapat memenangi persaingan. Metode tersebut diawali dengan merancang metrik kinerja rantai pasok, nienganalisis kinerja, menentukan kinerja pemsahaan yang dikehendaki pada waktu mendatang dan merancang strategi peningkatan kinerja rantai pasokan pada masa mendatang. Menurut Aramyam et al. (2006), pengembangan sistem pengukuran kinerja rantai pasok perlu mempertimbangkan karakter-karakter khusus dari rantai pasok yang akan diukur. Secara umum terdapat dua jenis rantai pasok produk pertanian yaitu 1) rantai pasok produk pertanian segar dan 2) rantai pasok produk olahan pertanian. Penelitian ini fokus pada rantai pasok produk pertanian segar. Menurut Vorst (2000) dan Spiegel (2004) dalam Aramyam ef al. (2006), aspekaspek khusus yang perlu dipertimbangkan dalam rantai pasok pertanian segar adalah : 1) Mudah rusak dan perubahan tingkat kualitas produk sepanjang rantai pasok; 2) Waktu produksihudidaya yang lama; 3) Produksi musiman; 4) Membutuhkan moda transportasi dan fasilitas penyimpanan yang terkondisi; 5) Kuantitas dan kualitas produk sangat dipengaruhi oleh banyak variabel seperti cuaca, hamalpenyakit, dan lainnya; 6) Bulky; 7) Sensitif dengan isu-isu lingkungan; 8) Ditentukan oleh atribut fisik produk seperti rasa, warna, ukuran, tekstur, dan lainnya; 9) Kenyamanan saat dikonsumsildimakan; 10) Keamanan produk; dan 11) Persepsi kualitas. Menurut Aramyam et al. (2006), aspek kualitas produk dan lingkungan mempunyai dampak paling besar dalam kinerja rantai pasok produk pertanian secara keseluruhan. Karena itu, dalam mengembangkan sistem pengukuran kinerja rantai pasok produk pertanian, indikator yang menggambarkan aspek kualitas produk dan proses adalah sangat relevan dan bersama-sama dengan indikator-indikator finansial dan non-finansial lainnya tergabung dalam satu sistem pengukuran kinerja. Dalam penelitian ini, aspek kualitas atau kesesuaian dengan standar kualitas merupakan salah satu indikator yang dimasukkan dalam penyesuaian metrik kinerja dengan pendekatan model SCOR. 7.1. Proses Bisnis Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Dengan menggunakan suatu definisi tertentu yang telah disediakan oleh SCOR, maka mampu memudahkan perusahaan untuk memodelkan dan mendeskripsikan proses bisnis rantai pasokan yang terjadi. Menurut Supply Chain Council (2006), dalam SCOR Model proses-proses rantai pasokan tersebut didefinisikan ke dalam lima proses yang terintegrasi, yaitu perencananaan (PLAN), pengadaan (SOURCE), produksi (MAKE), distribusi (DELIVER), dan pengembalian (RETURN). Pada rantai pasok sayuran dataran tinggi, proses bisnis tersebut disesuaikan terdiri dari perencanaan (PLAN), pengadaan (SOURCE), budidaya (MAKE), pengolahan (PROCESS), pengiriman (DELIVER). 1) Perencanaan (PLAN) Proses ini merupakan proses untuk merencanakan rantai pasokan mulai dari mengakses sumber daya rantai pasokan, merencanakan penjualan dengan mengagregasi besarnya permintaan, merencanakan penyimpanan (inventory) serta distribusi, merencanakan produksi, merencanakan kebutuhan bahan ' baku, merencanakan pemilihan suplier, dan merencanakan saluran penjualan. Perencanaan diarahkan untuk pengembangan strategi dalam mengatur seluruh sumberdaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang dapat memberikan kepuasan kepada konsumen. 2) Pengadaan (SOURCE) Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan keperluan pengadaan bahan baku (material) dan pelaksanaan outsource. Proses ini meliputi kegiatan negosiasi, komunikasi, penerimaan barang, inspeksi dan verifikasi barang, hingga pada pembayaran (pelunasan) barang ke pemasok. Umumnya proses ini dilakukan oleh bandar, usaha dagang dan koperasi dengan menjalin kerjasama dengan petani baik secara individu maupun kelompok yang dipercaya dapat lneinasok produk yang dibutuhkan sesuai dengan standar mutu. Manajemen pengadaan mencakup penentuan harga, dan pengiriman, pembayaran kepada pemasok (kelompok tanilpetani) dan menjaga dan meningkatkan hubungan baik. Harga ditetapkan melalui mekanisme pasar dengan berpatokan pada pasar tujuan (pasar tradisionailpasar modern), dan jalur rantai distribusi. 3) Budidaya (MAKE) Budidaya merupakan faktor penentu terhadap kelangsungan rantai pasok. Budidaya merupakan proses produksi sayuran dataran tinggi yang membutuhan ketersediaan sarana produksi baik lahan, benih, pupuk, irigasi dan lain-lain. 4) Pengiriman (DELIVER) Pengiriman merupakan sebuah proses bisnis yang melibatkan pergerakan fisik dari produk sayuran dataran tinggi yang berada dalam satu jalar rantai pasok. Manajemen pengiriman barang didahului komunikasi pendahuluan terutama informasi tentang harga, jumlah, kualitas dan frekuensi yang harus dikirimkan. Proses tawar menawar dan negosiasi sering dilakukan melalui telepon. 5) Pengolahan (PROCESS) Kegiatan pengolahan mencakup kegiatan produksi, sortasi, pengemasan, pelabelan dan persiapan pengiriman. Sortasi menjadi bagian penting yang harus dilakukan karena tingkat kualitas ditujukan ke pasar berbeda-beda. 7.2. Faktor Peningkatan Kinerja 1) Nilai tambah Nilai tambah produk pada masing-masing pelaku rantai pasok sayuran dataran tinggi berbeda-beda, bergantung pada aktifitas pengolahanlpengemasan yang dilakukan. Sebagai gambaran, nilai tambah produk Brokoli pada petani di Cipanas berbeda dengan nilai tambah produk Paprika pada petani di Pasir Langu karena petani Brokoli melakukan aktifitas pengolahan pasca panen yaitu proses trinznling pada Brokoli. Besarnya nilai tambah produk menjadi salah satu faktor penentu tingkat kesejahteraan para pelaku rantai pasok. 2) Risiko Risiko merupakan ha1 penting untuk diperhitungkan agar dalaln rantai pasok tidak lnenanggung kerugian hanya di satu pihak. Risiko yang diterima pada setiap anggota rantai pasok berbeda-beda. Pada petani, risiko yang dihadapi adalah gaga1 panen yang disebabkan oleh keadaan alam dan pengembalian produk oleh perusahaan dari petani. Risiko tersebut sepenuhnya masih ditanggung oleh petani. Pada tingkat prosesor dan ritel, risiko yang paling umum adalah tidak terjualnya keseluruhan produk. 3) Kualitas Kualitas merupakan salah satu faktor penting dalam manajemen rantai pasok sayuran dataran tinggi untuk mendukung strategi akan diferensiasi, biaya rendah, dun respons cepat. Peningkatan kualitas membantu pelaku rantai sayuran dataran tinggi pasok meningkatkan penjualan dan mengurangi biaya, yang keduanya akan meningkatkan keuntungan. Peningkatan penjualan sering terjadi saat para pelaku rantai pasok sayuran dataran tinggi mempercepat respons, merendahkan harga jual sebagai hasil dari skala ekonomis, dan memperbaiki reputasi terhadap produk yang berkualitas. Sama halnya, kualitas yang diperbaiki menyebabkan biaya turun karena perusahaan meningkatkan produktifitas dan menurunkan rework, bahan yang terbuang (scrap), dan biaya garansi. 7.3. Atribut dan Metrik Pengukurau Kinerja Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Suatu metrik dapat digunakan sebagai kriteria atau indikator yang menggambarkan suatu kondisi atau performa suatu manajemen rantai pasok. Metrik merupakan ukuran derajat kuantitatif dari atribut teltentu pada suatu sistem, komponen, atau proses. Melalui proses pengukuran, dapat memberikan indikasi dari pengembangan secara kuantitatif mengenai jumlah, dimensi, kapasitas atau ukuran dari beberapa atribut produk atau proses. Dalam menentukan daftar metrik, beberapa ha1 yang harus diperhatikan yaitu bahwa metrik harus komplit, berhubungan dengan variabel bebas, praktis, dan metrik menipakan kriteria yang popular untuk perbandingan di pasar. Selain itu merupakan proses yang dapat diulang (repeatable), dan harus sesuai dengan aktifitas proses yang dilakukan oleh perusahaan. Karena itu, tidak semua metrik yang diberikan digunakan untuk pengembangan Supply Chain Operation Reference(SC0R). Dalam metode SCOR versi 6.0, metrik-metrik untuk mengukur perfonna perusahaan merupakan kesepakatan yang telah ditetapkan oleh Supply Chain Council. Metrik tersebut terbagi ke dalam dua tujuan. Tujuan pertama menerangkan metrik yang diinginkan oleh pasar (custornerleksternal), sedangkan tujuan kedua menerangkan metrik yang dihadapi oleh perusahaan serta pemegang saham (internal). Uraian metrik dalam metode SCOR, disajikan pada Tabel 44. Tabel 44. Metrik Level 1 dan Atribut Perfonna SCOR Metrik Level 1 Atribut Kineria Eksternal (Custon~er) Internal Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset x x Pemenuhan Pesanan Kinerja pengirman Kesesuaian dengan ..n standar mutu Siklus Pemenuhan Pesanan Lead time pemenuhan pesanan Fleksibilitas Rantai Pasok Biaya SCM Siklus Cash-to-Cash Inverztory days of supply Sumber: Supply Chain Council 2006, Disesuaikan - X %, ,, Y * x x x Metrik kinerja pengiriman, pemenuhan pesanan, dan kesesuaian dengan standar adalah metrik yang menerangkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen. Pemenuhan permintaan secara sempurna tersebut meliputi ketepatan jenis produk yang dipesan, ketepatan waktu pengiriman, ketepatan jumlah pengiriman, kesesuaian dengan persyartan mutu yang diminta, ketepatan tempat pengiriman, dan ketepatan dokumentasi data pengiriman. Metrik kesesuaian dengan standar mutu merupakan metrik baru yang ditambahkan dalam SCORcard level 1 ini karena karakteristik produk pertanian yang berbeda dengan produk manufaktur lainnya. Sama halnya dengan produk pertanian secara umum, sayuran dataran tinggi mempunyai karakteristik perishable atau rnudah rusak, bahkan laju kerusakan sayuran dataran tinggi dapat terjadi dalam hitungan jam. Metrik kesesuaian dengan standar mutu mencakup aspek-aspek seperti keamanan dan kesehatan produk, sensorik dan penampakan, serta keterandalan produk dan kenyamanan. Bagi industri sayuran dataran tinggi, performa metrik tersebut sangat penting untuk membangun kepercayaan (reliabilitas) pada pelanggan. Semakin baik citra reliabilitas para pelaku rantai pasok yang dibangun, semakin baik pula tingkat kepercayaan atau trust building yang diberikan oleh pelanggan. Manajemen rantai pasok akan berlangsung dengan baik dan lancar ketika trust building diantara anggota rantai pasok terbangun dengan baik. Untuk itu, perlu dipertimbangankan metrik ini sebagai salah satu acuan peningkatan manajemen rantai pasok perusahaan. Metrik siklus pemenuhan pesanan atau order furfillnrent cycle time menerangkan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen mulai dari pemasok hingga ke tangan konsumen. Dengan demikian metrik tersebut meliputi siklus waktu dari pemasok (solirce), siklus waktu produksi (make), dan siklus pengiriman produk (deliver). Semakin cepat siklus waktu pemenuhan pesanan, semakin responsif pula bagi perusahaan dalam melayani permintaan konsumen dengan baik. Metrik ini sangat penting agar pesanan sayuran dataran tinggi dari konsumen dapat segera dilayani dalam waktu yang relatif singkat. Kecepatan merupakan faktor penting penentu daya saing khususnya dalam memenuhi permintaan konsumen. Metrik fleksibilitas rantai pasok atas atau upside supply chain flexibility adalah metrik yang menerangkan kemampuan perusahaan dalam melayani peningkatan pesanan yang tak terduga sebesar 20%. Fleksibilitas disini meliputi kemampuan pemasok untuk menyediakan tambahan pasokan sebesar 20%, kemampuan produksi untuk meningkatkan produksi sebesar 20%, serta kemampuan peningkatan distribusi sebesar 20%. Dalam penjualan sayuran dataran tinggi, permintaan pasar yang timbul sangat fluktuatif. Angka 20% tersebut merupakan rata-rata tingkat fluktuasi perubahan permintaan pasar. Mendekati hari-hari besar, pada umumnya permintaan pasar melonjak cukup tinggi, sehingga diperlukan tingkat responsifitas yang tinggi dari para pelaku rantai pasok. Metrik penyesuaian rantai pasok atas atau upside supply chain adaptability menerangkan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan kapasitas penyediaan produk dalam memenuhi permintaan pasar dalam kurun waktu 30 hari. Sebaliknya metrik penyesuaian rantai pasok bawah atau downside supply chain adaptability adalah penurunan kapasitas pesanan yang sanggup dihadapi oleh perusahaan tanpa membuat tambahan biaya atau denda biaya yang terjadi dalatn kurun waktu 30 hari. Kedua metrik tersebut cukup penting untuk diperhatikan oleh para pelaku rantai pasok sayuran dataran tinggi. Semakin baik nilai yang ditunjukkan kedua metrik tersebut, sernakin fleksibel perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen. Metrik biaya manajemen rantai pasok atau supply chain management cost menerangkan total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam melakukan material handling mulai dari pemasok hingga ke konsumen. Setiap perusahaan tentu memiliki nilai yang berbeda pada metrik ini. Namun, metrik tersebut dapat dibandingkan dengan perusahaan lain jika biaya SCM yang dikeluarkan dibagi dengan satuan jumlah sayuran dataran tinggi yang diproses. Tingginya biaya SCM yang dikeluarkan mempengaruhi harga sayuran dataran tinggi yang dijual. Metrik siklus cash to cash atau cash-to-cash cycle lime menerangkan perputaran uang perusahaan mulai dari pembayaran bahan baku ke pemasok, hingga pembayaran atau pelunasan produk oleh konsumen. Semakin singkat siklus cash-to-cash perusahaan maka semakin cepat pula mendapatkan return uang dari hasil penjualan. Sementara itu, metrik inventoiy days of supply mengukur kecukupan persediaan dengan satuan waktu (hari) yang berarti lamanya rata-rata (dalam hari) suatu pelaku rantai pasok bisa bertahan dengan jumlah persediaan yang dimilikinya. Kinerja rantai pasok dikatakat~bagus jika lnampu memutar asset dengan cepat. Seperti yang telah di-jelaskan sebelumnya, bahwa metrik adalah variabel kuantitatif bebas dari suatu sistem. Maka pada perhitungan metrik level 1 kinerja rantai pasokan sayuran dataran tinggi, merupakan hasil dari perhitungan metrik level 2 dan level 3. Metrik level 2 dan 3 merupakan breakdown dan penjabaran dari metrik level 1. Penjabaran metrik perforrna rantai pasokan sayuran dataran tinggi secara keseluruhan dijelaskan dalam Tabel 45. Tabel 45. Tabel Hierarki Metrik Performa Rantai Pasokan Saung Mirwan Atribut Performa Level 1 Petnenuhan pesanan Reliabilitas Kinerja Pengiriman Kesesuaian dengan standar mutu dan volume Hierarki Level Metrik Level 2 Level 3 % pemenuhan Ketepatan jenis, Ketepatan jumlah pesanan Akurasi Dokumentasi pengiriman, dokumentasi keluhan, dan waktu pembayaran % pesanan terkirim Ketepatan jadwal Ketepatan waktu, Ketepatan lokasi % kehilangan beratlvolume % pemenuhan standar mutu Siklus source Responsivitas Siklus Pemenuhan Pesanan Siklus deliver Lead time pemenuhan pesanan Fleksibilitas Siklus make Fleksibilitas Rantai Pasok Waktu pengiriman Fleksibilitas source Fleksibilitas make Fleksibilitas deliver Biaya source Biaya SCM Biaya make Biaya deliver Biaya return Siklus Cash-toCash Aset Rantai Pasok I~~ventory days of ~ U P P ~ Waktu transfer, verifikasi, dan validasi pembayaran Waktu penyiapan material, produksi, dan penyimpanan Waktu pengemasan, verifikasi pengiriman, pemuatan barang, transportasi, dan verifikasi Waktu pemesanan Biaya Plan Biaya Rantai Pasok Bebas kerusakan, penyakit, Return Rentang hari pembayaran utang Rentang hari pembayaran piutang Jumlah persediaan Lama oersediaan Sumber: S~ipplyChain Co1mcil2006,Diolah Biayaforecasting penjualan, produksi, dan bahan baku Biaya outsource sayuran dataran tinggi, biaya manajemen suplier Biaya inbound transportation, biaya loss Biaya manajemen pelanggan, biaya penerimaan pesanan, biaya outbound transportation Biaya return produk, biaya return bahan baku 7.4. Pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok dengan Fuzzy AHP Pemilihan metrik kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi dilakukan dengan pendekatan AHP. Struktur hirarki pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi terdiri dari level 1 yaitu Proses Bisnis, level 2 terdiri Parameter kinerja, level 3 terdiri dari Atribut kinerja dan Level 4 terdiri dari Metrik kinerja. Struktur hirarki pemilihan metrik pengukuran kinerja dapat dilihat pada Gambar 22. Mahiks perbandingan fuzzy dari perbandingan berpasangan berdasarkan rataan geometri untuk level proses bisnis, parameter kinerja dan atribut kinerja menggunakan triangular ficzzy number (-1,-3,-5,-7,-9) disampaikan dalam Tabel 46,47 dan 48. Sementara, matriks perbandingan fuzzy dari alternatif metrik pengukuran kinerja dapat dilihat pada Tabel 49. Tabel 46. Matrik perbandingan fuzzy dari level proses bisnis terhadap tujuan pemilihan metrik kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi Perencanaan Pengadaan Budidaya Pengolahan Pengiriman 1 -5 -1 -3 -5 Pengadaan Budidaya -y 1 I -1 -1 -I -1-I -1.l 1 -1 -3 Pengolahan -3-1 -1-1 -1-1 1 Pengiriman -5-1 -1-1 -3-1 -1 1 Perencanaan -1-1 Tabel 47. Matrik perbandingan fuzzy dari level parameter kinerja terhadap aspek perencanaan pada proses bisnis rantai pasok sayuran dataran tinggi Nilai tambah Kualitas Risiko 1 -1.l -1 -1 1 -3 -3-1 1 Nilai tambah Kualitas Risiko -1.1 Tabel 48. Matrik perbandingan fuzzy dari level atribut kinerja terhadap kualitas pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi Flexibilily Responsiveness Flexibility Reliabiliry Cosl Assel 1 -3 -3.l -7 -7 -3.' 1 -1 -1 -I -3 -1.' 1 -7 -7 Cost -7-I -1.1 -7-1 1 -3 Asset -7-1 -1-1 -7-1 -3-1 1 Responsiveness Reliability Tabel 49. Matrik perbandingan fuzzy dari level metrik pengukuran kinerja terhadap Reliability pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi Kinerja Pengiriman (MI) -1 -I -1 -5 7 -5 -1 -3 Pemenuhan pesanan (M2) 1 .;I.] I -5 -5 -5 -1 -5 -5 -5 Siklus waktu pesanan (M3) -1.1 5-1 1 -1 -1 j -1 5 - -5 Lead time pemenuhan (M4) Fleksibilitas pemenuhan pasokan (M51 ~, Kesesuaian dengan standar mutu (M6) Biaya SCM (M7) -1.1 -yl 1 - 1 -1 -I -1 -I I I -5.' -j-~ -1 -I -I - 1 Cash to cash cycle (M8) Inventory days of supply (M9) -7 1 ' , -5 -5 -5 1 -7 -7 -7 j - 1 -1- -1- -7 1 -1 -3 -1.1 j -5 I-' -1' - 1 1 - 1 -3 3 - 1 -5 I-' -1' 7 3 3 Batas atas dan batas bawah dari angka-angka fuzzy dengan a didefinisikan dengan menerapkan persamaan 1 berikut; I Dengan memasukkan nilai-nilai, a = 0.5 dan p = 0.5 dari persamaan di atas ke dalam matriks perbandingan fuzzy, akan diperoleh semua a - cut dari matriks perbandingan fuzzy (Tabel 50, 51, 52, dan 53). Persamaan 2 berikut ini digunakan untuk menghitung eigenvektor untuk semua matriks perbandingan : Tabel 50. a-cut matriks perbandingan fuzzy pada level proses bisnis terhadap tujuan (a = 0.5 dan p = 0.5) Perencanaan Perencanaan Pengadaan Budidaya Pengolahan Pengiriman Pengadaan I [1/4:1/6] [1/2,11 [112,1/4] [1/4,1/6] Budidaya [461 1 [1/2,11 [1/2,11 [1/2,11 Pengolahan Pengiriman [241 [1,21 [1,21 1 [112,1] [461 [1,21 12,41 [1,21 1 [I21 [1,21 1 [1/2,11 [1/2,1/4] Tabel 51. a-cut matriks perbandingan fuzzy pada level parameter kinerja terhadap aspek perencanaan pada proses bisnis rantai pasok sayuran dataran tinggi (a = 0.5 dan p = 0.5) Nilai tambah Nilai tambah Kualitas Risiko 1 [1/2,11 [1,21 Kualitas Risiko Tabel 52. a-cut Matrik perbandingan fuzzy dari level atribut kinerja terhadap kualitas pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi (a = 0.5 dan p = 0.5) Flexibility Flexibility Responsiveness 1 [1/4,1/6] Reliabiliry Cost Asset 14,61 [1/6,1/8] [1/6,118] Resportsiveness [451 1 l1/2,11 [112,11 [1/2,11 Reliability [1/4,116] [ 1,21 I [116,1/8] [1/6,1/8] Cost [6,81 [1,21 L6.81 1 [1/4,1/6] Asset [6,81 [1,21 [631 [4,61 I Tabel 53. a-cut Matrik perbandingan fuzzy dari level metrik pengukuran kinerja terhadap Reliability pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi (a = 0.5 dan p = 0.5) Kinerja Pengirirnan (MI) Pernenuhan pesanan (M2) Siklus waktu pesanan (M3) Lead time pemenuhan (M4) Fleksibilitas pernenuhan pasokan (M5) Kesesuaian dengan standar mutu (M6) Biaya SCM (M7) Cash lo cash (M8) lnventovdaysof supply (M9) (MI) (MI) (M3) (M4) (M5) (M6) (M7) (M8) (M9) I (1.21 [1,21 [1,21 C4.61 [116,1/81 [4,61 [l,21 r4.61 [1/2, 11 I [4,61 [4,61 [4,6l [I21 [4,61 [4,61 [4,61 [1/2, I] [114,1/61 1 [1,2] [l,2] [1/4,1/6] [1,2] [1/4,1/6] [4,6] [1/2, 11 [1/4,1/6] [1/2, I] 1 [1/4,1/61 [1,21 [l,21 [1,21 [1/4,1/6] [1/4,1/6] [1/2, I] [1/2, I] 1 [1/4,1/6] [1,2] [1,2] [1,2] [G,Sl [1/2, 11 [4,61 [4,61 [4,61 1 [6,81 [6,81 [6,81 [1/4,1/6] [1/4,1/6] [1/2, I] [1/2, I] [1/2, I] [1/6,1/8] 1 [1,21 [4,61 [1/2, I] [1/4,1/6] [4,6] [1/2, I] [I/2, I] [1/6,1/8] [1/2, I] 1 [4,6] [1/4,1/G] [1/4,1/6] [1/4,1/6] [1/2,1] [1/2,1] [1/6,1/8] [1/4,1/6] [1/4,1/6] I Kemudian, eigenvektor untuk matriks perbandingan fuzzy dari semua level dihitung dengan menggunakan persamaan 3. dimana, untuk 0 < a 5 1 dan semua i, j, dimana i = 1,2, .... n, dan j = 1,2, .... n. Nilai (consistency ratio) CR untuk matrik perbandingan berpasangan alternatif pemilihan lokasi terhadap criteria jumlah komoditas dihitung dengan menggunakan persamaan 4 dan 5. Consistency ratio (CR) digunakan untuk perkiraan secara langsung konsistensi dari perbandingan berpasangan. CR dihitung dengan membagikan CI dengan nilai tabel dari Random Consistency Index (RI); C'R=- C'I ................ (5) RI Sebagai cantoh, perhitungan nilai CR untuk matrik perbandingan fuzzy pada level proses bisnis terhadap tujuan pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi adalah sebagai berikut : Untuk matriks perbandingan fuzzy dari alternatif produk dan lokasi yang sisanya, CR dihitung dengan menggunakan cara yang sama, dan dengan jelas ditemukan sebagian besar nilai CR mendekati 0,Ol. Contoh hasil perhitungan eigenvector dan nilai CR matrik perbandingan fuzzy untuk masing-masing level ditunjukkan pada Tabel 54, 55,56, dan 57. Tabel 54. Nilai eigen matriks perbandingan fuzzy pada level proses bisnis terhadap tujuan Perencanaan Pengadaan Budidaya Pengolahan Pengiriman Perencanaan 1,000 5,000 1,500 3,000 5,000 Pengadaan 0,208 1,000 0,750 0,750 0,750 Budidaya 0,750 1,500 1,000 1,500 3,000 Pengolahan 0,375 1,500 0,750 1,000 0,750 Pengiriman 0,208 1,500 0,375 1,500 1,000 ~ o b o(nilai t eigen) 1 k,= 5.396 0,418 CI = 0,099 0,102 RI = 1,12 Budidaya 0,23 1 CR = 0.09 Pengolahan 0,130 Pengiriman 0,119 I Perencanaan Pengadaan I Tabel 55. Nilai eigen matriks perbandingan fuzzy pada level parameter kinerja terhadap aspek perencanaan pada proses bisnis rantai pasok sayuran dataran tinggi Nilai tambah Kualitas Risiko Nilai tambah 1,000 0,750 1,500 Kualitas 1,500 1,000 3,000 Risiko 0,750 0,375 1,000 Tabel 56. Nilai eigen Matrik perbandingan fuzzy dari level atribut kinerja terhadap kualitas pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi Flexibility Responsiveness Reliabilify Cost Asset Flexibility 1,000 3,000 0,375 7,000 7,000 Responsiveness 0,375 1,000 0,750 1,500 1,500 Reliability 3,000 1,500 1,000 7,000 7,000 Cost 0,146 0,750 0,146 1,000 3,000 Asset 0,146 0,750 0,146 0,375 1,000 Bobot (nilai eigen) ; i , , = 5.696 1,769 C1=0,174 0,764 RI = 1,12 Reliability 2,453 CR=0.15 Cosr 0,438 Asset 0,288 Flexibilip I Responsiveness II I 1 Tabel 57. Nilai eigen Matrik perbandingan fuzzy dari level metrik pengukuran kinerja terhadap Reliability pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi Pemenuhan Pesanan (M2) Siklus waktu pesanan (M3) Lead time pemenuhan (M4) Fleksibilitas pemenuhanpasokan(M5) Kesesuaian dengan standar mutu (M6) Biaya SCM (M7) Inventory days of supply (M9) 0,750 1,000 5,000 5,000 0,750 0,208 1,000 0,750 1,500 0,208 1,500 0,208 1,000 1,500 0,208 0,208 0,750 0,750 7,000 0,208 0,750 0,208 5,000 5,000 5,000 1,500 1,500 0,750 1,000 0,146 7,000 7,000 7,000 1,000 1,500 3,000 0,375 0,208 0,208 0,146 0,375 1,000 0,750 5,000 5,000 5,000 0,750 0,208 5,000 0,208 0,750 1,500 1,500 1,000 0,208 1,500 1,500 0,750 1,500 5,000 0,375 1,500 1,000 Bobot (nilai eigen) Kinerja Pengiriman (MI) Pemenuhan pesanan (M2) 1,370 2,433 Siklus waktu pesanan (M3) 0,594 Lead time pemenuhan (M4) Fleksibilitas pemenuhan pasokan (M5) Kesesuaian den~an - standar mutu (M6) Biaya SCM (M7) 0,695 Cash to cash cycle (M8) Inventory days of supply (M9) 0,759 0,317 0,515 3,339 0,59 1 Secara keseluruhan, bobot akhir perbandingan berpasangan masingmasing level pada hirarki pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi dapat dilihat pada Tabel 58, 59, 60, dan 61 Tabel 58. Bobot akhir pada level proses bisnis rantai pasok sayuran dataran tinggi Bobot (nilai eigen) 0,418 0,102 0,231 0,130 0,119 Proses bisnis Perencanaan (Plan) Pengadaan (Source) Budidaya (Make) Pengolahan (Process) Pengiriman (Deliver) Tabel 59. Bobot akhir pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi Parameter kinerja Nilai tambah Kualitas Risiko Plan Source Make 0,311 0,493 0,196 0,376 0,474 0,149 0,3 11 0,493 0,196 Process Deliver 0,500 0,250 0,250 0,200 0,400 0,400 Bobot pada level proses bisnis Bobot (nilai eigen) 0,418 0,102 0,23 1 0.130 0,329 0,449 0,222 Tabel 60. Bobot akhir pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi Atribut kinerja Flexibilitv Responsiveness Reliability Cost Asset tz&, 0,216 0,282 0,255 0,123 0,124 Kualitas Risiko 0,309 0,135 0,428 0,077 0,051 0,177 0,152 0,454 0,140 0,076 Bobot pada level arameter kiner.a 0,329 0,449 0,222 Bobot (nilai eigen) 0,249 0,187 0,377 0,106 0,081 sayuran dataran tinggi untuk mendukung strategi akan dijerensiasi, biaya rendah, dan respons cepat. Kualitas produk menjadi pertimbangan penting dalam sekaligus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kontrak kerjasama antar masing-masing pelaku rantai pasok sayuran dataran tinggi. Pada level atribut kinerja, reliabilitas memiliki bobot 0,377, resposifitas memiliki bobot 0,187, fleksibilitas memiliki bobot 0,249, biaya memiliki bobot 0,106, dan aset memiliki bobot 0,081. Dengan demikian reliabilitas menjadi prioritas pertama karena produk sayuran dataran tinggi masih bergantung pada musim, sehingga reliabilitas dalam pemenuhan pesanan harus ada, khususnya terkait dengan kinerja pengiriman dan pemenuhan pesanan. Pada level metrik kinerja, metrik kinerja pengiriman memiliki bobot 0,110, metrik pemenuhan pesanan memiliki bobot 0,182, siklus waktu pesanan memiliki bobot 0,074, lead time pemenuhan pesanan memiliki bobot 0,068, metrik fleksibilitas pemenuhan pesanan memiliki bobot 0,052, metrik kesesuaian dengan standar mutu memiliki bobot 0,299, metrik biaya SCM memiliki bobot 0,080, dan metrik inventory days of supply memiliki bobot 0,048. Dengan demikian metrik kesesuaian dengan standar mutu menjadi prioritas pertama akan menentukan nilai dan harga sayuran. Apalagi produk sayuran berorientasi ekspor, produk yang diperdagangkan harus memenuhi standar internasional. Pada Gambar 23 disampaikan bobot akhir perbandingan berpasangan masing-masing level dalam struktur hirarki pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi. Tabel 61. Bobot akhir pada level metrik kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi Metrik kinerja Kinerja Pengiriman Pemenuhan pesanan Siklus waktu pesanan Lead time pemenuhan Fleksibilitas pemenuhan Kesesuaian dengan standar Biaya SCM Cash to cash cycle Inventory days of supply Flexi bility Responsiveness Reliability Cost Asset 0,093 0,125 0,094 0,058 0,244 0,112 0,129 0,229 0,056 0,166 0,093 0,046 0,122 0,119 0,045 Bobot pada level atribut kinerja 0,249 0,187 0,377 0,084 0,069 0,065 0,048 0,053 0,106 0,068 0,053 0,064 0,048 0,039 0,053 0,081 0,052 0,229 0,307 0,315 0,338 0,373 0,299 0,139 0,105 0,077 0,067 0,049 0,030 0,056 0,071 0,105 0,100 0,085 0,083 0,086 0,080 0,030 0,065 0,065 0,048 Bobot (nilai eigen) 0,110 0,182 0,074 Pada level proses bisnis, aspek perencanaan memiliki bobot 0,418, pengadaan memiliki bobot 0,102, budidaya memiliki bobot 0,231, pengolahan memiliki bobot 0,130 dan pengiriman memiliki bobot 0,119. Berdasarkan hasil tersebut, perencanaan menjadi prioritas pertama dalam proses bisnis. Perencanaan merupakan proses untuk merencanakan rantai pasokan mulai dari mengakses sumber daya rantai pasokan, merencanakan penjualan dengan mengagregasi besamya permintaan, merencanakan penyimpanan (inveniory) serta distribusi, merencanakan produksi, merencanakan kebutuhan bahan baku, merencanakan pemilihan suplier, dan merencanakan saluran penjualan. Perancanaan juga berarti terdapat kerjasama, kesatuan, dan penyelarasan informasi antara satu anggota rantai dengan anggota rantai lainnya dalam melakukan perancanaan rantai pasok. Perencanaan tersebut juga meliputi pertanyaan yang menjawab mengenai berapa volume dan jenis sayuran dataran tinggi yang harus diproduksi, berapa harga yang harus dijual, apa saja material yang diperlukan, mutu sayuran dataran tinggi seperti apa yang hendak dicapai, dan lain sebagainya. Pada level parameter kinerja nilai tambah memiliki bobot 0,329, kualitas memiliki bobot 0,449, dan risiko memiliki bobot 0,222. Dengan demikian kualitas menjadi prioritas pertama dalam level parameter kinerja. Pakar menilai kualitas merupakan salah satu faktor penting dalam manajemen rantai pasok BAB VIII. PENGUKUFUN KINERJA FUNTAI PASOK SAYURAN LETTUCE HEAD DENGAN PENDEKATAN DEA 8.1. Metrik pengukuran kinerja rantai pasok Lettuce head Pengukuran manajemen rantai pasokan digunakan untuk menentukan apa yang akan diukur dan dimonitor serta menciptakan kesesuaian antara strategi rantai pasokan dengan metrik pengukuran, setiap periode pengukuran dilakukan untuk mengetahui seberapa penting ukuran yang satu relatif terhadap yang lain. Pengukuran kinerja pada produk sayuran Lettuce head dilihat dari kinerja petani pada dua semester selama tahun 2008. Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja decision making unit. Dari DEA ini dapat diketahui efisiensi kinerja suatu organisasi dibandingkan dengan kinerja organisasi lainbya. Selain itu, juga dapat diketahui target-target nilai yang harus dicapai agar menghasilkan kinerja yang efisien. dalam penelitian ini, menghitung kinerja petani dengan cara memaksimalkan output. Pengukuran kinerja petani dilakukan untuk membandingkan kinerja antara petani yang satu dengan petani yang lainnya. Bagi perusahaan, dengan pengukuran kinerja petani dapat diketahui mitra tani mana saja yang harus ditingkatkan kinerjanya. Masing-masing input dan output mempunyai tujuan yang berbeda-beda untuk mengukur kinerja rantai pasokan. Setiap atribut kinerja me~npunyaiindikator kinerja yang berguna untuk mengetahui efisiensi kinerja dari sebuah organisasi. Atribut kinerja ini terdiri dari, reliabilitas, responsibilitas, fleksibilitas, biaya dan asset. Reliabilitas adalah performa rantai pasokan perusahaan dalam memenuhi pesanan pembeli dengan; produk, jumlah, waktu, kemasan, kondisi, dan dokumentasi yang tepat. Resposibilitas adalah waktu (kecepatan) rantai pasokan perusahaan dalam memenuhi pesanan konsumen. Fleksibilitas adalah kemampuan untuk beradaptasinya terhadap perubahan pasar untuk memelihara keuntungan kompetitif rantai pasokan. Biaya adalah Biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan proses rantai pasokan. Asset menunjukkan efektifitas suatu perusahaan dalaln memanajemen asetnya untuk mendukung terpenuhinya kepuasan konsumen. Berdasarkan hasil perancangan model pengukuran kinerja pada bab sebelumnya, maka faktor input dan output yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja para pelaku rantai pasok sayuran Lettuce head menggunakan pendekatan DEA adalah: 1. Faktor input yang terdiri dari metrik : a. Leadtime pemenuhan pesanan b. Siklus waktu pemenuhan pesanan c. Fleksibilitas rantai pasok d. Biaya SCM e. Cash-to-cash cycle time f: Persediaan harian 2. Faktor output yang terdiri dari metrik: a. Kinerja pengiriman b. Kesesuaian dengan standar mutu (kualitas) c. Kinerja pemenuhan pesanan Pembagian factor input dan output beserta satuan pengukuran dan teknik pengukuran masing-masing metrik dapat dilihat pada Tabel 62, sementara model DEA dapat dilihat pada Gambar 23. INPUT I . Lead time pemenuhan pesanan 2. Siklus pemenuhan pesanan 3. Fleksibilitas rantai pasokan 4. Biaya total rantai pasokan 5. Cash to cash cycle time 6. Persediaan harian - Decision Making Units. ___C @MU) - Gambar 23. Model pengukuran dengan DEA OUTPUT 1. Kinerja pengiriman 2. Pemenuhan pesanan 3. Kesesuaian dengan standar Tabel 62. pembagian faktor input dan ouput untuk perhitungan DEA No 1. Atribut kinerja Reliabilitas 2. Kecepatan tanggapan 3. Fleksibilitas 4. Biaya 5. Aset Metrik kineja Kineria oengiriman adalah oersentase oenziriman oesanan tepat waktu yang sesuai dengan tanggal pesanan konsumen dan atau tanggal yang diinginkan konsumen Pemenuhan pesanan adalah persentase jumlah permintaan dipenuhi tanpa menunggu, diukur tiap jenis produk. .. - . - Input Output 4 Satuan % % Kesesuaian dengan standar atau mutu YO Lead time pemenuhan pesanan adalah menerangkan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen mulai dari pemasok hinesa -- ke tangan konsumen Siklus pernenuhan pesanan Fleksibilitas rantai pasok adalah waktu yang dibutuhkan untuk rnerespon rantai pasokan apabi!a ada pesanan yang tak terduga baik peningkatan atau penurunan pesanan tanpa terkena biaya penalti Biaya total tnanajemen rantai pasokan adalah menerangkan total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam melakukan marevial handling mulai dari pemasok hingga ke konsumen Cash to cash cycle time adalah perputaran uang perusahaan mulai dari pembayaran bahan baku ke pemasok, hingga pembayaran atau pelunasan produk oleh konsumen. Hari Persediaan harian untuk rnemasok Cara perhitungan Penairiman pesanan yang tepat wa&d total pesananiton<uhen Permintaan konsumen yang dipenuhi dalam waktu dan jumlah yang sesuai&full/ total pesanan Pengiriman yang sesuail jumlah pengiriman Jumlah hari sejak produk diproduksi/diproses hingga dikirim sampai ke tangan konsumen Hari Hari Siklus (source+make+delive~y) Jumlah dari siklus ~nencaribarang + siklus membuat + siklus mengirim + leadtime Rupiah Jumlah biaya dari(perencanaan+pengadaan+pemb uatan+pengirirnan+pengembalian) Hari Rata-rata persediaan (per hari) + rata- rata konsurnen ~nembayar (hari) - rata-rata perusahaan membayar ke pemasok (hari) Waktu yang dibutuhkan sampai barang dikirim ke pelanggan Hari 8.2. Pengukuran kinerja mitra tani Leftuce head dengan data envelopment analysis Pengukuran kinerja dilakukan pada enam mitra tani yang mempunyai kriteria petani Lettuce yang terus-menerus dalam budidaya Lettuce, petani yang menanam Lettuce head lebih dari 3.000 bibit per musim tanam, memiliki lahan sendiri atau sebagian menyewa, serta pemilihan mitra yang didasarkan dari wawancara dengan pihak perusahaan pada bagian kemitraan. Mitra yang dipilih ini berasal dari daerah Cisurupan, Cigedug dan Cikajang. Pengukuran kinerja dengan menggunakan DEA ini merupakan perhitungan dengan teknik pemrograman linier. Pada program DEA ini terdapat dua tujuan yaitu minimal input dan maksimal output. Oleh karena tujuan untuk mengetahui kinerja mitra tani adalah untuk memaksimalkan kinerja pengiriman, pemenuhan pesanan, dan kesesuaian dengan standar yang ditetapkan, maka dipilih maksimal output pada DEA option. Pengukuran juga dilakukan dengan menggunakan model CCR (constant return to scale). Pengukuran kinerja dilakukan pada setiap semester pada tahun 2008, pada semester satu yaitu pada bulan Januari sampai Juni, dan semester dua pada bulan Juli sampai Desember, untuk mengetahui sensitivitas dari kinerja petani jika dibandingkan dengan benchmark yang merupakan target kinerja yang diinginkan oleh perusahaan. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja petani semester 1 dan 2 tahun 2008 dapat dilihat padaTabel63 dan 64. Tabel 63. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja petani semester 1 tahun 2008 INPUT OUTPUT Siklus Fleksibilitas Biaya Cash to Sesuai Lead time No pe~nenuhan pemenuhan rantai total cash cycle Persediaan Kinerja Pemenuhan dengan pesanan pesanan pasok* SCM Iime harian* pengiriman pesanan standw 1. Petani 1 55 59 0 5.100 16 0 36,36 65,21 31,51 2. Petani 2 60 64 0 5.100 14 0 30 100,OO 33,Ol 3. Petani 3 60 63 0 4.000 15 0 17,39 100,OO 65,67 4. Petani 4 63 66 0 4.250 12 0 44,44 77,95 40,42 5. Petani 5 60 63 0 4.000 16 0 40 92,82 61,30 6. Petani 6 60 63 0 4.400 16 0 35,9 100,OO 72,47 7. Benchmark 57 60 0 4.000 12 0 75 100,OO 75,OO Keterangan : * Pada tingkat petani fleksibilitas dalam pemenuhan pesanan tidak terjadi dan tidak ada persediaan produk harian Nama petani Tabel 64. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja petani semester 2 tahun 2008 INPUT OUTPUT Sikius Biaya Cash to Lead time No Nama petani pemenuhan pemenuhan Fleksibilitas total cash cycle Persediaan Kinerja Pemenuhan pesanan pesanan rantai pasok* SCM time harian* pengiriman pesanan 1. Petani 1 60 63 0 6.000 16 0 20 100,OO 0 6.475 I3 0 20 100,OO 2. Petani 2 60 63 16 0 25,71 100,OO 62 65 0 3.350 3. Petani 3 12 0 24,24 60 63 0 4.100 100,OO 4. Petani 4 60 63 0 3.51 1 13 0 16 5. Petani 5 100,OO 6. Petani 6 59 62 0 4.540 23,21 lO0,OO 15 0 7. Benchmark 57 60 0 4.000 12 0 75 100,OO Keterangan : * Pada tingkat petani fleksibilitas dalam pemenuhan pesanan tidak terjadi dan tidak ada persediaan produk harian sesuai dengan standar 47,35 30,87 46,16 47,35 50,94 53,5 1 75,OO Analisis Nilai Efisiensi Kinerja Mitra Tani LeffuceHead Pada Tahun 8.3. 2008 Data yang dimasukkan ke dalam program merupakan rata-rata nilai dari masing- masing input dan output yang diperoleh pada dua semester di tahun 2008. Pengukuran kinerja petani yang dilakukan pada semester yang berbeda adalah untuk mengetahui bagaimana kinerja petani saat terjadi perubahan musim yang berakibat pada produktivitas dan kualitas hasil panen. Tabel 65 di bawah ini menunjukkan hasil perhitungan kinerja mitra tani Lettuce head pada dua semester di tahun 2008. Tabel 65. Hasil perhitungan kinerja mitra tani Lettuce head pada dua semester di tahun 2008 (dalam %) Semester Petani 1 Petani 2 Petani 3 Petani 4 Petani 5 Petani 6 Semester 1 53,43 60,70 64,77 68,85 80,04 83,19 Semester 2 63,68 54,87 68,87 70,56 63,20 69,64 Dari hasil perhitungan efisiensi kinerja pada semester satu tahun 2008 jika dibandingkan dengan benchinark di atas ini dapat diketahui bahwa kinerja petani belum mencapai efisiensi. Secara umum, belum efisiennya kinerja petani dikarenakan masih rendahnya persentase kinerja pengiriman dan kesesuaian dengan standar mutu. Berdasarkan analisa data yang dihasilkan dari perhitungan data envelopment analysis, agar dapat meningkatkan kinerja petani hingga loo%, maka petani harus melakukan peningkatan nilai pada faktor output dan penurunan nilai pada input. Sebagai contoh, pada Tabel 66 ~nenunjukkancontoh potential intpovement (PI) melalui peningkatan nilai pada faktor output dan penurunan nilai input yang dapat dilakukan oleh Petani 1 di semester satu dan dua tahun 2008. Tabel 66. Peningkatan output dan penurunan input pada petani 1 selama semester 1 tahun 2008 (dalam%) Faktor Metrik kinerja Semester 1 Semester 2 Actual Target PI(%) Actual Target PI(%) Input Cash to cash cycle time (hari) Biaya total (Rp) Siklus pemenuhan pesanan (hari) Lead time pemenuhan (hari) Output Kesesuaian dengan standar (%) Pemenuhan pesanan (%) Kinerja pengiriman (%) 16 5100 12,05 4017,32 -24,68 -21,23 16 6000 12,75 4248,42 -20,34 -29,19 59 60,26 2,14 63 63,73 6,21 55 58,25 5.91 60 61,6 6,2 1 31,51 75,32 139,05 47,35 79,66 68,23 65,21 100,43 54,Ol 100 106,21 6,21 36,36 75,32 107,16 20 79,66 298,29 Keterangan: (-) Penurunan (+) Peningkatan Peningkatan kinerja pengiriman dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan cara: a. Mengoptimalkan kondisi lahan, misalnya dengan mengukur keasaman tanah dan memberikan sarana produksi seperti pupuk dan obat tanaman serta pestisida yang sesuai dengan standar diberikan oleh perusahaan kepada petani. b. Memperkirakan kondisi cuaca yang tepat dalam penanaman Lettuce head. c. Memilih tanaman rotasi atau tumang sari yang tepat agar unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman tetap terjaga. d. Mengontrol tanaman yang lebih rutin dan teratur agar dapat memperkirakan pencapaian hasil panen yang optimal dan waktu panen yang tepat. Sementara itu, peningkatan kesesuain standar yang ditetapkan oleh PT Saung Minvan dapat dilakukan dengan cara: a. Menjaga tanarnan dari serangan hama dan penyakit tanarnan yang dapat menurunkan kualitas. b. Melakukan pemanenan tepat pada waktunya agar warns dan tampilan produk sesuai dengan syarat kualitas dari perusahaan. c. Mengusahakan pengiriman Lettuce head dari petani ke perusahaan dilakukan dengan cara yang tepat agar sampai di perusahaan kesegaran komoditas tetap terjaga, tidak pecah kropnya dan tetap renyah. Dengan meningkatnya jurnlah panen ymg dihasilkan maka akan meningkatkan pendapatan petani yang selanjutnya petani dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar. Untuk mengurangi biaya produksi yang semakin besar, petani hams marnpu memilih kembali sarana produksi yang dibeli di tokotoko pertanian terutama mengenai harga yang kompctitif. Grafik reference comparison pada Gambar 24 d m 25 menunjukkan bahwa perbedaan nilai antara input dan output Petani 1 dengan benchmark pada Semester 1 dan 2. Grafik tersebut menunjukkan bahwa petani 1 mempunyai nilai input yang lebih tinggi dibandingkan benchmark pada biaya total SCM dan siklus pemenuhan pesanan. Petani 1 juga bisa menghasilkan nilai output yang lebii rendah, yaitu dari kiierja pengiriman, persentase kesesuaian dengan standar mutu dan persentase pemenuhan pesanan. Keterangan: ""1 Benchmark Gambar 24. Reference Comparison antara petani 1 dengan benchmark pada semester satu tahun 2008 (dalam %) Keterangan: Gambar 25. Reference Comparison antara petani 1 dengan benchnzark pada semester dua tahun 2008 (dalam %) 7.4. Pengukuran Kinerja PT Saung Mirwan dengan Menggunakan DEA Pengukuran kinerja dilakukan pada PT Saung Mirwan yang menghasilkan dua produk ultuk komoditas Lettuce head, yaitu krop dan fresh cut. Pengukuran DEA berdasarkan faktor input dan output yang dilakukan pada dua jenis produk tersebut. Variabel-variabel yang dijadikan input dan output sarna dengan variabel yang dilakukan pada pengukuran kiierja petani PT Saung Mirwan. Tujuan pengukuran adalah untuk mengetahui kinerja PT Saung Mirwan dengan cara untuk memaksimalkan kinerja pengiriman, pemenuhan pesanan, dan kesesuaian dengan standar yang ditetapkan, maka dipilih maksimal output pada DEA option. Pengukuran juga dilakukan dengan menggunakan model CCR (constant return to scale). Pengukuran kinerja dilakukan pada setiap semester pada tahun 2008. Tabel 67 dan 68 menunjukkan rekapitulasi perhitungan nilai output dan input semester satu dan dua pada tahun 2008. Tabel 67. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja PT Saung Minvan semester 1 tahun 2008 No Produk 1. 2. Fresh cut Krop pemenuhan pemenuhan Fleksibilitas Biaya total cash cycle Persediaan Kinerja Pemenuhan dengan pesanan pesanan rantai pasok SCM time harian pengiriman pesanan standar 2 3 4 25.038 19 3 0,993 0,849 0,940 2 4 3 21.890 23 7 1,000 1,397 0,999 Tabel 68. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja PT Saung Minvan semester 2 tahun 2008 INPUT OUTPUT Lead time Siklus Cash to Sesuai No Produk pemenuhan pemenuhan Fleksibilitas Biaya total cash cycle Persediaan Kinerja Pemenuhan dengan pesanan pesanan rantai pasok SCM tinie harian pengiriman pesanan standar I . Fresh cut 2 4 3 23.208 16 2 0,993 0,879 0,953 2 4 3 22.185 21 7 0,986 1,099 0,980 2. Krop 7.5. Analisis Nilai Efisiensi Kinerja P T Saung Minvan Untuk Komoditas Lettrrce Head Pada Tahun 2008 Data yang akan dimasukkan ke program DEA merupakan data yang berasal dari rata- rata untuk setiap variabel input dan output. Pengukuran kinerja PT Saug Minvan dilakukan pada dua semester berbeda yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana kinerja perusahaan pada saat terjadi perubahan musim yang berakibat pada produktivitas, kualitas hasil panen dari petani, permintaan konsumen, dan tingginya biaya. Tabel 69 di bawah ini menunjukkan hasil perhitungan kinerja PT Saung Mirwan untuk dua jenis produk Lettuce head pada dua semester di tahun 2008. Tabel 69. Hasil perhitungan kinerja PT Saung Minvab dilihat dari dua jenis produk Lettuce head di tahun 2008. No Jenis produk 1. Fresh cut 2. Krop Semester 1 100.00 1OO;OO Semester 2 100.00 l00:00 Dari hasil perhitungan efisiensi kinerja pada semester satu dan dua tahun 2008 di atas ini dapat diketahui bahwa kinerja PT Saung Mirwan untuk produk Lettuce head menunjukkan nilai 100% atau efisien. Kinerja PT Saung Minvan sudah mencapai sempuma, artinya dengan melihat faktor input dan output tidak ada permasalahan. 7.6. Analisis Patok Duga PT Saung Minvan Patok Duga merupakan suatu proses belajar secara sistimatika dan terusmenerus untuk menganalisis tata cara kerja terbaik untuk menciptakan dan mencapai tujuan dengan prestasi kelas dunia, dengan membandingkan setiap bagian dari suatu perusahaan dengan perusahaan pesaing yang paling unggul dalam kelas dunia. Proses patok duga dilakukan dengan mencari data pembanding dari perusahaan kompetitor yang terbaik di bidangnya. Dari data pembanding tersebut, diharapkan perusahaan dapat meniru, menyamai, atau bahkan melebihi dari praktek terbaik yang diterapkan oleh perusahaan kompetitor tersebut. Dalam penelitian ini, proses patok duga di PT Saung Mirwan tidak menggunakan data pembanding dari perusahaan kompetitor, melainkan menggunakan data dari SCOR (Supply-Chain Council's Supply-Chain Operalions Reference). Pada proses patok duga suatu perusahaan berusaha untuk meningkatan atribut kinerja sampai pada titik target yang dikehendaki yang dinyatakan dalam status superior, advantage (keuntungan), dan parity (standar). Jika ditetapkan dalam status superior, maka target patok duga yang ditetapkan adalah target yang tertinggi dan merupakan kinerja yang tertinggi bagi perusahaan. Status advantage adalah target menengah yang jika status tersebut dicapai oleh perusahaan, maka sudah menguntungkan bagi perusahaan. Status parity apabila performa yang dikehendaki adalah rata-rata diantara kompetitor, maka target patok duga adalah meningkatkan atau mempertahankan kinerja aktual. Analisa patok duga pada PT Saung Minvan dengan melihat kinerja rantai pasokan yang terdiri dari variabel input dan output untuk perhitungan DEA PT Saung Mirwan. Tabel 70, menunjukkan patok duga PT Saung Mirwan untuk Lettuce head produk krop pada tahun 2008. Sedangkan, Tabel 71 menunjukkan patok duga PT Saung Mirwan utuk produk fresh cut pada tahun 2008. Tabel 70. Patok duga P T Saung Minvan untuk Lettuce head krop tahun 2008 No 1. 2. Atribut Kinerja Semester 1 (a) 100 % 139,7% Semester 2 (b) 98,6% 109,9% Kinerja pengiriman Pemenuhan pesanan 3. Sesuai dengan 99 % 98% standar 4. Lead time 2 hari 2 hari pemenuhan pesanan 5. Siklus pemenuhan 4 hari 4 hari pemesanan 6. Fleksibilitas rantai 3 hari 3 hari pasokan 7. Biaya total SCM Rp 21.890 Rp 22.185 8. cash to cash cycle 23 hari 2i hari time 9. Persediaan harian 7 hari 7 hari * Foodprodtrct SCORcard (Bolstorff, 2003) Selisih 1 Selisih 2 95,0% SS,O% + 5% +51,7% + 3,6% 100% - 1% - 2% 3 hari +I hari +I hari I4 hari + I0 hari + I0 hari 10 hari +7 hari +7 hari . 29 hari + 6 hari + 8 hari 23 hari +16hari +16hari Superior* (4 +21,9% Tabel 71 Patok duga PT Saung Minvan untuk Lettuce headfresh cut tahun 2008 No Atribut Kinerja 1. Kineria - penairiman . Pemenuhan pesanan Sesuai dengan standar Lead time pemenuhan pesanan Siklus pemenuhan pemesanan Fleksibilitas rantai pasokan Biaya total SCM Cash lo cash cycle 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Semester 1 (a) 99.3 % 84,9% Semester 2 (b) 99,3 % 87,9 % Superior* (c) 95,0% 88,0% Selisih 1 Selisih 2 + 5% +51,7% + 3.6% 94 % 95,3 % 100% - 1% - 2% 2 hari 2 hari 3 hari +I hari +I hari 3 hari 4 hari 14 hari + l l hari + 10 hari 4 hari 3 hari 10 hari +7 hari +7 hari 2 1.890 19 hari 22.185 16 hari - . 29 hari +10hari +13hari 23 hari +16hari +16hari +21,9% rime 9. Persediaan harian 7 hari 7 hari * Foodproduct SCORcard (Bolstorff, 2003) Kinerja pengiriman dan pemenuhan pesanan yang berada di atas rata- rata (untuk produk h o p ) meningkatkan kepercayaan konsumen. Kinerja pengiriman yang tinggi menunjukkan PT Saung Minvan telah menangkap kebutuhan pasar. Metrik pemenuhan sempurna dan lead time pemenuhan pesanan yang bertanda kurang pada produk fresh cut, bahwa pesanan yang tidak terpenuhi dengan sempurna seperti keterlambatan jadwal dan jumlah barang yang dikirim kurang dari yang dipesan. Akibat pembatalan pesanan tersebut, perusahaan mengalami kehilangan keuntungan. Selain itu, pesanan yang sering tidak terpenuhi dengan baik dapat menimbulkan citra buruk bagi P T Saung Mirwan yang pada akhirnya dapat menyebabkan perginya pelanggan atau berkurangnya pangsa pasar yang dimiliki PT Saung Mirwan. Pada metrik fleksibilitas rantai pasokan yang positif, menunjukkan kemampuan PT Saung Mirwan dalam menghadapi peningkatan pesanan yang secara mendadak dari pembelilpasar. PT Saung Minvan mendapatkan keuntungan yang besar dari pesaingnya. Metrik siklus cash to cash menunjukkan kecepatan rantai pasokan merubah persediaan menjadi uang. Jadi semakin pendek siklus cash to cash maka kinerja PT Saung Mirwan semakin baik dalarn mengelola persediaan barang. Metrik persediaan harian menunjukkan lamanya suatu perusahaan bisa bertahan dengan jumlah persediaan yang dimiliki. Semakin kecil persediaan harian perusahaan bisa menghemat biaya persediaan, mengurangi tingkat pengembalian barang karena apabila Leffuce head yang lama disimpan dalam gudang akan mengalami penyusutan dan kualitasnya akan menurun juga. lmplikasi atau tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kinerja rantai pasokannya melalui analisis yang lebih mendalam pada setiap tahapan proses di dalam rantai pasokan agar tercipta suatu rantai pasokan yang optimal. BAB M.ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK SAYURAN LETTUCE HEAD 9.1. Strategi Peningkatan ICinerja Rantai Pasok Strategi peningkatan kinerja rantai pasok didasarkan atas analisa yang mendalam terhadap kondisi lingkungan baik eksternal maupun internal yang ada pada rantai pasok sayuran dataran tinggi khususnya Lettuce head. Analisa terhadap kondisi lingkungan tersebut disebabkan karena kondisi lingkungan internal dan eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap sistem rantai pasok sayuran Lettuce head. Perumusan strategi peningkatan kinerja rantai pasok mencakup tahapan penetapan rumusan strategi, analisis kelembagaan dan rumusan program aksi. Analisa TOWS (Threat, Opportunity, Weakness, dun Stvength) dalam ha1 ini dilakukan sebagai landasan dalam menentukan rumusan strategi peningkatan rantai pasok sayuran Lettuce head. Proses perumusan strategi merupakan serangkaian keputusan strategi yang dilakukan perusahaan untuk inangambil tindakan dalam mewujudkan visi dan misi perusahaan. Perumusan strategi harus dilakukan dengan jelas dan tepat karena menjadi penentu dalam efektifitas dan efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya untuk menerapkan manajemen rantai pasokan yang baik dalam rangka pencapaian visi dan misi perusahaan. Pada rantai pasok sayuran Lettuce head, PT Saung Minvan sebagai salah satu entitas rantai pasok yang berpotensi menjadi "chanipion" dalam mendorong dan menghela peningkatan kinerja. Visi PT Saung Minvan adalah "Menjadi salah satu leader di bidang agribisnis dengan menerapkan teknologi tepat guna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pertanian" (Feifi, 2008). Sementara itu, misi PT Saung Minvan ini adalah: 1. Menghasilkan produk pertanian yang berkualitas tinggi secara berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan pasar 2. Senantiasa meningkatkan kualitas produk, kualitas sumber daya manusia dan kualitas pelayanan untuk memberikan kepuasan pelanggan 3. Mengembangkan sistem agribisnis melalui jaringan kemitraan 4. Bekerjasama dengan berbagai lembaga penelitian untuk menerapkan teknologi tepat guna yang bermanfaat untuk pelaku agribisnis. Misi perusahaan ini erat kaitannya dengan pelaksanaan manajemen rantai pasokan. Manajemen rantai pasokan tidak didasarkan pada pemasok, tetapi didasarkan pada kebutuhan pelanggan. Tujuan utama dalam rantai pasok adalah kepuasan pelanggan, pencapaiannya memerlukan kerja sama yang baik antara pemasok, prosesor, dan ritel. Tujuan strategi PT Saung Mirwan merupakan entry point dalam perurnusan strategi peningkatan rantai pasok sayuran Lettuce head. Adapun tujuan strategi PT Saung Mirwan adalah sebagai berikut: 1. Tercapainya target profitabilitas yang telah ditentukan melalui total penerimaan dan minimalisasi biaya, merupakan perspektif keuangan. 2. Tercapainya citra perusahaan yang baik dan kualitas hubungan yang baik antara PT Saung Mirwan dengan customer, merupakan perspektif pelanggan. 3. Pengoptimalan operasional perusahaan yang terdiri dari hubungan dengan pemasoWmitra tani, efisiensi modal kerja dan daya respon proses produksi, dan performa pengiriman, merupakan perspektif proses bisnis internal. 4. Peningkatan produktivitas karyawan, merupakan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Berdasarkan informasi dari sta!ieholder melalui wawancara mendalam (in depth interview) serta hasil kajian pustaka, telah dapat diidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, sebagai berikut: (1) Kekuatan (Strerzgtlz) a. Kualitas produk sayuran yang dihasilkan tinggi ditunjukkan dengan pasokan yang memenuhi standar b. Responsifitas perusahaan pada proses pengiriman produk tinggi dilihat dari siklus pemenuhan pesanan yang pendek. c. Sarana prasarana pascapenen dan dukungan teknologi yang memadai. d. Lokasi prosesor dengan yang dekat dengan pasar (konsumen), dekat dengan Jakarta, Depok dan Bekasi (2) Kelemahan (Weakness) a. Jarak lokasi antara mitra tanilbeli dan prosesor yang jauh (Garut, Lembang - Bogor) dan transportasi sayuran tidak selamanya menggunakan cool [ruck sehingga berisiko terhadap kerusakan produk. b. Tingkat kesuburan lahan masih rendah c. Masih tingginya kandungan pestisida pada sayuran d. Proses penyimpanan belum memadai ditunjukkan dengan adanya penumpukan krat yang terlalu tinggi dan terbatasnya ruang pendingin sehingga produk yang disimpan berisiko cepat rusak (3) Peluang (Opportrii~ity) a. Peluang memperbaiki pesanan yang hilang akibat manajemen pesanan yang lemah (miss opportunity) melalui peningkatan fleksibilitas kinerja rantai pasokannya. b. Adanya kemitraan dengan para petani (mitra tani) dan dukungan pemerintah sebagai . upaya untuk meningkatkan kapasaitas produksi perusahaan untuk memenuhi peningkatan permintaan pasar. c. Besarnya pangsa pasar dengan adanya pola hidup sehat melalui promosi yang lebih fokus dan intensif, serta pengembangan hubungan kerjasama dengan konsumen institusi baru. d. Perkembangan teknologi budidaya, penyimpanan, pengemasan dan transportasi (4) Ancaman (Threat) a. Tingginya konversi lahan dari pertanian untuk pemukiman dan pengembangan sektor ekonomi lain b. Globalisasi perdagangan dunia, serta isue-isue non tarrffbarrier (seperti isue lingkungan). c. Masuknya pesaing dari negara lain pada pasar domestik yang juga mampu memproduksi sayuran dengan produktivitas, efisiensi produksi dan mutu yang lebih baik. d. Perubahan iklim dan ancaman serangan hama dan penyakit sayuran dapat menurunkan volume produksi pada tingkat petani Pada Tabel 72 dan Tabel 73 berikut menunjukkan penilaian faktor internal dan faktor eksternal terhadap peningkatan kinerja rantai pasokan sayuran Lettuce head. Penilaian tersebut berguna untuk mengetahui kesiapan para pelaku rantai pasok untuk bersaing dengan mengembangkan kinerja manajemen rantai pasokannya atau belum. Tabel 72 Penilaian Faktor Internal Peningkatan Kinerja Rantai Pasokan No. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. Indikator Kekuatan (Sterrgtfis) Kualitas produk Responsifitas pasokan Sarana dan prasarana pasca panen Kedekatan dengan pasar Total nilai kekuatan Kelemahan (Weakizesses) Jarak supplier dan prosesor yang jauh dan transportasi belum konsisten Tingkat kesuburan lahan Penggunaan pestisida Proses penyimpanan belum memadai Total nilai kelemahan TOTAL Bobot Rangking Nilai 0,25 4 1.00 1.00 3,60 0,45 Dari hasil penilaian faktor internal, menunjukkan angka 0,45 yang berarti posisi rantai pasokan sudah siap untuk dikembangkan dan akan menguntungkan jika kinerjanya meningkat. Untuk itu, para pelaku rantai pasok harus mampu memaksimumkan kelebihannya (strengths) dan meminimumkan kelemahannya (weaknesses). Penambahan moda transportasi dengan fasilitas pendingin yang lebih baik diperlukan untuk menghadapi kendala jarak antara supplier (petani) dengan lokasi prosesor, selain itu diupayakan penguranan penggunaan pestisida secara berlebihan untuk menjamin keamanan produk dan pemenuhan standar kualitas yang diharapkan oleh konsumen. Tabel 73 Penilaian Faktor Eksternal Peningkatan Rantai Pasokan No. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. Indiltator Peluang (Opportunifies) Peluang perbaikan pesanan yang hilang Kepercayaan yang tinggi antar pelaku (kemitraan) Besamya pangsa pasar yang didorong meningkatnya kesadaran pola hidup sehat Perkembangan teknologi budidaya, penyimpanan, pengemasan dan transportasi Total nilai peluang Ancaman (Tltreafs) Konversi lahan pertanian Globalisasi dan issue non-tarriff barier Tumbuhnya pesaing Perubahan iklim dan ancaman hama dan penyakit tanaman Total nilafancaman TOTAL Bobot Rating Nilai 0,25 3 0,75 1,00 3,80 -0,45 Hasil penilaian faktor eksternal menunjukkan nilai sebesar -0,45. Nilai tersebut menandakan bahwa pengembangan pada manajemen rantai pasokan Lettuce head masih menghadapi ancaman yang lebih besar dibandingkan peluang pengembangan. Hal ini karena keberadaan pesaing dengan produktifitas dan mutu yang lebih baik dan perubahan iklim serta ancaman hama dan penyakit tanaman yang berpotensi menurunkan volume produksi. Perhitungan skor pada matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan matriks EFE (External Factor Evaluation) tersebut menentukan koordinat posisi para pelaku rantai pasok sayuran Lettuce head pada kuadran 11, dimana bernilai positif untuk sumbu X dan bernilai negatif untuk sumbu Y (+0,45; -0,45), sehingga strategi (Strengths-ThreatslST) (Gambar 26) dapat dipilih sebagai atternatif strategi peningkatan rantai pasok sayuran Lettuce head. Menurut Pearce dan Robinson (1997) dalam Luna (2005), posisi perusahaan pada tiap kuadran akan menunjukkan pengambilan strategi yang tepat agar perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya. Pada kuadran 11 menandakan bahwa perusahaan kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi adalah diversifikasi, artinya diperkirakan roda perusahaan akan mengalami kesulitan untuk terus berputar jika hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Untuk itu, diperlukan terobosan strategi yang berbeda dalam meningkatkan kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi. Perumusan strategistrategi dilakukan dengan pendekatan analisis TOWS yang dapat dilihat pada Tabel 74. Berbagai Peluang Kuadran 111 Kuodran I Kelemahan Internal Kekuatan Internal Kuadran IV Kuadran I1 Berbagai Ancaman Posisi PeIaku Rantai Pasok Gambar 26. Posisi pelaku rantai pasok sayuran Lettuce head Tabel 74. Altematif strategi peningkatan kinerja rantai pasok Lettuce head SWOT Strengths 1. Kualitas produk sayuran yang dihasilkan tinggi ditunjukkan dengan pasokan yang memenuhi standar 2. Responsifitas perusahaan pada proses pengiriman produk tinggi dilihat dari siklus pernenuhan pesanan yang pendek. 3. Sarana prasarana pascapenen dan dukungan teknologi yang memadai. 4. Lokasi prosesor dengan yang dekat dengan pasar (konsumen), dekat dengan Jakarta, Depok dan Bekasi Weaknesses 1. Jarak lokasi antara mitra tanilbeli dan prosesor yang jauh (Garut, Lembang-Bogor) dan Transportasi sayuran tidak selamanya menggunakan cool NUC~ sehingga berisiko terhadap kerusakan produk. 2. Tingkat kesuburan lahan yang masih rendah 3. Tingginya kandungan pestisida pada sayuran 4. Proses penyimpanan belum memadai ditunjukkan dengan adanya penumpukan krat yang terlalu tinggi dan terbatasnya ruang pendingin sehingga produk yang disimpan berisiko SO 1. Peluang memperbaiki pesanan yang hilang akibat manajemen pesanan yang lemah (miss opport~mify) melalui peningkatan kinerja rantai pasokannya. 2. Adanya kemitraan dengan para petani (mitra tani) sebagai upaya untuk kapasitas meningkatkan produksi perusahaan untuk memenuhi peningkatan pemintaan pasar. 3. Uesamya pangsa pasar dengan adanya pola hidup sehat melalui promosi yang lebih fokus dan intensif, serta pengembangan hubungan kerjasama dengan konsumen institusi baru. 4. Perkembangan teknologi budidaya, penimpanan, pengemasan dan transportasi wo 1. Pengembangan system informasi untuk mendukung manajemen rantai pasokan 2. Peningkatan kolaborasi dalam kelembagaan rantai pasok untuk sharing informasi, perencanaanlpenjadwalan produksi, dan peningkatan mutu produk 3. Peningkatan kinerja responsifitas dan fleksibilitas untuk pemenuhan pesanan 4. Pengembangan pangsa pasar melalui strategi pemasaran yang efektif 1. Penambahan moda transportasi dengan fasilitas pendingin yang lebih baik 2. Penggunaan pestisida yang ramah lingkungan atau teknologi budidaya sayuran dengan hidroponik 3. Penggunaan benih sayuran kualitas unggul Threats ST .- WT .. . Opporl~rnilies 1. Tingginya konversi lahan dari 1. Penggunaan teknologi budidaya pertanian untuk pemukiman hidroponik dan penggurangan dan pengembangan sektor penggunaan pestisida secara ekonomi lain berlebihan 2. Globalisasi perdagangan 2. Optimalisasi sistem penjadwalan (baik dalam penanaman dan dunia, serta isue-isue non tariff barrier (seperti isue pemanenan) dengan lingkungan). memperhitungkan aspek cuaca 3. Masuknya pesaing dari negara 3. Peningkatan kinerja responsifitas lain pada pasar domestik yang dan fleksibilitas untuk juga mampu memproduksi pemenuhan pesanan sayuran dengan produktivitas, 4. Perlunyan implementasi system efisiensi produksi dan mutu manajemen mutu dan lingkungan yang lebih baik. ( I S 0 22000), HazardAnalysis 4. Perubahan iklim dan ancaman Critical Control Point (HACCP), serangan hama dan penyakit GoodHandli~~g Practices, dan Good Agrictrllural Practice sayuran dapat menurunkan volume produksi pada tingkat (GAP) petani 1. Penggunaan teknologi budidaya hidroponik dan penggurangan penggunaan pestisida secara berlebihan 2. Penambahan moda transportasi dengan fasilitas pendingin yang lebih baik 3. Perlunyan implementasi system manajemen mutu dan lingkungan ( I S 0 22000), Harard Analysis Critical Control Poinr (HACCP). Good Handling Practices, dan Good Agric~ilt~rral Practice (GAP). Berdasarkan hasil IFE-EFE, maka alternatif strategi peningkatan kinerja rantai pasok dipilih ~natrik strategi strength-threats (ST) yang berada pada Kuadran I1 yaitu : 1. Penggunaan teknologi budidaya hidroponik dan pengurangan penggunaan pestisida secara berlebihan 2. Optimalisasi sistem penjadwalan (baik dalam penanaman dan pemanenan) dengan memperhitungkan aspek cuaca 3. Peningkatan kinerja responsifitas dan fleksibilitas untuk pemenuhan pesanan 4. Perlunyan implementasi system manajemen mutu dan lingkungan (IS0 9000 & 14000), Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), Good Handling Practices, dan Good Agricultural Practice (GAP). 9.2. Analisis Kelembagaan Peningkatan Kinerja dan Nilai Tambah Petani Sayuran Hasil identifikasi rantai pasok sayuran Lettuce head menunjukkan telah terbentuk kelembagaan antar pelaku rantai pasok. Kelembagaan tersebut dalam bentuk hubungan kemitraan atau keterikatan yang berjenjang antar pelaku rantai pasok yang terlibat, dengan pola antara konsumen institusi -processor, kemudian antara processor-mitra processor-mitra tanilmitra beli. Pada pola tersebut, hubungan antara tanvmitra beli relatif masih "longgar" dibandingkan dengan hubungan konsumen institusi-processor. Selain itu, belum terjadi suatu keterlibatan yang intensif dari pemangku kepentingan yang lain (pelaku pendukung). Pengembangan kelembagaan rantai pasok seyogyanya berangkat dari "embrio" kemitraan tersebut, yang dikembangkan lebih lanjut sehingga menjadi satu rangkaian rantai nilai atau keterkaitan antar pelaku inti yang tidak terputus denganprocessor sebagai perusahaan penghela, seperti pada Gambar 27. Ranfai Pasok Savuran Konsumen institusi - -- . ..---.------------Petani Processor I I t: I I-. Petani I _Y I ....- -- - -)L- - - - - --. Pedagang Pedagang k. I____.____ - .- .- .- . &--------I I I -' I , _ _ _...._...._____ _ 1 Gambar 27. Rantai Pasok Sayuran menurut Processor sebagai Champion1 Perusahaan Penghela Processor mengambil inisiatif dengan melakukan kegiatan produktif untuk meningkatkan kinerja rantai pasok dan khususnya peningkatan nilai tambah petani dengan berperan sebagai Chantpion atau perusahaan penghela. Chanzpion dalaln ha1 ini berfungsi sebagai driver terhadap pelaku rantai nilai dibawahnya untuk memproduksi sayuran sesuai dengan target jumlah dan spesifikasi mutu yang ditetapkan sesuai dengan permintaan atau kebutuhan ekspor, dan rnengembangkan aktifitas-aktifitas yang memungkinkan adanya peningkatan nilai tarnbah produk pada tingkat petani. Kolaborasi antar pelaku inti tersebut diikat dalam suatu naskah kesepakatan kerjasama yang mendeskripsikan tugas dan kewajiban masing-masing anggota rantai pasok. Pola pengembangan berikutnya, dalam konteks peningkatan nilai tambah petani, adalah perluasan lingkup rantai pasok yang melibatkan institusi pendukung lainnya sehingga terbentuk suatu kelembagaan rantai pasok yang memungkinkan peningkatan nilai tambah pada tingkat petani, seperti digambarkan pada Gambar 28. Dalam rangka pengembangan tersebut, diperlukan suatu wahana dalam bentuk Forum Komunikasi antar pemangku kepentingan pada sentra produksi sayuran Lettuce head. I - - - - - - - m u - - - - - - - - Konrumen P ~ O C ~ S I ) ~ 1 Suoolier Kel.Petsni-X PT Saung Minvan Kel. Petani-Z I I A ,--------------...- I I I I Pedagang I_______________ 4 4 I BanW LKM I - - -1 4 PcmerintahlDinasl lnstansi terkait LSM, --Univ, ------ ~ ~ - - - - ~ ~ ~ - - - ~ ~-~ ~ . - ---- Gambar 28. Konfigurasi Kelembagaan Rantai Pasok Sayuran Lettuce Head Pada tahap ini kolaborasi pemangku kepentingan (pelaku pendukung) yang lebih luas diintensikan dengan peran dan tanggung jawab yang lebih terprogram dan terstruktur, sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Peran pemangku kepentingan pada kelembagaan rantai pasok sayuran Lettuce head tersebut dirangkum seperti yang tertuang pada Tabel 75. Tabel 75. Peran pemangku kepentingan rantai pasok sayuran Lettuce head No 1 2 I Pemangku kepentingan Petani Pedagang (pengum~ul) Peran dalam rantai pasok Keterangan (Kondisi dan Issue) Memproduksi bahan baku. Tingkat harga dan Mempertahankan dan fluktuasi harga yang meningkatan mutu produk. disinsentif bagi petani, serta permodalan terbatas, rendahnya nilai tambah produk pada tingkat petani. Meningkatkan efisiensi Transparansi harga biaya transaksi. * Menjaga konsistensi pasokan. No 3 Pemangku kepentingan Processor Peran dalam rantai pasok Keterangan (Kondisi dan Issue) Meningkatan nilai tambah Tingkat harga dan dan mutu sayuran Lettuce fluktuasi harga pasar. head. Membantu distribusi Kondisi keseimbangan produk supply-demand pasar. Melakukan pembinaan terhadap petani untuk peningkatan efisiensi dan mutu. Informasi harga. Membantu distribusi Kemauan (good wile produk suntuk melakukan Peningkatan pangsa pasar kolaborasi produk Informasi harga dan mutu Pembinaan, fasilitasi, dan Koordinasi dan bantuan untuk integrasi kebijakan dan peningkatan produktivitas program. dan mutu serta efisiensi pasar serta kelembagaan Fokus program dan pelaku usaha. sasaran program. Menyediakan informasi pasar dan teknologi. Pengembangan dan irnplementasi standar produksi, proses, dan mutu. Kebijakan untuk meningkatkan iklim usaha yang kondusif. Dukungan infrastmktur ekonomi (jembatan, jalan, irigasi) Menghasilkan dan Keterbatasan mendiseminasikan sumberdaya dana, dan IPTEK (Tepat Guna) fokus penelitian. untuk pengembangan benih, teknologi Link dunia usaha dan budidaya, teknologi pasca UniversitaslLitbang. panen dan transportasi. . 4 Konsumen institusi 5 lnstansi Pemerintahl Dinas Terkait di Tingkat Kabupaten, serta Departemen terkait. 6 Universitasl Lembaga Litbang 7 BankILembaga Keuangan . akses Risiko kredit, suku Meningkatkan dan bunga, administrasi dan permodalan pembiayaan usaha bagi jaminan. petani. 9.3. Implikasi ManajerialProgram Aksi 9.3.1. Analisis kesenjangan Sehubungan rangka peningkatan kinerja rantai pasok, diperlukan analisis kesenjangan antara kondisi rantai pasok lettuce head (existingl dengan sasaran utama pengembangan yaitu peningkatan daya saing dan nilai tambah produk, serta meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha, khususnya pada tingkat petani. Identifikasi kesenjangan meliputi aspek-aspek yang tercakup dalam metrik kinerja pengukuran yang dapat dilihat pada Tabel 76. Identifikasi kesenjangan tersebut dijadikan acuan dalam menetapkan implikasi manajeriallprogram aksi, sesuai dengan strategi peningkatan yang telah ditetapkan. Selain itu, kesenjangan yang ada dapat dijadikan analisis kebutuhan stakeholder yang bersifat konflik (melemahkan) atau menguatkan. Pengembangan rantai pasok sayuran lettuce head membutuhkan harmonisasi kepentingan antar pelaku untuk menjaga keberlanjutan usaha. Tabel 76. Kesenjangan antara kondisi kini dan harapan berdasarkan metrik kinerja . - Metrilc kinerj:~ Kiner~a ...neneiriman - Kesesuaian dengan standar mutu Pemenuhan pesanan -. ~ o n d i skin1 i Persrntase .uenglr~~nan pesanan tepat waktu dari petani yang sesuai dengan tanggal pesanan dan atau tanggal yang diinginkan masih kecil (rata-rata < 50%) Jumlah produk yang memenuhi grade A dari petani masih rendah (ratarata < 50%) Pemenuhan pesanan pada tingkat petani sudah melebihi permintaan > 100% Lead time pemenuhan Waktu yang dibutuhkan pesanan untuk memenuhi permintaan konsumen mulai dari pemasok hingga ke tangan konsumen sudah sesuai .-- Kondisi yong diharapknn ..Peningkaran persentase pengiriman pesanan tepat waktu dari petani yang sesuai dengan tanggal pesanan dan atau tanggal yang diinginkan (> 75%) Jumlah produk yang memenuhi grade A dari petani masih rendah (ratarata > 75%) Kontinyuitas pasokan terjaga Konsistensi lead time terjaga Metrik kinerja Kondisi kini Siklus pesanan pemenuhan Siklus waktu untuk memenuhi pesanan mulai source, make & delivery sudah sesuai Fleksibilitas rantai pasok Fleksibilitas pemenuhan pesanan pada tingkat prosesor terhadap konsumen institusi rata-rata > 3 hari Biaya SCM Biaya SCM yang bervariasi antar petani Cash-to-cash cycle time Persediaan harian 9.4. Kondisi yang diharapkan Konsistensi siklus pemenuhan pesanan terjaga Fleksibilitas pemenuhan pesanan pada tingkat prosesor terhadap konsumen institusi rata-rata < 3 hari Seluruh petani diharapkan bisa lebih efisien dalam mengelola keuangannya. Perputaran uang perusahaan Perputaran uang perusahaan mulai dari pembayaran mulai dari pembayaran bahan baku ke pemasok, bahan baku ke pemasok, hingga pembayaran atau hingga pembayaran atau pelunasan produk oleh pelunasan produk oleh konsumenrata-rata < 15 konsumen iata-rata > 15 hari hari Persedian harian pada Konsistensi terjaga tingkat petani dan prosesor cukup kecil Implikasi manajerial/program afcsi Berdasarkan analisis nilai tambah, hasil strategi peningkatan kinerja yang terpilih, peran pemangku kepentingan, dan analisis kesenjangan yang telah diuraikan, maka matrik implikasi manajerial/program aksi dalam rangka memenuhi tujuan peningkatan kinerja rantai pasok sayuran Lettuce head dan pelaku yang diharpkan dapat berperan dirumuskan pada Tabel 77. Tabel 77. Implikasi manajeriallprogram aksi dan aktor yang diharapkan dapat berperan No Implikasi manajeriall program aksi A. Pokus pada Produk 1 Peningkatan akses terhadap sarana produksi untuk peningkatan produktivitas pola dan jadwal tanam untuk Pengaturan 2 menjamin kontunyuitas pasokan produk yang sesuai dengan kapasitas Peningkatan aktifitas pasca panen pada 3 tingkat petani untuk tneningkatkan nilai tarnbah produk pada tingkat petani Optimalisasi penggunaan lahan dengan 4 lnengukur keasaman tanah dan lnemberikan sarana produksi seperti pupuk dan obat-obatan tanamanlpestisida yang sesuai dengan standar diberikan oleh perusahaan kepada petani Melakukan pemanenan tepat pada 5 waktunya agar warna dan tampilan produk sesuai dengan syarat kualitas dari perusahaan. 6 Perbaikan kinerja pengiriman produk ke perusahaan melalui prosedur pengiriman yang standar agar sampai di perusahaan, Petanil Poktan Aktor yang berperan Pedagang Perosesor Konsumen Pemerintah institusi daerawpusat 4 Universitasl Balai Penelitian 4 4 4 4 4 4 4 4 4 .\I 4 d 4 Lembaga Keuangan menjaga tingkat kontaminasi udara dan ~nakhlukhidup lainnya Sistem Manajemen Mutu serta Lingkungan untuk menjamin konsistensi mutu/kualitas produk baik itu IS0 22000, Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), Good Handling Practices dan Good Agricultural Practices, selain juga perlu untuk disusun SNI bagi produk Lettuce Peningkatan utilisasi kapasitas terpasang dengan menerapkan kerjasama oengeunaan peralatan produksi (sharing . -prodz~cfion,facilities) antar petani Peninekatan iumlah moda transportasi genjaminannya Melakukan oembavaran hasil panen dengan cepat untuk meminimalisir cashto-cash cycle time ~mberdayaManusia Peningkatan kapasitas dan kemampuan pelaku usaha (petani) dala~nha1 proses produksi, manajemen usaha dan akses 4 4 I I pasar Pengembangan sikap sadar mutu di kalangan petani Memberikan pelatihan kepada karyawan agar bisa membedakan produk yang sesuai dengan kriteria mutu Perlunya fasilitasi pelatihan-pelatihan kepada petani khususnya dalam kemampuan analisis bisnis ,ganisasi/Kelembagaan Pengembangan dan penguatan kelembagaan pelaku usaha (kelompok, koperasi, asosiasi) pada tingkat petani Pembentukan forum komunikasi pemangku kepentingan sepanjang rantai pasokan untuk kepentingan perencanaan kolaborasi dan peningkatan responsifitas pemenuhan pesanan BAB X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil pembahasan studi peningkatan kinerja manajemen rantai pasokan produk sayuran dataran tinggi terpilih di Jawa Barat adalah : 1. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan sayuran dataran tinggi yang berpotensi untuk ditingkatkan kinerja rantai pasoknya yaitu ketersediaan bibit, ketersediaan sarana produksi, kualitas produk, kontinyuitas pasokan, ketersediaan produk, potensi pasar domestik dan ekspor, margin keuntungan, risiko dan kemitraan. Hasil analisis menggunakan metode MPE menghasilkan tiga komoditas sayuran terpilih yang mempunyai nilai tertinggi dibandingkan sayuran lainnya yaitu Paprika, Lettuce dan Brokoli. 2. Anggota struktur rantai pasok sayuran dataran tinggi umumnya terdiri dari petanikelompok tanil koperasi, pedaganghandarlusaha dagang, prosesor, dan konsumen institusi (hotel, restauran, eksportir, dan retailer). Hasil analisis nilai tambah menunjukkan persentase nilai tambah petani masih lebih kecil dibandingkan pelaku yang lain. Persentase nilai tambah petani akan lebih besar jika terjadi pengalihan sebagian aktifitas pengolahan produk, peningkatan kualitas dan efektifitas peran kelembagaan petani. 3. Hasil perancangan model pengukuran kinerja rantai pasok sayuran tinggi menggunakan pendekatan Fuzzy AHP dengan mengadaptasi model evaluasi SCOR menghasilkan metrik pengukuran kinerja dengan bobot masingmasing yaitu : kinerja pengiriman (0,ll l), kesesuaian dengan standar mutu (kualitas) (0,299), kinerja pemenuhan pesanan (0,182), leadtime pemenuhan pesanan (0,068), siklus waktu pemenuhan pesanan (0,080), fleksibilitas rantai pasok (0,052), biaya SCM (0,086), cash-to-cash cycle time (0,080) dan persediaan harian (0,048). 4. Pengukuran kinerja rantai pasok sayuran Lettuce head dengan pendekatan DEA menunjukkan efisiensi relatif masing-masing petani dan potential in~l~rovementyang harus dilakukan untuk mencapai efisiensi 100%. Sementara pada tingkat perusahaan, pengukuran kinerja rantai pasok jenis produk Lettuce headcrop danfresh cut menunjukkan kinerja efisiensi 100% dan lebih baik dari benchmark. 5. Integrasi Model SCOR dan DEA menghasilkan metode pengukuran yang seimbang dalam berbagai dimensi pada proses bisnis rantai pasok sayuran serta menghasilkan informasi yang detail tentang efisiensi pada masingmasing pelaku dan potensi perbaikan kinerja rantai pasok. 6. Berdasarkan hasil perhitungan matriks internal dan eksternal dalam analisa TOWS, posisi para pelaku rantai pasok sayuran lettuce head berada pada kuadran antara Kekuatan (Strenghts) dan Ancaman (Threats). Dengan demikian strategi peningkatan kinerja rantai pasok sayuran lettuce head yang dapat dirumuskan adalah : a. Penggunaan teknologi budidaya hidroponik dan pengurangan penggunaan pestisida secara berlebihan b. Optimalisasi sistem penjadwalan (baik dalam penanaman dan pemanenan) dengan memperhitungkan aspek cuaca c. Peningkatan kinerja responsifitas dan fleksibilitas untuk pemenuhan pesanan d. Perlunyan implementasi system manajemen mutu dan lingkungan (IS0 9000 & 14000), Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), Good Handling Practices, dan Good Agricultural Practice (GAP). 10.2. Saran Saran-saran yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil peinbahasan studi peningkatan kinerja manajemen rantai pasokan produk sayuran dataran tinggi terpilih di Jawa Barat adalah : 1. Pelaksanaan manajemen rantai pasokan sayuran dataran tinggi memerlukan adanya pembagian keuntungan dan risiko yang adil pada setiap anggota agar terwujud kerjasama yang saling menguntungkan serta pengembangan aktivitas pasca panen pada tingkat petani untuk meningkatkan nilai tambah produk. 2. Perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut untuk rancang bangun sistem pengukuran kinerja dengan pendekatan model dinamika sistem yang mampu mengukur kinerja rantai pasok secara keseluruhan. 3. Perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut tentang sistem pengukuran kinerja yang terintegrasi dengan sistem deteksi dini pada manajemen rantai pasok sayuran dataran tinggi. DAFTAR PUSTAKA Amy H.1. Lee, Wen-Chin Chenand Ching-Jan Chang. 2008. A fuzzy AHP and BSC approach for evaluating performance of IT department in the manufacturing industry in Taiwan. Expert Systenis with Applications Volume 34, Issue 1, January 2008:Pages 96-107 Angerhofer, B.J., M.C. Angelides. 2000. System dinamics modelling in supply chain management : A research review. Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference J. A. Joines, R. R. Barton, K Kang, andP. A. Fishwick, eds. Aramyan, L.H.; Ondersteijn, C.J.M.; Kooten, 0. van; Oude Lansink, A.G.J.M. 2006. Performance indicators in agri-food production chains. In: Quantzfiing the agri-food supply chainIOndersteijn, d r i C.J.M., Wijnands, ir. J.H.M, Huirne, prof:dr.ir R.B.M., Kooten, vanprof:dr. O., . Dordrecht :Springer/Kluwer, (Wageningen UR Frontis series 15) - p. 47 64. Asril, Z. 2009. Analisis Kondisi dan Desain Indikator Kinerja Rantai Pasokan Brokoli (Brassica olerecea) di Sentra Hortikultura Cipanas-Cianjur Jawa Barat. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Bogor Austin JE. 1981. Agroindustrial Project Analysis. Maryland:The John Hopkins University Press. Ayag, Z. 2002. An analytic-hierarchy-process based simulation model for implementation and analysis of computer-aided systems. International Journal of Production Research, 40:3053-3073. Ayag, Z. 2005a. An integrated approach to evaluating conceptual design alternatives in a newproduct development environment. International Jozrmal of Production Research, 43:687-713. Ayag, Z. 2005b. A fuzzy AHP-based simulation approach to concept evaluation in a NPD environment. IIE Transactions, 37: 827-842. Ayag, Z., & R.G. Ozdemir. 2006. A Fuzzy AHP approach to evaluating machine tool alternative. J Intell Manuf: Springer Science + Bussiness Media Inc, 17:179-190. Azapagic, A. and Clift, R., 1999. The application of life cycle assessment to process optimisation. Contputers and Chetnical Engineering, 23 (10):1509-1526. Baccarini, D., Salm, G. and Love, P. 2004. Management of risks in information technology projects. Industrial Managenzent & Data Systems No. 4 Val. 104: pages 286-295. [Bappeda] Provinsi Jawa Barat. 2007. [http:Nwww.jabar.go.id] [BI] Bank Indonesia. 2007. [http://www.bi.go.id] Bhagwart, R., M.K Sharma. 2007. An integrated BSC-AHP approach for supply chain management evaluation. Mesuring Bussiness Exellence Tahun 2007 Nomor 3 Volume 11:57-68, Q Emerald Group Publishing Limited, ISSN 1368-3047. Bhagwat, R. and Sharma, M.K. 2007. Performance measurement of supply chain management : A Balanced Scorecard Approach. Computers & Industrial Engineering Journal Volume 53:43-62. Brown JG. 1994. Agroindustrial Iizvesttnent and Operations. Washington: The World Bank. Cakravastia, A,, and L. Diawati. 1999. Development Of System Dynamic Model To Diagnose The Logistic Chain Performance Of Shipbuilding Industry In Indonesia. Paper read at International System Dynamics Conference, Wellington, New Zealand. Carlsson-Kanyama, A., Ekstrom, M.P. and Shanahan, H., 2003. Food and life cycle energy inputs: consequences of diet and ways to increase efficiency. Ecological Econonzics 44 (2/3):293-307. Chan, A,, Kwok, W. and Duffy, V. (2004), Using AHP for determining priority in a safety management system. Industrial Management & Data Systems Nomor 5 Volume 104:430-45. Charnes, A,, W. Cooper, & E., Rhodes. 1978. Measuring the efficiency of decision-making units. European Journal of Operational Research Volume 2:429-444. Chou, T., Hsu, L., Yeh, Y. and Ho, C. 2005. Towards a framework of the performance evaluation of SMUs' industry portals. Industrial Management & Data Systeins Nomor 4 Volurne 105:527-44. Cheng, C. H., & Mon, D. L. 1994. Evaluating weapon system by analytic hierarchy process based on fuzzy scales. Fuzzy Sets andSystems 63:l-10. Chopra S dan P. Meindl. 2007. Supply Chain Management: Strategy, Planning and Opertiation. Pearson Prentice Hall. Dey, P. and Ogunlana, S. (2004), Selection and application of risk management tools and techniques for build-operate-transfer projects. Industrial Managenlent & Data Systen~sNomor 4 Volume 104:334-46. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Departemen Pertanian, Jakarta Dinas Pertanian Jawa Barat. 2006. Pemerintah Provinsi jawa Barat. Eriyatno. 1998. Ihnu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Bogor: IPB Press. Farrell, M.J. 1957. The measurement of productive efficiency. Journal of the Royal Statistical Society Nomor 3 Volume 120:253-90. Feifi, D. 2008. Kajian Manajemen Rantai Pasokan pada Produk dan Komoditas Kedelai Edamame. Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor Gunasekaran, A., Patel, C. and McGaughey, R. 2004. A framework for supply chain performance measurement. Inlernational Journal of Production Economics Nomor 3 Volume 87:333-48. Gunasekaran, A., Patel, C. and Tirtiroglu, E. 2001. Performance measures and metrics in a supply chain environment. International Journal of Production and Operations Management Nomor 112 Volume 21 :71-87. Hadiguna, R.A., Marimin. 2007. Alokasi pasokan berdasarkan produk unggulan untuk rantai pasok sayuran segar. Jurnal Teknik Indzrstri Nomor 2 Volume 9. Hagelaar, G.J.L.F. and Van der Vorst, J.G.A.J., 2002. Environmental supply chain management: using life cycle assessment to structure supply chains. International Food andAgribusiness Management Review 4:399-412. Handfield, R.B, Ernest L. Nichols Jr. 2002. Supply Chain Redesign. Prentice Hall. Jansen-Vullers, M.H.; Wortmann, J.C.; Beulens, A.J.M. 2004. Applications of labels to trace material flows in multi-echelon supply chains. Production Planning & Control 15 (3):303-3 12. Kahraman, C., Cebeci, U., & Ulukan, 2. 2003. Multi-criteria supplier selection & ' Logistics Information Management 16:382-394. using &zzy .A Kahraman, C., Cebeci,U., & Ruan, D. 2004. Multi-attribute comparison of catering service companies using fuzzy AHP: The case of Turkey. International Journal of Production Economics 87: 171-1 84. Kaplan, R. and Norton, D. 1996. Using the balanced scorecard as a strategic management system. Harvard Business Review Nomor 1 Volume 74:75-85. Kaufmann, A., Gupta, M. M. 1985. Introduction to fuzzy arithmetic: theory and applications. New York: Van Nostrand Reinhold. Klir, G. J., & Yuan, B. (1995). Fuzzy sets and fuzzy logic: theory and applications. Prentice-Hall: Englewood Cliffs, NJ. Kuo, R. J., Chi, S. C., & Kao, S. S. 2002. A decision support system for selecting convenience store location through integration of fuzzy AHP and artificial neural network. Cornpzrters in Industry 47: 199-214. Kwong, C. K.,&Bai, H. 2002. A fuzzy approach to the determination of important weights of customer requirements in quality function deployment. Journal oflntelligent Manufacluring 13: 367-377. Lai, K.H., Ngai, E.W.T. and Cheng, T.C.E., 2002. Measures for evaluating supply chain performance in transport logistics. Transportation Research. Part E Logistics and Transportation Review, 38 (6):439-456. Lapide, L., 2000. What about measuring supply chain performance? ASCET2. Lau, H.C.W. W.K. Pang. C.W.Y. Wong. 2002. Methodology for Monitoring Supply Chain Performace: a Fuzzy Logic Approach. Logistic Informatoin Management Volume 15 (4):27 1 - 280. Lee,W. B.,Lau,H., Liu, Z. Z.,&Tam, S. 2001. Afuzzy analytic hierarchy process approach in modular product design. Expert Systems 18:3242. Lyneis, J. M. 1980. Corporate Planning and Policy Design: A System Dynamics Approach. Cambridge (MA): Pugh-Roberts Associates. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: Grassindo Marimin. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. Bogor: IPB Press. Marsh, S., Moran, J. V., Nakui, S., & Hoffherr, G. 1991. Facilitating and training in quality function deployment. Methuen, MA: GOALIQPC Melynk, S.A., Stewart, D.M., dan Siwank, M. 2004. Metrics and performance measurement in operations management : Dealing with metrics maze. Journal of Operation Management 22:209-217. Morgan W, S Iwantoro, AS Lestari. 2004. Improving Indonesian Vegetable Supply Chains. Didalam: G1 Johnson dan PJ Hofinan, editor. Agri-product Supply Chain Management in Developing Countries. Proceeding of a Workshop;Bali, 19-22 August 2003. Bali: ACIAR. hlm 139-141 Muhammadi, E Aminullah dan B Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. Jakarta : UMJ Press. Mulyadi. 2005. Sistem Manajemen Strategik Berbasis Balaced Scorecard. Yogyakarta : UPP AMP YKPN. Murtaza, M. B. 2003. Fuzzy-AHP application to country risk assessment. American Business Revieiv 2 1:109-1 16. Negoita, C. V. 1985. Expert systems and fuzzy systems. Menlo Park, California: The Benjamin/Cummings. Pujawan, 1.N. 2005. Supply Chain Management. Guna Widya. Surabaya. Romero, C. and Rehman, T., 2003. Multiple criteria analysis for agricultural decisions. Elsevier, Amsterdam. Saaty, T. L. 1981. The Analytic Hierarchy Process. McGraw-Hill: New York Setyawan, F. 2009. Analisis Rantai Pasokan Sayuran Dataran Tinggi Unggulan di Jawa Barat. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Bogor Stewart, G. 1997. Supply-chain operations reference model (SCOR): the first cross-industry framework for integrated supply chain management. Logistics Information Managei~zentNomor 2 Volume 10:62-7. Supply-Chain Council, 2004. chain.org/index.ww] (2004). SCOR. Available: [http://www.supply- Syafi, N.F. 2009. Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasokan Bunga Krisan. Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor Talluri, S. and Baker, R.C., 2002. A multi-phase mathematical programming approach for effective supply chain design. European Journal of Operational Research 141 (3):544-558. Van der Vorst, J.G.A.J.A.J.M. Beulans. 2002. Performance Measurement In Agri Food Supply-Chain Networks. International Journal of Agrogood chains and nehvorks for developnzent 13-24. Netherlands. Van der Vorst, J.G.A.J., 2004. Performance levels in food traceability and the impact on chain design: results of an international benchmark study. In: Bremmers, H.J., Omta, S.W.F., Trienekens, J.H., et al. eds. Dynamics in chains and nehvorks: proceedings of the sixth international con&rence on chain and network management in agribusiness and the food industry (Ede, 27-28 May 2004). Wageningen Academic Press, Wageningen, 175-1 83. Van der Vorst J.GA.J, Zee van der DJ. 2005. A Modelling Framework for Analyzing Supply Chain Scenarios: Applications in Food Industry. Decision Sciences 36:65-95. Van der Vorst, J.G.A.J. 2006. Performance Measurement in Agrifood Supply Chain Networks :An Overview. In: Quantx$ing the agriyood supply chain/ Ondersteijn, dr.ir. C.J.M., Wijnands, ir. J.H.M., Huirne, projdr.ir R.B.M, Kooten, van projdr. O., . - Dordrecht :Springer/Kluwer, (Wageningen UR Frontis series 15). Wang, N., 2003. Measuring transaction costs: an incomplete survey. Ronald Coase Institute, Chicago. Ronald Coase Institute Working Papers no. 2. [http://coase.org/workingpapers/wp-2.pdfl. Weck, M., Klocke, F., Schell, H., & Ruenauver, E. 1997. Evaluating alternative production cycles using the extended fuzzy AHP method. European Journal of Operational Research 100:35 1-366. Wong, W.P. and Wong, K.Y. 2006. A review on benchmarking of supply chain performance measures. Benchmarking: An International Journal Nomor 1 Volume 15. Wong W.P., Wong K.Y. 2007. Supply chain performance measurement system using DEA modeling. Industrial Managenzent & Data Systeins 2007; Nomor 3 Volume 107:361-381. Yandra, Marimin, I. Jamaran, Eriyatno, and H. Tamura. 2007. An Integration of Multi-objective Genetic Algorithm and Fuzzy Logic for Optimization of Agroindustrial Supply Chain Design. Proceeding of the 5 IS' International Society for the System Science Conference, Tokyo, August 2007 (to appear). Zahedi, F. 1986. The analytic hierarchy process: A survey of the method and its application. Interfaces 16:96-108. Zhu, J., 2003. Quantitative models for performance evaluation and benchmarking: data envelopment analysis with spreadsheets and DEA Excel solver. Kluwer, Dordrecht. International Series in Operations Research & Managentent Science Nomor 5 1. Zimmermann, H. J. (1996). Fuzzy set theory and its applications. Massachusetts: Kluwer. Lampiran 1. Kuesioner penelitian KUESIONER KEGIATAN PENELITIAN MAHASISWA Analisis Rantai Pasokan Sayuran Unggulan Dataran Tinggi di Jawa Barat Oleh : Alim Setiawan S Gambaran Ringkas Survei ini dilakukanoleh Alim Setiawan S, Mahasiswa Program Magister Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Survei ini bertujuan untuk menyelesaikan tesis, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains. Informasi yang didapatkan dari survei ini akan dirahasiakan dari hanya akan digunakan untuk keperluan analisis statistik. Analisis dan tabulasi akan dilakukan secara gabungan sehingga informasi setiap responden tidak akan diketahui. Atas kerjasamanya, Saya ucapkan terimakasih. Lanjutan lampiran 1 Identitas Responden 1. Nama ........................................................................ 2. Jenis kelamin : [ ] Laki-laki [ ] Perempuan ........................................................................ 3. Usia 4. Pendidikan a. Formal [ ] SMU/ Aliah [ ] Tidak sekolah [ ] Tidak tamat SD [ 1 D-3 [ ] Universitas [ ] Tamat SDObtidaiyah [ ] Lain-lain, sebutkan,. ... [ ] SLTPI Tsanawiyah b. Non Fonnal : [ ] Pemah [ ] Tidak pemah Jika pemag, sebutkan.. ......................................................... 5. Sejak kapan usaha ini dimulai di daerah saudara (tahunlbulan) ............... 6. Sejak kapan saudara menjalani usaha ini (bulanltahun). ....................... 7. Luas budidaya paprika yang saudara miliki saat ini (Ha) :..................... 8. Bagaimana status kepemilikan lahan saudara tersebut : [ ] m i l k sendiri [ ] sewa 9. Jika sewa berapa ongkosi biaya sewa per Ha per tahun : Rp ....................... 10. Jumlah tenaga kerja .......(orang) :.......(dalam keluarga) .........(luar keluarga) 11. Sistem upah : [ 1 bulanan ........................... (Rpibulan) [ ] bagi hasil ......................... (%I [ ] lainya ............................... [ ] Tidak 12. Apakah saudara mempunyai usaha lain : [ 1 Ya . . Jika va. sebutkan ienls usaha :..................................................................... Aspek ~ r o & k s i 1. Dalam pembudidayaan paprika, darimana saudara mendapatkan pengetahuan budidaya, sebutkan.. ................................................. 2. Sebutkan tahapan budidaya tanaman paprika mulai dari penyiapan lahan sampai hasilnya siap untuk dipasarkan ................................................. 3. Luas lahan usaha saudara :......................... hektar Luas lahan (Ha) Keprmilikan Belum menghasilkan Menghasilkan Milik sendiri Milik perusahaan Milik pemerintah Lainnya (Sewa, maro,dll) Total produksi Berapa banyak bibit yang Saudara gunakan :...................... ..Kg Darimana Saudara mendapatkan bibit tersebut :................................. Berapa biaya yang digunakan untuk mendapatkan bibit tersebut :...... ...... Jenis varietas paprika yang saudara tanam.. ...................................... Produktivitas usaha tani tanaman paprika yang saudara hasilkan :...kg/Ha Bagaimana penjadwalan atau pengaturan pemanenan dari tanaman paprika yang diusahakan, jelaskan.. ......................................................... 10. Bagaimana sistem order yang diberikan oleh prosesor.. ........................ 1 1. Berapa lama saudara dapat memenuhi order tersebut.. ......................... 12. Bagaiman pengawasan mutu pertanian saudara.. ................................ 4. 5. 6. 7. 8. 9. Lanjutan lampiran 1. 13. Apakah saudara melakukan proses sorting dan grading dari produk yang Saudara hasilkan ...................................................................... 14. Apakah saudara melakukan pengemasan dan pelabelan pada produk yang Saudara hasilkan ...................................................................... 15. Dari segi mutu produk yang saudara hasilkan apakah sudah memenuhi permintaan pasar ... 16. Apakah ada pelatihan atau pembinaan dari pemerintah, koperasi atau instansi lain untuk meningkatkan kualitas produksi saudara.. ................. 17. Bagaiman transportasi hasil panen dari kebun ke konsumen. .................. 18. Berapa nilai susut yang terjadi dalam proses pengankutan tersebut. .......... 19. Berapa biaya yang dibutuhkan untuk proses transportasi tersebut ............ Aspek Pemasaran 1. Penjualan produksi saat ini dilakukan oleh : [ 1 Melalui kelompok usaha [ ] Sendiri [ ] Melalui koperasi tani [ ] Lainnya, sebutkan ....................... 2. Biaya pemasaran yang timpul terdiri dari : : Rp. ................ .I.................. [ ] Promosi [ ] Pengangkutan : Rp ................../ .................. : Rp ................. .I.................. [ ] Komisi [ ] Pungutan liar : Rp ................../ .................. : Rp.. ................ I.................. [ ] Lainnya 3. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam memasarkan paprika tersebut [ IYa [ ] Tidak Jika ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi ....................................... 4. Berapa besar permintaan pasar paprika ini per bulan.. ......................... 5. Gambarkan rantai pasokan yang ada dalam perdagangan produk paprika.. . 6. Daerah penjualan produk paprika yang saudara lakukan Persentase Daerah Penjualan Dalam Kecamatan Dalam Kabupaten Dalam propinsi Antar propinsi Eksport, negara tujuan.. ......................... Kineria Keuangan 1. Apa saja sarana produksi yang Saudara gunakan ................................ 2. Berapa biaya bibit yang saudara keluarkan selama satu musin : Rp .......... Lanjutan lampiran 1. 3. Berapa biaya yang Saudara keluarkan untuk pemenuhan sarana produksi selalna 5. Darimana Saudara mendapatkan modal untuk pembelian bibit dan sarana produksi.. .... 6. Kendala yang dihadapi dalam pemenuhan bibit dan sarana produksi. ............... 7. Berapa output/total produksi yang Saudara hasilkan dalam satu periode (Kg1 Periode). .... 8. Berapa input bahan baku (bibit dan sarana produksi) untuk sekali periode.. ....... 9. Berapa harga produk yang Saudara jual (RpKg) ....................................... 10. Apakah Saudara pernah mengalami kerugian .......................................... 1I. Menurut Saudara, faktor apa yang menyebabkan Saudara mengalami kerugian.. . Kemitraan 1. Apakah Saudara menjadi anggota anggota perkumpulan sejenis : [ ] Ya [ ] Tidak Jika ya Nama perkumpulan ..................................................................... Status keanggotaan Mulai menjadi anggota :........................................................................ Jika tidak kenapa ,....................................................................................... 2. Apakah saudara melakukan kemitraan dengan usaha lain : [ 1 Ya [ ] Tidak Jika ya, sebutkan nama mitranya :................................................................ 3. Bentuk kemitraan terutama dalam ha1 [ ] Pelatihan bersama [ ] Pembelian bahan baku [ ] penggunaan mesin/ peralatan bersama [ ] Modal bersama [ ] Pemasaran bersama [ ] lainya,sebutkan ........................... Lampiran 2. Hasil penilaian Pakar 1 Lanjutan lampiran 2, Hasil peniliaian Pakar 3 Lanjutan lampiran 2. Hasil Perhitungan MPE Lampiran 3. Kuesioner AHP KUESIONER PENELITIAN Desain Metrik Pengnknran Kinerja Manajemen Rantai Pasokon Sayuran Dataran Tinggi di J a v a Barat Nama Responden : Jabatan Petunjuk 1. Berilah tanda ( X ) pada kolom skor yang sesuai untuk penilaian pemilihan metrik prioritas pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi. Skor yang digunakan terdiri dari 1-9 dengan kriteria sebagai berikut : Sumber : Saaty (1993) I. HIERARKI UTAMA 1. Metode untuk pemilihan metrik prioritas pengukuran kinerja rantai pasokan sayuran dataran tinggi ditentukan oleh faktor-faktor bisnis proses yaitu Perencanaan, pengadaan, bndidaya, pengolahan dan pengiriman Berdasarkan tingkat kepentingan dan hubungannya dengan penilaian kinerja, faktorfaktor tersebut dapat disusun dalam suatu table perbandingan antar faktor tersebut, Bandingkan masing-masing faktor berkaitan dengan kriteria penilaian kinerja Kolom kiri Diisi bila sama Perencanaan Perencanaan Perencanaan Perencanaan Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan faktor pada Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Kolom kanan Pengadaan Budidaya Pengolahan Pengiriman Lanjutan Larnpiran 3. Kolom kiri 1 "A I Diisi Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan faktor pada Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Kolom kanan Kolom kiri Diisi hila sama Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan faktor pada Diisi jika faktor pada kolom kanan lehih penting dibanding faktor pada kolom Kolom kanan Kolom kiri Diisi bila sama Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dihandingkan faktor pada Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Kolom kanan 2. Ada 3 parameter kinerja industri sayuran yaitu nilai tambah, kualitas dan resiko. Berdasarkan tingkat kepentingan dan hubungannya dengan penilaian kinerja, faktorfaktor tersebut dapat disusun dalarn suatu table perbandingan antar faktor tersebut. a. Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya berkaitan dengan Perencanaan Kolom kiri Nilai tambah Nilai tambah 1 I Kolom kiri [ Kualitas I I I 1 I I I I I I I I Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan faktor pada Diisi bila sama I Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandinnkan faktor pada Diisi bila sama I I I I Kolom kanan 1 Kualitas I Risiko Kolom kanan I Risiko I Lanjutan Lampiran 3. b. Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya berkaitan dengan Pengadaan Kolom kiri Diisi bila sama Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandinnkan faktor pada Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Kolom kanan Kolom kiri Diisi bila sama Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan faktor pada Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Kolom kanan -- - pualitas I I 1 I I I I I I I Risiko I c. Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya berkaitan dengan Budidaya Kolom kiri Diisi bila sama Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan faktor pada Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Kolom kanan Kolom kiri Diisi bila sama Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan faktor pada Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Kolom kanan I Kualitas I I I I I I I I I I Risiko I Lanjutan Lampiran 3. d. Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya berkaitan dengan Pengolahan Kolom kiri Diisi bila sama Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan faktor pada Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Kolom kanan Kolom kiri Diisi bila sama Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan faktor pada Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Kolom kanan [ Kualitas I I I I I I I I I I Risiko I e. Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya berkaitan dengan Pengiriman kanan lebih penting ibanding faktor pada kolom Kolom kiri Diisi bila sama Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandinakan faktor pada Diisi jika faMor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Kolom kanan Lanjutan Lampiran 3. 3.Ada lima Atribut kinerja yang berperan dalam penilaian kinerja berdasarkan metode SCOR, yaitu reliability, responsiveness, flexibility1 quality, cost, dan asset. Berdasarkan tingkat kepentingan dan hubungannya dengan penilaian kinerja, faktorfaktor tersebut dapat disusun dalam suatu table perbandingan antar faktor tersebut a. Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya berkaitan dengan Nilai Tambah Kolom kiri Diisi bila sama Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Kolom kanan Reliability Reliability Reriability Responsiveness Flexibility Cost Reliahilitv Accet Kolom kiri 1 Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan faktor pada Responsiveness Responsiveness Responsiveness 1 I I Kolom kiri Flexibility Flexibility Kolom kiri Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan faktor pada Diisi bila sama I I I I Diisi bila sama I I I 1 I I Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandinnkan faktor pada Kolom kanan 1 I I I I Flexibility I Cost I I I I ( Asset Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibandine faktor oada kolom Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandinekan faktor oada I Diisi bila sama 7 I Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom 1 I I I Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibandina faktor pada kolom -- Kolom kanan 1 Cost I Asset Kolom kanan Lanjutan Lampiran 3. b. Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya berkaitan dengan Kualitas kanan lebih penting Responsiveness Responsiveness I Kolom kiri I / Kolom kiri I Cost I I Diisi bila sama I I I Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih oentine dibanding.kan faiktor pada I / Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan faktor pada Diisi bila sama I I I I I I I I I Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih oenting dibandinf: f&or pads kolom Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom I I I 1 I Cost I Asset Kolom kanan I I Kolom kanan I Asset I Lanjutan Lampiran 3. c. Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya berkaitan dengan Kualitas Diisi bila sama Kolom kiri I I Reliability Reliability Reriability I Reliability Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan faktor pada I I I I I I I I I I I I Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom I I I I I I I I I I I I 1 Kolom kanan I Responsiveness I Flexibility I Cost I Asset Diisi bila sama Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandinekan faktor nada Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibandinz faktor oada kolom Kolom kanan Kolom kiri Diisi bila sama Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan faktor pada Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Kolom kanan Kolom kiri Diisi bila sama Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan faktor pada Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Kolom kanan Kolom kiri . Cost I I I I I I I I I I Asset I Lanjutan Lampiran 3. 4. Setiap atribut kinerja tersusun oleh metrik kinerja, bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu metrik dengan metrik yang lain dengan atribut kinerja : Reliability, Responsiveness, Flexibility, Cost, Asset pesanan Pemenuhan pesanan 1 I 1 1 cycle time Penediaan harian Lanjutan Lampiran 3 Kolom kiri Siklus Waktu Pesanan Siklus Waktu Pesanan Siklus Waktu Pesanan Siklus Waktu Pesnnan Diisi bila sama Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandinekan faktor oada Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Kolom kanan pesanan Biaya SCM Lanjutan Lampiran 3 Diisi bila sama Kolom kiri pesanan Leadtime pesanan Leadtime pesanan I Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandinekan faktor oada I I I I Kolom kanan Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibandine faktor oada kolom I I I I I Cash-to-cash cycle linie Persediaan harian Kolom kiri Diisi bila sama Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandinekan faktor oada Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibandine faktor oada kolom Kolom kanan Kolom kiri Diisi bila sama Diisi jika faktor pada kolom kiri lebih penting dibandingkan faktor pada Diisi jika faktor pada kolom kanan lebih penting dibanding faktor pada kolom Kolom kanan I Cash-to-cash [ cycle time I I I I I I I I I I I Persediaan harianl Lampiran 4. Prosedur Instalasi Program Data Envelopment Analysis (Software Banxia 'j?ontier3 ') Sofmare yang digunakan adalah 'frontier3'. Kebutuhan Hardware adalah sebagai berikut: Software ini dapat dipasang pada satu unit komputer dengan persyaratan minimal pada prosesor minimal 1,3 GHz, memory 64 MB, ruang kosong pada hard disk minimal 50 MB, SVGA screen, serta menggunakan sistem operasi windows 95,98, ME, 2000, NT4 atau windows Xp. Cara instalasi program adalah sebagai berikut: a. Masukkan CD-ROM Banxia Demonstration atau Frontier Analyst ke dalam CD-drive. b. Installer akan mendeteksi dan instalasi dimulai secara otomatis dan program langsung dapat digunakan. --. ".- ".<" " % welcome lo lhe Frolisr Annly., P,olo.rional Oemonrtmli.n I : I1 I 1 1 w m R4"h - ,h-*n:mdln:M~,~~aih:.~.:"n,*rmm.ecrr(laih~~ . . Oriil2u*latrwldlri"i"&a~e~~~Mrilulowihl;raM irn,.iyour~mi Tkbma~mv~l:ae,rrlcrrd.~hiwryu-ihmlo*l:uaUia ~t~nrsdh4oorie#uep~iiildailrn.aiulxt&~OOI<#wa~ ( d l ~ ~ . ~ n n ~ ~ l 1 I ?LC& EEe3 Tampilan Awal Frontier3 Setelah diInstal c. Jika tidak terinstalasi secara otomatis, inaka run CDSTART.EXE pada CD-ROM. d. Welcome screen akan ditampilkan dan instalasi dimulai. e. Jika instalasi sudah selesai, sebaiknya restart komputer Anda. Frontier3 Frontier3 ini dapat digunakan untuk mengukur efisiensi kinerja relatif dari organisasi yang mempunyai fungsi sama, misalnya pengukuran kinerja ritel, bank, rumah sakit, sekolah, dan lain sebagainya. Pengoperasian program ini adalah sebagai berikut: Pilih Frontier3 pada folder Anda. Tampilanfolder Frontier Analysis Ketika muncul form Frontier Analyst Professional, klik$le, kemudian pilih new project. Pada new project, terdapat beberapa pilihan, sesuaikan dengan source data yang Anda punya. Jika belum terdapat source data maka dapat lnemilih Type into Data Editor. ;i xrw~ i - = -.-- ----____ ~*-,--" "*"> Tampilan Pilihan Source Data I i Masukkan nama input dan output, minimal terdapat satu input dan satu output. - -- i. Prokc,.-. Whard - .- i .... -. . .- ~ ~ l " " , , " O " ~ > , t"nth!,,# CCC,~" Rlnirm..me, r b - < - . & , s h c U 1 " W J l r y a b ' "dbwr- Iw,OYw%r c: cwam, r LmuuMm* 1 r oyw T*srn#C,a* I . I r o " ~ ~ ~ O .*P>-A'm>w:h#oc*&*2 3 " ~ ~ I~L,ah,,'"lin".~i(a I 1 1 7 j Ih>rrndbr~ir(" .,., . Jr& j <*&xi ~ . .. ~. ~ Tampilan InputIOutput Variable Creation Setelah selesai, klikfinish. Lanjutkan dengan memasukkan nama-nama dari unit yang akan dianalisa Tampilan Unit Creation Klikfinish jika telah selesai. Masukkan nilai-nilai input dan output yang Anda punya pada fornt dafa viewer. I! 12 I! / . i 71 h . , . , ' 8 *,. I nm 8. ~~-~ . i r .i o, oi & 6 h."d ~.~ .~ . ~.. .- ~ . , ~~-~ ~ .~~ . ~.. . . ~- -~ ~. Tampilan Tabel untuk Memasukkan Data .. i*r 1 'i Setelah selesai, pilih DEA option untuk menentukan tujuan analisa, apakah minimasi input atau maksimasi output. Selanjutnya Analisis data tersebut dengan klik toolbar tanda panah melingkar. Talnpilan DEA Option * Anda dapat melihat analisa data pada toolbar Analysis dan unit detail untuk mengetahui potential improven~entdan reference comnarison. Tampilan hasil reference comparison -- ._ .- ~ -.-----......--..-..-m Tampilan hasil reference cornparison ,. , Edbd