Studi peningkatkan kinerja manajemen rantai

advertisement
STUD1 PENINGKATAN IUNERJA MANAJEMEN RANTAI PASOK
SAYURAN DATARAN TINGGI TERPILIH DI JAWA BARAT
ALIM SETIAWAN S
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Studi Peningkatan
Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat
adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing akademik dan belum
pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun, kecuali
yang jelas disebutkan rujukannya.
Bogor,
Juni 2009
Alim Setiawan S
NRP F351060021
ABSTRACT
ALIM SETIAWAN S. Study on the Performance Improvement for the Supply
Chain Management for Selected of Highland Vegetables in West Java. Supervised
by MARIMIN, YANDRA ARKEMAN, and FAQIH UDIN.
A performance measurement model is a necessary tool for highland vegetables
supply chain network optimization in West Java. The performance measurement
is conducted to support an objectives planning, the perfonnance evaluation, and
determination of the future steps in strategic, tactical and operational levels. The
methods used in this study were the Exponential Comparison Method (ECM) for
the selection of superior products; the combination of the SCOR Model with the
Fuzzy AHP to design performance metrics; the Data Envelopment Analysis for
performance measurement; and the TOWS analysis to formulate the strategy to
increase the supply chain performance. The result of the ECM showed three
commodities with the highest value i.e. Pepper, Lettuce Head and Broccoli. The
combined SCOR - Fuzzy AHP analysis produced the performance metric values
as follows: delivery performance (0.1 1l), compliance to quality standards (0.299),
order fulfillment performance (0.182), order leadtime (0.068), order fulfillment
cycle time (0.080), supply chain flexibility (0.052), the cost of SCM (0.086), cashto-cash cycle time (0.080), and the daily stock (0.048). The supply chain
performance measurement for lettuce head with the DEA approach indicated that
the farmers had not been 100% efficient. While at the company level, the supply
chain performance measurement of lettuce head crop and fresh cut show the
efficiency performance of 100% which is better than the benchmark. Eventually,
the TOWS strategy analysis on the lettuce head lead to the following
recommendations to improve the performance:l) use hydrophonic cultivation
technology and reduce excessive pesticides, 2) optimize the planting and
harvesting schedules considering the climate; 3) increase the responsiveness and
the flexibility in meeting consumer orders, and 4) implement the required
standard quality assurance and management systems to ensure the consistency of
the product quality and acceptability by the global consuniers.
Keywords: highland vegetables, performance measurement, supply chain and
strategy improvement.
RINGKASAN
ALIM SETIAWAN S. Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok
Sayuran Dataran Tinggi Terpilih Di Jawa Barat. Dibimbing oleh MARIMIN,
YANDRA ARKEMAN, dan FAQIH UDIN.
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil hortikultura terbesar
di Indonesia. Dataran tinggi Jawa Barat (Bandung, Garut, Bogor, Cianjur dan
Tasikmalaya) terletak pada daerah agroklimat basah dengan rata-rata bulan basah
8-10 bulan dengan curah hujan rata-rata tahunannya lebih dari 2000 mm, sehingga
kawasan ini cocok untuk pertumbuhan dan produksi sayuran dataran tinggi antara
lain Paprika, Brokoli, Lettuce, Sawi, Kentang, Wortel, Kubis, dan lain-lain (Dinas
Pertanian Jabar, 2006). Sistem pengukuran kinerja (performance rneasurentent
sysrem) sangat diperlukan sebagai pendekatan dalam rangka mengoptimalisasi
jaringan rantai pasok sayuran dataran tinggi. Pengukuran kinerja bertujuan untuk
mendukung perancangan tujuan, evaluasi kinerja, dan menentukan langkahlangkah ke depan baik pada level strategi, taktik dan operasional (Van der Vorst,
2006). Penelitian ini berusaha untuk menjawab beberapa permasalahan yang
berkaitan dengan perancangan model pengukuran kinerja manajemen rantai pasok
sayuran dataran tinggi yaitu: 1) Jenis produk sayuran dataran tinggi yang
berpotensi untuk ditingkatkan kinerja rantai pasoknya; 2) Gambaran struktur
rantai pasokan dan analisis rantai nilai tambah produk sayuran dataran terpilih; 3)
Rancangan model pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih
dan implementasinya; serta 4) Strategi peningkatan kinerja rantai pasok sayuran
dataran tinggi terpilih.
Observasi terhadap rantai pasok sayuran dataran tinggi dilakukan untuk
mengidentifikasi sejumlah permasalahan yang sering muncul dalam manajemen
rantai pasok dan nilai tambah pada masing-masing pelaku dalam rantai pasok
produk sayuran dataran tinggi. Kegiatan manajemen rantai pasok merupakan
bagian kegiatan dari rantai nilai (valzie chain) sehingga perbaikan manajemen
rantai pasok akan berimplikasi positif pada rantai nilai tambah. Rantai nilai yang
efektif akan memicu keunggulan nilai (value advantage) dan keunggulan produksi
(productivity advantage) yang apada akhimya meningkatkan keunggulan
kompetitif. Pengukuran kinerja manajemen rantai pasok menggunakan
pendekatan Data Envelopvzent Analysis (DEA). Metrik yang digunakan dalam
penelitian ini ditentukan dengan pendekatan fuzzy AHP yang mengadaptasi
metode pengukuran SCOR model.
Penelitian dilakukan di berbagai sentra produk pertanian segar seperti
sayuran di Garut, Bandung dan CianjurIBogor. Penelitian dilakukan mulai bulan
April 2008 - November 2008. Pengumpulan data primer dilakukan melalui
beberapa cara, sebagai berikut : I) Observasi lapangan, yakni melihat secara
langsung kegiatan-kegiatan dalam supply chain dari produsen (petani), prosesor,
distributor, hingga konsumen; 2) Wawancara mendalam; dan 3) Opini Pakar
(expert opinion). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) untuk pemilihan sayuran unggulan,
analisis deskriptif untuk kondisi rantai pasok, fuzzy AHP dan SCOR Model untuk
penentuan metrik kinerja, pengukuran kinerja dengan DEA dan analisis SWOT
untuk merumuskan strategi peningkatan kinerja rantai pasok.
Kriteria yang digunakan dalam pemilihan sayuran dataran tinggi yang
berpotensi untuk ditingkatkan kineja rantai pasoknya yaitu ketersediaan bibit,
ketersediaan sarana produksi, kualitas produk, kontinyuitas pasokan, ketersediaan
produk, potensi pasar domestik dan ekspor, margin keuntungan, risiko dan
kemitraan. Berdasarkan analisis ekspor dan impor untuk menentukan sayuran
unggulan diperoleh alternative sayuran dataran tinggi unggulan yaitu Brokoli,
Kentang, Jamur Kuping, Kacang-kacangan, Paprika, Tomat dan Lettuce. Hasil
analisis menggunakan metode MPE menghasilkan tiga komoditas sayuran terpilih
yang mempunyai nilai tertinggi dibandingkan sayuran lainnya yaitu Paprika,
Selada bulat (lettuce head) dan Brokoli.
Anggota strulctur rantai pasok sayuran dataran tinggi umumnya terdiri dari
petaniikelompok t a d koperasi, pedagangibandarlusaha dagang, prosesor, dan
konsumen institusi (hotel, restauran, eksportir, dan retailer). Secara umum, sistem
transaksi dan pemilihan mitra hanya berdasarkan pada kepercayaan, belum
menggunakan kriteria standar dan sistem kontraktual tertulis. Hasil analisis nilai
tambah pada para pelaku rantai pasok menunjukkan persentase nilai tambah pada
petani masih lebih kecil dibandingkan pelaku yang lain. Persentase nilai tambah
akan lebih besar didapat petani jika terjadi pengalihan sebagian aktifitas
pengolahan dari prosesor kepada petani.
Hasil perancangan model pengukuran kinerja rantai pasok sayuran tinggi
menggunakan pendekatan Fuzzy AHP dengan mengadaptasi model evaluasi
SCOR menghasilkan metrik pengukuran kinerja dengan bobot masing-masing
yaitu: kinerja pengiriman (0,ll I), kesesuaian dengan standar mutu (kualitas)
(0,299), kinerja pemenuhan pesanan (0,182), lead time pemenuhan pesanan
(0,068), siklus waktu pemenuhan pesanan (0,080), fleksibilitas rantai pasok
(0,052), biaya SCM (0,086), cash-to-cash cycle time (0,080) dan persediaan
harian (0,048). Pengukuran kineja rantai pasok sayuran Lettuce head dengan
pendekatan DEA menunjukkan efisiensi relatif masing-masing petani dan
potential improvement yang harus dilakukan untuk mencapai efisiensi relatif
100%. Sementara pada tingkat perusahaan, pengukuran kinerja rantai pasok jenis
produk Lettuce head crop danfresh cut menunjukkan kinerja efisiensi 100% dan
lebih baik dari benchmark.
Berdasarkan hasil perhitungan matriks internal dan eksternal dalam analisa
SWOT, posisi para pelaku rantai pasok sayuran lettuce head berada pada kuadran
antara Kekuatan (Strenghts) dan Ancaman (Threats). Dengan demikian strategi
peningkatan kinerja rantai pasok sayuran lettuce head yang dapat dirumuskan
adalah : (1) Optimalisasi sistem penjadwalan (baik dalam penanaman dan
pemanenan) dengan memperhitungkan aspek cuaca, (2) Peningkatan kinerja
responsifitas dan fleksibilitas untuk pemenuhan pesanan, (3) Perlunya
implementasi system manajemen mutu dan lingkungan (IS0 9000 & 14000),
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), Good Handling Practices, dan
Good Agricultural Practice (GAP).
Kata kunci : sayuran dataran tinggi, pengukuran kinerja, rantai pasok dan strategi
peningkatan kinerja
g d U!Z!
~ wduwr undwdw ynruaq uiwlwp !u! s!gnl w&wy ynrnlas
nwjw uw!3wqas ywduwqraduatu uwp uwytuntun3uatu Zuwrwpa -Z
861.IW[WM
Zuwd uwZu!quaday [email protected]!y uudzzn8uad .q
~ywgwswunrwns uwnw[u!g nwlw y!y!.q uws!gnuad
'uwrodw~uws~~nuad
'yw!tul! wdrq uws!puad 'uw!r!qauad
'uqp!puad uw3u~guaday ynrun wduwy uwd2f&uad a
Aaquns umpqaiuau nwrw uqunruw3uatu wduwj
!u! s!lnr chwy ynrnlas nwrw uw!Zwqas dt~n3uatuZuwrwl!a
Suepun-Suepnn !Sunpu![!p rr~d!ayeH
6002 unqel'8dI Y!l!m Vd!3 T H O
STUD1 PENINGKATAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOK
SAYURAN DATARAN TINGGI TERPILIH DI JAWA BARAT
ALIM SETIAWAN S
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Tesis
: Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran
Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat
Nama
: Alim Setiawan S
NRP
: F351060021
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Marimin. MSc
Ketua
ra
MEng
Dr. ~ r y ~ a n dArkeman,
Anggota
Ir. Faqih Udin. MSc
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Tanggal Ujian : 3 Juni 2009
Tanggal Lulus :
2 3 JUL 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
taufik dan hidayah-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan
Tesis: STUD1 PENINGKATAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOK
SAYURAN DATARAN TINGGI TERPILIH DI JAWA BARAT. Tesis ini
disusun guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan
Program Magister di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dan tesis ini dapat terlaksana dan terwujud melalui proses
arahan, bimbingan, bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Komisi
Pembimbing selalu memberikan dorongan, arahan, dan saran selama proses
penelitian dan penyusunan tesis ini berlangsung. Berbagai pihak juga telah banyak
membantu mulai dari saat proses penelitian berlangsung hingga tersusunnya tesis
ini. Dengan ketulusan hati penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc, selaku Ketua Komisi Pembimbing akademik atas
bimbingan, arahan, dan nasehat kepada penulis sejak perkuliahan di TIP,
penelitian dan selama penyusunan tesis.
2. Dr. Ir. Yandra Arkeman, MEng dan Ir. Faqih Udin, MSc sebagai anggota
Komisi Pembimbing atas bimbingan dan arahannya sehingga penulis dapat
menyelesaiakan tesis ini.
3. Dr. Ir. Sutrisno, MAgr, sebagai penguji luar komisi atas saran dan
masukannya dalam penyempumaan tesis ini pada ujian sidang.
4. Prof. Dr. Irawadi Jamaran dan Dr. Ir. Ani Suryani, DEA sebagai Ketua dan
Sekretaris Program Studi TIP yang dengan penuh perhatian dan dedikasi
tinggi senantiasa mendorong para mahasiswa TIP untuk dapat menyelesaikan
studi dengan baik.
5. Prof. Dr. Ir. Heny Suhardiyanto, MSc dan Dr. lr. Anas Miftah Fauzi, MEng
atas bantuan, bimbingan dan dorongan moral yang diberikan sehingga penulis
memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana
IPB. Beliau berdua seolah menjadi orang tua penulis di Bogor yang disela-sela
kesibukannya senantiasa meluangkan waktu untuk berdiskusi dan memberi
nasehat-nasehat yang berharga.
6. Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc dan teman-teman staf pengajarlpegawai di
Departemen Manajemen, FEM, IPB yang senantiasa memberi perhatian dan
motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi dengan baik.
7. Saudara Ferry Setyawan, Zikra Arsil, dan Lulud Adi Subarkah yang telah
banyak membantu penulis mengumpulkan dan mengolah data dan informasi
yang dibutuhkan dalam penyusunan tesis ini.
8. Pak Rika Ampuh H, Mbak Retno Astuti, Pak Sjarif, Pak Makmur, Pak Harjito,
Mas Hedi, Mbak Banun, Mbak Tini, Mbak Tuti, Sari, Upik, Yusuf, Dwi,
Mbak Nisa, Pak Nurdin, Puji Rahma, Mas Adetya dan teman-teman TIP (S2
dan S3) 2005/2006/2007, terimakasih atas inspirasi, kisah, dan semangatnya
kepada penulis. Penulis yakin bahwa kesuksesan menyertai kalian semua.
9. Kepada para petani lettuce di Garut, petani Paprika di Pasir Langu, petani
Brokoli di Cipanas, para karyawan di FT. Saung Minvan, pengurus Koperasi
Mitra Sukamaju, dan para pihak yang telah membantu penelitian ini.
Kepada Ibunda (almarhumab) Riwayati dan ayahanda Suhadi penulis
persembahkan rasa hormat dan cinta yang mendalam. Kakak-kakakku Eko
Nugriyanto, MKom dan Kus Dwi lndriyati, SPd atas segala perhatian dan
motivasinya.
Istriku tercinta Suci Nur Aini Zaida, SP dan anakku Ayesha
Humaira Majid, sungguh merupakan inspirator penulis dan pendorong bagi
selesainya tesis ini.
Penulis menyadari masih banyak yang harus disempurnakan dalam tesis
ini. Untuk itu, penulis menerima semua kritik dan saran yang membangun dalam
penyempumaannya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat khususnya bagi
perkembangan pengetahuan rantai pasokan sayuran dataran tinggi.
Bogor, Juni 2009
Penulis
Alim Setiawan S
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari orang tua tercinta
Bapak Suhadi dan Almarhumah Ibu Riwayati. Penu!is dilahirkan pada tanggal 27
Februari 1982 di Desa Bolo, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa
Tengah.
Pada tahun 1994, penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri
Bolo 3 Demak. Pada tahun 1997 menamatkan pendidikan menengah di S M P
Negeri 2 Demak dan pada tahun 2000 lulus dari SMU Negeri 1 Demak. Melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima untuk melanjutkan
pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2000 dan belajar di
Fakultas Teknologi Pertanian, jurusan Teknologi Industri Pertanian hingga lulus
pada tahun 2005. Selanjutnya penulis pada tahun 2006, penuiis melanjutkan
program master di program studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sampai saat ini penulis masih bertugas
sebagai asisten dosen di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menikah dengan Suci Nur Aini Zaida, SP pada tanggal 6 Juli 2008
dan telah dikaruniai seorang putri bemama Ayesha Humaira Majid yang lahir
pada tanggal 2 April 2009.
DAFTAR IS1
KATA PENGANTAR .............................................................................................i
...
..
DAFTAR TABEL .................................................................................................
VII
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xi
...
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ XIII
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.I. Latar belakang .................................................................................................. 1
..
1.2. Tujuan penelltian ..............................................................................................4
1.3. Ruang lingkup ..................................................................................................4
. . ............................................................................................ 5
1.4. Manfaat penel~t~an
BAB I1. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................6
2.1. Manajemen Rantai Pasok Agroindustri ............................................................ 6
2.2. Kemitraan dalam Supply Chain Management .................................................7
2.3. Pengukuran kinerja Supply Chain ....................................................................8
2.4. Metode pengukuran kinerja SCM ..................................................................I1
2.5. Metode DEA untuk evaluasi SCM ................................................................. II
2.6. Metode SCOR untuk Evaluasi SCM ..............................................................16
2.7. Konsep Nilai Tambah ..................................................................................... 24
2.8. Fuzzy AHP untuk penentuan bobot metrik kinerja ......................................... 26
2.9. Analisis TOWS .............................................................................................. 31
2.10. Penelitian terdahulu dan posisi usulan penelitian ......................................... 33
BAB 111. METODE PENELITIAN ....................................................................... 36
3.1. Kerangka Konseptual ..................................................................................... 36
..
3.2. Tata Laksana Penelltian .................................................................................. 38
. . ...............................................................................38
3.2.1. Prosedur penel~t~an
..
3.2.2. Lokasi dan Waktu Penel~t~an
................................................................39
3.2.3. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 39
..
3.3. Metode Anallsls Data ..................................................................................... 42
3.4.1. Analisis Rantai Pasok Sayuran dataran tinggi .....................................42
DAFTAR IS1 .............................................................................................................
3.4.2. Pemilihan Produk Unggulan
............................................................. 46
. .
3.4.3. Analisis Nlla~Tambah .......................................................................... 46
3.4.4. Pengukuran Kinerja dengan DEA ........................................................ 47
BAB IV . PERKEMBANGAN SAYURAN DAN HORTIKULTURA
INDONESIA .........................................................................................................52
4.1. Produksi Sayuran dan Hortikultura ................................................................52
4.2. Perkembangan Ekspor lmpor Sayuran dan Hortikultura................................53
4.3. Permasalahan Ekspor Sayuran dan Hortikultura ............................................ 58
4.3.1 .Permasalahan Internal ...................................................................... 58
4.3.2. Permasalahan Eksternal ........................................................................ 65
BAB V . PEMILIHAN PRODUK UNGGULAN ................................................. 66
5.1. Alternatif Sayuran Unggulan .......................................................................... 66
5.2. Kriteria Pemilihan Sayuran Dataran Tinggi ................................................... 68
5.3. Pemilihan sayuran menggunakan MPE .......................................................... 69
5.4. Pewilayahan dan Budidaya Sayuran Terpilih ................................................. 71
5.4.1. Sentra Produksi Paprika di Pasir Langu, Kabupaten Bandung Barat ...71
5.4.2. Sentra Produksi Lettuce Head Di Kabupaten Garut ............................. 79
5.4.3. Sentra Produksi Brokoli di Cipanas, Kabupaten Cianjur ..................... 85
BAB VI . ANALISIS KONDISI RANTAI PASOK .............................................. 89
SAYURAN DATARAN TINGGI .........................................................................
89
6.1. Rantai Pasokan Paprika .................................................................................
89
6.1.1. Struktur Rantai Pasokan .......................................................................
89
6.1.2.Sasaran Rantai ...................................................................................... 95
6.1.3. Manajemen Rantai ................................................................................ 98
6.1.4. Sumberdaya Rantai .............................................................................
101
6.1.5. Proses Btsnts Rantai ........................................................................
103
.
.
6.1.6. Kunci Sukses ............................................................................... 107
6.1.7. Analisa Nilai Tambah ......................................................................... I09
6.2. Rantai Pasokan Lettuce head ........................................................................ 115
6.2.1. Struktur Rantai Pasokan .....................................................................
115
6.2.2. Sasaran Rantai .................................................................................... 125
6.2.3. Manajemen Rantai ....................................................................... 127
6.2.4. Sumberdaya Rantai ............................................................................. 130
.
.
...........................................................................132
6.2.5. Proses B ~ s n Rantai
~s
6.2.6. Performa Rantai .................................................................................. 138
6.2.7. Kunci Sukses ...................................................................................... 140
.
.
6.2.8. Analisis N~lalTambah ........................................................................
141
6.3. Rantai Pasokan Brokoli ............................................................................
148
6.3.1. Struktur Rantai Pasokan .....................................................................148
6.3.2. Manajemen Rantai .........................................................................
158
6.3.3. Proses Bisnis Rantai ........................................................................... 161
6.3.4. Kunci Sukses ...................................................................................... 164
6.3.5. Analisa Nilai Tambah .........................................................................165
BAB VII . DESAIN METRIK PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOKAN
DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL DAN FUZZY AHP ..................... 168
7.1. Proses Bisnis Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi ................................... 169
7.2. Faktor Peningkatan Kinerja .........................................................................
170
7.3. Atribut dan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Sayuran Dataran
Tinggi ...........................................................................................................
171
7.4. Pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok dengan Fuzzy AHP ......176
BAB VIII . PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK SAYURAN
LETTUCE HEAD DENGAN PENDEKATAN DEA ......................................... 188
8.1. Metrik pengukuran kinerja rantai pasok Lettuce head ................................. 188
8.2. Pengukuran kinerja mitra tani Lettuce head dengan data envelopment
analysis ......................................................................................................... 191
8.3. Analisis Nilai Efisiensi Kinerja Mitra Tani Lettuce Head Pada
Tahun 2008 ................................................................................................... 193
BAB IX. ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN KMERJA RANTAI
PASOK SAYURAN LETTUCE HEAD .............................................................. 202
9.1. Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok .................................................. 202
9.2. Analisis Kelembagaan Peningkatan Kinerja dan Nilai Tambah Petani
Sayuran ......................................................................................................... 209
9.3. Implikasi ManajerialIProgram Aksi ............................................................. 213
9.3.1 .Analisis kesenjangan ........................................................................... 213
. .
9.4. Ilnplikasi manajer~al/programaksi ...............................................................
214
BAB X . KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 219
10.1. Kesimpulan ................................................................................................. 219
10.2. Saran ........................................................................................................... 220
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
222
LAMPIRAN ...................................................................................................... 228
DAFTAR TABEL
Tabel l . Kontribusi PDB pada harga konstan dari tahun 2000-2005 .....................1
Tabel 2 . Kerangka metrik untuk mengevaluasi kinerja SCM ..............................10
Tabel 4 . Model Hierarki SCOR ............................................................................
21
Tabel 5 . Atribut Performa Manajemen Rantai Pasokan beserta Metrik Performa23
Tabel 6 . Definisi dan fungsi keanggotaan dari fuzzy number (Ayag, 2005b) ...... 29
Tabel 7 . Perbandingan dan posisi penelitian yang dilakukan ............................... 35
Tabel 8. Form Kegiatan Pasca Panen Mitra Petani-Perusahaan .........................
43
Tabel 9 . Form Kepemilikan dan Profil Kontrol .................................................. 44
Tabel 10. Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami .......................... 47
Tabel 11. Total Produksi, lmpor dan Ekspor Sayuran di Indonesia Tahun 20022006 .......................................................................................................52
Tabel 12. Nilai ekspor kelompok komoditas sayuran Indonesia tahun 2003-2007
(dalam US$) ........................................................................................... 56
Tabel 13. Nilai ekspor kelompok komoditas sayuran Indonesia tahun 2003-2007
(dalam US$) ........................................................................................... 57
Tabel 14. Nilai Ekspor Komoditas Sayuran segarheku Indonesia (Kelompok HS
1996 6-Digit) ..........................................................................................
59
Tabel 15.Nilai Impor Komoditas Sayuran segarheku Indonesia (Kelompok HS
1996 6-Digit) ................................................................................... 60
Tabel 16. Daftar beberapajudul SNI untuk produk-produk hortikultura ............. 64
Tabel 17. Hasil pemilihan sayuran unggulan dataran tinggi ................................ 70
Tabel 18.Anggota rantai pasokan Paprika ........................................................... 92
Tabel 19. Standar Kualitas Paprika ................................................................. 94
Tabel 20 . Nilai Penjualan Paprika Koperasi Mitra Sukamaju .............................. 97
Tabel 21 . Kriteria Pemilihan Mitra ...................................................................... 98
Tabel 22 . Perhitungan nilai tambah untuk petani anggota koperasi ................... 110
Tabel 23 . Perhitungan nilai tambah untuk petani non anggota koperasi ............ 111
Tabel 24 . Perhitungan nilai tambah untuk Koperasi Mitra Sukamaju ............... 112
Tabel 25 . Perhitungan niIai tambah untuk bandar ...........................................
113
Tabel 26 . Perhitungan nilai tambah untuk bandar ..............................................114
Tabel 27 . Distribusi nilai tambah pada rantai pasok Paprika ............................. 115
Tabel 28 . Konsumen Perusahaan Lettuce Head .................................................117
Tabel 29 . Pemasok non sayur PT Saung Mirwan ...............................................118
Tabel 30 . Aktivitas anggota primer rantai pasok Lettuce head .......................... 122
Tabel 3 1 . Data permintaan Lettuce head di PT Saung Mirwan pada tahun 20042007.....................................................................................................
126
Tabel 32. Penilaian performa kemitraan ............................................................. 138
Tabel 33 . Perbandingan nilai tambah lettuce head semester 1 dan 2 tahun 2008
............................................................................................................. 144
Tabel 34. Nilai tambah fiesh cut lettuce head semester 1 dan 2 tahun 2008 .... 146
Tabel 35. Perhitungan nilai tambah untuk ritel .................................................. 147
Tabel 36 . Distribusi nilai tambah rantai pasok sayuran lettuce headcrop ......... 148
Tabel 37 Rite1 Pemasaran Brokoli Cipanas ........................................................ 149
Tabel 38 Aktivitas anggota primer rantai pasok Brokoli di UD ........................ 152
Tabel 39. Standar Kualitas Brokoli Cipanas .................................................... 154
Tabel 40 . Perhitungan Nilai Tambah Petani ....................................................... 165
Tabel 41 . Nilai Tambah Bandar ......................................................................... 166
Tabel 42 . Perhitungan Nilai Tambah Rite1 ....................................................... 167
Tabel 43 . Distribusi nilai tambah rantai pasok sayuran Brokoli ........................ 167
Tabel 44 . Metrik Level 1 dan Atribut Performa SCOR .................................... 172
Tabel 45 . Tabel Hierarki Metrik Performa Rantai Pasokan Saung Minvan ...... 175
Tabel 46 . Matrik perbandingan fuzzy dari level proses bisnis terhadap tujuan
pemilihan metrik kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi .............176
Tabel 47 . Matrik perbandingan fuzzy dari level parameter kinerja terhadap aspek
perencanaan pada proses bisnis rantai pasok sayuran dataran tinggi .. 176
Tabel 48. Matrik perbandingan fuzzy dari level atribut kinerja terhadap kualitas
pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi ....... 178
Tabel 49 . Matrik perbandingan fuzzy dari level metrik pengukuran kinerja
terhadap Reliability pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran
.
.
dataran t~nggl.......................................................................................
178
Tabel 50. a-cut matriks perbandingan fuzzy pada level proses bisnis terhadap
tujuan (a = 0.5 dan
= 0.5)
.................................................................179
Tabel 5 1. a-cut matriks perbandingan fuzzy pada level parameter kinerja terhadap
aspek perencanaan pada proses bisnis rantai pasok sayuran dataran
.
.
tlnggl (a=0.5 dan p=0.5) .................................................................. 179
Tabel 52. a-cut Matrik perbandingan fuzzy dari level atribut kinerja terhadap
kualitas pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi
(a=0.5 dan p=0.5) ............................................................................ 179
Tabel 53. a-cut Matrik perbandingan fuzzy dari level metrik pengukuran kinerja
terhadap Reliability pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran
dataran tinggi (a = 0.5 dan p = 0.5) ..................................................... 180
Tabel 54. Nilai eigen matriks perbandingan fuzzy pada level proses bisnis
terhadap tujuan ..................................................................................... 181
Tabel 55. Nilai eigen matriks perbandingan fuzzy pada level parameter kinerja
terhadap aspek perencanaan pada proses bisnis rantai pasok sayuran
dataran tinggi ....................................................................................... 182
Tabel 56. Nilai eigen Matrik perbandingan fuzzy dari level atribut kinerja
terhadap kualitas pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran
.
.
dataran tlnggl .......................................................................................182
Tabel 57. Nilai eigen Matrik perbandingan fuzzy dari level metrik pengukuran
kinerja terhadap Reliability pada level atribut kinerja rantai pasok
.
.
sayuran dataran tlnggl .......................................................................... 183
Tabel 58. Bobot akhir pada level proses bisnis rantai pasok sayuran dataran tinggi
............................................................................................................. 184
Tabel 59. Bobot akhir pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran
.
.
tmggt ....................................................................................................
184
Tabel 60. Bobot akhir pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran dataran
.
.
tlnggl .................................................................................................... 184
Tabel 61. Bobot akhir pada level metrik kinerja rantai pasok sayuran dataran
.
.
tlngg~....................................................................................................
185
Tabel 62. pembagian faktor input dan ouput untuk perhitungan DEA .............. 190
Tabel 63. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja petani semester 1
tahun 2008 ............................................................................................ 192
Tabel 64. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja petani semester 2
tahun 2008 .....................................................................................192
Tabel 65. Hasil perhitungan kinerja mitra tani Lettuce head pada dua semester di
tahun 2008 (dalam %) ......................................................................
193
Tabel 66. Peningkatan output dan penurunan input pada petani 1 selama semester
1 tahun 2008 (dalam%) ........................................................................ 194
Tabel 67. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja PT Saung Mirwan
semester 1 tahun 2008 .................................................................. 197
Tabel 68. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja PT Saung Mirwan
semester 2 tahun 2008 .................................................................... 197
Tabel 69. Hasil perhitungan kinerja PT Saung Mirwab dilihat dari dua jenis
produk Lettuce head di tahun 2008 ..................................................... 198
Tabel 70. Patok duga PT Saung Mirwan untuk Lettuce head krop tahun 2008.199
Tabel 71 Patok duga PT Saung Mirwan untuk Lettuce headfresh cut tahun 2008
Tabel 72 Penilaian Faktor Internal Peningkatan Kinerja Rantai Pasokan .......... 205
Tabel 73 Penilaian Faktor Eksternal Peningkatan Rantai Pasokan .................... 206
Tabel 74. Altematif strategi peningkatan kinerja rantai pasok Lettuce head ..... 207
Tabel 75. Peran pemangku kepentingan rantai pasok sayuran Lettuce head ..... 21 1
Tabel 76. Kesenjangan antara kondisi kini dan harapan berdasarkan metrik
kineja ............................................................................................
213
Tabel 77. Implikasi manajeriallprogram aksi dan aktor yang diharapkan dapat
berperan
............................................................................................... 215
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Sistem Rantai Pasok ............................................................
6
Gambar 2 . Skema rantai pasok pertanian (Sumber: Van der Vorst. 2004) .......... 7
Gambar 3 . Skema Ruang Lingkup SCOR (Sz~pppplyChain Cozmcil) ................... 17
Gambar 4 . SCOR sebagai Model Referensi Proses Bisnis ................................. 17
Gambar 5. Membershipjmction fuzzy untuk nilai linguistik kriteria dan
alternatif (Ayag dan Ozdemir, 2006) ..........................................
31
Gambar 6 . Posisi Perusahaan pada Berbagai Kondisi (Marimin. 2004) ............ 32
Gambar 7 . Sistem Rantai Pasok Produk Hortikultura (Hadiguna, 2007) ........... 36
Gambar 8. Kerangka pemikiran penelitian .......................................................38
..
Gambar 9 . Diagram Alir Penel~t~an
................................................................... 41
Gambar 10. Kerangka Analisis Manajemen Rantai Pasokan ...............................42
Gambar 11. Operasi a-cut pada TFN............................................................... 50
Gambar 12. Grafik volume ekspor serta impor dari sub-sektor hortikultura 20002005 (Departemen Pertanian. 2007) ................................................. 54
Gambar 13. Grafik nilai ekspor serta impor dari sub-sektor hortikultura 20002005 (Departemen Pertanian. 2007) ............................................... 54
Gambar 14. Grafik nilai ekspor dan impor sayuran Indonesia 2003-2007 .......... 55
Gambar 15. Grafik Pareto Sayuran Unggulan Ekspor ......................................... 67
Gambar 16. Grafik Pareto Sayuran Unggulan Impor ........................................... 67
Gambar 17. Struktur Rantai Pasok Paprika .......................................................... 89
Gambar 18 . Rantai Pasok Leattuce Head ........................................................... 119
Gambar 19. Pola Aliran Produk dan Informasi Rantai Pasokan Brokoli ........... 153
Gambar 2 0. Mekanisme pengelolaan Brokoli di STA Cigombong ................... 162
Gambar 21 . Struktur hierarki pemilihan metrik kinerja rantai pasok sayuran
.
.
dataran tlnggi .................................................................................. 177
AHP ~netrik
Gambar 22 . Bobot akhir hasil analisis dengan ~endekatanfuzz~
kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi .................................... I87
Gambar 23 . Model pengukuran dengan DEA ................................................189
Gambar 24 . Reference Conzparison antara petani 1 dengan benchntark pada
semester satu tahun 2008 (dalam %) ..............................................195
Gambar 25 . Reference Comparison antara petani I dengan benchtnark pada
semester dua tahun 2008 (dalam %) ............................................... 196
Gambar 26 . Posisi pelaku rantai pasok sayuran Lettuce head............................207
Gambar 27 . Rantai Pasok Sayuran menurut Processor sebagai Champion1
Perusahaan Penghela ...................................................................... 210
Gambar 28. Konfigurasi Kelembagaan Rantai Pasok Sayuran Lettuce Head .... 211
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner penelitian
Lampiran 2. Perhitungan MPE pada pernilihan sayuran dataran tinggi unggulan
Lampiran 3. Kuisioner AHP
Lampiran 4. Prosedur Instalasi Program Data Envelopment Analysis (Sofhvare
Banxia 'ffontier3')
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. L a t a r belaltang
Pertanian merupakan sektor yang mempunyai kontribusi cukup besar
terhadap perekonomian Indonesia. Pada tahun 2006 sektor pertanian berkontribusi
sebanyak 13% terhadap nilai PDB nasional dan meningkat pada catur wulan I
tahun 2007 menjadi 13,7%. Hortikultura sebagai salah satu sektor pertanian
memberikan peningkatan kontribusi pada nilai PDB nasional berdasarkan harga
konstan sebesar Rp 35.334 juta pada tahun 2000 menjadi Rp 44.196 juta pada
tahun 2005. Rata-rata pertumbuhan PDB hortikultura per tahun mencapai 4,6%.
Tren permintaan produk hortikultura seperti sayuran, buah-buahan dan bunga juga
menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada Tabel 1 menunjukkan kontribusi
hortikultura pada nilai PDB berdasarkan barga konstan dari tahun 2000-2005.
Tabel 1. Kontribusi PDB pada harga konstan dari tahun 2000-2005
Komoditas
Hortikultura
Buah-buahan
Sayuran
Biofarmasi
Bunga
2000
19.079
13.145
364
2.746
2001
19.951
13.786
383
2.886
PDB (Juta Rupiah)
2002
2003
22.1 19
21.149
13.550
15.404
384
423
2.622
3.370
2004
22.740
15.336
534
3.406
2005
22.460
16.395
2.007
3.334
Sumber : Ditjen Horikultura, 2006
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil hortikultura terbesar di
Indonesia. Produksi hortikultura khususnya sayuran di Jawa Barat mencapai 3,1
ton per tahunnya dari 23 jenis sayuran yang dibudidayakan. Luas areal tanaman
sayuran di Jawa Barat mencapai 1,l juta ha dan tingkat optimalisasi pemanfaatan
lahan baru mencapai 75% (Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2007).
Potensi luas panen sayuran di Jawa Barat lebih terkonsentrasi pada beberapa
daerah. Konsentrasi luas panen sayuran dengan pangsa >I0 % terdapat di
Kabupaten Bandung dan Garut (sayuran dataran tinggi) serta Bekasi (dataran
rendah), Sumedang (tinggi dan rendah). Beberapa wilayah dengan pangsa > 5%
terdapat di Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Bogor (sayuran dataran tinggi) dan
Cirebon (sayuran dataran rendah) (BI, 2007). Dataran tinggi Jawa Barat
(Bandung, Garut, Bogor, Cianjur dan Tasikmalaya) terletak pada daerah
agroklimat basa dengan rata-rata bulan basah 8-10 bulan dengan curah hujan ratarata tahunnya lebih dari 2000 mm, sehingga kawasan ini cocok untuk
pertumbuhan dan produksi sayuran dataran tinggi antara lain Paprika, Brokoli,
Lettuce, Sawi, Kentang, Wortel, Kubis, dan lain-lain (Dinas Pertanian Jabar,
2006).
Peningkatan daya saing produk adalah faktor kunci untuk mengembangkan
usaha sayuran di Indonesia. Produk hortikultura seperti sayuran, buah-buahan dan
bunga merupakan produk-produk yang mudah rusak. Daya saing produk sayuran
dapat ditingkatkan melalui peningkatan nilai tambah, operasi bisnis dan pelayanan
konsumen mulai dari kegiatan budidaya, distribusi dan pemasaran.
Peningkatan daya tahan dan daya saing sangat penting, mengingat
persaingan yang ketat produk sayuran dataran tinggi di pasar domestik.
Penyebabnya adalah produk sayuran dataran tinggi Indonesia masih terkendala
dalam jaminan kesinambungan atas kualitas produk, minimnya jumlah pasokan,
dan ketepatan waktu pengiriman. Penyebab lainnya adalah belum efektif dan
efisiennya kinerja rantai pasok komoditi sayuran dataran tinggi di Indonesia.
Menurut Morgan et al. (2004) kendala utama dalam rantai pasok sayuran dataran
tinggi adalah perencanaan, sosialisasi, pengiriman dan ekspektasi. Karena itu,
manajemen rantai pasok memegang peranan penting dan perlu dilakukan dengan
baik.
Manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi
dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk
memenuhi kebutuhan konsumen dengan biaya termurah (Chopra dan Meindel,
2007). Rantai pasok lebih ditekankan pada seri aliran dan transformasi produk,
aliran informasi dan keuangan dari tahapan bahan baku sampai pada pengguna
akhir (Handfield, 2002), sementara manajemen rantai pasok menekankan pada
upaya memadukan kumpulan rantai pasok (Van der Vorst, 2004). Produk
pertanian secara umum mempunyai karakteristik antara lain : (1) produk mudah
rusak, (2) budidaya dan pemanenan sangat tergantung iklim dan musim, (3)
kualitas bervariasi dan (4) bersifat kamba, beberapa produk sangat sulit diangkut
dan dikelola sebab ukuran dan kompleksitas dari produk. Empat faktor ini perlu
dipertimbangkan dalam merancang dan menganalisis Agri-SCM, dan sebagai
konsekuensi, Agri-SCM menjadi lebih sulit dibanding SCM secara umum
(Yandra et. a[., 2007).
Beberapa pelaku agribisnis dan agroindustri di Indonesia melakukan
perdagangan dan proses pengolahan sekaligus. Produk pertanian segar, seperti
sayuran, buah-buahan dan bunga, diperoleh dari kebun sendiri atau dipasok oleh
kelompok tani sekitar melalui mekanisme kemitraan. Disamping itu, terdapat
bermacam-macam bentuk bisnis dengan rantai yang panjang oleh berbagai pelaku
tengah (middlemen) yang memasarkan produk baik pada pasar lokal, regional dan
nasional serta ekspor ke Iuar negeri.
Sistem pengukuran kinerja (perfomtance meastrrement system) diperlukan
sebagai pendekatan dalam rangka mengoptimalisasi jaringan rantai pasok. Desain
rantai pasok produk hortikultura yang optimal dapat dibedakan untuk masingmasing rantai pasok tergantung strategi kompetisi dan karakteristik pasar, produk
dan produksi. Pengukuran kinerja bertujuan untuk mendukung perancangan
tujuan, evaluasi kinerja, dan menentukan langkah-langkah ke depan baik pada
level strategi, taktik dan operasional (Van der Vorst, 2006). Untuk itu, penelitian
mengenai model pengukuran kinerja manajemen rantai pasok hortikultura perlu
dilakukan.
Penelitian ini berfokus .pads produk sayuran yang diarahkan pada pasar
institusi khususnya pasar swalayan. Seperti di negara-negara lain, pasar swalayan
di Indonesia belum menembus perdagangan ritel sayur dan buah segar secepat
makanan olahan dan semi-olahan sehingga estimasi industri mengenai pangsa
perdagangan ritel sayur dan buah segar hanya berkisar antara 10-15 persen untuk
pasar swalayan. Memang angka ini masih minim, tetapi sepuluh tahun yang lalu,
angka ini hampir nol. Angka ini kemungkinan akan bertambah dengan terjadinya
transformasi perdagangan ritel secara menyeluruh (Laporan Bank Dunia, 2007).
Penelitian ini berusaha untuk menjawab beberapa permasalahan yang
berkaitan dengan perancangan model pengukuran kinerja manajemen rantai pasok
sayuran dataran tinggi yaitu: ( I ) Jenis produk sayuran dataran tinggi yang
berpotensi untuk ditingkatkan kinerja rantai pasoknya; (2) Gambaran struktur
rantai pasokan dan analisis rantai nilai tambah produk sayuran dataran terpilih; (3)
Rancangan model pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih
dan implementasinya; serta (4) Strategi peningkatan kinerja rantai pasok sayuran
dataran tinggi terpilih.
1.2. Tujuan penelitian
Studi peningkatan kinerja manajemen rantai pasok sayuran dataran tinggi
di Jawa Barat bertujuan sebagai berikut:
1)
Mengembangkan kriteria dan alternatif pemilihan sayuran dataran tinggi
yang berpotensi untuk ditingkatkan kinerja rantai pasoknya.
2)
Mengidentifikasi struktur rantai pasok dan nilai tambah produk sayuran
dataran tinggi yang dapat ditingkatkan kinerja rantai pasoknya.
3)
Merancang dan mengimplementasikan pengukuran kinerja rantai pasok
sayuran terpilih.
4)
Merumuskan strategi peningkatan rantai pasok sayuran terpilih.
1.3. Ruang lingkup
Kajian manajemen rantai pasokan produk sayuran ini mencakup integrasi
aliran barang dan informasi mulai dari sumber bahan baku (petani) hingga
pengiriman produk ke konsumen institusi. Cakupan manajemen rantai pasok
sebenamya sangat luas, dengan keterbatasan waktu dan kendala lainnya,
penelitian difokuskan untuk merancang model pengukuran kinerja rantai pasok
produk sayuran dataran tinggi pada beberapa pelaku usaha di Jawa Barat seperti
Garut, Bandung dan Bogor/Cianjur sebagai objek studi. Penelitian dibatasi pada
beberapa produk sayuran terpilih. Studi ini menekankan pada dampak
keanggotaan petani/kelompok tani bagi kinerja rantai pasokan sayuran. Ruang
lingkup analisis mencakup :
I)
Produk sayuran dataran tinggi yang mempunyai keunggulan ekspor.
2)
Identifikasi struktur rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih.
3)
Analisis dan penilaian kinerja pada masing-masing pelaku rantai pasok.
4) Analisis strategi peningkatan kinerja rantai pasok.
1.4. Manfaat penelitian
Model pengukuran kinerja yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan
bermanfaat bagi para pengambil keputusan untuk mengukur kinerja manajemen
rantai pasokan produk sayuran terpilih dan menilai keberadaan petani/kelompok
tani dalam rantai pasokan produk sayuran terpilih dan dapat dijadikan dasar dalam
merumuskan strategi pengembangan manajemen rantai pasokan sayuran terpilih.
Penelitian ini juga diharapkan memherikan informasi awal yang berguna dalam
pengembangan topik-topik penelitian lanjutan bagi para akademisi dan peneliti
mengenai manajemen rantai pasok produk hortikultura khususnya sayuran.
BAB 11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Rantai Pasok Agroindustri
Manajemen Rantai Pasok (Supply Cliain Management) dipopulerkan
pertama kalinya pada tahun 1982 sebagai pendekatan manajemen persediaan yang
menekankan pada pasokan bahan baku. Pada tahun 1990-an, isu manajemen rantai
pasok telah menjadi agenda para manajemen senior sebagai kebijakan strategis
perusahaan. Para manajer senior menyadari bahwa keunggulan daya saing perlu
didukung oleh aliran barang dari hulu dalam ha1 ini pemasok hingga hilir dalam
ha1 ini pengguna akhir secara efisien dan efektif. Tentunya secara bersamaan akan
mengalir pula informasi. Ada beberapa tahapan yang harm dilalui oleh aliran
barang dari hulu hingga hilir, yaitu pemasok, pabrik, distribusi, rite1 dan
konsumen akhir. Hal ini dapat diilustrasikan dalam Gambar 1.
Pengelolaan rantai pasok ini dikenal dengan istilah ~nanajemen rantai
pasok. Manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan,
koordinasi dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok
untuk menghantarkan nilai superior dari konsumen dengan biaya termurah kepada
pelanggan. Rantai pasok lebih ditekankan pada seri aliran bahan dan inforinasi,
sedangkan manajemen rantai pasok menekankan pada upaya memadukan
kumpulan rantai pasok (Van der Vorst, 2004). Pada tingkat agroindustri,
manajemen rantai pasok memberikan perhatian pada pasokan, persediaan dan
transportasi pendistribusian.
Gambar 1. Skema Sistem Rantai Pasok
(Van der Vorst, 2004)
Menurut Austin (1981) agroindustri menjadi pusat rantai pertanian yang
berperan penting dalam meningkatkan nilai tambah produk pertanian di pasar.
Agroindustri membutuhkan pasokan bahan baku yang berkualitas dan jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan. Menurut Brown (1994) untuk mendapatkan
pasokan bahan baku yang berkualitas diperlukan standar dasar komoditas,
sedangkan kuantitas pasokan perlu memperhatikan produktivitas tanaman.
Gambar 2 merupakan aliran produk disetiap tingkatan rantai pasok dalam konteks
jejaring rantai pasok pertanian menyeluruh. Setiap perusahaan diposisikan dalam
sebuah titik dalam lapisan jejaring.
0
Konsurnen
'@ - :-'-,,
Distributor
Gambar 2. Skema rantai pasok pertanian (Sumber: Van der Vorst, 2004)
2.2. ICemitraan dalam Supply Chain Manngenzerzi
Menurut Lau, Pang, Wong (2002) kemitraan di antara anggota supply
chain dilakukan untuk menjamin kualitas produk dan kefektifan supply chain
yang selanjutnya akan mencapai hasil yang optimal. Pengembangan supply chain
yang efektif dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama, memilih kelompok
pemasok berdasarkan reputasi industri dan transaksi sebelumnya tentang harga
dan kualitas melalui program penilai pemasok. Proses ini dilakukan untck
mendapatkan pemasok terbaik dalam industri yang menjamin kualitas pasokan.
Kedua, memilih pemasok yang memiliki manajemen supply chain
berhubungan erat dengan strategi perusahaan. Langkah ini akan rneminimalkan
konflik target strategis dengan para mitra. Kemitraan stpply chain bersifat jangka
panjang dan merupakan keputusan penting yang membutuhkan komitmen semua
pihak. Ketiga, membentuk kemitraan supply chain melalui negosiasi dan
kompromi. Tahap keempat, membangun saluran untuk menjamin pengetahuan
tentang infomasi produksi yang diberikan tepat waktu melalui perjanjian
teknologi. SCM harus menjamin ketepatan waktu, efektivitas biaya, dan sistem
infomasi yang komperhensif untuk menyediakan data yang dibutuhkan dalam
membuat keputusan pasokan yang optimal. Terakhir, sistem monitoring
dikembangkan untuk memantau kinerja mitra. Proses .ini dimaksudkan untuk
memelihara hubungan dengan pemasok dalam menjamin adminstrasi yang layak
dari pengendalian logistik yang efisien.
2.3. Pengukuran kinerja Supply Clznin
Salah satu aspek fundamental dalam SCM adalah manajemen kinerja dan
perbaikan secara berkelanjutan. Untuk menciptakan kinerja yang efektif
diperlukan sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok
secara holistik. Menurut Pujawan (2005), sistem pengukuran kineja diperlukan
untuk : i) melakukan monitoring dan pengendalian; ii) mengkomunikasikan tujuan
organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok; iii) mengetahui di mana posisi
suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang ingin
dicapai; dan iv) menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam
bersaing.
Suatu sistem pengukuran kinerja biasanya memiliki beberapa tingkatan
dengan cakupan yang berbeda-beda. Menurut Melynk et al. (2004), suatu sistem
pengukuran kinerja biasanya mengandung : i) metrik individual; ii) serangkaian
metrik kinerja dan iii) sistem pengukuran kinerja menyeluruh.
Metrik individual berada pada tingkat paling bawah dengan cakupan
paling sempit. Metrik adalah ukuran yang dapat diverifikasi, diwujudkan dalam
bentuk kuantitatif ataupun kualitatif, dan didefinisikan terhadap suatu titik acuan
(reference point) tertentu. Menurut Pujawan (2005), ada beberapa ha1 yang harus
dipenuhi agar suatu metrik bisa efektif yaitu : i) mudah dimengerti, ii) valuebased, iii) dapat menangkap karakteristik atau hasil dalam bentuk numerik
maupun nominal, iv) tidak rnenciptakan konflik antar fungsi pada suatu
organisasi, dan v) dapat melakukan distilasi data.
Jumlah metrik pada suatu sistem pengukuran kinerja bisa cukup banyak.
Untuk menghindari kerancuan, tiap metrik harus didefinisikan dengan jelas.
Menurut Melynk et al. (2004), metrik bisa diklasifikasikan berdasarkan fokus dan
waktu. Metrik bisa berfokus pada kinerja finansial maupun operasional. Metrik
operasional mengukur kinerja dalam satuan waktu, output dan sebagainya.
Banyak proses-proses dalam rantai pasok memang dimonitor dalam satuan nonfinansial.
Kumpulan dari beberapa metrik membentuk metrik sets. Kumpulan ini
diperlukan untuk memberikan informasi kinerja suatu sub-sistem. Sebagai contoh,
kinerja persediaan tidak cukup hanya diukur dengan satu metrik. Sementara pada
level tertinggi terdapat sistem pengukuran kinerja secara keseluruhan. Pada
dasarnya sistem keseluruhan tersebut tidak hanya dari banyak nzetriks sets yang
menyusunnya, tetapi juga menjadi alat untuk menciptakan kesesuaian antara
metrik sets dan tujuan strategis organisasi.
Menurut Gunasekaran et al. (2001, 2004), pengukuran kinerja pada rantai
pasok bertujuan untuk mendukung tujuan, evaluasi, kinerja dan penentuan aksi di
masa depan pada strategi, taktik dan tingkat operasional. Untuk itu, dibutuhkan
lebih besar ~tntukstudi pengukuran dan metrik dalam kontek manajemen rantai
pasok karena dua alasan yaitu : i) kurangnya pendekatan yang seimbang dan ii)
kurang jelasnya perbedaan antara metrik pada level strategi, taktik dan
operasional.
Gunasekaran et al. (2001, 2004) mengidentifikasi dan mengembangkan
metrik pengukuran kinerja SCM dalam kerangka kerja iframe~vork) yang dapat
dilihat pada Tabel 2. Metrik pengukuran kinerja dalamframework ini diklasifikasi
dalam level strategi, taktik dan operasional manajemen. Metrik juga dirinci
dengan jelas antara aspek finansial dan non-finansial sehingga sesuai metode
dasar pembiayaan pada analisis aktifitas yang dapat diaplikasikan.
Tabel 2. Kerangka metrik untuk mengevaluasi kinerja SCM
Level
Strategi
Taktik
Operasi
Metrik kinerja
Finansial
Nonfinansial
7
Total siklus waktu rantai pasok
71
Total waktu cashflow
Costzrmer queiy tii?ze
Tingkat nilai produk yang diterima pelanggan
Untung bersih Vs rasio produktifitas
ROR investasi
Range dari barang dan jasa
Variasi anggaran
Lead time pesanan
Fleksibilitas sistem pelayanan untuk ~ne~nenuhi
sebagian kebutuhan konsumen
Tingkat kemitraan bzyer dan pelanggan
Lead time pemasok
Tingkat kesalahan pemasok dalam pengiriman
Lead time pengiriman
Kinerja pengiriman
Akurasi teknik peramalan
Siklus waktu pengembangan produk
Metode-metode memasukan pesanan
Efektifitas metode pengiriman invoice
Siklus waktu pesanan pembelian
Teknik penyelesaian masalah-masalah teknis
Inisiatif pengurangan biaya pemasok
Pemesanan pemasok dalam prosedur
Reliabilitas pengiriman
Tingkat responsifitas pada pengiriman yang
penting
Efektifitas perencanaan jadwal distribusi
Biaya operasi per jam
Biaya informasi
Utilisasi kapasitas
Total biaya persediaan
Tingkat penolakan pemasok
Kualitas dokumentasi pengiriman
Efektifitas siklus waktu pesanan pembelian
Frekuensi pengiriman
Kinerja reliabilitas driver
Kualitas barang yang dikirim
Penghargaan bagi pengiriman tanpa cacat
Sumber : Gunasekaran el a/. (2001)
pengambil keputusan dan analis dan ini menyediakan alternatif penetapan nilai
yang bertingkat yang dapat sangat berguna untuk beberapa pengambil keputusan.
Perbandingan analisis DEA sebagai altematif yang jelas alat MCDM telah
disarankan oleh Sarkis (2000) dan Seydel (2006).
Dalam literatur DEA yang terdahulu menunjukkan bahwa DEA telah
diaplikasiken secara luas dalam efisiensi pengukuran khususnya dalam isu-isu
benchmarking. Selanjutnya, Rickards (2003) juga menunjukkan pentingnya
menggunakan DEA dalam mengevaluasi balancedscorecards dan ketergantungan
pada alat tersebut meningkat dalam kaitannya dengan memelihara posisi sebagai
sebuah alat manajemen strategi. Dey dan Ogunlana (2004), dan Baccarini er al.,
(2004) juga menekankan bahwa dengan risiko analisis dan manajemen proyek
yang ditingkatkan, DEA mungkin sesuai untuk diaplikasikan sebagai alat
penunjang keputusan dalam pemilihan proyek.
Aplikasi dari DEA dalam internal dan eksternal benchmarking
menunjukkan bahwa DEA digunakan sebagai alat pengukuran efisiensi. Hal ini
disebabkan benchmarking kinerja dari pondasi pengukuran efisiensi. Tugas dasar
dalam membawva aktivitas benchmarking adalah mengukur efisiensi dan kemudian
diikuti oleh perbandingan yang bertingkat dari efisiensi yang diukur. Meskipun
model DEA telah diaplikasikan dengan besar dalam berbagai aplikasi berdasarkan
pada literatur, tidak ada studi yang menginvestigasi aplikasinya dalam pengukuran
kinerja rantai pasok seperti yang selama ini dilaporkan. Karena itu, akan
bermanfaat untuk mengembangkan model DEA tradisional ke dalam manajemen
rantai pasok. Studi ini bertujuan untuk rnengembangkan model DEA untuk
mengukur efisiensi rantai pasok dan studi kasus pengukuran kinerja rantai pasok
menggunakan pendekatan DEA yang diusulkan. Wong dan Wong (2006)
menjelaskan motivasi menggunakan DEA sebagai alat pengukuran kinerja rantai
pasok, dengan memberikan bukti yang cukup, literatur yang mendukung dan
alasan pada kesesuaian DEA sebagai alat pengambilan keputusan dalam
manajemen rantai pasok.
Tabel 3. Kelebihan dan kekurangan metode-metode untuk pengukuran kinerja SCM
Metode-metode
Activity
Based
Costing
Balanced
Scorecard
e
e
Economic
Added
Multi
Analysis
Value
Criteria
.
Lifc-Cvcle
Analvsis
a
-2
.
.
.
Kelebil~an
Memberikan informasi finansial lebih banyak
Recognize perubahan perubahan biaya pada
aktifitas yang berbeda
Keseimbangan pandangan tentang kinerja
Faktor-faktor finansial dan non-finansial
Strategi pada manajelnen puncak dan aksi pada
manajemen menengah terhubung dan lebii
fokus
Mempertimbangkan biaya modal
Melihat kegiatan secara terpisah
Memungkinkan untuk menilai biaya dan dampak
lingkungan yang berkaitan deng& siklus hidup
produk atau proses
Data E~zvelopment
Analysis (DEA)
SUPP~
Chain
Council's
SCOR'"MO~~~
Pendekatan partisipatif dalam membuat
keputusan
Sesuai dengan masalah-masalah dimana nilainilai moneter tidak tersedia
.
Mencakup input dan output
Menghasilkan informasi yang detail tentang
efisiensi perusahaan
Tidak memerlukan spesifikasi parametrik dari
bentuk fungsional
Menilai kinerja keseluruhan dari rantai pasok
Pendekatan .yang- seimbang
Kinerja rantai pasok dalam berbagai dimensi
.
e
.
e
.
e
Sumber :Aramyan (2006)
Keleltial~an
Biaya pengumpulan data besar
Sulit mengumpulkan data yang diinginkan
Implementasi
bertahap
yang
lengkap
dapat
Perhitungan sulit
Sulit untuk mengalokasi EVA pada
masing-masing divisi
Informasi yang dibutuhkan untuk
menurunkan
bobot
sangat
dipertimbangkan
Kemungkinan mengenalkan bobot secara
implisit tidak dapat dijelaskan
Membutuhkan dukungan
data yang
intensif
Selang kepercayaan dalam metodologi
LCA
Membutuhkan dukungan data yang
intensif
Pendekatan deterlninistik
Tidak secara eksplisit menempatkan
pelatihan, kualitas, teknologi informasi
dan administrasi
Tidak menggambarkan setiap proses atau
kegiatan bisnis
Model dibangun berdasarkan pada pertimbangan pengukuran kinerja rantai
pasok internal. Variabel pengukuran yang digunakan adalah metrik pemgukuran
rantai pasok yang mengelilingi barisan yang luas dari barisan pengukuran dari
keuangan ke pengukuran operasional spesifik rantai pasok. Variabel input dan
output yang digunakan dikategorikan sesuai dengan metrik pengukuran yang
didaftar dalam referensi operasi rantai pasok. SCOR dipilih karena ini adalah
kerangka cross-industry yang pertama untuk mengevaluasi dan meningkatkan
kinerja dan manajemen rantai pasok seluruh perusahaan (Steward, 1997).
DEA dapat diistilahkan juga sebagai fi-onrier analysis. Ini merupakan
suatu teknik pengukuran kinerja berbasis linier programnling yang digunakan
untuk mengevaluasi efisiensi relatif dari decision making zrnit (DMU) dalam
perusahaan (Home Page DEA dalam Barkam, 2008).
DEA bekerja dengan langkah identifikasi unit yang akan dievaluasi, input
yang dibutuhkan serta output yang dihasilkan oleh unit tersebut. Kemudian
membentuk efficiency frontier atas set data yang tersedia untuk menghitung nilai
produktivitas dari unit-unit yang tidak termasuk dalam efficiency frontier serta
mengidentifikasi unit mana yang tidak menggunakan input secara efisien relatif
terhadap unit berkinerja terbaik dari set data yang dianalisis (Home Page DEA
dalam Barkam, 2008).
DEA mengidentifikasi himpunan bagian DMU yang efisien secara best
practice dalam himpunan tersebut. Untuk DMU yang tidak termasuk dalam
himpunan
tersebut,
DEA
mengukur
tingkat
ketidakefisienan
dengan
membandingkan hasil pencapaian DMU tersebut terhadap e8ciency frontier yang
terbentuk oleh DMU yang efisien. Dimana setiap unit pengambilan keputusan
diasumsikan bebas menentukan bobot untuk menentukan variabel output ataupun
input (Home Page DEA dalam Barkam, 2008).
Model dasar dari Data Envelopment Analysis adalah sebagai berikut:
Efisiensi maksimum
vk =
ur Y r k
C Vr X#k ,dimana
k
= Unit
pengambil keputusan yang akan dievaluasi
U,
= Bobot
dari output
Vi
= Bobot
dari input
Y,k
= Nilai
output
Xik = Nilai input
(Zhaohan et. al. 1996, dalam Zhang, Liu, dan Li, 2002)
Manfaat Data Envelopment Analysis adalah:
1)
Mengidentifikasi sumber dan tingkat ketidakefisienan untuk setiap input dan
output dalam suatu entitas.
2)
Identifikasi be~rchrnarknrembe~sdari e#cieni set yang digunakan untuk
evaluasi kinerja dan identifikasi inefisiensi.
3)
Menawarkan target yang perlu dicapai untuk meningkatkan produktivitas
yang dimaksud adalah sejumlah penghematan input (sumber daya) yang
bisa dilakukan pada unit yang dievaluasi tanpa harus mengurangi level
output yang bisa dihasilkan (efisiensi) atau dari sisi lain jumlah penambahan
output yang dimungkinkan tanpa perlu penambahan input (efektivitas).
4)
Produktivitas yang diukur bersifat komparatif atau relatif karena hanya
membandingkan antarunit pengukuran dari satu set data yang sama.
5)
An empirically based nlethodologv yang menjawab beberapa keterbatasan
dari pendekatan pengukuran kinerja tradisional (Zhang, Liu, dan Xiu, 2002).
Adapun keunggulan dan keterbatasan dari Data Envelopment Analysis
adalah:
1)
Keunggulan :
* DEA mampu menangani berbagai input maupun output.
DEA memiliki nilai efisiensi = 1 dan kurang dari 1 dilakukan evaluasi.
DEA bertindak sebagai alat untuk melakukan benchmarking.
* Sumber ketidakefisienan dapat diketahui dengan menggunakan DEA.
DEA tidak membutuhkan asumsi hubungan fungsional antara variabel
.
2)
input dan output.
Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda.
Keterbatasan :
DEA
merupakan
suatil
teknik
non
parametrik,
yang tidak
menggunakan suatu tes hipotesa yang berkelanjutan.
e
Score atau nilai pada DEA terdiri dari input yang sensitif sehingga
menghasilkan spesifikasi pada output.
Menggunakan perumusan linier programnzing terpisah untuk tiap
DMU.
Merupakan extreme point techniqzre, kesalahan pengukuran bisa
berakibat fatal.
*
Hanya mengukur produktivitas relatif dari DMU bukan produktivitas
absolut (Rajeshekar, 2002 dalam Barkam, 2008).
2.6. Metode SCOR untuk Evaluasi SCM
SCOR (Supply Chain Operations Reference) adalah suatu model referensi
proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai Pasokan (Szipply Chain Cozmcil)
sebagai alat diagnosa (diagnostic tool) supply chain management. SCOR dapat
digunakan untuk mengukur performa rantai pasokan perusahaan, meningkatkan
kinerjanya, dan mengkomunikasikan kepada pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya. SCOR merupakan alat manajemen yang mencakup mulai dari
pemasoknya pemasok, hingga ke konsumennya konsumen (www.wikipedia.org).
Cakupan (ruang lingkup) metode SCOR tersebut disajikan pada Gambar 3 (Supply
Chain Cozmcil, 2006).
Suppllcrs'
fuoolior
Supplior
1
Your Company
CUSltOmDr
C~~l~nlor'~
! customor
t
Gambar 3. Skema Ruang Lingkup SCOR (Supply Chain Council)
Metode SCOR merupakan suatu metode sistematis yang mengkombinasikan elemen-elemen seperti teknik bisnis, benchmarking, dan praktek terbaik (best
practice) untuk diterapkan di dalam rantai pasokan. Kombinasi dari elemenelemen tersebut diwujudkan ke dalam suatu kerangka kerja yang komprehensif
sebagai referensi untuk meningkatkan kinerja manajemen rantai pasokan
perusahaan tertentu. Alur pengembangan metode SCOR sebagai sebuah referensi
model disajikan pada Gambar 4 (Supply Chain Cozmcil, 2006).
Restrukturisasi
Proses Bisnis
Menganalisis
kondisi
performa
rantai pasokan
existing, dan
menentukan
performa
rantai pasokan
yang
dikehendaki
Benchmarking
Analisis
Best Practice
Model Referensi Proses
Menganalisis kondisi
performa rantai pasokan
existing, dan menentukan
performa rantai pasokan yang
Menentukan data pembanding
sebagai acuan peningkatan
performa rantai pasokan
Gambar 4. SCOR sebagai Model Referensi Proses Bisnis
Sebagai sebuah model referensi, maka pada dasamya model SCOR
didasarkan pada tiga pilar utama, yaitu:
Pemodelan proses
Referensi untuk memodelkan suatu proses rantai pasokan agar lebih mudah
diterjemahkan dan dianalisis.
Peneukuran performakineria rantai oasokan
Referensi untuk mengukur performa suatu rantai pasokan perusahaan sebagai
standar pengukuran.
r
Penerapan best ~racticesfpraktek-praktek terbaik)
Referensi untuk menentukan bestpractices yang dibutuhkan oleh perusahaan.
1. Pemodelan Proses
Dengan menggunakan suatu definisi tertentu yang telah disediakan oleh
SCOR, maka mampu memudahkan perusahaan untuk memodelkan dan
mendeskripsikan proses rantai pasokan yang terjadi. Dalam SCOR, proses-proses
rantai pasokan tersebut didefinisikan ke dalam lima proses yang terintegrasi, yaitu
perencananaan (PLAN), pengadaan (SOURCE), produksi (MAKE), distribusi
(DELIVER), dan pengembalian (RETURN).
- Proses PLAN
Proses ini merupakan proses untuk merencanakan rantai pasokan mulai
dari mengakses sumber daya rantai pasokan, merencanakan penjualan dengan
mengagregasi besamya permintaan, merencanakan penyimpanan (inventory) serta
distribusi, merencanakan produksi, merencanakan kebutuhan bahan baku,
merencanakan pemilihan suplier, dan merencanakan saluran penjualan.
- Proses SOURCE
Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan keperluan pengadaan
bahan baku (material) dan pelaksanaan outsource. Proses ini meliputi kegiatan
negosiasi dengan suplier, komunikasi dengan suplier, penerimaan barang, inspeksi
dan verifikasi barang, hingga pada pembayaran (pelunasan) barang ke suplier.
- Proses MAKE
Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan proses produksi yang
meliputi permintaan dan penerimaan kebutuhan bahan baku, pelaksanaan
produksi, pengemasan, dan penyimpanan produk di ruang penyimpanan.
- Proses DELIVER
Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan distribusi produk dari
perusahaan kepada pembeli, meliputi pembuatan dan pemeliharaan database
pelanggan, pemeliharaan database harga produk, pemuatan produk ke dalam
armada distribusi, pemeliharaan produk di dalam kemasan, pengaturan proses
transportasi, dan verifikasi kinerja distribusi.
-
Proses RETURN
Proses ini berkaitan dengan pengembalian produk ke perusahaan dari
pembeli karena beberapa ha1 seperti kerusakan pada produk, cacat pada produk,
ketidaktepatan jadwal pengiriman, dan lain sebagainya. Proses ini meliputi
kegiatan
penerimaan
produk
yang
dikembalikan
(retiwn),
pengelolaan
administrasi pengembalian, verifikasi produk yang di-rerzdrn, disposisi, dan
penukaranproduk.
Model SCOR fokus pada aspek-aspek seperti semua kegiatan yang
berkaitan dengan interaksi pembeli mulai dari pesanan barang yang masuk hingga
ke pelunasan pembayaran oleh pembeli, semua transaksi produk (barang atau jasa)
mulai dari produsen hulu hingga ke konsumen akhir, dan semua interaksi pasar
mulai dari memahami permintaan pasar secara agregat hingga ke pemenuhannya
dari masing-masing permintaan. Namun, bukan berarti SCOR berusaha untuk
mendeskripsikan semua kegiatan dan proses bisnis yang ada. Beberapa aspek
yang tidak termasuk ke dalam ruang lingkup SCOR antara lain proses pelatihan,
pengawasan knalitas, teknologi informasi, dan administrasi. Aspek-aspek tersebut
tidak secara eksplisit dijelaskan di dalam SCOR, akan tetapi diasumsikan sebagai
aspek pendukung yang penting diluar model SCOR (Supply Chain Council,
2006).
Model SCOR menyediakan tiga level (hierarki) yang mendetail, yaitu
level pertama (level I), level kedua (level 2), dan level ketiga (level 3). Setiap
proses atau aktivitas rantai pasokan yang dilakukan oleh perusahaan dimodelkan
dalam tiga level (hierarki) tersebut. Proses pemodelan diawali dengan menentukan
ruang lingkup level 1 yaitu proses Plan (P), Make (M), Sozrrce (S), Deliver (D),
dan Return (R). Kemudian dari masing-masing proses level I tersebut dijabarkan
ke dalam beberapa jenis dan kategori proses (level 2) meliputi make-to-stock (I),
make-to-order (2), dan make-to-assamble (3). Penentuan kategori proses tersebut
berguna untuk mendefinisikan proses rantai pasokan yang terjadi, seperti misalnya
S.1 yang berarti proses Source (pengadaan bahan baku) dilakukan berdasarkan
target stok yang harus dipenuhi (make-to-stock), M.2 yang berarti proses Make
(produksi) dilakukan berdasarkan pesanan yang masuk ke perusahaan (make-toorder), dan D.3 yang berarti pengiriman barang ke pembeli berdasarkan jenis dan
spesifikasi yang dikehendaki oleh pembeli (make-to-assamble). Tabel 4 berikut
rnenjelaskan model hierarki proses dalam SCOR.
2. Pengukuran PerformaKinerja Rantai Pasokan
Model SCOR menyediakan lebih dari 150 indikator penilaian yang
mengukur performa proses rantai pasokan (www.wikipedia.org). Indikatorindikator tersebut dinyatakan dalam ukuran kuantitatif yang disebut dengan
metrik-metrik penilaian. Gunanya menggunakan ukuran kuantitatif adalah agar
performakinerja rantai pasokannya dapat diukur dengan baik, dapat menentukan
target peningkatan yang dikehendaki, dan dapat dievaluasi di kemudian hari
mengenai besarnya peningkatan performa yang dicapai.
Metrik-metrik penilaian tersebut dinyatakan dalam beberapa level
tingkatan meliputi level 1, level 2, dan level 3. Dengan demikian, selain proses
rantai pasokan yang dimodelkan ke dalam bentuk hierarki proses, maka metrik
penilaiannya pun dinyatakan dalam bentuk hierarki penilaian. Banyaknya metrik
dan tingkatan metrik yang digunakan disesuaikan dengan jenis dan banyaknya
proses, serta tingkatan proses rantai pasokan yang diterapkan di dalam perusahaan
yang bersangkutan (SCC, Supply Chain Cozmcil, 2006). Jadi tidak semua
indikator yang disediakan dalam model SCOR, digunakan untuk mengukur suatu
performa rantai pasokan perusahaan.
Kriteria yang digunakan dalam pengukuran perfonna rantai pasokan
disebut dengan atribut performa yang meliputi reliabilitas rantai pasokan,
responsivitas rantai pasokan, fleksibilitas rantai pasokan, biaya rantai pasokan,
dan manajemen aset rantai pasokan. Masing-masing dari atribut performa tersebut
terdiri dari satu atau lebih metrik level 1. Umumnya, para pimpinan perusahaan
menggunakan metrik level I ini sebagai dasar untuk menentukan strategi
pengembangan rantai pasokan yang hendak dicapai oleh perusahaan, disesuaikan
dengan atribut performa yang paling dikehendaki oleh pembeli (eksternal) dan
perusahaan (internal) (Bolstroff, 2003). Definisi dari masing-masing atribut
performa tersebut dijelaskan pada Tabel 5.
Tabel 5. Atribut Performa Manajemen Rantai Pasokan beserta Metrik Performa
Atribut Performa
Reliabilitas Rantai
Pasokan
Responsivitas Rantai
~asokan
Fleksibilitas Rantai
Pasokan
Biaya Rantai Pasokan
Manaiemen Aset
~ant'i Pasokan
Metrik Level 1
Definisi
Performa rantai pasokan perusallaan
Petnenuhan Pesanan
dalam memenuhi pesanan pembeli
Sempitma
dengan; produk, jumlah, waktu,
kemasan, kondisi, dan dokuinentasi
yang tepat, sehingga mampu
memberikan kepercayaan kepada
oembeli bahwa Desanannva akan dapat
terpenuhi dengan baik
Siklus Pemenuhan
Waktu (kecepatan) rantai pasokan
perusahaan dalam memenuhi pesanan
Pesanan
konsumen
Keuletan rantai pasokan perusahaan dan Fleksibilitas Rantai
Pasokan Atas
kemampuan untuk beradaptasinya
Adaptibilitas Rantai
terhadap perubahan pasar untuk
memelihara keuntungan kompetitif
Pasokan Atas
Adaptibilitas Rantai
rantai pasokan
Pasokan Bawah
Biaya yang berkaitan dengan
Biaya Total SCM
Biaya Pokok Produk
pelaksanaan proses rantai pasokan
Siklus Cash-to-Cash
Efektifitas suatu perusahaan dalam
mernanajemen asetnya untuk
Return on Szrpply
mendukung terpenuhinya kepuasan
Chain Fixed Assets
konsumen
Return on Working
Capital
Sumber: SSC, Szrpply Chain Council, 2006
Metrik level 1 merupakan agregat penilaian dari metrik-metrik level 2, dan
metrik level 2 merupakan agregat penilaian dari metrik-metrik level 3. Dengan
demikian, proses pengukuran performa rantai pasokan diawali dengan mengukur
proses-proses pada level paling bawah (level 3), kemudian seterusnya hingga level
1. Namun, metrik level 1 tidak semata-mata berkaitan dengan performa proses
level 1. Sebagai contohnya, performa siklus waktu pemenuhan pesanan (metrik
level 1) tidak hanya dinilai dari Deliver (D) saja melainkan juga dinilai dari siklus
proses Plan (P), Source (S), dan Make (M). Jadi, nilai dari suatu metrik level 1
bisa dipengaruhi dari performa beberapa proses level 1. Sedangkan untuk metrik
level 2, umumnya diasosiasikan dengan proses level 2 yang berkaitan. Seperti
misalnya metrik performa pengiriman barang (metrik level 2) dinilai dari
banyaknya proses pesanan yang terkirim ke pembeli tepat waktu.
Pengukuran performa rantai pasokan kemudian dilanjutkan dengan
menentukan target pencapaian yang dibutuhkan perusahaan untuk menghasilkan
performa yang terbaik dan mampu memenangi persaingan pasar. Penentuan target
pencapaian tersebut dapat dilakukan dengan proses benchmarking. Benchmarking
merupakan
proses membandingkan
kondisi
perusahaan
dengan
kondisi
perusahaan kompetitor yang paling maju di bidangnya (best in class
performance), sehingga data pembanding yang digunakan adalah berasal dari
perusahaan-perusahaan best in class tersebut. Namun demikian, ada kalanya
membandingkan dengan perusahaan kompetitor sulit dilakukan, sehingga data
benchmark dapat juga diperoleh berdasarkan target internal perusahaan yang
hendak dicapai tanpa harus membandingkannya dengan perusahaan lain
(Bolstroff, 2003).
3. Penerapan bestpractices (Praktek-praktek terbaik)
Setelah performa suatu rantai pasokan selesai diukur dan ditentukan target
pencapaiannya, maka adalah penting untuk mengidentifikasi praktek-praktek apa
saja yang harus diterapkan untuk mencapai target tersebut. Model SCOR
menyediakan praktek-praktek terbaik (best practices) yang dapat diterapkan oleh
perusahaan. Praktek-praktek tersebut diturunkan oleh anggota-anggota yang berpengalaman di dewan rantai pasokan (supply chain council), dan bersifat
keterkinian, terstruktur, terbukti, dapat diulang, memiliki metode yang jelas, dan
memberikan imbas yang positif ke arah kemajuan.
2.7. Konsep Nilai Tambah
Sifat perishable (mudah rusak) dan b u l b (kamba) yang dimiliki produk
pertanian memberikan motivasi terhadap petani untuk melakukan penanganan
yang tepat sehingga produk pertanian tersebut siap dikonsumsi oleh konsumen. Di
dalam sistem komoditas pertanian terjadi arus komoditas yang mengalir dari hulu
ke hilir, yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen akhir. Dalam
perjalanan tersebut, komoditas pertanian mendapat perlakuan-perlakuan seperti
pengolahan, pengawetan, dan pemindahan untuk menambah kegunaan atau
menimbulkan nilai tambah (Sudiyono, 2002).
Menurut Haya~niel. a1 (1987) dalam Sudiyono (2002), ada dua cara untuk
menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah
untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk
pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar.
Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku
yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh
adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain.
Menurut Sudiyono (2002), besarnya nilai tambah karena proses
pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya
terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Dengan kata
lain, nilai tamhah menggambarkan imbalan bagi modal dan manajemen yang
dapat dinyatakan secara matematik sebagai berikut:
Nilai Tambah
=
f { K, B, T, U, H, h, L )
dimana,
K
= Kapasitas
B
= Bahan
T
= Tenaga
U
= Upah
H
= Harga
output
h
= Harga
bahan baku
L
= Nilai
produksi
baku yang digunakan
kerja yang digunakan
tenaga kerja
input lain ( nilai dan semua korbanan yang terjadi
selama proses perlakuan untuk menambah nilai)
Kelebihan dari analisis nilai tambah oleh Hayami adalah:
1)
Dapat diketahui besarnya nilai tambah
2) Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi
3) Dapat diterapkan di luar subsistem pengolahan, misalnya kegiatan pemasaran
(Sudiyono, 2002)
Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
1) Membuat arus komoditas yang menunjukkan bentuk-bentuk komoditas,
lokasi, lamanya penyimpanan dan berbagai perlakuan yang diberikan.
2) Mengidentifikasi setiap transaksi yang terjadi menurut perhitungan parsial
3) Memilih dasar perhitungan, yaitu satuan input bahan baku bukan satuan
output (Sudiyono. 2002).
Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah menurut Hayami untuk
subsistem pengolahan adalah sebagai berikut:
1) Faktor konversi, merupakan jumlah output yang dihasilkan satu satuan input
2) Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukkan jumlah tenaga kerja langsung
yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input
3) Nilai output, menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input
(Sudiyono, 2002).
2.8. Fzczzy AHP untuk penentuan bobot metrik kinerja
Teori fuzzy adalah suatu teori matematika yang dirancang dengan model
ketidaktepatan atau ke-ambiguity-an dari proses kognitif manusia yang dipelopori
oleh Zadeh (Marimin, 2005). Teori ini pada dasamya suatu teori dari batasanbatasan kelas yang tidak jelas. Apa yang penting untuk mengenali bahwa semua
teori yang crisp dapat di fuzzy-kan dengan men-generalisasi konsep yzng telah
ditetapkan ke konsep suatu aturan fuzzy (Zadeh &Ayag dan Ozdemir, 2006).
Logika fuzzy dan teori aturan fuzzy telah diterapkan dalam suatu variasi yang
besar tentang aplikasi, yang ditinjau oleh beberapa pengarang (Klir dan Yuan,
1995; Zimmermann, 1996).
Kunci gagasan untuk teori fuzzy adalah bahwa suatu unsur mempunyai
suatu tingkat derajat keanggotaan (membership degree) dalam suatu yang keadaan
yang tidak jelas (Negoita, 1985; Zimmermann, 1996). Fungsi keanggotaan
merepresentasikan nilai keanggotaan dari suatu unsur dalam suatu yang di-set.
Nilai keanggotaan dari suatu unsur berkisar antara 0 dan 1. Unsur-Unsur dapat
mempunyai satu set tingkat derajat tertentu dan dapat juga mempunyai berbagai
set. Teori Fuzzy mengijinkan keanggotaan parsial tentang unsur-unsur. Transisi
antara keanggotaan dan non-keanggotaan adalah secara bertahap. Fungsi
keanggotaan memetakan variasi nilai variabel dari nilai linguistik ke dalam kelas
linguistik yang berbeda. Adaptasi dari fungsi keanggotaan untuk variabel
linguistik ditentukan di bawah situasi melalui tiga cara; (a) pengetahuan ahli yang
sebelumnya tentang variabel linguistik; (b) menggunakan format sederhana yang
geometris yang mempunyai slope (triangular, trapezoidal atau fungsi-s) setiap
variabel; dan (c) dengan proses belajar mencoba-coba.
Seperti salah satu dari metode MCDM yang paling umum digunakan,
AHP telah lebih dulu dikembangkan untuk pengambilan keputusan oleh Saaty
(1981) dan yang diperluas oleh Marsh, Moran, Nakui, & Hoffherr (1991) yang
mengembangkan metode lebih spesifik secara langsung untuk desain pengambilan
keputusan. AHP milik Marsh memiliki tiga langkah faktor (misal atribut) dari
keputusan seperti orang yang paling penting menerima bobot yang terbaik. Zahedi
(1986) menyediakan daftar referensi yang ekstensif dalam metodologi dan
aplikasi AHP. Dalam studi ini, metode AHP dan logika fuzzy seperti yang
dijelaskan di atas (dikenal sebagai fuzzy AHP) terintegrasi untuk menentukan
bobot metrik kinerja pada pengukuran kinerja manajemen rantai pasok sayuran
dataran tinggi.
Metoda fuzzy AHP sendiri telah digunakan dalam proses pengambilan
keputusan pada banyak area yang berbeda. Beberapa aplikasi fuzzy AHP yang
telah dikembangkan adalah sebagai berikut; Kahraman, Cebeci, dan Ulukan
(2003) menggunakan fuzzy AHP untuk memilih perusahaan penyalur yang jauh
lebih baik yang menyediakan banyak kepuasan untuk atribut yang ditentukan.
Kuo, Chi, dan Kao (2002) mengembangkan suatu sistem yang membantu
pengambilan keputusan yang menggunakan fuzzy AHP untuk menempatkan
gudang kenyamanan yang baru. Murtaza (2003) memperkenalkan suatu versi
fuzzy AHP ke negara yang mengambil risiko dalam masalah penilaian.
Kahraman, Cebeci, dan Ruan (2004) mengembangkan suatu alat yang analitis
menggunakan fuzzy AHP untuk memilih perusahaan katering terbaik yang
menyediakan kepuasan pelanggan. Weck, Klocke, Schell, dan Ruenauver (1997)
dengan penelitian siklus produksi alternatif yang dievaluasi yang menggunakan
metoda fuzzy AHP yang diperluas.
Lee, Lau, Liu, dan Tam (2001) mengusulkan suatu fuzzy AHP mendekati
desain produk yang modular yang dilengkapi dengan suatu contoh kasus untuk
mengesahkan kelayakannya dalam suatu perusahaan yang riil. Ayag (2005a) juga
memperkenalkan suatu pendekatan yang terintegrasi dalam mengevaluasi
altematif desain yang konseptual dalam suatu lingkungan pengembangan produksi
baru (NPD). Ayag (2002) mengembangkan suatu simulasi AHP berbasis model
untuk analisa dan implementasi dari sistem computer-aided (CAX). Cheng dan
Mon (1994) mengevaluasi sistem senjata dengan AHF' berdasar pada
pertimbangan skala fuzzy. Kwong dan Bai (2002) mengusulkan suatu fuzzy AHP
mendekati pada penentuan dari anak timbangan arti penting dari persyaratan
pelanggan dalam penyebaran fungsi mutu (QFD). Kwong dan Bai (2002) juga
menggunakan tingkat metoda analisa dan prinsip untuk perbandingan dari angkaangka fuzzy untuk menentukan bobot yang penting untuk persyaratan pelanggan
dalam QFD.
Pada
AHP
konvensional,
perbandingan
berpasangan
(painvaise
coinparison) untuk masing-masing level dengan orientasi pada tujuan pemilihan
alternatif terbaik yang dilakukan menggunakan suatu skala sembilan poin. Karena
itu, aplikasi dari AHP Saaty mempunyai beberapa kekurangan sebagai berikut
(Saaty & Ayag dan Ozdemir, 2006); (1) metoda AHP sebagian besar
digunakan dalam aplikasi keputusan yang mempunyai nilai crisp, (2) metoda
AHP menciptakan suatu skala penilaian yang tidak seimbang, (3) metoda AH?
tidak mempertimbangkan ketidakpastian yang dihubungkan dengan pemetaan dari
salah satu penilaian bagi suatu jumlah, (4) pengaturan metoda AHP agak tidak
jelas, (5) penilaian hubungan, pilihan dan pemilihan dari pengambil keputusan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil AHF'. Sebagai tambahan,
pengambil keputusan dalam menilai alternatif keputusan selalu mengandung
ambiguitas dan multiarti. Dengan demikian, AHP konvensional tidak cukup untuk
menangkap persyaratan pengambil keputusan dengan tegas. Untuk tujuan model
ketidakpastian seperti ini, aturan fuzzy fuzzy set theoryl dapat diintegrasikan
dengan perbandingan berpasangan sebagai suatu perluasan dari AHP. Pendekatan
fuzzy AHF' memberikan suatu uraian yang lebih akurat
tentang proses
pengambilan keputusan itu (Ayag dan Ozdemir, 2006).
Dalam pendekatan fuzzy AHP, hirarki dari pemilihan altematif perlu
dibangun dahulu sebelum dilakukan perbandingan berpasangan dengan AHP.
Setelah membangun suatu hirarki,
pengambil keputusan
diminta untuk
membandingkan elemen-elemen pada tingkatan yang ditentukan di suatu basis
pasangan untuk memperkirakan hubungan kepentingan antar elemen. Dalam AHP
konvensional, perbandingan berpasangan dibuat dengan menggunakan suatu skala
rasio. Suatu skala yang sering digunakan adalah titik-sembilan skala (Saaty 1980,
Tabel 6) yang menunjukkan penilaian peserta atau pilihan di antara alternatif
pilihan seperti sama penting, sedikit lebih penting, jelas lebih penting, sangat jelas
lebih penting, dan mutlak lebih penting. Sungguhpun skala diskret dari 1
-9
mempunyai keuntungan dari kemudahan dan kesederhanaan dalam penggunaan,
itu tidak mempertimbangkan ketidakpastian yang dihubungkan dengan pemetaan
dari satu persepsi penilaian kepada suatu jumlah.
Tabel 6. Definisi dan fungsi keanggotaan dari fuzzy number (Ayag, 2005b)
Tingkat
kepentingan
FUW
number
1
-1
3
-3
5
7
-5
-7
9
-9
Definisi
Fungsi keanggotaan
Sama penting
(1J32)
Sedikit lebih penting
Jelas lebih penting
(2,3,4)
Sangatjelas lebih penting
(4,5,6)
(6,7,8)
Mutlak lebih penting
(8,9,10)
Dalam studi ini, triangular fuzzy number, -1
- -9,
digunakan untuk
menunjukkan perbandingan berpasangan tentang proses pemilihan untuk tujuan
menangkap ketidakjelasan. Angka fuzzy adalah fuzzy khusus yang di-set F = {( x,
pf (x)) , x
E
R}, di mana x nilai di garis yang riil, R : -
- < x < + - dan
pf (x)
adalah suatu pemetaan lanjutan dari R pada interval tertutup [0, I]. Suatu
triangular fuzzy nunzber dinyatakan sebagai M
=
(l,m, u), di mana I 5 m 5 u,
mempunyai jenis keanggotaan jenis fungsi triangular sebagai berikut;
Sebagai alternatif, dengan menjelaskan interval dari tingkatan keyakinan a,
triangularfuzzy nuniber dapat ditandai sebagai
Beberapa operasi yang utama untuk angka-angka positif fuzzy diuraikan oleh
interval dari keyakinan, oleh Gupta dan Kaufmann (1985) seperti ditunjukkan
dibawah ini
n
.
,
V l l l ~ I. I I R , ILL3 I I R
-.
-
=I
\
- (-1 I'\-
j\/[
1
n
.
,
1/(
j w
L
-
= [/TI;
E
R+. ,'\/la = [n/;,I I I ~ ] ,
a
+ rr;,
<I
= [ i n ? - ,IL.
€
[O, I ]
+
111;
C1
111 R
It;]
- /! 1YR ]
i1.1 @' \ i = [ I ICLY ~C YI I !~T,a/ r~ t/ / ~ ]
i
.
.
&
Triangularfuzzy number, -1
- -9
, digonakan untuk meningkatkan rencana skala
konvensional sembilan poin. Untuk tujuan impresisi dari penilaian manusia yang
kualitatif ke dalam pertimbangan, lima triangular jiizzy number digambarkan
sesuai dengan fungsi keanggotaan seperti pada Gambar 5.
Metoda AHP adalah juga dikenal sebagai suatu metoda eigenvektor. Itu
menunjukkan bahwa eigenvektor yang sesuai dengan eigenvalue yang paling
besar dari matriks perbandingan berpasangan menyediakan prioritas relatif dari
faktor, dan memelihara pilihan nomor urut di antara alternatif. Ini berarti bahwa
jika suatu alternatif lebih disukai daripada yang lain, komponen eigenvektornya
adalah lebih besar dari lainnya. Suatu garis vektor dari anak timbangan yang
diperoleh dari matriks perbandingan painvise mencerminkan capaian relatif dari
berbagai faktor. Di fuzzy AHP, triangzilar fizzy number digunakan untuk
meningkatkan rencana skala dalam matriks penilaian, dan perhitungan interval
digunakan untuk memecahkan eigenvektor yang tidak jelas (Cheng dan Mon,
1994).
CIM(X)
A
Sama
penting
Sedikil iebih
penling
Jeias lebih
penting
Sangat jelas
lebih penting
-1
-3
-5
-7
Mutlak lebih
penting
-9
Tingkat kepentingan
Gambar 5. Membershipfirnction fuzzy ~ M ( Xuntuk
)
nilai linguistik kriteria dan
alternatif (Ayag dan Ozdemir, 2006)
2.9.
Analisis TOWS
Analisa TOWS adalah suatu metode untuk mengidentifikasikan
beberapa faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi perusahaan.
Analisa ini didasarkan pada logika dalam memaksimalkan kekuatan (strength) dan
peluang (opporttmities) namun secara bersamaan meminimalkan kelemahan
(+veaknesses)dan ancaman (threats)(Rangkuti 1998, dalam Marimin, 2004).
Menurut Marimin (2004),membuat keputusan untuk memilih alternatif
strategi sebaiknya dilakukan setelah perusahaan mengetahui terlebih dahulu posisi
perusahaan untuk kondisi sekarang berada pada kuadran sebelah mana sehingga
strategi yang dipilih merupakan strategi yang paling tepat karena sesuai dengan
kondisi internal dan eksternal yang dimiliki oleh perusahaan. Posisi perusahaan
dapat dikelompokkan dalam empat kuadran. Gambar 6 merupakan gambar posisi
perusahaan pada berbagai kondisi.
Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisa TOWS agar
keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui berbagai tahapan sebagai
berikut:
1. Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal.
2. Tahap analisa yaitu pembuatan matriks internal ektemal dan matriks
TOWS.
3. Tahap pengambilan keputusan (Marimin, 2004).
1
+
Berbagai Peluang
Kuadran 111
(mendukung strategi
turn-arozind)
I
Kelemahan Internal
Kuadran I
(mendukung
strategi agresif)
-
Kekuatan Internal
Kuadrnn I1
(mendukung strategi
diversifikasi)
Icuadran IV
(mendukung
strategi defensif)
I
Berbagai Ancaman
Gambar 6. Posisi Perusahaan pada Berbagai Kondisi (Marimin, 2004)
Menurut Pearce dan Robinson (1997) dalam Luna (2005), posisi
perusahaan pada tiap kuadran akan menunjukkan pengambilan strategi yang tepat
agar perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya. Pada kuadran I menandakan
bahwa perusahaan at& organisasi kuat dan berpeluang. Rekomendasi strategi
adalah agresif, artinya perusahaan dalam keadaan mantap dan prima sehingga
dapat terus melakukan ekspansi, dengan memperbesar pertumbuhan dan meraih
kemajuan secara maksimal. Pada kuadran 11 lnenandakan bahwa perusahaan kuat
namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi adalah
diversifikasi, artinya diperkirakan roda perusahaan akan mengalami kesulitan
untuk terus berputarjika hanya bertumpu pada strategi sehelumnya.
Sementara itu, pada kuadran 111 menandakan perusahaan yang lemah namun
berpeluang. Rekomendasi strategi adalah ubah strategi karena akan sulit
menangkap peluang dan memperbaiki kinerja jika menggunakan strategi yang
sama. Pada kuadran IV menandakan perusahaan yang lemah dan menghadapi
tantangan yang besar sehingga strategi harus dipertahankan sambil terus
membenahi diri. Dalam hubungannya dengan supply chain, analisa kelemahan
dan kekuatan perusahaan ini dilakukan dalam rangka mencoba meningkatkan
efektifitas dan efisiensi para pelaku rantai pasok.
2.10. Penelitian terdahulu dan posisi usulan penelitian
Beberapa ha1 yang perlu diperhatikan berdasarkan beberapa hasil
penelitian sebelumnya adalah pengembangan fratnework metrik pengukuman
kinerja SCM (Gunasekaran e f al., 2004), model dan metode pengukuran kinerjil
SCM (Aranyam et a]., 2006), pemilihan metrik dan perspektif dalam pengukuran
kinerja SCM dengan pendekatan AHP (Bhagwat & Sharma, 2007).
Pengembangan framework
metrik pengukuran kinerja SCM telah
dilakukan oleh Gunasekaran et al. (2001, 2004), Van der Vorst (2006), Aranyam
et al. (2006), dan Baghwat & Sharma (2007). Model dan metode pengukuran
kinerja SCM sudah banyak dikembangkan antara lain : metode SCOR (Supply
Chain Council, 2004; Lai et al., 2002; Wang, 2003), metode Balanced Scorecard
(Lee et al., 2008; Bhagwat & Sharma, 2007), Activity Based Costing (Lapide,
2000), Multi-criteria Analysis (Romero & Rehman, 2003), Life Cycle Analysis
(Azapagic and Clift 1999; Hagelaar and Van der Vorst 2002; Carlsson-Kanyama
er al., 2003), Data Envelopment Analysis (Zhu, 2003; Talluri & Baker, 2002;
Wong W.P & Wong K.Y, 2007).
Posisi dari penelitian yang dilakukan adalah model pengukuran kinerja
jaringan rantai pasok produk sayuran dataran tinggi menggunakan teknik fuzzy
AHP untuk memilih metrik pengukuran prioritas yang diadaptasi dari metode
SCOR. Model yang dihasilkan mencakup metode pengukuran kinerja, integrasi
dengan teknik fuzzy AHF' dan implementasi dengan pendekatan DEA. Posisi
penelitian yang dilakukan dapat dilihat dari herbagai sisi, yaitu 1) Metode
pengukuran kinerja SCM dengan mengadaptasi lnetrik pengukuran dari metode
SCOR, 2) Integrasi dengan teknik AHP dan 3) Pendekatan DEA dapat dilihat
pada Tabel 7.
Keunggulan ketiga pendekatan ini dalam perancangan dan implementasi
pengukuran kinerja manajemen rantai pasok adalah 1) Dengan mengadopsi SCOR
Model dapat dirancang metrik kinerja yang seimbang dan mencakup kinerja
keseluruhan dari rantai pasok dalam berbagai dimensi; 2) Dengan penggunaan
fuzzy AHP dapat diketahui bobot masing-masing metrik kinerja; dan 3) Dengan
penggunaan DEA dapat dihasilkan informasi yang detail tentang efisiensi pada
masing-masing pelaku rantai pasok yang mencakup metrik kinerja input atau
output, sehingga dapat menggambarkan setiap proses atau kegiatan bisnis pada
masing-masing pelaku rantai pasok.
Tabel 7. Perbandingan dan posisi penelitian yang dilakukan
No
Penelitian
Metode pengukuran kinerja SCM
SCOR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
I I.
Cakravastia & Diawati (1 999)
Lapide (2000)
Lai et al. (2002)
Talluri & Baker (2002)
Hagelaar and Van der Vorst (2002)
Wang (2003)
Romero & Rehman (2003)
Wong W.P & Wong K.Y (2007)
Bhagwart & Sharma (2007)
Lee et al. (2008)
Penelitian yang dilakukan (2008)
BSC
ABC
MCA
LCA
DEA
Integrasi dengan
AHP
AHP
Fuzzv
AHP
u'
u'
u'
u'
u'
u'
4
4
d
4
u'
u'
u'
u'
BAB 111. METODE PENELITIAN
3.1. Icerangka IConseptual
Studi dilakukan pada rantai pasok produk holtikultura sayuran dataran tinggi
terpilih di Provinsi Jawa Barat. Pemilihan jenis komoditas produk sayuran dataran
tinggi dilakukan karena kontribusi jenis sayuran ini cukup besar dan juga untuk
membatasi lingkup kajian manajemen rantai pasokan yang luas. Sistem rantai pasok
dianalisis berdasarkan hasil pengamatan lapang, wawancara dan laporan penelitian
tentang rantai pasok sayuran dataran tinggi. Komponen-komponen dari rantai pasok
sayuran dataran tinggi terdiri dari pasokan yang berasal dari produksi internal atau
sendiri, mitra beli dan mitra tani (Hadiguna, 2007). Pasokan ini selanjutnya diproses
dan disimpan di fasilitas pemrosesan untuk menunggu proses pengiriman ke
pelanggan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Diagram alir rantai pasok sayuran
dataran tinggi dari sistem yang dimodelkan dapat dilihat pada Gambar 7 berikut:
Aliran Produk
b
Sendiri
Mitra Tani
Pemrosesan
Mitra Beli
Gambar 7. Sistem Rantai Pasok Produk Hortikultura (Hadiguna, 2007)
Kerangka konseptual penelitian ini merupakanfiame~vorkdalam membangun
model pengukuran kinerja SCM. Observasi terhadap supply chain yang ada dilakukan
untuk mengidentifikasi sejumlah pennasalahan yang sering muncul dalam SCM dan
nilai tambah pada masing-masing pelaku dalam rantai pasok produk sayuran dataran
tinggi. Kegiatan SCM merupakan bagian kegiatan dari rantai nilai (value clzain)
sehingga perbaikan SCM akan beriinplikasi positif pada rantai nilai tambah. Rantai
nilai yang efektif akan memicu keunggulan nilai (value advantage) dan keunggulan
produksi (productivity advantage) yang apada akhimya meningkatkan keunggulan
kompetitif.
Sistem pengukuran kinerja SCM, menurut Pujawan (2005) diperlukan untuk :
i) melakukan monitoring dan pengendalian; ii) mengkomunikasikan tujuan organisasi
ke fungsi-fungsi pada rantai pasok; iii) mengetahui di mana posisi suatu organisasi
relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang ingin dicapai; dan iv)
menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalarn bersaing. Metrik
pengukuran kinerja SCM perlu diklasifikasi dalarn level strategi, taktik dan
operasional manajemen. Metrik pengukuran juga dirinci dengan jelas antara aspek
finansial dan non-finansial sehingga sesuai metode dasar pembiayaan pada analisis
aktifitas yang dapat diaplikasikan (Gunasekaran et al., 2001).
Pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi' menggunakan
pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). Identifikasi metrik dan perspektif
pengukuran rantai pasok sayuran dataran tinggi diadaptasi dari SCOR Model dan
ditentukan bobot masing-masing metrik kinerjanya terlebih dallulu dengan
pendekatan fuzzy AHP. Kerangka konseptual penelitian secara keseluruhan dapat
dilihat pada Gambar 8.
7
,.............................
Analisis potensi
Sayuran dataran tinggi
unggulan
: Anal!siS Pareto )
..............................
j
Metode
i
j Perbandingan i
j ~ks~onensial
r'..
i
(MPE)
........ sayuran dataran tinggi
I
i
unggulan
I
.............................
i
dataran tinggi
Organization)
i
i Supply Chain
j
Operation
j
Reference
;
Perancangan
i (SCOR) Model I
pengukuran
kineria
;.........
, ......................
........
pengukuran
I
FuzzyAHP
j
..............................
Kelembagaan
Rsntai Pasok
,.............................
Program Aksil
.......................................
:
Gap Analysis
:._
..........................
j
3
Gambar 8. Kerangka pemikiran penelitian
3.2. Tata Laksana Penelitian
3.2.1. Prosedur penelitian
Tahap pertalna adalah mempelajari sistem rantai pasok produk sayuran
dataran tinggi melalui studi pendahuluan dan diskusi dengan beberapa pihak yang
memahami rantai pasok produk sayuran dataran tinggi. Selain itu, studi pustaka
dilakukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap rantai pasok produk pertanian
khususnya sayuran dataran tinggi dan metode yang akan digunakan dalam penelitian.
Tahap kedua adalah wawancara mendalarn dan survei lapang. Pada tahapan
ini akan dilakukan sumei lapang ke beberapa pelaku dalam rantai pasok produk
sayuran dataran tinggi mulai dari petani dan kelompok tani, pedagang pengumpul,
perusahaan pengolah, retailerleksportir dan konsumen akhir. Survei lapang ditujukan
untuk mengetahui rangkaian kegiatan rantai pasok dan nilai tambah yang didapat
masing-masing pelaku rantai pasok yang hasilnya penting untuk mengetahui kondisi
objektif (existing) kinerja rantai pasok produk sayuran dataran tinggi. Sumei pakar
juga akan dilakukan pada tahap ini untuk mendapatkan metrik pengukuran kinerja
sekaligus memilih metrik prioritas.
Tahap ketiga adalah implementasi model pengukuran kinerja SCM sayuran
dataran tinggi dengan pendekatan DEA. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap
strategi yang dapat dirumuskan dalam kerangka peningkatan kinerja rantai pasok
sayuran dataran tinggi terpilih. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.
3.2.2. Lokasi dan Waltu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di berbagai pelaku usaha sayuran dataran tinggi di
Jawa Barat khususnya di wilayah Kabupaten Bogor, Cianjur, Bandung dan Garut.
Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan April 2008 -November 2008.
3.2.3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut :
1)
Observasi lapangan, yakni melihat secara langsung kegiatan-kegiatan dalam
supply chain dari produsen (petani), prosesor, distributor, hingga konsumen.
2)
Wawancara, dilakukan untuk memperoleh informasi jumlah produksi dan
penjualan, sistem transportasi, distribusi dan pasokan serta hubungan kemitraan
antara pemasok dan distributor.
3)
Focus Group Discussion (FGD), meliputi wakil petanilkelompok tani, prosesor,
buyerleksportir, pemerintah
(regulator),
dan
universitas/lembaga riset
teknologi. Pada FGD dilakukan pendalaman terhadap kondisi eksisting untuk
memperoleh alternatif-altematif strategi peningkatan kinerja rantai pasok. FGD
juga melakukan verifikasi terhadap model pengukuran rantai pasok sayuran
dataran tinggi.
4)
Opini Pakar (expert opinion), data ini mempakan data yang dibangkitkan dari
para pakar dan expert judgement atau pertimbangan para pakar terhadap
beberapa pilihan "metrik". Prioritasisasi "metrik" diperoleh berdasarkan
kuesioner AHP yang disusun berdasarkan hasil analisis dari proses sebelumnya.
+
Pemilihn Korrcdiias Scjllmn dxa:ar
tinggi
I
Pemsmlwr~'ttijuan Pernukbrurl
Supi,niy C!#iri,bhf~ri~a!~e?,~a~~l
(SC~IO
Sayurai, damran lity{j
1detl:iSkasi h!alrik ltir,erl;t SCM
Ssyumn dalJnn Cnggi ipundoka:an
SCORl
i3duasi Moirik Kitwia SChl
Sayran damra~;thqyi
!
irnalisis SWOT until:; Pemmlran
Sln:eni Pt.:\icc'<eVat. Kineria
Gambar 9. Diagram Alir Penelitian
3.3. Metode Analisis Data
3.4.1. Analisis Rantai Pasok Sayuran dataran tinggi
Kondisi umum dan model rantai pasok dianalisis dengan mengunakan metode
deskriptif-kualitatif, berdasarkan data kuantitatif-numerik dan kualitatif, dengan
memperhatikan pendapat pakar dan nara sumber. Output dari analisis ini adalah
gambaran umum struktur rantai pasok sayuran dataran tinggi yang dapat dirinci
berdasarkan aspek-aspek pada rantai nilai, rantai nilai tambah komoditi sayuran
dataran tinggi dan kinerja rantai pasoknya. Model rantai pasokan sayuran dataran
tinggi dibahas secara deskriptif menggunakan metode pengembangan rantai pasokan
produk hortikultura yang dicanangkan oleh Asian Productivity Organization (APO),
Jepang. Metode pengembangan tersebut mengikuti kerangka proses yang telah
dimodifikasi oleh Van der Vorst, 2005 (Gambar 10).
/.
Manajemen struktur
e
\
h'
'd
Sumber daya apa saja
yang digunakan (ICT,
Bagaimana ikatan
kontraktualnya?
Gambar 10. Kerangka Analisis Manajemen Rantai Pasokan
(Van der Vorst, 2005)
a). Struktur Rantai (Network Structure)
(i). Anggota Rantai dan Aliran Komoditas
Dijelaskan mengenai anggota atau pihak-pihak yang terlibat di dalam rantai
pasokan dan peranannya masing-masing. Aliran komoditas mulai dari hulu sampai
hilir serta penyebarannya ke berbagai lokasi dijelaskan dan dikaitkan dengan
keberadaan anggota rantai pasokan, serta bentuk kerjasama yang terjadi diantara
berbagai pihak.
@).Entitas Rantai Pasokan
Entitas rantai pasokan dijelaskan sebagai elemen-elemen di dalam rantai
pasokan yang mampu menstimulasi terjadinya berbagai proses bisnis. Elemen-elemen
tersebut meliputi produk, pasar, stakeholder rantai pasokan, dan situasi persaingan.
(iii).Mitra - Petani
Dijelaskan mengenai hubungan kerjasama pada petani. Profil petani seperti
kesepakatan jangka
panjang, kondisi
lahan pertanian, kegiatan pertanian,
produktivitas pertanian, kegiatan pasca panen, juga disertakan dengan lengkap.
Kegiatan pasca panen yang melibatkan petani dijelaskan dengan menggunakan form
pengisian seperti pada Tabel 8 berikut :
Tabel 8. Form Kegiatan Pasca Panen Mitra Petani-Perusahaan
Tanda X apabila
diselesaikan sebelutn
pembayaran
Dilakukan oleh:
Loss
Petani
Perusallaan
Lainnya
Pembibitan
Produksi
Sortasi dan seleksi mutu
Pengemasan
Pemberian labellmerek
.....
.....
.....
%Volume
Loss
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
Transportasi ke pembeli
Qualiv control
Pemberian kredit (hari)
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
Nilai
.....
.....
.....
...
b). Sasaran Rantai (Clzain Objectives)
(i). Sasaran Pasar
Dijelaskan mengenai bagaimana model suatu rantai pasokan berlangsung
terhadap produk yang dipasarkan. Tujuan pasar dideskripsikan dengan jelas, seperti
siapa pelanggannya, apa yang diinginkan dan yang dibutuhkan dari produk tersebut.
(ii). Sasaran Pengembangan
Dijelaskan sebagai target atau objek dalam rantai pasokan yang hendak
dikembangkan oleh beberapa pihak yang terlibat di dalamnya.
(iii).Pengembangan Kemitraan
Dijelaskan mengenai upaya yang dilakukan oleh anggota rantai pasokan untuk
mengembangkan hubungan kerjasama kemitraan.
c). Manajemen Rantai
(i). Struktur Manajemen
Menjelaskan konfigurasi hubungan di dalam rantai pasokan, yang mengikuti
form pengisian seperti pada Tabel 9. Tujuannya adalah untuk mengetahui pihak yang
bertindak sebagai pengatur dan pelaku utama di dalam rantai pasokan. Pihak yang
menjadi pelaku utama adalah yang melakukan sebagian besar aktivitas di dalam
rantai pasokan, dan memiliki kepemilikan penuh terhadap aset yang dimilikinya.
Tabel 9. Form Kepemilikan dan Profil Kontrol
Kontrol
Kepemilikan
penuh
Kepemilikan
sebagian
Input Suplai Pertanian
Produksi Pertanian
Transportasi inbound
Warehozrsing & storage
Processing
Transportasi outbond
Distribusi pasar
Ritellagen
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
Kontrak Aliansi Hubungan Lainnya
Jangka
Transaksi
~ai<ang
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
.....
(ii). Pemilihan Mitra
Dijelaskan mengenai bagaimana proses kemitraan itu terbentuk, kriteriakriteria apa saja yang digunakan untuk memilih mitra kerjasama dan bagaimana
prakteknya di lapangan.
(iii).Kesepakatan Kontraktual dan Sistem Transaksi
Dijelaskan mengenai bentuk kesepakatan kontraktual yang disepakati dalarn
membangun hubungan kerjasama disertai dengan sistem transaksi yang dilakukan
diantara berbagai pihak yang bekerjasama.
(iv). Dukungan Pemerintah
Dijelaskan mengenai peran pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam
mengatur dan mendukung proses di sepanjang rantai pasokan.
d). Sumber Daya Rantai
Meninjau potensi sumber daya yang dimiliki oleh anggota rantai pasokan
adalah penting guna mengetahui potensi-potensi yang dapat mendukung upaya
pengembangan rantai pasokan. Untuk itu, aspek sumber daya yang dibahas meliputi
aspek sumber daya fisik, teknologi, sumber daya manusia (SDM), dan permodalan.
e). Proses Bisnis Rantai
Proses bisnis rantai menjelaskan proses-proses yang terjadi di dalam rantai
pasokan untuk mengetahui apakah keseluruhan alur rantai pasokan sudah terintegrasi
dan berjalan dengan baik atau tidak, dan menjelaskan bagaimana melalui suatu
tindakan strategik tertentu manlpu mewujudkan rantai pasokan yang mapan dan
terintegrasi. Proses bisnis rantai ditinjau berdasarkan aspek hubungan proses bisnis
antar anggota rantai pasokan, pola distribusi, support anggota rantai, perencanaan
kolaboratif, penelitian kolaboratif, jaminan identitas merk, aspek nilai tambah
pemasaran, aspek risiko, serta proses trust building.
3.4.2. Pemilihan Produk Unggulan
Pemilihan produk ungguluan dan altematif pemasok dilakukan menggunakan
Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). MPE merupakan salah satu metode
untuk menentukan urutan prioritas altematif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik
ini digunakan sebagai pembantu bagi individu pengambilan keputusan untuk
menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan
proses. Formulasi perhitungan skor untuk setiap altematif dalam metoda
perbandingan eksponensial adalah:
111
T (
Total llilai (TN;)
=L
j=1
TNi
= Total nilai altematif ke-i
RK ij
= derajat
TKK
= derajat kepentingan kritera
n
=jumlah
pilihan keputusan
m
= jumlah
kriteria keputusan
..)-J
I,
kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i
keputusan ke-j; TKKj > 0; bulat
3.4.3. Analisis Nilai Tambah
Pembahasan pada aspek nilai tambah pemasaran bertujuan untuk mengetahui
besarnya pendapatan yang diperoleh oleh setiap anggota rantai pasokan atas tenaga
kerja, modal, dan manajemen yang diusahakannya (Sudiyono, 2001). Besarnya nilai
tambah tersebut dinyatakan secara matematilc menggunakan metode Hayami. Data
mengenai analisa nilai tambah yang diperoleh dari wawancara dengan anggota rantai
pasok. Adapun prosedur perhitungan nilai tambah pengolahan dengan metode
Hayami dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami.
No
Variabel
Nilai
Output, Input, dan Harga
1
Output (Kg)
(1)
2
Bahan Baku (Kg)
(2)
3
Tenaga Kerja Langsung (HOK)
(3
4
Faktor Konversi
(4) = (1)
5
Koefisien Tenaga Kerja Langsung (HOWKg)
(5) = (3) /(2)
6
Harga Output (RpIKg)
(6)
7
Upah Tenaga Kerja Langsung (RpIHOK)
(7)
Penerimaan dan Keuntungan
8
Harga Bahan Baku (RpIKg)
(8)
9
Harga Input lain (RpKg)
(9)
10
Nilai Output (RpIKg)
II
a. Nilai Tambah (RpKg)
(10)=(4)~(6)
(lla)=(lO)-(8)-(9)
b. Rasio Nilai Tambah (%)
(1 lb) = (I la) I (lo) x 100
a. Pendapatan tenaga kerja Langsung (RpIKg)
(12a)=(5) *(7)
b. Pangsa tenaga kerja langsung (%)
(12b) = (12a) I (Ila) x
12
100
13
a. Keuntungan (RpKg)
(13a) = (lla) -(12a)
b. Tingkat Keuntungan (%)
(13b)=(l3a)/(lO)x 100
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
14
Marjin (RpIKg)
(14) =(lo)-(8)
a. Pendapatan tenaga kerja langsung (%)
(14a)= (12a) l(14) x 100
b. Sumbangan input lain (%)
(14b) = (9) l(14) x 100
c. Keuntungan perusahaan (%)
(14c) = (13a) l(14) x 100
3.4.4. Pengukuran Kinerja dengan DEA
Pengolahan data mengenai pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran
tinggi yang telah diperoleh dilakukan dengan menggunakan metode DEA (Data
Envelopnzent Analysis). Dalam pengolahan D E A diselesaikan dengan bantuan tools
dari banxia sofhvai-e yaitu .pontiei-3 '. Dalam metode ini ditetapkan faktor yang
digunakan sebagai input dan output. Bobot untuk masing-masing input dan output
tersebut diperoleh melalui pembobotan dengan menggunakan metode AHP.
3.4.5. Pemilihan metrik kinerja teknik fuzzy AHP
Empat langkah prosedur dari pendekatan ini adalah sebagai berikut;
Lattgkah
I. Membandingkan
(-1,-3,-5,-7,-9)
capaian
skor
:
triangular
fuzzy
number
digunakan untuk menandai adanya kekuatan relative masing-
masing elemen di hirarki yang sama.
Lattgkah 2. Membangun matriks perbandingan fizzy: Dengan menggunakan angkaangka fuzzy triangular dengan perbandingan berpasangan, matriks penilaian fuzzy
A(aij) dibangun seperti berikut :
rn
A =
Dimana -aaij
=
trw
I
..
..
..
..
..
..
..
w
(I,-11
..
..
..
..
21
..
1, jika i sama dengan j, dan -aaij = -1, -3, -5, -7, -9 atau -I-', -3-',
5 - 7 -,-9-1,jika i tidak sama dengan j.
Latzgkalt 3. Pemecahan eigenvalue fuzzy: Suatu eigenvalue fuzzy, h adalah suatu
solusi nomor fuzzy untuk solusi
?..,..,
-...-..
4 .I- = ;..\-.
If)
dimana n x n matriks fuzzy yang berisi angka-angka fuzzy aij dan x adalah n x 1
tidak sama dengan nol, garis vektor fuzzy yang berisi nomor fuzzy xi . Untuk
melaksanakan penambahan dan perkalian hzzy dengan menggunakan perhitungan
interval dan a - cut,, penyamaan A x = h x setara dengan
dimana,
untuk 0 < a 5 1 dan semua i, j, dimana i = 1,2, ...,n, dan j
=
1,2, ..., n
a - cut dikenal untuk menyertakan ahli atau pengambil keputusan atas pilihan atau
penilaiannya. Derajat tingkat kepuasan untuk matriks penilaian -A diperkirakan oleh
index optimisme p. Nilai yang lebih besar tentang index p menandai adanya derajat
tingkat yang lebih tinggi tentang optimisme. Index dari optimisme adalah suatu
kombinasi linier yang cembung (Lee, 1999) yang digambarkan sebagai
Selagi a ditetapkan, matriks yang berikut dapat diperoleh setelah menentukan
index dari optimisme, p, untuk tujuan menaksir derajat tingkat dari kepuasan.
0
l
i
d
5
a,,= (2.3.4) = b.41
Garnbar 11. Operasi a-cut pada TFN
Eigenvektor dihitung dengan menetapkan nilai p dan mengidentifikasi nilai eigen
yang maksimal. a
-
cut: Itu akan menghasilkan suatu satuan nilai-nilai internal dari
suatu nomor fuzzy. Sebagai contoh, a
= 0.5
akan menghasilkan sebuah set ao.5
= (2,
3,4).
Normalisasi dari kedua matriks dari kalkulasi dan perbandingan yang
dipasangkan dari bobot prioritas, dan matrik dan bobot prioritas untuk altematif juga
dilaksanakan sebelum menghitung k,,,,. Untuk tujuan mengendalikan hasil dari
metoda, perbandingan konsistensi untuk masing-masing dari matriks dan keseluruhan
inkonsistensi untuk hirarki yang dihitung. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan
oleh persamaan CI yang berikut, dan ukuran dari inkonsistensi disebut CI,
Consistency ratio (CR) digunakan untuk perkiraan secara langsung konsistensi dari
perbandingan berpasangan. CR dihitung dengan inembagikan CI dengan nilai tabel
dari Random Consistency Index (RI);
Jika CR kurang dari 0.10, perbandingan bisa diterima, sebaliknya tidak. RI adalah
rata-rata index untuk secara acak anak timbangan yang dihasilkan (Saaty, 1981).
Langkah 4. Prioritas pertimbangan dari tiap alternatif dapat diperoleh dengan
perkalian matriks dari nilai evaluasi dengan garis vektor dari kriteria dan
penjumlahan di atas semua kriteria. Setelah menghitung beban dari tiap alternatif,
keselumhan index konsistensi dihitung untuk meyakinkan bahwa nilai konsistensi
lebih kecil dibanding 0.10.
BAB IV. PERKEMBANGAN SAYURAN DAN HORTIKULTURA
INDONESIA
4.1.
Produlcsi Sayuran dan Hortiliultura
Pertanian di Indonesia merupakan sektor penting dalam perekonomian
nasional. Hal ini terlihat dari besarnya kontribusi devisa sektor pertanian dalam Total
Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2008,
sektor pertanian berkontribusi sebanyak 13% terhadap nilai PDB nasional tahun 2006
dan meningkat pada catur w l a n I tahun 2007 menjadi 13,7%. Hortikultura sebagai
saiah satu sektor pertanian memberikan peningkatan kontribusi pada nilai PDB
nasional berdasarkan harga konstan sebesar Rp 35.334 juta pada tahun 2000 menjadi
Rp 68.639 juta pada tahun 2006. Rata-rata pertumbuhan PDB hortikultura per tahun
mencapai 4,6%. Trend permintaan produk hortikultura seperti sayuran, buah-buahan
dan bunga juga menunjukkan peningkatan setiap tahunnya.
Komoditi hortikultura terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan
tanaman obat. Diantara komoditi hortikultura yang mengalami perkembangan baik
adalah sayuran. Pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan sayuran dalam negeri
dengan produksi dalarn negeri dan sebagian komoditi yang di impor dari luar negeri
(Tabel 11).
Tabel 11. Total Produksi, Impor dan Ekspor Sayuran di Indonesia Tahun 2002-2006
Tahun
Produksi (Ton)
Ekspor (Ton)
2006
9.527.463
236.225
Sumber : Departemen Pertanian dan BPS diolah, 2008
Impor (Ton)
550.437
Dari Tabel 11 dapat di ketahui jumlah produksi komoditi sayuran pada
rentang tahun 2002-2006 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 7,8 % per tahun,
sedangkan jumlah komoditi sayuran yang di ekspor mengalami trend kenaikan
sebesar 20%, tetapi pada tahun 2004 mengalami penurunan yang cukup drastis.
Untuk memenuhi pemenuhan kebutuhan dalam negeri pemerintah masih mengimpor
sayuran dari negara-negara seperti China, Taiwan dan Jepang.
4.2.
Perkembangan Ekspor Impor Sayuran dan Hortikultura
Volume serta nilai ekspor dan impor produk-produk hortikultura cenderung
berfluktuasi (Gambar 12 dan 13). Meskipun demikian, antara tahun 1999 hingga
2001 volume dan nilai ekspor cenderung menurun dengan tingkat perubahan secara
berturut-turut adalal~-24.88% dan -28.48%. Sebaliknya, volume dan nilai impor
justru semakin meningkat, yang ditandai dengan rata-rata perubahan sebesar 19.44%
dan 34.32%. Perubahan volume dan nilai impor tersebut cukup tinggi, sehingga
sangat mempengaruhi cadangan devisa negara. Pada tahun 2000 dan 2001, misalnya,
impor buah segar nilainya masing-masing USD 138.4 juta dan USD 140.7 juta. Di
lain pihak, pada kurun waktu yang sarna ekspor buah segar nilainya hanya USD 13.2
juta dan USD 9.4 juta. Data untuk sayuran segar impor pada tahun 2000 dan 2001
masing-masing adalah USD 84.6 juta dan USD 92.3 juta. Di lain pihak, nilai
ekspomya masing-masing hanya mencapai USD 23.6 juta dan USD 28.9 juta. Oleh
karena itu, perlu dilakukan berbagai langkah perbaikan yang dapat mendukung
peningkatan nilai dan volume ekspor produk-produk hortikultura serta menurunkan
volume dan nilai impor produk-produk hortikultura, terutama yang secara potensi
dapat ditumbuh kembangkan di Indonesia.
Perkembangan volume ekspor dan impor komoditas hortikultura dari tahun
2000 - 2005 sangat fluktuatif. Sebelum krisis terjadi, ekspor lebih tinggi dari impor
namun setelah itu impor harnpir selalu melebihi ekspor. Volume ekspor tertinggi
terjadi pada tahun 2000 dimana mencapai 500.000 ton, kemudian dari tahun 2001
sampai 2005 volume ekspor terus menurun, sedangkan volume impor dari tahun ke
tahun semakin meningkat. Volume impor dari tahun 2000-2003 mencapai 600.000
ton, selanjutnya tahun 2004 mencapai 800.000 ton dan tahun 2005 mencapai
900.000 ton.
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Garnbar 12. Grafik volume ekspor serta impor dari sub-sektor hortikultura 2000-2005
(Departemen Pertanian, 2007)
- .
2000
2001
2002
2003
Tahun
2004
2005
1
I
Gambar 13. Grafik nilai ekspor serta impor dari sub-sektor hortikultura 2000-2005
(Departemen Pertanian, 2007)
Perkembangan nilai ekspor produk sayuran segarlbeku Indonesia juga
menunjukkan relatif konstan dari tal~un2003-2007 (Gambar 14). Berdasarkan data
UN Comtrade, nilai ekspor sayuran Indonesia pada tahun 2003 mencapai US$
26,743,768. Nilai ini menurun pada tahun 2004 menjadi US$ 20,391,859. Nilai
tersebut meningkat pada tahun 2005 dan 2006 menjadi US$ 28,343,627, kemudian
turun kembali pada tahun 2007 menjadi US$ 24,558,504. Tiga kelompok sayuran
yang berkontribusi paling besar pada total nilai ekspor dalam lima tahun terakhir
yaitu kelompok kubis dan Brokoli (HS 0704), kelompok bawang-bawangan (HS
0703) dan kelompok kentang (HS 0701) (lihat Tabel 12).
2003
2604
2005
Tahun
2006
2007
I
Garnbar 14. Grafik nilai ekspor dan impor sayuran Indonesia 2003-2007
(UN Comtrade, 2009)
Tabel 12. Nilai ekspor kelompok komoditas sayuran Indonesia tahun 2003-2007
(dalam US$)
No
3
5
6
7
8
Komoditi
Kode HS
1996
2003
2004
Tahun
2005
4,241,115
3,556,129
3,576,134
5,951,906
2,868,068
HI-0702
234,094
3 17,687
433,245
92,024
730,784
HI-0703
2,832,824
1,973,150
1,660,094
7,191,395
3,590,275
HI-0704
11,401,593
7,802,338
9,130,463
9,436,914
10,436,634
HI-0705
69,502
233,643
254,500
209,856
345,950
HI-0706
341,977
107,339
69,016
145,775
402,605
H 1-0707
292,490
121,810
63,336
229,532
61,732
HI-0708
427,952
698,997
1,830,425
I ,0 17,434
1,683,329
HI-0709
6,902,221
5,580,766
7,009,752
4,068,791
4,439,127
26,743,768 20,391,859 24,026,965
28,343,627
24,558,504
Potatoes, fresh or
chilled
HI-0701
Tomatoes'
or chilled
Onions, shallots,
garlic, leeks, etc.
fresh or chilled
Cabbaee.
- .
cauliflower,
kohlrabi & kale,
fresh, chilled
Lettuce and
chicory, fresh or
chilled
Carrots, turnips,
beetroot, etc.
fresh or chilled
Cucumbers and
gherkins, fresh or
chilled
Leguminous
vegetables, fresh
or chilled
nes'
fresh or chilled
Jumlah
2006
2007
Sumber : UNComtrade, 2009, Diolah
Sementara itu, perkembangan nilai impor produk sayuran segarbeku
Indonesia menunjukkan trend peningkatan peningkatan dari tahun 2003-2007.
Berdasarkan data UN Comtrade, nilai impor sayuran Indonesia pada tahun 2003
mencapai US$ 69,807,079. Nilai ini tersebut terus meningkat hingga tahun 2007
menjadi US$ 198,416,963. Tiga kelompok sayuran yang berkontribusi paling besar
pada total nilai ekspor dalam lima tahun terakhir yaitu kelompok bawang-bawangan
(HS 0703), kelompok wortel dan lobak (HS 0706) dan kelompok sayuran kacangkacangan (lihat Tabel 13).
Tabel 13. Nilai ekspor kelompok komoditas sayuran Indonesia tahun 2003-2007
(dalam US$)
No
Komoditi
1
Potatoes.
fresh or
chilled
Tomatoes,
fresh or
chilled
Onions,
shallots,
garlic, leeks,
etc. fresh or
chilled
Cabbage,
cauliflower,
kohlrabi &
kale, fresh,
chilled
Lettuce and
chicory, fresh
or chilled
Carrots,
turnips,
beetroot, etc
fresh or
chilled
Cucumbers
and gherkins,
fresh or
chilled
Leguminous
vegetables,
fresh or
chilled
Vegetables
nes, fresh or
chilled
Jumlah
2
3
4
5
6
7
8
9
Kode HS
1996
HI-0701
2003
1,342,899
2004
1,671,568
Tahun
2005
3,257,717
HI-0702
254,77 1
98,345
142,355
200,108
252,382
89,399,020
145,253,265
178,026,236
HI-0703
~
~
65,074,045 72,895,109
2006
3,073,695
2007
3,711,231
HI-0704
527,610
566,299
937,107
922,881
1,072,246
HI -0705
228,298
199,s I3
365,639
359,124
454,245
H 1-0706
71 8,542
1,759,606
3,108,960
3,617,071
9,297,800
HI-0707
6,927
6,991
14,429
34,220
39,864
H1-0708
991,477
1,156,797
1,346,972
2,800,490
4,132,839
HI-0709
662,510
642,894
1,809,013
1,014,659
1,430,120
100,381,212
157,275,513
198,416,963
69,807,079 78,997,122
Sumber : UNConztrade, 2009, Diolah
Ekspor-Impor komoditas sayuran segarlbeku Indonesia kelompok HS 6-Digit
berjurnlah 26 jenis. Nilai ekspor terbesar komoditas sayuran segarlbeku Indonesia ke
dunia pada tahun 2007 berturut-turut dicatat oleh komoditas Brokoli (HS 070490)
yang mencapai US$ 9.974.363, Kacang hijau (HS 071331) sebesar US$ 9.131.394,
Bawang Merah (HS 070310) sebesar US$ 3.562.434, dan Kentang (HS 070190)
sebesar US$3.562.434. Sementara nilai impor terbesar komoditas sayuran segarlbeku
dari dunia ke Indonesia pada tahun 2007 berturut-turnt dicatat oleh komoditas
Bawang Putih (HS 070320) sebesar US$ 123.956.692, Bawang Merah (HS 070310)
sebesar US$ 53.401.542, dan Kacang Hijau (HS 071331) sebesar US$ 15.190.246.
Secara lengkap nilai ekspor-impor komoditas sayuran segarlbeku Indonesia (HS 1996
6-Digit) dapat dilihat pada Tabel 14 dan 15.
4.3.
Permasalahan Ekspor Sayuran dan Hortilcultura
4.3.1. Permasalahan Internal
Dalam usaha pengembangannya, sub sektor hortikultura masih menghadapi
berbagai hambatan, tidak hanya berupa hambatan teknis di lahan (on-farm), tetapi
juga terhadap masalah investasi yang sangat berpengaruh pada kontinuitas produksi,
faktor keseragaman dan kesesuaian mutu produk yang berakibat langsung terhadap
tingkat penerimaan konsumen global, aksesibilitas ke pasar serta upaya peningkatan
nilai tambah produk-produk hortikultura yang masih belum dapat dikembangkan
dengan baik. Selain itu, tingginya volume impor produk-produk hortikultura,
terutama buah-buahan dan sayur-sayuran yang terjadi selama beberapa tahun terakhir
merupakan hal sangat penting untuk ditemukan solusinya.
Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kinerja hortikultura Indonesia,
perlu dilakukan perbaikan-perbaikan, yang tidak hanya terbatas pada penanganan
produktivitas saja, tetapi juga pada aspek kontinuitas serta pemanfaatan pangsa pasar
yang tersedia di pasar global. Dengan demikian, proses perbaikan yang dilakukan
hams dapat mengintegrasikan proses hulu, proses hilir, serta berbagai mekanisme dan
faktor-faktor penunjangnya, termasuk didalamnya kebijakan-kebijakan pemerintah
dan keterkaitan institusi-institusi penunjang lainnya, seperti perbankan, asuransi,
standarisasi mutu, transportasi, penanganan rantai dingin, dan lain-lain.
Tabel 14. Nilai Ekspor Komoditas Sayuran segarlbeku Indonesia (Kelompok HS 1996 6-Digit)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Komoditi
Kentang
Tomat
Bawang Merah
Bawang Putih
Daun Bawang
Kernbang Kol
Kubis
Brokoli
Lettuce dan Sawi
Wortel dan Lobak
Ubi bit (bit merah)
Kelompok ketiniun
Kacang Polong
Buncis
Kacang-kacangan
Globe artichokes
Asparagus
Terung-terungan
Seledri
Jarnur
Jamur kuping
Paprika
Bayam
Kacang Hijau
Sayuran lainnya
Sunzber : UN Corntrade, 2009, Diolah
Kode HS
1996
070190
070200
070310
070320
070390
070410
070420
070490
0705
070610
070690
070700
070810
070820
070890
070910
070920
070930
070940
07095 1
070952
070960
070970
071331
070990
Tahun
2003
4,101,450
234,094
2,478,493
268,309
86,022
450,602
137,835
10,813,156
69502
178,776
163,201
292,490
171,050
61,220
195,682
225,841
7,189
2,650,33 1
1,651
1,710,311
2,056
520,610
2,863,664
1,784,232
29,467,767
2004
3,546,995
3 17,687
1,952,237
12,255
8,658
475,755
59,551
7,267,032
233643
106,239
1,100
121,810
250,334
17,887
430,776
33,525
576
1,828,444
11
2,793,243
7,125
453,435
11,377
5,385,295
453,030
25,768,020
2005
3,526,484
433,245
1,620,977
7,308
31,809
927,175
52,994
8,150,294
25 1328
37,806
31,210
63,336
1,134,485
17,886
678,054
39,83 1
983
2,573,061
32
2,385,167
1,960
989,962
10,411
7,954,381
1,008,345
31,928,524
2006
5,917,154
92,024
7,141,274
11,182
38,939
437,736
6,958
8,992,220
209856
102,581
43,194
229,532
200,256
29,3 17
787,861
18,771
588,903
1,045
1,321,994
2,830
1,020,595
81,309
8,663,176
1,033,344
36,972,051
2007
2854742
730784
3562434
27092
749
335243
127028
9974363
345950
984 12
304193
6 1732
304726
34134
1344469
995 17
6004
106597
54947
6163
2316370
1085222
323 14
9131394
73 1993
33,676,572
Tabel 15. Nilai Impor Komoditas Sayuran segarheku Indonesia (Kelompok HS 1996 6-Digit)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
I8
19
20
21
22
23
24
25
Komoditi
Kentang
Tomat
Bawang Merah
Bawang Putih
Daun Bawang
Kembang Kol
Kubis
Brokoli
Lenuce dan Sawi
Wortel dan Lobak
Ubi bit (bit merah)
Kelompok ketimun
Kacang Polong
Buncis
Kacang-kacangan
Globe artichokes
Asparagus
Terung-terungan
Seledri
Jamur
Jamur kuping
Paprika
Bayam
Kacang Hijau
Sayuran lainnya
Szrnzber : UN Corntrade, 2009, Diolah
Kode HS
1996
070190
070200
070310
070320
070390
070410
070420
070490
0705
0706 10
070690
070700
070810
070820
070890
070910
070920
070930
070940
07095 1
070952
070960
070970
071331
070990
2003
888,440
254,771
16,065,312
48,900,223
108,510
242,989
7,334
277,287
199156
690,832
27,710
6,927
905,532
19,152
66,793
94,959
11,882
48
253,243
223,851
6,768
38,541
2,240
3,174,467
30,978
72,497,945
2004
1,217,247
98,345
19,297,980
53,303,356
293,773
288,001
30,257
248,041
190030
1,707,481
52,125
6,991
678,008
526
478,263
3,891
57,685
6,798
185,255
208,646
54,322
4,070
6,499,563
122,227
85,032,881
Tahun
2005
2,248,048
142,355
22,162,921
66,665,279
570,820
567,739
23,505
345,863
353913
3,042,549
66,4 1 1
14,429
1,301,654
40,594
4,724
67,932
89,786
63,971
721,805
309,450
1,100
210,530
3,152
5,547,897
341,287
104,907,714
2006
1,958,52 1
200,108
37,467,936
107,194,272
591,057
557,546
17,153
348,182
356055
3,550,266
66,805
34,220
1,433,177
1,334,572
32,741
17,804
80,220
1,510
23 1,773
323,959
954
137,649
504
8,636,775
220,286
164,794,045
2007
2,686,559
252,382
53,401,542
123,956,692
668,002
611,117
16,095
445,034
453170
9,175,718
122,082
39,864
2,578,263
812,177
742,399
2,128
82,332
174
263,985
257,398
244,539
245,245
9,232
15,190,246
325,087
212,581,462
a. Mutu Produk
Pengembangan produk-produk hortikultura di Indonesia masih
mengalami hambatan dala~nha1 konsistensi mutu yang baik. Manuwoto
(1998) menjelaskan bahwa ha1 tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor,
mulai dari saat proses produksi secara on-jarm, penanganan produk,
transportasi-distribusi
maupun
pada
proses
pengolahan
untuk
menghasilkan nilai tambah produk yang lebih tinggi.
Rendahnya mutu produk hortikultura, dalam ha1 ini terutama buahbuahan dan sayur-sayuran, memerlukan perhatian yang lebih besar untuk
membentuk sistem agribisnis hortikultura dan manajemen rantai pasokan
(supply chain nzanagenzent) dengan mengutamakan kualitas produknya.
Dengan demikian, yang perlu dilakukan untuk menghasilkan mutu
produk yang baik, diantaranya adalah penggunaan benih yang
berkualitas tinggi, perbaikan proses budidaya tanaman di lahan, baik dari
segi penggunaan peralatan budidaya, perbaikan proses peineliharaan
tanaman, proses pemanenan, proses penanganan pasca panen, proses
pengolahan bahan untuk meningkatkan nilai tambahnya, serta sistem
manajenlen yang lebih baik, diantaranya dengan meningkatkan jaminan
mutu produk (transportasi rantai dingin dan lain-lain) hingga tiba di
tangan konsumen.
b. Kompetisi deugan Produk Impor
Produk-produk
hortikultura
tidak
hanya
dihadapkan
pada
persaingan yang cukup ketat di pasar domestik, tetapi juga di pasar
intemasional. Di pasar domestik, misalnya, produk-produk hortikultura
impor, terutama buah-buahan semakin banyak ditemukan di pasar.
Seperti telah diperlihatkan pada Gambar 14, dalam kurun waktu lima
tahun terakhir telah terjadi peningkatan jumlah produk sayuran impor
yang cukup besar, dengan didominasi oleh produk sayuran segarheku
dan buah-buahan segarlbeku.
Pada periode 1998-2001, setidaknya terjadi peningkatan volume
impor buah segar dari 71.6 ribu ton ~nenjadi241.4 ribu ton, dengan
persentase perubahan volume 25.6%/tahun dan rata-rata kontribusinya
terhadap total volume impor produk hortikultura adalah 35.33%. Selain
itu, pada periode yang sama, sayuran segarlbeku merupakan komoditi
hortikultura dengan volume impor terbesar, yaitu sekitar 288 ribu ton,
atau 62.77% dari total volume impor produk-produk hortikultura. Akan
tetapi, perubahannya hanya mencapai 11.56%/tahun. Dengan demikian,
kedua kelompok komoditi tersebut tidak hanya perlu diwaspadai volume
impornya saja, tetapi juga tingkat pertumbuhan dan cadangan devisa
yang terkuras.
Hal tersebut sangat disayangkan, mengingat Indonesia memiliki
daya dukung yang sangat baik bagi pengembangan produk-produk
hortikultura, terutama sayur dan buah (Effendy, 2002). Kondisi di atas
diperlihatkan tidak hanya dari kondisi alam (biodiversitas, kondisi lahan
dan iklim) yang memadai, tetapi juga teknologi yang cukup mendukung
serta potensi tenaga kerja yang tinggi. Usaha perbaikan untuk
mengembangkan produk hortikultura (buah dan sayur) domestik pada
sudah cukup banyak, walaupun secara nasional citranya belum
memberikan hasil yang memuaskan, karena penggalakkan komitmen
nasional yang kurang kuat.
c. Dulcungan Peraturan
Salah satu kendala utama yang dihadapi oleh sub sektor
hortikultura
adalah
keseragaman
mutu
produk serta
lemahnya
standarisasi mutu. Standarisasi mutu menjadi sangat penting, mengingat
para produsen di dalam negeri masih sulit menerapkan faktor tersebut
sebagai elemen yang sangat vital di dalam produksi on-far~t~nya,
sehingga ha1 tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses
off-farnz maupun pemasarannya ke konsumen. Salah satu peraturan yang
diharapkan dapat mendukung standarisasi dan peningkatan mutu produkproduk
hortikultura
adalah
Keputusan
Menteri
Pertanian
No.
481/KptslOT.210/5/98 mengenai Penerapan Standar Nasional Indonesia
(SNI) untuk komoditi hasil pertanian. Di dalam keputusan tersebut
ditetapkan bahwa Standar Nasional Indonesia telah disetujui oleh Badan
Standarisasi Nasional untuk diterapkan pada beberapa produk pertanian
yang potensial, sehingga jika di dalam pelaksanaannya terdapat
penyimpangan, maka ha1 tersebut akan ditindaklanjuti dengan sanksi
yang disesuaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Akan
tetapi,
keputusan
tersebut
diharapkan
dapat
lebih
mengakomodasi penerapan standarisasi mutu terhadap produk-produk
hortikultura, karena standar mutu yang ditetapkan baru mencakup
beberapa komoditi saja (Tabel 16). Di lain pihak, komoditi unggulan
Indonesia cukup beragam, serta industrinya pun akan sernakin
berkembang, sehingga untuk dapat diterima sebagai produk yang aman
di pasar dunia, perlu diterapkan standarisasi mutu yang lebih ketat dan
lebih luas cakupannya.
Tabel 16. Dafiar beberapa judul SNI untuk produk-produk hortikultura
1.
Kubis Segar
SNI 01-3174-1991
2.
Kentang Segar
SN101-3175-1991
3.
Petsai Segar
SNI 01-3161-1992
4.
Buah Manggis Segar
SNI 01-3211-1991
5.
Jeruk dalam Kaleng
SNI 01-4680-1998
6.
Persik dalam Kaleng
SNI 01-4861-1998
7.
Salak dalam Kaleng
SNl01-4471-1998
8.
Kolang-Kaling dalam Kaleng
SNI 01-4472-1998
9.
Buah-Buahan dalam Kaleng
SNI 01-3834-1995
10.
Buah Kering
SNI 01-3710-1995
11.
Anyelir Bunga Potong
SNI 01-6152-1999
12.
Bunga Krisan Potong Segar
SNI 01-4478-1998
13.
Bunga Gladiol Potong
SNI 01-4479-1998
14.
Mawar Bunga Potong
SNI 01-4492-1998
15.
Bunga Potong Helikonia
SNJ 01-4231-1996
16.
Bunga Potong Anthurium
SNJ 01-4232-1996
17.
Bunga Anggrek Potong
SNI 01-3171-1995
Sumber: BSN) Pemerintah daerah seharusnya memanfaatkan otonomi daerah
sebagai peluang strategis tersebut seyogianya dimanfaatkan sebaik mungkin
melalui pengembangan dan peningkatan nilai tambah produk yang
berorientasi pada keuntungan (market driven). Oleh karena itu, parameter
mutu (quality), penghantaran produk (deliveiy), persediaan (inventory),
pengelolaan bahan baku serta pemeliharaan mesin dan peralatan, baik pada
aktivitas on-farnz maupun off-farnz harus dilakukan sebaik mungkin. Dengan
demikian, pengembangan sub-sektor hortikultura harus mempertimbangkan
aspek teknologisnya, baik dalam ha1 kemampuan teknologi benih dalam
menghasilkan benih yang sesuai dengan permintaan pasar, teknologi proses
hilir dalam berbagai skala usaha, teknologi pengemasan, penyimpanan dan
distribusi yang sangat menentukan kualitas produk pasca pengolahan hingga
tiba di tangan konsumen maupun teknologi pengembangan komoditikomoditi unggulan sub-sektor hortikultura (Gumbira-Sa'id, 2000).
4.3.2. Permasalahan Eksternal
Indonesia juga dihadapkan pada masalah hambatan pasar (trade
barriers) karena beberapa negara tujuan ekspor produk-produk hortikultura
Indonesia memberlakukan persyaratan yang sangat ketat terhadap berbagai
produk pertanian yang masuk. Salah satu diantara faktor penghambat
tersebut adalah pemberlakuan HACCP (Hazard Analytic Critical Control
Point) di Amerika Serikat; Food Safety Law, Plant Protection Law dan
Food Control Lmv di Jepang, standardisasi mutu Europe Good Agriculture
Practice (GAP) terhadap komoditas buah impor serta produk olahannya di
Eropa. Jika HACCP inerupakan peraturan yang mengatur berbagai
persyaratan pengawasan mutu di setiap' tingkat produksi hingga distribusi
produk ke konsumen, maka Food Safety Lrnv berisi tentang peraturan batas
maksimum kandungan bahan kimia pada produk, dalam ha1 ini termasuk
juga kadar maksimum residu pestisida pada produk-produk hortikultura.
Permasalahan juga muncul dengan diberlakukannya Plant Protection Lmv
(Sanitary and Phytosanitary Measures) pada tanaman, selain ancaman
pelarangan impor akibat dari kecurigaan bioterorisme. Akibatnya, banyak
komoditas agribisnis Indonesia, seperti mangga, tomat, okra, selada,
Paprika, pepaya, jahe, maupun komoditas sayur-sayuran yang ditolak masuk
ke negara tujuan ekspor karena terinfeksi berbagai hama penyakit (GumbiraSa'id, 2003).
BAB V. PEMILIHAN PRODUK UNGGULAN
5.1. Alternatif Sayuran Unggulan
Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan jenis sayuran yang
diunggulkan. Tahap ini menerapkan sub model pemilihan produk unggulan yang
menggunakan teknik pareto dan metode perbandingan eksponensial (MPE).
Teknik pareto digunakan untuk mengeliminasi jenis-jenis sayuran menjadi
beberapa alternatif yang akan dipilih pada metode MPE. Jumlah jenis sayuran
yang dianalisis sebanyak 26 jenis komoditas sayuran segarheku (kelompok HS
1996 6-Digit) yang diekspor Indonesia ke dunia seperti pada Tabel 4. Ragam
sayuran yang mampu diproduksi oleh petani Indonesia sangat banyak, namun
tidak seluruh jenis sayuran tersebut diekspor. Untuk mendapatkan jenis sayuran
yang diunggulkan maka diperlukan plotting grafik pareto dengan nilai ekspor
terbesar dan dibandingkan dengan grafik pareto nilai impor terbesar. Sayuran akan
dipilih berdasarkan nilai terbesar dan dikurangi sayuran yang mempunyai nilai
impor terbesar. Ganbar 15 dan 16 adalah grafik pareto pengelompokan jenis
sayuran berdasarkan nilai ekspor dan impor terbesar. Berdasarkan analisis pareto
ini dapat diklasifikasikan jenis-jenis sayuran menjadi tiga kelompok yaitu
kelompok A, kelompok B dan kelompok C. Pengelompokkan ini didasarkan pada
prinsip pareto dimana pengelompokan A untuk rentang sampai dengan 80%
kelompok B adalah 80-95% dan kelompok C adalah 95-100% (Smith, 1989).
Ekspor Sayuran Terbesar
30000000
....
a
20W0000
S
10000000
a
&"""
Defect
Count
4
*a@>sa@@,&
Q474303 313l334 m 2 4 Y 2E4742 2310370 13i44W 1W8222
Percent
ue
Cum %
298
271
y3.7
?oa
a5
63
673
75.8
52.7
4.0
m.7
@
73im3
730781
u
a?
3.2
W.9
*
22
$1.2
5 8
@s6
Y 5 F S 1598E51
10
%3
r.7
1W.O
Gambar 15. Grafik Pareto Sayuran Unggulan Ekspor
lmpor Sayuran Terbesar
60
0
40
2
20
0
Ccunl
Percent
Cum %
12~E-E(dUOis?Z5l~dII917571828E4i59257B2S3
812177 7421W&>2
s1
25
7
i
5e
8~
9%
%
1
S ( I I
6illiT <%I70 4 1 5 0 5 ( 1 M 3
o & " o
96
98
w
o
o
sa
9.i
o
1
s n i m
Gambar 16. Grafik Pareto Sayuran Unggulan Impor
Berdasarkan plotting grafik nilai ekspor sayuran, didapat sayuran yang
termasuk dalam kelompok A dan B adalah Brokoli, Kacang Hijau, Bawang
Merah, Kentang, Jamur Kuping, Kacang-kacangan, Paprika, Tomat, dan Lettuce.
Sementara berdasarkan plotting grafik nilai impor sayuran, didapat sayuran yang
menunjukkan nilai impor terbesar dan termasuk kelompok A dan B yaitu Bawang
Putih, Bawang Merah, Kacang Hijau, Wortel dan Lobak. Dengan demikian
kelompok sayuran unggulan ekspor yang mempunyai daya saing tinggi adalah
Brokoli, Kentang, Jamur Kuping, Kacang-kacangan, Paprika, Kubis bunga,
KolIKubis dan Lenuce. Kelompok sayuran tersebut yang dijadikan altematifaltematif dalam pemilihan sayuran unggulan dengan pendekatan MPE.
5.2. Kriteria Pemilihan Sayuran Dataran Tinggi
Pemilihan produk sayuran dataran tinggi unggulan kemudian dilakukan
dengan pendekatan MPE. Informasi yang dibutuhkan didapat melalui observasi
lapangan dan wawancara terhadap pihak yang ahli dalam bidang sayuran dataran
tinggi. Selanjutnya diidentifikasi kriteria-kriteria yang digunakan dalam pemilihan
sayuran unggulan dataran tinggi dan alternatif produk sayuran dataran tinggi yang
potensial berdasarkan kriteria tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pakar, pemilihan sayuran unggulan
dataran tinggi menggunakan kriteria sebagai berikut :
a. Ketersediaan bibit
Ketersediaan bibit merupakan faktor yang sangat penting dalam budadaya
sayuran, tanpa adanya pasokan bibit yang lancar maka proses budidaya sayuran
akan terganggu.
b. Ketersediaan sarana produksi
Sarana produksi merupakan semua ha1 yang diperlukan dalam budidaya
sayuran selain bibit. Sarana produksi meliputi alat-alat pengolah lahan, sarana
tanam, pupuk dan lain-lain.
c. Kualitas produk
Kualitas merupakan syarat produk sayuran dapat diterima di pasar. Kualitas
sayuran sangat ditentukan oleh kualitas panen, pengangkutan, penyimpanan,
dan distribusi hingga ke tangan konsumen.
d. Kontinyuitas produk
Kontinyuitas produk adalah keberlanjutan proses budidaya, baik sebagai
tanaman musiman atau produk tersebut dibudidayakan secara berkala oleh
petani.
e. Ketersediaan produk
Ketersediaan produk sangat dipengaruhi oleh budidaya yang dilakukan oleh
petani, pasokan pasar yang tidak pasti akan menyebabkan fluktuasi harga yang
dapat merugikan petani.
f. Potensi pasar domestik dan ekspor
Potensi pasar domestik dan ekspor dilihat dari seberapa besar tingkat
permintaan pasar baik domestik maupun ekspor dan seberapa besar
pemenuhannya. Potensi pasar juga dapat diukur dari trend ekspor masingmasing komoditas sayuran dalam lima tahun terakhir.
g. Margin keunungan
Margin keuntungan yaitu seberapa besar keuntungan usaha yang diperoleh para
pelaku rantai pasok dari petani sampai konsumen institusi.
h. Risiko
Risiko yang dihadapi para pelaku rantai pasok meliputi risiko ketidakpastian
peokan benih, gaga1 panen, fluktuasi permintaan pasar, penuruan kualitas,
aspek finansial dan lain-lain.
i. Kemitraan
Bagaimana kemitraan yang terjalin antara petanikelompk tani dan prosesor,
dan peluang kemitraan yang dapat dikembangkan selanjutnya.
5.3. Pemilihan sayuran menggnnakan MPE
Hasil analisis menggunakan metode MPE menghasilkan tiga komoditas
sayuran terpilih yang mempunyai nilai tertinggi yaitu Paprika, Brokoli dan
Lettuce. Berdasarkan perhitungan MPE ketiga sayuran tersebut berturut-turut
mendapatkan nilai yaitu 11056; 9135 dan 8719 (Tabel 17). Hasil perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 17. Hasil pemilihan sayuran unggulan dataran tinggi
Bobol
No
Kriteria
I
Ketersedlaan DlDlt
Kelersediaan sarana
produksi
Kualitas produk
Kontinuitas produksi
Ketersediaan produk
Potensi pasar domestik
dan ekspor
Margin keunlungan
Risiko
Kemitman
Total
Peringkat
2
3
5
6
7
8
9
10
Alternatif(E
(1-5) Paprika Brokoli
Kubis
Let luce Kentang
KacangKolIKubis Jamur
kacangan
4
4
4
>
4
J
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
5
5
5
4
4
4
4
5
3
3
3
4
4
4
4
3
4
3
4
3
2
4
3
4
3
3
5
5
5
3
5
4
4
3
3
5
5
4
5
4
4
11056
5
4
3
9135
2
4
4
3
4
8719
3
4
2
4
4657
4
3
3
3
3898
5
4
3
3
3486
7
4
3
3
3512
6
1
3
3
3119
8
Paprika memberikan margin keuntungan yang besar dan potensi pasar baik
domestik maupun mancanegara yang menjanjikan. Ketersediaan Paprika masih
menjadi sedikit masalah dalam pemenuhan permintaan pasar, terutama pasar
ekspor karena sedikit petani yang mampu membudidayakan Paprika dengan baik.
Lettuce mempunyai potensi pasar yang menjanjikan baik pasar domestik
maupun mancanegara, namun masih memiliki kendala dalam kualitas produk
Lettuce karena Lettuce merupakan salah satu sayuran eksotik dengan peraxvatan
khusus. Sementara itu, Brokoli mempunyai pangsa pasar domestik dan ekspor
yang cukup besar dibandingkan komoditas sayuran yang lain. Brokoli juga masih
menghadapi persoalan kualitas yang perlu ditingkatkan.
Masing-masing sayuran memiliki daerah tanam, atau sentra produksi yang
berbeda. Lettuce banyak tumbuh di daerah Garut, ditanarn oleh petani binaan PT.
Saung Mirwan. Lettuce merupakan salah satu sayuran eksotik sehingga tidak
semua petani mampu membudidayakannya dengan baik. PT. Saung Mirwan
membangun kemitraan dengan petani, dimana perusahaan memberikan sarana
produksi, penyuluhan atau bimbingan budidaya, dan membeli hasil panen dari
petani.
Sentra produksi Paprika berada di Desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua,
kabupaten Bandung Barat. Desa Pasir Langu yang terletak pada ketinggian 1.000
-
1.500 In dpl sekarang ini adalah sentra produksi Paprika terbesar di Indonesia.
Budidaya Paprika di Pasir Langu telah dimulai sejak tahun 1994, dan pada tahun
2008 luas Green house (GH) untuk budidaya Paprika mencapai 60 ha secara
nasional dan 37,17 % dari luas tanaman Paprika terletak di Pasir Langu.
5.4. Pewifayahan dan Budidaya Sayuran Terpilil~
Pewilayahan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan
gambaran kondisi wilayah yang menjadi sentra produksi dari sayuran terpilih.
Dalam kenyataannya, pada masing-masing wilayah, para petani juga banyak
menanam produk sayuran-sayuran yang lain. Di Provinsi Jawa Barat, produksi
sayuran Paprika sebagian besar berada di daerah Pasir Langu, Kabupaten
Bandung Barat; produksi sayuran Lettuce sebagian besar berada di Kabupaten
Garut; dan produksi sayuran Brokoli sebagian besar berada di Cipanas, Kabupaten
Cianjur.
5.4.1. Sentra Produksi Paprika di Pasir Langu, Kabupaten Baudung Barat
a.
Perkembangan Paprika di Desa Pasir Langu
Lokasi penelitian untuk sayuran Paprika dipilih di dataran tinggi
Jawa Barat, tepatnya di Desa Pasir Langu Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pasir Langu lnerupakan sentra
produksi Paprika terbesar di Indonesia dengan luas area produksi mencapai
sekitar 24 Hektar. Luas wilayah Desa Pasir Langu mencapai 1.020 Hektar.
Jarak desa dengan ibukota kecamatan relatif dekat yaitu 5 kilometer,
sedangkan jarak ke ibukota kabupaten yaitu 34 kilometer dan jarak ke
ibukota Propinsi yaitu 25 kilometer. Berdasarkan letak administratif, Desa
Pasir Langu berbatasan dengan kabupaten Subang disebelah utara, sebelah
selatan berbatasan dengan Desa Cimanggu Kecamatan Ngamprah, sebelah
timur berbatasan dengan Desa Tugu Mukti Kecamatan Cisarua dan sebelah
barat berbatasan dengan Desa Cipada Kecainatan Cisarua.
Secara topografi, Desa Pasir Langu berada pada ketinggian 1.400
meter di atas permukaan laut (m dpl), curah hujan rata-rata per tahun 1.400
inilimeter dengan suhu berkisar antara 20-22' C. Luas wilayah Desa Pasir
Langu mencapai 1.020 Hektar yang merupakan daerah perbukitan subur
sehingga inenjadi sentra produksi sayuran dan bunga. Luas lalian yang
digunakan untuk tanaman pangan adalah 76 Hektar, yang terdiri dari Padi
sawah seluas 6 Hektar, Buncis dan Kol merah seluas 5 Hektar, Labusiam 41
Hektar, dan Paprika 24 Hektar.
Budidaya Paprika di Desa Pasir Langu dimulai pada tahun 1994
oleh para petani perintis yang tergabung dalam Kelompok Tani Mitra
Sukamaju. Sebelum
melakukan uji
coba pembudidayaan
Paprika
hidroponik, kelompok tani tersebut melakukan studi banding ke PT Saung
Minvan di Kabupaten Bogor dan Yayasan Hortikultura di Kabupaten
Bandung.
Awalnya
para
petani
perintis
ini
mencoba
untuk
membudidayakan Paprika di lahan terbuka tanpa green house, tetapi
Paprika tidak dapat tumbuh dengan sempurna dan buah yang dihasilkan
banyak yang rusak.
Uji coba pembudidayaan Paprika kemudian dilakukan di green
house seluas 200 m2 dengan cara hidroponik. Jumlah pohon Paprika yang
dibudidayakan 800 batang dengan tingkat produktivitas 9 ons per pohon.
Setalah keberhasilan uji coba tersebut kemudian dilakukan penanaman
tahap kedua di green house seluas 400 m2 dengan jumlah pohon 1.600
batang dengan tingkat produktivitasnya 1,5 kilogram per pohon. Melihat
keberhasilan ini, kemudian para petani mulai membudidayakan Paprika di
lahannya masing masing.
Tanggal 13 April 1999, Kelompok Tani Mitra Sukamaju berubah
menjadi koperasi petani yang berbadan hukutn dengan No. 180lBHl518KOPlIVl1999. Alasan utama perubahan menjadi koperasi adalah untuk
mempermudah dalam pencarian dana dan perbaikan sistem manajemen.
Dengan semakin berkembangnya usaha rani Paprika hidroponik di Desa
Pasir Langu, petani-petani yang tidak tergabung dalam Koperasi Mitra
Sukamaju tertarik untuk bergabung menjadi anggota koperasi tersebut.
Pada tahun 2000, tercatat 64 petani anggota Koperasi Mitra Sukamaju
dengan produksi mencapai 4 ton Paprika per hari. Hak petani anggota
Koperasi Mitra Sukamaju adalah memperoleh benih dan pupuk sedangkan
kewajiban petani adalah menjual hasil produksinya ke koperasi.
Pada saat penelitian dilakukan, anggota koperasi mulai berkurang,
karena banyak anggota yang menjual Paprika ke pasar atau bandar-bandar
yang ada di desa Pasir Langu. Para tengkulak dan bandar-bandar besar
tersebut mengumpulkan Paprika dari petani dan menjualnya sendiri ke
pasar, restoran, dan eksportir.
b.
Budidaya Paprika di Desa Pasir Langu
Budidaya Paprika merupakan salah satu jenis pertanian yang
membutuhkan modal besar karena mahalnya sarana produksi, mulai dari
bibit, green house, pupuk hingga obat-obatan. Budidaya Paprika juga
merupakan salah satu jenis pertanian yang sangat potensial, karena harga
Paprika di pasaran sangat tinggi dan belum banyak petani yang mampu
menanam Paprika.
1) Sarana Produksi
Sarana produksi utama dalam budidaya Paprika secara hidroponik
adalah green house. Persiapan green house meliputi pembangunan
green house dan kegiatan penyempurnaan berupa pembuatan saung,
pemasangan kawat untuk benang ajir, pemasangan benang ajir dan
pemasangan mulsa. Green house dalam produksi peprika dibagi dua
yaitu green house persemaian dan green house penanaman. Luas green
house disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia dan jumlah tanaman
yang akan dibudidayakan.
Benih Paprika terdiri dari berbagai varietas. Para petani di Desa
pasir langu baik petani anggota Koptan Mitra Sukamaju atau petani non
anggota umulnnya menggunakan benih varietas Edison dan Capino.
Edison menghasilkan Paprika berwarna merah sedangkan Capino akan
menghasilkan Paprika berwarna kuning. Kemasan benih tersebut terdiri
dari dua ukuran, yaitu isi 250 benih dan isi 1000 benih dan harga setiap
satu benih adalah Rp. 1600 - Rp. 2400 tergantung dari varietas yang
digunakan.
Media tanaln yang digunakan adalah arang sekam. Kebutuhan
arang sekam tergantung pada jumlah tanaman. Ukuran arang sekam
adalah karung karena kadar air dalam sekam pada umumnya tidak sama
sehingga sulit mengukur dalam satuan berat. Satu karung arang sekam
dapat digunakan untuk 10 polibag ukuran 35 cm X 40 cm.
Nutrisi merupakan pupuk dalam bentuk serbuk yang mengandung
unsur-unsur penting yang dibutuhkan tanaman. Sistem penanaman
hidroponik
memerlukan
nutrisi
yang
cukup
untuk
mencapai
pertumbuhan yang optimal. Nutrisi tanaman ini akan dilarutkan dalam
air dan disiramkan ke tanaman Paprika 2-3 kali setiap harinya. Pola
penyiraman nutrisi yang dilakukan petani di desa Pasir Langu masih
menggunakan pola penyiraman manual.
Nutrisi yang digunakan para petani di Desa Pasir Langu berasal
dari Koptan Mitra Sukamaju dan dari toko Buana Tani di Lembang
dengan harga per paket Rp. 430.000. Mekanisme yang berjalan adalah
anggota Koptan Mitra Sukamaju dapat membeli pupuk secara kredit,
yaitu pembayaran dipotong dari hasil penjualan Paprika.
Tanaman Paprika tidak terlepas dari serangan hama dan penyakit
yang dapat menurunkan hasil produksi atau menggagalkan panen.
Hama yang paling sering menyerang adalah thrips,. ulat penggorok daun
dan virus l a y daun. Hama dan penyakit pada tanaman Paprika dapat
diatasi dengan menggunakan berbagai macam obat-obatan, seperti
Demolish, Buldog, Agrimec, Supermec, Dense, Rubigan dan Rampage.
2) Proses Budidaya
Proses budidaya Paprika hidroponik di Desa Pasir Langu baik
untuk anggota koptan maupun petani non anggota koptan sama, yaitu
terdiri dari proses persiapan tanam, persemaian dan pembibitan,
penanaman, penyiraman dan pemberian nutrisi, perawatan dan
pemeliharaan serta panen dan pasca panen. Dalam proses pasca panen
antara petani anggota koperasi dengan petani non anggota berbeda,
karena proses pengolahan pasca panen dari petani dilakukan oleh
Koptan Mitra Sukamaju.
3) Persiapan Tanam
Lahan untuk penanaman Paprika merupakan lahan datar yang
dibuat bedengan-bedengan yang ditutupi mulsa. Pembuatan bedengan
ini dimaksudkan untuk menghindari pengaruh buruk lantai penanaman.
Bedengan yang lebih tinggi memudahkan keluarnya kelebihan air
sehingga tidak menggenangi lantai, selain itu kotoran atau bibit
penyakit yang tertular lewat tanah tidak terkumpul atau terbawa ke
polibag tetapi mengumpul di selokan antar bedengan. Sedangkan
penutupan bedengan dengan mulsa bertujuan agar lahan bersih dari
gulma. Bedengan umumnya dibuat denga lebar 90-120 cm, tinggi 20-40
cm dengan jarak antar bedengan 80-100 cm, sedangkan panjang
bedengan disesuaikan dengan luas lahan.
Polibag tempat menanam Paprika diletakkan di atas bedengan.
Tempat menanam Paprika ini berada dala~ngreen house yang tetbuat
dari plastik ultra violet (W) untuk menjaga iklim mikro didalamnya,
seperti suhu dan kelembaban. Lahan harus bebas dari gulma, hama
maupun
bibit penyakit
lainnya.
Sebelum melakukan kegiatan
penanaman petani umumnya melakukan sterilisasi green house terlebih
dahulu, yang bertujuan untuk memberantas gulma yang tumbuh dengan
menggunakan formalin yang dicampur dengan kapur.
Instalasi green house dengan menggunakan palstik UV umumnya
dikerjakan oleh tukang yang dibayar secara khusus dengan sistem
borongan. Syarat terpenting dari green house adalah bahwa aliran udara
harus sebaik mungkin dan bangunan harus kokoh sehingga tidak rusak
bila diterpa angin kencang. Instalasi lainnya adalah bak penampungan
air, bak penampungan air dengan kapasitas 1000-3000 liter harus
berada di dekat green house, karena air yang telah dicampur pupuk
merupakan sumber penghidupan dalam teknik hidroponik.
4) Persemaian dan Pembibitan
Kegiatan persemaian dan pembibitan dilakukan di green house
khusus persemaian dan pembibitan. Sebelum penyemaian dilakukan,
sekam yang digunakan harus disemprot dengan air hangat dan benih
direndam dengan dengan air hangat terlebih dahulu. Selanjutnya benih
ditaruh dalam media semai tray plastik dengan menggunakan pinset.
Setelab semua benih disemai dalam media, tray tersebut kemudian
ditutup dengan menggunakan plastik mulsa hitam perak dan disusun
dengan menggunakan rak persemaian.
Suhu yang baik untuk
persemaian adalah antara 25-30 derajat celcius dan kelembabannya 7085 %.
Pengontrolan dilakukan setiap saat untuk menjaga kelembaban
media semai dengan menyemprotkan air bila media semai tersebut
mulai kering. Benih yang disemai tersebut mulai berkecambah dalam
waktu sembilan hari dan kemudian kecambah tersebut dipindahkan
kedalam polibag untuk disimpat dalam green house pembibitan.
Kegiatan pembibitan berlangsung selama 28-30 hari, dimana bibit
Paprika yang sehat memiliki daun sekitar lima helai. Bibit ini siap
untuk dipindahkan ke green house penanaman.
5) Penanaman
Bibit Paprika yang sudah siap tanam, ditanam pada polibag besar
yang sudah diisi dengan media tanam berupa arang sekam. Masingmasing polibag dibasahi air tanpa diberi air nutrisi. Air nutrisi dapat
diberikan bila umur tanaman di green house penanaman kurang lebih
tiga hari. Pada masing-masing media dibuatkan lubang tanaman
seukuran masing-masing bibit. Bibit tanaman dilepaskan dari polibag
semai bersama dengan medianya, dan setelah media tanam persemaian
dibuang, maka dengan hati-hati agar tidak merusak daerah perakaran.
Bibit tersebut ditanam dalam polibag tanam. Satu polibag tanam berisi
satu tanaman dengan jarak antar tanaman 30 x 30 cm atau 25 x 25 cm.
6) Penyiraman dan Pemberian Nutrisi
Penyiraman dan pemberian nutrisi pada budidaya Paprika dengan
sistem hidroponik merupakan kegiatan yang penting, karena didalam
media tanam arang sekam tidak terdapat media penunjang air dan unsur
hara seperti pada media tanah. Penyiraman merupakan cara pemberian
nutrisi karena, pupuk atau nutrisi yang digunakan dilarutkan dalam air
penyiraman. Nutrisi dilarutkan dalam air dalam bak penampungan yang
berkapasitas 1000-3000 liter, kemudian diberikan secara manual setiap
hari yaitu disiramkan ke tanaman dengan disiramkan menggunakan
selang air. Volume dan frekuensi pemberian nutrisi disesuaikan dengan
kondisi cuaca dan umur tanaman. Apabila kondisi cuaca normal
pemberian nutrisi dilakukan 3 kali sehari, jika cuaca sangat panas
pemberian nutrisi mencapai 4 kali, sedangkan jika cuaca mendung
pemberian nutrisi cukup 2 kali sehari.
7) Perawatan dan Pemeliharaan
Perawatan dan pemeliharaan tanaman menentukan kualitas produk
yang
dihasilkan.
Kegiatan-kegiatan
yang
berhubungan
dengan
perawatan dan pemeliharan tanaman adalah pengajiran dan pelilitan,
pembentukan
dan
pemilihan
batang produksi,
pewiwilan
dan
pengendalian hama dan penyakit tanaman.
Pengajiran dilakukan pada usia tanaman mencapai 1-2 minggu
setelah tanam. Ajir yang digunakan dari tali rami atau benang kasur
yang dilifitkan pada batang tanaman dan bagian atasnya diikatkan pada
kawat-kawat yang melintang pada bagian atas green house. Pemberian
ajir ini harus hati-hati agar tidak mencekik tanaman tapi tetap dapat
menopang tanaman dengan kuat. Tanaman Paprika akan terus tumbuh
tinggi mengikuti ajir. Agar tali ajir tetap melekat pada batang tanaman
~ n a k asetiap dua hari harus dilakukan pemutaran atau pelilitan tali pada
cabang utama.
Pada umur tiga minggu setelah tanam pada batang utama akan
muncul tiga sa~npaiempat cabang. Tidak semua batang itu dibiarkan
tumbuh tetapi hanya dipilih 2-3 cabang utama yang dipelihara. Cabang
yang dipilih adalah cabang yang kuat dan membentuk sudut paling
lebar. Cabang yang tidak diinginkan dipotong di titik percabangannya,
sehingga luka pada titik percabangan tersebut seolah-olah terjadi secara
alami dan diharapkan pulih kembali.
Pewiwilan dilakukan terhadap tunas air, cabang yang rusak, bunga
yang terkena hama dan penyakit, maupun buah yang kurang bagus.
Pewiwilan ini akan menghasilkan buah yang terseleksi dan berkualitas
baik, karena tanaman tidak harus membagi nutrisinya pada bagian
tubuh yang jelek tersebut, karena sudah dibuang. Kegiatan pewiwilan
dilakukan setiap dua hari sekali.
Tanaman Paprika merupakan tanaman yang sensitif terhadap hama
dan penyakit. Hama dan penyakit berpengaruh pada umur tanaman
Paprika dan kualitas buah yang dihasilkan. Hama yang paling sering
menyerang diantaranya thrips, kutu daun, ulat penggorok daun, dan
virus layu daun. Pengendalian hama dan penyakit terdiri dari
pengendalian
secara kiinia melalui penggunaan
pestisida,
dan
pengendalian secara mekanik dengan membuang dan menjebak hama
dengan kertas penjebak berwarna kuning, hijau dan biru.
8) Panen dan Pasca Panen
Setelah 60 hari sejak masa tanam, Paprika sudah dapat dipanen
hijau dan untuk menghasilkan Paprika benvarna merah atau kuning
dapat dipanen jika tanaman telah berumur 85-90 hari. Paprika yang siap
panen ditandai dengan warna buah yang merata dan mengkilap, serta
daging buah yang keras dan tebal. Paprika dipanen manual, dengan
menggunakan tangan atau dengan menggunakan cutter. Hasil panen
biasanya dimasukkan kedalam plastik bening dengan kapasitas 18-20
kg.
Petani yang merupakan anggota Koptan Mitra Sukamaju menjual
seluruh hasil panennya kepada koperasi. Proses sortasi, grading,
penimbangan, pencatatan dan pengemasan dilakukan oleh koptan sesuai
dengan pesanan dan tujuan penjualan. Sedangkan untuk petani non
anggota, proses sortasi, grading, penimbangan, pencatatan dilakukan
sendiri, atau dilakukan di tempat bandar besar tempat dia menjual hasil
panennya.
5.4.2. Sentra Produksi Lettuce Head Di Kabupaten Garut
Lokasi yang dipilih untuk penelitian mengenai komditi Lettzrce head
berada di Kabupaten Garut. Letak gografis Kabupaten Garut terletak di Provinsi
Jawa Barat bagian tenggara pada koordinat 6'56'49 - 7'45'00 Lintang Selatan dan
1072.5'8 - 10S07'30 Bujur Timur. Kabupaten Garut terdiri atas 42 kecamatan,
yang dibagi lagi atas 420 desa dan 19 kelurahan. Jumlah penduduk Kabupaten
Garut pada tahun 2006 sebesar 2,274,973 dengan komposisi 1,157,252 berjenis
kelamin laki-laki dan 1,117,721 perempuan. Kabupaten Garut memiliki luas
wilayah administratif sebesar 306.519 Ha (3.065,19 km2) dengan batas-batas
sebagai berikut :
Sebelah utara
: Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang
Sebelah timur
: Kabupaten Tasikmalaya
Sebelah selatan
: Samudera Indonesia
Sebelah barat
: Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur
Kabupaten Garut yang secara geografis berdekatan dengan Kota Bandung
sebagai ibukota provinsi Jawa Barat, merupakan daerah penyangga dan hinterland
bagi pengembangan wilayah Bandung Raya. Kabupaten Garut mempunyai
kedudukan strategis dalam memasok kebutuhan warga Kota dan Kabupaten
Bandung, sekaligus berperan di dalam pengendalian keseimbangan lingkungan.
Karakteristik topografi kabupaten garut sebelah utara, timur dan barat merupakan
daerah dataran tinggi dengan kondisi alam yang berbukit-bukit dan pegunungan.
Kabupaten Garut mempunyai ketinggian teinpat yang bervariasi antara wilayah
yang paling rendah yang sejajar dengan permukan kaut sampai wilayah dataran
tinggi. Wilayah yang berda pada ketinggian 1000-1500 meter di atas permukaan
laut terdapat di kecamatan Cikajang, Cisurupan, dan Pamulihan. Diamana daerah
dataran tinggi ini cocok untuk produksi sayuran, inisal Lettuce, kentang, wortel,
kubis, Brokoli, bunga kol. Wilayah yang berda pada ketinggian 500-1000 meter di
atas permukaan laut terdapat di kecamatan Pakenjeng, Banjarwangi, Malangbong.
Wilayah yang terletak pada ketinggian 100-500 meter di atas permukaan laut
terdapat di kecamatan Cisompet, Cikelet, Cibalong, dan Bungbulang. Wilayah
yang terletak di ketinggian kurang dari 100 meter di atas permukaan laut terdapat
di Kecamatan Mekarmukti, Cisewu, Pamaeungpeuk.
Jenis tanah komplek podsolik merah kekuning-kuningan, podsolik kuning
dan regosol merupakan bagian yang paling luas terutam di bagian selatan,
sedangkan di bagian utara didominasi tanah andosol yang memberikan peluang
terhadap potensi usaha sayuran. Bersarkan jenis tanah dan topografi di Kabupaten
Garut, penggunaan lahan secara umm di Garut bagian utara digunakan untuk
persawahan. Berdasarkan jenis tanah dan topografi di Kabupaten Garut,
penggunaan lahan secara umum di Garut utara digunakan untuk persawahan dan
Garut selatan didorninasi oleh perkebunan dan hutan. Sub sektor tanaman pangan
masih menunjukkan peran sebagai salah satu sektor yag berperan dalam
perekonomian. Kabupaten Garut sangat potensial untuk pengembangan berbagai
jenis palawija diantaranya seperti jagung, ubi kayu, kacang tanah, kedelai kacang
hijau. Komoditas hortikultura yang utama adalah Lettuce, kentang, kubis, cabai,
tomat, dan daerah yang menjadi sentra tanaman sayuran adalah kecamatan
Cikajang, Cisurupan dan Samarang.
Penggunaan lahau di Garut selatan didominasi oleh kegiatan perkebunan.
Sarana dan prasarana yang dirnilki kabupaten garut antara lain prasarana
pengairan, sarana transportasi dan pengangkutan, jalur transportasi, sarana
perekonomian, sarana sosial budaya untuk pendidikan, sarana pariwisata dan
saran kesehatan.
Dengan berdirinya perusahaan PT Saung Miwan Kabupaten Garut,
khususnya terletak di Kecamatan Cisurupan, Cikajang, Cigedug, dan Pamulihan.
Pemilihan daerah yang digunakan untuk produksi sayuran karena letaknya di
dataran tinggi sehingga cocok untuk jenis-jenis tanaman dan kondisi tanah
andosol yang cocok untuk budidaya sayuran. Budidaya Lettuce belum banyak
dikenal oleh tnasyarakat di Garut, ha1 ini dikarenakan jenis sayuran yang
tergolong masih baru dn sulit untuk mencari benihnya. daerah Cikajang dan
Cisurupan merupakan daerah penghasil Lettuce yang dipasarkan ke Jakarta,
Bogor, Depok dan Tangerang. Lettuce cocok ditanam di daerah dataran tinggi
karena memerlukan suhu yang dingin sehingga mempercepat pembentukan krop.
a.
Pengetahuan Umum Tentang Komoditi Lettuce Head
Pentingnya zat gizi sebagai pelengkap dalam menu makanan yang
sehat dan seimbang yang memenuhi syarat empat sehat lima sempurna. Di
antara bermacam-macam jenis sayuran yang dapat dibudidayakan tersebut,
Lettuce atau selada mempunyai nilai komersial dan prospek yang cukup
baik. Nama selada sudah tidak asing lagi di telinga orang Indonesia, tetapi
di kalangan internasional mengenal selada sebagai Lettuce atau head
Lettuce. Klasifikasi ilmiah dari sayuran ini adalah sebagai berikut:
Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Asterales
Famili
: Asteraceae
Genus
: Lactucu
Spesies
: L. sativa
Nama Binomial
: Lactuca sativu
Manfaat Lettuce diantaranya adalah untuk memperbaiki dan
memperlancar percernaan serta dapat berfUngsi sebagai obat penyakit
panas dalam (Haryanto, 2003). Tanaman Lettuce mempunyai akar serabut
dengan bulu-bulu akar yang menyebar dalam tanah. Daun Lettuce
benvarna hijau muda sampai hijau tua. Bentuk dan ukuran bermacammacam tergantung jenisnya. Selada yang umum dibudidayakan dapat
dikelompokkan dalam 4 macam yaitu Head Lettuce, Cos Letluce, Leaf
Lettuce,dan Stern Lettuce.
HeadLettuce disebut juga selada krop merupakan jenis selada yang
mempunyai krop bulat dengan daun silang merapat. Disebut heud Lettuce
karena bentuknya yang bulat seperti kepala. Daunnya yang benvarna hijau
terang dan ada juga yang hijau gelap. Batangnya yang pendek dan hampir
tidak terlihat. Tanaman Lettuce banyak dibudidayakan di dataran tinggi
karena di dataran rendah lettuce tidak akan menghasilkan krop. Umumnya
tanaman ini ditanam pada akhir musim penghujan, karena tanaman ini
tidak tahan pada tnusim penghujan. Lettuce head hanya mampu tumbuh
baik pada ketinggian 400-2200 m dpl. Dengan derajat kernasaman tanah
berkisar antara 6,5-7. Lettuce head dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu tipe renyah @rispyl dan tipe mentega.
Ciri tipe crispy adalah membentuk krop dengan daun yang agak
lepas dan tahan terhadap kekeringan dan kropnya lebih padat. Ciri tipe
mentega adalah membentuk krop dengan daun yang agak lurus atau tidak
keriting. Daunnya halus dan pertumbuhannya amat cepat.
b.
Budidaya Lettuce
Proses budidaya dilakukan para petani mulai dari persiapan lahan,
pemanenan sampai pasca panen. Perbedan terletak pada penggunaan
pupuk dan pengendalian penyakit, karena dipengaruhi oleh pengalaman
dan modal yang memiliki oleh masing-masing petani. Petani yang sudah
berpengalaman atau petani yang memiliki modal besar menggunakan
pupuk dan pestisida yang baik sesuai kebutuhan. Petani dengan
pengalaman
yang masih kurang dan juga
modal
yang rendah
menggunakan pupuk dan pestisida serta sarana produksi lainnya dengan
seadanya.
1) Persiapan Lahan
Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan petani yaitu
pengolahan tanah, pembuatan bedengan dan pemberian pupuk di atas
bedengan. Tujuan utama pengolahan tanah adalah menyediakan media
tumbuh yang baik bagi tanaman. Lahan yang akan ditanami
dibersihkan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya, setelah itu dilakukan
pembuatan saluran drainase. Pengolahan tanah dilakukan satu minggu
atau tiga hari sebelum tanam dengan cara mencangkul tanah. Kegiatan
selanjutnya adalah pe~nbuatanbedengan. Lebar bedengan yaitu 80 cm
dan ada juga yang menggunakan jarak 130 cm, panjang bedengan
disesuaikan dengan panjang lahan. Karena unsur hara yang tersedia
dalam tanah tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman sehingga
diperlukan pemupukan. Pemberian pupuk kandang dilakukan dengan
cara disebar di atas bedengan. Pemberian pupuk dasar lainnya yang
biasa digunakan adalah urea, ZA, SP-36,KCL.
Kegiatan selanjutnya adalah pemasangan mulsa yang berguna
untuk melindungi tanaman, meminimalisasi gulma yang tumbuh dan
juga dapat menjaga kelembaban tanah. Pemasangan mulsa dipasang
dengan menutup permukaan bedengan. Bagian ujung dipatok agar
mulsa tidak lepas. Mulsa selanjutnya dilubangi untuk penanaman
dengan diameter sekitar 10 cm.
2) Penanaman
Kegiatan penanaman dilakukan setelah pemasangan mulsa
plastik dan pembuatan lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan
yaitu 30x30 cm. Kedalaman lubang umumnya sama yaitu 1,5 cm.
Selanjutnya dilakukan pemilihan bibit yang pertumbuhannya baik dan
tidak terserang penyakit. Cara penanaman yaitu bibit dikeluarkan dari
plastik dengan tanah yang masih menempel pada akar, kemudian bibit
dimasukkan ke dalam lubang tanam yang sudah dibuat.
3) Pemeliharaan
Pada awal pertumbuhan tanaman Lettuce banyak membutuhkan
air. Pada musim kemarau air yang digunakan untuk penyiraman
diambil dari saluran air yang dibuat di sekitar lahan. Intensitas
pengairan pada musim kemarau disesuaikan dengan keadaan lahan,
umumnya 1-2 minggu sekali. Gulma merupakan saingan tanaman
dalam kebutuhan air, unsur ham, sinar matahari dan kemungkinan juga
menjadi tanaman inang hama sehingga perlu dilakukan penyiangan.
Penyiangan mulai dilakukan pada tanaman umur 20 hari setelah tanam
atau berumur tiga minggu. Penyiangan dilakukan dengan tnencabuti
5.4.3. Sentra Produksi Brokoli di Cipanas, Kabupateu Cianjur
a.
Perkembangan Brokoli
1) Perkembangan areal panen, produksi, produktivitas
Daya dukung sumberdaya lahan pertanian di wilayah Cipanas
menunjukkan
bahwa potensi
sumberdaya
lahan
kering
untuk
pengembangan hortikultura sayuran dataran tinggi pada tahun 2008
mencapai 250.034 Hektar yang terdiri dari 33.141 Hektar berupa lahan
tegalankebun dan 20.182 Hektar berupa ladang huma.
Luas areal panen komoditas sayuran utama selama tahun 1998-2004
cukup fluktuatif. Fluktuatifnya luas areal panen ini diduga terkait
dengan dinamika perkembangan harga masing-masing komoditas
sehingga petani melakukan pilihan jenis tanaman, sistem tanam dan
pola tanam yang tidak hanya didasarkan pertimbangan teknis produksi
namun juga telah didasarkan harapan akan harga komoditas yang paling
menguntungkan. Curah hujan yang terlalu tinggi saat musim panen juga
menjadi faktor penting yang mempengaruhi tingkat keberhasilan panen.
2) Karakteristik rumah tangga petani Brokoli
Karakteristik rumah tangga petani menunjukkan rata-rata umur
produktif petani Brokoli adalah berkisar 30-40 tahun, rata-rata
pendidikan formal 10-12 tahun dan pengalaman usaha tani 10-14 tahun.
Dengan pengalaman usaha tani berkisar 10-14 tahun adalah faktor
penting dalam mendukung keberhasilan usaha Brokoli. Secara umum,
pengalaman berusahatani akan berpengaruh terhadap produktifitas
usahatani yang dikelolanya.
3) Rataan penguasaan lahan
Lahan yang dimiliki masing-masing petani Brokoli rata-rata seluas
satu hektar dan 95 % berstatus sewa.
4) Pangsa pendapatan sektor pertanian
Proporsi pendapatan sektor pertanian terhadap pendapatan rumah
tangga mencapai 88,55% dan sisanya 11,45% berasal dari kegiatan
usaha non pertanian, seperti berdagang (Data Kantor Desa Cigombong,
Cipanas dan Data Kabupaten Cianjur).
5) Informasi pasar
Informasi pasar merupakan salah satu kebutuhan penting yang
dirasakan oleh petani Brokoli. Jenis informasi pasar yang dibutuhkan
dapat mencakup :
1.
Waktu pemasaran yang tepat agar memperoleh harga yang
memadai
2.
Jumlah yang tepat sesuai kebutuhan permintaanlpasar
3.
Kualitas sesuai permintaan pasarlkonsumen
Pada petani Brokoli yang menjalin kemitraan usaha dalam pemasaran
hasilnya, terdapat beberapa informasi yang dibutuhkan antara lain :
jumlah produk yang diperkirakan dapat diserap pasar, waktu yang tepat
untuk pengiriman barang dan kemasan merupakan kebutuhan informasi
yang perlu diupayakan setiap saat. Pada petani di luar pola kemitraan,
dimana tujuan pemasaran hasil lainnya umumnya ke pasaran luas
(teruta~napasar tradisional), maka informasi waktu dan jumlah yang
dipasarkan merupakan ha1 yang diketahui secara baik. Pada pedagang
pemasok, informasi kualitas Brokoli yang dibutuhkan misalnya besar
diameter Brokoli dan persyaratan lainnya tergantung kebutuhan
pemasok. Sumber informasi yang diperoleh petani dalam ha1 tujuan
pemasaran, sebagian besar diperoleh dari perusahaan mitra dan para
pedagang. Selanjutnya penggunaan informasi pasar tersebut digunakan
baik sepenuhnya untuk pengelolaan usahataninya maupun hanya untuk
sebagian kegiatan usahataninya.
6) Pemasaran produk
Brokoli mempunyai tiga klasifikasi mutu yaitu A, B, dan C dengan
sasaran pasar yang berbeda-beda. Kualitas A diperuntukkan pasar
modemlperusahaan mitra, kualitas B diperuntukkan untuk pasar modem
dan pasar tradisional, sedangkan kualitas C diperuntukkan bagi pasar
tradisional. Dari segi harga, kualitas A dijual dengan harga Rp.
6000kg, kualitas B dijual dengan harga Rp. 4000-4500kg dan kualitas
C dijual dengan harga Rp. 2000/kg.
b.
Budidaya Brokoli
Budidaya Brokoli membutuhkan daerah yang beriklim dingin
dengan ketinggian 1000-2000 meter dpl. Kisaran suhu yang optimum untuk
~ maksimum
pertumbuhan dan produksi minimum antara 1 5 , 5 - 1 8 ~ dan
24'~. Perkembangan teknologi pemuliaan tanaman telah menghasilkan
beberapa varietas Brokoli yang dapat ditanam di dataran rendah hingga
ketinggian 1000 m dpl.
Brokoli termasuk tanaman yang sangat peka terhadap temperatur.
Suhu yang terlalu panas sangat mempengaruhi proses pembentukan daundaun kecil pada masa bunga (curd), tidak membentuk crop dan akan
menghasilkan
benih.
Sebaliknya,
suhu
yang terlalu
dingin akan
mengakibatkan terjadinya pembentukan bunga sebelum waktunya.
Berdasarkan karakteristik dan persyaratan tumbuhnya, tanaman
Brokoli membutuhkan lahan yang berada di dataran tinggi dengan
spesifikasi tanahnya subur, gembur, kaya akan bahan organik dengan pH
5,5-6,O dan pengairan cukup memadai. Pengolahan tanah dilakukan dengan
membajak lahan baik dengan hewan ternak atau traktor. Tanah dihancurkan
dan diratakan (digaru) kemudian dicarnpur dengan pupuk kandang. Setelah
dibajak dan digaru, lahan pun dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 110
cm sedangkan panjangnya disesuaikan keadaan lahan. Untuk mencegah
tumbuhnya gulma pada bedengan, dilakukan penyemprotan dengan
herbisida sistemik pratumbuh. Sementara untuk mencegah munculnya ulat
tanah (agrofis ipsilon) dapat disemprotkan inseltisida. Setelah itu, lahan
kemudian dibiarkan kira-kira 3-4 hari
.
Penanaman benih Brokoli tidak berbeda dengan tanaman jenis
kubis-kubisan lain, dimana dapat ditanam secara langsung di lubang tanam
atau disemaikan terlebih dahulu. Penanaman dengan persemaian terlebih
dahulu sangat dianjurkan untuk memberikan kondisi optimal pada saat
permulaan tumbuh benih. Persemaian dapat menggunakan bedeng semai
ukuran lebar 110 - 120 cm dan panjang sesuai kebutuhan yang diberi
naungan barupa plastikldaun-daunan, atau dapat menggunakan burnbung
(koker) atau yang dikenal polybag. Polybag dapat dibuat dari plastik,
maupun daun pisang.
Penggunaan zat fumigan
Basamid-G
untuk sterilisasi juga
dianjurkan untuk mengurangi risiko benih dari serangan penyakit rebah
batang (darnping ofn. Benih yang disemai di humbung atau persemaian
dalam waktu 1 3 minggu sudah menunjukkan daun sempuma sehingga bisa
dipindahkan ke lahan. Jarak tanam yang digunakan 60x70 cm dengan
tujuan agar daun antar tanaman tidak saling tumpang tindih dan cukup
dalam menerima sinar matahari.
Pemupukan yang diberikan menggunakan campuran pupuk ZA,
Grand-S 15 serta Tanigro dengan perbandingan 10 : 5 : 15. Untuk setiap
tanaman sebaiknya diberikan konsenstrasi pupuk 30 gr. Pengendalian hama
dan penyakit dilakukan dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
penyakit. Sebelum melakukan pengendalian secara kimia, perlu dilakukan
pengamatan terlebih dahulu apakah populasi hama. Insektisida yang
dianjurkan dalam mengendalikan hama BrokoIi adalah insektisida biologis
seperti Turex WP dengan bahan aktif Bacillus Thuringeinsis. Insektisida ini
selain aman bagi tanaman juga karena sebagai racun perut sehingga tidak
membunuh
musuh
alami hama.
Berdasarkan
pengalaman
petani,
pengendalian dilakukan setelah melakukan pengamatan pada tanamannya.
Dalam keadaan normal biasanya pemberian pestisida cukup tiga kali saja
dan dihentikan Lima hari sebelum panen. Pada umur 50-60 hari setelah
tanam, Brokoli sudah dapat dipetik hasilnya untuk segera dijual ke pasar.
BAB VI. ANALISIS KONDISI RANTAI PASOK
SAYURAN DATARAN TINGGI
6.1. Rantai Pasokan Paprika
6.1.1. Struktur Rantai Pasokan
a.
Anggota Rantai Pasok
Struktur rantai pasok sayuran dataran tinggi di Indonesia memiliki
karakteristik rantai yang berbeda-beda. Perbedaan utama sistem distribusi
sayuran yaitu jenis sayuran dan kualitas yang dihasilkan. Model rantai
pasokan sayuran yang ditemukan pada sentra Paprika di Desa Pasir Langu
kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Propinsi Jawa Barat,
umumnya mengikuti pola seperti ditunjukkan dalam Gambar 17.
-P
Petani non
anggota
koperasi
Koperasi
-
-
-
Pemasok
Hotellrestoran
A
Bandar
Pedagang
-
Pemasok
Riteli
Supermarket
-
Pasar
Tradisional
-
Hotelirestoran
Riteli
Supermarket
44HnqnlI
Eksporlir
Pasar mar
Gambar 17. Struktur Rantai Pasok Paprika
Aliran komoditas Paprika pada model rantai pasokan diatas dibagi
menjadi beberapa rantai, sebagai berikut:
1)
Struktur Rantai Pasokan 1
Petani
+ Koperasi + Pedagang grosir tradisional 3 Pasar tradisional
Pada rantai ini kualitas Paprika yang dipasok beragam tetapi umumnya
produk pang berkualitas rendah (grade C dan TO). Koperasi secara
rutin akan mengirim Paprika ke pedagang grosir tradisional sesuai
dengan permintan atau pesanan yang diterimanya setiap hari. Pedagang
grosir berasal dari Desa Pasir Langu atau dari tempat lainnya seperti
Lembang dan Cisarua. Pedagang tradisional biasanya menggambil
Paprika dengan jumlah kecil dan menjualnya di pasar tradisional di
sekitar Lembang dan Bandung.
2)
Struktur Rantai Pasokan 2
Petani
+ Koperasi 3 Pemasok HotelIRestoran 3 HotelIRestoran
Pada rantai ini, kualitas Paprika yang dipasok adalah Paprika bewarna
merah, kuning dan hijau kualitas A dan B. Pemasok ke hotel dan
restoran biasanya merupakan unit-unit packaging house yang dimiliki
oleh perorangan atau perusahaan. Pemesanan kepada koperasi
dilakukan setiap hari dengan jumlah kebutuhan yang beragam. Para
pemasok ini biasanya berlokasi di Lembang dengan wilayah
pemasarannya adalah Bandung dan Jakarta.
3)
Struktur Rantai Pasokan 3
Petani 3 Koperasi
+ Pemasok Supermarket 3 Supermarket
Pemasok untuk supermarket tidak berbeda jauh dengan pemasok untuk
hotel dan restoran. Pemasok merupakan unit-unit packaging house
seperti pada pemasok untuk hotel dan restoran, hanya saja menjual
produknya ke supermarket terutama untuk di wilayah Jabotabek.
4)
Struktur Rantai Pasokan 4
Petani 3 Koperasi
+ Eksportir 3 Pasar luar negeri
Kualitas produk yang dipasok untuk eksportir adalah kualitas A.
Eksportir biasanya mengambil Paprika secara langsung ke koperasi
tiga kali dalam seminggu. Produk yang tidak sesuai dengan kuaiitas
yang diinginkan atau rusak akan dikembalikan ke koperasi sebagai
barang yang ditolak. Biasanya jumlah barang yang ditolak berkisar
antara %-lo%setiap kali pengiriman.
5)
Struktur Rantai Pasokan 5
Petani 3 Bandar 3 Pedagang grosir tradisional
+ Pasar tradisional
Pada rantai ini hampir sarna dengan struktur rantai pasoka 1, tetapi
petani menjual barangnya kepada bandar. Bandar menyediakan sarana
Setiap anggota rantai pasokan Paprika mempunyai peran yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Peran masing-masing anggota dalam model
rantai pasokan Paprika di atas dijelaskan dalam Tabel 18.
Tabel 18. Anggota rantai pasokan Paprika
Tingkatan
Produsen
Distributor
Ritel
Anggota
Petani (anggota
koperasi dan non
anggota koperasi)
.
.
8
Konsumen
.
Koperasi
Bandarltengkulak
Pedagang pasar
Pemasok Hotel
Pemasok
suoermarket
~ks~ortir
Supermarket
Hotel
Restoran
Masyarakat
.
Proses
Aktivitas
Pembelian
Budidaya
Distribusi
penjualan
Melakukan pembelian
bibit dan sarana
produksi dari pemasok,
budidaya Paprika, dan
penjualan ke distributor
(k~~erasihandar)
Melakukan pembelian
Paprika dari petani,
melakukan proses sortasi
dan grading, melakukan
penjualan ke ritel
ataupun end user
Pembelian
* Sortasi
Grading
* Penyimpanan
Penjualan
Pembeliaan
Penyimpanan
Peniualan
Pembelian
Melakukan pembelian
dari distributor, dan
menjual lagi ke
konsumen (end user)
Melakukan pembelian
Paprika dari distributor
dan ritel
ntrnttm
b.
Entitas Rantai Pasok
1)
Produk
Produksi sayuran Paprika di Indonesia masih terbatas di daerah daerah
tertentu saja, seperti di daerah Cisarua (Bandung), Cianjur, Bogor,
Garut, Dataran tinggi Dieng (Jawa Tengah) dan di Nusa Tenggara
Barat. Produksi Paprika terbesar dan penghasil Paprika terbaik di
Indonesia berada di Desa Pasir Langu, Kecamatan Cisarua. Luas lahan
yang digunakan untuk budidaya Paprika mencapai 24 ha.
Paprika yang dibudidayakan meliputi Paprika merah dan Paprika
kuning, tetapi Paprika dapat dipanen dalam tiga jenis yaitu Paprika
merah, kuning dan hijau. Kualitas Paprika dibedakan menjadi empat
jenis yaitu grade A, B, C dan TO. Masing-masing jenis rnerniliki
kriteria dan tujuan pemasaran yang berbeda-beda. Standar kualitas
Paprika secara rinci dapat dilihat pada Tabel 19.
2)
Pasar
Pertnintaan Paprika cukup tinggi terutama untuk pasar luar negeri,
restoran serta hotel di kota-kota besar. Paprika yang dijual dari Desa
Pasir Langu berkisar 4-5 ton setiap hari. Daerah tujuan ekspor Paprika
adalah Singapura yang dapat menyerap 20 ton Paprika per minggu.
Terdapat dua perusahaan eksportir yang menyalurkan Paprika dari
desa Pasir Langu yaitu Amazing Farm (PT Momenta) dan Emeralindo
(PT Alamanda). Kedua perusahaan eksportir ini mendapat pasokan
dari koperasi dan bandar-bandar Paprika.
Untuk pasar domestik, koperasi dan bandar yang ada di Desa Pasir
Langu menjual Paprika ke pasar induk di Bandung dan Jakarta, serta
packaging house di sekitar Lembang. Transaksi jual beli Paprika untuk
pasar domestik sangat sederhana, dimana para pelanggan dapat
melakukan pesanan kepada koperasi atau bandar melalui telepon,
kemudian koperasi atau bandar tersebut mengantar Paprika ke tempat
pembeli. Sebagian besar bandar dan koperasi di Desa Pasir Langu
sudah memiliki pelanggannya masing-masing. Perjanjian tertulis
diantara koperasihandar dengan pelanggan belum ada dan terbatas
mengandalkan kepercayaan masing-masing.
3)
Pemangku kepentingan (Stakeholder)
Pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok Paprika pada dasamya
termasuk ke dalam anggota rantai pasokan baik secara langsung
ataupun secara tidak langsung. Pemangku kepentingan yang berperan
dalam rantai pasok Paprika yaitu pemasok bibit dan sarana produksi,
pefani, koperasi dan bandar, pemasok hotel dan restoran, pemasok
supermarket, dan eksportir. Terdapat dua pemasok bibit dan sarana
produksi yang besar yaitu PT Joro dan Buana Tani, sedangkan untuk
jumlah petani berkisar antara 130 petani, lima bandar besar (Koperasi,
PD Sampuma Jaya, Dewa Paprika, Ermis, dan Jejen Paprika). untuk
pemasok hotel dan restoran 20 packaging house, 10 packaging house
pemasok supermarket dan ada
dua
eksportir (Emeralindo dan
Amazing Farm). Masing-masing pemangku kepentingan tersebut
memiliki peran masing-masing dalam sub sistem rantai pasok, yaitu
sub sistem produksi, pasca panen, distribusi, dan pemasaran.
Tabel 19. Standar Kualitas Paprika
Kualitas
Grade A
e
Grade B
e
Grade C
0
TO
c.
Kriteria
Wama cerah
Tidakcacat
Bentuk blok type
Ukuran diameter buah 80-1 10 mm
Wama cerah
Boleh ada cacat (setangan hama thrips)
samapai 10 %
Bentuk block type
Ukuran diameter buah 70-1 10 mm
Wama tidak terlalu cerah
Cacat mencapai 40 %
Ukuran kecil (diameter 40-80 mm)
Bentuk sembarang
Paprika sisa hasil sortiran (dibawah
grade C)
Ukauran kecil dan bentuk tidak
sempuma
Tujuan pemasaran
Eksport
Supermarket
Hotel dan restoran
Supermarket
Hotel dan restoran
Pasar tradisional
Pasar tradisional
Kemitraan
Kemitraan terjalin pada petani dengan membentuk kelompolikelompok tani dalam koperasi atau bandar-bandar di Desa Pasir Langu.
Kemitraan juga terjalin antara bandar dan koperasi dengan eksportir. Petani
di Desa Pasir Langu dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu
kelompok petani anggota Koperasi Mitra Sukamaju dan petani non anggota
koperasi. Petani yang bermitra atau menjadi anggota koperasi akan
memperoleh
beberapa
keuntungan
diantaranya mendapatkan
sarana
produksi berupa nutrisi atau pupuk dari koperasi dan dapat dibayar pada saat
panen. Petani juga mendapatkan pelatihan mengenai pengendalian hama
terpadu (PHT) dari Balai Penelitian Sayuran (Balitsa) secara berkala. Petani
anggota koperasi menjual Paprikanya kepada koperasi dengan harga yang
ditentukan dari koperasi. Pemanenan dan jenis Paprika yang dipanen
ditentukan oleh koperasi. Petani anggota koperasi mendapatkan harga lebih
tinggi daripada petani non anggota koperasi.
Petani non anggota koperasi sebagian besar bergabung dengan
bandar-bandar besar dan membentuk kelompok tani. Petani non anggota
koperasi ini lebih bebas dalam menanam jenis Paprika dan kapan
memanennya karena tidak diatur oleh bandar. Petani biasanya menanam
Paprika sesuai dengan trend pasar. Petani memperoleh pinjaman bibit
pestisida serta pupuk dari bandar pada awal masa tanam, kemudian
membayarnya pada saat panen dengan syarat petani harus menjual seluruh
hasil panennya kepada bandar dengan harga yang telah ditetapkan.
Koperasi dan beberapa bandar besar di desa Pasir Langu juga
menjalin hubungan kemitraan yang baik dengan dua eksportir Paprika, yaitu
Emeralindo dan Amazing Farm. Koperasi dan bandar menjadi mitra beli
bagi perusahaan eksportir. Pada awal kerjasama perusahaan Emeralindo
melakukan pembinaan kepada petani mengenai teknik budidaya yang baik
dan membuka klinik konsultasi gratis bagi petani yang mengalami masalah.
Sejak tahun 2004, program tersebut dihentikan karena kemampuan petani
dalam budidaya Paprika sudah baik. Masing-masing perusahaan eksportir
menempatkan satu orang penvakilan di Desa Pasir Langu untuk mengawasi
produksi dan kualitas Paprika yang dihasilkan petani serta memastikan
kelancaran pasokan ke perusahaannya.
6.1.2. Sasaran Rantai
a.
Sasaran Pasar
Paprika yang dihasilkan petani Paprika di Desa Pasir Langu dapat
digolongkan menjadi empat tingkatan kualitas yaitu grade A, B, C dan
TO. Masing-masing tingkatan kualitas ini memiliki sasaran pasar yang
berbeda-beda. Pangsa pasar grade A adalah untuk keperluan ekspor.
Paprika kualitas A juga di jual di pasar swalayan terkemuka di kota-kota
besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya. Paprika kualitas B dikirim ke
packaging house di sekitar Lembang untuk memenuhi permintaan ke pasar
swalayan, hotel dan restoran. Konsumen hotel dan restoran biasanya
mempunyai pemasok tetap yang terikat dalam perjanjian kerja sama.
Paprika dengan grade C dan TO biasanya langsung dikirim ke
pasar tradisional yang herada di sekitar Jakarta, Bogor, Tangerang Bekasi
(Jabotabek) dan Bandung. Paprika dengan grade C masih banyak diminati
oleh konsumen walaupun bentuknya sudah tidak sempuma karena
harganya sangat terjangkau. Paprika kualitas T O biasanya merupakan
Paprika sisa panen atau Paprika yang terkena penyakit sehingga tidak
tumbuh sempurna. Paprika dengan kualitas TO dijual dengan harga yang
lebih rendah dibandingkan grade lainnya.
b.
Sasaran Pengembangan
Permintaan Paprika ke petani di Desa Pasir Langu mengalami
perkembangan yang cukup pesat, terutama setelah tahun 2000. Permintaan
ekspor ke Singapura dari Emeralindo dapat mencapai 40 ton per bulan,
tetapi yang terpenuhi baru sekitar 20 ton per bulan. Sedangkan untuk
permintaan pasar dalam negeri mencapai 30 ton per bulan.
Salah satu produsen utama Paprika dari petani di Desa Pasir Langu
adalah Koperasi Mitra Sukamaju. Nilai penjualan Paprika dari Koperasi
Mitra Sukamaju mengalami kenaikan rata-rata 11% pada periode 20042008 (lihat Tabel 20). Koperasi Mitra Sukamaju terus meningkatkan
produksi Paprika anggotanya guna memenuhi permintaan Paprika yang
terus meningkat.
Tabel 20. Nilai Penjualan Paprika Koperasi Mitra Sukamaju
Tahun
2004
Nilai penjualan
(Jutaan Rupiah)
1.876
Koperasi Mitra Sukamaju menambah produksi Paprikanya dengan
cara bekerjasama dengan para petani di Garut yang belajar budidaya
Paprika dari kebun-kebun milik anggota koperasi. Produksi Paprika petani
Garut juga disalurkan melalui Koperasi Mitra Sukamaju. Selain itu para
petani juga terus mendapat pelatihan mengenai pengendalian hama terpadu
dari Balitsa dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas petani.
Trend peningkatan permintaan terhadap Paprika, diantisipasi
dengan meningkatkan kapasitas produksi. Peningkatan kapasitas produksi
dilakukan untuk mengimbangi permintaan tersebut agar konsumen tidak
beralih ke produsen lain. Kompetitor produsen Paprika di Indonesia adalah
Belanda. Sasaran pengembangan utaina adalah dengan memperluas area
produksi Paprika dan menambah sentra-sentra produksi Paprika yang baru.
c.
Pengembangan Kemitraan
Kemitraan yang sudah terjalin adalah antara petani dengan
koperasi dan kelompok tani dengan bandar-bandar. Selain itu terjalin juga
kemitraan antara koperasi dan bandar dengan perusahaan eksportir.
Kemitraan yang sudah terjalin adalah dengan mitra beli, dimana
perusahaan hanya membeli hasil dari petani tanpa membantu proses
budidaya. Berdasarkan permintaan
Paprika yang terus meningkat dan
potensi pasar maka perlu dijalin kemitraan yang baik antara semua
anggota rantai pasok.
6.1.3. Manajemen Rantai
a.
Struktnr manajemen
Pada rantai pasokan Paprika petani Desa Pasir Langu, anggota
rantai pasok mulai dari petani, koperasi dan bandar belum menggunakan
sistem manajemen yang baik. Petani bertindak sebagai produsen yang
menanam dan membudidayakan Paprika. Koperasi dan bandar membeli
hasil panen Paprika dari petani, melakukan proses sortasi, grading dan
pengemasan kemudian menjualnya ke konsumen. Kegiatan ini berjalan
secara alami tanpa ada strategi khusus.
b.
Pemilihan Mitra
Beberapa persyaratan yang diperlukan untuk menjadi mitra dalam
rantai pasok, misalnya pada pemilihan agen penjualan, persyaratan yang
diperlukan adalah memiliki kinerja penjualan yang baik dan mampu
mengatur keuangannya dengan baik. Pada pemilihan petani sebagai mitra
tani sebaiknya memiliki tanggung jawab dalam menjalankan kontrak
kerjasama dan mampu mamproduksi produk sesuai dengan yang
diinginkan. Kriteria pemilihan mitra diljelaskan dalam Tabel 21.
Tabel 21. Kriteria Pemilihan Mitra
Petani
I . Memproduksi produk sesuai
dengan kualitas yang dinginkan
2. Mampu mengirim produk tepat
waktu
3. Sanggup
mensuplai
secara
kontinu
4. Sanggup bertangung jawab dan
memenuhi kontrak kerjasama
Agen
I . Memilikai reputasi yang baik
2. Mimiliki data keuangan yang
baik
3. Memiliki performa penjualan
yang baik
4. Memiliki fasilitas yang memadai
5. Memiliki metode pemasaran
yang baik
Perusahaan
1. Memproduksi
produk
yang
berkualitas
2. Mampu mengirim produk tepat
waktu
3. Sanggup mensuplai secara kontinu
4. Sanggup menerima penolakan
5. Memiliki sistem pemesanan yang
efektif
Ritel
I . Memiliki reputasi yang baik
2. Memiliki performa penjualan yang
baik
3. Memiliki fasilitas penjualan yang
baik
4. Terletak diloikasi strategis
Kriteria pemilihan mitra tidak seluruhnya digunakan sebagai
pertimbangan untuk menjalin kerjasama. Sebagian besar hanya memenuhi
satu atau dua kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan
mitra belum menguntungkan semua pihak, seperti beberapa kasus
penipuan yang dihadapi koperasi atau tunggakan pembayaran yang
dihadapi para bandar. Kondisi ini tetap dijalankan karena jika terlalu ketat
dalam pemilihan mitra maka semakin susah untuk menjalin kerjasama
karena sedikit yang memenuhi kriteria tersebut.
Kriteria yang dipakai dalam pemilihan petani adalah petani yang
mampu memproduksi Paprika sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan
sanggup memasok secara kontinu. Sedangkan untuk pemilihan agen dan
rite], kriteria yang dipakai adalah memiliki reputasi yang baik.
c.
Kesepakatan Kontraktual
Pada saat penelitian ini dilakukan, belum terdapat kesepakatan
kontraktual tertulis yang dibuat antar pelaku di dalam rantai pasokan
Paprika di Desa Pasir Langu. Kesepakatan yang terjadi biasanya berupa
kesepakatan jual beli yang didasarkan atas dasar kepercayaan. Sebenarnya
kesepakatan kontraktual tertulis pernah diterapkan oleh beberapa
perusahaan seperti Saung Minvan, PT. Momenta dan PT. Alamanda.
Kesepakatan yang diatur mengenai kualitas produksi, volume produksi,
harga, waktu pengiriman, dan produk yang ditolak. Kenyataannya,
kesepakatan kontraktual tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya,
hanya bagian-bagian tertentu saja yang dipatuhi seperti harga dan kualitas
produk. Hal ini terjadi karena dalam budidaya pertanian banyak hal-ha1
yang di luar prediksi. Jika perusahaan terlalu ketat dengan kontrak yang
dibuat, maka produsen dapat menjual ke perusahaan lain, mengingat
produsen Paprika masih sedikit sementara pennintaannya cukup tinggi.
petani. Beberapa kebijakan pemerintah pusat yang dapat mendukung
petani, seperti program kredit usaha rakyat (KUR). Meskipun demikian,
program tersebut belum membantu petani Paprika yang membutuhkan
modal besar dalam budidaya Paprika.
6.1.4. Sumberdaya Rantai
a.
Fisik
Sumber daya fisik rantai pasokan Paprika meliputi, lahan pertanian
dataran tinggi, kondisi jalan transportasi, dan infrastruktur lainnya seperti
stasiun, bandara, dan sarana dan parasarana pengangkutan. Lahan Paprika
di Indonesia berkisar 47,5 hektar yang tersebar di Kabupaten Bandung,
Cianjur, Bogor, Garut, Wonosobo, Malang, Bali dan Nusa Tenggara Barat.
Lahan Paprika ini tergolong sangat sempit, dibandingkan dengan lahan
sayuran dataran tinggi yang lain. Lahan Paprika di Desa Pasir Langu,
kecamatan Cisarua, Bandung seluas 24 hektar atau lebih dari separuh
lahan Paprika di Indonesia.
Sumber daya fisik yang perlu mendapat perhatian adalah kondisi
jalan transportasi. Desa Pasir Langu terletak 34 km dari ibukota Kabupaten
Bandung. Kondisi jalan yang menghubungkan Desa Pasir Langu dengan
daerah-daerah di sekitarnya tergolong rusak dan berlubang serta sempit
yang mengakibatkan kelancaran distribusi Paprika terganggu. Untuk
sumberdaya fisik yang lain pada rantai pasokan Paprika seperti saluran air
dan armada angkutan di Desa Pasir Langu sudah cukup baik. Saluran air
dibangun menggunakan pipa besi, sehingga kokoh dan tahan lama.
Sumber air di Desa Pasir Langu berasal dari sumur Bandung di daerah
Lembang, yang dapat mengalir sepanjang tahun. Armada angkutan yang
digunakan untuk mengangkut Paprika adalah truk dan mobilpick up.
b.
Teknologi
Penerapan teknologi yang tepat sangat penting untuk mendapatkan
produk Paprika yang berkualitas. Teknologi penyiraman dan pengendalian
hama adalah teknologi yang sangat mempengaruhi kualitas Paprika yang
dipanen. Beberapa petani menggunakan penyiraman otomatis dengan
sistem irigasi tetes. Sistem penyiraman ini merupakan sistem paling tepat
karena petani dapat memberikan nutrisi kepada tanaman sesuai
kebutuhannya. Teknologi pengendalian hama banyak diadopsi dari
Belanda, seperti penggunaan kertas penangkap serangga, penggunaan
musuh alami dari hama Paprika dan cara-cara lainnya.
Petani belum seluruhnya menerapkan teknologi yang sama,
sehingga kualitas Paprika yang dihasilkan menjadi beragam. Sebagian
besar petani masih menggunakan teknologi sederhana dalam budidaya
Paprika. Keterbatasan modal dan pengetahuan mengenai teknologi
budidaya merupakan faktor yang menyebabkan petani tidak dapat
menggunakan teknologi yang tepat. Upaya peningkatan mutu Paprika pada
petani sudah dilakukan oleh Balitsa secara berkala, melalui pelatihanpelatihan mengenai teknik budidaya dan teknologi pengendalian hama
yang aman dan efektif.
c.
Petani
Petani yang terdapat di Desa Pasir Langu mencapai sekitar 130
petani. Setiap petani memiliki beberapa green house, dan setiap green
house mempekerjakan sedikitnya dua orang. Selain itu, terdapat beberapa
bandar besar yang mempekerjakan 10-15 orang dan koperasi yang
mempekerjakan 11 orang karyawan. Pengembangan usaha agribisnis
Paprika berdampak positif terhadap penduduk di sekitar sentra produksi
melalui penyerapan tenaga kerja.
Pengembangan sektor agribisinis di senha Paprika Desa Pasir
Langu dapat menjadi contoh (role nzodel) bagi sistem usaha agribisnis
yang lain. Petani didorong untuk berinisiatif mengembangkan budidaya
Paprika secara intensif dan lebih maju dalam rangka meningkatkan kondisi
perekonomiannya.
d.
Permodalan
Budidaya Paprika merupakan usaha agribisnis yang memeriukan
modal besar. Modal yang diperlukan untuk budidaya Paprika berkisar
antara 30-250 juta, tergantung berapa jumlah pohon Paprika yang ditanam.
Petani memerlukan dana 25-30 juta untuk menanam 1.000 pohon Paprika.
Para petani Paprika sebagian besar masih menghadapi banyak kendala
dalam ha1 akses pembiayaan dari lembaga keuangan formal. Pihak
perbankan menilai usaha pertanian merupakan sektor yang berisiko tinggi
(high risk). Risiko keterlambatan pengembalian atau kredit macet
merupakan faktor utama perbankan dan lembaga keuangan lainnya sulit
untuk menyalurkan kredit kepada sektor pertanian termasuk usaha tani
sayuran Paprika.
6.1.5. Proses Bisnis Rantai
a.
Pola Distribusi
Pola distribusi yang dibangun oleh anggota rantai pasokan
memiliki pola yang berbeda. Pola tersebut dibangun berdasarkan
kemudahan aplikasi di lapangan dan upaya untuk menghemat biaya.
Menurut Chopra dan Meindl (2004) ada enam pola jaringan distribusi yang
berbeda untuk memindahkan produk dari produsen ke konsumen, yaitu:
1) Manufacturer storage with direct shiping, yaitu produk dikirim secra
langsung dari produsen ke konsulnen akhir tanpa melalui perantara
ritel.
2) Manufacturer storage with direct shiping and in-transit merge, yaitu
produk dikirim ke konsumen akhir dengan sebelumnya disimpan di
gudang transit.
3) Distributor storage with package carrier deliveiy, yaitu produk
dikirim ke konsumen akhir melalui jasa kurir atau perusahaan
ekspedisi. Persediaan disimpan di gudang distributor atau ritel sebagai
perantara.
4 ) Distribzrtor storage with last n~iledelively, seperti pada pola distribusi
sebelumnya namun pihak ekspedisi tnemiliki tempat penyilnpanan
yang menyebar dan berdekatan dengan lokasi konsumen (hanya
beberapa mil)
5 ) Manufacture/distributor storage with customer pickup, yaitu produk
dikirim ke lokasi penjemputan sesuai dengan yang diinginkan
konsumen.
6 ) Retail storage with costumer pickup, yaitu stok disimpan secara lokal
di toko-toko ritel. Konsumen dapat memesan produk dengan
menelepon atau mendatangi secara langsung toko-toko ritel.
Pola distribusi di sentra produksi Paprika di Desa Pasir Langu tidak
sepenuhnya sama dengan pola-pola ditribusi di atas, tetapi secara umum
mengikuti pola distributor storage with package carrier deliveiy. Paprika
yang dihasilkan umumnya disimpan di gudang distributor atau ritel di
daerah Lembang sebelum sampai ke konsumen akhir.
Petani Paprika menjual hasil panennya kepada koperasi atau
bandar Paprika. Selanjutnya Paprika tersebut disimpan dalam gudang
milik koperasi atau bandar. Paprika akan disortir sesuai dengan tingkatan
kualitas yang telah ditetapkan dan dikirim ke pedagang pemasok
hotel/restoran dan pemasok supermarket. Sedangkan eksportir mengambil
sendiri Paprika yang dipesannya dengan menggunakan mobil truk yang
memiliki pendingin (cool truck). Paprika dikirim ke pasar swalayan atau
ke negara tujuan ekspor dengan menggunakan jasa ekspedisi.
Permasalahan biaya pengiriman dan daya simpan produk yang
pendek menjadi faktor penentu distribusi produk. Paprika memiliki 5-14
hari pasca pemanenan untuk memasarkannya mulai dari produsen sampai
ke konsumen. Dalam ha1 ini, peran distributor sangat penting untuk dapat
mendistribusikan Paprika dengan efisien dan kualitas baik dalam waktu
yang relatif singkat.
b.
Pendukung Anggota Rantai
Ada beberapa faktor-faktor pendukung anggota rantai yaitu
pelatihan dan dukungan modal.
1) Pelatihan
Salah satu dukungan yang diperlukan petani adalah pelatihan-pelatihan
teknis budidaya, pengolahan pasca panen dan manajemen usaha.
Melalui kelompok tani, petani diberikan pelatihan teknik budidaya
Paprika yang baik, pengendalian hama terpadu dan pelatihan
manajemen usaha. Melalui pelatihan-pelatihan teknis budidaya dan
pengolahan pasca panen, petani diharapkan dapat meningkatkan
kinerjanya baik itu mutu produk maupun kuantitasnya. Sedangkan
pelatihan manajemen usaha yang diberikan kepada petani dan pelaku
usaha Paprika berupa pelatihan perencanaan bisnis, pelatihan eksporimpor dan pelatihan manajemen mutu. Pelatihan ini dilakukan secara
berkala oleh Balitsa dengan bekerja sama dengan LSM dari Belanda.
2) Dukungan pembiayaan
Petani masih mengalami kendala dalam permodalan karena persoalan
birokrasi yang rumit dalam peminjaman ke perbankan. Petani belum
optimal dalam memanfaatkan kesempatan pinjaman modal ke
perbankan melalui program kredit usaha rakyat (KUR) yang dirancang
pemerintah untuk membantu usaha mikro kecil dan menengah
(UMKM). Untuk mengatasi persoalan pembiayaan tersebut, Koperasi
Mitra Sukamaju bekerjasama dengan Bank Jabar mengajukan
pembiayaan
untuk
petani
terutama anggota koperasi.
Selain
mengajukan kredit, koperasi bekerjasama dengan Balitsa dan LSM
dari Belanda mengadakan pelatihan pengelolaan keuangan dan
mekanisme peminjaman ke bank.
c.
Perencanaan Kolaboratif
Perencanaan kolaboratif mencakup kerjasama, kesatuan, dan
penyelarasan informasi antara satu anggota rantai dengan anggota rantai
yang lain dalam melakukan rantai pasok. Perencanaan tersebut meliputi
pertanyaan yang menjawab berapa volume dan jenis Paprika yang harus
diproduksi dan berapa harga yang harus dijual. Sebelum tahun 2006,
perencanaan kolaboratif dilakukan secara rapi oleh Asosiasi Petani Paprika
(Asperika). Setelah tahun 2006, Asperika dibubarkan karena sebagian
besar anggota Asperika tidak mengikuti aturan-aturan yang telah
disepakati, sehingga kinerja Asperika dinilai tidak memberi kontribusi
nyata bagi anggotanya.
d.
Penelitian Kolaboratif
Selain memberikan pelatihan kepada petani pemerintah juga
mendukung pertanian Paprika dengan melakuakan berbagai penelitian
untuk meningkatkan produktifitas dan pengendalian hama melalui institusi
Balitsa. BPPT juga melakukan penelitian untuk menghasilkan teknologi
tepat guna yang dapat dimanfaatkan petani. Namun demikian, penelitian
yang dilakukan belum dapat menghasilkan benih Paprika unggulan,
sehingga benih Paprika masih di impor dari Belanda.
e.
Jaminan Identitas Merk
Paprika yang diproduksi dan dijual petani belum diberi merk.
Setelah masa panen, petani langsung memasarkan Paprika ke bandar,
koperasi atau langsung menjualnya ke pasar. Koperasi ataupun bandar juga
tidak melakukan pemberian merk. Pemberian merek dilakukan oleh
packaging house atau eksportir.
Paprika yang diekspor harus menyertakan merk atau label identitas
perusahaan. Jika terdapat keluhan dari pembeli, maka melalui identitas
tersebut dapat diketahui perusahaan mana yang harus bertanggung jawab.
Jika terdapat ketidaksesuaian dengan pesanan, maka pembeli dapat
menolak Paprika yang diterima untuk dikembalikan ke perusahaan
eksportir. Pada umumnya pengembalian Paprika jarang terjadi karena
dapat menambah biaya pengembalian, sehingga alternatif potong harga
lebih disukai oleh kedua belah pihak.
f.
Proses Trrrsi-Builditzg
Proses trtrst building merupakan proses menurnbuhkan saling
kepercayaan antar pelaku dalam rantai pasokan. Hal tersebut dapat
menjalin kerjasama yang baik untuk mewujudkan hubungan rantai pasok
yang lancar dan harmonis. Salah satu wujud kekuatan suatu rantai pasok
ditandai dengan kepercayaan yang kuat diantara anggota rantai. Hubungan
kepercayaan yang lemah dapat menyebabkan keengganan untuk menjalin
kerjasama sehingga transfer informasi menjadi terhambat. Adanya aspek
ketidakpercayaan menyebabkan salah satu pihak dalam rantai pasokan
berusaha untuk mendapatkan keuntungannya sendiri.
Proses trust building di dalam rantai pasokan Paprika di Desa Pasir
Langu terjalin tanpa adanya kesepakatan kontraktual yang mengikat.
Kepercayaan yang terbangun di antara anggota rantai pasok Paprika adalah
competence trust. Competence trust yaitu kepercayaan dari masing-masing
pihak dalam menjalankan kerja sama. Kepercayaan ini terbangun setelah
pihak yang bekerjasama tersebut telah mengenal cukup lama terhadap
kompetensinya masing-masing. Tingkatan kepercayaan yang paling baik
adalah good will trust yaitu kepercayaan yang dilandasi itikad baik dan
berusaha memikirkan untuk mencapai kemajuan bersama.
6.1.6. Kunci Sukses
Keberhasilan suatu rantai pasokan tergantung dari sejauh mana pihakpihak yang terlibat di dalamnya malnpu menerapkan kunci sukses (key success
factor) yang mendasari setiap aktifitas di dalam perdagangan. Kunci sukses
tersebut merupakan praktek-praktek penting yang jika dijalankan dengan baik,
dapat memperlancar aktivitas bisnis di sepanjang rantai pasokan. Kunci sukses
tersebut adalah ;
a.
Trrrst Building
Kepercayaan yang terbangun diantara anggota rantai pasok mampu
mendukung kelancaran aktivitas rantai pasok, seperti kelancaran transaksi,
penjualan, distribusi produk, dan distribusi informasi pasar. Membangun
kepercayaan diantara pihak-pihak yang bekerjasama, dapat dilakukan
dengan membuat kescpakatan baik tcrtulis maupun tidak tertulis. Apabils
kesepakatan tersebut dijalankan dengan sebaik-baiknya, maka para pelaku
rantai pasokan dapat menjalankan tanggung jawabnya masing-masing.
Dengan demikian trust building yang terbangun di dalam rantai pasokan
dapat menciptakan rantai pasokan yang kuat.
b.
Koordinasi dan Kerjasama
Koordinasi diantara anggota rantai pasokan sangat penting untuk
mewujudkan kelancaran rantai pasokan. Koordinasi yang ada terbatas pada
tiga ha1 yaitu jenis, kuantitas pesanan dan harga tetapi belum berkoordinasi
dalam bentuk perencanaan.
Koordinasi dalam bentuk perencanaan
memungkinkan terjadinya transparansi informasi pasar mulai dari rite1 ke
produsen. Kerjasama diantara anggota rantai pasokan tersebut haus
diintensifkan agar koordinasi berjalan dengan baik.
c.
Kemudahan Akses Pembiayaan
Akses pembiayaan dari lembaga keuangan yang mudah dan
administrasi yang tidak berbelit-belit akan memudahkan setiap anggota
rantai pasokan dalam mengembangkan usahanya. Akses pembiayaan yang
mudah dapat terjadi jika terdapat koordinasi dari semua unsur dan pelaku
yang terkait dengan aspek pembiayaan, baik secara langsung seperti
penguatan permodalan maupun yang tidak langsung seperti penjaminan
kredit.
d.
Dukungan Pemerintah
Peran pemerintah sebagai fasilitator, regulator, dan motivator sangat
penting dalam mewujudkan iklim usaha yang kondusif. Distribusi informasi
pasar, pelatihan keuangan, pelatihan budidaya dan pengendalian hama
terpadu serta kebijakan yang mendukung perdagangan produk hortikultura
turut mendorong kemajuan usaha Paprika. Dengan demikian, peran
pemerintah untuk mendorong berkembangnya agribisnis Paprika dapat
meningkatkan daya saing rantai pasokannya.
6.1.7. Analisa Nilai Tambah
Konsep nilai tambah adalah suatu peningkatan nilai yang terjadi karena
adanya input yang diperlakukan pada suatu komoditas. Nilai tambah yang terjadi
pada produk tersebut dapat dihasilkan melalui peningkatan nilai proses atau
melalui peningkatan nilai harga. Nilai tambah setiap anggota rantai pasok Paprika
ini berbeda-beda, mulai dari tingkat petani hingga ritel. Penelitian difokuskan
untuk mengukur nilai tambah pada petani, koperasi dan bandar.
a.
Analisis Nilai Tambah Petani
Pada dasarnya setiap petani memiliki tingkat produktivitas yang
hampir sama. Kesamaan tingkat produktivitas petani terjadi karena
kesamaan dalam penggunaan teknologi, sarana produksi, dan teknik
budidaya. Sedangkan faktor yang membedakan antara satu petani dan petani
lainnya adalah harga beli ke tingkat petani yang dilakukan oleh koperasi dan
bandar. Analisis nilai tambah pada petani akan dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok petani anggota Koperasi Mitra Sukamaju dan
petani non anggota Koperasi Mitra Suka Maju, sedangkan untuk rentang
waktunya dilakukan selama satu masa tanam yaitu selama delapan bulan.
Perbedaan mendasar antara petani anggota Koperasi Mitra
Sukamaju dengan petani non anggota adalah pada penjualan hasil panen.
Petani anggota koperasi harus menjual seluruh hasil panennya kepada
koperasi, sedangkan petani non anggota koperasi bebas menjual hasil
panennya ke siapa saja. Petani anggota koperasi memperoleh sarana
produksi, berupa pupuk atau nutrisi dari koperasi dengan waktu pembayaran
dilakukan pada saat panen.
Petani non anggota koperasi bergabung dengan salah satu bandar
besar yang ada di Desa Pasir langu. Petani non anggota koperasi
memperoleh sarana produksi yang lebih lengkap dari bandar, yaitu berupa
bibit, pupuk, dan pestisida serta modal pada awal masa tanam. Persyaratan
yang harus dipenuhi harus menjual hasil panennya kepada bandar yang
bersangkutan dengan harga yang telah ditetapkan oleh bandar. Perhitungan
nilai tambah untuk petani anggota Koperasi Mitra Sukamaju di jelaskan
dalam Tabel 22 dan perhitungan nilai tambah petani non anggota koperasi
dijelaskan dalam Tabel 23.
Tabel 22. Perhitungan nilai tambah untuk petani anggota koperasi
No
Variabel output, input dan harga
Nilai
1.
Output (kglperiode)
10.000
2.
Input bahan baku (kglperiode)
3.
Tenaga kerja langsung (HOW periode)
4.
Faktor konversi
5.
Konversi tenaga kerja (HOWKg)
6.
Harga produk (RpKg)
7.
Upah tenaga kerja (RplJam)
8.
Harga input bahan baku (Rplkg)
1600
9.
Sumbangan input lainnya (Rplkg)
1036
26.000
10. Nilai produk (Rp)
8250
11. a. Nilai Tambah (Rp)
5608
b. Rasio nilai tambah (%)
68,03
12. a. Pendapatan tenaga kerja
520
b. Pangsa tenaga kerja (%)
6,3 1
13. a. Keuntungan
b. Persentase keuntungan (%)
5088
61,72
Tabel 23. Perhitungan nilai tambah untuk petani non anggota koperasi
1.
Output (kglperiode)
2.
Input bahan baku (kglperiode)
3.
Tenaga kerja langsung (HOW periode)
4.
Faktor konversi
5.
Konversi tenaga kerja (HOWKg)
6.
Harga produk (RpIKg)
7.
Upah tenaga kerja (RpIJam)
Variabel penerimaan dan keuangan
9500
-
?A
nnn
,."--
-
8.
Harga input bahan baku (Rpkg)
9.
Sumbangan input lainnya ( ~ ~ i k ~ )
10.
Nilai produk (Rp)
1 1.
a. Nilai Tambah (Rp)
b. Rasio nilai tambah (%)
12.
a. Pendapatan tenaga kerja
b. Pangsa tenaga kerja (%)
13.
a. Keuntungan
b. Persentase keuntungan (%)
I.finn
---
1400
6650
3650
54,89
480
7,22
3170
47,67
Berdasarkan perhitungan nilai tambah dapat diketahui bahwa
petani anggota koperasi meinperoleh rasio nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan petani non anggota koperasi. Rasio nilai tambah
petani anggota koperasi yaitu 68,03%, sementara rasio nilai tambah untuk
petani non anggota koperasi yaitu sebesar 54,89 %. Nilai tambah yang
lebih besar tersebut disebabkan harga jual petani lebih besar kepada
koperasi dibandingkan dari harga jual petani non koperasi kepada bandar.
b.
Analisis Nilai Tambah Koperasi
Koperasi Mitra Sukainaju melakukan proses sortasi, grading dan
pengemasan pada produk Paprika yang diterimanya dari petani anggota
koperasi. Harga input koperasi adalah harga yang dibayarkan koperasi
kepada petani, sedangkan harga output adalah harga yang diterima
koperasi dari pembeli. Selisih antar harga input dan output berkisar antara
15-20%, sehingga koperasi sangat menguntungkan petani. Koperasi hanya
mengambil keuntungan sebesar 15-20% dari harga produk untuk setiapa
jenis Paprika. Perhitungan nilai tambah pada koperasi Mitra Sukamaju
dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Perhitungan nilai tamhah untuk Koperasi Mitra Sukamaju
No
Variabel output, input dan harga
1.
Output (kg/ hari)
2.
input bahan baku (kg1 hari)
3.
Tenaga kerja langsung (HOW hari)
4.
Faktor konversi
5.
Konversi tenaga kerja (HOWkg)
6.
Harga produk (Rplkg)
7.
Upah tenaga kerja (RpIHari)
Nilai
1.000
Variabel penerimaan dan keuangan
8.
Harga input bahan baku (Rp)
9.
Sumbangan input lainnya (Rp)
10.
Nilai produk (Rp)
11.
a. Nilai Tambah (Rp)
8250
b. Rasio nilai tambah (%)
12.
13.
a. Pendapatan tenaga kerja
b. Pangsa tenaga kerja (%)
0.31
a. Keuntungan
447
b. Persentase keuntungan (%)
5,07
Berdasarkan Tabel 24, menunjukkan bahwa nilai tambah yang
koperasi sebesar 5,3% dan persentase keuntungan sebesar 5,07%. Koperasi
memposisikan diri sebagai distributor produk anggotanya, bukan sebagai
unit bisnis. Keuntungan yang diperoleh digunakan sebagai dana
operasional koperasi.
c.
Analisis Nilai Tambah Bandar
Bandar Paprika melakukan proses sortasi, grading, pengemasan
dan penjualan Paprika seperti pada koperasi. Bandar juga lebih leluasa
menentukan harga sehingga keuntungan yang diperolehnya menjadi lebih
besar. Para petani anggota bandar bersedia menerima harga yang lebih
rendah karena posisi tawar petani lebih rendah. Petani memperoleh
pinjaman modal, bibit, dan sarana produksi lainnya dari bandar.
Perhitungan nilai tambah bandar ditunjukkan dalam Tabel 25.
Berdasarkan Tabel 25, menunjukkan bahwa nilai tambah pada
bandar yaitu 29,75% dan persentase keuntungan sebesar 29,45%. Nilai ini
lebih besar daripada nilai tambah dan keuntungan yang diperoleh koperasi.
Bandar merupakan unit usaha yang berorientasi pada keuntungan, berbeda
dengan koperasi yang menekankan kesejahteraan para anggotanya.
Tabel 25. Perhitungan nilai tambah untuk bandar
1.
Outpzd (kg1 hari)
2.
Input bahan baku (kg/ hari)
3.
Tenaga kerja langsung (HOW hari)
4.
Faktor konversi
5.
Konversi tenaga kerja (HOWkg)
6.
Harga produk (Rplkg)
7.
Upah tenaga kerja (RpIHari)
1 .OOO
9.
Sumbangan input lainnya (Rp)
10.
Nilai produk (Rp)
10000
11.
a. Nilai Tambah (Rp)
2975
b. Rasio nilai tambah (persen)
29.75
12.
13.
25
a. Pendapatan tenaga kerja
30
b. Pangsa tenaga kerja (%)
0.30
a. Keuntungan
2945
b. Persentase keuntungan (%)
29.45
d.
Analisis NiIai Tambah Rite1
Berdasarkan Tabel 26, menunjukkan bahwa nilai tambah produk
pada ritel yaitu 57,92% dan persentase keuntungan sebesar 57,08%. Nilai
ini lebih besar daripada nilai tambah dan keuntungan yang diperoleh para
pelaku yang lain. Nilai tambah dan keuntungan yang besar ini didapat dari
harga jual dua kali lipat lebih besar dari harga beli dari koperasi maupun
bandar.
Tabel 26. Perhitungan nilai tambah untuk bandar
No
Variabel output, input dan harga
I.
Output (kg/ hari)
2.
Input bahan baku (kg/ hari)
3.
Tenaga kerja langsung (HOW hari)
4.
Faktor konversi
5.
Konversi tenaga kerja (HOWkg)
6.
Harga produk (Rplkg)
7.
Upah tenaga kerja (RpIHari)
Niiai
5000
10000
9.
Sumbangan input lainnya (Rp)
10.
Nilai produk (Rp)
11.
a. Nilai Tambah (Rp)
b. Rasio nilai tambah (persen)
12.
13.
e.
a. Pendapatan tenaga kerja
200
b. Pangsa tenaga kerja (%)
0.83
a. Keuntungan
13700
b. Persentase keuntungan (%)
57.08
Analisis Distribusi Nilai Tambah
Analisis distribusi ililai tambah dianalisis untuk melihat proporsi
sekaligus membandingkan persentase nilai tambah yang didapat masingmasing pelaku dengan nilai tambah total pada sepanjang rantai pasokan
paprika. Nilai tambah tersebar didapat oleh ritel yang menikmati lebih dari
65% dibandingkan dengan total nilai tambah produk. Analisis distribusi
nilai tambah dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Distribusi nilai tambah pada rantai pasok Paprika
No
1
2
3
1
2
3
Pelaku
Petani
Koperasi
Rite1
Total
Petani
Bandar
Rite1
Total
Biaya
Harga
Nilai
input
output/kg
tambahlkg
lainlkg
Rantai : Petani koperasi - Koperasi - Ritel
Rp 1600 Rp 1556 Rp 8244 Rp 5088
Rp 8244 Rp 127 Rp 9700 Rp 1329
Rp 9700 Rp 300 Rp24000 Rp 14000
Rp 20417
Rantai: Petani - Bandar - Ritel
Rp 1600 Rp 1400 Rp 7000 Rp 4000
55 Rp 10000 Rp 2945
Rp 7000 Rp
RpIOOOO Rp 300 Rp24000 Rp 13700
Rp 20645
Harga
input/kg
Persentase
nilai
tambah
24,92%
6,51%
68,57%
100,00%
19,38%
14,26%
66,36%
100,00%
6.2. Rantai Pasokan Lettuce head
6.2.1. Struktur Rantai Pasokan
a.
Anggota Rantai Pasok
Anggota primer adalah pihak- pihak yang terlibat secara langsung
dalam kegiatan bisnis rantai pasok. Anggota primer pada rantai pasok
komoditi lettuce head adalah petani lettuce head sebagai pemasok, P T
Saung Minvan sebagai pengolah, ritel dan restoran sebagai konsumen.
Kolaborasi dan koordinasi antar anggota didasari oleh kesadaran babwa
kuatnya rantai pasok tergantung pada kekuatan seluruh elemen yang ada di
dalamnya.
1) Pemasok (petani)
PT Saung Minvan mempunyai pemasok terhadap komoditi yang
dijual, pemasok ini adalah para petani-petani yang berada di sekitar areal
perkebunan milik perusahaan. Petani ini lebih dikenal dengan mitra
perusahaan. Mitra perusahaan terdiri dari dua rnacarn yaitu mitra tani
dan mitra beli. Mitra tani yaitu bentuk kerja sama antara PT Saung
Minvan dengan petani yang berlokasi di sekitar perusahaan yang terletak
di Bogor, Lembang dan Garut. Dalam melaksanakan kegiatan kemitraan
PT Saung Minvan menyediakan benih dari komoditi yang dimitrakan
dan petani yang memproduksi komoditi tersebut. Sarana produksi
tanaman seperti pupuk, pestisida, obat tanaman, utilitas, dan lahan
disediakan oleh petani sendiri.
Dengan adanya kemitraan maka petani harus mematuhi semua
peraturan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya
program tanam dan jadwal panen diatur oleh PT Saung Minvan dan
keseluruhan hasil panen yang memenuhi standar kualitas harus dibeli
oleh perusahaan dan petani dilarang untuk menjual hasil panen ke
perusahaan lain. Mitra beli adalah bentuk kerja sama antara PT Saung
Minvan dengan petani, di mana petani memproduksi sayuran dengan
modal sendiri tanpa bantuan benih dari PT Saung Minvan.
Lettuce head yang dihasilkan oleh PT Saung Minvan tidak berasal
dari produksi perusahaan sendiri, melainkan berasal dari mitra tani.
Mitra tani ini menjadi supplier tetap bagi perusahaan. Mitra tani lettzice
head tersebar dalam beberapa kecamatan di Kabupaten Garut,
diantaranya adalah Kecamatan Cisurupan, Cikajang dan Cisewu.
2) Perusahaan
Perusahaaan yang terdapat dalam rantai pasok lettuce head adalah
PT Saung Minvan. PT Saung Minvan terletak di daerah Ciawi, tepatnya
di
Desa
Sukamanah,
Kampung
Pasir
Muncang,
Kecamatan
Megamendung, Bogor. Semua lettuce head yang diusahakan oleh PT
Saung Minvan berasal dari Kabupaten Garut. Sebelum lettuce head
diolah di PT Saung Minvan Bogor, terlebih dahulu dilakukan sortasi di
PT Saung Mirwan Garut. Kegiatan sortasi ini diperlukan untuk
menentukan grade. Grade A akan masuk dalam perusahaan yang
selanjutnya akan dijual ke ritel, sedangkan yang masuk Grade B akan
diolah menjadi lembaran-lembaran untuk disisipkan dalam hamburger.
3) Konsumen (ritel dan restoran)
Kegiatan pemasaran menjadi ha1 yang penting dalam sebuah
perusahaan, dalam memperlancar proses bisnisnya PT Saung Mirwan
telah menjalin kerjasama dengan beberapa ritel dan restoran yang
mengkonsumsi komoditi lettuce head. Adapun konsumen perusahaan
dapat dilihat pada Tabel 28 di bawah ini.
Tabel 28. Konsumen Pemsahaan LeNuce Head
No Nama Konsumen
1. Burger King
2.
Carefour
3.
Diamond
4.
5.
Matahari
Farmer
6.
McDonald
Alamat
Kelapa gading, Jakarta Utara
Senayan City, Jakarta Pusat
Plasa Grand Indonesia, Jakarta Pusat
Thamrin, Jakarta Pusat
Cilandak Town Squre, Jakarta Timur
MT. Haryono, Cawang
TAMIN 1, Taman Mini Indonesia
Lebak Bulus, Jakarta selatan
Fatmawati, Jakarta
Arta Gading, Jakarta Utara
90% matahari di Jakarta
Kelapa gading, Jakarta Utara
Serpong, Tangerang
Gudang pusat di Pulo gadung
Pemesanadhari
10 kg
10 kg
10 kg
10 kg
10 kg
10 kg
10 kg
10 kg
10 kg
10 kg
10 kg
10 kg
10 kg
100 kg
4) Anggota Sekunder Rantai Pasok
Anggota sekunder adalah anggota rantai pasok yang tidak langsung
berhubungan dengan kegiatan produksi namun memiliki pengaruh dalam
kegiatan bisnis antara lain yaitu bahan baku yang dibutuhkan mulai dari
kebutuhan budidaya sampai dengan pengemasan serta kebutuhan kantor.
Kebutuhan budidaya meliputi benih, pupuk, pestisida, dan peralatan
pertanian. Bahan baku pengemasan yang dibutuhkan yaitu material
pengemasan, plastik, cetakan kardus, tryfoam, plastik UV (Tabel 29).
Anggota rantai pasok sekunder terdiri dari dua kelompok, yaitu supplier
sarana produksi bagi petani dan supplier bahan pengemasan atau
packaging bagi perusahaan. Prosedur pengadaan bahan non sayur ini
dimulai dari permintaan setiap divisi yang membutuhkan bahan ke
bagian pengadaan umum. Kemudian, bagian pengadaan akan membeli
bahan langsung kepada pemasok bahan non sayur dengan mengajukan
purchasing order (PO) terlebih dahulu. Setelah PO disetujui oleh
perusahaan pemasok, bahan atau barang langsung dapat diambil atau
dikirim darilke gudang PT Saung Minvan. Keperluan benih petani untuk
penanaman lettuce head dipasok oleh perusabaan dalam bentuk bibit
yang berasal dari bagian pembibitan.
Tabel 29. Pemasok non sayur PT Saung Minvan
No Jenis Barang
Plastik Film ukuran 30
1.
cm
Nama dan Alamat
Pemesananl bulan
pT Adi unisindo
36 rol
JI. Bandengan utara no.81
Jakarta
PT Adi unisindo
2. Trayfoam
JI. Bandengan utara no.81
Jakarta
PT Adi unisindo
3. Selotip
J1. Bandengan utara 110.81
Jakarta
PT Trier jaya purnama
4. Karton
Tangerang
PT Paramitra Gunakarya
Cemerlang, Sentul
5. Plastik ukuran 25x40PE PT Sumber Plastik
JI.Surya kencana, Bogor
PT ABC
6. Press Label
JI.Surya kencana, Bogor
PT Dinar Makmur
7. Stereofoam box
Cibinong
PT Akrilik, Tangerang
Happy Plastik
8. Krat
Jembatan 3, Jakarta
PT lswestseed Indonesia
9. Benih
Purwakarta
Usaha kecil di Ciamis
10. Humus (pitmos)
Usaha kecil di Cikajang
11. Sekam Bakar
5.000 buah
12 kaleng
1000-2000 pcs
1000-2000 pcs
90- 100 kg
320 rol
75 pcs
74 pcs
250 gram
176 karung
88 karung
5) Pola Aliran dalam rantai pasok
Menurut Pujawan (2005), pada suatu rantai pasok terdapat tiga
macam aliran yang harus dikelola. Pertama aliran barang yang mengalir
dari hulu (upstreanz) ke hilir (do~vnstreant). Kedua aliran uang
(finansial) yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran
informasi yang dapat terjadi dari hulu ke hilir atau sebaliknya. Model
rantai pasok pada komoditi letuce head terdiri atas petani, prosesor,
restoran dan ritel. Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai prosesor
adalah PT Saung M i a n , sehingga seluruh supplier dan customer
merupakan pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan PT Saung
Mirwan.
Keterangan:
1 0Pmyedia sarana produksi untuk petani
2 @ Mitra tani PT Saung Minvan
3 0Penyedia sarananon sayuran
4 fB8PT Saung Minvan
5 @ Retailer
5
@ Restoran
6 O Konsumen teraWlir
7
Aliran barang
+
8 4--Alimn finansial
9 4--bA l i m informasi
Gambar 18. Rantai Pasok Leattuce Head
Aliian komoditas lettuce head (Gambar 18) dimulai dari petani
yang membudidayakan lettuce head, yang bekerja sama dengan PT
Saung M i a n sebagai mitra tani. Mitra tani tersebut tersebar di dataran
tinggi kabupaten G a t . J i a target produksi yang telah ditetapkan oleh
perusahaan tidak dapat dicapai oleh rnitra tani, maka perusahaan
membeli komoditi lettuce head ini kepada mitra beli yang berada di
daerah Lembang Bandung. Harga beli yang ditetapkan oleh mitra beli ini
cukup tinggi dibandingkan dengan harga dari mitra tani, sehingga
perusahaan seoptimal mungki meningkatkan produktivitas mitra tani
agar meminimalkan pembelian komoditas dari mitra beli. Seluruh hasil
panen dari petani ini langsung diangkut ke PT Saung Mirwan. Petani
yang lokasi lahannya jauh dari perusahaan, hasil panennya akan
dijemput oleh PT Saung Mirwan, sedangkan lokasi lahan yang dekat
dengan perusahaan hasil panennya diangkut sendiri oleh petani ke PT
Saung Mirwan.
Setelah proses sortasi dan pengemasan lettuce head di perusahaan
selesai, produk disimpan sementara di dalam ruang penyimpanan yang
dilengkapi dengan alat pendingin untuk mencegah penyusutan produk
yang berlebihan. Selanjutnya produk didistribusikan ke setiap gudang
ritel dan restoran. Ritel dan restoran sebagian besar berlokasi di Jakarta,
Bogor dan Bandung. Transportasi yang digunakan oleh PT Saung
Mirwan untuk mendistribusikan lettuce head kepada rite[ dan restoran
adalah dengan menggunakan truk (mobil box) yang dilengkapi alat
pendingin untuk mencegah kerusakan produk sebelum sampai ke tangan
customer. PT Saung Minvan memiliki 12 armada mobil box.
Aliran finansial pada rantai pasok lettuce head terjadi pada
konsumen, ritel, restoran, perusahaan dan petani. Sistem transaksi untuk
ritel, pembayaran dilakukan dengan kredit di mana pembayaran
dilakukan setiap satu bulan sekali. Petani akan menerima pendapatan
dari PT Saung Mirwan yang lneinbayar sesuai dengan jumlah hasil
panen yang masuk ke perusahaan setelah dilakukan sortasi. Jumlah hasil
panen dari petani yang masuk akan dikalikan dengan harga sesuai
dengan grade, kemudian dikurangi jumlah bibit yang harus dibayar
kepada pihak perusahaan.
Aliran informasi terjadi pada konsumen, ritel, restoran, perusahaan
dan petani atau sebaliknya. Infotmasi berhubungan dengan kapasitas
perusahaan, status pengiriman dan berapa pesanan komoditi lettuce head
yang harus dikirim ke perusahaan.
6) Aktivitas anggota rantai pasok
Pemasok utama komoditi lettuce head di PT Saung Minvan
adalah petani yang bertempat tinggal di Kabupaten Garut. Para petani
lnelakukan pembelian sarana produksi tanaman seperti pupuk, pestisida,
nutrisi tanaman dari toko pertanian terdekat. Petani juga membeli bibit
dari PT Saung Mirwan dengan sistem kredit atau meminjam bibit yaitu
bibit yang dipinjam akan dibayar setelah hasil panen dikirim ke
perusahaan. Untuk aktivitas fisik, ada beberapa petani yang melakukan
pengangkutan produk ke perusahaan sendiri karena tidak adanya sarana
komunikasi. Produk yang tidak masuk kriteria akan dikembalikan lagi
ke petani dan biaya bibit akan dibayar pada periode selanjutnya jika
petani tersebut masih menanam lettuce head. Informasi pasar atau harga
tidak terbuka bagi seluruh petani. Petani hanya mengetahui harga jual
lettuce head yang diberlakukan sama untuk semua mitra tani. Pada
dasamya konsep untuk membangun kerja sama dalam rantai pasok
adalah sistem keterbukaan. Hal ini diperlukan untuk menjaga loyalitas
petani agar mengetahui adanya pembagian keuntungan yang adil dalam
setiap anggota rantai pasok.
PT Saung Minvan sebagai prosesor melakukan aktivitas
pembelian dan penjualan. Perusahaan membeli benih untuk produksi
lettuce head, serta membeli bahan kemasan kepada beberapa szrpplier
non sayur. Sedangkan aktivitas penjualan berhubungan dengan
konsumen yaitu ritel dan restoran. Aktivitas fisik yang dilakukan PT
Saung Mirwan adalah pengangkutan lettuce head, baik mengangkut
hasil panen dari petani maupun pengiriman produk ke ritel dan restoran,
serta pengemasan lettuce head. PT Saung Mirwan juga melakukan
penyimpanan
produk
setelah
produk
dikemas
dan
sebelum
didistribusikan kepada ritel dan restoran. Lettuce head yang baru
diterima dari petani langsung dikemas dan dimasukkan dalam kamar
pendingin untuk mencegah susut atau kerusakan produk yang lebih
cepat.
Kegiatan sortasi lettuce head yang baru diterima dari petani
bertujuan untuk menyesuaikan dengan standar kualitas dari konsumen.
PT Saung Minvan melakukan aktivitas pengemasan karena lettlrce head
yang dijual merupakan fresh vegetable dan melakukan pengolahan
dengan cara merajang lettuce head menjadi bentuk lembaran-lembaran.
Produk lembaran ini mempermudah konsumen dalam mengomsumsi
karena akan disisipkan dalam hamburger. Informasi pasar di tingkat
prosesor ini sangat terbuka, mulai dari harga di petani hingga harga jual
pada konsumen sehingga pembagian laba tidak adil.
Ritel dan restoran sebagai konsumen PT Saung Minvan
melakukan aktivitas pertukaran, yaitu pembelian dan penjualan. Para
rite1 dan restoran tidak melakukan aktivitas pengemasan karena produk
yang diterima dari PT Saung Minvan langsung dipasarkan dan restoran
yang menjual hamburger tidak perlu merajang lagi daunnya karena
ukurannya telah sesuai. Setelah lettuce head datang langsung disimpan
di dalam gudang toko dengan ruangan pendingin sebelum diletakkan
pada displqy toko. Ritel juga melakukan sortasi terhadap produk yang
diterima, produk-produk yang tidak sesuai dengan standar kualitas akan
dikembalikan ke PT Saung Minvan. Aktivitas anggota primer rantai
pasok lettuce head di PT Saung Minvan dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Aktivitas anggota primer rantai pasok Lettuce head
Aktivitas
Anggota Primer Rantai Pasok
Rite1 dan
Petani
PT Saung
Minvan
restoran
Pertukaran
* Penjualan
x
Pembelian
x
Fisik
Pengangkutan
XIPegemasan
-Penyimpanan
Fasilitas
Sortasi
0 Informasi pasar
Keterangan:
(x) : dilakukan
(-1 :tidak dilakukan
(d-)
: dilakukan oleh sebagian anggota
x
x
x
x
x
x
-
X
x
X
X
X
x
x
b.
Entitas Rantai Pasokan
1) Produk
Produk yang dihasilkan dan diteliti dalam rantai pasok ini adalah
lettuce head. Lettuce head merupakan salah satu sayuran eksotik dataran
tinggi di Indonesia. Di Jawa Barat produksi lettuce head masih terbatas
pada daerah dataran tinggi saja, seperti di daerah Lembang (Bandung),
Cianjur, dan Garut. Di dataran tinggi sayuran lettuce head akan tumbuh
dengan baik, ha1 ini dikarenakan tanaman ini membutuhkan suhu yang
dingin agar dapat membentuk krop. Produksi lettuce head yang terbesar
di Jawa Barat berada di Kabupaten Garut khususnya terletak di
Kecamatan Cisurupan dan Cikajang.
Petani di garut merupakan petani yang menghasilkan lettuce head
terbaik di Jawa Barat. Hasil panen akan dijual ke PT Saung Minvan dan
selanjutnya akan dipasarkan ke ritel dan restoran- restoran yang ada di
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bandung. Kualitas lettuce head
dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu grade A dan B. Dimana untuk
grade A akan dijual ke ritel dan restoran. Untuk grade B dilakukan
pengolahan terlebih dahulu oleh PT Saung Mirwan menjadi lembaranlembaran untuk disisipkan di antara belahan daging dan roti pada produk
humberger. Produk ini akan dijual ke restoran yang menjual humberger
seperti, Burger King, MC Donald, KFC serta restoran-restoran.
2) Pasar
Pasar lettuce head berbeda dengan jenis sayuran lainnya. Sayuran
lettuce head termasuk sayuran eksotik dan jenis sayuran yang dapat
dibudidayakan di dataran tinggi saja. Akan tetapi permintaan lettuce
head tetap tinggi, terutama untuk pasar dalam negeri yang terbagi
~nenjadirestoran dan ritel.
Transaksi jual beli lettuce head di pasar domestik sangat
sederhana, para pelanggan akan mengirimkan data permintaan melalui
faximile kepada PT Saung Mirwan. Karena perencanaan dan adanya data
permintaan pelanggan, maka PT Saung Minvan menyusun jadwal
penanaman kepada mitra taninya. Penyusunan jadwal tanam ini akan
membantu perusahaan untuk memenuhi permintaannya.
Sayuran lettuce head tidak di ekspor ke luar negeri, ha1 ini karena
tidak ada kelebihan komoditas untuk permintaan dalam negeri atau
dengan kata lain permintaan dalam negeri belum terpenuhi secara
maksimal.
3) Pemangku kepentingan
Anggota yang terlibat dalam rantai pasok lettuce head atau yang
disebut juga dengan pemangku kepentingan (stakeholder) pada dasamya
termasuk ke dalam anggota rantai pasokan baik anggota primer atau
anggota sekunder. Setiap stakeholder tersebut memiliki peran masingmasing dalam rantai pasok, yaitu subsistem produksi (budidaya),
pascapanen, distribusi, dan pemasaran. Untuk memperlancar rantai
pasok lettuce head diperlukan koordinasi secara intensif dan efisien yang
melibatkan seluruh stakeholder rantai pasok agar hambatan yang ada
pada masing-masing stakeholder dapat didiskusikan dan dicarikan solusi
bersama.
c.
Kemitraan
Tingginya tingkat
permintaan
terhadap lettuce
head dan
terbatasnya su~nberdaya lahan dan modal, maka salah satu strategi PT
Saung Mirwan adalah mengembangkan program kemitraan dengan petani.
Dengan adanya kemitraan PT Saung Mirwan telah mentransformasikan
pengalamannya kepada petani kecil untuk kemajuan bidang pertanian.
Mekanisme untuk bergabung menjadi miha diatur oleh Manajer Kemitraan
dengan persyaratan mengisi formulir perjanjian kemitraan penyerahkan
fotokopi KTP. Dalam proses kemitraan terdapat suatu perjanjian antara
pihak perusahaan dan pihak petani. Surat perjanjian tersebut berisi aspek
yang berupa identitas kedua belah pihak yang bermitra.
Dalam surat perjanjian terdapat pasal yang memuat luas areal
tanam petani, lokasi atau daerah penanaman. Kewajiban yang harus
dilaksanakan perusahaan adalah menyusun program semua lahan yang
dimitrakan, menbantu teknis budidaya, membeli semua produk yang
dihasilkan oleh pihak petani yang memenuhi standar kualitas yang telah
ditentukan. Kewajiban petani adalah membayar kebutuhan benih sesuai
dengan kebutuhan lahan, membiayai biaya operasional, menyediakan tenaga
kerja sesuai kebutuhan, mengikuti petunjuk dari penyuluh lapangan tentang
teknis budidaya, mengikuti program tanam dan panen yang ditentukan pihak
perusahaan, menjual seluruh hasil produksi yang memenuhi standar kualitas
yang ditentukan. Standar kualitas tinggi diterapkan ketika produk melimpah
tetapi ketika kekurangan produksi diterapkan standar kualitas lebih rendah.
Selanjutnya jika petani ingin menanam lettuce head harus
mengajukan permintaan jumlah benih kepada perusahaan. Petani dapat
menghubungi pihak penyuluh dengan mengajukan permohonannya. Pihak
penyuluh akan memberikan data petani yang kemudian dibuatkan surat
perjanjian yang akan disahkan Manajer Kemitraan. Perjanjian kemitraan
berlaku untuk waktu yang tidak terbatas. Kerjasama dapat berakhir karena
terjadi masalah atau pihak petani mengundurkan diri dari program
kimitraan. Petani yang sudah resmi menjadi mitra dan akan melakukan
penanaman diwajibkan melakukan pendafiaran ulang kepada Manajer
Kemitraan. Alokasi penanaman akan diprioritaskan untuk petani yang selalu
berhasil dalam budidayanya. Petani yang gagal dalam budidaya akan
menjadi daftar agar belajar terlebih dahulu dari kegagalan. Petani yang telah
disetujui melakukan penanaman akan diberikan bibit sesuai jumlah
pengajuannya. Petani mitra juga dapat melakukan budidaya lebih dari satu
komoditas sebagai sistem tumpang sari atas sebagai pe~nanfaatanlahan.
6.2.2. Sasaran Rantai
a.
Sasaran Pasar
Lettuce head yang dihasilkan oleh mitra tani PT Saung Mirwan
dapat digolongkan menjadi dua jenis kualitas yaitu grade A dan B. Dari dua
macam grade mempunyai sasaran pasar yang berbeda-beda. Untuk grade A
pangsa pasarnya adalah ritel. Lettuce head yang dijual ke reatiler harus tidak
terdapat bercak, tidak ada lubang kecil, dan kropnya padat. Umumnya
lettuce head ini akan dijual dalam bentuk krop yang dibungkus dengan
plastik UV.
Lettuce head untuk grade B, biasanya akan diolah menjadi
lembaran dan dibungkus dalam plastik, kemudian dikirim ke restoran yang
menjual produk hamburger, seperti MC Donald dan Burger King. Untuk
lettuce head yang tidak memenuhi grade A dan B, maka akan dikembalikan
ke petani. PT Saung Mirwan tidak menjual lettuce head ke pasar tradisional.
Konsumen ritel, hotel dan restoran biasanya mempunyai pemasok tetap
yang terikat dalam perjanjian kerja sama.
b.
Sasaran Pengembangan
Tingginya permintaan lettuce head ke PT Saung Mirwan mengalami
perkembangan
yang cukup pesat. Permintaan yang meningkat ini
disebabkan karena semakin banyak restoran yang menjual hamburger dan
gaya hidup masyarakat Indonesia yang ingin sehat. Besamya permintaan
dari konsumen telah membuat PT Saung Minvan belum mampu memenuhi
kebutuhan pasar khususnya pasar domestik.
Pemasok utama lettuce head adalah petani yang ada di Kabupaten
Garut. Jumlah permintaan lettuce head rata-rata meningkat setiap tahunnya.
PT Saung Mirwan terus meningkatkan produksi lettuce head agar
pennintaan konsumen dapat terpenuhi dengan sempurna.
Tabel 3 1. Data permintaan Lettuce head di PT Saung Mirwan pada tahun
2004- 2007.
Tahun
Permintaan saynran (kg)
2004
2005
93.943
110.764
17.9
2007
123.709
17,2
Peningkatanl penurunan
(%)
Sumber: PT Saung Minvan, 2008
-
Jumlah permintaan komoditi lettuce head menunjukkan peningkatam
dalam empat tahun terakhir (Tabel 3 1). Hal ini dapat dilihat dari tahun 2004
sampai tahun 2005 terjadi peningkatan permintaan sebesar 17,9%. Pada
tahun 2006 terjadi penurunan jumlah permintaan sebesar 4,7%, kemudian di
tahun 2007 jumlah permintaan lettuce head meningkat sebesar 17,2%.
PT Saung Minvan terus meningkatkan produksi lettuce head dengan
cara bekerjasama dengan para petani di Garut, Lembang dan Bogor.
Peningkatan permintaan lettuce head diperkirakan pada tahun-tahun
mendatang permintaan lettuce head akan terus meningkat. Sasaran
pengembangan utama PT Saung Minvan adalah dengan memperluas area
produksi lettuce head dan menambah mitra tani.
c.
Pengembangan Kemitraan
Optimalisasi rantai pasok memerlukan aliran informasi yang lancar,
transparan, dan akurat serta memerlukan kepercayaan antar peserta
pengadaan barang dan jasa. Semakin meningkatnya permintaan lettuce head
dan semakin luasnya potensi pasar ke depan maka perlu dijalin hubungan
kemitraan yang baik antara semua anggota dalam rantai pasok. Hubungan
kemitraan dilakukan mulai dari petani sebagai pemasok utama lettuce head,
perusahaan yang menjual sarana produksi tanaman dan bahan untuk
pengemasan, serta hubungan jangka panjang terhadap distributor. Hubungan
kemitraan yang baik akan menjamin kelancaran pasokan lettuce head sesuai
dengan permintaan pasar baik kuantitas rnaupun kualitasnya.
6.2.3. Manajemen Rantai
a.
Strnktur Manajemen
Struktur manajemen menjelaskan tentang aspek-aspek tindakan pada
setiap tingkatan manajeinen dalam anggota rantai pasokan. Tindakan
tersebut menjelaskan langkah yang diambil oleh anggota rantai pasokan
dalam menindaklanjuti setiap tingkat manajemen yang terdiri dari strategi,
koordinasiikolaborasi, perencanaan, evaluasi, transaksi, dan kemitraan.
Anggota rantai pasok mulai dari petani, perusahaan dan rile1 belum
menggunakan sistem manajemen yang baik. Petani bertindak sebagai
produsen yang bertugas untuk membudidayakan lettuce head dengan baik.
PT Saung Mirwan yang membeli hasil panen leftuce head dari petani,
melakukan proses sortasi, grading, pengemasan, penjadwalan tanam kepada
petani, melakukan pendampingan atau penyuluhan proses budidaya dan
mengevaluasi para pemasok. Selain itu, dalam struktur organisasi PT Saung
Minvan telah mempunyai suatu divisi khusus yang menangani masalah
distribusi, sehingga masalah distribusi dapat teratasi dengan baik.
Perencanaan dan strategi yang baik dibutuhkan untuk mendukung kegiatan
rantai pasok, sehingga akan menghasilkan optimalisasi rantai pasok dan
lancamya struktur rantai pasok.
b.
Pemilihan Mitra
Menurut Dikson dalam Pujawan (2005) ada 22 kriteria peinilihan
yang diperlukan untuk menjadi mitra (pemasok) dalam rantai pasok, yang
terdiri dari:
Kualitas
Pengiriman
Sejarah kinerja
Kebijakan jamainan dan klaim
Harga
Kemampuan teknis
7. Posisi keuangan
8. Prosedur keluhan
9. Sistem komunikasi
10. Posisi dalam industry
11. Keinginan untuk berbisnis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Organisasi dan manajemen
Kontrol operasi
Perbaikan pelayanan
Sikap
Memberi kesan yang baik
Kemampuan mengemas
Laporan hubungan pekerja
Lokasi geografi
Jumlah bisnis
Bantuan pelatihan
Perjanjian timbal balik
Pada pemilihan petani sebagai mitra tani sebaiknya dipilih yang
memiliki tanggung jawab dalam menjalankan kontrak kerjasama dan
mampu ~namproduksi produk sesuai dengan yang diinginkan oleh
perusahaan. Mekanisme untuk bergabung menjadi mitra diatur oleh
manajer kemitraan dengan persyaratan mengisi formulir perjanjian
kemitraan rnenyerahkan fotokopi KTP. Dalarn proses kemitraan ada suatu
perjanjian antara pihak perusahaan dan pihak petani. Surat perjanjian berisi
aspek berupa identitas kedua belah pihak yang bermitra.
Dalam surat perjanjian terdapat
pasal yang memuat luas areal
tanam petani, lokasi atau daerah penanaman. Kewajiban yang harus
dilaksanakan perusahaan adalah menyusun program semua lahan yang
dimitrakan, menbantu teknis budidaya, membeli semua produk yang
dihasilkan oleh pihak kedua yang memenuhi standar kualitas yang telah
ditentukan.
c.
Kesepakatan Kontraktual
Kesepakatan kontraktual yang terjadi antara PT Saung Minvan
dengan petani yaitu mitra tani wajib membayar kebutuhan benih sesuai
dengan luas lahan, membiayai biaya operasional, menyediakan tenaga
kerja sesuai kebutuhan, mengikuti petunjuk dari penyuluh lapangan
tentang teknis budidaya, mengikuti program tanam dan panen yang.
ditentukan pihak perusahaan, menjual seluruh hasil produksi yang
memenuhi standar kualitas yang ditentukan. Sedangkan kesepakatan petani
dengan PT Saung Minvan adalah membantu teknis budidaya, membeli
semua produk yang dihasilkan oleh pihak kedua yang memenuhi standar
kualitas yang telah ditentukan. Kesepakatan kontraktual antara PT Saung
Minvan dengan konsumen seperti ritel dan restoran adalah yaitu dalam
bentuk kesepakatan tentang pembayaran dimana para konsumen akan
membayar setelah satu bulan.
d.
Sistem Transaksi
Apabila telah memasuki jadwal minggu panen, penyuluh akan
berkunjung ke petani untuk ~nemastikanhari panen. Setelah hari panen
ditentukan maka pihak perusahaan akan menyediakan mobil untuk
mengangkut hasil panen dari mitra. Apabila lokasi pemanenan tidak jauh
atau di sekitar perusahaan maka petani dapat mengantar sendiri hasil panen
ke PT Saung Mirwan. Hasil panen akan dilakukan penyortiran dan
kemudian diangkut ke PT Saung Mirwan untuk dilakukan proses pasca
panen. Rentang harga yang dibuat oleh manajer untuk grade A Rp. 2.7503.500lkg dan grade B Rp. 2.000- 2.500lkg. Rencana perubahan harga
langsung diinformasikan kepada petani satu minggu sebelum perubahan
harga ditetapkan. Pembayaran hasil panen petani akan dilakukan dua
minggu setelah panen. Perusahaan akan membayar sesuai dengan jumlah
produk yang dikirim ke perusahaan setelah dilakukan penyortiran. Jumlah
produk petani yang masuk akan dikalikan dengan harga sesuai dengan
grade, kemudian dipotong jumlah bibit yang harus dibayar kepada pibak
perusahaan.
e.
Dukungan Kebijakan
Kebijakan pemerintah yang diharapkan oleh petani adalah
berkaitan dengan permodalan. Pemerintah diharapkan mengeluarkan
kebijakan yang mampu mendorong agar sektor perbankan mengucurkan
dananya kepada petani. Beberapa program pemerintah pusat yang
mendukung petani seperti program kredit usaha rakyat (KUR) belum
membantu petani lettuce head, karena masih mensyaratkan adanya agunan
atas [nodal yang dipinjamnya.
6.2.4. Sumberdaya Rantai
a.
Sumberdaya Fisik
Sumber daya fisik rantai pasok lettuce head meliputi, lahan
pertanian di dataran tinggi, kondisi jalan transportasi, sarana dan
parasarana pengangkutan. Kabupaten Garut merupakan penghasil lettuce
terbesar di Jawa Barat. Lahan mitra tani yang digunakan untuk budidaya
lettuce head tergolong sempit daripada jenis sayuran lainnya. Lettuce head
hanya membutuhkan lahan pada dataran yang tinggi yaitu pada ketinggian
400-2.200 meter diatas permukaan laut. Dengan derajat keasaman tanah
berkisar antara 6,5-7. Semakin tinggi letak lahan tersebut pertumbuhan
lettuce head semakin sempurna.
Sumber daya fisik yang perlu rnendapat perhatian adalah kondisi
jalan transportasi. Kecalnatan Cisurupan mempunyai satu jalan tranportasi
untuk menuju ke Kabupaten Garut atau yang ingin ke arah luar Garut,
sehingga sangat memprihatinkan apabila jalan itu rusak atau longsor maka
jalur distribusi sayuran ke Bogor sangat terganggu. kondisi jalan yang
sempit dan jumlah kendaraan yang padat, sehingga menimbulkan
kemacetan. Hal ini mengganggu kelancaran distribusi lettuce head.
Transportasi yang digunakan oleh PT Saung Minvan untuk mengangkut
lettuce head dari
mendistribusikan
petani
adalah
mobil
box,
sayuran lettuce head kepada
sedangkan
untuk
customer dengan
menggunakan truk (mobil box) yang dilengkapi dengan alat pendingin
untuk
mencegah
kerusakan
produk sebelum
sampai
ke tangan
ritellcustomer. Kapasitas alat angkut ini adalah sebesar 75 krat per mobil
dan jumlah yang dimiliki perusahaan sebanyak 12 buah. Penggunaan
green house untuk melakukan kegiatan pembibitan, bangunan green house
terdiri dari dua atap yang menyambung. Bahan atap yang digunakan
adalah plastik ultraviolet (UV). Lantai yang dibuat bedengan dengan jarak
antar bedeng 80 cm, tinggi 5-10 cm dengan panjang bedengan 40 cm.
b.
Sumberdaya Teknologi
Penerapan teknologi yang digunakan untuk budidaya lettuce head
belum diterapkan. Teknologi dalam ha1 penanaman inenggunakan mulsa
karena untuk meminimalkan gangguan gulma dan pengendalian hama
yang sangat mempengaruhi kualitas lettuce head yang dipanen.
Pembibitan dilakukan di green house karena pada tahap ini rawan
serangan hama sehingga dibutuhkan tempat yang khusus. Sistem irigasi
yang dilakukan pada pembenihan dengan sistem penyiraman dari atas
menggunakan sprinkle.
Petani inasih menggunakan cara tradisional dalam budidaya lettuce
head. Keterbatasan modal yang dimiliki, serta keterbatasan pengetahuan
mengenai teknologi tanam sehingga petani terhalang untuk menggunakan
teknologi yang baik. Untuk itu, PT Saung Mirwan dapat memberikan
pelatihan-pelatihan kepada initra tani mengenai teknik budidaya yang baik
serta teknologi pengendalian hama yang aman dan efektif.
c.
Sumberdaya Manusia
Mitra tani yang terdapat di Kabupaten Garut ~nencapaisekitar 50
petani. Para petani perlu didorong untuk terus berinisiatif untuk
mengembangkan budidaya lettuce head secara intensif sehingga akhirnya
Kabupaten Garut dikenal dengan sentra penghasil lettuce head di
Indonesia.
d.
Sumberdaya Permodalan
Aspek permodalan pada budidaya lettuce head masih banyak
menghadapi kendala. Pembiayaan khususnya di sektor pertanian masih
cukup sulit karena bagi pihak perbankan, pertanian merupakan sektor yang
berisiko tinggi (high risk) dan tingkat turn over yang relatif rendah. Risiko
keterlambatan pengembalian dan kredit macet merupakan faktor utama
alasan perbankan dan lembaga keuangan lainnya sulit untuk menyalurkan
pembiayaan pada sektor pertanian.
6.2.5. Proses Bisnis Rantai
a.
Hubungan Proses Bisnis Rantai
Hubungan proses bisnis di antara anggota rantai pasok berguna
untuk melihat hubungan keterkaitan antar anggota rantai serta melihat
pengaruhnya bagi proses bisnis. Hubungan antara petani lettuce head
dengan PT Saung Minvan memiliki hubungan yang saling ketergantungan.
Dimana para petani membutuhkan bibit yang dapat diperoleh dari PT.
Saung Mirwan, sedangkan PT. Saung Mirwan membutuhkan hasil panen
untuk memenuhi peningkatan perrnintaan. Keuntungan yang didapat petani
adalah kemudahan dala~nmendapatkan bibit dan jaminan pemasaran dari
PT Saung Mirwan, sedangkan perusahaan mendapatkan kemudahan dalam
memenuhi permintaan pembeli.
Hubungan bisnis antara PT. Saung Minvan dengan ritel dan
restoran
adalat~ saling ketergantungan.
Para
ritel dan
restoran
membutuhkan lettuce head untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Hubungan dengan supplier seperti bahan baku pengemasan yang
dibutuhkan yaitu material pengemasan, plastik, cetakan kardus, tryfoam,
plastik UV adalah saling ketergantungan. Prosedur pengadaan bahan non
sayur ini dimulai dari permintaan dari setiap divisi yang membutuhkan
bahan ke bagian pengadaan umum. Kemudian, bagian pengadaan akan
membeli bahan langsung kepada pemasok bahan non sayur dengan
mengajukan purchasing order (PO) terlebih dahulu. Setelah PO disetujui
oleh perusahaan pemasok, bahan atau barang langsung dapat diambil atau
dikirim ke gudang PT Saung Mirwan.
b.
Pola Distribusi
Pola distribusi untuk lettuce head secara umum mengikuti pola
distributor storage withpackage carrier delivery. Aliran komoditas lettuce
head dimulai dari petani yang membudidayakan lettuce head, yang bekerja
sama dengan PT Saung Mirwan sebagai mitra tani. Seluruh hasil panen
dari petani ini langsung diangkut ke PT Saung Mirwan. Petani yang lokasi
lahannya jauh dari perusahaan, hasil panennya akan dijemput oleh PT
Saung Mirwan sendiri, sedangkan lokasi iahan yang dekat dengan
perusahaan hasil panen diangkut sendiri oleh petani ke PT Saung Mirwan.
Setelah proses sortasi dan pengemasan lettuce head di perusahaan selesai,
produk disimpan sementara di dalam ruang penyimpanan PT Saung
Mirwan yang dilengkapi dengan alat pendingin untuk mencegah
penyusutan produk yang berlebihan. Selanjutnya produk didistribusikan ke
setiap gudang rite1 dan restoran yang berlokasi di daerah Jakarta, Bogor
serta di daerah Bandung.
Efektivitas pengiriman menjadi ha1 yang penting, karena dengan
adanya pengiriman yang baik kualitas lettuce yang dikirim tetap terjaga
kesegaran dan kandungan gizi didalamnya tidak rusak. Untuk itu
dibutuhkan rantai distribusi yang pendek, sehingga kemungkinan
terjadinya kerusakan juga semakin kecil.
c.
Pendukung Anggota Rantai
1) Pelatihan
Peran pemerintah sebagai anggota eksternal rantai pasok
memiliki peran yang cukup penting dalam memberikan dukungan
kepada seluruh anggota rantai pasok. Salah satu bentuk dukungan
yang diberikan kepada petani adalah pemberian pelatihan-pelatihan
yang bersifat softskill dan hardskill. Petani diberikan pelatihan teknik
budidaya lettuce head yang baik, pengendalian hama tenpadu,
pelatihan tentang sistem distribusi yang baik serta cara untuk
mendapatkan pinjaman modal dari lembaga keuangan. Melalui
pelatihan-pelatihan tersebut diharapkan petani dapat meningkatkan
mutu produk maupun kuantitasnya. Sedangkan pelatihan yang
diberikan kepada pelaku usaha lettuce head berupa pelatihan
pengembangan pasar, dan pelatihan manajemen rantai pasok. Dengan
adanya pelatihan
tersebut, pelaku
usaha diharapkan menjadi
penggerak dalam peningkatan produksi dan penjualan leftuce head ke
seluruh wilayah di Indonesia.
2) Distribusi Informasi Pasar
Distribusi informasi mengenai peluang pasar dimulai dari para
ritel dan restoran yang mengetahui pemintaan konsumen meningkat
kemudian akan diteruskan kepada PT Saung Minvan. Pentingnya
menjaga distribusi informasi yang lancar sehingga petani dapat
mengambil peluang yang ada sekaligus juga dapat sebagai upaya
untuk meningkatkan jaringan pasar para petani. Selain itu juga,
informasi dapat diperoleh dari Dinas Pertanian setempat, dengan ini
anggota rantai tidak perlu tergabung dalam suatu ikatan, namun untuk
memperoleh informasi tersebut anggota rantai harus secara aktif
dalam mencari informasi yang disediakan oleh Dinas Pertanian.
3) Dukungan Kredit
Dukungan pembiayaan yang disalurkan langsung pemerintah
kepada petani masih minim. Begitu juga dukungan pembiayaan dari
satu anggota kepada anggota rantai pasok yang lain. Petani merasa
sulit mencari modal karena kesulitan dalam urusan administrasi dan
prosedur peminjaman ke lembaga keuangan. Padahal petani dapat
meminjam modal ke perbankan melalui program kredit usaha rakyat
(KUR) yang memang dirancang pemerintah untuk membantu usaha
kecil dan menengah.
Banyak juga petani yang mengajukan pembiayaan kepada
Bank Rakyat Indonesia. Selain mengajukan pembiayaan, PT Saung
Minvan juga malakukan pendampingan untuk pengelolaan keuangan
dan tatacara peminjaman ke bank. Tetapi program tersebut masih
kurang berhasil karena petani masih menganggap meminjam uang ke
bank merupakan ha1 yang merugikan. Para petani enggan mengurus
administrasi peminjaman dan khawatir terbebani bunga. Rendahnya
latar belakang pendidikan petani yang rendah juga menjadikan para
petani apriori dengan administrasi dan rumitnya birokrasi perbankan.
4) Perencanaan Kolaboratif
Perencanaan kolaboratif adalah kesatuan kerjasama dan
penyelarasan informasi antara satu anggota rantai dengan anggota
lainnya dalam melakukan perencanaan rantai pasok. PT Saung
Minvan melakukan perencanaan kolaboatif dengan para mitra taninya.
Para konsumen memberikan informasi mengenai jumlah permintaan
lettuce head. Dengan melihat data permintaan harian atau mingguan,
tnaka PT Saung Mirwan melakukan perencanaan dengan cara
menargetkan sebanyak 15.000 bibit lettuce head yang harus ditanam
setiap minggunya. Dengan adanya jadwal tanam, maka dapat
diprediksi bahwa delapan minggu setelah tanam akan panen. Sistem
pemanenan tidak dialakukan secara serentak oleh semua mitra tani,
tetapi pada bagian kemitraan akan tnemprediksi permintaan pada
lninggu tersebut.
5) Penelitian Kolahoratif
Peranan pemerintah selain memberikan pelatihan kepada
petani, pemerintah juga mendukung para petani lettuce head dengan
rnelakukan penelitian-penelitian untuk meningkatkan produktifitas
yang diminta oleh PT Saung Mirwan akan dikembalikan kepada
petani.
Namun,
ada keterbatasan jumlah
reject
yang
akan
dikembalikan.
Risiko yang diterima oleh PT Saung Mirwan dapat dikatakan
lebih banyak daripada yang diterima oleh petani. Adanya sistem
kemitraan menyebabkan perusahaan berkewajiban membeli semua
hasil panen dari petani sesuai dengan jumlah benih yang diberikan.
Jika keseluruhan petani memiliki produktivitas hasil yang baik, maka
tidak menutup kemungkinan akan terjadi overproduction yang
menyebabkan kelebihan persediaan. Perusahaan juga dapat mengalami
kekurangan persediaan lettuce head yang diakibatkan produktivitas
petani yang rendah. Kekurangan persediaan ini menyebabkan PT
Saung Mirwan harus membeli lettuce headdari mitra beli lettuce head
yang ada di Lembang, Bandung. Produk lettuce head yang dikirim
kepada customer tidak seluruhnya diterima, karena pada gudang ritel
juga dilakukan sortasi maka ada juga produk PT Saung Minvan yang
di-reject oleh ritel. Hasil reject ini dikembalikan lagi kepada PT
Saung Minvan dan PT Saung Minvan tidak berkewajiban mengganti
produk yang kualitasnya tidak sesuai ini pada pengiriman produk
selanjutnya.
8) Proses Trust Building
Proses trust building merupakan proses untuk menumbuh
kembangkan saling kepercayaan antara anggota rantai pasok.
Hubungan kepercayaan yang lemah dapat menyebabkan keengganan
untuk menjalin kerjasama, distribusi informasi menjadi terhambat,
karena ada aspek ketidakpercayaan sehingga salah satu pihak berusaha
untuk mendapatkan keuntungan sendiri. PT Saung Mirwan telah
membangun kepercayaan dengan mitra taninya ketika sudah diikat
dengan kesepakatan kontraktual. Ketika kesepakan kontraktual
selesai, maka untuk menjalin kerjasama berikutnya harus membuat
kesepakatan baru lagi.
Bentuk kepercayaan antara PT Saung Minvan dengan ritel dan
restoran adalah dengan melakukan kesepakatan terlebih dahulu yaitu
dengan perjanjian tertulis. Keseluruhan perjanjian diatur dalam
perjanjian kerja sama yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Aturan tersebut mengandung hak dan kewajiban pihak PT Saung
Mirwan dan ritel. Sistem kontrak ini berdasarkan kuantitas, kuaiitas,
dan harga. PT Saung Minvan akan menyediakan lettuce head sesuai
dengan jumlah order, kualitas produk. Penentuan harga disesuaikan
dengan masing-masing customer.
6.2.6. Performa Rantai
a.
Performa Kemitraan
Kinerja kemitraan PT Saung Mirwan dapat dilihat dengan sasaran
pencapaian kemitraan. Pendukung kegiatan kemitraan dapat dilihat dengan
jumlah peningkatan pelatihan dan skill, intensitas penyuiuhan tentang
teknologi penanaman dan kekuatan kemitraan. Penilaian performa
kemitraan dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Penilaian performa kemitraan
Pencapaian sasaran
kemitraan
Jumlah peningkatan
pelatihan dan skill
Intensitas penyuluhan
tentang teknologi budidaya
Kekuatan kemitraan
b.
Ritel dan
restoran
-
PT. Sanng
Minvan
Sedang
Sedang
Sedang
-
Lemah
Kuat
Kuat
Petani
Performa Rantai Pasok Keseluruhan
Penilaian kinerja rantai pasok secara keseluruhan dapat dilihat
dengan menilai apakah kondisi rantai pasok yang ada sudah baik atau
belum. Secara umum dapat dikatakan bahwa rantai pasok belum optimal,
sehingga menghambat aktivitas yang terkait di dalam rantai pasok.
Hambatan-hambatan tersehut adalah:
1) Biaya tranportasi tinggi
Lettuce head hanya dapat tumbuh di beberapa tempat saja yang
memiliki iklim yang cocok dan kondisi tanah yang mendukung.
Selama ini, lettuce head banyak dihasilkan dari Kabupaten Garut,
kemudia dibawa ke Bogor untuk dilakukan pengemasan. Tentu saja
kondisi ini akan sangat berpengaruh pada biaya transportasi kendaraan.
2) Pembiayaan kepada petani tidak lancar
Produk yang berkualitas membutuhkan sarana dan prasarana
produksi yang lengkap dan memadai. Adanya keterbatasan modal yang
dimilki oleh petani sehingga petani sulit untuk meningkatkan kualitas
dan kuantitas produksinya. Hanya saja lembaga keuangan tersedia,
tetap saja pembiayaan untuk sektor pertanian masih saja belum lancar
dan mengalami kendala.
3) Ketidakpastian pasokan
Cuaca dan iklim akan mempengaruhi produksi lettuce head.
Pada musim hujan panen mengalami kemunduran karena sebagian
lettuce head terkena penyakit atau banyaknya hujan yang turun
sehingga tanaman menjadi busuk. Ketidakpastian dari kuantitas
pasokan dan jadwal panen menyebabkan ketidakpastian jadwal
pengiriman barang sehingga mempengaruhi kelancaran pasokan
lettttce head. Sehingga menyebabkan kerugian karena sebagian
kmsumen menghendaki pesanan permintaannya dikirim tepat waktu
dan sesuai dengan jadwal yang diinginkan.
4) Distribusi informasi yang kurang lancar
Informasi mengenai jumlah permintaan dari konsumen sangat
penting bagi produsen. Informasi ini meliputi: jumlah produk yang
diminta, jenis dan kualitas lettuce head, serta waktu pengiriman. Arus
informasi
belum
terorganisasi
dengan
baik
sehingga
dapat
menyebabkan penumpukan persediaan barang di gudang.
5) Kerjasama antar pelaku masih kurang
Pennintaan pasar terhadap letttrce head cukup tinggi dan
berfluktuatif. Minimnya kerjasama antar pelaku yang masih kurang
menyebabkan keterbatasan dari segi penyediaan produk dan informasi
pasar, sehingga apabila permintaan lettuce head melebihi kesanggupan
produsen, maka permintaan tersebut tidak terpenuhi. Kurangnya
kerjasama dalam rantai pasok menyebabkan pasokan tidak lancar.
6.2.7. Kunci Sukses
Keberhasilan suatu rantai pasokan tergantung dari sejauh mana pihak-pihak
yang terlibat di dalamnya mampu menerapkan kunci sukses (key success factor)
yang mendasari setiap aktifitas di dalam perdagangan. Kunci sukses tersebut
merupakan praktek penting yang apabila dijalankan dengan baik, dapat
memperlancar aktivitas bisnis di sepanjang rantai pasokan. Kunci sukses tersebut
terdiri dari ;
a.
Trrcsi Building
Kepercayaan yang terbangun di antara anggota rantai pasok mampu
mendukung kelancaran aktivitas rantai pasok, seperti kelancaran pada
transaksi, penjualan, distribusi produk, dan distribusi informasi pasar.
Untuk membangun kepercayaan di antara pihak-pihak yang bekerjasama,
dapat dilakukan dengan rnembuat kesepakatan baik tertulis maupun tidak
tertulis. Apabila kesepakatan tersebut dijalankan dengan sebaik-baiknya,
maka kepercayaan tersebut dapat meningkat sehingga setiap anggota rantai
pasokan dapat menjalankan tanggung jawabnya masing-masing.
b.
Koordinasi dan Kerjasama
Koordinasi di antara anggota rantai pasokan sangat penting untuk
mewujudkan kelancaran rantai pasokan. Kordinasi yang ada hanya terbatas
pada tiga ha1 yaitu, jenis, kuantitas pesanan dan harga tetapi belum
berkordinasi
dalam
bentuk
perencanaan.
Kordinasi dalatn bentuk
perencanaan memungkinkan terjadinya transparansi informasi pasar mulai
dari rite1 ke produsen. Untuk itu agar kordinasi di antara rantai pasokan
dapat berjalan dengan baik dan lancar maka perlu diwujudkan hubungan
kerjasama di antara anggota rantai pasokan tersebut.
c.
Kemudahan Akses Pembiayaan
Akses pembiayaan yang mudah dan administrasi yang tidak
berbelit-belit dan tidak repot memudahkan setiap anggota rantai pasokan
dalam mengembangkan usahanya. Kemudahan akses pembiayaan tersebut
sangat penting untuk mitra tani yang selama ini kesulitan dalam
mendapatkan modal. Akses pembiayaan yang mudah dapat terjadi jika ada
koordinasi dari semua unsur dan pelaku yang terkait dengan aspek
pembiayaan, baik secara langsung seperti perkuatan permodalan maupun
yang tidak langsung seperti adanya jaminan.
d.
Dukungan Pemerintah
Peran pemerintah sebagai fasilitator, regulator, dan motivator
sangat penting dalam mewujudkan iklim usaha yang kondusif. Distribusi
informasi pasar, pelatihan keungan, pelatihan budidaya dan pengendalian
hama terpadu serta kebijakan yang mendukung perdagangan. produk
hortikultura turut mendorong kemajuan agribisnis lettuce head. Dengan
demikian, peran pemerintah untuk mendorong berkembangnya agribisnis
lettuce head dapat mendorong daya saing rantai pasokannya.
6.2.8. Analisis Nilai Tambah
Komoditas pertanian mendapat perlakuan-perlakuan seperti pengolahan,
pengawetan, dan pemindahan untuk menambah kegunaan atau menimbulkan nilai
tambah. Ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu dengan cara
menghitung nilai tambab selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah
selama proses pemasaran. Nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang
mendapatkan perlakuan pada tahap tertentu dengan nilai korban yang digunakan
selama proses berlangsung. Tujuan dari nilai tambah adalah untuk mengukur balas
jasa yang diterima pelaku sistem dan kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh
sistem komoditas. Dalam penelitian ini, perhitungan nilai tambah dilakukan untuk
mengukur nilai tambah pada petani dan perusahaan.
a. NiIai Keuntungan pada Mitra Tani
Komoditas pertanian yang memiliki sifat mudah rusak dapat
memberikan motivasi terhadap petani untuk inelakukan penanganan yang
tepat. Dalam perjalanan dari produsen ke konsumen akhir, komoditas
pertanaian mendapat perlakuan- perlakuan seperti pengolahan, pengawetan,
dan pemindahan untuk menainbah kegunaan atau menimbulkan nilai
tambah. Mitra tani PT Saung Minvan yang menghasilkan lettuce head
tidak melakukan kegiatan apapun setelah melakukan panen. Hasil panen
yang dihasilkan langsung dibawa ke perusahaan, sehingga dalam rantai
pasokan ini petani tidak melakukan nilai tambah. Jika dianalisa besarnya
pendapatan yang diperoleh oleh petani yaitu dengan menghitung jumlah
pengeluaran untuk memproduksi letiuce head dengan pendapatan hasil
panen. Rata-rata petani mendapatkan keuntungan sebesar 46% per musim
tanam, serta harga pokok produksi per kilogram dari hasil panen sebesar
Rp.1.500 (dengan asumsi bahwa petani menanam leftuce head sebanyak
7000 bibit per musim tanam). Dengan menanam lettuce head sebanyak
7000 bibit, maka petani akan nienghasilkan 2000 kg lettuce head. Hasil
panen sebesar 2000 kg terbagi menjadi lettuce dengan grade A dan B.
Pendapatan petani yang didapatkan berbeda-beda tergantung pada
benyaknya lettuce head yang ditanam, luasnya lahan yang dimiliki oleh
petani, dan kepandaian petani dalam memproduksi lettuce head
. Peran
penyuluh dari PT Saung Mirwan sangat dibutuhkan agar para petani mitra
dapat meningkatkan jumlah produksinya dan mengelola keuangan petani
yaitu dengan cara memberikan pembekalan so$ skill kepada setiap mitra
taninya.
b. Nilai Tambah PT Saung Minvan
PT Saung Mirwan hanya melakukan pengemasan dan pengolahan
terhadap hasil panen yang diterima dari petani. Perlakuan pengemasan
tidak banyak menambah nilai pada komoditas lettuce head, namun tetap
memberikan keuntungan bagi perusahaan. Pengemasan lettuce head
dilakukan pada produk yang dijual dengan bentuk krop, pengemasan tidak
dilakukan oleh semua grade lettuce head. PT Saung Mirwan hanya
melakukan pengemasan untuk lettuce head yang mempunyai grade A.
Pengemasan dilakukan dengan menggunakan plastik UV.
Pengolahan lettuce head yaitu dengan cara merajang lettuce head
untuk dijadikan salad atau disisipkan pada makanan hamburger. Setelah
produk di rajang menjadi lembaran-lembaran (fresh cut), maka produk
dibungkus dalam kemasan khusus dengan berat sebesar 1 kg. Berbeda
dengan produk lettuce head yang berbentuk krop yang dijual ke
supermarket (ritel), maka produk9esh cut ini dijual ke restoran- restoran
yang menjual hamburger. Untuk mendapatkanfiesh cut, lettuce head yang
tidak memenuhi grade A, akan dilakukan proses perajangan. Analisa nilai
tambah ini dilakukan pada dua jenis produk lettuce head pada dua
semester tahun 2008. Produk pertama adalah lettuce head yang dikemas
dalam plastik UV dan produk kedua adalah lettuce head yang dijual dalam
bentuk lembaran-lembaran (fresh cut) yang dibungkus dengan kemasan
khusus. Analisa nilai tambah pada PT Saung Minvan dapat dilihat pada
tabel perbandingan nilai tambah letuce head pada semester 1 dan 2 tahun
2008. Tabel 33 menunjukkan perbandingan nilai tambah lettuce head pada
semester 1 dan 2 tahun 2008.
Tabel 33. Perbandingan nilai tambah lettuce head semester 1 dan 2 tahun 2008
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Ouput, Input dan Harga
Output
Input bahan baku
Tenaga kerja langsung
Faktor konversi
Koefisien tenaga kerja langsung
Harga output
Upah tenaga kerja langsung
Penerimaan Keuntnngan
Harga bahan baku
Harga input lain
Nilai output
a. Nilai tambah
b. Rasio nilai tambah
a. Pendapatan tenaga kerja langsung
b. Pangsa tenaga kerja langsung
a. Keuntungan
b. Tingkat keuntungan
Semester 1 Semester 2
180
192
182
192,5
7
7
0,99
1,OO
HOKIhari
0,04
0,04
10.100
R P ~
10.000
1.571
1.571
Rpljarn
kglhari
kg/hari
jamlhari
R~lkg
R~/kg
Rp/kg
R P ~
YO
Rplkg
YO
Rp/kg
%
3.000
1103
9.890
5.890
59,56
60,4
1,04
5.829
58,94
3.000
988
10.073
6.085
60,41
57,l
0,94
6.028
59,84
Contoh perhitungan nilai tambah yaitu pada semester 1 tahun 2008,
dari tabel di atas. Pembagian antara jumlah bahan baku yang digunakan
(input) dan jumlah barang yang dihasilkan (output), adalah nilai konversi
sebesar 0,99. Lama waktu yang dibutuhkan tanaga kerja untuk mengolah
lettuce head adalah 7 jam per hari. Nilai koefisisen tenaga kerja ini
menunjukkan bahwa jumlah hari orang kerja yang dibutuhkan untuk
mengolah satu kilogram lettuce head menjadi lettuce head yang siap dijual
adalah sebesar 0,04 HOK. Harga beli bahan baku yang diolah sebesar Rp.
3.000 per kilogram. Sedangkan harga input yang terdiri dari bahan baku
plastik UV, selotip, mesin untuk membungkus lettuce head sebesar Rp.
1.103 per kilogrm lettuce head yang dibungkus.
Harga produk lettuce head sebesar Rp. 10.000 per kilogram
merupakan nilai yang diterima oleh perusahaan dari penjualan lettuce
head. Nilai ozitput merupakan hasil dari perkalian antara faktor konversi
dengan harga produk per kilogram. Besarnya nilai produk Rp. 9.890.
Artinya nilai lettuce head yang dihasilkan setiap satu kilogram adalah Rp.
9.890. Dalam mengolah lettuce head menghasilkan nilai tambah sebesar
Rp. 5.890, dengan rasio nilai tambah produk sebesar 59,56 %.
Berdasarkan analisis nilai tambah yang dilakukan, besarnya
keuntungan yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram lettuce head
menjadi lettuce head yang siap dijual sebesar Rp. 5.829 dengan bagian
keuntungan sebesar 58,94 % dari nilai tambah. Nilai keuntungan
merupakan selisih dari nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja yang
digunakan.
Dilihat dari besarnya nilai tambah antara semester 1 (bulan JanuariJuni) dengan semester 2 (bulan Juli-Desember), maka pada semester 2
menunjukkan jumlah yang besar dibandingkan pada semester 1. Tabel 32
menunjukkan nilai tambah fresh cut lettuce head pada semester 1 dan 2
tahun 2008.
Contoh perhitungan nilai tambah yaitu pada semester 2 tahun 2008,
dari Tabel 34. Pembagian antara jumlah bahan baku yang. digunakan
(input) dan jumlah barang yang dihasilkan (output), adalah nilai konversi
sebesar 0,43. Artinya untuk satu kilogram lettuce head dalam bentuk krop
akan menghasilkan 0,43 kg lettuce head dalam bentukfresh cut. Lama
waktu yang dibutuhkan tanaga kerja untuk mengolah lettuce head adalah 7
jam per hari. Nilai koefisisen tenaga kerja ini menunjukkan bahwa jumlah
hari orang kerja yang dibutuhkan untuk mengolah satu kilogram lettuce
head menjadi lettuce head yang siap dijual adalah sebesar 0,02 HOK.
Harga beli bahan baku yang diolah sebesar Rp. 2.500 per kilogram.
Sedangkan harga input yang terdiri dari bahan baku kemasan, seiotip,
mesin pres, mesin untuk label dan air yang dibutuhkan untuk pencucian
sebesar Rp. 750 per kg lettuce head yang dihasilkan.
Tabel 34. Nilai tambah fresh cut lettuce head semester 1 dan 2 tahun 2008
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Ouput, Input dan Harga
Output
kglhari
Input bahan baku
kglhari
Tenaga kerja langsung
jamlhari
Faktor konversi
Koefisien tenaga kerja
HOWhari
langsung
Harga output
R P ~
Upah tenaga kerja langsung Rpfjam
Penerimaan Keuntungan
R P ~
Harga bahan baku
Rp/kg
Harga input lain
Nilai ouput
Rp/kg
a. Nilai tambah
R P ~
b. Rasio nilai tambah
YO
a. Pendapatan tenaga kerja
RP&
langsung
b. Pangsa tenaga kerja
YO
langsung
a. Keuntungan
R P ~
b. Tingkat keuntungan
YO
Semester
1
227
464
7
0,49
Semester
2
183
425
7
0,43
0,02
14.900
1.571
0,02
15.000
1.57 1
2.500
800
7.338
4.038
55,03
2.500
750
6.458
3.208
49,68
23,7
25,9
0,59
4.014
54,71
0,81
3.182
49,28
Harga produk lettuce head sebesar Rp. 15.000 per kilogram
merupakan nilai yang diterima oleh perusahaan dari penjualan lettuce
head. Nilai output merupakan hasil dari perkalian antara faktor konversi
dengan harga produk per kilogram. Besamya nilai produk Rp. 6.458.
Artinya nilai lettuce head yang dihasilkan setiap satu kilogram adalah Rp.
6.458. Dalam mengolah lettuce head menjadi fresh cut menghasilkan nilai
tambah sebesar Rp. 3.208, dengan rasio nilai tambah terhadap nilai produk
sebesar 49,68 %. Artinya untuk setiap Rp.100 nilai output akan diperoleh
nilai tambah sebesar 49,68 %.
Berdasarkan analisis nilai tambah yang dilakukan, besarnya
keuntungan yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram lettuce head
menjadi lettuce head
fresh ctrt sebesar Rp. 3.182 dengan bagian
keuntungan sebesar 49,223 % dari nilai tambah. Nilai keuntungan
merupakan selisih dari nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja.
Dilihat dari besarnya nilai tambah antara semester 1 (bulan JanuariJuni) dengan semester 2 (bulan Juli-Desember), maka pada semester 1
menunjukkan jumlah yang besar dibandingkan pada semester 2.
f.
Analisis Nilai Tambah Rite1
Berdasarkan Tabel 35, menunjukkan bahwa nilai tambah produk
sayuran lettuce head crop pada ritel yaitu 22,25% dan persentase
keuntungan sebesar 20,70%. Nilai ini lebih besar daripada nilai tambah
dan keuntungan yang diperoleh para pelaku yang lain. Nilai tambah dan
keuntungan yang besar ini didapat dari harga jual dua kali lipat lebih besar
dari harga beli dari koperasi maupun bandar.
Tabel 35. Perhitungan nilai tambah untuk ritel
No
Variabel output, input dan harga
Nilai
1.
Output (kg1 hari)
2.
Input bahan baku (kg/ hari)
3.
Tenaga kerja langsung (HOW hari)
4.
Faktor konversi
5.
Konversi tenaga kerja (HOWkg)
6.
Harga produk (Rpkg)
12875
7.
Upah tenaga kerja (RpMari)
5000
10
10
8
1
0.8
Variabel penerimaan dan keuangan
8.
Harga input bahan baku (Rp)
10000
9.
Sumbangan input lainnya (Rp)
10
10.
Nilai produk (Rp)
12875
11.
a. Nilai Tambah (Rp)
2865
b. Rasio nilai tambah (persen)
22.25
12.
a. Pendapatan tenaga kerja
b. Pangsa tenaga kerja (%)
13.
200
1.55
a. Keuntungan
2665
b. Persentase keuntungan (%)
20.70
g.
Analisis Distribusi NiIai Tambah
Analisis distribusi nilai tambah dianalisis untuk melihat proporsi
sekaligus tnembandingkan persentase nilai tambah yang didapat masingmasing pelaku dengan nilai tambah total pada sepanjang rantai pasokan
lettuce head crop. Nilai talnbah tersebar didapat oleh PT Saung Mirwan
yang menikmati lebih dari 68% dibandingkan dengan total nilai tambah
pada produk sayuran lettuce head crop. Analisis distribusi nilai tambah
dapat dilihat pada Tabel 36.
Tabel 36. Distribusi nilai tambah rantai pasok sayuran lettzrce headcrop
No
Pelaku
1
Petani
PT SM
Ritel
Total
2
3
6.3.
Harga
input/kg
Rp 3000
Rp 3000
Rp 10000
Bia~a
input
lainlkg
Rp
Rp 1160
Rp 210
H~~~~
outputlkg
Nilai
tambah/kg
Persentase
nilai
tambah
Rp 3000
Rp 10000
Rp 12875
Rp
Rp 5840
Rp 2665
Rp 8505
O,OO%
68,67%
31,33%
100,00%
Rantai Pasokan Brokoli
6.3.1. Struktur Rantai Pasoltan
a.
Anggota Rantai Pasok
Dalam rantai pasok brokoli terdapat beberapa pihak yang terlibat.
Pihak yang terlibat secara langsung disebut dengan anggota primer,
sedangkan pihak yang tidak terlibat secara langsung namun tetap
mendukung lancarnya rantai pasok ini disebut dengan anggota sekunder.
1) Anggota Primer
Anggota primer dalatn rantai pasok brokoli tediri dari petanilbandar
sebagai pemasok perusahaan dagang (pedagang pengumpul) sebagai
prosesor, rite1 dan pasar tradisional sebagai konsumen. Keseluruhan
anggota menjalankan aktivitas yang langsung berhubungan dengan
kegiatan operasional dan manajerial yang akan menghasilkan suatu
keluaran atau produk tertentu.
1.
Pemasok
Di daerah Cipanas terdapat tiga bandar besar brokoli, masingmasing bandar memiliki kelompok tani dengan jumlah anggota 40
orang dan 23 orang petani, yaitu Bandar Ciherang dan Gunung
Putri, dan daerah selatan Cipanas
2.
Prosesor
Prosesor dalam rantai pasok brokoli adalah perusahaan dagang,
Sub Terminal Agribisnis (STA) dan bandar yang bertindak sebagai
pengemas komoditas Brokoli yang dihasilkan dari petani.
Perusahaan ini berjumlah 25 UD yang menghubungkan penjualan
brokoli antara petani dengan perusahaan ritel dan pengusaha
borongan pasar tradisional.
3.
Konsumen (ritel dan pasar tradisional)
Sayuran yang telah dibawa ke STA ditujukan ke pasar tradional
dan ritel di sekitar Jabodetabek Perusahaan dagang sayuran
Cipanas yang tergabung dalam Asosiasi Manajemen Agribisnis
Cianjur (AMC) telah menjalin kerjasama dengan beberapa ritel
yang memasarkan Brokoli. Konsumen perusahaan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 37.
Tabel 37 Rite1 Pemasaran Brokoli Cipanas
No
1
11.
Nama Perusahaan
HeroIGiant
Makro
Restoran Korea
Mc.Donald
Hari-Hari
Wendys
Superindo
Restoran Indonesia
Robinson
Pasar induk Jabotabek
Sub Supplier Swalayan
Lokasi Usaha
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jabotabek
Jakarta
Bentuk kerjasama konsumen dengan pihak UD berupa kontrak
tetap dan tidak tetap. Kedua belah pihak memiliki perjanjian kerja
sama yang mengikat. Untuk konsumen dengan kontrak tetap
biasanya mengajukan purchasing order (PO) kepada perusahaan
selama satu tahun dengan target kirim produk per minggu.
Sedangkan untuk konsumen kontrak tidak tetap hanya mengajukan
pesanan saat membutuhkan. Namun dalam pelaksanaannya, ritel
setiap harinya mengajukan PO kepada UD untuk menentukan
berapa pesanan yang dikirim pada setiap gudang. Hal ini
menjadikan UD harus merencanakan target produksi yang tepat
agar dapat memenuhi semua kebutuhan konsumen.
Distribusi produk dilakukan secara langsung oleh UD atau melalui
jasa ekspedisi. Produk yang dikirim ke Giant atau Hero disimpan di
gudang ritel pusat, selanjutnya rife1tersebut yang mengirim produk
ke store area masing-masing. Sedangkan untuk ritel lainnya,
produk langsung dikirim ke store area tanpa melalui gudang ritel
pusat.
2) Anggota Sekunder
Anggota sekunder merupakan anggota rantai pasok yang tidak
langsung berhubungan dengan kegiatan produksi namun memiliki
peranan dalam produksi yaitu sebagai penyedia sumber daya
seperti bahan pengemas, sarana produksi, dan sarana transportasi.
UD memiliki lebih kurang lima pemasok untuk bahan non sayur
ini. Bentuk kerjasamanya ada yang tetap dan tidak tetap. Seperti
UD Pacet Segar yang bermitra dengan PT Altindo yang terletak di
Muara Karang Jakarta dan PT Sentosa. PT Altindo merupakan
pemasok khusus bahan-bahan pengemasan brokoli seperti tray
foar~z,ivrappingfilnz, dan panfix (selotip). Sedangkan PT Sentosa
merupakan pemasok yang menyediakan label pada kemasan.
Bentuk kerja sama dengan pemasok ini adalah kontrak tetap,
dimana UD Pacet Segar menjadi konsumen tetap.
3)
Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok Brokoli
Petani melakukan pembelian sarana produksi seperti pupuk,
pestisida, obat tanaman dari pasar tradisional terdekat. Sedangkan
untuk aktivitas fisik, terdapat beberapa petani yang melakukan
pengangkutan sendiri ke gudang bandar terlebih dahulu, karena
tidak adanya sarana komunikasi antara bandar dan petani. UD
umumnya akan menjemput brokoli ke gudang bandar atau bandar
yang langsung mengirimnya ke gudang UD. Pada umumnya petani
tidak melakukan sortasi terlebih dahulu sebelum mengirim produk.
Sedangkan bandar melakukan sortasi sebelum mengirim brokoli ke
UD untuk memperkecil kerugian akibat pengembalian brokoli dari
perusahaan.
Informasi pasar atau harga tidak terbuka bagi seluruh petani.
Petani hanya mengetahui harga jual brokoli yang diberlakukan
sama oleh bandar untuk semua mitra tani. UD ada yang
menerapkan konsep harga terbuka untuk para bandar dan ada juga
yang tidak. Hal ini berpengaruh juga terhadap loyalitas bandar agar
petani mengetahui adanya pembagian keuntungan yang adil dalam
setiap anggota rantai pasok.
UD sebagai prosesor melakukan aktivitas pembelian dan
penjualan. UD membeli bahan kemasan kepada beberapa pemasok
non sayur. Sedangkan aktivitas penjualan dilakukan kepada
konsumen yaitu ritel. Aktivitas fisik yang dilakukan UD adalah
pengangkutan brokoli, baik mengangkut hasil panen dari petani
maupun pengiriman produk ke rirel atau pasar tradisional,
pengemasan dan penyimpanan. Brokoli yang baru diterima dari
petani atau bandar langsung dikemas untuk mencegah susut atau
kerusakan produk yang lebih cepat. Sedangkan untuk tujuan pasar
tradisional tidak dilakukan pengemasan karena dijual dalam bentuk
curah.
Fasilitas yang diberikan UD atau bandar adalah sortasi brokoli
yang baru diterima dari petani untuk disesuaikan dengan standar
kualitas dari konsumen. UD tidak melakukan aktivitas pengolahan
sama sekali, karena brokoli yang dijual merupakan sayuran segar
yang hanya dikemas. Informasi pasar di tingkat prosesor ini sangat
terbuka, mulai dari harga di petani hingga harga jual pada
konsumen.
Ritel yang bertindak sebagai konsumen UD melakukan
aktivitas pertukaran, yaitu pembelian dan penjualan. Masingmasing ritel
mendapatkan
pasokan
brokoli
dari beberapa
perusahaan dan seluruhnya dijual di toko-toko cabang ritel. Ritel
tidak lagi melakukan aktivitas pengemasan karena produk yang
diterima dari UD langsung dipasarkan, dengan terlebih dahulu
disimpan di dalam gudang toko sebelum diletakkan di display toko.
Ritel juga melakukan sortasi terhadap produk yang
diterima,
produk-produk yang dianggap tidak sesuai dengan standar kualitas
akan dikembalikan ke UD. Aktivitas anggota rantai pasok brokoli
dapat dilihat pada Tabel 38.
Tabel 38 Aktivitas anggota primer rantai pasok Brokoli di UD
Aktivitas
Pertukaran
Penjualan
Pembelian
Fisik
Pengangkutan
Pengemasan
r Penyimpanan
Fasilitas
Sortasi
lnforlnasi pasar
.
Petani
Petani
meinbeli
input dan
menjual
Brokoli ke
bandar
Petani
mengangkut
ke gudang
bandar
Hanya
melakukan
trimmi17g,
tidak tahu
informasi
pasar
Sumber : Data primer, 2008
Anggota Primer Rantai Pasok
UD
Bandar
Bandar
UD
membeli ke
membeli
petani dan
dari Bandar
menjual ke
dan menjual
UD
ke rite1
Bandar
mengemas
dan
menyimpan di
gudang.
Setelah itu
dibawa ke UD
Melakukan
sortasi,
grading dan
punya
informasi
pasar
Ada UD
mengemas
dan
menyimpan
sendiri
dikirim ke
rite1
Melakukan
sortasi,
punya
informasi
pasar
Rite1
Rite1 membeli
dari bandar
dan menjual ke
konsumen
akhir
Rite1 hanya
melakukan
proses
penyimpanan
Melakukan
sortasi, punya
infomasi
pasar
4) Pola Aliran Rantai Pasok
Aliran komoditas brokoli melibatkan petani, bandar, prosesor, dan
ritel. Aliian komoditas brokoli dirnulai dari petani menjual kepada
bandar. Setelah itu bandar memasok brokoli setiap minggunya kepada
UD dengan jurnlah 3,s ton. Pembelian biasanya diakukan setiap hari
dengan harga jual yang berbeda-beda.
Brokoli dijemput oleh orang yang telah ditugaskan UD ke gudang
bandar atau bandar yang mengantarkan ke gudang UD hergantung
kesepakatan. Brokoli akan diemas di perusahaan tetapi ada juga yang
dikemas terlebih dahulu oleh bandar. Setelah proses pengemasan,
produk disimpan sementara di dalam ruang penyimpanan yang
dilengkapi dengan alat pendingin agar mencegah penyusutan produk
yang berlebihan. Setelah itu produk langsung didistribusikan ke setiap
gudang ritel di daerah Jakarta dan sekitarnya, serta di daerah Sukabumi.
Transportasi yang digunakan oleh UD dan bandar untuk distribusi
brokoli dari petani adalah mobil pick up dan motor. Sedangkan untuk
mendistribusikan brokoli kepada ritel menggunakan truk dengan atau
tanpa dilengkapi alat pendingin. Pola aliran rantai pasok brokoli
dicantumkan pada Gambar 19.
Keterangan :
1
: Petani
2
: Bandar
3
: Usaha Dagang (UD)
4
: STA
5 : Rite1 dan Pengusaha borongan
6 : Konsurnen akhir
7 : Pemasok non sayur
Gambar 19. Pola Aliran Produk dan Informasi Rantai Pasokan Brokoli
b.
Entitas Rantai Pasok
1) Produk
Brokoli Cipanas biasanya diklasifikasikan menjadi tiga yaitu A, B,
dan C seperti dicantumkan dalam Tabel 39. Kualitas A dan sebagian
kualitas B diperuntukkan untuk supermarket dan restoran. Sedangkan C dan
sebagian B untuk pasar indukltradisional.
Tabel 39. Standar Kualitas Brokoli Cipanas
Kualitas A
Standar
Ukuran I kg berisi 2 atau 4
buah
Warna
Hijau tua
Tekstur
Kualitas B
1 kg berisi 2 buah
Kualitas C
Tak tentu
Hijau
Hijau
Mulus, rata dan
Tidak busuk, rata dan
kepala bunga bersatu kepala bunga bersatu
(kompak)
Tidak busuk, tidak
rata, kepala bunga
tidak bersatu
2) Pasar
Pasar
terdiri
dari
pasar
induk/tradisional
dan
pasar
modern/supermarket yang tersebar di daerah Cipanas, Sukabumi, dan
Jabotabek.
3) Pemangku kepentingan (Stakeholder)
1. Petanil kelompok Tani
Kelompok tani brokoli terdiri dari 3 kelompok besar yang
menyebar di daerah Cipanas. Masing-masing kelompok terdiri dari
kurang lebih 45 orang.
2.
Bandar dan UD
Terdiri dari tiga bandar dan 25 UD yang tersebar di Kecamatan
Pacet dan Cipanas.
3.
Sub Terminal Agribisnis (STA)
Sub terminal Agribisnis
(STA)
adalah
institusi pelayanan
pemasaran di pasar produsen pada daerah sentra produksi yang
berfungsi
sebagai tempat transaksi produk pertanian yang
berkualitas, tempat distribusi, sumber infor~nasi dan promosi,
tempat perolehan sarana produksi, wadah pembinaan peningkatan
kualitas (grading,sortasi dan pengemasan).
Tujuan pembangunan STA di Cipanas adalah:
(1)
Mernperlancar dan meningkatkan efisiensi pemasaran.
(2)
Mmeningkatkan nilai tarnbah produk pertanian dan posisi
tawar petani.
(3)
Mempersingkat rantai tataniaga atau pemasaran.
(4)
Mengubah pola sistem usaha petani ke arah pola usaha
agribisnis.
(5)
Mendidik petani produsen untuk meningkatkan mutu produk
pertanian yang dihasilkan melalui persiapan jaminan mutu
dan keamanan pangan.
(6)
Membangun jaringan kerja pemasaran.
(7)
Salah satu sumber pendapatan asli daerah.
Fasilitas yang tersedia di STA adalah:
(1)
Bangunan utama yang berfungsi sebagai tempat transaksi
seperti lelang, penjualan langsung, pelatihan serta tempat
promosi.
(2)
Tempat parkir yang cukup luas dan aman.
(3)
Akses jalan yang mudah dan lancar.
(4)
Tempat bongkar muat yang memadai dan aman.
(5)
(6)
Gudang dan fasilitas penyimpanan dengan ruang pendingin.
(7)
(8)
Sarana informasi seperti telepon, farimile, internet.
Peralatan sortasi dan pengemasan.
Perkantoran.
(9) Bak sampah sebagai fasilitas pengolah limbah.
Fungsi sub terminal agribisnis antara lain mencakup:
(1)
Menyediakan produk pertanian baik segar maupun olahan
secara lengkap dengan volume yang besar dan dengan
pasokan yang kontinu.
(2)
Membantu petani produsen dalam memasarkan komoditas
pertanian dengan harga yang wajar dan terciptanya pasar bagi
komoditas pertanian.
(3)
Membantu pedagang memperoleh pasokan yang cukup dan
kontinyu untuk berbagai komoditas yang diinginkan.
(4)
Sebagai sumber pendapatan asli daerah bagi pemerintah
daerah setempat.
(5)
Sebagai tempat pelatihan atau magang bagi para pelaku
bisnis.
(6)
Sebagai pusat
pembinaan
mutu hasil
pertanian
dan
peningkatan nilai tambah.
(7)
Sebagai sistem transaksi penjualan cepat.
(8)
Sistem pembayaran yang lancar dan saling menguntungkan.
(9)
Pusat penampungan dan pendistribusian komoditas pertanian.
(10) Pusat informasi hasil pertanian.
(1 1) Arena promosi bagi komoditas pertanian unggulan.
Berdasarkan hasil wawancara dan klarifikasi pejabat STA
diperoleh infomasi bahwa STA Cigombong, Cianjur belum
berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun sudah beroperasi dan
ada transaksi setiap harinya tetapi' masih jumlah yang terbatas
karena banyak perusahaan dagang swasta (UD) yang lebih efisien
menyalurkan hasil kemasannya dan mendistribusikan langsung ke
Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi.
Pengembangan STA di Cianjur sebenarnya telah memenuhi empat
syarat faktor penggerak pembangunan, yaitu sumberdaya alam atau
bangunan
fisik
yang
memadai,
mempersiapkan
kapasitas
sumberdaya inanusia (SDM) melalui pelatihan-pelatihan baik
kepada aparat dinas maupun sarjana pendamping, teknologi
penanganan pasca panen. Dilengkapi juga dengan alat pasca panen
dan ruang pendingin
serta modal awal bagi bergulirnya
kelembagaan STA yaitu adanya Bantuan Langsung Masyarakat
(BLM) untuk menjalankan STA.
Beberapa permasalahan pokok yang dihadapi bagi beroperasinya
STA antara lain adalah:
(I)
Kurang disiapkannya secara sungguh-sungguh kelembagaan
atau organisasi pengelolanya.
(2)
Proses pembentukan kelembagaan pengelola tidak melalui
proses sosial yang matang.
(3)
Tugas, fungsi serta hak dan kewajiban masing-masing tidak
dirumuskan secara terperinci
(4)
Masalah manajemen, belum ada sistem pengelolaan yang
dipandang tepat, manajer yang profesional, belum transparan,
job description belum jelas, pembagian untung belum jelas.
(5)
Manajer STA umumnya adalah orang-orang yang tergabung
dalam AMC yang telah memiliki usaha pribadi yang telah
berjalan dengan baik, sehingga ketika merangkap sebagai
manajer
STA
timbul
permasalahan
dalam
memilah
kepentingan pribadi sebagai pedagang dan pengelola STA.
c.
Kemitraan
Kemitraan terjalin antara petani dengan bandar dengan mekanisme
dimana petani menanam brokoli dengan usahatani sendiri. Saat tanaman
brokoli sudah berumur sekitar dua bulan, dan ketika petani membutuhkan
dana untuk berbagai kebutuhannya maka bandar akan mulai menawar
tanaman brokoli dengan cara sistem panjar. Sisanya dibayar oleh bandar
pada saat panen dengan mengkalkulasikan perolehan produksi dengan
tingkat harga jual yang berlaku saat transaksi tersebut.
Kemitraan juga dapat terjalin antara petani dengan pedagang input
usaha tani (pupuk, obat-obatan) seperti kios saprotan dan pestisida.
Mekanisme kerjasama terjalin karena kesepakatan kedua belah pihak. Petani
dapat rnembayar secara cicilan atau dibayar pada waktu panen dengan
adanya penetapan bunga yang kecil. Kerjasama yang terjadi relatif mudah
dan sederhana dengan dasar saling percaya. Petani juga dapat membayar
tunai dengan prinsip langganan.
6.3.2. Manajemen Rantai
Manajemen rantai terdiri dari struktur manajemen, pemilihan mitra,
kesepakatan kontraktual, sistem transaksi dukungan kebijakan dan permodalan.
a.
Struktur Manajemen
Pada rantai pasokan Brokoli Cipanas, anggota rantai pasok mulai
dari petani, bandar dan UD belum menggunakan koordinasi dan strategi
rantai pasokan yang baik. Petani bertindak sebagai produsen yang tugasnya
adalah menanam dan ~nenbudidayakanBrokoli. UD dan bandar membeli
hasil panen Brokoli dari petani, melakukan proses sortasi, grading dan
pengemasan kemudian menjualnya ke konsumen. Tindakan ini berjalan
secara alami tanpa ada strategi atau perencanaan khusus.
b.
Pemilihan Mitra
Kriteria yang dipakai dalam pemilihan petani pada rantai pasokan
brokoli adalah petani mampu memproduksi brokoli sesuai dengan kualitas
yang diinginkan dan sanggup memasok secara kontinu. Sedangkan untuk
pemilihan UD dan ritel kriteria yang dipakai adalah memiliki reputasi yang
baik dalam ha1 kepastian pembayaran.
c.
Kesepakatan Kontraktual
Penjualan dan pembelian membutuhlcan sistem perjanjian agar
tidak saIing merugikan di antara kedua belah pihak.
Dala~nmengeloia
rantai pasok Brokoli ini, masing-masing UD mempunyai dua bentuk
perjanjian yaitu perjanjian secara tertulis dan tidak tertulis yang bersifat
kekeluargaan.
Antara petani dengan UD dan bandar dengan UD yang
dilakukan adalah perjanjian tidak tertulis
Bentuk kerja sama antara UD dengan ritel dan pengusaha borongan
dilakukan secara tertulis. Keseluruhan perjanjian diatur dalam perjanjian
kerja sama yang ditandatangani oleh kedua belah pihak namun jarang
diperbaharui setiap tahun. Hal ini sering menimbulkan kerugian bagi pihak
prosesor baik bandar maupun UD sebagai pihak distributor.
Sistem kontrak berdasarkan kuantitas, kualitas, dan harga. UD
menyediakan brokoli sesuai dengan jumlah pesanan, kualitas produk.
Penentuan harga disesuaikan dengan masing-masing ritel, namun rata-rata
harga penjualan produk selama tahun 2008 berkisar Rp.9.000,OO sampai
Rp.18.000,OO per kilogram. Penentuan harga untuk Giant didasarkan pada
pajak.
d.
Sistem Transaksi
Sistem transaksi antara UD dengan petani dilakukan dengan sistem
kredit. Pembayaran ada yang dilakukan seminggu atau sebulan setelah
produk diambil. Sistem transaksi dari UD dengan ritel ada yang dilakukan
dengan sistem beli putus kredit artinya setelah proses transaksi selesai maka
tidak ada kewajiban bagi UD selaku perusahaan pemasok terhadap
konsumen maupun sebaliknya. Sedangkan pembayaran dilakukan setiap
satu bulan sekali. Ada juga sistem beli kredit yang terikat. Begitu juga
halnya dengan pembelian bahan pengemasan pada anggota sekunder dalam
rantai pasok, juga dilakukan dengan sistem kredit. Pembayaran dilakukan
sebulan sekali, sedangkan untuk pembelian yang tidak pada pemasok tetap
dilakukan dengan sistem cash.
e.
Dukungan Kebijakan
Kabupaten Cianjur ditetapkan sebagai kawasan agropolitan dalam
Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 1997, tentang Rancangan Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Nasional dimana kawasan Puncak ditetapkan sebagai
kawasan andalan dengan sektor pertanian, serta Keputusan Presiden No.114
tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur
(Bopunjur) yang menetapkan
kawasan Bopunjur sebagai kawasan
konservasi tanah dan air.
Berdasarkan SK Menteri Pertanian No.3 12iTU.210/A/X/2002, SK
Gubernur No.660/39/Dalprog/2002: dan SK Bupati No.521.3 Kep 175-PC
2002 cakupan wilayah kawasan agropolitan Cianjur meliputi Kecamatan
Pacet dan Cipanas sebagai kecamatan inti (wilayah inti pengembangan) dan
Kecamatan
Cugenang
(penunjang).
Secara
dan
Sukaresmi
fungsional
sebagai wilayah
program
hinterland
pengembangan
kawasan
agropolitan hanya berlangsung di kecamatan inti yaitu Kecamatan Pacet dan
Cipanas.
Beberapa
program
pembangunan
infrastruktur
yang
telah
dilaksanakan di kawasan agropolitan di antaranya adalah pembangunan
gedung pengelola kawasan agropolitan, infrastruktur transportasi, jalan
usaha tani, infrastruktur pengairan ke hamparan petani, packing house yang
berfungsi sebagai tempat penanganan pasca panen dan Sub Terminal
Agribisnis (STA) Cigombong yang dilengkapi cold storage.
Setelah agropolitan, intensitas penyuluhan pertanian termasuk
kepada petani brokoli mengalami peningkatan, baik kunjungan penyuluh
pertanian ke petani, pelatihan bagi petani, temu usaha dengan pihak swasta,
studi banding maupun peta percontohan keberhasilan pengembangan
brokoli di Lembang.
Meningkatnya pelaksanaan penyuluhan pertanian belum signifikan
meningkatkan produktivitas karena keterbatasan permodalan petani Brokoli
berusaha tani. Rendahnya modal petani mengakibatkan pelaksanaan
penyuluhan pertanian menjadi kurang efektif. Kurangnya modal menjadi
alasan petani untuk mengurangi dosis pupuk dan menggunakan bibit sesuai
kemampuan modal. Program agropolitan dalam kenyataannya tidak
meningkatkan akses petani terhadap permodalan. Pinjaman hanya diberikan
kepada sebagian kecil kelompok tani. Prosedur pinjaman kepada perbankan
cukup sulit karena sebagai petani penggaraplpenyewa tidak mempunyai aset
sebagai agunan. Sedangkan petani yang mempunyai lahan luas tidak
memiliki kelengkapan surat-surat bukti kepemilikan tanah.
f.
Permodalan
Budidaya brokoli merupakan usaha agribisnis yang memerlukan
banyak modal. Aspek permodalan pada rantai pasokan brokoli masih
banyak menghadapi kendala. Pembiayaan khususnya di sektor pertanian
masih cukup sulit karena bagi pihak perbankan pertanian merupakan sektor
yang berisiko tinggi. Selain itu, dilihat dari aspek kelayakan usaha (kondisi
fisik, sarana produksi dan penjualan) masih banyak permasalahan. Petani
hanya mengandalkan pinjaman bandar.
6.3.3. Proses Bisnis Rantai
Proses bisnis rantai terdiri dari pola distribusi, pendukung anggota rantai,
perencanaan kolaboratif, penelitian kolaboratif, jaminan identitas merek, dan
proses membangun kepercayaan.
a.
Pola Distribusi
Pola distribusi yang dibangun oleh anggota rantai pasokan memiliki pola
yang berbeda. Pola tersebut dibangun berdasarkan sasaran pasar brokoli.
Adapun pola distribusi rantai pasokan Brokoli adalah sebagai berikut:
1) Pola Rantai pasok pola dagang umum dengan tujuan pasar
tradisionallpasar induk
(petani
+ bandar + pasar induklpasar tradisional)
Petani akan mengantarkan brokoli yang sudah dipanen ke gudang
bandar.
Bandar membersihkan dan mengklasifikasikan brokoli
menjadi tiga yaitu A, B dan C. Brokoli dengan kualitas C dan sebagian
kualitas B akan dibawa oleh pedagang pengumpul untuk dibawa ke
pasar induk tanpa dilakukan pengemasan.
2) Pola rantai pasok dalam kerangka pengembangan STA
(petani
+ bandar + STA + pasar tradisionallsupemarket)
Brokoli yang dikumpulkan di gudang bandar, dibawa ke STA
Cigombong oleh bandar untuk diproses lebih lanjut. Brokoli akan
diperiksa, setelah itu dibersihkan dan dilakukan pengklasifikasian.
Brokoli dengan kualitas A dan sebagian kualitas B yang sudah dikemas
akan disimpan terlebih dahulu. Setelah itu akan dibawa ke supermarket
dan restoran. Sedangkan untuk kelas C akan dibeli oleh pedagang
pengumpul untuk dibawa ke pasar induk. Mekanisme pengelolaannya
dicantumkan pada Gambar 21.
Brokoli
Pembersihanlpencucian
Sortasi dan grading
I
1
Produk terjual
1
Produk tidak terjual
Penyimpanan sementara
(Cold Storage)
Gambar 20. Mekanisme pengelolaan Brokoli di STA Cigombong
3) Pola rantai pasok dengan tujuan pasar modernlsupermarket
(petani 3 bandar
UD pasar modern)
+ +
Petani akan membawa brokoli ke gudang bandar. Setelah itu brokoli
akan dibersihkan dan diklasifikasikan. Kualitas A dan sebagian kualitas
B dibawa ke gudang UD. Namun brokoli yang dibawa ke gudang UD
tergantung pada kesepakatan. Apabila dalam kontrak, pengeinasan
pengangkutan dilakukan oleh bandar maka brokoli yang dibawa oleh
bandar ke gudang UD adalah brokoli yang sudah dikemas. Apabila
dalam kontrak, pengemasan dan pengangkutan dilakukan pihak UD
maka brokoli yang dibawa adalah brokoli yang belum dikemas dan
diangkut sendiri oleh pihak UD.
b.
Pendukung Anggota Rantai
Ada beberapa faktor-faktor pendukung anggota rantai yaitu pelatihan, dan
STA yang difasilitasi oleh pemerintah.
1)
Pelatihan
Pelatihan yang diadakan oleh pemerintah selama ini baru ditujukan buat
Pengelola UD. Pelatihan yang ditujukan untuk mengasah manajemen
agribisnis. Namun pelatihan ini belum diadakan secara rutin, masih bersifat
insidental.
2)
Sub Terminal Agribisnis
Lembaga Manajemen Agribisnis Hortikultura ditempatkan Dinas Pertanian
di daerah sentra produksi hortikultura. Fasilitas yang tersedia di STA
adalah:
(1) Bangunan utama yang berfungsi sebagai tempat transaksi seperti
lelang, penjualan langsung, pelatihan serta tempat promosi.
(2) Tempat parkir yang cukup luas dan aman.
(3) Akses jalan yang mudah dan lancar.
(4) Tempat bongkar muat yang memadai dan aman.
(5) Gudang dan fasilitas penyimpanan dengan ruang pendingin.
(6) Peralatan sortasi dan pengemasan.
(7) Sarana informasi seperti telepon, farimile, internet.
(8) Perkantoran.
c.
Perencanaan Kolaboratif
Salah satu wadah yang telah memulai aktivitas kerjasama dan kesatuan visi
adalah Asosiasi Manajemen Agribisnis Cianjur (AMC). AMC merupakan
perkumpulan UD yang ada di Kabupaten Cianjur.
d.
Penelitian Kolaboratif
Selain memberikan pelatihan kepada petani pemerintah juga mendukung
pertanian
brokoli
dengan
melakukan
penelitian-penelitian
untuk
meningkatkan produktifitas dan pengendalian hama melalui BPPT.
Penelitian yang dilakukan sampai tahun 2008 telah menghasilkan benih
brokoli unggulan, diantaranya adalah varietas Royal Green.
e.
Jaminan Identitas Merek.
Brokoli yang diproduksi petani tidak diberi merek. Setelah masa panen,
petani langsung memasarkan ke bandar dengan tidak memberikan merek.
Pemberian merek dilakukan oleh UD. Hal ini menyebabkan konsumen
mengalami kesulitan dalam mencari sumber informasi produsen atau dari
mana brokoli itu dihasilkan.
j:
Trust buildirtg
Proses membangun kepercayaan merupakan proses menumbuhkan saling
kepercayaan antara anggota rantai pasokan sebagai modal kerjasama.
Hubungan kepercayaan yang lemah dapat menyebabkan kengganan untuk
menjalin kerjasama, transfer informasi menjadi terhambat. Adanya
ketidakpercayaan menyebabkan salah satu pihak dalam rantai pasokan
berusaha untuk mendapatkan keuntungannya sendiri. Proses membangun
kepercayaan di dalam rantai pasokan brokoli Cipanas berjalan melalui
berbagai pertemuan informal yang dilakukan. Antara petani, bandar, Usaha
Dagang dan Rite1 dapat bekerjasama dengan baik tanpa adanya kesepakatan
kontraktual yang mengikat.
6.3.4. Kunci Sukses
Kunci sukses berkembangnya bisnis brokoli di Cipanas adalah adanya
kepercayaan dan kekeluargaan, kerjasama dan kondisi alam yang mendukung.
a.
Kepercayaan dan Kekeiuargaan
Usaha brokoli yang berkembang di Pacet dan Cipanas dipengaruhi oleh
tingginya tingkat kepercayaan dan kekeluargaan di masing-masing anggota
rantai pasokan.
b.
Kerjasama
Kerjasama yang terjalin antar anggota rantai memberikan pengaruh terhadap
jaringan rantai. Sehingga komoditi brokoli Cipanas semakin eksis di pasar
dalam negeri terutalna pasar Jabodetabek. Kerjasama sesama petani
memberikan
pengaruh
membudidayakan Brokoli.
semakin
banyaknya
petani
yang
dapat
c.
Kondisi Alam
Budidaya brokoli semakin banyak. berkembang di Cipanas karena kondisi
alam Cipanas yang sangat mendukung, sehingga menjamin pasokan untuk
pasar tetap selalu ada.
6.3.5. Analisa Nilai Tamball
a.
Analisis Nilai Tambah Petani
Tabel 40 menunjukkan bahwa petani memperoleh rasio nilai
tambah yaitu 16,67 %. Sedangkan rate keuntungan yang diperoleh oleh
petani sebesar 11,67 %. Kondisi ini menjelaskan bahwa petani hanya
mendapatkan keuntungan yang masih sedikit dibandingkan pelaku yang
lain.
Tabel 40. Perhitungan Nilai Tambah Petani
No
Variabel
Nilai
Output, Input, harga
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
'I
l2
l3
b.
Outuutltotal produksi (kdperiode)
Inpit bahan baku (kg/peribde)
Input tenaga kerja (jamlperiode)
Faktor konversi
Koefesien tenaga kerja
Harga produk (Rplkg)
Upah rata-rata tenaga keria per jam (Rpljam)
Pendapatan dan Keuntungan
Harga input bahan baku (Rpkg)
Sumbangan input lain (Rpkg)
Nilai produk (Rplkg)
a. Nilai tambah (Rplkg)
b. Rasio nilai tambah (%)
a. Pendapatan tenaga kerja (Rplkg)
b. Imbalan tenaga kerja (%)
a. Keuntungan (Rplkg)
b. Tingkat keuntungan (%)
450
500
30
0,9
0,06
4000
3000
3000
0
3600
600
1667
180
30
Analisis Nilai Tambah Bandar/Usaha Dagang
Bandar dan UD melakukan proses sortasi, grading dan pengemasan
pada brokoli yang diterimanya dari petani. Tidak melakukan pengolahan
lebih lanjut, sehingga nilai tambah yang dihasilkan juga tidak terlalu tinggi.
Harga inpzrf bandar adalah harga yang dibayarkan koperasi kepada petani,
sedangkan harga output adalah harga yang diterima bandar dari pembeli.
Pada Tabel 41 menunjukkan bahwa nilai tambah yang didapatkan oleh
bandar cukup besar yaitu 41,32%. Sedangkan tingkat keuntungan juga
cukup besar yaitu 40,80%. Keuntungan yang didapatkan bandar lebih tinggi
dari petani.
Tabel 41. Nilai Tambah Bandar
No
I
2
3
4
5
6
7
8
9
10
II
l2
l3
c.
Variabel
Orttput, Input, harga
Outptrtltotal produksi (kglperiode)
inpit bahan baku (kdperibde)
~nbuttenaga kerja(jiAperiode)
Faktor konversi
Koefesien tenaga kerja
Harea ~roduk(R~lks)
-*
Upah rata-rata tenaga kerja per jam (Rpljam)
Pendapatan dan Keuntungan
Harea inutrt bahan baku (R~/ke)
sumbangan input lain (dp/kgY
Nilai produk (Rplkg)
a. Nilai tambah (Rplkg)
b. Rasio nilai tambah (%)
a. Pendapatan tenaga kerja (Rplkg)
b. Imbalan tenaga kerja (%)
a. Keuntungan (Rplkg)
b. Tingkat keuntungan (%)
-.
\
.
Nilai
3200
4000
2500
4000
Nilai Tambah Rite1
Dari perhitungan nilai tambah di atas dapat diketahui bahwa ritel
memperoleh rasio nilai tambah yaitu 48,49 %. Sedangkan rate keuntungan
keuntungan atau nilai tambah bersih yang diperoleh oleh ritel sebesar
47,26%. Kondisi ini menjelaskan bahwa ritel mendapatkan keuntungan
paling tinggi dalam rantai pasokan Brokoli (Tabel 42).
Tabel 42. Perhitungan Nilai Tambah Ritel
No
Variabel
Nilai
Output, Input, harga
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
l2
l3
d.
O~ltputltotalproduksi (kglperiode)
Inpnrr bahan baku (kglperiode)
Input tenaga kerja (jamiperiode)
Faktor konversi
Koefesien tenaga kerja
Harga oroduk (Rvlke)
. . -.
upah rita-rata tenaga kerja per jarn(Rp1jam)
Pendapatan dan Keuntungan
Hzga inpnrt bahan baku (Rpkg)
sumbangan input lain ( R ~ & )
Nilai produk (Rplkg)
a. Nilai tambah (Rplkg)
b. Rasio nilai tambah (%)
a. Pendapatan tenaga kerja (Rplkg)
b. Pangsa tenaga kerja (%)
a. Keuntungan (Rpikg)
b. Tingkat keuntungan (%)
2000
2100
112
0,952
0,533
19000
4200
9000
Analisis Distribusi Nilai Tambah
Analisis distribusi nilai tambah dianalisis untuk melihat proporsi
sekaligus membandingkan persentase nilai tambah masing-masing pelaku
dengan nilai tambah total pada sepanjang rantai pasokan Brokoli. Nilai
tambah tersebar didapat oleh Ritel yang menikmati lebih dari 62%
dibandingkan dengan total nilai tambah pada produk sayuran Brokoli.
Anaiisis distribusi nilai tambah dapat dilihat pada Tabel 43.
Tabel 43. Distribusi nilai tambah rantai pasok sayuran Brokoli
No
Pelaku
1
2
3
Petani
Bandar
Rite1
Total
Harga
input/kg
Rv 3,000
Rp 41000
Rp 9,000
Biaya
input
laidkg
Rv 180
262
Rp 544
~b
Harga
outputkg
Nilai
tambahlkg
Rp 4,000
9,000
Rp 19,000
Rp
~b
820
4,738
Rp 9,456
Rp 15,014
~p
Persentase
nilai
tambah
5.46%
31.56%
62.98%
100.00%
BAB VII. DESAIN METRIK PENGUKURAN KINERJA
RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR MODEL
DAN FUZZY AHP
Metode pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi
dikembangkan berdasarkan aspek-aspek kornpetitif yang perlu dimiliki oleh rantai
pasok sayuran dataran tinggi agar dapat memenangi persaingan. Metode tersebut
diawali dengan merancang metrik kinerja rantai pasok, nienganalisis kinerja,
menentukan kinerja pemsahaan yang dikehendaki pada waktu mendatang dan
merancang strategi peningkatan kinerja rantai pasokan pada masa mendatang.
Menurut Aramyam
et
al. (2006), pengembangan sistem pengukuran
kinerja rantai pasok perlu mempertimbangkan karakter-karakter khusus dari rantai
pasok yang akan diukur. Secara umum terdapat dua jenis rantai pasok produk
pertanian yaitu 1) rantai pasok produk pertanian segar dan 2) rantai pasok produk
olahan pertanian. Penelitian ini fokus pada rantai pasok produk pertanian segar.
Menurut Vorst (2000) dan Spiegel (2004) dalam Aramyam ef al. (2006), aspekaspek khusus yang perlu dipertimbangkan dalam rantai pasok pertanian segar
adalah : 1) Mudah rusak dan perubahan tingkat kualitas produk sepanjang rantai
pasok; 2) Waktu produksihudidaya yang lama; 3) Produksi musiman; 4)
Membutuhkan moda transportasi dan fasilitas penyimpanan yang terkondisi; 5)
Kuantitas dan kualitas produk sangat dipengaruhi oleh banyak variabel seperti
cuaca, hamalpenyakit, dan lainnya; 6) Bulky; 7) Sensitif dengan isu-isu
lingkungan; 8) Ditentukan oleh atribut fisik produk seperti rasa, warna, ukuran,
tekstur, dan lainnya; 9) Kenyamanan saat dikonsumsildimakan; 10) Keamanan
produk; dan 11) Persepsi kualitas.
Menurut Aramyam et al. (2006), aspek kualitas produk dan lingkungan
mempunyai dampak paling besar dalam kinerja rantai pasok produk pertanian
secara keseluruhan. Karena itu, dalam mengembangkan sistem pengukuran
kinerja rantai pasok produk pertanian, indikator yang menggambarkan aspek
kualitas produk dan proses adalah sangat relevan dan bersama-sama dengan
indikator-indikator finansial dan non-finansial lainnya tergabung dalam satu
sistem pengukuran kinerja. Dalam penelitian ini, aspek kualitas atau kesesuaian
dengan standar kualitas merupakan salah satu indikator yang dimasukkan dalam
penyesuaian metrik kinerja dengan pendekatan model SCOR.
7.1. Proses Bisnis Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi
Dengan menggunakan suatu definisi tertentu yang telah disediakan oleh
SCOR, maka mampu memudahkan perusahaan untuk memodelkan dan
mendeskripsikan proses bisnis rantai pasokan yang terjadi. Menurut Supply Chain
Council (2006), dalam SCOR Model proses-proses rantai pasokan tersebut
didefinisikan ke dalam lima proses yang terintegrasi, yaitu perencananaan
(PLAN), pengadaan (SOURCE), produksi (MAKE), distribusi (DELIVER), dan
pengembalian (RETURN). Pada rantai pasok sayuran dataran tinggi, proses bisnis
tersebut disesuaikan terdiri dari perencanaan (PLAN), pengadaan (SOURCE),
budidaya (MAKE), pengolahan (PROCESS), pengiriman (DELIVER).
1) Perencanaan (PLAN)
Proses ini merupakan proses untuk merencanakan rantai pasokan mulai dari
mengakses sumber daya rantai pasokan, merencanakan penjualan dengan
mengagregasi besarnya permintaan, merencanakan penyimpanan (inventory)
serta distribusi, merencanakan produksi, merencanakan kebutuhan bahan
'
baku, merencanakan pemilihan suplier, dan merencanakan saluran penjualan.
Perencanaan diarahkan untuk pengembangan strategi dalam mengatur seluruh
sumberdaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang dapat
memberikan kepuasan kepada konsumen.
2) Pengadaan (SOURCE)
Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan keperluan pengadaan
bahan baku (material) dan pelaksanaan outsource. Proses ini meliputi kegiatan
negosiasi, komunikasi, penerimaan barang, inspeksi dan verifikasi barang,
hingga pada pembayaran (pelunasan) barang ke pemasok. Umumnya proses
ini dilakukan oleh bandar, usaha dagang dan koperasi dengan menjalin
kerjasama dengan petani baik secara individu maupun kelompok yang
dipercaya dapat lneinasok produk yang dibutuhkan sesuai dengan standar
mutu. Manajemen pengadaan mencakup penentuan harga, dan pengiriman,
pembayaran kepada pemasok (kelompok tanilpetani) dan menjaga dan
meningkatkan hubungan baik. Harga ditetapkan melalui mekanisme pasar
dengan berpatokan pada pasar tujuan (pasar tradisionailpasar modern), dan
jalur rantai distribusi.
3) Budidaya (MAKE)
Budidaya merupakan faktor penentu terhadap kelangsungan rantai pasok.
Budidaya merupakan
proses produksi sayuran dataran tinggi
yang
membutuhan ketersediaan sarana produksi baik lahan, benih, pupuk, irigasi
dan lain-lain.
4) Pengiriman (DELIVER)
Pengiriman merupakan sebuah proses bisnis yang melibatkan pergerakan fisik
dari produk sayuran dataran tinggi yang berada dalam satu jalar rantai pasok.
Manajemen pengiriman barang didahului komunikasi pendahuluan terutama
informasi tentang harga, jumlah, kualitas dan frekuensi yang harus dikirimkan.
Proses tawar menawar dan negosiasi sering dilakukan melalui telepon.
5) Pengolahan (PROCESS)
Kegiatan pengolahan mencakup kegiatan produksi, sortasi, pengemasan,
pelabelan dan persiapan pengiriman.
Sortasi menjadi bagian penting yang
harus dilakukan karena tingkat kualitas ditujukan ke pasar berbeda-beda.
7.2. Faktor Peningkatan Kinerja
1) Nilai tambah
Nilai tambah produk pada masing-masing pelaku rantai pasok sayuran dataran
tinggi berbeda-beda, bergantung pada aktifitas pengolahanlpengemasan yang
dilakukan. Sebagai gambaran, nilai tambah produk Brokoli pada petani di
Cipanas berbeda dengan nilai tambah produk Paprika pada petani di Pasir
Langu karena petani Brokoli melakukan aktifitas pengolahan pasca panen
yaitu proses trinznling pada Brokoli. Besarnya nilai tambah produk menjadi
salah satu faktor penentu tingkat kesejahteraan para pelaku rantai pasok.
2) Risiko
Risiko merupakan ha1 penting untuk diperhitungkan agar dalaln rantai pasok
tidak lnenanggung kerugian hanya di satu pihak. Risiko yang diterima pada
setiap anggota rantai pasok berbeda-beda. Pada petani, risiko yang dihadapi
adalah gaga1 panen yang disebabkan oleh keadaan alam dan pengembalian
produk oleh perusahaan dari petani.
Risiko tersebut sepenuhnya masih
ditanggung oleh petani. Pada tingkat prosesor dan ritel, risiko yang paling
umum adalah tidak terjualnya keseluruhan produk.
3) Kualitas
Kualitas merupakan salah satu faktor penting dalam manajemen rantai pasok
sayuran dataran tinggi untuk mendukung strategi akan diferensiasi, biaya
rendah, dun respons cepat. Peningkatan kualitas membantu pelaku rantai
sayuran dataran tinggi pasok meningkatkan penjualan dan mengurangi biaya,
yang keduanya akan meningkatkan keuntungan. Peningkatan penjualan sering
terjadi saat para pelaku rantai pasok sayuran dataran tinggi mempercepat
respons, merendahkan harga jual sebagai hasil dari skala ekonomis, dan
memperbaiki reputasi terhadap produk yang berkualitas. Sama halnya, kualitas
yang diperbaiki menyebabkan biaya turun karena perusahaan meningkatkan
produktifitas dan menurunkan rework, bahan yang terbuang (scrap), dan biaya
garansi.
7.3. Atribut dan Metrik Pengukurau Kinerja Rantai Pasok Sayuran Dataran
Tinggi
Suatu metrik dapat digunakan sebagai kriteria atau indikator yang
menggambarkan suatu kondisi atau performa suatu manajemen rantai pasok.
Metrik merupakan ukuran derajat kuantitatif dari atribut teltentu pada suatu
sistem, komponen, atau proses. Melalui proses pengukuran, dapat memberikan
indikasi dari pengembangan secara kuantitatif mengenai jumlah, dimensi,
kapasitas atau ukuran dari beberapa atribut produk atau proses.
Dalam menentukan daftar metrik, beberapa ha1 yang harus diperhatikan
yaitu bahwa metrik harus komplit, berhubungan dengan variabel bebas, praktis,
dan metrik menipakan kriteria yang popular untuk perbandingan di pasar. Selain
itu merupakan proses yang dapat diulang (repeatable), dan harus sesuai dengan
aktifitas proses yang dilakukan oleh perusahaan. Karena itu, tidak semua metrik
yang diberikan digunakan untuk pengembangan Supply Chain Operation
Reference(SC0R).
Dalam metode SCOR versi 6.0, metrik-metrik untuk
mengukur perfonna perusahaan merupakan kesepakatan yang telah ditetapkan
oleh Supply Chain Council. Metrik tersebut terbagi ke dalam dua tujuan. Tujuan
pertama menerangkan metrik yang diinginkan oleh pasar (custornerleksternal),
sedangkan tujuan kedua menerangkan metrik yang dihadapi oleh perusahaan serta
pemegang saham (internal). Uraian metrik dalam metode SCOR, disajikan pada
Tabel 44.
Tabel 44. Metrik Level 1 dan Atribut Perfonna SCOR
Metrik Level 1
Atribut Kineria
Eksternal (Custon~er)
Internal
Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset
x
x
Pemenuhan Pesanan
Kinerja pengirman
Kesesuaian dengan
..n
standar mutu
Siklus Pemenuhan
Pesanan
Lead time pemenuhan
pesanan
Fleksibilitas Rantai
Pasok
Biaya SCM
Siklus Cash-to-Cash
Inverztory days of supply
Sumber: Supply Chain Council 2006, Disesuaikan
-
X
%,
,,
Y
*
x
x
x
Metrik kinerja pengiriman, pemenuhan pesanan, dan kesesuaian dengan
standar adalah metrik yang menerangkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi permintaan konsumen. Pemenuhan permintaan secara sempurna
tersebut meliputi ketepatan jenis produk yang dipesan, ketepatan waktu
pengiriman, ketepatan jumlah pengiriman, kesesuaian dengan persyartan mutu
yang diminta, ketepatan tempat pengiriman, dan ketepatan dokumentasi data
pengiriman.
Metrik kesesuaian dengan standar mutu merupakan metrik baru yang
ditambahkan dalam SCORcard level 1 ini karena karakteristik produk pertanian
yang berbeda dengan produk manufaktur lainnya. Sama halnya dengan produk
pertanian secara umum, sayuran dataran tinggi mempunyai karakteristik
perishable atau rnudah rusak, bahkan laju kerusakan sayuran dataran tinggi dapat
terjadi dalam hitungan jam. Metrik kesesuaian dengan standar mutu mencakup
aspek-aspek seperti keamanan dan kesehatan produk, sensorik dan penampakan,
serta keterandalan produk dan kenyamanan.
Bagi industri sayuran dataran tinggi, performa metrik tersebut sangat
penting untuk membangun kepercayaan (reliabilitas) pada pelanggan. Semakin
baik citra reliabilitas para pelaku rantai pasok yang dibangun, semakin baik pula
tingkat kepercayaan atau trust building yang diberikan oleh pelanggan.
Manajemen rantai pasok akan berlangsung dengan baik dan lancar ketika trust
building diantara anggota rantai pasok terbangun dengan baik. Untuk itu, perlu
dipertimbangankan metrik ini sebagai salah satu acuan peningkatan manajemen
rantai pasok perusahaan.
Metrik siklus pemenuhan pesanan atau order furfillnrent cycle time
menerangkan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk memenuhi
permintaan konsumen mulai dari pemasok hingga ke tangan konsumen. Dengan
demikian metrik tersebut meliputi siklus waktu dari pemasok (solirce), siklus
waktu produksi (make), dan siklus pengiriman produk (deliver). Semakin cepat
siklus waktu pemenuhan pesanan, semakin responsif pula bagi perusahaan dalam
melayani permintaan konsumen dengan baik. Metrik ini sangat penting agar
pesanan sayuran dataran tinggi dari konsumen dapat segera dilayani dalam waktu
yang relatif singkat. Kecepatan merupakan faktor penting penentu daya saing
khususnya dalam memenuhi permintaan konsumen.
Metrik fleksibilitas rantai pasok atas atau upside supply chain flexibility
adalah metrik yang menerangkan kemampuan perusahaan dalam melayani
peningkatan pesanan yang tak terduga sebesar 20%. Fleksibilitas disini meliputi
kemampuan pemasok untuk menyediakan tambahan pasokan sebesar 20%,
kemampuan produksi untuk meningkatkan produksi sebesar 20%, serta
kemampuan peningkatan distribusi sebesar 20%. Dalam penjualan sayuran
dataran tinggi, permintaan pasar yang timbul sangat fluktuatif. Angka 20%
tersebut merupakan rata-rata tingkat fluktuasi perubahan permintaan pasar.
Mendekati hari-hari besar, pada umumnya permintaan pasar melonjak cukup
tinggi, sehingga diperlukan tingkat responsifitas yang tinggi dari para pelaku
rantai pasok.
Metrik penyesuaian rantai pasok atas atau upside supply chain adaptability
menerangkan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan kapasitas penyediaan
produk dalam memenuhi permintaan pasar dalam kurun waktu 30 hari. Sebaliknya
metrik penyesuaian rantai pasok bawah atau downside supply chain adaptability
adalah penurunan kapasitas pesanan yang sanggup dihadapi oleh perusahaan tanpa
membuat tambahan biaya atau denda biaya yang terjadi dalatn kurun waktu 30
hari. Kedua metrik tersebut cukup penting untuk diperhatikan oleh para pelaku
rantai pasok sayuran dataran tinggi. Semakin baik nilai yang ditunjukkan kedua
metrik tersebut, sernakin fleksibel perusahaan dalam memenuhi permintaan
konsumen.
Metrik biaya manajemen rantai pasok atau supply chain management cost
menerangkan total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam melakukan
material handling mulai dari pemasok hingga ke konsumen. Setiap perusahaan
tentu memiliki nilai yang berbeda pada metrik ini. Namun, metrik tersebut dapat
dibandingkan dengan perusahaan lain jika biaya SCM yang dikeluarkan dibagi
dengan satuan jumlah sayuran dataran tinggi yang diproses. Tingginya biaya SCM
yang dikeluarkan mempengaruhi harga sayuran dataran tinggi yang dijual.
Metrik siklus cash to cash atau cash-to-cash cycle lime menerangkan
perputaran uang perusahaan mulai dari pembayaran bahan baku ke pemasok,
hingga pembayaran atau pelunasan produk oleh konsumen. Semakin singkat
siklus cash-to-cash perusahaan maka semakin cepat pula mendapatkan return
uang dari hasil penjualan. Sementara itu, metrik inventoiy days of supply
mengukur kecukupan persediaan dengan satuan waktu (hari) yang berarti lamanya
rata-rata (dalam hari) suatu pelaku rantai pasok bisa bertahan dengan jumlah
persediaan yang dimilikinya. Kinerja rantai pasok dikatakat~bagus jika lnampu
memutar asset dengan cepat.
Seperti yang telah di-jelaskan sebelumnya, bahwa metrik adalah variabel
kuantitatif bebas dari suatu sistem. Maka pada perhitungan metrik level 1 kinerja
rantai pasokan sayuran dataran tinggi, merupakan hasil dari perhitungan metrik
level 2 dan level 3. Metrik level 2 dan 3 merupakan breakdown dan penjabaran
dari metrik level 1. Penjabaran metrik perforrna rantai pasokan sayuran dataran
tinggi secara keseluruhan dijelaskan dalam Tabel 45.
Tabel 45. Tabel Hierarki Metrik Performa Rantai Pasokan Saung Mirwan
Atribut
Performa
Level 1
Petnenuhan
pesanan
Reliabilitas
Kinerja
Pengiriman
Kesesuaian
dengan standar
mutu dan
volume
Hierarki Level Metrik
Level 2
Level 3
% pemenuhan
Ketepatan jenis, Ketepatan jumlah
pesanan
Akurasi
Dokumentasi pengiriman,
dokumentasi
keluhan, dan waktu pembayaran
% pesanan terkirim
Ketepatan jadwal
Ketepatan waktu, Ketepatan lokasi
% kehilangan
beratlvolume
% pemenuhan
standar mutu
Siklus source
Responsivitas
Siklus
Pemenuhan
Pesanan
Siklus deliver
Lead time
pemenuhan
pesanan
Fleksibilitas
Siklus make
Fleksibilitas
Rantai Pasok
Waktu pengiriman
Fleksibilitas source
Fleksibilitas make
Fleksibilitas deliver
Biaya source
Biaya SCM
Biaya make
Biaya deliver
Biaya return
Siklus Cash-toCash
Aset Rantai
Pasok
I~~ventory
days
of ~ U P P ~
Waktu transfer, verifikasi, dan
validasi pembayaran
Waktu penyiapan material,
produksi, dan penyimpanan
Waktu pengemasan, verifikasi
pengiriman, pemuatan barang,
transportasi, dan verifikasi
Waktu pemesanan
Biaya Plan
Biaya Rantai
Pasok
Bebas kerusakan, penyakit, Return
Rentang hari
pembayaran utang
Rentang hari
pembayaran piutang
Jumlah persediaan
Lama oersediaan
Sumber: S~ipplyChain Co1mcil2006,Diolah
Biayaforecasting penjualan,
produksi, dan bahan baku
Biaya outsource sayuran dataran
tinggi, biaya manajemen suplier
Biaya inbound transportation,
biaya loss
Biaya manajemen pelanggan,
biaya penerimaan pesanan, biaya
outbound transportation
Biaya return produk, biaya return
bahan baku
7.4. Pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok dengan Fuzzy AHP
Pemilihan metrik kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi dilakukan
dengan pendekatan AHP. Struktur hirarki pemilihan metrik pengukuran kinerja
rantai pasok sayuran dataran tinggi terdiri dari level 1 yaitu Proses Bisnis, level 2
terdiri Parameter kinerja, level 3 terdiri dari Atribut kinerja dan Level 4 terdiri dari
Metrik kinerja. Struktur hirarki pemilihan metrik pengukuran kinerja dapat dilihat
pada Gambar 22.
Mahiks perbandingan fuzzy dari perbandingan berpasangan berdasarkan
rataan geometri untuk level proses bisnis, parameter kinerja dan atribut kinerja
menggunakan triangular ficzzy number (-1,-3,-5,-7,-9)
disampaikan dalam
Tabel 46,47 dan 48. Sementara, matriks perbandingan fuzzy dari alternatif metrik
pengukuran kinerja dapat dilihat pada Tabel 49.
Tabel 46. Matrik perbandingan fuzzy dari level proses bisnis terhadap tujuan
pemilihan metrik kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi
Perencanaan Pengadaan Budidaya Pengolahan Pengiriman
1
-5
-1
-3
-5
Pengadaan
Budidaya
-y 1
I
-1
-1
-I
-1-I
-1.l
1
-1
-3
Pengolahan
-3-1
-1-1
-1-1
1
Pengiriman
-5-1
-1-1
-3-1
-1
1
Perencanaan
-1-1
Tabel 47. Matrik perbandingan fuzzy dari level parameter kinerja terhadap aspek
perencanaan pada proses bisnis rantai pasok sayuran dataran tinggi
Nilai tambah
Kualitas
Risiko
1
-1.l
-1
-1
1
-3
-3-1
1
Nilai tambah
Kualitas
Risiko
-1.1
Tabel 48. Matrik perbandingan fuzzy dari level atribut kinerja terhadap kualitas
pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi
Flexibilily Responsiveness
Flexibility
Reliabiliry Cosl
Assel
1
-3
-3.l
-7
-7
-3.'
1
-1
-1
-I
-3
-1.'
1
-7
-7
Cost
-7-I
-1.1
-7-1
1
-3
Asset
-7-1
-1-1
-7-1
-3-1
1
Responsiveness
Reliability
Tabel 49. Matrik perbandingan fuzzy dari level metrik pengukuran kinerja
terhadap Reliability pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi
Kinerja Pengiriman (MI)
-1
-I
-1
-5
7
-5
-1
-3
Pemenuhan pesanan (M2)
1
.;I.]
I
-5
-5
-5
-1
-5
-5
-5
Siklus waktu pesanan (M3)
-1.1
5-1
1
-1
-1
j
-1
5 -
-5
Lead time pemenuhan (M4)
Fleksibilitas pemenuhan pasokan
(M51
~,
Kesesuaian dengan standar mutu
(M6)
Biaya SCM (M7)
-1.1
-yl
1 -
1
-1
-I
-1
-I
I
I
-5.'
-j-~
-1
-I
-I
- 1
Cash to cash cycle (M8)
Inventory days of supply (M9)
-7
1 '
,
-5
-5
-5
1
-7
-7
-7
j
- 1
-1-
-1-
-7
1
-1
-3
-1.1
j
-5
I-'
-1'
- 1
1 -
1
-3
3
- 1
-5
I-'
-1'
7
3
3
Batas atas dan batas bawah dari angka-angka fuzzy dengan a didefinisikan
dengan menerapkan persamaan 1 berikut;
I
Dengan memasukkan nilai-nilai, a = 0.5 dan p = 0.5 dari persamaan di
atas ke dalam matriks perbandingan fuzzy, akan diperoleh semua a
- cut
dari
matriks perbandingan fuzzy (Tabel 50, 51, 52, dan 53). Persamaan 2 berikut ini
digunakan untuk menghitung eigenvektor untuk semua matriks perbandingan :
Tabel 50. a-cut matriks perbandingan fuzzy pada level proses bisnis terhadap
tujuan (a = 0.5 dan p = 0.5)
Perencanaan
Perencanaan
Pengadaan
Budidaya
Pengolahan
Pengiriman
Pengadaan
I
[1/4:1/6]
[1/2,11
[112,1/4]
[1/4,1/6]
Budidaya
[461
1
[1/2,11
[1/2,11
[1/2,11
Pengolahan
Pengiriman
[241
[1,21
[1,21
1
[112,1]
[461
[1,21
12,41
[1,21
1
[I21
[1,21
1
[1/2,11
[1/2,1/4]
Tabel 51. a-cut matriks perbandingan fuzzy pada level parameter kinerja terhadap
aspek perencanaan pada proses bisnis rantai pasok sayuran dataran tinggi (a = 0.5
dan p = 0.5)
Nilai tambah
Nilai tambah
Kualitas
Risiko
1
[1/2,11
[1,21
Kualitas
Risiko
Tabel 52. a-cut Matrik perbandingan fuzzy dari level atribut kinerja terhadap
kualitas pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi (a = 0.5
dan p = 0.5)
Flexibility
Flexibility
Responsiveness
1
[1/4,1/6]
Reliabiliry
Cost
Asset
14,61
[1/6,1/8]
[1/6,118]
Resportsiveness
[451
1
l1/2,11
[112,11
[1/2,11
Reliability
[1/4,116]
[ 1,21
I
[116,1/8]
[1/6,1/8]
Cost
[6,81
[1,21
L6.81
1
[1/4,1/6]
Asset
[6,81
[1,21
[631
[4,61
I
Tabel 53. a-cut Matrik perbandingan fuzzy dari level metrik pengukuran kinerja
terhadap Reliability pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi
(a = 0.5 dan p = 0.5)
Kinerja
Pengirirnan (MI)
Pernenuhan
pesanan (M2)
Siklus waktu
pesanan (M3)
Lead time
pemenuhan (M4)
Fleksibilitas
pernenuhan
pasokan (M5)
Kesesuaian
dengan standar
mutu (M6)
Biaya SCM (M7)
Cash lo cash
(M8)
lnventovdaysof
supply (M9)
(MI)
(MI)
(M3)
(M4)
(M5)
(M6)
(M7)
(M8)
(M9)
I
(1.21
[1,21
[1,21
C4.61
[116,1/81
[4,61
[l,21
r4.61
[1/2, 11
I
[4,61
[4,61
[4,6l
[I21
[4,61
[4,61
[4,61
[1/2, I]
[114,1/61
1
[1,2]
[l,2]
[1/4,1/6]
[1,2]
[1/4,1/6]
[4,6]
[1/2, 11
[1/4,1/6]
[1/2, I]
1
[1/4,1/61
[1,21
[l,21
[1,21
[1/4,1/6]
[1/4,1/6]
[1/2, I]
[1/2, I]
1
[1/4,1/6]
[1,2]
[1,2]
[1,2]
[G,Sl
[1/2, 11
[4,61
[4,61
[4,61
1
[6,81
[6,81
[6,81
[1/4,1/6]
[1/4,1/6]
[1/2, I]
[1/2, I]
[1/2, I]
[1/6,1/8]
1
[1,21
[4,61
[1/2, I]
[1/4,1/6]
[4,6]
[1/2, I]
[I/2, I]
[1/6,1/8]
[1/2, I]
1
[4,6]
[1/4,1/G]
[1/4,1/6]
[1/4,1/6]
[1/2,1]
[1/2,1]
[1/6,1/8]
[1/4,1/6]
[1/4,1/6]
I
Kemudian, eigenvektor untuk matriks perbandingan fuzzy dari semua level
dihitung dengan menggunakan persamaan 3.
dimana,
untuk 0 < a 5 1 dan semua i, j, dimana i = 1,2,
.... n, dan j = 1,2, .... n.
Nilai (consistency ratio) CR untuk matrik perbandingan berpasangan
alternatif pemilihan lokasi terhadap criteria jumlah komoditas dihitung dengan
menggunakan persamaan 4 dan 5.
Consistency ratio (CR) digunakan untuk perkiraan secara langsung konsistensi
dari perbandingan berpasangan. CR dihitung dengan membagikan CI dengan nilai
tabel dari Random Consistency Index (RI);
C'R=-
C'I
................ (5)
RI
Sebagai cantoh, perhitungan nilai CR untuk matrik perbandingan fuzzy pada level
proses bisnis terhadap tujuan pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok
sayuran dataran tinggi adalah sebagai berikut :
Untuk matriks perbandingan fuzzy dari alternatif produk dan lokasi yang sisanya,
CR dihitung dengan menggunakan cara yang sama, dan dengan jelas ditemukan
sebagian besar nilai CR mendekati 0,Ol. Contoh hasil perhitungan eigenvector
dan nilai CR matrik perbandingan fuzzy untuk masing-masing level ditunjukkan
pada Tabel 54, 55,56, dan 57.
Tabel 54. Nilai eigen matriks perbandingan fuzzy pada level proses bisnis
terhadap tujuan
Perencanaan
Pengadaan
Budidaya
Pengolahan
Pengiriman
Perencanaan
1,000
5,000
1,500
3,000
5,000
Pengadaan
0,208
1,000
0,750
0,750
0,750
Budidaya
0,750
1,500
1,000
1,500
3,000
Pengolahan
0,375
1,500
0,750
1,000
0,750
Pengiriman
0,208
1,500
0,375
1,500
1,000
~ o b o(nilai
t
eigen)
1 k,= 5.396
0,418
CI = 0,099
0,102
RI = 1,12
Budidaya
0,23 1
CR = 0.09
Pengolahan
0,130
Pengiriman
0,119
I
Perencanaan
Pengadaan
I
Tabel 55. Nilai eigen matriks perbandingan fuzzy pada level parameter kinerja
terhadap aspek perencanaan pada proses bisnis rantai pasok sayuran dataran tinggi
Nilai tambah
Kualitas
Risiko
Nilai tambah
1,000
0,750
1,500
Kualitas
1,500
1,000
3,000
Risiko
0,750
0,375
1,000
Tabel 56. Nilai eigen Matrik perbandingan fuzzy dari level atribut kinerja
terhadap kualitas pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi
Flexibility
Responsiveness
Reliabilify
Cost
Asset
Flexibility
1,000
3,000
0,375
7,000
7,000
Responsiveness
0,375
1,000
0,750
1,500
1,500
Reliability
3,000
1,500
1,000
7,000
7,000
Cost
0,146
0,750
0,146
1,000
3,000
Asset
0,146
0,750
0,146
0,375
1,000
Bobot (nilai eigen)
;
i
,
, = 5.696
1,769
C1=0,174
0,764
RI = 1,12
Reliability
2,453
CR=0.15
Cosr
0,438
Asset
0,288
Flexibilip
I
Responsiveness
II
I
1
Tabel 57. Nilai eigen Matrik perbandingan fuzzy dari level metrik pengukuran
kinerja terhadap Reliability pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran dataran
tinggi
Pemenuhan Pesanan (M2)
Siklus waktu pesanan
(M3)
Lead time pemenuhan
(M4)
Fleksibilitas
pemenuhanpasokan(M5)
Kesesuaian dengan
standar mutu (M6)
Biaya SCM (M7)
Inventory days of supply
(M9)
0,750
1,000 5,000
5,000
0,750
0,208
1,000 0,750
1,500 0,208
1,500
0,208
1,000
1,500
0,208
0,208
0,750 0,750
7,000
0,208
0,750
0,208
5,000 5,000 5,000
1,500 1,500 0,750
1,000
0,146
7,000 7,000 7,000
1,000 1,500 3,000
0,375
0,208
0,208
0,146
0,375
1,000
0,750
5,000
5,000
5,000
0,750
0,208
5,000
0,208
0,750
1,500 1,500
1,000 0,208
1,500
1,500
0,750
1,500 5,000
0,375
1,500
1,000
Bobot (nilai eigen)
Kinerja Pengiriman (MI)
Pemenuhan pesanan (M2)
1,370
2,433
Siklus waktu pesanan (M3)
0,594
Lead time pemenuhan (M4)
Fleksibilitas pemenuhan pasokan
(M5)
Kesesuaian den~an
- standar mutu
(M6)
Biaya SCM (M7)
0,695
Cash to cash cycle (M8)
Inventory days of supply (M9)
0,759
0,317
0,515
3,339
0,59 1
Secara keseluruhan, bobot akhir perbandingan berpasangan masingmasing level pada hirarki pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok
sayuran dataran tinggi dapat dilihat pada Tabel 58, 59, 60, dan 61
Tabel 58. Bobot akhir pada level proses bisnis rantai pasok sayuran dataran tinggi
Bobot (nilai
eigen)
0,418
0,102
0,231
0,130
0,119
Proses bisnis
Perencanaan (Plan)
Pengadaan (Source)
Budidaya (Make)
Pengolahan (Process)
Pengiriman (Deliver)
Tabel 59. Bobot akhir pada level parameter kinerja rantai pasok sayuran dataran
tinggi
Parameter
kinerja
Nilai
tambah
Kualitas
Risiko
Plan
Source Make
0,311
0,493
0,196
0,376
0,474
0,149
0,3 11
0,493
0,196
Process
Deliver
0,500
0,250
0,250
0,200
0,400
0,400
Bobot pada
level proses
bisnis
Bobot
(nilai
eigen)
0,418
0,102
0,23 1
0.130
0,329
0,449
0,222
Tabel 60. Bobot akhir pada level atribut kinerja rantai pasok sayuran dataran
tinggi
Atribut kinerja
Flexibilitv
Responsiveness
Reliability
Cost
Asset
tz&,
0,216
0,282
0,255
0,123
0,124
Kualitas
Risiko
0,309
0,135
0,428
0,077
0,051
0,177
0,152
0,454
0,140
0,076
Bobot pada level
arameter kiner.a
0,329
0,449
0,222
Bobot (nilai
eigen)
0,249
0,187
0,377
0,106
0,081
sayuran dataran tinggi untuk mendukung strategi akan dijerensiasi, biaya rendah,
dan respons cepat. Kualitas produk menjadi pertimbangan penting dalam
sekaligus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kontrak kerjasama antar
masing-masing pelaku rantai pasok sayuran dataran tinggi.
Pada level atribut kinerja, reliabilitas memiliki bobot 0,377, resposifitas
memiliki bobot 0,187, fleksibilitas memiliki bobot 0,249, biaya memiliki bobot
0,106, dan aset memiliki bobot 0,081.
Dengan demikian reliabilitas menjadi
prioritas pertama karena produk sayuran dataran tinggi masih bergantung pada
musim, sehingga reliabilitas dalam pemenuhan pesanan harus ada, khususnya
terkait dengan kinerja pengiriman dan pemenuhan pesanan.
Pada level metrik kinerja, metrik kinerja pengiriman memiliki bobot
0,110, metrik pemenuhan pesanan memiliki bobot 0,182, siklus waktu pesanan
memiliki bobot 0,074, lead time pemenuhan pesanan memiliki bobot 0,068,
metrik fleksibilitas pemenuhan pesanan memiliki bobot 0,052, metrik kesesuaian
dengan standar mutu memiliki bobot 0,299, metrik biaya SCM memiliki bobot
0,080, dan metrik inventory days of supply memiliki bobot 0,048.
Dengan
demikian metrik kesesuaian dengan standar mutu menjadi prioritas pertama akan
menentukan nilai dan harga sayuran. Apalagi produk sayuran berorientasi ekspor,
produk yang diperdagangkan harus memenuhi standar internasional. Pada Gambar
23 disampaikan bobot akhir perbandingan berpasangan masing-masing level
dalam struktur hirarki pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok sayuran
dataran tinggi.
Tabel 61. Bobot akhir pada level metrik kinerja rantai pasok sayuran dataran
tinggi
Metrik kinerja
Kinerja Pengiriman
Pemenuhan pesanan
Siklus waktu pesanan
Lead time
pemenuhan
Fleksibilitas
pemenuhan
Kesesuaian dengan
standar
Biaya SCM
Cash to cash cycle
Inventory days of
supply
Flexi
bility
Responsiveness
Reliability
Cost
Asset
0,093
0,125
0,094
0,058
0,244
0,112
0,129
0,229
0,056
0,166
0,093
0,046
0,122
0,119
0,045
Bobot
pada
level
atribut
kinerja
0,249
0,187
0,377
0,084
0,069
0,065
0,048
0,053
0,106
0,068
0,053
0,064
0,048
0,039
0,053
0,081
0,052
0,229
0,307
0,315
0,338
0,373
0,299
0,139
0,105
0,077
0,067
0,049
0,030
0,056
0,071
0,105
0,100
0,085
0,083
0,086
0,080
0,030
0,065
0,065
0,048
Bobot
(nilai
eigen)
0,110
0,182
0,074
Pada level proses bisnis, aspek perencanaan memiliki bobot 0,418, pengadaan
memiliki bobot 0,102, budidaya memiliki bobot 0,231, pengolahan memiliki
bobot 0,130 dan pengiriman memiliki bobot 0,119. Berdasarkan hasil tersebut,
perencanaan menjadi prioritas pertama dalam proses bisnis.
Perencanaan
merupakan proses untuk merencanakan rantai pasokan mulai dari mengakses
sumber daya rantai pasokan, merencanakan penjualan dengan mengagregasi
besamya permintaan, merencanakan penyimpanan (inveniory) serta distribusi,
merencanakan produksi, merencanakan kebutuhan bahan baku, merencanakan
pemilihan suplier, dan merencanakan saluran penjualan. Perancanaan juga berarti
terdapat kerjasama, kesatuan, dan penyelarasan informasi antara satu anggota
rantai dengan anggota rantai lainnya dalam melakukan perancanaan rantai pasok.
Perencanaan tersebut juga meliputi pertanyaan yang menjawab mengenai berapa
volume dan jenis sayuran dataran tinggi yang harus diproduksi, berapa harga yang
harus dijual, apa saja material yang diperlukan, mutu sayuran dataran tinggi
seperti apa yang hendak dicapai, dan lain sebagainya.
Pada level parameter kinerja nilai tambah memiliki bobot 0,329, kualitas
memiliki bobot 0,449, dan risiko memiliki bobot 0,222.
Dengan demikian
kualitas menjadi prioritas pertama dalam level parameter kinerja. Pakar menilai
kualitas merupakan salah satu faktor penting dalam manajemen rantai pasok
BAB VIII. PENGUKUFUN KINERJA FUNTAI PASOK
SAYURAN LETTUCE HEAD DENGAN PENDEKATAN DEA
8.1.
Metrik pengukuran kinerja rantai pasok Lettuce head
Pengukuran manajemen rantai pasokan digunakan untuk menentukan apa
yang akan diukur dan dimonitor serta menciptakan kesesuaian antara strategi
rantai pasokan dengan metrik pengukuran, setiap periode pengukuran dilakukan
untuk mengetahui seberapa penting ukuran yang satu relatif terhadap yang lain.
Pengukuran kinerja pada produk sayuran Lettuce head dilihat dari kinerja petani
pada dua semester selama tahun 2008.
Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan suatu pendekatan yang
dapat digunakan untuk mengukur kinerja decision making unit. Dari DEA ini
dapat diketahui efisiensi kinerja suatu organisasi dibandingkan dengan kinerja
organisasi lainbya. Selain itu, juga dapat diketahui target-target nilai yang harus
dicapai agar menghasilkan kinerja yang efisien. dalam penelitian ini, menghitung
kinerja petani dengan cara memaksimalkan output.
Pengukuran kinerja petani dilakukan untuk membandingkan kinerja antara
petani yang satu dengan petani yang lainnya. Bagi perusahaan, dengan
pengukuran kinerja petani dapat diketahui mitra tani mana saja yang harus
ditingkatkan kinerjanya. Masing-masing input dan output mempunyai tujuan yang
berbeda-beda untuk mengukur kinerja rantai pasokan. Setiap atribut kinerja
me~npunyaiindikator kinerja yang berguna untuk mengetahui efisiensi kinerja
dari sebuah organisasi. Atribut kinerja ini terdiri dari, reliabilitas, responsibilitas,
fleksibilitas, biaya dan asset. Reliabilitas adalah performa rantai pasokan
perusahaan dalam memenuhi pesanan pembeli dengan; produk, jumlah, waktu,
kemasan, kondisi, dan dokumentasi yang tepat. Resposibilitas adalah waktu
(kecepatan) rantai pasokan perusahaan dalam memenuhi pesanan konsumen.
Fleksibilitas adalah kemampuan untuk beradaptasinya terhadap perubahan pasar
untuk memelihara keuntungan kompetitif rantai pasokan. Biaya adalah Biaya
yang berkaitan dengan pelaksanaan proses rantai pasokan. Asset menunjukkan
efektifitas suatu perusahaan dalaln memanajemen asetnya untuk mendukung
terpenuhinya kepuasan konsumen.
Berdasarkan hasil perancangan model pengukuran kinerja pada bab
sebelumnya, maka faktor input dan output yang digunakan untuk mengevaluasi
kinerja para pelaku rantai pasok sayuran Lettuce head menggunakan pendekatan
DEA adalah:
1. Faktor input yang terdiri dari metrik :
a. Leadtime pemenuhan pesanan
b. Siklus waktu pemenuhan pesanan
c. Fleksibilitas rantai pasok
d. Biaya SCM
e. Cash-to-cash cycle time
f: Persediaan harian
2. Faktor output yang terdiri dari metrik:
a. Kinerja pengiriman
b. Kesesuaian dengan standar mutu (kualitas)
c. Kinerja pemenuhan pesanan
Pembagian factor input dan output beserta satuan pengukuran dan teknik
pengukuran masing-masing metrik dapat dilihat pada Tabel 62, sementara model
DEA dapat dilihat pada Gambar 23.
INPUT
I . Lead time pemenuhan pesanan
2. Siklus pemenuhan pesanan
3. Fleksibilitas rantai pasokan
4. Biaya total rantai pasokan
5. Cash to cash cycle time
6. Persediaan harian
-
Decision Making Units.
___C
@MU)
-
Gambar 23. Model pengukuran dengan DEA
OUTPUT
1. Kinerja pengiriman
2. Pemenuhan pesanan
3. Kesesuaian dengan standar
Tabel 62. pembagian faktor input dan ouput untuk perhitungan DEA
No
1.
Atribut kinerja
Reliabilitas
2.
Kecepatan
tanggapan
3.
Fleksibilitas
4.
Biaya
5.
Aset
Metrik kineja
Kineria oengiriman adalah oersentase oenziriman oesanan
tepat waktu yang sesuai dengan tanggal pesanan konsumen
dan atau tanggal yang diinginkan konsumen
Pemenuhan pesanan adalah persentase jumlah permintaan
dipenuhi tanpa menunggu, diukur tiap jenis produk.
..
-
. -
Input
Output
4
Satuan
%
%
Kesesuaian dengan standar atau mutu
YO
Lead time pemenuhan pesanan adalah menerangkan waktu
yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk memenuhi
permintaan konsumen mulai dari pemasok hinesa
-- ke
tangan konsumen
Siklus pernenuhan pesanan
Fleksibilitas rantai pasok adalah waktu yang dibutuhkan
untuk rnerespon rantai pasokan apabi!a ada pesanan yang
tak terduga baik peningkatan atau penurunan pesanan tanpa
terkena biaya penalti
Biaya total tnanajemen rantai pasokan adalah menerangkan
total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam
melakukan marevial handling mulai dari pemasok hingga
ke konsumen
Cash to cash cycle time adalah perputaran uang perusahaan
mulai dari pembayaran bahan baku ke pemasok, hingga
pembayaran atau pelunasan produk oleh konsumen.
Hari
Persediaan harian untuk rnemasok
Cara perhitungan
Penairiman pesanan yang tepat
wa&d total pesananiton<uhen
Permintaan konsumen yang
dipenuhi dalam waktu dan jumlah
yang sesuai&full/ total pesanan
Pengiriman yang sesuail jumlah
pengiriman
Jumlah hari sejak produk
diproduksi/diproses hingga dikirim
sampai ke tangan konsumen
Hari
Hari
Siklus (source+make+delive~y)
Jumlah dari siklus ~nencaribarang +
siklus membuat + siklus mengirim
+ leadtime
Rupiah
Jumlah biaya
dari(perencanaan+pengadaan+pemb
uatan+pengirirnan+pengembalian)
Hari
Rata-rata persediaan (per hari) +
rata- rata konsurnen ~nembayar
(hari) - rata-rata perusahaan
membayar ke pemasok (hari)
Waktu yang dibutuhkan sampai
barang dikirim ke pelanggan
Hari
8.2.
Pengukuran kinerja mitra tani Leftuce head dengan data envelopment
analysis
Pengukuran kinerja dilakukan pada enam mitra tani yang mempunyai
kriteria petani Lettuce yang terus-menerus dalam budidaya Lettuce, petani yang
menanam Lettuce head lebih dari 3.000 bibit per musim tanam, memiliki lahan
sendiri atau sebagian menyewa, serta pemilihan mitra yang didasarkan dari
wawancara dengan pihak perusahaan pada bagian kemitraan. Mitra yang dipilih
ini berasal dari daerah Cisurupan, Cigedug dan Cikajang. Pengukuran kinerja
dengan menggunakan
DEA ini merupakan
perhitungan dengan teknik
pemrograman linier. Pada program DEA ini terdapat dua tujuan yaitu minimal
input dan maksimal output. Oleh karena tujuan untuk mengetahui kinerja mitra
tani adalah untuk memaksimalkan kinerja pengiriman, pemenuhan pesanan, dan
kesesuaian dengan standar yang ditetapkan, maka dipilih maksimal output pada
DEA option. Pengukuran juga dilakukan dengan menggunakan model CCR
(constant return to scale).
Pengukuran kinerja dilakukan pada setiap semester pada tahun 2008, pada
semester satu yaitu pada bulan Januari sampai Juni, dan semester dua pada bulan
Juli sampai Desember, untuk mengetahui sensitivitas dari kinerja petani jika
dibandingkan dengan benchmark yang merupakan target kinerja yang diinginkan
oleh perusahaan. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja petani
semester 1 dan 2 tahun 2008 dapat dilihat padaTabel63 dan 64.
Tabel 63. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja petani semester 1 tahun 2008
INPUT
OUTPUT
Siklus
Fleksibilitas
Biaya
Cash
to
Sesuai
Lead
time
No
pe~nenuhan pemenuhan
rantai
total
cash cycle Persediaan
Kinerja
Pemenuhan
dengan
pesanan
pesanan
pasok*
SCM
Iime
harian*
pengiriman
pesanan
standw
1. Petani 1
55
59
0
5.100
16
0
36,36
65,21
31,51
2. Petani 2
60
64
0
5.100
14
0
30
100,OO
33,Ol
3. Petani 3
60
63
0
4.000
15
0
17,39
100,OO
65,67
4. Petani 4
63
66
0
4.250
12
0
44,44
77,95
40,42
5. Petani 5
60
63
0
4.000
16
0
40
92,82
61,30
6. Petani 6
60
63
0
4.400
16
0
35,9
100,OO
72,47
7. Benchmark
57
60
0
4.000
12
0
75
100,OO
75,OO
Keterangan : * Pada tingkat petani fleksibilitas dalam pemenuhan pesanan tidak terjadi dan tidak ada persediaan produk harian
Nama
petani
Tabel 64. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja petani semester 2 tahun 2008
INPUT
OUTPUT
Sikius
Biaya
Cash
to
Lead
time
No Nama petani
pemenuhan pemenuhan Fleksibilitas
total
cash cycle Persediaan
Kinerja
Pemenuhan
pesanan
pesanan
rantai pasok*
SCM
time
harian*
pengiriman
pesanan
1. Petani 1
60
63
0
6.000
16
0
20
100,OO
0
6.475
I3
0
20
100,OO
2.
Petani 2
60
63
16
0
25,71
100,OO
62
65
0
3.350
3.
Petani 3
12
0
24,24
60
63
0
4.100
100,OO
4. Petani 4
60
63
0
3.51 1
13
0
16
5. Petani 5
100,OO
6. Petani 6
59
62
0
4.540
23,21
lO0,OO
15
0
7. Benchmark
57
60
0
4.000
12
0
75
100,OO
Keterangan : * Pada tingkat petani fleksibilitas dalam pemenuhan pesanan tidak terjadi dan tidak ada persediaan produk harian
sesuai
dengan
standar
47,35
30,87
46,16
47,35
50,94
53,5 1
75,OO
Analisis Nilai Efisiensi Kinerja Mitra Tani LeffuceHead Pada Tahun
8.3.
2008
Data yang dimasukkan ke dalam program merupakan rata-rata nilai dari
masing- masing input dan output yang diperoleh pada dua semester di tahun 2008.
Pengukuran kinerja petani yang dilakukan pada semester yang berbeda adalah
untuk mengetahui bagaimana kinerja petani saat terjadi perubahan musim yang
berakibat pada produktivitas dan kualitas hasil panen. Tabel 65 di bawah ini
menunjukkan hasil perhitungan kinerja mitra tani Lettuce head pada dua semester
di tahun 2008.
Tabel 65. Hasil perhitungan kinerja mitra tani Lettuce head pada dua semester di
tahun 2008 (dalam %)
Semester
Petani 1 Petani 2
Petani 3
Petani 4 Petani 5
Petani 6
Semester 1
53,43
60,70
64,77
68,85
80,04
83,19
Semester 2
63,68
54,87
68,87
70,56
63,20
69,64
Dari hasil perhitungan efisiensi kinerja pada semester satu tahun 2008 jika
dibandingkan dengan benchinark di atas ini dapat diketahui bahwa kinerja petani
belum mencapai efisiensi. Secara umum, belum efisiennya kinerja petani
dikarenakan masih rendahnya persentase kinerja pengiriman dan kesesuaian
dengan standar mutu.
Berdasarkan
analisa data yang dihasilkan dari perhitungan data
envelopment analysis, agar dapat meningkatkan kinerja petani hingga loo%,
maka petani harus melakukan peningkatan nilai pada faktor output dan penurunan
nilai pada input. Sebagai contoh, pada Tabel 66 ~nenunjukkancontoh potential
intpovement (PI) melalui peningkatan nilai pada faktor output dan penurunan
nilai input yang dapat dilakukan oleh Petani 1 di semester satu dan dua tahun
2008.
Tabel 66. Peningkatan output dan penurunan input pada petani 1 selama semester
1 tahun 2008 (dalam%)
Faktor
Metrik kinerja
Semester 1
Semester 2
Actual Target PI(%) Actual Target PI(%)
Input
Cash to cash cycle
time (hari)
Biaya total (Rp)
Siklus pemenuhan
pesanan (hari)
Lead time
pemenuhan (hari)
Output Kesesuaian dengan
standar (%)
Pemenuhan
pesanan (%)
Kinerja
pengiriman (%)
16
5100
12,05
4017,32
-24,68
-21,23
16
6000
12,75
4248,42
-20,34
-29,19
59
60,26
2,14
63
63,73
6,21
55
58,25
5.91
60
61,6
6,2 1
31,51
75,32
139,05
47,35
79,66
68,23
65,21
100,43
54,Ol
100
106,21
6,21
36,36
75,32
107,16
20
79,66
298,29
Keterangan: (-) Penurunan
(+) Peningkatan
Peningkatan kinerja pengiriman dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu dengan cara:
a. Mengoptimalkan kondisi lahan, misalnya dengan mengukur keasaman
tanah dan memberikan sarana produksi seperti pupuk dan obat
tanaman serta pestisida yang sesuai dengan standar diberikan oleh
perusahaan kepada petani.
b. Memperkirakan kondisi cuaca yang tepat dalam penanaman Lettuce
head.
c. Memilih tanaman rotasi atau tumang sari yang tepat agar unsur hara
yang dibutuhkan oleh tanaman tetap terjaga.
d. Mengontrol tanaman yang lebih rutin dan teratur agar dapat
memperkirakan pencapaian hasil panen yang optimal dan waktu panen
yang tepat.
Sementara itu, peningkatan kesesuain standar yang ditetapkan oleh PT Saung
Minvan dapat dilakukan dengan cara:
a. Menjaga tanarnan dari serangan hama dan penyakit tanarnan yang
dapat menurunkan kualitas.
b. Melakukan pemanenan tepat pada waktunya agar warns dan tampilan
produk sesuai dengan syarat kualitas dari perusahaan.
c. Mengusahakan pengiriman Lettuce head dari petani ke perusahaan
dilakukan dengan cara yang tepat agar sampai di perusahaan kesegaran
komoditas tetap terjaga, tidak pecah kropnya dan tetap renyah.
Dengan meningkatnya jurnlah panen ymg dihasilkan maka akan
meningkatkan pendapatan petani yang selanjutnya petani dapat memperoleh
keuntungan yang lebih besar. Untuk mengurangi biaya produksi yang semakin
besar, petani hams marnpu memilih kembali sarana produksi yang dibeli di tokotoko pertanian terutama mengenai harga yang kompctitif.
Grafik reference comparison pada Gambar 24 d m 25 menunjukkan bahwa
perbedaan nilai antara input dan output Petani 1 dengan benchmark pada Semester
1 dan 2. Grafik tersebut menunjukkan bahwa petani 1 mempunyai nilai input yang
lebih tinggi dibandingkan benchmark pada biaya total SCM dan siklus pemenuhan
pesanan. Petani 1 juga bisa menghasilkan nilai output yang lebii rendah, yaitu
dari kiierja pengiriman, persentase kesesuaian dengan standar mutu dan
persentase pemenuhan pesanan.
Keterangan:
""1
Benchmark
Gambar 24. Reference Comparison antara petani 1 dengan benchmark pada
semester satu tahun 2008 (dalam %)
Keterangan:
Gambar 25. Reference Comparison antara petani 1 dengan benchnzark pada
semester dua tahun 2008 (dalam %)
7.4. Pengukuran Kinerja PT Saung Mirwan dengan Menggunakan DEA
Pengukuran kinerja dilakukan pada PT Saung Mirwan yang menghasilkan
dua produk ultuk komoditas Lettuce head, yaitu krop dan fresh cut. Pengukuran
DEA berdasarkan faktor input dan output yang dilakukan pada dua jenis produk
tersebut. Variabel-variabel yang dijadikan input dan output sarna dengan variabel
yang dilakukan pada pengukuran kiierja petani PT Saung Mirwan.
Tujuan pengukuran adalah untuk mengetahui kinerja PT Saung Mirwan
dengan cara untuk memaksimalkan kinerja pengiriman, pemenuhan pesanan, dan
kesesuaian dengan standar yang ditetapkan, maka dipilih maksimal output pada
DEA option. Pengukuran juga dilakukan dengan menggunakan model CCR
(constant return to scale).
Pengukuran kinerja dilakukan pada setiap semester pada tahun 2008.
Tabel 67 dan 68 menunjukkan rekapitulasi perhitungan nilai output dan input
semester satu dan dua pada tahun 2008.
Tabel 67. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja PT Saung Minvan semester 1 tahun 2008
No Produk
1.
2.
Fresh cut
Krop
pemenuhan pemenuhan Fleksibilitas Biaya total cash cycle
Persediaan Kinerja
Pemenuhan dengan
pesanan
pesanan
rantai pasok SCM
time
harian
pengiriman pesanan
standar
2
3
4
25.038
19
3
0,993
0,849
0,940
2
4
3
21.890
23
7
1,000
1,397
0,999
Tabel 68. Rekapitulasi input dan output pengukuran kinerja PT Saung Minvan semester 2 tahun 2008
INPUT
OUTPUT
Lead time Siklus
Cash to
Sesuai
No Produk
pemenuhan pemenuhan Fleksibilitas Biaya total cash cycle
Persediaan Kinerja
Pemenuhan dengan
pesanan
pesanan
rantai pasok SCM
tinie
harian
pengiriman pesanan
standar
I . Fresh cut
2
4
3
23.208
16
2
0,993
0,879
0,953
2
4
3
22.185
21
7
0,986
1,099
0,980
2. Krop
7.5. Analisis Nilai Efisiensi Kinerja P T Saung Minvan Untuk Komoditas
Lettrrce Head Pada Tahun 2008
Data yang akan dimasukkan ke program DEA merupakan data yang
berasal dari rata- rata untuk setiap variabel input dan output. Pengukuran kinerja
PT Saug Minvan dilakukan pada dua semester berbeda yang bertujuan untuk
mengetahui bagaimana kinerja perusahaan pada saat terjadi perubahan musim
yang berakibat pada produktivitas, kualitas hasil panen dari petani, permintaan
konsumen, dan tingginya biaya. Tabel 69 di bawah ini menunjukkan hasil
perhitungan kinerja PT Saung Mirwan untuk dua jenis produk Lettuce head pada
dua semester di tahun 2008.
Tabel 69. Hasil perhitungan kinerja PT Saung Minvab dilihat dari dua jenis
produk Lettuce head di tahun 2008.
No Jenis produk
1. Fresh cut
2. Krop
Semester 1
100.00
1OO;OO
Semester 2
100.00
l00:00
Dari hasil perhitungan efisiensi kinerja pada semester satu dan dua tahun
2008 di atas ini dapat diketahui bahwa kinerja PT Saung Mirwan untuk produk
Lettuce head menunjukkan nilai 100% atau efisien. Kinerja PT Saung Minvan
sudah mencapai sempuma, artinya dengan melihat faktor input dan output tidak
ada permasalahan.
7.6. Analisis Patok Duga PT Saung Minvan
Patok Duga merupakan suatu proses belajar secara sistimatika dan terusmenerus untuk menganalisis tata cara kerja terbaik untuk menciptakan dan
mencapai tujuan dengan prestasi kelas dunia, dengan membandingkan setiap
bagian dari suatu perusahaan dengan perusahaan pesaing yang paling unggul
dalam kelas dunia. Proses patok duga dilakukan dengan mencari data pembanding
dari perusahaan kompetitor yang terbaik di bidangnya. Dari data pembanding
tersebut, diharapkan perusahaan dapat meniru, menyamai, atau bahkan melebihi
dari praktek terbaik yang diterapkan oleh perusahaan kompetitor tersebut. Dalam
penelitian ini, proses patok duga di PT Saung Mirwan tidak menggunakan data
pembanding dari perusahaan kompetitor, melainkan menggunakan data dari
SCOR (Supply-Chain Council's Supply-Chain Operalions Reference).
Pada proses patok duga suatu perusahaan berusaha untuk meningkatan atribut
kinerja sampai pada titik target yang dikehendaki yang dinyatakan dalam status
superior, advantage (keuntungan), dan parity (standar). Jika ditetapkan dalam
status superior, maka target patok duga yang ditetapkan adalah target yang
tertinggi dan merupakan kinerja yang tertinggi bagi perusahaan. Status advantage
adalah target menengah yang jika status tersebut dicapai oleh perusahaan, maka
sudah menguntungkan bagi perusahaan. Status parity apabila performa yang
dikehendaki adalah rata-rata diantara kompetitor, maka target patok duga adalah
meningkatkan atau mempertahankan kinerja aktual.
Analisa patok duga pada PT Saung Minvan dengan melihat kinerja rantai
pasokan yang terdiri dari variabel input dan output untuk perhitungan DEA PT
Saung Mirwan. Tabel 70, menunjukkan patok duga PT Saung Mirwan untuk
Lettuce head produk krop pada tahun 2008. Sedangkan, Tabel 71 menunjukkan
patok duga PT Saung Mirwan utuk produk fresh cut pada tahun 2008.
Tabel 70. Patok duga P T Saung Minvan untuk Lettuce head krop tahun 2008
No
1.
2.
Atribut Kinerja
Semester 1
(a)
100 %
139,7%
Semester 2
(b)
98,6%
109,9%
Kinerja pengiriman
Pemenuhan
pesanan
3.
Sesuai
dengan 99 %
98%
standar
4.
Lead
time 2 hari
2 hari
pemenuhan pesanan
5.
Siklus pemenuhan 4 hari
4 hari
pemesanan
6.
Fleksibilitas rantai 3 hari
3 hari
pasokan
7.
Biaya total SCM
Rp 21.890 Rp 22.185
8.
cash to cash cycle 23 hari
2i hari
time
9.
Persediaan harian
7 hari
7 hari
* Foodprodtrct SCORcard (Bolstorff, 2003)
Selisih 1
Selisih 2
95,0%
SS,O%
+ 5%
+51,7%
+ 3,6%
100%
- 1%
- 2%
3 hari
+I hari
+I hari
I4 hari
+ I0 hari + I0 hari
10 hari
+7 hari
+7 hari
.
29 hari
+ 6 hari
+ 8 hari
23 hari
+16hari
+16hari
Superior*
(4
+21,9%
Tabel 71 Patok duga PT Saung Minvan untuk Lettuce headfresh cut tahun 2008
No
Atribut Kinerja
1.
Kineria
- penairiman
. Pemenuhan
pesanan
Sesuai
dengan
standar
Lead
time
pemenuhan pesanan
Siklus pemenuhan
pemesanan
Fleksibilitas rantai
pasokan
Biaya total SCM
Cash lo cash cycle
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Semester 1
(a)
99.3 %
84,9%
Semester 2
(b)
99,3 %
87,9 %
Superior*
(c)
95,0%
88,0%
Selisih 1
Selisih 2
+ 5%
+51,7%
+ 3.6%
94 %
95,3 %
100%
- 1%
- 2%
2 hari
2 hari
3 hari
+I hari
+I hari
3 hari
4 hari
14 hari
+ l l hari
+ 10 hari
4 hari
3 hari
10 hari
+7 hari
+7 hari
2 1.890
19 hari
22.185
16 hari
-
.
29 hari
+10hari
+13hari
23 hari
+16hari
+16hari
+21,9%
rime
9.
Persediaan harian
7 hari
7 hari
* Foodproduct SCORcard (Bolstorff, 2003)
Kinerja pengiriman dan pemenuhan pesanan yang berada di atas rata- rata
(untuk produk h o p ) meningkatkan kepercayaan konsumen. Kinerja pengiriman
yang tinggi menunjukkan PT Saung Minvan telah menangkap kebutuhan pasar.
Metrik pemenuhan sempurna dan lead time pemenuhan pesanan yang bertanda
kurang pada produk fresh cut, bahwa pesanan yang tidak terpenuhi dengan
sempurna seperti keterlambatan jadwal dan jumlah barang yang dikirim kurang
dari yang dipesan. Akibat pembatalan pesanan tersebut, perusahaan mengalami
kehilangan keuntungan. Selain itu, pesanan yang sering tidak terpenuhi dengan
baik dapat menimbulkan citra buruk bagi P T Saung Mirwan yang pada akhirnya
dapat menyebabkan perginya pelanggan atau berkurangnya pangsa pasar yang
dimiliki PT Saung Mirwan.
Pada metrik fleksibilitas rantai pasokan yang positif, menunjukkan
kemampuan PT Saung Mirwan dalam menghadapi peningkatan pesanan yang
secara mendadak dari pembelilpasar. PT Saung Minvan mendapatkan keuntungan
yang besar dari pesaingnya. Metrik siklus cash to cash menunjukkan kecepatan
rantai pasokan merubah persediaan menjadi uang. Jadi semakin pendek siklus
cash to cash maka kinerja PT Saung Mirwan semakin baik dalarn mengelola
persediaan barang. Metrik persediaan harian
menunjukkan lamanya suatu
perusahaan bisa bertahan dengan jumlah persediaan yang dimiliki. Semakin kecil
persediaan harian perusahaan bisa menghemat biaya persediaan, mengurangi
tingkat pengembalian barang karena apabila Leffuce head yang lama disimpan
dalam gudang akan mengalami penyusutan dan kualitasnya akan menurun juga.
lmplikasi
atau
tindakan
yang
dapat
dilakukan
adalah
dengan
meningkatkan kinerja rantai pasokannya melalui analisis yang lebih mendalam
pada setiap tahapan proses di dalam rantai pasokan agar tercipta suatu rantai
pasokan yang optimal.
BAB M.ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN KINERJA
RANTAI PASOK SAYURAN LETTUCE HEAD
9.1. Strategi Peningkatan ICinerja Rantai Pasok
Strategi peningkatan kinerja rantai pasok didasarkan atas analisa yang
mendalam terhadap kondisi lingkungan baik eksternal maupun internal yang ada
pada rantai pasok sayuran dataran tinggi khususnya Lettuce head. Analisa
terhadap kondisi lingkungan tersebut disebabkan karena kondisi lingkungan
internal dan eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung
terhadap sistem rantai pasok sayuran Lettuce head. Perumusan strategi
peningkatan kinerja rantai pasok mencakup tahapan penetapan rumusan strategi,
analisis kelembagaan dan rumusan program aksi. Analisa TOWS (Threat,
Opportunity, Weakness, dun Stvength) dalam ha1 ini dilakukan sebagai landasan
dalam menentukan rumusan strategi peningkatan rantai pasok sayuran Lettuce
head.
Proses perumusan strategi merupakan serangkaian keputusan strategi yang
dilakukan perusahaan untuk inangambil tindakan dalam mewujudkan visi dan
misi perusahaan. Perumusan strategi harus dilakukan dengan jelas dan tepat
karena menjadi penentu dalam efektifitas dan efisiensi dalam pemanfaatan sumber
daya untuk menerapkan manajemen rantai pasokan yang baik dalam rangka
pencapaian visi dan misi perusahaan.
Pada rantai pasok sayuran Lettuce head, PT Saung Minvan sebagai salah
satu entitas rantai pasok yang berpotensi menjadi "chanipion" dalam mendorong
dan menghela peningkatan kinerja. Visi PT Saung Minvan adalah "Menjadi salah
satu leader di bidang agribisnis dengan menerapkan teknologi tepat guna untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pertanian" (Feifi, 2008). Sementara itu,
misi PT Saung Minvan ini adalah:
1. Menghasilkan
produk
pertanian
yang
berkualitas
tinggi
secara
berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan pasar
2. Senantiasa meningkatkan kualitas produk, kualitas sumber daya manusia dan
kualitas pelayanan untuk memberikan kepuasan pelanggan
3. Mengembangkan sistem agribisnis melalui jaringan kemitraan
4. Bekerjasama dengan berbagai lembaga penelitian untuk menerapkan teknologi
tepat guna yang bermanfaat untuk pelaku agribisnis.
Misi perusahaan ini erat kaitannya dengan pelaksanaan manajemen rantai
pasokan. Manajemen rantai pasokan tidak didasarkan pada pemasok, tetapi
didasarkan pada kebutuhan pelanggan. Tujuan utama dalam rantai pasok adalah
kepuasan pelanggan, pencapaiannya memerlukan kerja sama yang baik antara
pemasok, prosesor, dan ritel.
Tujuan strategi PT Saung Mirwan merupakan entry point dalam
perurnusan strategi peningkatan rantai pasok sayuran Lettuce head. Adapun tujuan
strategi PT Saung Mirwan adalah sebagai berikut:
1. Tercapainya target profitabilitas yang telah ditentukan melalui total
penerimaan dan minimalisasi biaya, merupakan perspektif keuangan.
2. Tercapainya citra perusahaan yang baik dan kualitas hubungan yang baik
antara PT Saung Mirwan dengan customer, merupakan perspektif pelanggan.
3. Pengoptimalan operasional perusahaan yang terdiri dari hubungan dengan
pemasoWmitra tani, efisiensi modal kerja dan daya respon proses produksi,
dan performa pengiriman, merupakan perspektif proses bisnis internal.
4. Peningkatan produktivitas karyawan, merupakan perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran.
Berdasarkan informasi dari sta!ieholder melalui wawancara mendalam (in
depth interview) serta hasil kajian pustaka, telah dapat diidentifikasi kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman, sebagai berikut:
(1) Kekuatan (Strerzgtlz)
a. Kualitas produk sayuran yang dihasilkan tinggi ditunjukkan dengan
pasokan yang memenuhi standar
b. Responsifitas perusahaan pada proses pengiriman produk tinggi dilihat
dari siklus pemenuhan pesanan yang pendek.
c. Sarana prasarana pascapenen dan dukungan teknologi yang memadai.
d. Lokasi prosesor dengan yang dekat dengan pasar (konsumen), dekat
dengan Jakarta, Depok dan Bekasi
(2)
Kelemahan (Weakness)
a. Jarak lokasi antara mitra tanilbeli dan prosesor yang jauh (Garut,
Lembang - Bogor) dan transportasi sayuran tidak selamanya
menggunakan cool [ruck sehingga berisiko terhadap kerusakan produk.
b. Tingkat kesuburan lahan masih rendah
c. Masih tingginya kandungan pestisida pada sayuran
d. Proses penyimpanan belum memadai ditunjukkan dengan adanya
penumpukan krat yang terlalu tinggi dan terbatasnya ruang pendingin
sehingga produk yang disimpan berisiko cepat rusak
(3) Peluang (Opportrii~ity)
a. Peluang memperbaiki pesanan yang hilang akibat manajemen pesanan
yang lemah (miss opportunity) melalui peningkatan fleksibilitas kinerja
rantai pasokannya.
b. Adanya kemitraan dengan para petani (mitra tani) dan dukungan
pemerintah sebagai . upaya
untuk meningkatkan kapasaitas produksi
perusahaan untuk memenuhi peningkatan permintaan pasar.
c. Besarnya pangsa pasar dengan adanya pola hidup sehat melalui promosi
yang lebih fokus dan intensif, serta pengembangan hubungan kerjasama
dengan konsumen institusi baru.
d. Perkembangan teknologi budidaya, penyimpanan, pengemasan dan
transportasi
(4)
Ancaman (Threat)
a. Tingginya konversi lahan dari pertanian untuk pemukiman dan
pengembangan sektor ekonomi lain
b. Globalisasi perdagangan dunia, serta isue-isue non tarrffbarrier (seperti
isue lingkungan).
c. Masuknya pesaing dari negara lain pada pasar domestik yang juga
mampu memproduksi sayuran dengan produktivitas, efisiensi produksi
dan mutu yang lebih baik.
d. Perubahan iklim dan ancaman serangan hama dan penyakit sayuran
dapat menurunkan volume produksi pada tingkat petani
Pada Tabel 72 dan Tabel 73 berikut menunjukkan penilaian faktor internal
dan faktor eksternal terhadap peningkatan kinerja rantai pasokan sayuran Lettuce
head. Penilaian tersebut berguna untuk mengetahui kesiapan para pelaku rantai
pasok untuk bersaing dengan mengembangkan kinerja manajemen rantai
pasokannya atau belum.
Tabel 72 Penilaian Faktor Internal Peningkatan Kinerja Rantai Pasokan
No.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
Indikator
Kekuatan (Sterrgtfis)
Kualitas produk
Responsifitas pasokan
Sarana dan prasarana pasca
panen
Kedekatan dengan pasar
Total nilai kekuatan
Kelemahan (Weakizesses)
Jarak supplier dan prosesor yang
jauh dan transportasi belum
konsisten
Tingkat kesuburan lahan
Penggunaan pestisida
Proses penyimpanan belum
memadai
Total nilai kelemahan
TOTAL
Bobot
Rangking
Nilai
0,25
4
1.00
1.00
3,60
0,45
Dari hasil penilaian faktor internal, menunjukkan angka 0,45 yang berarti
posisi rantai pasokan sudah siap untuk dikembangkan dan akan menguntungkan
jika kinerjanya meningkat. Untuk itu, para pelaku rantai pasok harus mampu
memaksimumkan kelebihannya (strengths) dan meminimumkan kelemahannya
(weaknesses). Penambahan moda transportasi dengan fasilitas pendingin yang
lebih baik diperlukan untuk menghadapi kendala jarak antara supplier (petani)
dengan lokasi prosesor, selain itu diupayakan penguranan penggunaan pestisida
secara berlebihan untuk menjamin keamanan produk dan pemenuhan standar
kualitas yang diharapkan oleh konsumen.
Tabel 73 Penilaian Faktor Eksternal Peningkatan Rantai Pasokan
No.
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
Indiltator
Peluang (Opportunifies)
Peluang perbaikan pesanan yang
hilang
Kepercayaan yang tinggi antar
pelaku (kemitraan)
Besamya pangsa pasar yang
didorong meningkatnya
kesadaran pola hidup sehat
Perkembangan teknologi
budidaya, penyimpanan,
pengemasan dan transportasi
Total nilai peluang
Ancaman (Tltreafs)
Konversi lahan pertanian
Globalisasi dan issue non-tarriff
barier
Tumbuhnya pesaing
Perubahan iklim dan ancaman
hama dan penyakit tanaman
Total nilafancaman
TOTAL
Bobot
Rating
Nilai
0,25
3
0,75
1,00
3,80
-0,45
Hasil penilaian faktor eksternal menunjukkan nilai sebesar -0,45. Nilai
tersebut menandakan bahwa pengembangan pada manajemen rantai pasokan
Lettuce head masih menghadapi ancaman yang lebih besar dibandingkan peluang
pengembangan. Hal ini karena keberadaan pesaing dengan produktifitas dan mutu
yang lebih baik dan perubahan iklim serta ancaman hama dan penyakit tanaman
yang berpotensi menurunkan volume produksi.
Perhitungan skor pada matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan
matriks EFE (External Factor Evaluation) tersebut menentukan koordinat posisi
para pelaku rantai pasok sayuran Lettuce head pada kuadran 11, dimana bernilai
positif untuk sumbu X dan bernilai negatif untuk sumbu Y (+0,45; -0,45),
sehingga strategi (Strengths-ThreatslST) (Gambar 26) dapat dipilih sebagai
atternatif strategi peningkatan rantai pasok sayuran Lettuce head.
Menurut Pearce dan Robinson (1997) dalam Luna (2005), posisi
perusahaan pada tiap kuadran akan menunjukkan pengambilan strategi yang tepat
agar perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya. Pada kuadran 11 menandakan
bahwa perusahaan kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi
strategi adalah diversifikasi, artinya diperkirakan roda perusahaan akan
mengalami kesulitan untuk terus berputar jika hanya bertumpu pada strategi
sebelumnya. Untuk itu, diperlukan terobosan strategi yang berbeda dalam
meningkatkan kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi. Perumusan strategistrategi dilakukan dengan pendekatan analisis TOWS yang dapat dilihat pada
Tabel 74.
Berbagai Peluang
Kuadran 111
Kuodran I
Kelemahan Internal
Kekuatan Internal
Kuadran IV
Kuadran I1
Berbagai Ancaman
Posisi PeIaku Rantai
Pasok
Gambar 26. Posisi pelaku rantai pasok sayuran Lettuce head
Tabel 74. Altematif strategi peningkatan kinerja rantai pasok Lettuce head
SWOT
Strengths
1. Kualitas produk sayuran yang
dihasilkan tinggi ditunjukkan
dengan pasokan yang memenuhi
standar
2. Responsifitas perusahaan pada
proses pengiriman produk tinggi
dilihat dari siklus pernenuhan
pesanan yang pendek.
3. Sarana prasarana pascapenen dan
dukungan
teknologi
yang
memadai.
4. Lokasi prosesor dengan yang
dekat dengan pasar (konsumen),
dekat dengan Jakarta, Depok dan
Bekasi
Weaknesses
1. Jarak lokasi antara mitra
tanilbeli dan prosesor yang jauh
(Garut, Lembang-Bogor) dan
Transportasi sayuran tidak
selamanya menggunakan cool
NUC~
sehingga
berisiko
terhadap kerusakan produk.
2. Tingkat kesuburan lahan yang
masih rendah
3. Tingginya kandungan pestisida
pada sayuran
4. Proses penyimpanan belum
memadai ditunjukkan dengan
adanya penumpukan krat yang
terlalu tinggi dan terbatasnya
ruang
pendingin
sehingga
produk yang disimpan berisiko
SO
1. Peluang memperbaiki pesanan
yang hilang akibat manajemen
pesanan yang lemah (miss
opport~mify)
melalui
peningkatan kinerja rantai
pasokannya.
2. Adanya kemitraan dengan
para petani (mitra tani)
sebagai
upaya
untuk
kapasitas
meningkatkan
produksi perusahaan untuk
memenuhi
peningkatan
pemintaan pasar.
3. Uesamya pangsa pasar dengan
adanya pola hidup sehat
melalui promosi yang lebih
fokus dan intensif, serta
pengembangan
hubungan
kerjasama dengan konsumen
institusi baru.
4. Perkembangan
teknologi
budidaya,
penimpanan,
pengemasan dan transportasi
wo
1. Pengembangan system informasi
untuk mendukung manajemen
rantai pasokan
2. Peningkatan kolaborasi dalam
kelembagaan rantai pasok untuk
sharing informasi,
perencanaanlpenjadwalan
produksi, dan peningkatan mutu
produk
3. Peningkatan kinerja responsifitas
dan fleksibilitas untuk
pemenuhan pesanan
4. Pengembangan pangsa pasar
melalui strategi pemasaran yang
efektif
1. Penambahan moda transportasi
dengan fasilitas pendingin yang
lebih baik
2. Penggunaan pestisida yang
ramah lingkungan atau
teknologi budidaya sayuran
dengan hidroponik
3. Penggunaan benih sayuran
kualitas unggul
Threats
ST
.-
WT
.. .
Opporl~rnilies
1. Tingginya konversi lahan dari 1. Penggunaan teknologi budidaya
pertanian untuk pemukiman
hidroponik dan penggurangan
dan pengembangan sektor
penggunaan pestisida secara
ekonomi lain
berlebihan
2. Globalisasi
perdagangan 2. Optimalisasi sistem penjadwalan
(baik dalam penanaman dan
dunia, serta isue-isue non
tariff barrier (seperti isue
pemanenan) dengan
lingkungan).
memperhitungkan aspek cuaca
3. Masuknya pesaing dari negara 3. Peningkatan kinerja responsifitas
lain pada pasar domestik yang
dan fleksibilitas untuk
juga mampu memproduksi
pemenuhan pesanan
sayuran dengan produktivitas, 4. Perlunyan implementasi system
efisiensi produksi dan mutu
manajemen mutu dan lingkungan
yang lebih baik.
( I S 0 22000), HazardAnalysis
4. Perubahan iklim dan ancaman
Critical Control Point (HACCP),
serangan hama dan penyakit
GoodHandli~~g
Practices, dan
Good Agrictrllural Practice
sayuran dapat menurunkan
volume produksi pada tingkat
(GAP)
petani
1. Penggunaan teknologi budidaya
hidroponik dan penggurangan
penggunaan pestisida secara
berlebihan
2. Penambahan moda transportasi
dengan fasilitas pendingin yang
lebih baik
3. Perlunyan implementasi system
manajemen mutu dan
lingkungan ( I S 0 22000),
Harard Analysis Critical
Control Poinr (HACCP). Good
Handling Practices, dan Good
Agric~ilt~rral
Practice (GAP).
Berdasarkan hasil IFE-EFE, maka alternatif strategi peningkatan kinerja
rantai pasok dipilih ~natrik strategi strength-threats (ST) yang berada pada
Kuadran I1 yaitu :
1. Penggunaan teknologi budidaya hidroponik dan pengurangan penggunaan
pestisida secara berlebihan
2. Optimalisasi sistem penjadwalan (baik dalam penanaman dan pemanenan)
dengan memperhitungkan aspek cuaca
3. Peningkatan kinerja responsifitas dan fleksibilitas untuk pemenuhan
pesanan
4. Perlunyan implementasi system manajemen mutu dan lingkungan (IS0
9000 & 14000), Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), Good
Handling Practices, dan Good Agricultural Practice (GAP).
9.2.
Analisis Kelembagaan Peningkatan Kinerja dan Nilai Tambah Petani
Sayuran
Hasil identifikasi rantai pasok sayuran Lettuce head menunjukkan telah
terbentuk kelembagaan antar pelaku rantai pasok. Kelembagaan tersebut dalam
bentuk hubungan kemitraan atau keterikatan yang berjenjang antar pelaku rantai
pasok yang terlibat, dengan pola antara konsumen institusi -processor, kemudian
antara processor-mitra
processor-mitra
tanilmitra beli. Pada pola tersebut, hubungan antara
tanvmitra beli relatif masih "longgar" dibandingkan dengan
hubungan konsumen institusi-processor.
Selain itu, belum terjadi suatu
keterlibatan yang intensif dari pemangku kepentingan yang lain (pelaku
pendukung).
Pengembangan kelembagaan rantai pasok seyogyanya berangkat dari
"embrio" kemitraan tersebut, yang dikembangkan lebih lanjut sehingga menjadi
satu rangkaian rantai nilai atau keterkaitan antar pelaku inti yang tidak terputus
denganprocessor sebagai perusahaan penghela, seperti pada Gambar 27.
Ranfai Pasok Savuran
Konsumen
institusi
-
--
.
..---.------------Petani
Processor
I
I
t:
I
I-.
Petani
I
_Y
I
....- -- - -)L- - - - - --.
Pedagang
Pedagang
k.
I____.____
- .- .- .- .
&--------I
I
I
-'
I
, _ _ _...._...._____
_
1
Gambar 27. Rantai Pasok Sayuran menurut Processor sebagai Champion1
Perusahaan Penghela
Processor mengambil inisiatif dengan melakukan kegiatan produktif untuk
meningkatkan kinerja rantai pasok dan khususnya peningkatan nilai tambah petani
dengan berperan sebagai Chantpion atau perusahaan penghela. Chanzpion dalaln
ha1 ini berfungsi sebagai driver terhadap pelaku rantai nilai dibawahnya untuk
memproduksi sayuran sesuai dengan target jumlah dan spesifikasi mutu yang
ditetapkan sesuai dengan permintaan atau kebutuhan ekspor, dan rnengembangkan
aktifitas-aktifitas yang memungkinkan adanya peningkatan nilai tarnbah produk
pada tingkat petani. Kolaborasi antar pelaku inti tersebut diikat dalam suatu
naskah kesepakatan kerjasama yang mendeskripsikan tugas dan kewajiban
masing-masing anggota rantai pasok.
Pola pengembangan berikutnya, dalam konteks peningkatan nilai tambah
petani, adalah perluasan lingkup rantai pasok yang melibatkan institusi pendukung
lainnya sehingga terbentuk suatu kelembagaan rantai pasok yang memungkinkan
peningkatan nilai tambah pada tingkat petani, seperti digambarkan pada Gambar
28. Dalam rangka pengembangan tersebut, diperlukan suatu wahana dalam bentuk
Forum Komunikasi antar pemangku kepentingan pada sentra produksi sayuran
Lettuce head.
I
-
- - - - - - m u - - - - - - - -
Konrumen
P ~ O C ~ S I ) ~
1
Suoolier
Kel.Petsni-X
PT Saung Minvan
Kel. Petani-Z
I
I
A
,--------------...-
I
I
I
I
Pedagang
I_______________
4
4
I
BanW LKM
I
- - -1
4
PcmerintahlDinasl
lnstansi terkait
LSM,
--Univ,
------ ~ ~ - - - - ~ ~ ~ - - - ~ ~-~
~ .
- ----
Gambar 28. Konfigurasi Kelembagaan Rantai Pasok Sayuran Lettuce Head
Pada tahap ini kolaborasi pemangku kepentingan (pelaku pendukung)
yang lebih luas diintensikan dengan peran dan tanggung jawab yang lebih
terprogram dan terstruktur, sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Peran
pemangku kepentingan pada kelembagaan rantai pasok sayuran Lettuce head
tersebut dirangkum seperti yang tertuang pada Tabel 75.
Tabel 75. Peran pemangku kepentingan rantai pasok sayuran Lettuce head
No
1
2
I
Pemangku
kepentingan
Petani
Pedagang
(pengum~ul)
Peran dalam rantai pasok
Keterangan
(Kondisi
dan Issue)
Memproduksi bahan baku. Tingkat harga dan
Mempertahankan
dan fluktuasi harga yang
meningkatan mutu produk. disinsentif bagi petani,
serta
permodalan
terbatas, rendahnya nilai
tambah produk pada
tingkat petani.
Meningkatkan
efisiensi Transparansi harga
biaya transaksi.
* Menjaga
konsistensi
pasokan.
No
3
Pemangku
kepentingan
Processor
Peran dalam rantai pasok
Keterangan
(Kondisi
dan Issue)
Meningkatan nilai tambah Tingkat
harga dan
dan mutu sayuran Lettuce fluktuasi harga pasar.
head.
Membantu
distribusi Kondisi keseimbangan
produk
supply-demand pasar.
Melakukan
pembinaan
terhadap petani untuk
peningkatan efisiensi dan
mutu.
Informasi harga.
Membantu
distribusi Kemauan (good wile
produk
suntuk
melakukan
Peningkatan pangsa pasar kolaborasi
produk
Informasi harga dan mutu
Pembinaan, fasilitasi, dan Koordinasi
dan
bantuan
untuk integrasi kebijakan dan
peningkatan produktivitas program.
dan mutu serta efisiensi
pasar serta kelembagaan Fokus program dan
pelaku usaha.
sasaran program.
Menyediakan informasi
pasar dan teknologi.
Pengembangan
dan
irnplementasi
standar
produksi, proses, dan
mutu.
Kebijakan
untuk
meningkatkan iklim usaha
yang kondusif.
Dukungan infrastmktur
ekonomi (jembatan, jalan,
irigasi)
Menghasilkan
dan Keterbatasan
mendiseminasikan
sumberdaya dana, dan
IPTEK (Tepat Guna) fokus penelitian.
untuk
pengembangan
benih,
teknologi Link dunia usaha dan
budidaya, teknologi pasca UniversitaslLitbang.
panen dan transportasi.
.
4
Konsumen institusi
5
lnstansi Pemerintahl
Dinas Terkait
di
Tingkat Kabupaten,
serta
Departemen
terkait.
6
Universitasl
Lembaga Litbang
7
BankILembaga
Keuangan
.
akses Risiko kredit, suku
Meningkatkan
dan bunga, administrasi dan
permodalan
pembiayaan usaha bagi jaminan.
petani.
9.3.
Implikasi ManajerialProgram Aksi
9.3.1. Analisis kesenjangan
Sehubungan rangka peningkatan kinerja rantai pasok, diperlukan analisis
kesenjangan antara kondisi rantai pasok lettuce head (existingl dengan sasaran
utama pengembangan yaitu peningkatan daya saing dan nilai tambah produk, serta
meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha, khususnya pada tingkat petani.
Identifikasi kesenjangan meliputi aspek-aspek yang tercakup dalam metrik kinerja
pengukuran yang dapat dilihat pada Tabel 76.
Identifikasi kesenjangan tersebut dijadikan acuan dalam menetapkan
implikasi manajeriallprogram aksi, sesuai dengan strategi peningkatan yang telah
ditetapkan. Selain itu, kesenjangan yang ada dapat dijadikan analisis kebutuhan
stakeholder yang bersifat konflik (melemahkan) atau menguatkan. Pengembangan
rantai pasok sayuran lettuce head membutuhkan harmonisasi kepentingan antar
pelaku untuk menjaga keberlanjutan usaha.
Tabel 76. Kesenjangan antara kondisi kini dan harapan berdasarkan metrik kinerja
. -
Metrilc kinerj:~
Kiner~a
...neneiriman
-
Kesesuaian dengan
standar mutu
Pemenuhan pesanan
-.
~ o n d i skin1
i Persrntase .uenglr~~nan
pesanan tepat waktu dari
petani yang sesuai dengan
tanggal pesanan dan atau
tanggal yang diinginkan
masih kecil (rata-rata <
50%)
Jumlah produk yang
memenuhi grade A dari
petani masih rendah (ratarata < 50%)
Pemenuhan pesanan pada
tingkat petani sudah
melebihi permintaan >
100%
Lead time pemenuhan Waktu yang dibutuhkan
pesanan
untuk memenuhi
permintaan konsumen
mulai dari pemasok hingga
ke tangan konsumen sudah
sesuai
.--
Kondisi yong diharapknn
..Peningkaran
persentase
pengiriman pesanan tepat
waktu dari petani yang
sesuai dengan tanggal
pesanan dan atau tanggal
yang diinginkan (> 75%)
Jumlah produk yang
memenuhi grade A dari
petani masih rendah (ratarata > 75%)
Kontinyuitas pasokan
terjaga
Konsistensi lead time
terjaga
Metrik kinerja
Kondisi kini
Siklus
pesanan
pemenuhan Siklus waktu untuk
memenuhi pesanan mulai
source, make & delivery
sudah sesuai
Fleksibilitas rantai pasok Fleksibilitas pemenuhan
pesanan pada tingkat
prosesor terhadap
konsumen institusi rata-rata
> 3 hari
Biaya SCM
Biaya SCM yang
bervariasi antar petani
Cash-to-cash cycle time
Persediaan harian
9.4.
Kondisi yang diharapkan
Konsistensi siklus
pemenuhan pesanan terjaga
Fleksibilitas pemenuhan
pesanan pada tingkat
prosesor terhadap
konsumen institusi rata-rata
< 3 hari
Seluruh petani
diharapkan bisa lebih
efisien dalam mengelola
keuangannya.
Perputaran uang perusahaan Perputaran uang perusahaan
mulai dari pembayaran
mulai dari pembayaran
bahan baku ke pemasok,
bahan baku ke pemasok,
hingga pembayaran atau
hingga pembayaran atau
pelunasan produk oleh
pelunasan produk oleh
konsumenrata-rata < 15
konsumen iata-rata > 15
hari
hari
Persedian harian pada
Konsistensi terjaga
tingkat petani dan prosesor
cukup kecil
Implikasi manajerial/program afcsi
Berdasarkan analisis nilai tambah, hasil strategi peningkatan kinerja yang
terpilih, peran pemangku kepentingan, dan analisis kesenjangan yang telah
diuraikan, maka matrik implikasi manajerial/program aksi dalam rangka
memenuhi tujuan peningkatan kinerja rantai pasok sayuran Lettuce head dan
pelaku yang diharpkan dapat berperan dirumuskan pada Tabel 77.
Tabel 77. Implikasi manajeriallprogram aksi dan aktor yang diharapkan dapat berperan
No
Implikasi manajeriall
program aksi
A. Pokus pada Produk
1
Peningkatan akses terhadap sarana
produksi untuk peningkatan produktivitas
pola dan jadwal tanam untuk
Pengaturan
2
menjamin kontunyuitas pasokan produk
yang sesuai dengan kapasitas
Peningkatan aktifitas pasca panen pada
3
tingkat petani untuk tneningkatkan nilai
tarnbah produk pada tingkat petani
Optimalisasi penggunaan lahan dengan
4
lnengukur
keasaman
tanah
dan
lnemberikan sarana produksi seperti
pupuk dan obat-obatan tanamanlpestisida
yang sesuai dengan standar diberikan
oleh perusahaan kepada petani
Melakukan pemanenan tepat pada
5
waktunya agar warna dan tampilan
produk sesuai dengan syarat kualitas dari
perusahaan.
6
Perbaikan kinerja pengiriman produk ke
perusahaan melalui prosedur pengiriman
yang standar agar sampai di perusahaan,
Petanil
Poktan
Aktor yang berperan
Pedagang Perosesor Konsumen Pemerintah
institusi daerawpusat
4
Universitasl
Balai
Penelitian
4
4
4
4
4
4
4
4
4
.\I
4
d
4
Lembaga
Keuangan
menjaga tingkat kontaminasi udara dan
~nakhlukhidup lainnya
Sistem Manajemen Mutu serta
Lingkungan untuk menjamin konsistensi
mutu/kualitas produk baik itu IS0 22000,
Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP), Good Handling Practices dan
Good Agricultural Practices, selain juga
perlu untuk disusun SNI bagi produk
Lettuce
Peningkatan utilisasi kapasitas terpasang
dengan menerapkan kerjasama
oengeunaan
peralatan produksi (sharing
. -prodz~cfion,facilities)
antar petani
Peninekatan iumlah moda transportasi
genjaminannya
Melakukan oembavaran hasil panen
dengan cepat untuk meminimalisir cashto-cash cycle time
~mberdayaManusia
Peningkatan kapasitas dan kemampuan
pelaku usaha (petani) dala~nha1 proses
produksi, manajemen usaha dan akses
4
4
I
I
pasar
Pengembangan sikap sadar mutu di
kalangan petani
Memberikan pelatihan kepada karyawan
agar bisa membedakan produk yang
sesuai dengan kriteria mutu
Perlunya fasilitasi pelatihan-pelatihan
kepada petani khususnya dalam
kemampuan analisis bisnis
,ganisasi/Kelembagaan
Pengembangan dan penguatan
kelembagaan pelaku usaha (kelompok,
koperasi, asosiasi) pada tingkat petani
Pembentukan forum komunikasi
pemangku kepentingan sepanjang rantai
pasokan untuk kepentingan perencanaan
kolaborasi dan peningkatan responsifitas
pemenuhan pesanan
BAB X. KESIMPULAN DAN SARAN
10.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil pembahasan studi
peningkatan kinerja manajemen rantai pasokan produk sayuran dataran tinggi
terpilih di Jawa Barat adalah :
1.
Kriteria yang digunakan dalam pemilihan sayuran dataran tinggi yang
berpotensi untuk ditingkatkan kinerja rantai pasoknya yaitu ketersediaan
bibit, ketersediaan sarana produksi, kualitas produk, kontinyuitas pasokan,
ketersediaan produk, potensi pasar domestik dan ekspor, margin keuntungan,
risiko
dan
kemitraan.
Hasil
analisis
menggunakan
metode
MPE
menghasilkan tiga komoditas sayuran terpilih yang mempunyai nilai
tertinggi dibandingkan sayuran lainnya yaitu Paprika, Lettuce dan Brokoli.
2.
Anggota struktur rantai pasok sayuran dataran tinggi umumnya terdiri dari
petanikelompok tanil koperasi, pedaganghandarlusaha dagang, prosesor,
dan konsumen institusi (hotel, restauran, eksportir, dan retailer). Hasil
analisis nilai tambah menunjukkan persentase nilai tambah petani masih
lebih kecil dibandingkan pelaku yang lain. Persentase nilai tambah petani
akan lebih besar jika terjadi pengalihan sebagian aktifitas pengolahan
produk, peningkatan kualitas dan efektifitas peran kelembagaan petani.
3.
Hasil perancangan model pengukuran kinerja rantai pasok sayuran tinggi
menggunakan pendekatan Fuzzy AHP dengan mengadaptasi model evaluasi
SCOR menghasilkan metrik pengukuran kinerja dengan bobot masingmasing yaitu : kinerja pengiriman (0,ll l), kesesuaian dengan standar mutu
(kualitas) (0,299), kinerja pemenuhan pesanan (0,182), leadtime pemenuhan
pesanan (0,068), siklus waktu pemenuhan pesanan (0,080), fleksibilitas
rantai pasok (0,052), biaya SCM (0,086), cash-to-cash cycle time (0,080) dan
persediaan harian (0,048).
4.
Pengukuran kinerja rantai pasok sayuran Lettuce head dengan pendekatan
DEA menunjukkan efisiensi relatif masing-masing petani dan potential
in~l~rovementyang harus dilakukan untuk mencapai efisiensi 100%.
Sementara pada tingkat perusahaan, pengukuran kinerja rantai pasok jenis
produk Lettuce headcrop danfresh cut menunjukkan kinerja efisiensi 100%
dan lebih baik dari benchmark.
5. Integrasi Model SCOR dan DEA menghasilkan metode pengukuran yang
seimbang dalam berbagai dimensi pada proses bisnis rantai pasok sayuran
serta menghasilkan informasi yang detail tentang efisiensi pada masingmasing pelaku dan potensi perbaikan kinerja rantai pasok.
6.
Berdasarkan hasil perhitungan matriks internal dan eksternal dalam analisa
TOWS, posisi para pelaku rantai pasok sayuran lettuce head berada pada
kuadran antara Kekuatan (Strenghts) dan Ancaman (Threats). Dengan
demikian strategi peningkatan kinerja rantai pasok sayuran lettuce head yang
dapat dirumuskan adalah :
a.
Penggunaan teknologi budidaya hidroponik dan pengurangan
penggunaan pestisida secara berlebihan
b.
Optimalisasi sistem penjadwalan (baik dalam penanaman dan
pemanenan) dengan memperhitungkan aspek cuaca
c.
Peningkatan kinerja responsifitas dan fleksibilitas untuk pemenuhan
pesanan
d.
Perlunyan implementasi system manajemen mutu dan lingkungan
(IS0 9000 & 14000), Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP),
Good Handling Practices, dan Good Agricultural
Practice (GAP).
10.2. Saran
Saran-saran yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil peinbahasan studi
peningkatan kinerja manajemen rantai pasokan produk sayuran dataran tinggi
terpilih di Jawa Barat adalah :
1.
Pelaksanaan manajemen rantai pasokan sayuran dataran tinggi memerlukan
adanya pembagian keuntungan dan risiko yang adil pada setiap anggota agar
terwujud kerjasama yang saling menguntungkan serta pengembangan
aktivitas pasca panen pada tingkat petani untuk meningkatkan nilai tambah
produk.
2.
Perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut untuk rancang bangun sistem
pengukuran kinerja dengan pendekatan model dinamika sistem yang mampu
mengukur kinerja rantai pasok secara keseluruhan.
3.
Perlu
dikembangkan penelitian lebih lanjut tentang sistem pengukuran
kinerja yang terintegrasi dengan sistem deteksi dini pada manajemen rantai
pasok sayuran dataran tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Amy H.1. Lee, Wen-Chin Chenand Ching-Jan Chang. 2008. A fuzzy AHP and
BSC approach for evaluating performance of IT department in the
manufacturing industry in Taiwan. Expert Systenis with Applications
Volume 34, Issue 1, January 2008:Pages 96-107 Angerhofer, B.J., M.C.
Angelides. 2000. System dinamics modelling in supply chain management : A
research review. Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference J.
A. Joines, R. R. Barton, K Kang, andP. A. Fishwick, eds.
Aramyan, L.H.; Ondersteijn, C.J.M.; Kooten, 0. van; Oude Lansink, A.G.J.M.
2006. Performance indicators in agri-food production chains. In:
Quantzfiing the agri-food supply chainIOndersteijn, d r i C.J.M.,
Wijnands, ir. J.H.M, Huirne, prof:dr.ir R.B.M., Kooten, vanprof:dr. O., . Dordrecht :Springer/Kluwer, (Wageningen UR Frontis series 15) - p. 47 64.
Asril, Z. 2009. Analisis Kondisi dan Desain Indikator Kinerja Rantai Pasokan
Brokoli (Brassica olerecea) di Sentra Hortikultura Cipanas-Cianjur Jawa
Barat. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Bogor
Austin JE. 1981. Agroindustrial Project Analysis. Maryland:The John Hopkins
University Press.
Ayag, Z. 2002. An analytic-hierarchy-process based simulation model for
implementation and analysis of computer-aided systems. International
Journal of Production Research, 40:3053-3073.
Ayag, Z. 2005a. An integrated approach to evaluating conceptual design
alternatives in a newproduct development environment. International
Jozrmal of Production Research, 43:687-713.
Ayag, Z. 2005b. A fuzzy AHP-based simulation approach to concept evaluation
in a NPD environment. IIE Transactions, 37: 827-842.
Ayag, Z., & R.G. Ozdemir. 2006. A Fuzzy AHP approach to evaluating machine
tool alternative. J Intell Manuf: Springer Science + Bussiness Media Inc,
17:179-190.
Azapagic, A. and Clift, R., 1999. The application of life cycle assessment to
process optimisation. Contputers and Chetnical Engineering, 23
(10):1509-1526.
Baccarini, D., Salm, G. and Love, P. 2004. Management of risks in information
technology projects. Industrial Managenzent & Data Systems No. 4 Val.
104: pages 286-295.
[Bappeda] Provinsi Jawa Barat. 2007. [http:Nwww.jabar.go.id]
[BI] Bank Indonesia. 2007. [http://www.bi.go.id]
Bhagwart, R., M.K Sharma. 2007. An integrated BSC-AHP approach for supply
chain management evaluation. Mesuring Bussiness Exellence Tahun 2007
Nomor 3 Volume 11:57-68, Q Emerald Group Publishing Limited, ISSN
1368-3047.
Bhagwat, R. and Sharma, M.K. 2007. Performance measurement of supply chain
management : A Balanced Scorecard Approach. Computers & Industrial
Engineering Journal Volume 53:43-62.
Brown JG. 1994. Agroindustrial Iizvesttnent and Operations. Washington: The
World Bank.
Cakravastia, A,, and L. Diawati. 1999. Development Of System Dynamic Model
To Diagnose The Logistic Chain Performance Of Shipbuilding Industry In
Indonesia. Paper read at International System Dynamics Conference,
Wellington, New Zealand.
Carlsson-Kanyama, A., Ekstrom, M.P. and Shanahan, H., 2003. Food and life
cycle energy inputs: consequences of diet and ways to increase efficiency.
Ecological Econonzics 44 (2/3):293-307.
Chan, A,, Kwok, W. and Duffy, V. (2004), Using AHP for determining priority in
a safety management system. Industrial Management & Data Systems
Nomor 5 Volume 104:430-45.
Charnes, A,, W. Cooper, & E., Rhodes. 1978. Measuring the efficiency of
decision-making units. European Journal of Operational Research Volume
2:429-444.
Chou, T., Hsu, L., Yeh, Y. and Ho, C. 2005. Towards a framework of the
performance evaluation of SMUs' industry portals. Industrial Management
& Data Systeins Nomor 4 Volurne 105:527-44.
Cheng, C. H., & Mon, D. L. 1994. Evaluating weapon system by analytic
hierarchy process based on fuzzy scales. Fuzzy Sets andSystems 63:l-10.
Chopra S dan P. Meindl. 2007. Supply Chain Management: Strategy, Planning
and Opertiation. Pearson Prentice Hall.
Dey, P. and Ogunlana, S. (2004), Selection and application of risk management
tools and techniques for build-operate-transfer projects. Industrial
Managenlent & Data Systen~sNomor 4 Volume 104:334-46.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Departemen Pertanian, Jakarta
Dinas Pertanian
Jawa Barat. 2006.
Pemerintah
Provinsi jawa
Barat.
Eriyatno. 1998. Ihnu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen.
Bogor: IPB Press.
Farrell, M.J. 1957. The measurement of productive efficiency. Journal of the
Royal Statistical Society Nomor 3 Volume 120:253-90.
Feifi, D. 2008. Kajian Manajemen Rantai Pasokan pada Produk dan Komoditas
Kedelai Edamame. Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor
Gunasekaran, A., Patel, C. and McGaughey, R. 2004. A framework for supply
chain performance measurement. Inlernational Journal of Production
Economics Nomor 3 Volume 87:333-48.
Gunasekaran, A., Patel, C. and Tirtiroglu, E. 2001. Performance measures and
metrics in a supply chain environment. International Journal of Production
and Operations Management Nomor 112 Volume 21 :71-87.
Hadiguna, R.A., Marimin. 2007. Alokasi pasokan berdasarkan produk unggulan
untuk rantai pasok sayuran segar. Jurnal Teknik Indzrstri Nomor 2 Volume
9.
Hagelaar, G.J.L.F. and Van der Vorst, J.G.A.J., 2002. Environmental supply
chain management: using life cycle assessment to structure supply chains.
International Food andAgribusiness Management Review 4:399-412.
Handfield, R.B, Ernest L. Nichols Jr. 2002. Supply Chain Redesign. Prentice
Hall.
Jansen-Vullers, M.H.; Wortmann, J.C.; Beulens, A.J.M. 2004. Applications of
labels to trace material flows in multi-echelon supply chains. Production
Planning & Control 15 (3):303-3 12.
Kahraman, C., Cebeci, U., & Ulukan, 2. 2003. Multi-criteria supplier selection
&
'
Logistics Information Management 16:382-394.
using &zzy .A
Kahraman, C., Cebeci,U., & Ruan, D. 2004. Multi-attribute comparison of
catering service companies using fuzzy AHP: The case of Turkey.
International Journal of Production Economics 87: 171-1 84.
Kaplan, R. and Norton, D. 1996. Using the balanced scorecard as a strategic
management system. Harvard Business Review Nomor 1 Volume 74:75-85.
Kaufmann, A., Gupta, M. M. 1985. Introduction to fuzzy arithmetic: theory and
applications. New York: Van Nostrand Reinhold.
Klir, G. J., & Yuan, B. (1995). Fuzzy sets and fuzzy logic: theory and
applications. Prentice-Hall: Englewood Cliffs, NJ.
Kuo, R. J., Chi, S. C., & Kao, S. S. 2002. A decision support system for selecting
convenience store location through integration of fuzzy AHP and artificial
neural network. Cornpzrters in Industry 47: 199-214.
Kwong, C. K.,&Bai, H. 2002. A fuzzy approach to the determination of important
weights of customer requirements in quality function deployment. Journal
oflntelligent Manufacluring 13: 367-377.
Lai, K.H., Ngai, E.W.T. and Cheng, T.C.E., 2002. Measures for evaluating
supply chain performance in transport logistics. Transportation Research.
Part E Logistics and Transportation Review, 38 (6):439-456.
Lapide, L., 2000. What about measuring supply chain performance? ASCET2.
Lau, H.C.W. W.K. Pang. C.W.Y. Wong. 2002. Methodology for Monitoring
Supply Chain Performace: a Fuzzy Logic Approach. Logistic Informatoin
Management Volume 15 (4):27 1 - 280.
Lee,W. B.,Lau,H., Liu, Z. Z.,&Tam, S. 2001. Afuzzy analytic hierarchy process
approach in modular product design. Expert Systems 18:3242.
Lyneis, J. M. 1980. Corporate Planning and Policy Design: A System Dynamics
Approach. Cambridge (MA): Pugh-Roberts Associates.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Jakarta: Grassindo
Marimin. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial.
Bogor: IPB Press.
Marsh, S., Moran, J. V., Nakui, S., & Hoffherr, G. 1991. Facilitating and training
in quality function deployment. Methuen, MA: GOALIQPC
Melynk, S.A., Stewart, D.M., dan Siwank, M. 2004. Metrics and performance
measurement in operations management : Dealing with metrics maze.
Journal of Operation Management 22:209-217.
Morgan W, S Iwantoro, AS Lestari. 2004. Improving Indonesian Vegetable
Supply Chains. Didalam: G1 Johnson dan PJ Hofinan, editor. Agri-product
Supply Chain Management in Developing Countries. Proceeding of a
Workshop;Bali, 19-22 August 2003. Bali: ACIAR. hlm 139-141
Muhammadi, E Aminullah dan B Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis
Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. Jakarta : UMJ Press.
Mulyadi. 2005. Sistem Manajemen Strategik Berbasis Balaced Scorecard.
Yogyakarta : UPP AMP YKPN.
Murtaza, M. B. 2003. Fuzzy-AHP application to country risk assessment.
American Business Revieiv 2 1:109-1 16.
Negoita, C. V. 1985. Expert systems and fuzzy systems. Menlo Park, California:
The Benjamin/Cummings.
Pujawan, 1.N. 2005. Supply Chain Management. Guna Widya. Surabaya.
Romero, C. and Rehman, T., 2003. Multiple criteria analysis for agricultural
decisions. Elsevier, Amsterdam.
Saaty, T. L. 1981. The Analytic Hierarchy Process. McGraw-Hill: New York
Setyawan, F. 2009. Analisis Rantai Pasokan Sayuran Dataran Tinggi Unggulan di
Jawa Barat. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Bogor
Stewart, G. 1997. Supply-chain operations reference model (SCOR): the first
cross-industry framework for integrated supply chain management.
Logistics Information Managei~zentNomor 2 Volume 10:62-7.
Supply-Chain Council, 2004.
chain.org/index.ww] (2004).
SCOR.
Available:
[http://www.supply-
Syafi, N.F. 2009. Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasokan Bunga Krisan.
Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor
Talluri, S. and Baker, R.C., 2002. A multi-phase mathematical programming
approach for effective supply chain design. European Journal of
Operational Research 141 (3):544-558.
Van der Vorst, J.G.A.J.A.J.M. Beulans. 2002. Performance Measurement In Agri
Food Supply-Chain Networks. International Journal of Agrogood chains
and nehvorks for developnzent 13-24. Netherlands.
Van der Vorst, J.G.A.J., 2004. Performance levels in food traceability and the
impact on chain design: results of an international benchmark study. In:
Bremmers, H.J., Omta, S.W.F., Trienekens, J.H., et al. eds. Dynamics in
chains and nehvorks: proceedings of the sixth international con&rence on
chain and network management in agribusiness and the food industry (Ede,
27-28 May 2004). Wageningen Academic Press, Wageningen, 175-1 83.
Van der Vorst J.GA.J, Zee van der DJ. 2005. A Modelling Framework for
Analyzing Supply Chain Scenarios: Applications in Food Industry. Decision
Sciences 36:65-95.
Van der Vorst, J.G.A.J. 2006. Performance Measurement in Agrifood Supply
Chain Networks :An Overview. In: Quantx$ing the agriyood supply chain/
Ondersteijn, dr.ir. C.J.M., Wijnands, ir. J.H.M., Huirne, projdr.ir R.B.M,
Kooten, van projdr. O., . - Dordrecht :Springer/Kluwer, (Wageningen UR
Frontis series 15).
Wang, N., 2003. Measuring transaction costs: an incomplete survey. Ronald
Coase Institute, Chicago. Ronald Coase Institute Working Papers no. 2.
[http://coase.org/workingpapers/wp-2.pdfl.
Weck, M., Klocke, F., Schell, H., & Ruenauver, E. 1997. Evaluating alternative
production cycles using the extended fuzzy AHP method. European
Journal of Operational Research 100:35 1-366.
Wong, W.P. and Wong, K.Y. 2006. A review on benchmarking of supply chain
performance measures. Benchmarking: An International Journal Nomor 1
Volume 15.
Wong W.P., Wong K.Y. 2007. Supply chain performance measurement system
using DEA modeling. Industrial Managenzent & Data Systeins 2007;
Nomor 3 Volume 107:361-381.
Yandra, Marimin, I. Jamaran, Eriyatno, and H. Tamura. 2007. An Integration of
Multi-objective Genetic Algorithm and Fuzzy Logic for Optimization of
Agroindustrial Supply Chain Design. Proceeding of the 5 IS' International
Society for the System Science Conference, Tokyo, August 2007 (to
appear).
Zahedi, F. 1986. The analytic hierarchy process: A survey of the method and its
application. Interfaces 16:96-108.
Zhu,
J., 2003. Quantitative models for performance evaluation and
benchmarking: data envelopment analysis with spreadsheets and DEA
Excel solver. Kluwer, Dordrecht. International Series in Operations
Research & Managentent Science Nomor 5 1.
Zimmermann, H. J. (1996). Fuzzy set theory and its applications. Massachusetts:
Kluwer.
Lampiran 1. Kuesioner penelitian
KUESIONER KEGIATAN PENELITIAN MAHASISWA
Analisis Rantai Pasokan Sayuran Unggulan Dataran Tinggi
di Jawa Barat
Oleh : Alim Setiawan S
Gambaran Ringkas
Survei ini dilakukanoleh Alim Setiawan S, Mahasiswa Program Magister
Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Survei ini bertujuan untuk menyelesaikan tesis, sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Magister Sains. Informasi yang didapatkan dari survei ini
akan dirahasiakan dari hanya akan digunakan untuk keperluan analisis statistik.
Analisis dan tabulasi akan dilakukan secara gabungan sehingga informasi setiap
responden tidak akan diketahui. Atas kerjasamanya, Saya ucapkan terimakasih.
Lanjutan lampiran 1
Identitas Responden
1. Nama
........................................................................
2. Jenis kelamin : [ ] Laki-laki
[ ] Perempuan
........................................................................
3. Usia
4. Pendidikan
a. Formal
[ ] SMU/ Aliah
[ ] Tidak sekolah
[ ] Tidak tamat SD
[ 1 D-3
[ ] Universitas
[ ] Tamat SDObtidaiyah
[
] Lain-lain, sebutkan,. ...
[ ] SLTPI Tsanawiyah
b. Non Fonnal
: [ ] Pemah
[ ] Tidak pemah
Jika pemag, sebutkan.. .........................................................
5. Sejak kapan usaha ini dimulai di daerah saudara (tahunlbulan) ...............
6. Sejak kapan saudara menjalani usaha ini (bulanltahun). .......................
7. Luas budidaya paprika yang saudara miliki saat ini (Ha) :.....................
8. Bagaimana status kepemilikan lahan saudara tersebut : [ ] m i l k sendiri
[ ]
sewa
9. Jika sewa berapa ongkosi biaya sewa per Ha per tahun : Rp .......................
10. Jumlah tenaga kerja .......(orang) :.......(dalam keluarga) .........(luar keluarga)
11. Sistem upah : [ 1 bulanan ........................... (Rpibulan)
[ ] bagi hasil ......................... (%I
[ ] lainya ...............................
[ ] Tidak
12. Apakah saudara mempunyai usaha lain : [ 1 Ya
. .
Jika va. sebutkan ienls usaha :.....................................................................
Aspek ~ r o & k s i
1. Dalam pembudidayaan paprika, darimana saudara mendapatkan pengetahuan
budidaya, sebutkan.. .................................................
2. Sebutkan tahapan budidaya tanaman paprika mulai dari penyiapan lahan sampai
hasilnya siap untuk dipasarkan .................................................
3. Luas lahan usaha saudara :......................... hektar
Luas lahan (Ha)
Keprmilikan
Belum menghasilkan
Menghasilkan
Milik sendiri
Milik perusahaan
Milik pemerintah
Lainnya (Sewa, maro,dll)
Total produksi
Berapa banyak bibit yang Saudara gunakan :...................... ..Kg
Darimana Saudara mendapatkan bibit tersebut :.................................
Berapa biaya yang digunakan untuk mendapatkan bibit tersebut :...... ......
Jenis varietas paprika yang saudara tanam.. ......................................
Produktivitas usaha tani tanaman paprika yang saudara hasilkan :...kg/Ha
Bagaimana penjadwalan atau pengaturan pemanenan dari tanaman paprika yang
diusahakan, jelaskan.. .........................................................
10. Bagaimana sistem order yang diberikan oleh prosesor.. ........................
1 1. Berapa lama saudara dapat memenuhi order tersebut.. .........................
12. Bagaiman pengawasan mutu pertanian saudara.. ................................
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Lanjutan lampiran 1.
13. Apakah saudara melakukan proses sorting dan grading dari produk yang
Saudara hasilkan ......................................................................
14. Apakah saudara melakukan pengemasan dan pelabelan pada produk yang
Saudara hasilkan ......................................................................
15. Dari segi mutu produk yang saudara hasilkan apakah sudah memenuhi
permintaan pasar ...
16. Apakah ada pelatihan atau pembinaan dari pemerintah, koperasi atau instansi
lain untuk meningkatkan kualitas produksi saudara.. .................
17. Bagaiman transportasi hasil panen dari kebun ke konsumen. ..................
18. Berapa nilai susut yang terjadi dalam proses pengankutan tersebut. ..........
19. Berapa biaya yang dibutuhkan untuk proses transportasi tersebut ............
Aspek Pemasaran
1. Penjualan produksi saat ini dilakukan oleh :
[ 1 Melalui kelompok usaha
[ ] Sendiri
[ ] Melalui koperasi
tani
[ ] Lainnya, sebutkan .......................
2. Biaya pemasaran yang timpul terdiri dari :
: Rp. ................ .I..................
[ ] Promosi
[ ] Pengangkutan
: Rp ................../ ..................
: Rp ................. .I..................
[ ] Komisi
[ ] Pungutan liar
: Rp ................../ ..................
: Rp.. ................ I..................
[ ] Lainnya
3. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam memasarkan paprika tersebut
[ IYa
[ ] Tidak
Jika ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi .......................................
4. Berapa besar permintaan pasar paprika ini per bulan.. .........................
5. Gambarkan rantai pasokan yang ada dalam perdagangan produk paprika.. .
6. Daerah penjualan produk paprika yang saudara lakukan
Persentase
Daerah Penjualan
Dalam Kecamatan
Dalam Kabupaten
Dalam propinsi
Antar propinsi
Eksport, negara tujuan.. .........................
Kineria Keuangan
1. Apa saja sarana produksi yang Saudara gunakan ................................
2. Berapa biaya bibit yang saudara keluarkan selama satu musin : Rp ..........
Lanjutan lampiran 1.
3. Berapa biaya yang Saudara keluarkan untuk pemenuhan sarana produksi selalna
5. Darimana Saudara mendapatkan modal untuk pembelian bibit dan sarana
produksi.. ....
6. Kendala yang dihadapi dalam pemenuhan bibit dan sarana produksi. ...............
7. Berapa output/total produksi yang Saudara hasilkan dalam satu periode (Kg1
Periode). ....
8. Berapa input bahan baku (bibit dan sarana produksi) untuk sekali periode.. .......
9. Berapa harga produk yang Saudara jual (RpKg) .......................................
10. Apakah Saudara pernah mengalami kerugian ..........................................
1I. Menurut Saudara, faktor apa yang menyebabkan Saudara mengalami kerugian.. .
Kemitraan
1. Apakah Saudara menjadi anggota anggota perkumpulan sejenis : [ ] Ya [
]
Tidak
Jika ya
Nama perkumpulan
.....................................................................
Status keanggotaan
Mulai menjadi anggota :........................................................................
Jika tidak kenapa ,.......................................................................................
2. Apakah saudara melakukan kemitraan dengan usaha lain : [ 1 Ya [ ] Tidak
Jika ya, sebutkan nama mitranya :................................................................
3. Bentuk kemitraan terutama dalam ha1
[ ] Pelatihan bersama
[ ] Pembelian bahan baku
[ ] penggunaan mesin/ peralatan bersama
[ ] Modal bersama
[ ] Pemasaran bersama
[ ] lainya,sebutkan ...........................
Lampiran 2. Hasil penilaian Pakar 1
Lanjutan lampiran 2, Hasil peniliaian Pakar 3
Lanjutan lampiran 2. Hasil Perhitungan MPE
Lampiran 3. Kuesioner AHP
KUESIONER PENELITIAN
Desain Metrik Pengnknran Kinerja Manajemen Rantai Pasokon Sayuran Dataran
Tinggi di J a v a Barat
Nama Responden
:
Jabatan
Petunjuk
1. Berilah tanda ( X ) pada kolom skor yang sesuai untuk penilaian pemilihan metrik prioritas
pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dataran tinggi. Skor yang digunakan terdiri dari
1-9 dengan kriteria sebagai berikut :
Sumber : Saaty (1993)
I. HIERARKI UTAMA
1. Metode untuk pemilihan metrik prioritas pengukuran kinerja rantai pasokan sayuran
dataran tinggi ditentukan oleh faktor-faktor bisnis proses yaitu Perencanaan,
pengadaan, bndidaya, pengolahan dan pengiriman
Berdasarkan tingkat kepentingan dan hubungannya dengan penilaian kinerja, faktorfaktor tersebut dapat disusun dalam suatu table perbandingan antar faktor tersebut,
Bandingkan masing-masing faktor berkaitan dengan kriteria penilaian kinerja
Kolom kiri
Diisi
bila
sama
Perencanaan
Perencanaan
Perencanaan
Perencanaan
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandingkan faktor pada
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Kolom kanan
Pengadaan
Budidaya
Pengolahan
Pengiriman
Lanjutan Larnpiran 3.
Kolom kiri
1 "A I
Diisi
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandingkan faktor pada
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Kolom kanan
Kolom kiri
Diisi
hila
sama
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandingkan faktor pada
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lehih penting
dibanding faktor pada kolom
Kolom kanan
Kolom kiri
Diisi
bila
sama
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dihandingkan faktor pada
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Kolom kanan
2. Ada 3 parameter kinerja industri sayuran yaitu nilai tambah, kualitas dan resiko.
Berdasarkan tingkat kepentingan dan hubungannya dengan penilaian kinerja, faktorfaktor tersebut dapat disusun dalarn suatu table perbandingan antar faktor tersebut.
a. Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya berkaitan
dengan Perencanaan
Kolom kiri
Nilai tambah
Nilai tambah
1
I
Kolom kiri
[ Kualitas
I
I
I
1
I
I
I
I
I
I
I
I
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandingkan faktor pada
Diisi
bila
sama
I
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandinnkan faktor pada
Diisi
bila
sama
I
I
I
I
Kolom kanan
1 Kualitas
I Risiko
Kolom kanan
I Risiko
I
Lanjutan Lampiran 3.
b. Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya berkaitan
dengan Pengadaan
Kolom kiri
Diisi
bila
sama
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandinnkan faktor pada
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Kolom kanan
Kolom kiri
Diisi
bila
sama
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandingkan faktor pada
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Kolom kanan
--
-
pualitas
I
I
1
I
I
I
I
I
I
I Risiko
I
c. Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya
berkaitan dengan Budidaya
Kolom kiri
Diisi
bila
sama
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandingkan faktor pada
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Kolom kanan
Kolom kiri
Diisi
bila
sama
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandingkan faktor pada
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Kolom kanan
I Kualitas
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I Risiko
I
Lanjutan Lampiran 3.
d. Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya
berkaitan dengan Pengolahan
Kolom kiri
Diisi
bila
sama
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandingkan faktor pada
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Kolom kanan
Kolom kiri
Diisi
bila
sama
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandingkan faktor pada
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Kolom kanan
[ Kualitas
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I Risiko
I
e. Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya
berkaitan dengan Pengiriman
kanan lebih penting
ibanding faktor pada kolom
Kolom kiri
Diisi
bila
sama
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandinakan faktor pada
Diisi jika faMor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Kolom kanan
Lanjutan Lampiran 3.
3.Ada lima Atribut kinerja yang berperan dalam penilaian kinerja berdasarkan metode
SCOR, yaitu reliability, responsiveness, flexibility1 quality, cost, dan asset.
Berdasarkan tingkat kepentingan dan hubungannya dengan penilaian kinerja, faktorfaktor tersebut dapat disusun dalam suatu table perbandingan antar faktor tersebut
a. Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya
berkaitan dengan Nilai Tambah
Kolom kiri
Diisi
bila
sama
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Kolom kanan
Reliability
Reliability
Reriability
Responsiveness
Flexibility
Cost
Reliahilitv
Accet
Kolom kiri
1
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandingkan faktor pada
Responsiveness
Responsiveness
Responsiveness
1
I
I
Kolom kiri
Flexibility
Flexibility
Kolom kiri
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandingkan faktor pada
Diisi
bila
sama
I
I
I
I
Diisi
bila
sama
I
I
I
1
I
I
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandinnkan faktor pada
Kolom kanan
1
I
I
I
I Flexibility
I Cost
I
I
I
I
( Asset
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibandine faktor oada kolom
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandinekan faktor oada
I
Diisi
bila
sama
7 I
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
1
I
I
I
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibandina faktor pada kolom
--
Kolom kanan
1 Cost
I Asset
Kolom kanan
Lanjutan Lampiran 3.
b. Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya berkaitan
dengan Kualitas
kanan lebih penting
Responsiveness
Responsiveness
I
Kolom kiri
I
/
Kolom kiri
I Cost
I
I
Diisi
bila
sama
I
I
I
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih oentine
dibanding.kan faiktor pada
I
/
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandingkan faktor pada
Diisi
bila
sama
I
I
I
I
I
I
I
I
I
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih oenting
dibandinf: f&or pads kolom
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
I
I
I
1
I Cost
I Asset
Kolom kanan
I
I
Kolom kanan
I Asset
I
Lanjutan Lampiran 3.
c. Bandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu atribut dengan atribut lainnya berkaitan
dengan Kualitas
Diisi
bila
sama
Kolom kiri
I
I
Reliability
Reliability
Reriability
I Reliability
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandingkan faktor pada
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
1
Kolom kanan
I Responsiveness
I Flexibility
I Cost
I Asset
Diisi
bila
sama
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandinekan faktor nada
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibandinz faktor oada kolom
Kolom kanan
Kolom kiri
Diisi
bila
sama
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandingkan faktor pada
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Kolom kanan
Kolom kiri
Diisi
bila
sama
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandingkan faktor pada
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Kolom kanan
Kolom kiri
.
Cost
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I Asset
I
Lanjutan Lampiran 3.
4. Setiap atribut kinerja tersusun oleh metrik kinerja, bandingkan tingkat kepentingan relatif
antara satu metrik dengan metrik yang lain dengan atribut kinerja : Reliability,
Responsiveness, Flexibility, Cost, Asset
pesanan
Pemenuhan
pesanan
1
I
1
1 cycle time
Penediaan harian
Lanjutan Lampiran 3
Kolom kiri
Siklus Waktu
Pesanan
Siklus Waktu
Pesanan
Siklus Waktu
Pesanan
Siklus Waktu
Pesnnan
Diisi
bila
sama
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandinekan faktor oada
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Kolom kanan
pesanan
Biaya SCM
Lanjutan Lampiran 3
Diisi
bila
sama
Kolom kiri
pesanan
Leadtime
pesanan
Leadtime
pesanan
I
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandinekan faktor oada
I
I
I
I
Kolom kanan
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibandine faktor oada kolom
I
I
I
I
I
Cash-to-cash
cycle linie
Persediaan harian
Kolom kiri
Diisi
bila
sama
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandinekan faktor oada
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibandine faktor oada kolom
Kolom kanan
Kolom kiri
Diisi
bila
sama
Diisi jika faktor pada kolom
kiri lebih penting
dibandingkan faktor pada
Diisi jika faktor pada kolom
kanan lebih penting
dibanding faktor pada kolom
Kolom kanan
I Cash-to-cash
[ cycle time
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I Persediaan harianl
Lampiran 4. Prosedur Instalasi Program Data Envelopment Analysis (Software Banxia
'j?ontier3 ')
Sofmare yang digunakan adalah 'frontier3'.
Kebutuhan Hardware adalah sebagai berikut:
Software ini dapat dipasang pada satu unit komputer dengan persyaratan
minimal pada prosesor minimal 1,3 GHz, memory 64 MB, ruang kosong pada
hard disk minimal 50 MB, SVGA screen, serta menggunakan sistem operasi
windows 95,98, ME, 2000, NT4 atau windows Xp.
Cara instalasi program adalah sebagai berikut:
a. Masukkan CD-ROM Banxia Demonstration atau Frontier Analyst ke
dalam CD-drive.
b. Installer akan mendeteksi dan instalasi dimulai secara otomatis dan
program langsung dapat digunakan.
--.
".-
".<"
"
%
welcome lo lhe
Frolisr Annly., P,olo.rional Oemonrtmli.n
I
:
I1
I
1
1
w
m
R4"h
-
,h-*n:mdln:M~,~~aih:.~.:"n,*rmm.ecrr(laih~~
.
.
Oriil2u*latrwldlri"i"&a~e~~~Mrilulowihl;raM
irn,.iyour~mi
Tkbma~mv~l:ae,rrlcrrd.~hiwryu-ihmlo*l:uaUia
~t~nrsdh4oorie#uep~iiildailrn.aiulxt&~OOI<#wa~
(
d
l
~
~
.
~
n
n
~
~
l
1
I
?LC&
EEe3
Tampilan Awal Frontier3 Setelah diInstal
c. Jika tidak terinstalasi secara otomatis, inaka run CDSTART.EXE pada
CD-ROM.
d. Welcome screen akan ditampilkan dan instalasi dimulai.
e. Jika instalasi sudah selesai, sebaiknya restart komputer Anda.
Frontier3
Frontier3 ini dapat digunakan untuk mengukur efisiensi kinerja relatif dari
organisasi yang mempunyai fungsi sama, misalnya pengukuran kinerja ritel, bank,
rumah sakit, sekolah, dan lain sebagainya.
Pengoperasian program ini adalah sebagai berikut:
Pilih Frontier3 pada folder Anda.
Tampilanfolder Frontier Analysis
Ketika muncul form Frontier Analyst Professional, klik$le, kemudian pilih new
project.
Pada new project, terdapat beberapa pilihan, sesuaikan dengan source data yang
Anda punya. Jika belum terdapat source data maka dapat lnemilih Type into
Data Editor.
;i
xrw~
i
-
=
-.--
----____
~*-,--"
"*">
Tampilan Pilihan Source Data
I
i
Masukkan nama input dan output, minimal terdapat satu input dan satu output.
-
--
i. Prokc,.-.
Whard
- .-
i
.... -.
. .-
~ ~ l " " , , " O " ~ > , t"nth!,,# CCC,~"
Rlnirm..me, r b - < - . & , s h c U 1
" W J l r y a b '
"dbwr-
Iw,OYw%r
c:
cwam,
r LmuuMm*
1
r oyw
T*srn#C,a*
I
.
I
r o " ~ ~ ~ O .*P>-A'm>w:h#oc*&*2
3 " ~ ~
I~L,ah,,'"lin".~i(a
I
1
1
7
j
Ih>rrndbr~ir("
.,.,
.
Jr&
j
<*&xi
~ . .. ~.
~
Tampilan InputIOutput Variable Creation
Setelah selesai, klikfinish.
Lanjutkan dengan memasukkan nama-nama dari unit yang akan dianalisa
Tampilan Unit Creation
Klikfinish jika telah selesai.
Masukkan nilai-nilai input dan output yang Anda punya pada fornt dafa viewer.
I!
12
I!
/
.
i
71
h
.
,
.
,
'
8
*,.
I
nm
8.
~~-~
.
i
r
.i
o, oi & 6
h."d
~.~
.~
. ~..
.-
~
. , ~~-~
~
.~~
. ~.. . .
~-
-~ ~.
Tampilan Tabel untuk Memasukkan Data
..
i*r
1
'i
Setelah selesai, pilih DEA option untuk menentukan tujuan analisa, apakah
minimasi input atau maksimasi output. Selanjutnya Analisis data tersebut
dengan klik toolbar tanda panah melingkar.
Talnpilan DEA Option
* Anda dapat melihat analisa data pada toolbar Analysis dan unit detail untuk
mengetahui potential improven~entdan reference comnarison.
Tampilan hasil reference comparison
--
._ .-
~
-.-----......--..-..-m
Tampilan hasil reference cornparison
,.
,
Edbd
Download