8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lansia 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Lansia
2.1.1 Pengertian Lansia
Perkembangan akhir dari kehidupan manusia disebut dengan usia lanjut. Pasal 1
ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan yang menerangkan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun
(Maryam, 2008). Lanjut usia dikategorikan menjadi empat, antara lain usia
pertengahan (middle age), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly), seseorang yang berusia antara 60-74 tahun, lanjut usia tua (old), seseorang
yang berusia antara 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old), seseorang yang
berusia diatas 90 tahun (WHO, 2012).
Proses menjadi lansia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu tahapan dari
proses degeneratif yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh dalam
beradaptasi dengan lingkungan sekitar sehingga menyebabkan terjadinya stress
fisiologis. Kondisi stress fisiologis dapat dipengaruhi oleh kegagalan seorang lansia
untuk mengelola stress yang disebabkan oleh penurunan kemampuan tubuh
(Efendi, 2009). Perubahan lansia baik fisik, mental, maupun emosional
memerlukan dukungan keluarga untuk membantu masalah lansia. Dukungan dari
keluarga terdekat dapat membantu lansia menjadi gembira dan merasa bahagia.
Dukungan tersebut bertujuan agar lansia tetap dapat menjalankan kegiatan seharihari secara teratur dan tidak berlebihan (Rahayu, 2010).
8
9
2.1.2 Teori Penuaan
Menjadi tua adalah proses alami yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu dan
dapat berjalan terus menerus serta berkelanjutan. Akibat dari penuaan tersebut akan
menimbulkan perubahan – perubahan seperti perubahan anatomis, fisiologis dan
biokimia pada tubuh sehingga dapat menyebabkan perubahan fungsi dan
kemampuan tubuh secara keseluruhan (Maryam, 2008).
Webster’s New World Dictionary mendefinisikan aging sebagai dua konsep yang
berbeda yaitu usia kronologis dan usia biologis. Usia kronologis terjadi pada saat
seseorang merayakan hari ulang tahun sedangkan usia biologis terjadi ketika ada
perubahan penampilan sistem tubuh seseorang, dari fungsi mental hingga
penampilan seksual sampai kekuatan fisik, lebih baik atau lebih buruk dari yang
diperkirakan jika dibandingkan dengan orang yang seusianya (Goldman dan Klatz,
2007).
Proses menua menyebabkan lansia tidak bisa mandiri dalam menjalani aktivitas
karena jaringan tidak mampu untuk memperbaiki diri atau mengganti diri,
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap kerusakan yang dialami (Bandiyah, 2009). Penuaan disebut juga suatu
proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan merivitalisasi
diri serta menjaga dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan dari infeksi luar dan memperbaiki kerusakannya. Terdapat
beberapa teori penuaan antara lain (Nugroho, 2008):
10
a. Teori biologi
Pada teori ini menjelaskan adanya peerubahan-perubahan pada tingkat seluler yang
dapat mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi biologis pada tubuh. Teori
penuaan secara biologis dapat dijelaskan dalam teori-teori berikut:
1) Teori genetic clock
Teori ini menjelaskan bahwa penuaan merupakan suatu proses yang sudah
terprogram secara genetik yang terjadi pada spesies tertentu. Pada inti sel setiap
spesies memiliki satu jam genetik yang telah diputar menurut replikasi tertentu
dan jika putaran jam genetik yang dimaksud sudah berhenti maka proses
replikasi sel akan berganti (Nugroho, 2008).
2) Teori error castastrophe (Mutilasi somatik)
Teori ini menyebutkan penuaan diakibatkan oleh terjadinya kesalahan-kesalahan
yang terjadi terus menerus dalam proses transkripsi ataupun translasi sepanjang
kehidupan yang terjadi dalam waktu yang cukup lama. Terjadinya kesalahan
tersebut menyebabkan terjadinya kesalahan dalam reaksi metabolisme sehingga
dapat menyebabkan pengurangan fungsional sel (Nugroho, 2008).
3) Rusaknya sistem imun tubuh
Pada teori ini menjelaskan proses mutasi yang berulang atau terjadinya
perubahan protein pada pasca translasi adalah penyebab berkurangnya
kemampuan imun tubuh untuk mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika
terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel yang disebabkan oleh mutasi
somatik, keadaan seperti ini dapat mengakibatkan sistem tubuh menganggap hal
11
tersebut sebagai sel asing karena menurunnya fungsi dari sel-sel tubuh untuk
beradaptasi dengan hal baru (Nugroho, 2008).
b. Teori penuaan akibat metabolisme
Teori ini menjelaskan bahwa perpanjangan umur dapat dihubungkan dengan
tertundanya proses degeneratif. Perpanjangan umur disebabkan karena menurunnya
salah satu atau beberapa proses metabolisme tubuh (Nugroho, 2008).
c. Kerusakan akibat radikal bebas
Terpaparnya radikal bebas dalam setiap individu dapat bersifat merusak karena
sangat reaktif dan dapat bereaksi bersamaan dengan DNA, protein, dan asam lemak
tak jenuh. Meskipun tubuh mempunyai sistem imun yang dapat memblok radikal
tersebut tetapi sebagian radikal bebas tetap lolos bahkan pada lansia semakin
banyak terpapar radikal bebas maka terjadi proses penuaan dengan cepat (Nugroho,
2008).
d. Teori psikologi
Keadaan psikologis individu sangat berpengaruh terhadap fungsi, aktivitas
neurohormonal, dan seluler. Teori Psikologis tersebut antara lain:
1) Teori kebutuhan maslow
Pada setiap manusia mempunyai keinginan untuk mencapai kebutuhan
tertingginya, akan tetapi tidak semua orang bisa untuk mencapai itu. Keadaan
seperti itu menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat stres manusia karena
keinginan untuk mencapai kebutuhan tertinggi tersebut dan dapat berakibat pada
percepatan proses penuaan (Lueckenotte, 1996).
12
2) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Teori aktivitas ini menjelaskan bahwa manusia yang aktif dimasa muda harus
tetap aktif dimasa tuanya. Sense of Integrity yang dibangun dimasa mudanya
akan tetap dibawa dan tertanam pada masa tua (Azizah, 2011).
3) Teori pembebasan (pisengagement theory)
Teori ini menjelaskan dengan bertambahnya usia seseorang, menyebabkan
secara pelan-pelan seseorang melepaskan diri dari pergaulan sekitar dan
lingkungan sosialnya (Azizah, 2011).
2.1.3 Perubahan yang Terjadi pada Lansia
Proses menua akan diikuti oleh perubahan yang terjadi baik fisik, psikologis,
perubahan mental dan spiritual (Ismayadi, 2004).
a. Perubahan mental
Masalah kesehatan lansia berasal dari empat aspek yaitu fisik, psikologis, sosial dan
ekonomi. Gangguan dan penurunan fungsi tersebut dapat menyebabkan berbagai
perubahan seperti emosi yang labil, mudah tersinggung, mudah merasa dilecehkan,
kecewa, perasaan tidak bahagia, perasaan kehilangan dan tidak berguna. Pada
keadaan lansia yang mengalami hal tersebut rentan mengalami gangguan psikiatrik
seperti, depresi, ansietas, dan psikosis atau kecanduan obat (Ismayadi, 2004).
b. Perubahan psikososial
Perubahan psikososial yang terjadi pada lansia meliputi lansia pada masa pensiun,
isolasi sosial, perubahan pada tempat tinggal dan perubahan pada lingkungan, dapat
merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality), serta terjadi
beberapa perubahan lainnya (Ismayadi, 2004).
13
Masa pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan
perubahan peran yang dapat menyebabkan stress psikososial. Seseorang yang
mengalami masa pensiun akan mengalami kehilangan-kehilangan seperti
kehilangan aspek finansial, kehilangan pada aspek status (dari dulu yang
mempunyai jabatan tinggi dan dengan segala fasilitasnya), selain itu pensiun dapat
menyebabkan orang kehilangan teman atau relasinya dan pekerjaannya (Ismayadi,
2004).
c. Perubahan biologis
Menurut Nugroho (2008) terjadi beberapa perubahan secara biologis pada usia
lanjut, seperti perubahan kulit menjadi tipis, kering, keriput dan penurunan
elastisitas. Kulit merupakan penjaga suhu tubuh dari lingkungan dan sebagai
proteksi terhadap kuman-kuman dan penyakit supaya tidak masuk ke bagian dalam
tubuh. Selain terjadinya perubahan pada kulit, terjadi perubahan seperti rambut
rontok, putih, kering terlihat tidak mengkilap, gigi mulai habis, terganggunya indra
penglihatan dan pendengaran, terjadi kelelahan pada tubuh, gerakan menjadi
lambat, keterampilan tubuh berkurang, terjadi penimbunan lemak terutama bagian
perut, berkurangnya jumlah sel otot, bertambahnya jaringan ikat, fungsi tubuh
menurun, serta kekuatannya berkurang. Pembuluh darah khususnya dibagian
jantung dan otak mengalami kekakuan. Menurut Martono & Darmojo (2006), lansia
akan rentan mengalami distorsi metabolik dan stuktural seperti, hipertensi,
aterosklerosis, diabetes militus dan kanker.
14
2.2
Konsep Hipertensi
2.2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah ≥140/90 mmHg. Hipertensi
diklasifikasikan menjadi hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi
sekunder (5-10%). Hipertensi primer adalah hipertensi yang terjadi tanpa penyebab
dari peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan
oleh penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer
(sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler,
serta akibat obat (Bakri, 2008).
Hipertensi merupakan keadaan tekanan darah seseorang yang abnormal yaitu
tekanan darahnya lebih tinggi dari tekanan darah normal. Joint National Committtee
(JNC) On Prevention, Detection, Evaluasi, And Treatment Of High Blood Pressure
yang ke-tujuh mempublikasikan revisi panduan nilai tekanan darah sistolik yang
optimal yaitu kurang dari 120 MmHg dan tekanan darah diastolik yang optimal
yaitu 80 MmHg. Tekanan darah dikatakan sebagai hipertensi adalah ≥140 MmHg
untuk sistolik dan ≥90 MmHg untuk yang diastolik (Corwin, 2009).
The Joint National Community on Preventation, Detection evaluation and
treatment of High Blood Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO
dengan International Society of Hipertention mendefinisikan hipertensi terjadi
apabila tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau
tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang memakai obat anti hipertensi.
Pada anak-anak, definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah lebih dari 95
15
persentil dilihat dari umur, jenis kelamin, dan tinggi badan yang diukur sekurangkurangnya tiga kali pada pengukuran yang terpisah (Bakri, 2008).
2.2.2 Klasifikasi Hipertensi
Keadaan tekanan darah pada seseorang sangat bervariasi tergantung dari kondisi
fisik dan emosional yang sedang dialami. Tekanan darah seseorang cenderung naik
ketika sedang beraktivitas, emosi dan mengalami stress dan sebaliknya ketika tidur
dan relaksasi tekanan darah seseorang menjadi menurun. Keadaan seperti ini
berpotensi terjadi hipertensi dan risiko penyakit jantung jika dari hasil pemeriksaan
awal berulang kembali keadaan seperti itu (Huwon, 2002).
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Grade
Klasifikasi umur ≥ 18 tahun
Tekanan Sistolik (mmHg)
Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal
< 120
<80
Pre hipertensi
120 – 139
80 – 89
Stadium I
140 – 159
90 – 99
Stadium II
≥160
≥100
Sumber: (The seventh committee on detection, evaluation and treatment of high blood pressure)
dalam Rosalina, 2008.
Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan umur
Kelompok usia
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
7-11 tahun
12-17 tahun
20-45 tahun
45-65 tahun
>65 tahun
Sumber: Potter & Perry 2005.
Normal (mmHg)
Hipertensi (mmHg)
80/40
100/60
115/70
120-125/75-80
135-140/85
150/85
90/60
120/80
130/80
135/90
140/90-160/95
160/95
16
2.2.3 Mekanisme Terjadinya Hipertensi pada Lansia
Mekanisme peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan peningkatan usia seiring
dengan terjadinya penurunan elastisitas dan kemampuan meregang pada arteri.
Tekanan meningkat sangat tinggi pada aorta dengan terjadinya pembuluh darah
kaku dikarenakan penambahan volume intravaskuler yang sedikit pada pasien
lanjut usia. Secara hemodinamik hipertensi sistolik ditandai dengan penurunan
kelenturan pembuluh arteri besar, resistensi perifer yang tinggi, pengisian diastolik
abnormal, dan bertambah masa ventrikel kiri. Penurunan volume darah dan output
jantung disertai kekakuan arteri besar menyebabkan penurunan tekanan diastolik.
Perubahan aktivitas sistem saraf simpatik dengan bertambahnya norepinephrin
menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor beta adrenergik
sehingga berakibat penurunan fungsi relaksasi otot pembuluh darah (Ferdinand,
2008). Lanjut usia akan mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada arteri
besar yang membawa darah dari jantung dan menyebabkan semakin parahnya
pengerasan pembuluh darah dan tingginya tekanan darah. Seseorang yang
terjangkit penyakit ini biasanya berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain
seperti stroke, dan penyakit jantung (Rusdi dan Nurlaela, 2009).
2.2.4 Penegakan Diagnosis Hipertensi
Penegakan diagnosis hipertensi berdasarkan kepada hasil pengkuran sedikitnya dua
kali melakukan kunjungan. Pada kunjungan tersebut tekanan darah diukur selama
dua kali atau sampai dengan empat kali sehingga hasil yang didapat menjadi
kongkrit. Hasil pengukuran yang menunjukkan tekanan darah sebesar 140/90
17
mmHg atau lebih dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami hipertensi (Rosalina,
2007).
a. Metode auskultasi
Metode auskultasi merupakan metode yang menggunakan indra pendengaran
seseorang dengan dan dibantu oleh alat yang disebut stetoskop. Pengukuran
tekanan darah bisa dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung.
Pengukuran tekanan darah dengan metode langsung yaitu dengan memasukan
kateter arteri dimasukan langsung ke arteri dengan prosedur tertentu.
Pengukuran secara tidak langsung yaitu dengan auskultasi menggunakan alat
yang disebut dengan stetoskop dan spygnomanometer. Sphygnomanometer
tersusun yang berhubungan dalam rongga pada manset (Smeltzer, 2002).
Manset dibalut dengan kencang tetapi diusahakan supaya lembut pada tangan
lengan atas dan dikembangkan dengan cara dipompa. Tekanan dalam manset
dinaikkan sampai denyut radial dan brankial menghilang menyebabkan tekanan
sistolik darah telah dilewati dan arteri brankialis tetap tertutup. Manset
dikembangakan lagi dengan interval 20 – 30 mmHg diatas titik dimana
denyutan radial menghilang. Manset dikempiskan kemudian dilakukan
pembacaan secara auskultasi dengan menggunakan stetoskop. Pada ujung
diafragma stetoskop diletakkan di arteri brankialis pada rongga antekubital.
Rongga antekubital merupakan titik arteri brankialis muncul diantara kedua
kaput otot bisep. Manset dikempiskan dua sampai tiga mmHg/detik, dengarkan
denyutan sistolik dengan menggunakan stetoskop yang berbunyi karotkoff dan
terjadi bersamaan dengan detak jantung terus akan berbunyi sampai tekanan
18
manset turun dibawah tekanan diastolik pada titik tersebut bunyi akan hilang
(Potter & Perry, 2006).
b. Metode palpasi
Tekanan sistolik dapat ditentukan dengan memompa manset lengan dan
membiarkan tekanan turun kemudian tentukan tekanan pada saat denyut radialis
pertama kali teraba. Oleh karena kesukaran dalam menentukan secara pasti
kapan denyut pertama teraba, tekanan yang diperoleh dengan metode
palpasi biasanya 2-5 mmHg lebih rendah dibandingkan dengan yang diukur
menggunakan metode auskultasi. Melakukan kebiasaan meraba denyut nadi
radialis sangat dianjurkan ketika memompa manset selama pengukuran
tekanan darah dengan metode auskultasi. Bila tekanan manset diturunkan,
bunyi Korotkoff kadang-kadang menghilang pada tekanan diatas tekanan
diastolik, kemudian muncul lagi pada tekanan yang lebih rendah. Pada saat
manset dimulai untuk dipompa sampai denyut radialis menghilang, memeriksa
dapat yakin bahwa tekanan manset diatas tekanan sistolik dan nilai tekanan
rendah palsu dapat dihindari.
c. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter digital
Menurut Rikesdas (2013) pengukuran tekanan darah juga dapat menggunakan
tensimeter digital. Penggunaan tensimeter digital diperuntukkan untuk
responden yang berusia diatas 15 tahun. Berikut merupakan ketentuan cara
menggunakan tensimeter digital :
1. Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah, responden sebaiknya
menghindar kegiatan aktivitas fisik seperti olah raga, merokok, dan makan,
19
minimal 30 menit sebelum pengukuran. Dan juga duduk beristirahat
setidaknya 5-15 menit sebelum pengukuran.
2. Hindari melakukan pengukuran dalam kondisi stres. Pengukuran sebaiknya
dilakukan dalam ruangan yang tenang dan dalam kondisi tenang dan posisi
duduk.
3. Pastikan responden duduk dengan posisi kaki tidak menyilang tetapi kedua
telapak kaki datar menyentuh lantai. Letakkan lengan kanan responden di
atas meja sehinga manset yang sudah terpasang sejajar dengan jantung
responden.
4. Singsingkan lengan baju pada lengan bagian kanan responden dan
memintanya untuk tetap duduk tanpa banyak gerak, dan tidak berbicara pada
saat pengukuran. Apabila responden menggunakan baju berlengan panjang,
singsingkan lengan baju ke atas tetapi pastikan lipatan baju tidak terlalu
ketat sehingga tidak menghambat aliran darah di lengan.
5. Biarkan lengan dalam posisi tidak tegang dengan telapak tangan terbuka ke
atas. Pastikan tidak ada lekukan pada pipa manset.
6. Persiapkan manset. Perlu diperhatikan bahwa manset hendaknya diambil
dari kotaknya secara benar dengan mengangkat secara keseluruhan (tidak
ditarik salah satu bagiannya).
7. Pasang manset pada lengan kanan responden dengan posisi kain halus/
lembut ada di bagian dalam dan D-ring (besi) tidak menyentuh lengan,
masukkan ujung manset melalui D-ring dengan posisi kain perekat di bagian
luar. Ujung bawah manset terletak kira-kira 1–2 cm di atas siku. Posisi pipa
20
manset harus terletak sejajar dengan lengan kanan responden dalam posisi
lurus dan relaks.
8. Tarik manset dan kencangkan melingkari lengan kanan responden. Tekan
kain perekat secara benar pada kain bagian luar manset. Pastikan manset
terpasang secara nyaman pada lengan kanan responden.
9. Tekan tombol ’start’, pada layar akan muncul angka 888 dan semua simbol.
10. Selanjutnya semua simbol gambar hati “♥” akan berkedip-kedip. sampai
denyut tidak terdeteksi dan tekanan udara dalam manset berkurang, angka
sistolik, diastolik dan penyut nadi akan muncul.
11. Catat angka sistolik, diastolik dan denyut nadi hasil pengukuran tersebut
pada formulir hasil pengukuran dan pemeriksaan.
12. Pengukuran dilakukan dua kali, jarak antara dua pengukuran sebaiknya
antara 2 menit dengan melepaskan manset pada lengan.
13. Apabila hasil pengukuran satu dan kedua terdapat selisih > 10 mmHg,
ulangi pengukuran ketiga setelah istirahat selama 10 menit dengan
melepaskan manset pada lengan.
14. Apabila responden tidak bisa duduk, pengukuran dapat dilakukan dengan
posisi berbaring, dan catat kondisi tersebut di lembar catatan.
2.2.5 Manifestasi Klinis Hipertensi
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pederita hipertensi menurut Corwin
(2009), antara lain:
a. Sakit kepala saat terjaga kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium.
21
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
d. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus.
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun
pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala,
gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah,
telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam
hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi
gangguan pada penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral
(otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang
mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono,
2008).
2.2.6 Faktor Risiko Hipertensi
Menurut Potter & Perry (2006) menyebutkan bahwa faktor risiko yang
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah sampai terjadinya hipertensi
antara lain (1) Usia, tekanan darah cenderung meningkat ketika usia terus
bertambah. Pada usia lanjut akan mengalami penurunan elastisitas pembuluh darah
yang dapat mengakibatkan tekanan sistolik meningkat. Hal ini sering disebabkan
oleh perubahan alami tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan
hormon-hormon (Sigarlaki, 2006). (2) Jenis kelamin merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya hipertensi. Jika dilihat dari segi klinis, tidak ada perbedaan tekanan
22
darah yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Tekanan darah laik-laki
cenderung lebih tinggi pada masa pubertas dan perempuan lebih tinggi ketika sudah
memasuki masa manopouse dikarenakan produksi hormon tubuh yang menurun
(Potter & Perry, 2006).
Menurut Dalimartha, dkk(2008) terdapat dua faktor penyebab hipertensi, yaitu
faktor yang dapat dikontrol dan faktor yang tidak dapat dikontrol yaitu sebagai
berikut:
a. Faktor yang tidak dapat dikontrol
1. Faktor genetik/keturunan
Sekitar 70-80% penderita hipertensi ditemukan memang memiliki riwayat
hipertensi dalam keluarganya. Riwayat hipertensi yang ditemukan pada
kedua orang tuanya memiliki risiko besar akan dialami oleh anaknya.
Hipertensi juga banyak terjadi pada anak kembar apabila salah satu
mengalami hipertensi. Dugaan tersebut menyokong bahwa faktor genetik
mempunyai peran dalam terjadinya hipertensi.
2. Usia
Penambahan usia dapat meningkatkan risiko terjangkitnya penyakit
hipertensi. Walaupun penyakit hipertensi bisa terjadi pada segala usia, tetapi
sering menyerang orang dewasa yang berusia 35 tahun atau lebih.
Meningkatnya tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia memang
sangat umum. Hal ini disebabkan adanya perubahan alami pada jantung,
pembuluh darah, dan hormon. Jika perubahan ini disertai dengan faktor yang
lain bisa memicu terjadinya penyakit hipertensi (Corwin,2007).
23
3. Jenis kelamin
Orang yang memasuki usia dewasa dan setengah baya ternyata kaum lakilaki lebih banyak yang menderita hipertensi. Namun hal ini akan terjadi
sebaliknya setelah berumur 55 tahun ketika sebagian wanita mengalami
menopause, hipertensi lebih banyak dijumpai pada wanita (Corwin, 2007).
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1. Intake garam
Garam terdapat dua komponen mineral, natrium, dan klorida yang sangat
dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa,
transmisi syaraf, serta kontraksi otot. Natrium klorida yang tinggi di dalam
tubuh akan mengikat komponen – komponen cairan yang harus dicairkan,
dan proses ini dapat meningkatkan tekanan darah. Garam adalah zat
tambahan makanan sesudah gula, yang digunakan atau disalahgunakan.
Kebutuhan garam dalam tubuh membutuhkan 500 mg atau 1/10 sendok teh
setiap hari untuk tetap sehat. Pada saat dewasa, kebanyakan orang
mengkonsumsi 15 sampai 20 gram garam setiap hari, 30 sampai 40 kali lebih
banyak dari kebutuhkan tubuh. Jumlah ini kira-kira sepuluh kali lebih banyak
dari kemampuan pengolahan oleh ginjal. Konsumsi garam lebih banyak dari
yang dapat diolah oleh ginjal, maka kelebihan garam akan ditimbun dan
harus dicairkan sebelum tubuh dapat menanganinya. Jadi tubuh harus
menahan berkilogram air hanya untuk menjaga agar kelebihan garam tetap
cair. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah, karena ginjal harus
24
mendorong cairan garam itu melalui penyaring - penyaring yang terdapat
pada ginjal (Diehl, 2004).
2. Indeks masa tubuh (IMT)
Kelebihan berat badan meningkatkan risiko seseorang terserang penyakit
hipertensi. Semakin besar masa tubuh maka semakin banyak pula darah yang
dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Volume
darah yang beredar melalui pembuluh darah meningkat sehingga akan
memberi tekanan lebih besar ke dinding arteri. Obesitas juga dapat
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah
(Martuti, 2009).
3. Merokok
Zat yang terdapat dalam rokok dapat merusak lapisan dinding arteri berupa
plak. Plak tersebut menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri yang
dapat
meningkatkan
tekanan
darah.
Kandungan
nikotinnya
bisa
meningkatkan hormon epinefrin yang bisa menyempitkan pembuluh darah
arteri. Karbon monoksida dapat menyebabkan jantung bekerja lebih keras
untuk menggantikan pasokan oksigen ke jaringan tubuh sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah (Marliani, 2007). Tar dalam asap rokok
mengandung ratusan zat kimiawi yang kebanyakan bersifat karsinogenik.
Nikotin dapat menyebabkan kecanduan dan gangguan irama jantung
(Bustan, 2007).
25
4. Alkohol
Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor risiko
hipertensi, meski belum diketahui secara pasti mekanisme terjadinya
peningkatan tekanan darah terkadang alkohol bisa meningkatkan tekanan
darah (Puddey & Beilin, 2006).
5. Aktivitas fisik
Beraktivitas dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran tenaga dan
energi dengan beraktivitas seperti olahraga. Olahraga dapat menyebabkan
kontraksi pada otot-otot tubuh sehingga terjadi pelepasan energi tubuh.
Akibat dari pengeluaran energi yang banyak, tubuh akan mengkompensasi
energi melalui pernafasan sehingga pernafasan semakin cepat, peningkatan
heart rate dan aliran darah (Fatmah & Ruhayati, 2011).
6. Stres
Stres dari tingkat ringan sampai berat dapat menyebabkan peningkatan
denyut jantung, insomnia, dan sulit tidur. Jika tidak memilik koping stres
yang bagus, efek dari stres yang terus-menerus menyebabkan peningkatan
tekanan darah (Mumpuni & Wulandari, 2010).
7. Kafein
Kafein merupakan kandungan yang terdapat dalam kopi. Keberadaan kafein
dalam kopi dapat mempengaruhi tekanan darah karena kafein memiliki efek
yang antagonis kompetitif terhadap reseptor adenosin. Adenosin merupakan
neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah fungsi pada susunan saraf dan
26
berdampak pada vasokontriksi dan meningkatkan total resistensi perifer. Hal
tersebut dapat memicu naiknya tekanan darah (Martiani, 2012).
2.2.6 Komplikasi Hipertensi
Menurut Corwin (2009) komplikasi dari hipertensi yang bisa terjadi antara lain
sebagai berikut:
a. Stroke merupakan salah satu komplikasi dari hipertensi. Stroke disebabkan oleh
tekanan hemoragik tinggi pada otak atau akibat dari embolus yang terlepas dari
pembuluh otak. Selain itu stroke juga disebabkan oleh hipertrofi dan penebalan
pembuluh darah pada otak sehingga aliran darah ke otak berkurang.
b. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami aterosklerosis
dan tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau terbentuknya
trombus yang menghambat aliran darah.
c. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomerulus ginjal. Glomerulus yang rusak mengakibatkan aliran darah
ke unit fungsional ginjal (nefron) akan terganggu dan terjadi hipoksik.
Rusaknya glomerulus menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga
tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema, edema
sering dijumpai pada penderita hipertensi kronis.
d. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan sangat tinggi
mengakibatkan kelainan ini dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan
kapiler dan mendorong cairan ke ruang intertisial di seluruh susunan saraf pusat.
Neuron-neuron menjadi kolaps dan terjadi koma atau kematian.
27
2.2.7 Penatalaksanaan Hipertensi
a. Terapi farmakologi
Menurut Rahardojo (2009) terapi hipertensi umumnya merupakan terapi obat
seumur hidup sehingga harus hati-hati dalam menentukan diagnosa hipertensi. Hal
ini melibatkan pengukuruan tekanan darah dan obat berikutnya yang dapat
ditambahkan selama beberapa bulan perjalanan terapi. Pemilihan obat atau
kombinasi yang cocok tergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita
terhadap obat antihipertensi. Beberapa prinsip pemberian obat antihipertensi
sebagai berikut:
1. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi.
2. Pengobatan hipertensi essensial ditunjukkan untuk menurunkan tekanan
darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurang timbulnya
komplikasi.
3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan cara menggunakan obat
antihipertensi.
4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang bahkan pengobatan
seumur hidup.
Terdapat 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim digunakan
untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretik, penyekat reseptor beta
adrenergik (β-blocker), penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE
inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin Receptor Blocker)
dan antagonis kalsium. Pada
menyebutkan penyekat
reseptor
Joint National Commite (JNC) ke-VII,
alfa
adrenergik
(α-blocker)
tidak
28
dimasukkan dalam kelompok obat lini pertama. Tiga kelompok obat yang
dianggap lini kedua yaitu penghambat saraf adrenergik, agonis α-2 sentral dan
vasodilator (Nafrialdi, 2009).
b. Terapi nonfarmakologi
Menurut Corwin (2009), pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan
menurunkan
kecepatan
denyut
jantung,
volume
sekuncup.
Intervensi
nonfarmakologis yang dapat membantu individu untuk mengurangi tekanan darah
sebagai berikut:
1. Pada sebagian orang, penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah,
kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung sehingga kecepatan
denyut jantung dan volume sekuncup juga berkurang.
2. Olahraga ringan setiap hari dapat membantu meningkatkan kadar HDL yang
dapat mengurangi terbentuknya aterosklerosis akibat hipertensi.
3. Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dengan cara menghambat
respons stres saraf parasimpatis.
4. Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi
karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan
dapat meningkatkan kerja jantung.
Lynch (2012) menulis salah satu terapi nonfarmakolgis untuk pasien hipertensi
yaitu dengan cara rutin melakukan teknik deep breathing. Pernyataan ini didukung
oleh Sharma (2011) dalam artikelnya disebutkan bahwa teknik pernafasan dapat
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
29
2.3
Konsep Deep Breathing
2.3.1 Pengertian Deep Breathing
Deep breathing merupakan latihan pernapasan dengan teknik bernapas secara
perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga memungkinkan
abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh (Smeltzer, et al, 2008).
2.3.2 Teknik Deep Breathing
Menurut Priyanto (2010) deep breathing merupakan salah satu latihan pernafasan
dengan menggunakan pernafasan diafragma dan kontraksi otot abdomen. Deep
breathing banyak dikembangkan dalam kajian keperawatan sebagai terapi
penunjang. Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan otot-otot
pernafasan yang berguna untuk meningkatkan compliance paru, meningkatkan
fungsi ventilasi, dan memperbaiki oksigenasi. Teknik deep breathing diantaranya:
a. Mengatur posisi klien dengan posisi duduk, semi fowler/fowler di tempat
tidur/kursi
b. Meletakkan satu tangan klien di atas abdomen (tepat di bawah iga) dan tangan
lainnya pada tengah dada untuk merasakan gerakan dada dan abdomen saat
bernafas
c. Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan abdomen
terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama inspirasi, tahan
nafas selama 2 detik
d. Menghembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit terbuka sambil
mengencangkan (kontraksi) otot-otot abdomen dalam 4 detik
30
e. Melakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik setiap
pengulangan, mengikuti dengan periode istirahat 2 menit
f. Melakukan latihan dalam lima siklus selama 15 menit.
2.3.3 Frekuensi Pemberian Deep Breathing
Pemberian teknik deep breathing dituliskan dalam penelitian Suwardianto pada
tahun 2011 yang memberikan deep breathing kepada responden lansia selama 15
menit dalam satu kali intervensi. Setelah intervensi tersebut didapatkan penurunan
tekanan sistolik sebanyak 9.00 mmHg dan diastolik 10.00 mmHg.
Pada penelitian yang ditulis oleh Santoso tahun 2012, pemberian latihan deep
breathing adalah sebanyak 1 kali/hari. Hasil dari penelitian ini yaitu latihan deep
breathing dapat menurukan tekanan darah secara signifikan sebanyak 10 mmHg.
Penelitian yang dilakukan oleh Pinto pada tahun 2013 menyatakan pemberian deep
breathing kepada wanita dewasa lanjut yang mengalami hipertensi dengan
frekuensi 2-3 kali/hari dalam 14 hari intervensi. Pengukuran tekanan darah
dilakukan pada hari ke-4, ke-8 dan hari ke-14. Hasil yang didapat adalah terjadi
penurunan tekanan darah yang signifikan pada hari ke empat intervensi dan
mencapai hasil maksimal pada hari ke 14. Begitu pula penelitian yang dilakukan
oleh Silva pada tahun 2014 yang meneliti tentang efektivitas deep breathing
terhadap pasien penderta CAD (Crhonic Artery Disease). Frekuensi pemberian
deep breathing pada penelitian ini yaitu 2-3 kali/hari dalam 2 minggu intervensi
yang diberikan setiap satu kali intervensi dan memerlukan waktu 10 menit. Hasil
dari penelitian ini adalah terjadi penurunan yang signifikan pada tekanan darah
responden selama 14 hari intervensi.
31
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa frekuensi pemberian deep breathing pada
pasien yang mengalami hipertensi bisa dilakukan sebanyak 1-3 kali/hari selama 2
minggu dengan memerlukan waktu satu kali intervensi yaitu 10-15 menit.
2.3.4 Pengaruh Deep Breathing Terhadap Tekanan Darah
Mekanisme relaksasi nafas dalam (deep breathing) pada sistem pernafasan berupa
suatu keadaan inspirasi dan ekspirasi pernafasan dengan frekuensi pernafasan
menjadi 6-10 kali permenit sehingga terjadi peningkatan regangan kardiopulmonari
(Izzo, 2008). Stimulasi peregangan di arkus aorta dan sinus karotis diterima dan
diteruskan oleh saraf vagus ke medula oblongata (pusat regulasi kardiovaskuler),
selanjutnya merespon terjadinya peningkatan refleks baroreseptor (Gohde, 2010).
Impuls aferen dari baroreseptor mencapai pusat jantung yang akan merangsang
aktivitas saraf parasimpatis dan menghambat pusat simpatis (kardioakselerator)
sehingga menyebabkan vasodilatasi sistemik, penurunan denyut dan daya kontraksi
jantung. Sistem saraf parasimpatis yang berjalan ke SA node melalui saraf vagus
melepaskan neurotransmiter asetilkolin yang menghambat kecepatan depolarisasi
SA node sehingga terjadi penurunan kecepatan denyut jantung (kronotropik
negatif). Perangsangan sistem saraf parasimpatis ke bagian-bagian miokardium
lainnya mengakibatkan penurunan kontraktilitas, volume sekuncup, curah jantung
yang menghasilkan suatu efek inotropik negatif. Keadaan tersebut mengakibatkan
penurunan volume sekuncup dan curah jantung. Pada otot rangka beberapa serabut
vasomotor mengeluarkan asetilkolin yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Penurunan tekanan darah terjadi akibat dari penurunan curah jantung, kontraksi
serat-serat otot jantung, dan volume darah (Muttaqin, 2009).
32
Deep breathing mengubah energi dari tegangan menjadi relaksasi dengan cara
menghambat sistem saraf simpatis dan meningkatkan kerja sistem saraf
parasimpatis, yang dapat menghambat hormon stres serta menurunkan tekanan
darah, penurunan denyut jantung dan nadi (Lynch, 2012).
2.4
Konsep Aromaterapi
2.4.1 Pengertian Aromaterapi
Aromaterapi berasal dari dua kata yaitu aroma dan terapi. Aroma memiliki
pengertian harum atau wangi dan terapi memiliki pengertian penyembuhan atau
pengobatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aromaterapi merupakan salah satu
perawatan tubuh atau penyembuhan penyakit dengan menggunakan minyak
esensial (Jaelani, 2009).
Menurut Maifrisco (2008) aromaterapi merupakan suatu teknik terapi yang
menggunakan minyak esensial atau sari minyak murni sebagai media untuk
mengatasi masalah kesehatan, sebagai penjaga mood dan perasaan, menjaga gairah,
menyegarkan serta menenangkan jiwa dan membantu dalam proses penyembuhan.
Seiring dengan banyaknya manfaat aromaterapi untuk kesehatan, semakin banyak
juga produsen-produsen mengolahnya dengan dijadikan sebagai bermacam-macam
barang seperti pengharum ruangan, dupa, cologne/parfum, minyak esensial yang
dibakar bersama air di atas tungku kecil, atau bentuk-bentuk lainnya. Penggunaan
aromaterapi selalu dihubungkan dengan berbagai hal yang berkaitan dengan hal-hal
menyenangkan sehingga membuat jiwa, tubuh dan pikiran merasa rileks dan bebas.
Istilah aromaterapi dipopulerkan oleh Rene Maurice Gattefosse di Prancis pada
tahun 1928 (Keville, 2004). Berbagai cara bisa diterapkan untuk pemakaian
33
aromaterapi salah satunya yaitu dengan cara inhalasi. Dosis yang dianjurkan yaitu
melarutkan 10-15 tetes minyak esensial murni kedalam 1 liter air untuk sekali
pemakaian. Konsentrasinya dapat memakai pengenceran 1% sampai 2,5%.
Campuran ini dapat digunakan dalam terapi pengobatan yang dibantu dengan
menggunakan peralatan aromaterapi (Jaelani, 2009). Penggunaan dosis aromaterapi
lainnya yang dapat dilakukan dengan melarutkan 3-5 tetes ke dalam 20 cc air
(Wilkinson et al, 2007).
2.4.2 Jenis-Jenis Aromaterapi
Berbagai jenis minyak esensial yang berpotensi digunakan untuk ruangan yang
dapat mempengaruhi emosi dan pikiran manusia adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Jenis Minyak Esensial dan Manfaatnya
Jenis
Cendana/Sandal
wood
Manfaat
Membantu mengurangi depresi, mengatasi sulit tidur, stress atau perasaan
sedih dan sangat bermanfaat untuk meditasi.
Jasmine
Mengatasi stress, gelisah, perasaan berdebar-debar, serta menciptakan
suasana yang tenang dan rileks.
Greentea
Merangsang semangat, menenangkan serta menyegarkan pikiran.
Lemon
Menenangkan suasana, aromanya dapat menimbulkan rasa percaya diri,
merasa lebih santai dan menenangkan saraf tanpa menghilangkan kesadaran.
Lavender
Membantu terciptanya keseimbangan tubuh serta pikiran dan membantu
menghilangkan insomnia.
Lotus
Menyejukkan, memberi rasa nyaman, membantu penyembuhan, mengurangi
depresi dan sangat disarankan untuk relaksasi.
Rose
Mengurangi rasa marah, stress dan cemas.
Papermint
Aroma yang begitu menyegarkan, membangkitkan suasana dan mengurangi
ketegangan.
Frangipani
Semangat kerja, gembira, percaya diri, mengatasi depresi dan relaksasi.
Cempaka
Menambah semangat, suasana gembira, kehangatan dan relaksasi.
Kenanga
Menghilangkan ketegangan, menciptakan suasana tenang atau rileks
Sumber: Jaelani, 2009.
34
2.4.3 Aromaterapi Kenanga
Indonesia merupakan negara beriklim tropis kaya akan beraneka ragam flora,
berbagai jenis tanaman yang memiliki banyak manfaat dapat tumbuh dengan
mudah, salah satu diantaranya adalah tanaman yang dapat menghasilkan
minyak atsiri. Tanaman kenanga (Cananga odorata) merupakan salah satu jenis
tanaman penghasil minyak atsiri. Bunga kenanga merupakan bunga yang
berasal dari beberapa negara di Asia Tenggara khususnya Filipina, Thailand
dan Indonesia. Bunga kenanga yang berasal dari Indonesia khususnya Jawa
adalah bunga kenanga spesies Cananga odorata forma macrophylla yang dapat
menghasilkan minyak kenanga. Sementara itu bunga kenanga yang berasal dari
Filipina dan Thailand adalah bunga kenanga spesies Cananga odorata forma
genuine dan Cananga odorata forma fruticosa yang dapat menghasilkan minyak
ylangylang. Bunga kenanga yang berwarna kuning kehijauan dan kuning dapat
menghasilkan minyak dengan kualitas yang baik (Rachmawati et al. 2013).
Kandungan dari aromaterapi kenanga yaitu terdiri atas Methyl benzoate 34.00% 4methylanisole 19.82 Benzyl benzoate 18.97%, Iso-caryophyllene 9.28%,
Germacrene D 8.15%, Alpha-farnescene 2.73%, Linalyl acetate 2.11%, Alphacaryophyllene 2.04%, Copaene 1.65%, Cadinene 1.25%. Kandungan tersebut
mempunyai efek relaksasi, meningkatkan kenyamanan, menurunkan kecemasan,
dan mempunyai kemampuan untuk menurukan tekanan darah (Hallnet, 2015).
35
2.4.4 Cara Penggunaan Aromaterapi
a. Penyerapan melalui kulit
Minyak esensial merupakan senyawa yang diapakai dalam banyak pengobatan
penunjang karena kerutannya dalam lipid yang ditemukan di dalam stratum
korneum sehingga minyak essensial dianggap mudah diserap. Penyerapan
senyawa ini terjadi saat senyawa ini melewati lapisan epidermis kulit dan masuk
ke dalam saluran limfe, kelenjar keringat, saraf, serta masuk ke dalam aliran
darah dan menuju ke setiap sel tubuh untuk bereaksi (Djilani & Dicko, 2012).
b. Melalui inhalasi
Proses inhalasi aromaterapi akan menyebabkan molekul-molekul yang ada pada
minyak esensial yang terhirup akan terbawa oleh arus turbulen ke langit-langit
hidung. Pada langit-langit hidung terdapat bulu-bulu halus yang menjulur dari
sel-sel reseptor ke dalam saluran hidung. Molekul minyak yang tertahan pada
bulu-bulu ini suatu impuls akan ditransmisikan lewat bulbus olfaktorius dan
traktus olfaktorius ke dalam sistem limbik. Proses ini akan memacu memori dan
emosional lewat hipotalamus bekerja sebagai regulator yang menyebabkan
pesan tersebut dikirim ke bagian otak dan bagian tubuh lainnya. Pesan yang
diterima akan diubah sehingga terjadi pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat
euforik, relaksan, sedatif, atau stimulan menurut keperluan tubuh (Djilani &
Dicko, 2012).
Terdapat beberapa cara dalam penggunaan aromaterapi secara inhalasi yaitu
dengan dituangkan ke kertas tissue, pengusapan langsung ditangan, penggunaan
36
alat penguap/steamer, rendaman, botol penyemprot dan vaporizer/diffuser
(Siahaan, 2013).
Beberapa cara pemberian yang disebutkan diatas, pemberian aromaterapi secara
inhalasi dengan cara Vaporizer atau diffuser merupakan cara paling disukai. Cara
kerja Vaporizer yaitu dengan membebaskan molekul – molekul pada
aromaterapi yang paling ringan selanjutnya dihirup oleh hidung mesuk ke pusat
penciuman (Siahaan, 2013). Terdapat banyak jenis alat vaporizer, akan tetapi
jenis vaporizer elektrik paling aman ditinjau dari sudut pasien. Penggunaan
vaporizer yang terlalu panas dapat menimbulkan bau hangus dan tidak nyaman
untuk indra penciuman. Alat diffuser dikatakan lebih efisien dikarenakan dapat
menyemprotkan semua molekul yang berbeda-beda pada waktu relatif
bersamaan. Pemakaian diffuser tidak akan membakar residu aromaterapi seperti
pada vaporizer. Sehingga inhalasi menggunakan diffuser sangat ideal untuk efek
relaksasi (Rice, 2000).
Penggunaan aromaterapi dengan diffuser yaitu digunakan dalam konsentrasi
tertentu. Price merekomendasikan penggunaan aromaterapi 20 tetes dalam 50
mL air dengan konsentrasi 2% (Price, 2007). Penggunaan aromaterapi kenanga
secara inhalasi yang direkomendasikan dengan konsetrasi paling tinggi 3%
(Betharani et al, 2007). Dari pendapat diatas dapat disimpulkan rekomendasi
penggunaan aromaterapi kenanga secara inhalasi yang paling baik yaitu
memiliki konsetrasi 1-3%.
37
c. Pijat
Aromaterapi apabila digunakan melalui pijat dilakukan dengan langsung
mengoleskan minyak essensial yang telah dipilih di atas kulit. Minyak esensial
baru bisa digunakan setelah dilarutkan dengan minyak dasar seperti minyak
zaitun, minyak kedelai, dan minyak tertentu lainnya (Departement of Health,
2007).
2.4.5 Pengaruh Pemberian Aromaterapi Kenanga terhadap Tekanan Darah
Aromaterapi kenanga merupakan salah satu teknik penyembuhan alternatif yang
sebenarnya berasal dari sistem pengetahuan kuno. Aromaterapi kenanga merupakan
metode pengobatan yang menggunakan minyak esensial dalam penyembuhan
holistik untuk memperbaiki kesehatan dan kenyamanan emosional serta
mengembalikan keseimbangan badan serta tidak memberikan efek samping yang
bahaya terhadap tubuh. Minyak esensial kenanga mengandung zat flavonoid yang
berperan sebagai sebagai anti depresan, anti-inflamasi, analgesik dan anti-oksidan.
Menghirup aromaterapi kenanga akan meningkatkan gelombang alfa di dalam otak
dan gelombang inilah yang membantu kita untuk rileks, hal tersebut dapat
menurunkan aktivitas vasokonstriksi pembuluh darah, aliran darah menjadi lancar
sehingga menurunkan tekanan darah (Sharma, 2009).
2.5 Pengaruh deep breathing menggunakan aromaterapi kenanga terhadap
tekanan darah
Aromaterapi kenanga memilik zat neurokimia yang bersifat eurofonik, relaksan dan
dapat meningkatkan gelombang alfa otak yang dapat menimbulkan efek relaksasi
pada tubuh. Pada proses pernafasan terdapat proses inhalasi dan ekshalasi. Pada
38
saat proses inhalasi dan ekshalasi deep breathing molekul-molekul yang terdapat
pada aromaterapi akan menempel di dinding – dinding hidung dan merangsang
reseptor yang ditransmisikan ke bulbus ofalktorius dan traktur olfaktorius. Proses
ini akan memicu memori dan emosional lewat hipotalamus selanjutnya disebarkan
ke seluruh tubuh. Adanya zat neurokimia yang bersifat eurofonik akan
mengakibatkan tubuh menjadi rileks, vasokontriksi pembuluh darah, dan tekanan
darah menjadi turun (Djilani & Dicko, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Vikian & Keramat pada tahun 2013 dengan judul
penelitian “ The Effect of the Breathing Technique With and Without Aromatherapy
on the Length of the Active Phase and Second Stage of Labor”. Pada penelitian ini
didapatkan hasil bahwa penggunaan teknik relaksasi napas dan aromaterapi
lavender dapat mengurangi durasi pada fase aktif dan labor derajat dua. Hasil
penelitian ini juga menunjukkan penurunan intensitas nyeri pada responden.
Mekanisme penurunan nyeri sama dengan mekanisme penurunan tekanan darah,
yaitu vasodilatasi pembuluh darah dan relaksasi pada tubuh. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Tarwoto (2011) menyebutkan bahwa relaksasi dapat menurunkan
nyeri dan mengontrol tekanan darah. Pengendalian pengaturan pernapasan secara
sadar dilakukan oleh korteks serebri, sedangkan pernapasan yang spontan atau
automatik dilakukan oleh medulla oblongata. Napas dalam lambat dapat
menstimulasi respons saraf otonom melalui pengeluaran neurotransmitter
endorphin yang berefek pada penurunan respons saraf simpatis dan peningkatkan
respons parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis meningkatkan aktivitas tubuh,
sedangkan respons parasimpatis lebih banyak menurunkan ativitas tubuh atau
39
relaksasi sehingga dapat menurukan aktivitas metabolik. Stimulasi saraf
parasimpatis dan penghambatan stimulasi saraf simpatis pada slow deep breathing
juga berdampak pada vasodilatasi pembuluh darah otak.
Pemberian deep breathing menggunakan aromaterapi secara teratur dapat
membantu seseorang untuk mengurangi kecemasannya. Selain itu latihan teratur
juga dapat membantu untuk mengurangi tingkat hipertensi (Brown, 2010).
Download