bab 2 tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi Meningitis
Meningitis adalah suatu reaksi keradangan yang mengenai sebagian atau
seluruh selaput otak (meningen) yang ditandai dengan adanya sel darah putih
dalam cairan serebrospinal.14
Meningitis bakteri pada anak-anak masih sering dijumpai, meskipun sudah
ada kemoterapeutik, yang secara in vitro mampu membunuh mikroorganismemikroorganisme penyebab infeksi tersebut.3 WHO (2003), mendefinisikan anakanak antara usia 0–14 tahun karena di usia inilah risiko cenderung menjadi
besar.15 Ini akibat infeksi dengan Haemophilus influenzae maupun pneumococcus,
karena anak-anak biasanya tidak kebal terhadap bakteri.4
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi
menjadi dua golongan yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.16
Meningitis serosa adalah radang selaput otak arakhnoid dan pia mater yang
disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lain seperti virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.
Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan pia mater
yang meliputi otak dan medulla spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus
pneumonia (pneumokok), Nesseria meningitidis (meningokok), Streptococcus
haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza, Escherichia coli,
Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa.16
Universitas Sumatera Utara
Saluran nafas merupakan port d’entrée (jalan masuk) utama pada
penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui
pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk
melalui jalur hematogen, memperbanyak diri didalam darah masuk ke dalam
cairan serebrospinal selanjutnya memperbanyak diri didalamnya sehingga
menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.16
2.2.
Meningitis Pada Anak
Meningitis bakterial lebih sering terjadi pada anak-anak. Karena anak-nak
biasanya tidak mempunyai kekebalan terhadap bakteri.
4
Infectious Agent
meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu.
17
Selama 2 bulan pertama kehidupan, organisme yang paling sering menyebabkan
meningitis adalah organisme flora ibu atau lingkungan dimana bayi berada yang
disebabkan oleh Listeria monocytogenes dan Haemophilus influenzae.
Kebanyakan meningitis bakteri pada anak-anak usia 2 bulan-12 tahun
disebabkan oleh H.influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau Nesseria
meningitidis. Pada anak-anak berusia lebih dari 12 tahun, meningitis biasanya
terjadi akibat infeksi S. pneumoniae, atau N.meningitidis. 3
2.3.
Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak 18,19
Meningen (selaput otak) adalah selaput yang membungkus otak dan
sumsum tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa
pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinalis), memperkecil benturan
atau getaran yang terdiri dari tiga lapisan:
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.
Dura mater (lapisan luar) adalah selaput keras pembungkus otak yang
berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Durameter pada tempat tertentu
mengandung rongga yang mengalirkan darah vena dari otak.
2.3.2.
Arakhnoid (lapisan tengah) merupakan selaput halus yang memisahkan
dura mater dengan pia mater membentuk sebuah kantong atau balon
berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.
2.3.3.
Pia mater (lapisan sebelah dalam) merupakan selaput tipis yang terdapat
pada permukaan jaringan otak. Ruangan diantara arakhnoid dan pia
mater disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang, ruangan ini berisi sel
radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum
tulang belakang.
2.4.
Patofisiologi Meningitis
Meningitis bakteri paling sering terjadi akibat penyebaran mikroorganisme
secara hematogen.3 Meningitis bakteri pada umumnya, sebagai akibat dari
penyebaran penyakit lain. Bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput
otak, misalnya pada penyakit faringitis, tonsilitis, pneumonia, dan lain-lain.
Penyebaran bakteri dapat pula secara perkontinum dari peradangan organ atau
jaringan yang ada didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media,
sinusitis, dan lain-lain. Penyebaran bakteri bisa juga terjadi akibat trauma kepala
dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.14
Meningitis dapat terjadi setelah terjadi invasi bakteri yang berasal dari
pusat infeksi menular. Meningitis juga dapat terjadi melalui invasi langsung ke
selaput otak dan menyebar ke selaput otak secara hematogen.3 Mula-mula
pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi dalam
Universitas Sumatera Utara
waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. 20
Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam
minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat terbentuk dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin, sedangkan di lapisan dalam
terdapat makrofag. Pada meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan
serebrospinal tampak jernih dibandingkan meningitis yang disebabkan oleh
bakteri. 20
2.5.
Epidemilogi Meningitis
2.5.1. Distribusi Frekuensi Meningitis
a.
Orang / manusia
Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respon imunologi terhadap
pathogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Karena anak-anak
biasanya tidak mempunyai kekebalan terhadap bakteri. Risiko terbesar adalah
pada bayi antara umur 1 dan 12 bulan, 95% kasus terjadi antara umur 1 bulan dan
5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Risiko tambahan adalah
kemiskinan, dan kemungkinan tidak adanya pemberian ASI untuk bayi umur 2-5
bulan. 21
Insiden dari tipe bakteri penyebab bervariasi menurut umur penderita.
Pada negara berkembang, penyakit meningitis akibat infeksi Haemophilus
influenza pada anak yang tidak divaksinasi paling lazim terjadi pada bayi umur 2
bulan sampai 2 tahun, insiden puncak terjadi pada bayi usia 6-9 bulan, dan 50%
kasus terjadi pada usia tahun pertama.21
Insidens rate kasus Meningitis yang disebabkan Haemophylus influenza di
AS pada umur < 5 tahun berkisar 32-71/100.000 setiap tahun. Pada neonatus rata-
Universitas Sumatera Utara
rata 2-4 kasus/1000 bayi lahir hidup, dan dua pertiganya disebabkan oleh
Streptococcus beta haemoliticus grup B dan E. coli.22 Di Uganda (2001-2002)
Insidens rate meningitis Haemophylus influenza tipe b pada usia <5 tahun sebesar
88 per 100.000. 23
b.
Tempat
Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakan predisposisi untuk
terjadinya penyakit epidemik.17 Di seluruh daerah tropis, meningitis bakterial
lebih sering terjadi pada anak yang berumur 6 bulan - 3 tahun.4 Beban penyakit
meningitis tertinggi terjadi di sub-Sahara Afrika, yang dikenal sebagai
“Meningitis Belt”. Pada Tahun 1996, Afrika mengalami wabah meningitis yang
tercatat sebagai epidemic terbesar dalam sejarah dengan lebih dari 250.000 kasus
dan 25000 kematian yang terdaftar (CFR=10%).8 Penelitian yang dilakukan di
Malaysia (Nur, 2005) 60% kasus meningitis paling banyak terdapat pada
kelompok umur anak-anak yaitu umur 0-9 tahun dengan mortalitas 15%.24
c.
Waktu
Kelembaban yang rendah dapat merubah barier mukosa nasofaring,
sehingga merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi. Wabah Meningitis di
Afrika terjadi selama musim panas dari bulan Desember hingga juni. 17 Di daerah
Sub-Saharan Meningitis Belt (Upper volta, Dahomey, Ghana dan Mali Barat,
hingga Niger, Nigeria, Chad, dan Sudan Timur) epidemi meningitis dimulai pada
musim panas/musim kering dan mencapai puncaknya pada akhir April − awal
Mei dan diakhiri dengan dimulainya musim penghujan.17 Tahun 2008,
Afghanistan melaporkan 2.154 kasus meningitis dan 140 kematian (CFR=6,5%)
dimana sebagian besar kasus terjadi pada musim panas.25
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Determinan Meningitis
a.
Host/penjamu
Meningitis yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, 5 − 36 kali
lebih besar pada anak kulit hitam daripada anak kulit putih.
21
Bakteri ini juga
paling sering menyerang bayi <2 tahun.26 Penelitian yang dilakukan oleh Ainur
Rofiq (2000) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengenai daya
lindung vaksin TBC terhadap meningitis Tb pada anak sebanyak 0,72 kali bila
penderita diberi BCG dibanding dengan penderita yang tidak pernah diberikan
BCG.27
Pada meningitis serosa dengan penyebab virus terutama menyerang anakanak dan dewasa muda (12-18 tahun). Meningitis ini dapat terjadi pada saat
menderita campak, gondongan (mumps) atau penyakit infeksi virus lainnya.21
Penelitian yang dilakukan oleh Erleena Nur di Malaysia tahun 2005,
menemukan bahwa meningitis lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada
perempuan dengan sex ratio 1,6.24 Penelitian yang dilakukan di Korea (Lee, 2005)
menunjukkan resiko laki-laki untuk menderita meningitis dua kali lebih besar
dibanding perempuan dengan rasio 2:1. 28
b. Agent
Pada umumnya, penyebab meningitis adalah bakteri dan virus. Meningitis
serosa penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain
seperti virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia. Meningitis purulenta penyebabnya
antara lain : Diplococcus pneumonia (pneumokok), Nesseria meningitidis
(meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenza,
Escherichia
coli,
Klebsiella
pneumonia,dan
Pseudomonas
aeruginosa.16
Universitas Sumatera Utara
Insiden dari tipe bakteri penyebab bervariasi menurut umur penderita.
Pada Neonatal (0-2 bulan) bakteri penyebab meningitis adalah Streptococcus
Group B. E. Coli, Staph. Aureus, Enterobacter dan pseudomonas. Pada anak-anak
sering disebabkan oleh Haemophilus influenzae, N. meningitidis, dan S.
pneumoniae.
Pada dewasa muda (6-20 tahun) yaitu N. meningitidis. S. pneumonia dan
H. influenzae. Sedangkan pada dewasa (>20 tahun) adalah S. pneumonia, N.
meningitidis, Sterptococcus, dan Staphylococcus. Angka mortalitas di AS pada
suatu survey epidemiologik secara prospektif dari tahun 1978 adalah: untuk H.
influenzae 6,0%, N. meningitidis 10,3% dan S. pneumoniae 26,3% . 17
c.
Lingkungan
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya penyakit meningitis adalah
faktor lingkungan dengan kebersihan yang buruk dan terlalu padat. Dimana
timbulnya kontak antara penderita yang memilki penyakit saluran pernafasan
ataupun influenza.
Sehingga anak dapat terpapar oleh bakteri Haemophilus influenza,
pemaparan kuman juga dapat terjadi pada saat anak kontak dengan teman sekolah
ataupun kontak di tempat penitipan anak dan juga dipengaruhi oleh imunitas
kelompok yang rendah, misalnya tinggal di daerah kumuh ataupun sosial ekonomi
yang rendah.16 Resiko penularan meningitis bakteri N. meningitidis juga
meningkat pada lingkungan yang padat seperti asrama, kamp-kamp tentara, dan
jemaah haji. 22
Universitas Sumatera Utara
2.6. Komplikasi Meningitis 4
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara lain:
2.6.1. Trombosis vena serebral, yang menyebabkan kejang, koma, atau
kelumpuhan.
2.6.2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan di ruangan subdural
karena adanya infeksi oleh kuman.
2.6.3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan
abnormal yang disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
2.6.4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak.
2.6.5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah di otak.
2.6.6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infark otak
karena adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian
pada jaringan otak.
2.6.7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran
pendengaran.
2.6.8. Gangguan perkembangan mental dan inteligensi karena adanya retardasi
mental yang mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak
terganggu.
2.7. Pencegahan Meningitis
a.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan untuk mencegah timbulnya faktor resiko
meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan
melaksanakan pola hidup sehat.29 Pencegahan penyakit infeksi meningitis dapat
dilakukan dengan pemberian vaksin pada bayi agar mendapatkan kekebalan tubuh
terhadap bibit penyakit tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Untuk meningitis dengan bakteri Haemophilus influenza dapat dicegah
dengan pemberian imunisasi vaksin gabungan H. influenza tipe b yang dapat
diberikan mulai pada sekitar usia 2 bulan atau sesegera mungkin sesudahnya.
Untuk mencegah terinfeksi meningitis bakteri N. meningitidis pada anak resiko
tinggi umur di atas 2 tahun dianjurkan untuk mendapatkan vaksin quadrivalen
meningokokus terhadap serogrup A, C, Y, dan W135. Vaksin ini dapat diberikan
untuk kontak terpajan dan selama epidemik penyakit meningokokus. 21
Untuk penderita resiko tinggi meningitis bakteri S. pneumonia harus
mendapat vaksin pneumokokus. Sedangkan pada meningitis virus, dapat dicegah
dengan pemberian vaksin virus yang efektif untuk polio, campak, parotitis, dan
rubella.22 Pencegahan juga dapat dilakukan dengan mengurangi kontak langsung
dengan penderita, mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan
lingkungan seperti barak, sekolah, tenda, dan kapal.29
b. Pencegahan Sekunder 16
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan
pengobatan segera. Antara lain:
b.1. Diagnosis Meningitis
Gejala-gejala dan tanda-tanda meningitis bakteri didahului oleh gejala
saluran nafas bagian atas atau saluran cerna selama beberapa hari sebelumnya.
Biasanya radang selaput otak akan disertai panas mendadak mual, muntah,
anoreksia, fotofobia, dan kaku kuduk. Bila infeksi memberat, timbul peradangan
korteks dan edema otak dengan gejala-gejala penurunan tingkat kesadaran, koma,
kejang-kejang, kelumpuhan saraf otak yang bersifat sementara atau menetap, dan
pada bayi fontanella mencembung. 3 Pada anak dengan demam dan kejang, bila
Universitas Sumatera Utara
diagnosis kejang demam dan epilepsi telah disingkirkan, maka diagnosinya
hampir pasti meningitis atau meningoensefalitis.30
Pada bayi umur 28 hari gejala mungkin samar dan tidak spesifik, seperti
tidak mau menyusu, menjadi sangat tenang atau sangat gelisah, muntah, atau
tampak tidak sehat. Temperatur cenderung rendah daripada tinggi. Jika ada
muntah, maka fontanel akan mendatar atau mencekung. Sehingga lingkaran
kepala bayi harus diukur setiap hari. Pada bayi yang lebih besar (sampai umur dua
tahun), gejala meliputi kegelisahan, demam, muntah, fotofobia, ketegangan, dan
kejang.
Anak tampak kejang dan gugup. Pada bagian akhir penyakit, fontanel akan
menggelembung, terasa nyeri bila menekuk leher dan akan timbul Kernig’s sign
yang positif (tidak dapat menaikkan tungkai dengan membengkokkannya di sendi
pinggul).4 Pada anak yang berumur lebih dari dua tahun, sebagai tambahan dari
gejala di atas, mungkin mengeluh sakit kepala, pusing, bahkan sampai koma.4
Gejala klinis meningitis virus yang benigna, gejalanya dapat sedemikian rupa
ringannya sehingga diagnosis meningitis menjadi tidak terlihat. Jika gejala agak
berat biasanya ditandai dengan nyeri kepala dan nyeri kuduk. 14
b.2. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal 31
b.2.1. Pemeriksaan Kaku kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan
tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu
tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi
dan rotasi kepala.
Universitas Sumatera Utara
b.2.2. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa
rasa nyeri. Tanda kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut
135o (kaki tidak dapat diekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya
diikuti rasa nyeri.
b.2.3.Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya
dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi
kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda brudzinski I positif (+)
bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
b.2.4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Brudzinski Kontra Lateral
Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda brudzinski II positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontralateral.
b.3. Pemeriksaan Penunjang Meningitis
b.3.1. Pemeriksaan cairan serebrospinalis
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi
menjadi dua golongan yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.16
a.
Pada meningitis purulenta, diagnosa diperkuat dengan hasil positif
pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop dan hasil biakan. Pada
pemeriksaan diperoleh hasil cairan serebrospinal yang keruh karena
mengandung pus (nanah) yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan
mati, serta jaringan yang mati dan bakteri.
Universitas Sumatera Utara
b.
Pada meningitis serosa, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal
yang jernih meskipun mengandung sel dan jumlah protein yang meninggi.
b.3.2. Pemeriksaan darah 16
Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju
Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, dan kultur.
a.
Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
b.
Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di samping itu,
pada meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b.3.3. Pemeriksaan Radiologis 16
a.
Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal) dan foto dada.
b.
Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b.4. Pengobatan Meningitis14
Penderita diberikan pengobatan dengan pemberian antibiotik yang sesuai
dengan jenis penyebab meningitis, yaitu:
b.4.1. Meningitis yang disebabkan pneumokok, meningokok : Ampisilin.
b.4.2. Meningitis yang disebabkan Haemophilus influenza : Kombinasi ampisilin
dan kloramfenikol.
b.4.3. Meningitis yang disebabkan enterobacteriaceae : Sefotaksim, campuran
trimetoprim dan sulfametoksazol.
b.4.4. Meningitis yang disebabkan Staphylococcus aureus : Vankomisin,
sefotaksim atau setrifiakson.
Universitas Sumatera Utara
b.4.5. Bila etiologi tidak diketahui : Ampisilin ditambah kloramfenikol (pada
anak) dan ampisilin disertai gentamisin (pada neonatus).
c.
Pencegahan Tersier
Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan
kecacatan akibat meningitis dan membantu penderita untuk melakukan
penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi
kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli
atau ketidakmampuan untuk belajar.32 Fisioterapi dan rehabilitasi juga dapat
dilakukan untuk mencegah dan mengurangi cacat.16
Universitas Sumatera Utara
Download