DINAR EMAS DIRHAM PERAk

advertisement
Dinar Emas Dirham Perak
Untuk Kemakmuran dan Kejayaan Bangsa
Laporan Perkembangan Penerapan Dinar Emas
dan Dirham Perak Di Indonesia
disusun oleh
Wakala Induk
Nusantara
Jl. M Ali No 2, Tanah Baru Depok - Jawa Barat
Telp/ Fax 021 775 2699 - Website: www.wakalanusantara.com - E-mail: [email protected]
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan
2. Mengembalikan Sunnah yang Hilang
a. Sebagai Alat Membayar Zakat
b. Sebagai Tabungan dan Lindung Nilai
c. Sebagai Sedekah
d. Sebagai Mahar
3. Keuntungan Dinar dan Dirham
a. Nilainya yang Naik dari Waktu ke Waktu
b. BPIH Turun dari Waktu ke Waktu
4. Perkembangan Penerapan Dinar dan Dirham
a. Jaringan Wakala
b. Jawara (Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar Dirham Nusantara)
c. Festival Hari Pasaran
d. Penarikan dan Pembagian Zakat, Infak, dan Sedekah
e. Dinar, Dirham dan Fulus di Dunia Internasional
5. Penutup dan Kesimpulan
1
2
2
3
3
3
4
4
5
7
8
8
8
9
10
11
PENDAHULUAN
Allah, subhanahu wa ta’ala, berfirman dalam Surat Hud, ayat 85:
“Hai kaumku penuhilah takaran dan timbangan yang adil,
dan janganlah engkau merugikan hak-hak manusia (dengan mencurangi nilai),
dan janganlah berbuat zalim dengan melakukan kerusakan”
Dinar emas adalah koin emas berkadar 22 karat (91,70%) dengan berat 4,25 gram. Sedangkan Dirham perak
adalah koin perak murni (99.95%) dengan berat 2.975 gram. Standar Dinar dan Dirham ini telah ditetapkan
oleh Rasul , sallalahu alayhi wa sallam pada tahun 1 Hijriyah, dan kemudian ditegakkan oleh Khalifah Umar ibn
Khattab, pada tahun 18 Hijriyah, saat untuk pertama kalinya Khalifah Umar ibn Khattab mencetak koin Dirham.
Sedangkan orang yang pertama kali mencetak Dinar emas Islam adalah Khalifah Malik ibn Marwan pada tahun
70 Hijriah, dengan tetap mengacu kepada ketentuan dari Rasul , sallalahu alayhi wa sallam maupun Umar ibn
Khattab, yaitu dalam rasio berat 7/10 (7 Dinar berbanding 10 Dirham).
Dinar emas dan Dirham perak merupakan nuqud nabawi yang berlaku sebagai alat tukar yang sah sejak masa
Rasulullah , sallalahu alayhi wa sallam, para Sahabat, sampai masa-masa pemerintahan Islam selanjutnya hingga berakhirnya Daulah Utsmani (1924). Sebagai nuqud, Dinar emas dan Dirham perak, memiliki status yang
berbeda dari alat tukar jenis ketiga, yakni fulus, yang berlaku dengan nilai tukar yang sangat kecil (di bawah 1
Dirham atau ½ Dirham), yang secara tradisional terbuat dari tembaga. Dinar emas dan Dirham perak adalah
harta (mal) yang dalam batas nisab tertentu terkena kewajiban zakat, dan dengan keduanya pula zakat mal
dapat dibayarkan, sedangkan fulus tidak terkena kewajiban zakat dan juga tidak dapat digunakan sebagai alat
pembayar zakat mal.
Baik Dinar maupun Dirham disebutkan secara spesifik di dalam al Qur’an, di mana Dinar emas mengacu pada
nilai tukar yang besar, sedangkan Dirham perak mengacu pada nilai tukar yang lebih kecil. Bersamaan dengan
berakhirnya Daulah Utsmani, Dinar dan Dirham, serta fulus, turut hilang dari peredaran dalam masyarakat.
Akibatnya berbagai macam ketentuan dalam syariat Islam, seperti kewajiban berzakat, ketentuan tentang diyat
dan hudud, serta sunnah Nabi , sallalahu alayhi wa sallam, seperti pembayaran mahar, sedekah, maupun ketentuan dalam muamalat (shirkat, qirad, dsb), tidak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Akibat lain dari hilangnya Dinar dan Dirham adalah masyarakat terus-menerus menanggung akibat dari merosotnya nilai alat tukar modern yang diberlakukan saat ini yaitu uang kertas. Kemiskinan menjadi fenomena
umum akibat inflasi yang tiada berhenti. Berkali-kali, sepanjang zaman modern di abad ke-20 sampai memasuki abad ke-21 ini, kita dihadapkan dengan apa yang disebut sebagai ”Krisis Moneter”, yang tak lain akibat dari
sistem uang kertas, yang sepenuhnya berbasis pada riba.
Sejak tahun 1992, kalangan Muslim telah mengupayakan pemakaian kembali Dinar emas dan Dirham perak,
bersama-sama dengan fulus, baik untuk keperluan pembayaran zakat maupun bermuamalat. Sejak 2002 Dinar emas dan Dirham perak juga telah mulai beredar dan digunakan oleh kaum Muslim di Indonesia. Meski
masih dalam skala terbatas penerapan kembali Dinar emas dan Dirham perak telah membuka pintu-pintu bagi
pengamalan kembali berbagai sunnah Nabi , sallalahu alayhi wa sallam yang dalam waktu satu abad terakhir
ini telah hilang.
1
MENGEMBALIKAN SUNNAH YANG HILANG
Saat ini pemakaian kembali Dinar emas dan Dirham perak telah mencakup berbagai keperluan, baik untuk
ibadah maupun muamalah. Sedangkan koin fulus tembaga sampai menjelang akhir 2010 masih dalam persiapan untuk dicetak dan diedarkan. Di bawah ini dikutipkan sejumlah riwayat, hadits dan sunnah, serta
‘amal, dari Nabi , sallalahu alayhi wa sallam sendiri, para Sahabat, serta Tabiin dan Tabiit Tabiin, berkaitan
dengan Dinar dan Dirham.
A. SEBAGAI ALAT MEMBAYAR ZAKAT
Imam Malik berkata, “Sunnah yang disepakati oleh kita adalah, bahwa zakat diwajibkan pada emas senilai dua puluh dinar, sebagaimana pada (perak) senilai dua ratus dirham.”
Posisi Maddhab Syafi’i
Imam Syafi’i, dalam kitabnya Risalah, menyatakan:
Rasulullah, sallalahu alayhi wa sallam, memerintahkan pembayaran zakat dalam perak, dan kaum
Muslim mengikuti presedennya dalam emas, baik berdasarkan [kekuatan] hadits yang diriwayatkan kepada kita atau berdasarkan kekuatan qiyas bahwa emas dan perak adalah penakar harga
yang digunakan manusia untuk menimbun atau membayar komoditas di berbagai negeri sebelum
kebangkitan Islam dan sesudahnya.
Manusia memiliki berbagai [jenis] logam lain seperti kuningan, besi, timbal yang tidak pernah dibebani zakat baik oleh Rasulullah [, sallalahu alayhi wa sallam, ] maupun para penerusnya. Logamlogam ini dibebaskan dengan dasar [pada kekuatan] preseden, dan kepada mereka, dengan qiyas
pada emas dan perak, tidak seharusnya dibebani zakat, karena emas dan perak digunakan sebagai
standar harga di semua negeri, dan semua logam lainnya dapat dibeli dengan keduanya dengan
dasar kadar berat tertentu dalam waktu tertentu pula.
Posisi Maddhab Maliki
Syekh Muhammad Illysh, Mufti Al Azhar, pada 1900-an, mewakili posisi Madhhab Maliki, secara tegas
melarang uang kertas sebagai alat pembayar zakat. Fatwanya:
Kalau zakat menjadi wajib karena pertimbangan substansinya sebagai barang berharga (merchandise), maka nisabnya tidak ditetapkan berdasarkan nilai [nominal]-nya melainkan atas dasar substansi dan jumlahnya, sebagaimana pada perak, emas, biji-bijian atau buah-buahan.
Karena substansi [uang kertas] tidak relevan [dalam nilai] dalam hal zakat, maka ia harus diperlakukan sebagaimana tembaga, besi atau substansi sejenis lainnya.
Maksudnya, sama dengan posisi Imam Syafi’i, (uang) kertas disamakan dengan besi atau tembaga, hanya
dapat dinilai berdasar beratnya, sedang nilainya harus ditakar dengan nuqud (dinar atau dirham). Keti
ganya terkena zakat hanya bila diperdagangkan, dan tidak sah dipakai sebagai pembayar zakat.
2
Posisi Maddhab Hanafi
Imam Abu Yusuf, satu di antara dua murid utama Imam Abu Hanifah, dan pendiri Madhhab Hanafi,
menulis surat kepada Sultan Harun Al Rashid, (memerintah 170H/ 786M-193H/ 809M). Ia menegaskan
keharaman uang selain emas dan perak sebagai alat pembayaran zakat. Ia menulis:
Haram hukumnya bagi seorang Khalifah untuk mengambil uang selain emas dan perak, yakni koin
yang disebut Sutuqa, dari para pemilik tanah sebagai alat pembayaran kharaj dan ushr mereka.
Sebab walaupun koin-koin ini merupakan koin resmi dan semua orang menerimanya, ia tidak terbuat dari emas melainkan tembaga. Haram hukumnya menerima uang yang bukan emas dan perak
sebagai zakat atau kharaj.
B. SEBAGAI TABUNGAN DAN LINDUNG NILAI
Abu Bakr ibn Abi Maryam meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasul , sallalahu alayhi wa sallam, berkata:
“Akan datang masa ketika tak ada lagi yang dapat dibelanjakan kecuali Dinar dan Dirham. Simpanlah
Dinar dan Dirham.” (HR. Ahmad bin Hambal)
Riwayat dari Urwah, salah seorang Sahabat Rasul, sallalahu alayhi wa sallam, memberikan salah satu
bukti kongkrit dari hadits di atas. Oleh Rasul, sallalahu alayhi wa sallam, Urwah diberi uang satu dinar
untuk membelikan seekor domba. Tapi, dengan uang satu dinar itu ia ternyata berhasil memperoleh dua
ekor domba. Maka ia menjual salah satunya senilai satu dinar dan membawa seekor yang lain, beserta
sekeping dinar sisanya, kepada Rasul, sallalahu alayhi wa sallam. Atas kecerdikan Urwah tersebut Rasulullah , sallalahu alayhi wa sallam, memintakan berkah Allah, subhanahu wa ta’ala, atasnya dan menyatakan bahwa, “Ia akan menjadi seorang pedagang yang selalu mendapat laba bahkan bila ia berdagang
debu sekalipun. “ (HR Bukhari).
Harga seekor domba sampai hari ini, di Madinah atau di Jakarta, tetap sama, yaitu antara ½ - 1 Dinar
emas. Sementara dalam rupiah terus-menerus mengalami kenaikan.
C. SEBAGAI SEDEKAH
“Timbanglah rambut Husain dan bersedekahlah dengan berat rambut tersebut dengan (Dirham)
perak dan berikanlah kaki akikah kepada suatu kaum.” (HR. Baihaqi dari Ali bin Abi Thalib)
Dalam riwayat lain disebutkan:
Abu Abdullah yang dipanggil Abd al Rahman Thaubah ibn Yujdud, Maula Rasulullah , sallalahu alayhi wa
sallam, berkata, “Rasulullah , sallalahu alayhi wa sallam, bersabda, ‘Sebaik-baiknya dinar yang dibelanjakan oleh seseorang adalah dinar yang ia belanjakan untuk keluarganya, dan dinar yang ia belanjakan untuk perjalanan menuju Allah, subhanahu wa ta’ala dan dinar yang ia belanjakan sahabatnya yang dalam
perjalanan menuju Allah, subhanahu wa ta’ala.’” (Imam Muslim)
D. SEBAGAI MAHAR:
Dalam bab 28 tentang Pernikahan, Imam Malik meriwayatkan:
Malik berkata: “Aku tidak setuju jika wanita dapat dinikahi dengan [mas kawin] kurang dari seperempat Dinar. Itu adalah jumlah terendah, yang [juga jumlah terendah] untuk mewajibkan pemotongan
tangan [karena mencuri]”.
Dalam riwayat lain disebutkan:
Abu Salamah Ibnu Abdurrahman r.a berkata: Aku bertanya kepada ‘Aisyah r.a:
“Berapakah mas kawin Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wassalam? Ia berkata: ‘Mas kawin beliau kepada istrinya ialah dua belas uqiyyah dan nasy’. Ia bertanya: ‘Tahukah engkau apa itu nasy?’ Ia berkata,
‘Aku jawab: Tidak’. Aisyah berkata: ‘Setengah uqiyyah, jadi semuanya lima ratus dirham’.”
(HR. Muslim)
3
KEUNTUNGAN DINAR DAN DIRHAM
A. NILAINYA YANG NAIK DARI WAKTU KE WAKTU
Secara praktis dalam kehidupan sehari-hari Dinar dan Dirham, demikian halnya dengan Fulus yang meskipun
terbuat dari tembaga tapi karena nilainya diikat dengan Dirham perak, memberikan keuntungan karena bebas inflasi. Dalam semua mata uang kertas kurs Dinar dan Dinar naik dari tahun ke tahun. Untuk mengambil
contoh kita bandingkan kurs Dinar emas dalam dolar AS dalam kurun satu dekade terakhir. Nilai 1 Dinar
emas pada 2000 adalah 38 USD dan pada 2011 Januari adalah 190 USD. Berarti ada kenaikan 150 USD atau
395%/11 tahun atau rata-rata 36%/tahun (lihat Grafik 1).
Implikasi dari kenaikan nilai yang terus menerus tersebut adalah biaya-biaya dan harga barang dan jasa
dalam Dinar emas akan sangat stabil, bahkan turun. Sekadar mengambil satu contoh pada harga semen (di
Jakarta). Pada tahun 2000 nilai tukar 1 Dinar emas adalah sekitar Rp 400.000, harga satu zak semen sekitar
Rp 20.000/zak, maka 1 Dinar emas dapat dibelikan 20 zak semen. Pada tahun 2011 (Januari) harga satu zak
semen yang sama menjadi sekitar Rp 50.000/zak, sedangkan nilai tukar Dinar emas adalah Rp 1.690.000.
Maka satu Dinar emas pada awal 2011 dapat dibelikan 32 zak semen. Dengan kata lain harga semen/zak
dalam kurun 2000-2010 dalam rupiah mengalami kenaikan sebesar 150%, tetapi dalam Dinar emas justru
mengalami penurunan sebesar (-) 40%!.
Contoh lain yang penting bagi umat Islam Indonesia bila Dinar dan Dirham digunakan adalah pada biaya ibadah haji, yang terus menerus naik dalam rupiah, tetapi justru turun kalau dinilai dengan Dinar emas. Berikut
adalah keterangannya.
4
B. BPIH TURUN DARI WAKTU KE WAKTU
Grafik 2. di bawah dengan jelas menunjukkan BPIH dari tahun ke tahun yang turun secara signifikan bila
dihitung dalam dinar. Sejak dinar emas kembali dicetak dan diedarkan di Indonesia (2000) penurunan BPIH
dalam Dinar emas terjadi rata-rata sekitar 15-20% per tahun. Ketika terjadi “krismon”, saat BPIH melonjak
drastis dalam rupiah, dalam Dinar emas justru mengalami penurunan, dari 97 dinar (1998) menjadi 68 dinar (2000). Dan sejak saat itu (1998-2004) BPIH dalam dinar terus cenderung mengalami penurunan secara
berarti. Untuk tahun 2002 dan 2003, berturut-turut, BPIH adalah senilai 64 dinar dan 56 dinar, atau turun
12.5%. Untuk tahun 2004, dengan kurs dinar emas sekitar Rp 500 ribu rupiah/dinar, BPIH cukup dibayar dengan harga cuma 46 dinar emas, turun lagi 17.8%.
Jadi, dibandingkan dengan harga sebelum “krismon”, harga BPIH 2004 dalam rupiah mengalami kenaikan 2,5
kali lipat, dalam dinar turun 1,5 kali lipat. Tingkat penurunannya sekitar 10 dinar atau 15-20% per tahunnya!
Untuk tahun 2005, walaupun nilai BPIH dalam dinar tidak berubah, tetap 46 dinar, tapi dalam rupiah tetap
mengalami kenaikan karena persoalan kurs. Dalam tahun 2006 turun lagi menjadi 34 dinar, terus turun lagi
menjadi 31 dinar (2007), dan turun lagi menjadi 26-27 dinar untuk 2008. Pada tahun 2009, lagi-lagi, ongkos
naik haji bila diukur dalam Dinar, kembali turun, cukup dibayar hanya dengan 24 Dinar.
Tingkat penurunannya berturut-turut adalah 26%, 8%, dan 12%. Perbedaan biaya dalam rantang empat tahun, antara 2005 dan 2008, menunjukkan penurunan BPIH dalam dinar sebesar 41% (dari 46 dinar/2005 ke
27 dinar/2008)! Sementara dalam rupiah justru naik 36% (dari Rp 23.2 juta ke Rp 31.6 juta), dan dalam dolar
AS naik 25% (dari 2.730 dolar AS ke 3.430 dolar AS). Lihat Grafik 2 di atas.
Dengan pengalaman empiris di masa lalu di atas maka kita dapat membuat suatu proyeksi ke depan. Untuk
meningkatkan keakuratan dan ketepatan proyeksi kita data empiris BPIH di masa lalu yang digunakan di sini
diperpanjang, tidak hanya terbatas sampai pada tahun 2005, tapi sampai tahun 2000. Proyeksinya sendiri
akan dilakukan untuk masa dua belas tahun ke depan, untuk rentang waktu 2008-2020. Perhitungan tetap
dilakukan dalam tiga jenis mata uang yaitu rupiah, dolar AS dan dinar emas, sekaligus untuk membandingkan
ketiganya.
Kita awali proyeksi kita dengan berpatokan pada BPIH 2008 (Zona II saja) sebagaimana yang telah disepakati
oleh Menteri Agama RI dan Komisi VIII DPR tersebut di atas, yaitu 3.429.6 dolar AS, tanpa memperhitungkan biaya tambahan untuk komponen domestik (dengan nilai Rp 501 ribu). Dengan kurs saat ini, ambillah
Rp 9.200/dolar AS, maka dalam rupiah BPIH 2008 adalah Rp 31.552.320. Dalam dinar emas, dengan kurs
saat ini 127 dolar AS/dinar, BPIH 2008 sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, hanya 27 dinar emas.
5
Sebagai patokan empiris ke belakang kita ambil data tahun 2000, yaitu dengan BPIH dalam rupiah sebesar
Rp 22.799.635, dalam dolar AS sebesar 2.682 dolar, dan dalam dinar emas sebesar 71 dinar. Dengan perhitungan flat kenaikan tahunan rata-rata BPIH dalam rupiah (dalam rentang 8 tahun terakhir, 2000-2008 ini)
adalah 5%, dalam dolar AS 3.5%, dan dalam dinar emas adalah – (minus) 8%.
Dengan menggunakan data-data ini maka secara lengkap kita dapatkan proyeksi BPIH ke depan sebagaimana
ditampilkan dalam Grafik 3. Kita ambil saja tiga titik waktu di depan, yakni tahun 2010, 2015, dan 2020.
• Dalam rupiah kita akan dapatkan angka-angka BPIH sebesar Rp 34.8 juta (2010), Rp 44.4 juta (2015),
dan akan menjadi Rp 56.7 juta (2020).
• Dalam dolar AS kita peroleh BPIH sebesar 3.639 dolar (2010), lalu 4.218 dolar (2015), dan akan
menjadi 4.890 dolar (2020). Keduanya terus naik, meski dengan slope berbeda.
• Dalam dinar, sebaliknya, kita akan peroleh BPIH yang terus-menerus semakin murah secara signifikan, yakni 22.9 dinar (2010), lalu jadi 15.1 dinar (2015), dan turun lagi menjadi hanya 9.9 dinar
(2020).
Penting untuk dimengerti proyeksi di atas diperoleh dengan asumsi keadaan adalah ’normal’, dan dengan
data yang sangat konservatif. Tetapi, sebagaimana saat ini kita dengar dari para pemegang otoritas moneter
internasional, termasuk IMF, Bank Dunia, dan Federal Reserve AS, situasi ekonomi dunia semakin dibayangi
oleh krisis besar. Keadaan empiris sejak Oktober 2007 lampau, yang dimulai dengan krisis kredit perumahan
di AS, lalu gejolak harga minyak dan pangan dunia, disusul dengan gonjang-ganjingnya pasar saham, membuat mereka mengatisipasi kemungkinan terburuk. Sebaliknya dengan dinar emas, marilah kita songsong
kemungkinan terbaiknya.
8
6
PERKEMBANGAN PENERAPAN DINAR DIRHAM
Saat ini penerapan kembali berbagai sunnah Nabi , sallalahu alayhi wa sallam, sebagaimana telah disebutkan di atas telah mulai berlangsung di berbagai tempat. Dinar dan Dirham telah dicetak dan diedarkan kembali di Indonesia sejak awal tahun 2000-an. Paling tidak saat ini ada lebih dari 95 wakala, yaitu tempat-tempat
penukaran koin Dinar dan Dirham dari dan ke uang kertas. Jenis koin Dinar dan Dirham yang telah dicetak
dan diedarkan di Indonesia terdiri atas:
Koin Dinar Emas dengan satuan 2, 1, dan ½ Dinar.
Koin Dirham Perak dengan satuan ⅙, ½, 1, 2, dan 5 Dirham.
Spesifikasi Koin Dinar Dirham yang Beredar di Indonesia
½ DINAR
1 DINAR
2 DINAR
2.125 gram emas
(22 karat, 917)
Diameter: 20 mm
4.250 gram emas
(22 karat, 917)
Diameter: 23 mm
8.500 gram emas
(22 karat, 917)
Diameter: 26 mm
⅙ DIRHAM
½ DIRHAM
1 DIRHAM
2 DIRHAM
5 DIRHAM
0.495 gram perak
(perak murni, 999)
Diameter: 16 mm
1.486 gram perak
(perak murni, 999)
Diameter: 18 mm
2.975 gram perak
(perak murni, 999)
Diameter: 25 mm
5.850 gram perak
(perak murni, 999)
Diameter: 26 mm
14.875 gram perak
(perak murni, 999)
Diameter: 27 mm
7
Beberapa prasarana yang telah ada di masyarakat, antara lain, adalah:
1. Jaringan Wakala Dinar Dirham
Paling tidak saat ini ada lebih dari 95 wakala, yaitu tempat-tempat penukaran koin Dinar dan Dirham
dari dan ke uang kertas. Wakala-wakala lain yang dioperasikan oleh masyarakat itu tersebar di banyak kota, seperti Medan, Tanjung Pinang, Balikpapan, Makasar, Gianyar, Jakarta, Bandung, Bogor,
Parakan, Semarang, Solo, Jogjakarta, Surabaya, Jepara, Cirebon, Serang, dan lain-lain. Beberapa lembaga terkemuka di Indonesia, seperti Yayasan Dompet Dhuafa Republika, Tabung Wakaf Indonesia,
YPI Al Azhar, juga telah turut membuka wakala.
Keseluruhan wakala ini dikordinasikan oleh Wakala Induk Nusantara (WIN, www.wakalanusantara.
com), yang berkedudukan di Depok, Jawa Barat. Meski telah dirintis sejak 2002 WIN secara resmi
beroperasi pada awal 2008, dan kini telah berbadan hukum sebagi Perkumpulan Amal Nusantara
(PERAN).
2. JAWARA (Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar Dirham Nusantara)
Jumlah para pedagang komoditas dan jasa yang menerima kedua koin tersebut sebagai alat tukar terus bertambah. Ini ditempuh melalui pengembangan JAWARA (Jaringan Wirausahawan dan
Pengguna Dirham dan Dinar Nusantara). Berkaitan dengan JAWARA (www.jawaradinar.com) ini juga
dikembangkan Kampung Jawara, yakni tempat-tempat yang banyak pedagangnya yang menerima
Dirham dan Dinar. Dua Kampung Jawara yang kini aktif ada di Kampung Nelayan, Cilincing, dan di
Tanah Baru, Depok.
3. Festival Hari Pasaran (FHP)
Untuk mensosialisasikan pemakaian Dinar dan Dirham masyarakat di berbagai tempat mengadakan pasar-pasar terbuka, melalui rangkaian Festival Hari Pasaran (FHP), secara regular. Di FHP selain
8
mata uang kertas juga telah digunakan Dirham dan Dinar sebagai alat tukar. Untuk memfasilitasi
masyarakat memperoleh Dinar dan Dirham pada tiap FHP beroperasi sebuah Wakala, yang berperan
layaknya penyurup uang (money changer). Sampai saat ini FHP telah berlangsung di Depok, Jakarta,
Bandung, dan Jogjakarta.
4. Penarikan dan Pembagian Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf
Di luar kegiatan bisnis, Dinar Dirham juga bersirkulasi melalui kegiatan sosial, berkaitan dengan
sedekah, infak, zakat, serta hadiah dan mahar. Popularitas Dinar dan Dirham sebagai mahar, kado,
sedekah dan wakaf, di samping zakat yang wajib hukumnya, akhir-akhir ini semakin tinggi (lihat situs
Baitul Mal Nusantara, www.bmnusantara.org). Tiap ada FHP zakat berupa Dirham dibagikan kepada
fakir miskin. Secara umum masyrakat juga sudah mulai banyak yang membayarkan zakatnya, melalui
berbagai saluran, dalam bentuk Dinar dan Dirham.
Tabel 1 di bawah menunjukkan sekurangnya ada 10 lembaga yang telah menerima zakat Dinar dan
Dirham dalam bulan Ramadhan 1430 H. Lembaga ini pun tersebar dibeberapa kota, Depok, Jakarta,
Balikpapan, dan Bandung.
Tabel 1.
Jumlah Zakat dalam Dinar dan Dirham (Ramadhan 1430 H)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Institusi
Baitul Mal Nusantara
Dompet Dhuafa Foundation
PKPU
DKM Mercu Buana
Portal Infaq
LAZ Amanah Ummah
DDF East Kalimantan
LAZ Dompet Peduli Umat
DPUDT
DD Bandung
Total
Kota
Depok
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Balikpapan
Balikpapan
Balikpapan
Bandung
Bandung
Dinar Emas
24
26
3
0.5
1
3.5
4.5
3.5
3
1
70
Dirham Perak
478
24
5
507
Dua LAZ terbanyak penerima zakat Dirham perak dan Dinar emas pada Ramadhan 1430 H adalah
Baitul Mal Nusantara (BMN, Depok) dan Dompet Dhuafa Republika (Jakarta), masing-masing dengan
24 dan 26 Dinas emas, serta 478 dan 24 Dirham perak. Selain itu, pembayaran zakat dalam Dirham
perak dan Dinar emas juga berlangsung pada sejumlah LAZ lain di Bandung (DPUDT dan DD Bandung) dan Balikpapan (DD Kaltim, LAZ Amanah Umat, dan LAZ Dompet Peduli Umat).
Total zakat Dirham perak yang terkumpul pada kesembilan LAZ ini adalah 507 Dirham (setara sekitar
Rp 15 juta), sedangkan Dinar emasnya mencapai 70 Dinar emas (setara Rp 100 juta). Bandingkan
dengan tahun lalu, Ramadhan 1429 H, total zakat dalam Dinar emas yang terpantau baru sekitar 30
Dinar emas.
9
Pada tahun 1431 Hijriyah jumlah zakat yang dibagikan dalam bentuk Dinar dan Dirham semakin
besar. Dalam bulan Ramadhan 1431 H saja, yang tercatat di BMN, sekurangnya 6000 Dirham perak
telah dibagikan kepada mustahik Jabotabek, Bandung, dan Jogyakarta, serta Balikpapan.
Sebuah gerakan kedermawanan sosial telah dicanangkan dan digerakkan melalui inisiatif Garnissun (Gerakan Nasionak Infak dan Sedekah Sedirham untuk Penguatan) Bangsa dan Tebar Sejuta
Dirham. Melalui inisitaif ini masyarakat diimbau untuk bersedakah kepada pihak mana saja yang
dingini, baik itu pesantren, rumah yatim piatu, masjid, atau lembaga sosial, dalam bentuk Dirham
perak. Dengan cara ini maka akan terjadi penguatan ketahanan ekonomi nasional karena peredaran
koin Dirham dan Dinar akan membuat ekonomi kita tahan dan bebas dari kemungkinan “Krismon”.
5. Dinar Dirham dan Fulus di Dunia Internasional
Dinar emas dan Dirham perak, karena terbuat dari logam mulia yaitu emas dan perak, bersifat universal, berbeda halnya dengan Fulus yang terbuat dari tembaga yang bersifat lokal. Karenanya, sejak
pertama kali dicetak kembali pada tahun 1992 di Granada Spanyol, kalum muslim di berbagai tempat
lain telah pula mencatak dan mengedarkan Dinar dan Dirham. Selain di Indonesia, Dinar dan Dirham
juga beredar di Malaysia, Dubai, Afrika Selatan, Maroko, Spanyol, Jerman, Inggris, Swiss, dan AS.
Kebanyakan inisiatif ini bersifat swasta. Tapi, pada Ramadhan 1431 H Pemerintahan Kelantan, Malaysia, secara resmi telah meluncurkan Dinar dan Dirham. Sebelumnya, pada awal Juni 2010, Shaykh Dr
Abdalqadir as Sufi, ulama yang mengajarkan kembali tentang penerapan Dinar Dirham, secara resmi
telah meluncurkan berlakunya Dinar, Dirham serta Fulus, kepada umat Islam sedunia, di Cape Town,
Afrika Selatan.
WORLD ISLAMIC MINT
STANDAR KOIN BARU
DINAR
DIRHAM
½ Dinar
2.125 gram
16mm diameter
1 Dirham
2.975 gram
22mm diameter
1 Dinar
4.25 gram
21mm diameter
2 Dirham
5.950 gram
25mm diameter
2 Dinar
8.500 gram
22mm diameter
5 Dirham
14.875 gram
32mm diameter
5 Dinar
12.25 gram
25mm diameter
10 Dirham
29.750 gram
41mm diameter
8 Dinar
34.00 gram
32mm diameter
20 Dirham
59.50 gram
50mm diameter
Berkaitan dengan semakin banyaknya ragam Dinar dan Dirham yang dicetak dan diedarkan di berbagai tempat, maka diperlukan adanya badan pengatur internasional, yang berfungsi untuk menjaga
konsistensi standarnya. Badan pengatur ini disebut World Islamic Mint (WIM), salah satu anggotanya
adalah Wakala Induk Nusantara (WIN), yang sekaligus merupakan satu-satunya pencetak dan pengedar Dinar dan Dirham yang diakui oleh WIM. Sekretariat WIM (www.worldislamicmint.com) saat ini
ada di Bonn, Jerman.
10
PENUTUP DAN KESIMPULAN
Dari berbagai uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.Dinar emas, Dirham perak dan fulus merupakan alat tukar yang sah menurut syariat Islam, dan telah
dipakai sejak zaman Rasul, sallalahu alayhi wa sallam, Sahabat, Tabiin, dan Tabiit Tabiin, serta kaum Muslimin dari zaman ke zaman.
2.Sebagai alat tukar Dinar emas dan Dirham perak, serta fulus, memiliki keunggulan dibandingkan uang
kertas karena nilainya sangat stabil dan tidak terpengaruh inflasi.
3.Dinar emas dan Dirham perak telah beredar dan dipakai kembali oleh kaum Muslimin di berbagai tempat
di dunia, termasuk di Indonesia, melalui berbagai prasarana seperti jaringan pedagang, penyelenggaraan
pasar-pasar terbuka, lembaga pengumpul infak dan sedekah, serta para amil dan penarik zakat mal.
4.Dengan perkembangan yang telah cukup maju tersebut, masyarakat Muslim di Indonesia khususnya, memerlukan dukungan dari institusi formal, dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memberikan
fatwa resmi, bahwa Dinar emas dan Dirham perak, serta fulus, merupakan alat tukar yang sah menurut
syariat Islam.
5.Penerapan Dinar Dirham dan Fulus meskipun didasarkan kepada kesukarelaan anggota masyarakat sendiri dalam transaksi sehari-hari, dan tidak didasarkan kepada pemaksaan melalui peraturan apa pun, dukungan dari institusi resmi dari pemerintahan maupun tokoh-tokoh masyrakat, baik di tingkat nasional
maupun lokal, sangat diperlukan.
8
11
Download