ksorga - arsip.galeri

advertisement
:Me
-'i'l a_ _. ~
_
_U
__
•
":"!L
a[
Jrafaman "
KSORGA
•
•
•
tahun lalu. "Dulu saya cuma bercerita biasa,
tanpa properti. Tapi sampai hari ketiga bercerita, saya pikir perlu properti. Tapi apa?"
kenang Zak. Tahun lalu, Zak berhasil melewati 23 hari puasa dengan bercerita kepada
anak-anak menjelang jam berbuka. Saat
melihat antusiasme anak-anak, ia kembali
berkisah di bulan Ramadan tahun ini.
Ide wayang daun lahir dari kenangan
masa kecilnya kala masih tinggal di Desa
Kaliwuntu, Kecamatan Jenu, Tuban, Jawa
Timur. ''Waktu kecil, orangtua suka bikin
wayang begini, dari daun singkong, jerami,
THALATIE K YANI
padi, pelepah daun pisang," ceritanya. Daun
RENA bulu tangkis di Perumah- tersebut kemudian dirajut sedemikian rupa.
an Griya Sakinah, Beji, Depok, menjadi lebih dari SO tokoh wayang.
tampak ramai. Bagian tengah
Sang ayah yang waktu itu kepala desa sebulu tangki's telah disu- kaligus petani merupakan penggemar perlap menjadi panggung kecil. Latar ruang tunjukan wayang. "Minimal setahun sekali
panggung dihias dengan kain putih kecil bapak mengundang dalang untuk tampil di
berbentuk persegi, sedikit kusut. Dua buah rumah. Kalau ditotal, setahun ada lima kali
pengeras suara yang ada di pojok samping kami menonton wayang. Jadi, say a sudah
sangat dekat dengan wayang sejak kecil,"
panggung dimanfaatkan.
Di tempat itu, Zak Sorga asyik bercerita tutur pria berusia 48 tahun itu.
Ingatan masa kecil itulah yang menuntun
kepada mereka yang menonton. Sekitar 15
anak kecil berdiri di dekat si dalang yang Zak hingga menempuh Jurusan Seni Peran
memainkan wayang daun. Beberapa anak di Institut Kesenian Jakarta pada 1982. Setampak tertawa riang sembari mencolek telah lulus dari lembaga tersebut, ia terjun
sosok dari anyaman daun lontar yang ada penuh ke dunia teater dengan menj adi
di hadapannya. Sesekali, mereka dike- sutradara hingga menulis skenario. Empat
tahun terakhir, ia mendirikan anggar Seni
ju~n suara sang dalang yang bercerita
kala menirukan suara-suara tokoh yang Zak Sorga, yang diikuti anak-anak sekitar
lingkungan rumahnya .
dibawakan.
·Seketika wajah mereka berubah menjadi
Berawal dari kegelisahan
merah dan hitam. Maka, Nabi Soleh segera
'!Saya prihatin enggak ada h. bita! seni
memlnta para manusia untuk bertobat,"
salah satu
Nabi Soleh yang di masyarakat, tempat anak annk bisa
belajar mengolah rasa dan berkeseni,m."
Zak bawakan, sore ltu.
Pria yang akrab disapa Abl itu memulal cerit pria yang pernah b rmimpi llH'njlldi
perjalanannya bercerita sejak bulan puasa penyair ilu .
Perjalanan berkesenian
puluhan tahun tak
hanya menjadi media'
berkreasi. Lewat torehan
seni, ia bermimpi untuk
memunculkan anak-anak
yang tidak lagi bias mencari
jati diri.
I.
v:
I J I..,
wrVIV.I1nfi "
,1
.)
' IIUJIIl /l
I .
"~ I
"f -HJ',
' (0 1,111 t tnlllt;
n"r,,,u
1I1t!cIl,If .ll tt ,"
•
•
:Mecfia
rtan a{ ••
-----------------------J{a{aman : / / .
•
•
I
•
Tujuh tahun lalu, Zak sekeluarga pindah
ke daerah Tanah Baru, Beji, Oepok. Oi lokasi
yang berjarak sekitar 30 kIn dari Jakarta
itu, jiwa Zak kembali terusik. "Saya lahir
di teater. Sejak kecil sudah non ton wayang
bersama bapak. Begitu ke sini, saya lihat
ada kelompok seni tradisi yang sudah kehilangan penerusnya," kata Zak.
Seiiing dengan berjalannya waktu, Zak
melihat kekosongan dunia seni semakin
meluas dengan berkurangnya kesempatan
untuk belajar berkesenian. "Oi sekolah,
kesenian euma jaeli kurikulum. Menikmati
kesenian juga jaeli mahal. Masak dari sini harus ke Taman Ismail Marzuki dulu baru bisa
lihat teater?" tambah pria yang menjaeli guru
teater di SMA Labsehool, Jakarta, itu.
Kala melihat habitat kesenian yang semakin t~aneam, hati Zak pun terketuk.
Ia tergerak untuk menjalankan kembali
roda kesenian eli tempat tinggal sekitarnya.
. Zak menjadikan tempat tinggalnya sebagai sanggar. Oi tempat tersebut, ia terjun
langsung untuk mendidik 30-an anak usia
SO hingga SMP untuk berteater, berpidato,
menulis skenario, dan bereerita. Para peserta pun bisa mengikuti sanggar Zak dengan gratis.
Oengan usahanya itu, ia berharap bisa
memberikan sumbangsih untuk menanamkan kembali keeintaan terhadap seni bagi
anak-anak. "Ketika teater bisa dilakukan eli
mana saja, anak-anak bisa mendapat bekal
untuk berkarya," pungkasnya.
•
kegelisahan orang Barat," ujarnya. Kondisi
tersebut berbanding terbalik dengan kebutuhan masyarakat yang lebih mudah
didekati lewat eerita bernapas agama atau
pahlawan.
Cerita ituIah yang Zak kenalkan kepada
masyarakat, khususnya anak-anak. "Waktu
keeil, saya selalu punya gambaran kala u kesatria, ya, Gatotkaea, Arjuna, atau pahlawan
Oiponegoro, Ki Hajar Oewantara. Mereka
yang hadir di tengah masyarakat," papar
pria yang kerap mengenakan peci itu.
"Anak-anak kita perlu mendapat eontoh
itu lagi lewat sesuatu yang mudah dieerna
supaya mereka bisa mengidentifikasi siapa
diri mereka dengan jalan yang benar,"
terangnya. Mimpi ituIah yang hendak Zak
hadirkan kembali di tengah masyarakat.
Zak tidak ingin naif. Keinginannya untuk
menyelamatkan kenangan mas a keeilnya
dengan bercerita kepada anak-anak tidak
memberikan penghasilan. Karena itu. ia
pun masih kerap menuIis untuk televisi
sehingga mendapatkan dana untuk menjalankan kegiatannya.
Meskibegitu, ia tetap yakin pada mi inya
untuk 'berteater dengan gembira'. "Enggak
usah mimpi harus tampil di gedung tearer.
Kalau harus main di tengah perkampungan,
ya, tidak apa-apa. Yang pel ting bert eater,"
papar anak ketiga dari enam bersaudara
itu.
Pemikiran tersebut juga menjadi da ar
Zak dalam bereerita dengan wayang daun.
"Sekarang pemain teater udah su h berkumpul. Tapi aya yakin kreativita harus
ri dari wayang
Pendidikan teater formal yang dijalani tetap jalan. Makanya, saya gerakkan wa ang
selama enam tahun banyak membuka daun ini dad rumah a a," (*/M-ll
pandangan Zak. "Oi teater, referensinya
literatur Barat semua. Kita belajar ten tang [email protected]
I
I
•
,
•
•
•
..
•
•
•
L
--~
•
•
MI BAR'!
~ATHAt IlLAH
•
:Jviccfia
:M./
rraflJJfl!l [
J{aCaman
•
•
•
•
•
•
• Tahun 1987-1989
menjadi pengajar
ekstrakurikuler pelajaran
teater di SMA Labschool,
Rawamangun, Jakarta.
• Tahun 1987 mendirikan grup teater dengan
nama Teater Kanvas dan
maslh terus aktif
berpentas sampai
sekarang.
•
Karya Teater:
•
• Penghargaan seba,gai
sutradara terbaik dalam
Festival Teater Jakarta,
3 kali berturut-turu\
yakni tahun 1991
hingga 1993
• Sutradara lebih dari 30
buah naskah drama yang
sudah dipentaskan di
Tamain Ismail Marzuki
(TIM), Gedung Kesenian
Jakarta, kampus-kampus
dan taman budayataman budaya di seluruh
Indonesia
.
•
•
•
•
• Menulis 18 naskah drama yang telah dipentaskan di berbagai gedung
kesenian di Indonesia.
Di antaranya adalah:
Stasiun Kubur-kubur
(1985), Aljabar (1987),
Reuni Orang-Orang
(1991), Konsp/fsasi
(1996), Revolusl Burung
(1997), Pemilu dl Desa
Gandul (sebagal wakil
Indonesia dalam Festival
Seni Enam Negara th
2004/2005 di GKJ),
'Penghuni Kapal Selam
(2008).
•
• ,V';'
:Media
•
Tan a[ ••
J{a[aman : / / .
•
SELAMA Ramadan, Zak Sorga, 48,
menghabiskan waktunya dengan
berkisah kepada anak-anak. Saat berjumpa dengan Media Indonesia, Zak
juga baru selesai menunaikan tugasnya
•
bermain wayang daun pada acara buka
bersama di lapangan bulu tangkis Kompleks Griya Sakinah, Beji, Oepok.
Perjalanan ayah beranak enam itu
saat berkisah ternyata memberikan
banyak pencerahan bagi pribadinya
sendiri. Salah satunya mengenai cara
memaknai hidup.
"Dari cerita Nabi Adam, saya bela-
jar bagaimana sebaiknya sikap kita
jika ingin merasakan surga. Orang
yang hidup di surga harus selalu ingat
dengan Allah, cerdas, dan tidak sombong," terangnya.
Zak memberikan cerita singkat
ten tang pelajaran yang ia dapat dari
cerita Nabi Adam tersebut. "Pertama,
malaikat selalu berzikir. Kedua, Nabi
Adam sang at cerdas. Ketika malaikat
ditanya ten tang nama benda, tidak ada
yang tahu kecuali Nabi Adam. Karena
kesombongan, manusia terlempar dari
surga. Intinya, cinta, tekun, tidak som•
ingin diwujudkan ialah membuat buku
tentang teknik bercerita. "Nulis, baca
buku, bercerita, itu mimpi saya. Itulah
surga saya," tuturnya.
Sembari menuju mimpi tersebut, Zak
telah yaldn dengan keputusannya untuk terus berkisah. "Ini bagian dari dakwah. Dakwah adalah menyampaikan
kebenaran. ltu yang saya lakukan. Saya
menyampaikan kebenaran, kebaikan,
dan membantu anak-anak men emukan siapa diri mereka," terangnya.
Saat ini, Zak telah yakin pada pilihannya untuk berkarya di jalur teater dan
bong, dan terus dekat dengan Allah, itu
kuncinya," papar Zak.
Pesan itulah yang Zak amalkan dalam hidupnya sehari-hari. Dengan
dukungan keluarga tercinta, Zak telah
menemukan kebahagiaan hati yang
berlimpah.
"Semua harus menganggap duma itu
indah. Apa pun yang terjadi, nikmati
dengan cara yang halal. Insya Allah
hidup kita akan enak," tutur pria kelahirCln Tuban, Jawa Timur, itu.
Tentang masa depan, Zak tidak bermimpi ,besar. Impian sederhana yang
bercerita. Perjuangannya mendidik
anak-anak di sekitar rumahnya mulai
berbuah.
Mereka yang tadinya pemalu sudah
mulai berani menyampaikan pendapat
dan berekspresi. Anak ketiganya juga
mulai menunjukkan bakat di bidang
seni. Belum lama, anak perempuan
yang duduk di bangku kelas 3 SMP tersebut menyelesaikan skenario televisi
yang Zak buat untuk salah satu stasiun
televisi. "Berkat kita ngajar anak-anak,
anak-anak kita pun dimudahkan oleh
Allah," tutur Zak. (*/M-S)
Download