BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Evaluasi Pelaksanaan Perhitungan

advertisement
BAB IV
PEMBAHASAN
IV. 1 Evaluasi Pelaksanaan Perhitungan Bagi Hasil atas Pembiayaan Musyarakah
pada PT. Bank Muamalat Indonesia
Sistem bagi hasil yang merupakan karakter dasar dari bank syariah adalah sebuah
bentuk kesepakatan yang dibuat oleh pihak bank dengan pihak nasabah
mengenai bagi hasil keuntungan atau kerugian dari pembiayaan yang diberikan
oleh pihak bank, tentunya dengan mengutamakan prinsip keadilan dan hubungan
kerjasama investasi yang harmonis (Mutual Investor Relationship) bukan
hubungan debitur dengan kreditur (debtor to creditor) yang antagonis, dengan
prinsip ini kedua belah pihak dituntut untuk sungguh-sungguh dan bertanggung
jawab dalam menjalankan kewajibannya, sehingga tingkat kredit macet atau
bermasalah dapat ditekan. Selain itu juga, bank syariah sangat mengedepankan
prinsip kehati-hatian (prudential bank) dalam menjalankan fungsinya dan
menjunjung tinggi etika bisnis. Sebagaimana diketahui bahwa dengan besarnya
tingkat pembiayaan yang disalurkan secara efektif dan efisien akan menambah
tingkat pendapatan yang diperoleh.
IV.1.1 Proses Pembiayaan Musyarakah
Sebelum penelitian ini membahas lebih jauh mengenai evaluasi pelaksanaan
perhitungan bagi hasil, maka akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai tahapan
proses terjadinya akad musyarakah. Pada Bank Muamalat tahap proses
terjadinya akad atau pembiayaan musyarakah dapat dilihat pada tabel IV.1
55
Tabel IV.1
Langkah-langkah Proses Pembiayaan Musyarakah
LANGKAH
PENGUMPULAN DATA
KEGIATAN
a.
nisiasi
b.
olisitasi
VERIFIKASI DATA
a.
unjungan setempat.
b.
nformasi Bank (Bank checking).
c.
nformasi dari
pembeli/pemasok/bowheer/
PENGAJUAN MUP
d.
esaing
Memorandum Usulan
Pembiayaan (MUP) :
a.
KEPUTUSAN PEMBIAYAAN
nalisa Pembiayaan ( Analisa
Kualitatif dan Kuantitatif)
b.
nalisa Jaminan.
c.
nalisa Risiko.
d.
REALISASI KEPUTUSAN
valuasi Kebutuhan Dana
e.
enetapan Struktur Fasilitas
f.
engajuan MUP ke KPP.
PEMANTAUAN
Keputusan Pembiayaan oleh
Komite
a.
apat Komite
b.
irkulasi.
PELUNASAN
Pelaksanaan Keputusan KPP :
a.
enyampaian SPP ke Nasabah
b.
okumentasi dan Administrasi
c.
enandatanganan Akad Pembiayaan
dan Jaminan
56
Pemantauan Pembiayaan :
a.
emantauan Usaha Nasabah
b.
emantauan Jaminan.
c.
embinaan Nasabah.
d.
emantauan Pembayaran Nasabah
Pelunasan Pembiayaan :
a.
ukti Pelunasan.
b.
elepasan jaminan.
Sumber: PT Bank Muamalat Indonesia
Pengumpulan Data.
57
Langkah pertama dalam proses terjadinya akad adalah pengumpulan data.
Kegiatan yang dilakukan Bank Muamalat dalam melakukan pengumpulan data
adalah:
1. Inisiasi. Tahapan dalam melakukan inisiasi adalah
Penetapan target market. Dalam menetapkan target market bank perlu
memperhatikan sektor ekonomi yang memiliki prospek bisnis yang baik
sehingga posisi bank tergolong aman dan menguntungkan dalam membiayai
sektor tersebut. Adapun kriteria bisnis yang aman dan menguntungkan antara
lain:
a. Bisnis yang sedang tumbuh (sunrise industry)
b. Bisnis yang tidak terkena resesi
c. Bisnis yang didukung oleh regulasi pemerintah
d. Bisnis yang mempunyai pasar yang jelas
Adapun sektor ekonomi yang dapat dibiayai antara lain pertanian, perburuan,
sarana pertanian, pertambangan, industri pengolahan, listrik, gas dan air,
konstruksi, perdagangan, restoran, hotel, pengangkutan, pergudangan,
komunikasi, jasa-jasa dunia usaha, jasa-jasa sosial masyarakat, dan lain-lain.
2. Penghimpunan Informasi. Penghimpunan informasi dapat dilakukan dengan
ta’aruf dan wawancara.
Ta’aruf adalah proses awal perkenalan antara account manager dengan
nasabah melalui proses wawancara. Dalam wawancara tersebut
account
manager akan memperoleh data-data sementara tentang kondisi nasabah
58
pemohon pembiayaandan account manager memeriksa ulang kembali
kelengkapan dan kebenaran data-data tadi.
Dalam proses wawancara tersebut akan terlihat juga sikap atau komitmen
serta konsistensi keabsahan data yang disampaikan secara tertulis oleh
nasabah. Data tertulis tersebut sebagai acuan bagi account manager, sebab
banyak terjadi perbedaan akurasi data atau pemalsuan antara data tertulis
dengan data hasil wawancara.
Selanjutnya masih dalam proses ta’aruf, diperlukan adanya data standar
nasabah bagi setiap account manager yang ingin melakukan wawancara.
Dari data standar itu pula para account manager bisa mengambil kesimpulan
secara tepat apakah permohonan pembiayaan tersebut dapat dilanjutkan atau
ditolak.
Secara garis besar dalam wawancara tersebut harus mencakup hal-hal antara
lain:
a. Kelengkapan data pemohon.
b. Penjelasan data-data pendukung.
c. Pemeriksaan kembali kebenaran dan konsistensi data pemohon.
3. Solisitasi. Solisitasi adalah kegiatan dalam rangka memperoleh nasabah
melalui proses mengunjungi dan mendapatkan informasi data calon nasabah.
Hasil solisitasi disajikan dalam bentuk laporan kunjungan (call report).
59
Dalam menjalankan solisitasi, account manager harus mempunyai nilai
standar tentang informasi yang akan diperoleh, sehingga diperoleh data yang
objektif, tidak bersifat relatif dan tidak spekulatif.
Standar informasi yang dimaksud adalah:
a. Informasi Umum. Informasi yang diperoleh adalah tentang eksistensi
perusahaan itu sendiri, bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang
operasi bisnis secara keseluruhan termasuk filosofi bisnis perusahaan,
sasaran yang ingin dicapai, rencana kerja, sejarah perusahaan, para pendiri
dan pemegang saham, prospek masa depan perusahaan, jumlah karyawan
atau staff, tingkat pendidikan rata-rata, sistem penggajian, dan jaminan
sosial lain.
b. Informasi kebutuhan nasabah. Informasi ini mencakup bidang usaha yang
dijalankan,
rekan
bisnis
perusahaan,
teknologi
yang
digunakan,
franchising management assistances (waralaba) atau perjanjian bisnis
dengan pihak ketiga yang lain (bila ada), prospek masa depan bidang
usaha.
c. Informasi
kemampuan
pembayaran
kembali.
Informasi
mengenai
kemampuan membayar kewajiban (repayment) umumnya tergantung dari
kondisi dan hasil produksi itu sendiri, seperti cara pemasaran, perusahaan
pesaing, kekuatan dan kelemahan perusahaan calon nasabah dibandingkan
dengan perusahaan pesaing, distribusi produk, strategi penjualan yang
diterapkan, hasil penjualan tertinggi yang pernah dicapai, piutang dagang,
sumber pengadaan bahan baku atau bahan dagangan, cara pengadaan
bahan baku, ciri khusus bahan baku, serta sistem pelaporan kegiatan usaha
60
dan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan atau sesuai dengan
ketentuan Bank Muamalat, dan adanya alternatif sumber pengembalian
yang lain.
d. Informasi jaminan. Dalam menghimpun informasi jaminan, Unit Support
Pembiayaan (USP) wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(a) Jenis jaminan yang diajukan, nilai pasar jaminan, pemilik jaminan
dan marketable.
(b) Kemudahan memonitor jaminan, termasuk lokasi jaminan itu berada
serta jenis dan sifat fisika kimianya
(c) Status hukum jaminan tersebut termasuk asuransi
e. Informasi hubungan perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Dalam
menghimpun informasi hubungan perbankan dan lembaga keuangan
lainnya, account manager wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(a) Hubungan dengan bank lain yang pernah memberikan pembiayaan
(kredit) sebelumnya dan tujuan penggunaan pembiayaan serta term
dan kondisi fasilitas
(b) Dari informasi diatas akan terlihat struktur pendanaan operasi
perusahaan. Bila nasabah telah berhubungan dengan lembaga
keuangan perbankan maka dapat dilengkapi dengan persyaratan
kredit, jangka waktu kredit, agunan kredit calon nasabah pada
lembaga keuangan perbankan yang lama
(c) Hasil informasi dibandingkan dengan posisi di neraca dan rugi laba
serta agar diketahui mengapa nasabah tersebut ingin berhubungan
dengan Bank Muamalat
61
Verifikasi Data
Setelah mengumpulkan data-data pendukung yang dibutuhkan, account manager
akan melakukan verifikasi data untuk menguji dan menentukan akurasi informasi
yang diberikan perusahaan sebagai sumber data. Kegiatan yang dilakukan dalam
melakukan verifikasi data adalah laporan kunjungan. Laporan kunjungan (call
report/on the spot (OTS)) adalah laporan kunjungan ke lokasi usaha nasabah yang
dibuat oleh account manager dan diketahui atasannya, sebagai dasar untuk proses
pembiayaan selanjutnya.
Garis besar pelaksanaan OTS dapat digambarkan pada tabel berikut:
62
Tabel IV.2
Tabel Sumber Data
SUMBER DATA
a.
b.
Kantor Nasabah
Pabrik / Toko / Lokasi Usaha / Lokasi
Proyek
c.
Kantor / Pabrik / Toko dari Pemasok /
Pembeli / Bowheer
INFORMASI YANG DIPERLUKAN
1.
Kas dan Bank
2.
Persediaan
3.
Harta Tetap
4.
Piutang Dagang
5.
Hutang Dagang
6.
Keadaan Pegawai
1.
Persediaan
2.
Harta Tetap
3.
Fasilitas Produksi / Usaha
4.
Fasilitas Penyimpanan
5.
Keadaan Proyek (konstruksi)
6.
Hasil Produksi / Barang Dagangan
7.
Keadaan Pegawai
1.
Piutang/ Hutang Dagang
2.
Volume penjualan / pembelian
3.
Syarat-syarat
pembelian
4.
Waktu penyerahan barang
5.
Waktu dan riwayat pembayaran
6.
Tingkat kepuasan
7.
SPK / kontrak
8.
Tingkat penyelesaian pekerjaan
9.
Kuantitas dan kualitas peralatan
penjualan
/
1. Lokasi dan plotting
d.
Jaminan
2. Kondisi
3. Bukti Kepemilikan
4. Ijin
5. Pemanfaatan
6. Penghuni
7. Kapasitas (untuk mesin)
8. Umur teknis (untuk mesin)
9. Harga Pasar.
Sumber: PT Bank Muamalat Indonesia
63
Dapat dijelaskan, berdasarkan tabel diatas, account manager akan melakukan
kunjungan pada sumber-sumber data untuk mendapatkan informasi yang berguna
untuk mengetahui apakah perusahaan memiliki kriteria yang baik untuk diberikan
pertimbangan dalam pemberian pembiayaan.
Laporan OTS sekurang-kurangnya harus berisikan :
a. Hari dan Tanggal Kunjungan.
b. Nama Kru pengelola pembiayaan yang melakukan kunjungan.
c. Tempat / lokasi kunjungan.
d. Nama orang (berikut jabatannya) yang dimintakan informasi.
e. Tujuan kunjungan.
f. Hasil dan Kesimpulan Kunjungan.
g. Tanda tangan pejabat / pengelola yang melakukan kunjungan.
Pengajuan Memorandum Usulan Pembiayaan (MUP)
Dalam melakukan analisa kelayakan pembiayaan ditentukan oleh kelayakan usaha
nasabah sebagai sumber utama pelunasan pembiayaan (first way out) dan
kelayakan agunan sebagai sumber pelunasan kedua (second way out) apabila
sumber pelunasan yang utama tidak berjalan.
Proses analisa kelayakan usaha dilakukan dengan menggunakan beberapa tata
cara analisa yang meliputi:
a. Analisa Aspek-aspek Perusahaan
b. Analisa Laporan Keuangan
c. Evaluasi Kebutuhan Dana / Pembiayaan
d. Analisa Kesuaian Aspek Syariah
64
e. Struktur Fasilitas Pembiayaan
Account manager akan melakukan pengajuan memorandum usulan pembiayaan
(MUP), kegiatan yang mencakupi adalah:
1. Analisa pembiayaan Kuantitatif. Analisa pembiayaan kuantitatif adalah
menganalisa kondisi perusahaan calon nasabah berdasarkan laporan keuangan.
Analisa kuantitatif merupakan gambaran dari kesehatan keuangan suatu
perusahaan yang tercermin dari kemampuan menghasilkan laba, struktur
pendataan operasi, likuiditas keuangan yang dapat dilihat melalui proyeksi
arus kas (cash flow).
Sementara itu untuk menganalisa keuangan perusahaan pada masa lampau
dapat digunakan neraca dan laporan laba rugi, sedangkan untuk melihat tolak
ukur kinerja perusahaan dapat dipergunakan ratio keuangan. Laporan
keuangan akan memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan. Laporan
keuangan juga merupakan wakil dari perusahaan dalam menjelaskan kondisi
perusahaannya.
Analisa pembiayaan kualitatif. Analisa yang tidak berdasarkan angka ini
disebut analisa kualitatif. Seperti analisa kuantitatif, analisa kualitatif dapat
memberi gambaran yang utuh mengenai calon nasabah dan pengaruhnya
terhadap risiko pembiayaan yang akan diberikan pada calon nasabah tersebut.
Analisa kualitatif biasanya berhubungan dengan etika. Beberapa hal yang
dilakukan
dalam
menganalisa
perusahaan
maupun
calon
nasabah
perseorangan diantaranya meliputi:
a. Informasi terhadap nasabah itu sendiri dan proyek usaha yang akan
dibiayai. Apakah usaha yang dijalankan calon nasabah benar-benar sesuai
65
dengan syariah dan tidak mengandung unsur masyir (judi), gharar
(penipuan), dan riba.
b. Analisa
terhadap
manajemen,
organisasi,
perusahaan,
produksi,
pemasaran, dan sumber daya manusia, dan sebagainya.
2. Analisa Jaminan. Analisa jaminan yang dapat dilihat dari foto kopi dokumen
jaminan sebagai persyaratan pembiayaan bertujuan untuk membuktikan
jaminan yang diagunkan nasabah kepada Bank status jaminannya benar-benar
dimiliki nasabah atau dimiliki orang lain, dan juga untuk membuktikan
apakah nasabah tersebut sah menurut hukum dalam kepemilikannya. Jika
jaminan tersebut milik orang lain, maka diperlukan surat persetujuan dari
pemberi jaminan. Dan bila jaminan tersebut milik pribadi maka diperlukan
surat persetujuan dari suami atau istri jika calon nasabah tersebut telah
berkeluarga. Jika nasabah tersebut adalah berbentuk perusahaan atau badan
hukum maka nasabah harus melampirkan foto kopi dokumen jaminan yang
terdiri dari bukti kepemilikan, status penjamin, hubungan hukum nasabah
dengan pemilik jaminan.
3. Analisa Risiko. Bank Muamalat dalam memberikan pembiayaan kepada
nasabah tentu ada risiko yang ditanggung. Risiko tersebut muncul karena
beberapa faktor diantaranya karena ketidakmampuan pejabat bank dalam
menganalisa, sehingga analisa yang dihasilkan tidak tepat. Oleh karena itu,
setiap pejabat bank yang bertugas menyalurkan dana harus mempunyai
kemampuan dan keahlian dalam menganalisa karena hasil analisa tersebut
akan menentukan keberhasilan proyek atau usaha yang akan dibiayai dan
66
mengurangi kegagalan dalam pengembalian atau pelunasan dan penyelesaian
akad.
4. Evaluasi kebutuhan dana. Account manager selanjutnya akan melakukan
evaluasi kebutuhan dana pada tiap pengajuan pembiayaan. Hal ini dilakukan
agar biaya yang diberikan untuk pembiayaan efektif sesuai yang dibutuhkan
oleh nasabah.
5. Pengajuan MUP (memorandum usulan pembiayaan) ke KPP (komite
pembiayaan). Pengajuan usulan pembiayaan dilakukan oleh account manager
kepada komite pembiayaan, karena pembiayaan diberikan tergantung kepada
pengambilan keputusan komite yang menyatakan setuju atau tidak setuju.
Keputusan ini dapat dilihat melalui memorandum pembiayaan. Memorandum
pembiayaan adalah suatu analisa yang menggambarkan tentang kualitas
permintaan baru yang diajukan nasabah.
Keputusan Pembiayaan oleh Komite Pemutus Pembiayaan
Keputusan pembiayaan oleh KPP dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1.
Rapat Komite.
2.
Sirkulasi
Pelaksanaan Keputusan KPP
Bila keputusan komite pembiayaan menyatakan setuju untuk memberikan
pembiayaan, maka ada dua hal yang harus dilakukan oleh account manager,
yaitu:
1.
Penyampaian
SPP
ke
nasabah.
Bank
Muamalat membuat Surat Persetujuan Prinsip (SPP) yang merupakan surat
67
penawaran yang datangnya dari pihak bank yang akan menawarkan beberapa
syarat kepada nasabah, jika nasabah menyatakan setuju dan sanggup untuk
memenuhi beberapa persyaratan yang diajukan pihak bank dalam batas waktu
tertentu maka nasabah tersebut harus menandatangani surat persetujuan
prinsip tersebut.
2.
Menyiapkan dokumentasi dan melakukan
administrasi. Setelah penyampaian SPP pada nasabah, untuk memperlancar
dan melengkapi proses pembiayaan/akad, maka bagian urusan support
pembiayaan terutama bagian legal dan pimpinan cabang yang bersangkutan
harus segera melengkapi seluruh dokumen yang dibutuhkan. Salah satu biaya
yang timbul dari proses pembiayaan ini diganti dan dibayar oleh nasabah
adalah biaya administrasi materil, dan biaya roya atau pelepasan jaminan.
Biaya-biaya tersebut harus disampaikan kepada nasabah dan tercantum dalam
akad perjanjian. Biaya ini dapat dibayar langsung oleh nasabah atau melalui
pemotongan dari nilai pembiayaan yang diterima, dan tercantum dalam akad
perjanjian.
3.
Penandatangan
akad
pembiayaan
dan
Jaminan. Proses ini akan menandakan resminya perjanjian kerjasama,
pembiayaan musyarakah.
Pemantauan Pembiayaan
Dalam pembiayaan musyarakah, pihak bank ikut berkontribusi terhadap modal
dan juga proses operasional perusahaan dengan cara mengawasi dan memantau
usaha nasabah, membina nasabah, memantau jaminan yang diberikan, dan
memantau pembayaran nasabah.
68
Pelunasan Pembiayaan
Pada Bank Muamalat, apabila nasabah tersebut telah selesai menunaikan
kewajibannya terhadap fasilitas pembiayaan yang telah diterima dan telah
menyelesaikan seluruh administrasinya, maka bank mempunyai kewajiban untuk
mengembalikan jaminan nasabah yang telah diagunkan kepada pihak bank yang
dijadikan sebagai persyaratan untuk medapatkan fasilitas pembiayaan.
Tugas dari account manager adalah membuat surat kepada komite pembiayaan
yang isinya menyatakan bahwa nasabah tersebut telah melunasi seluruh
kewajibannya dengan melampirkan bukti pelunasan dan membuat surat
permohonan untuk memberikan persetujuan pengeluaran dokumen jaminan.
Proses pembiayaan disajikan dalam skema berikut ini:
69
Skema IV.1
Skema proses pembiayaan musyarakah
CALON
ACCOUNT
NASABAH
MANAGER
▪ Surat
Pemohonan
▪ Kelengkapan
Data
SUPPORT
BUSINESS
MANAGER
KOMITE
PEMBIAYAAN
▪ Inisiasi
▪ Solisitasi
▪ Trade
checking
▪ Informasi
Pembeli/Penj
ual/Bowheer/
Pesaing
▪ Verifikasi
Data /
Informasi
▪ Kunjungan
setempat
(OTS)
▪ Bank
checking
▪ Taksasi
▪
Verifikasi
Data /
Informasi
▪ Analisa
Yuridis
▪ Opini
Legal
▪ Taksasi
▪ Analisa
Kelayakan
Pembiayaan
▪ Pembuatan
Memorandum
Usulan
Pembiayaan
(MUP)& FPN
▪ Penerbitan
Surat
Persetujuan
Pembiayaan
(SPP)
▪ Review
FPN
▪ Review
SPP
▪ Review FPN
▪ Pemberian
Keputusan di
cabang
▪ Review FPN
▪ Pemberian
Keputusan
▪ Penandatanganan SPP
70
▪ Penerimaan
SPP
▪
Penyampaian
SPP
Sumber: PT Bank Muamalat Indonesia
IV.1.2
Evaluasi Pelaksanaan Perhitungan Bagi Hasil atas Pembiayaan
Musyarakah
Prinsip pendapatan bagi hasil musyarakah yang diakui oleh Bank Muamalat
adalah revenue sharing, maka untuk beban yang terjadi dalam pembiayaan
musyarakah tidak diakui oleh bank sebagai pengurang bagi hasil yang akan
diterima bank pada periode berjalan, kecuali biaya-biaya yang akan terjadi
diawal akad pembiayaan. Untuk kerugian yang terjadi pada pembiayaan
musyarakah biasanya tidak mengalami nilai yang besar karena yang terjadi
pada setiap kasus di Bank Muamalat yaitu menurunnya porsi bagi hasil yang
diterima bank.
Tata Cara Bagi Hasil Usaha dari pembiayaan musyarakah yang berlaku di
Bank Muamalat Indonesia, yaitu:
1.
Bank sebagai mitra nasabah menyediakan
dana kurang dari 100% pembiayaan proyek tergantung pada porsi modal
kedua belah pihak. Dalam hal ini biasanya Bank Muamalat hanya
menyediakan porsi modal kurang dari modal nasabah yang disetorkan
dalam pembiayaan
2.
Pembiayaan musyarakah yang dilakukan
oleh Bank Muamalat berupak kas/tunai
3.
Telah memenuhi syarat kelayakan usaha
71
4.
Pemohon pembiayaan haruslah nasabah
Bank Muamalat (mempunyai rekening Giro ataupun Deposito minimal 6
bulan terakhir)
5.
Melakukan
akad
perjanjian
dan
menentukan syarat-syarat kerjasama pembiayaan
6.
Perhitungan porsi nisbah untuk bagi hasil
pembiayaan musyarakah dapat disesuaikan dengan porsi modal yang
disetorkan ataupun sesuai dengan kesepakatan bersama pada awal akad
7.
Pembagian bagi hasil dilakukan pada waktu
yang telah disepakati bersama. Misalnya pertengahan tahun buku atau
yang telah disepakati
8.
Porsi bagi hasil yang merupakan bagian
bank merupakan pendapatan yang diakui oleh bank
9.
Pembiayaan
musyarakah
di
Bank
Muamalat biasanya dilakukan dalam jangka waktu lebih dari 5 tahun
10.
Bank
sebagai
mitra
nasabah
dapat
melakukan intervensi manajemen terhadap proyek yang dilakukan oleh
nasabah
11.
Pembiayaan musyarakah dapat dilakukan
dengan cara konstan (permanen) atau menurun (declining)
12.
Apabila terjadi rugi, bank dan mitra akan
menanggung kerugian tersebut berdasarkan modal yang disetorkan.
Namun, apabila rugi
tersebut akibat kelalaian pengelola usaha
musyarakah, maka ditanggung oleh mitra pengelola musyarakah.
72
IV.1.2.1 Evaluasi Kasus Perhitungan Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah
Permanen pada Bank Muamalat Indonesia :
a) Pengungkapan Pembiayaan Musyarakah
Berdasarkan PSAK 106, pengungkapan pada pembiayaan musyarakah adalah
ketika mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi
musyarakah. Pengungkapan yang dilakukan pada Bank Muamalat Indonesia
(BMI) yang sesuai dengan PSAK 106 paragraf 37 mengungkapkan hal-hal
yang terkait transaksi musyarakah yaitu isi kesepakatan utama akad
musyarakah, porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah,
pengelola usaha, serta pengungkapan yang disertai dengan dasar penentuan
dan besar penyisihan kerugian pada satu periode. Pengungkapannya adalah
sebagai berikut:
Pembiayaan Musyarakah antara BMI dan Universitas X. Universitas X (UX)
bergerak dibidang pendidikan dengan modal yang diperlukan sebesar Rp
40.000.000.000,. Dalam hal ini modal yang dimiliki UX Rp 30.000.000.000
dengan demikian porsi bank sebesar Rp 10.000.000.000,-.
Dalam kesepakatan awal antara BMI dan UX:
Pembiayaan dilakukan dalam jangka waktu 6 tahun yaitu terhitung 1 April
20X5 – 1 April 20X0. Porsi pembagian pendapatan bagi hasil yang desepakati
adalah 30% untuk bank 70% untuk nasabah. Pembagian bagi hasil atas
keuntungan adalah setiap tanggal 31 Juli yang diperoleh dari pendapatan
penerimaan uang gedung yang diterima UX dari para mahasiswa. Dimana
disepakati mitra aktif sebagai pengelola usaha adalah Universitas X.
73
Pada kesepakatan awal, diungkapkan dasar penentuan dan besar penyisihan
kerugian yang akan ditanggung baik oleh BMI dan Nasabah, yaitu jika
terdapat kerugian pada suatu periode tertentu maka kerugian tersebut hanya
akan mengurangi pendapatan yang akan diterima oleh pihak bank sehingga
pihak bank secara otomatis menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal
pada awal kesepakatan, kecuali jika kerugian tersebut setelah dianalisis
disebabkan oleh kesengajaan dari pihak nasabah, maka pihak bank tidak akan
ikut menanggung kerugian dan tetap menerima pendapatan yang sesuai
dengan kesepakatan awal.
Didalam pelaksanaan awal pembiayaan ini, Universitas X dikenakan biaya
administrasi sebesar Rp 2.000.000, dan pembayaran notaris untuk pengesahan
usaha pembiayaan musyarakah ini sebesar Rp 3.000.000,.
Berdasarkan hasil evaluasi, pengungkapan pembiayaan musyarakah telah
sesuai dengan PSAK 106 Paragraf 37.
Penyelesaian perhitungan bagi hasil dan pengakuan pendapatan dalam
pembiayaan musyarakah Permanen dengan tabel perhitungan adalah sebagai
berikut:
Tabel IV.3
Perhitungan Pembiayaan Musyarakah Permanen
PT Bank Muamalat Indonesia dan Universitas “X”
Dalam ribuan rupiah
KONTRIBUSI MODAL
(Rupiah)
TAHUN
BANK
1 Mei 20X5
30 Juni 20X5
10.000.000
UX
30.000.000
SUB
TOTAL
40.000.000
PENERIMAAN
UANG
GEDUNG
3.000.000
KONTRIBUSI
NASABAH (%)
BANK
30
900.000
UX
70
2.100.000
74
30 Juni 20X6
4.000.000
1.200.000
2.800.000
30 Juni 20X7
3.500.000
1.050.000
2.450.000
30 Juni 20X8
3.000.000
900.000
2.100.000
30 Juni 20X9
2.000.000
600.000
1.400.000
4.500.000
1.350.000
3.150.000
20.000.000
6.000.000 14.000.000
30 Juni 20X0
(10.000.000)
40.000.000
Sumber: PT Bank Muamalat Indonesia Tbk
b) Pengukuran Pembiayaan Musyarakah
Pengukuran akuntansi atas akad musyarakah pada kasus diatas dapat dilihat
pada jurnal sebagai berikut:
Pencatatan pada saat pembiayaan musyarakah diberikan kepada nasabah
Dr
Cr
Pembiayaan yang diberikan musyarakah
Kas
Rp 10.000.000.000
Rp. 10.000.000.000
Hasil Evaluasi:
Investasi yang diserahkan oleh pihak bank kepada nasabah dicatat sebagai
pembiayaan yang diberikan musyarakah dan diakui pada saat pembayaran
berupa kas sejumlah yang diserahkan sesuai dengan PSAK 106 paragraf 28.
Pencatatan atas pembebanan biaya yang dikeluarkan pada saat akad
Dr
Cr
Cr
Rekening giro nasabah
pendapatan administrasi
Rekening Notaris
Rp 5.000.000
Rp 2.000.000
Rp 3.000.000
Hasil Evaluasi:
Pembebanan biaya yang terjadi pada awal akad dibebankan pada rekening
giro atau tabungan nasabah sehingga mengurangi rekening nasabah, pada
pendapatan administrasi karena diakui sebagai pendapatan administrasi oleh
pihak bank dan pada rekening notaris dimana kedua belah pihak memiliki
75
kewajiban untuk membayar jasa notaris. Pembebanan biaya ini tidak diakui
sebagai investasi musyarakah sesuai dengan PSAK 106 paragraf 30.
c) Pengakuan Pembiayaan Musyarakah.
Pengakuan pembiayaan musyarakah pada Bank Muamalat Indonesia diakui
sebagai pendapatan sebesar bagian mitra pasif sesuai kesepakatan
Pencatatan atas penerimaan pembagian bagi hasil pada 31 Juli 20X5
Dr Kas
Cr Pendapatan Bagi Hasil
Rp 900.000.000
Rp 900.000.000
Hasil Evaluasi:
Pengakuan pembiayaan musyarakah yang diterima oleh BMI diakui sebagai
pendapatan sesuai dengan nisbah yang telah disepakati, dimana telah sesuai
dengan PSAK 106 paragraf 34. Sedangkan untuk kerugian, BMI akan
mengakui sesuai dengan porsi dana masing-masing namun tidak dicatat
sebagai kerugian dan hanya mengurangi pendapatan bagi hasil pada periode
selanjutnya, karena biasanya kerugian yang terjadi tidak sampai membuat
mitra pasif tidak dapat membayar pendapatan bagi hasil pada periode berjalan
atau membayar cicilan pokok.
Berakhirnya Akad Musyarakah
Pengembalian dana oleh mitra aktif pada Bank Muamalat Indonesia dilakukan
pada saat berakhirnya suatu pembiayaan musyarakah. Sebelumnya telah
dijelaskan bahwa berdasarkan PSAK 106, terdapat dua sifat pembiayaan
musyarakah yaitu musyarakah permanen dan musyarakah menurun. Pada
kasus ini akan dijelaskan mengenai pengembalian dana pada pembiayaan
76
musyarakah permanen, untuk pengembalian dana dengan pembiayaan
musyarakah menurun akan dijelaskan pada kasus berikutnya.
Pencatatan pengembalian dana atas pembiayaan musyarakah permanen adalah
Dr Kas
Cr Pembiayaan yang diberikan musyarakah
Rp 10.000.000.000
Rp 10.000.000.000
Hasil Evaluasi:
Dana yang dikembalikan oleh mitra aktif diakhir akad dinilai sebesar jumlah
kas yang diberikan untuk usaha musyarakah pada awal kesepakatan sesuai
dengan PSAK 106 paragraf 31. Namun pada aset non kas, jika terdapat selisih
dari nilai wajar pada saat awal akad dengan nilai wajar pada saat aset
dikembalikan maka akan diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
d) Penyajian Pembiayaan Musyarakah
1. Neraca Periode Berjalan (Tahun Pertama)
PT BMI
Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Per 31 Des 20X6
Aset
Kas
xxx
Piutang
xxx
Pembiayaan Musyarakah
xxx
Jumlah Aset
xxx
Kewajiban
Bagi Hasil yang Belum Dibagikan
xxx
Pembiayaan yang Diterima
xxx
Estimasi Kerugian Komitmen
xxx
Jumlah Kewajiban
xxx
77
Hasil evaluasi pada laporan posisi keuangan untuk pembiayaan
musyarakah di Bank Muamalat Indonesia dapat disimpulkan bahwa
kesesuaian pada komponen-komponen laporan keuangan yang kurang
lebih terdiri dari aset yang mencakup didalamnya berupa investasi atau
pembiayaan musyarakah yang diberikan, piutang yang dimiliki, dan
sebagainya telah mengacu pada PSAK 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.
2. Laporan Laba Rugi
PT BMI
Laporan Laba Rugi
Periode 1 Jan s.d. 20X6
Pendapatan Pengelola Dana
oleh Bank sebagai mudharib
Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah
Hak Pihak Ketiga atas Bagi Hasil
Hak Bagi Hasil Milik Bank
xxx
(xxx)
xxx
Beban Usaha
Beban Administrasi
(xxx)
Beban Penyusutan dan Amortisasi
(xxx)
Beban Usaha Lain
(xxx)
Jumlah Beban Usaha
(xxx)
Laba (Rugi) Usaha
Beban Pajak
Laba (Rugi) Neto Periode Berjalan
xxx
(xxx)
xxx
Berdasarkan hasil evaluasi, laporan laba rugi pada pembiayaan
musyarakah telah sesuai dengan PSAK 101 karena telah memenuhi
78
komponen-komponen yang diperlukan dalam perhitungan laba atau rugi
dalam suatu periode sesuai dengan PSAK 101
3. Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil
PT BMI
Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil Periode yang
Berakhir Pada 31 Desember 20X6
Pendapatan Usaha Utama (Akrual)
xxx
Pengurang:
Pendapatan periode berjalan yang belum
diterima Pembiayaan Musyarakah
(xxx)
Jumlah Pengurang
(xxx)
Penambah :
Pendapatan periode sebelumnya yang
diterima pada periode berjalan:
Penerimaan piutang bagi hasil musyarakah
xxx
Jumlah Penambah
xxx
Pendapatan yang Tersedia untuk Bagi Hasil
Bagi Hasil yang Menjadi Hak Bank Syariah
xxx
Bagi Hasil yang Menjadi Hak Pemilik Dana
xxx
Dirinci atas:
Hak pemilik dana atas bagi hasil
yang sudah didistribusikan
xxx
Hak pemilik dana atas bagi hasil
yang belum didistribusikan
xxx
79
Berdasarkan PSAK 101, bank syariah diharuskan menyajikan laporan
rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil sebagai bagian dari komponen
utama laporan keuangan. Hal ini merupakan salah satu pembeda penyajian
laporan keuangan syariah dengan laporan keuangan konvensional.
Laporan rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil merupakan rekonsiliasi
antara pendapatan dengan dasar akrual dengan pendapatan yang
dibagihasilkan kepada pemilik dana. Dapat dilihat bahwa laporan
rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil pada dasarnya mengurangi
pendapatan usaha utama musyarakah secara akrual yang dikurangi dengan
piutang serta ditambahkan dengan piutang yang diterima pada periode
berjalan. Laporan ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan dasar antara
pengakuan pendapatan dengan pendapatan yang dihasilkan.
IV.1.2.2 Perhitungan Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah Menurun pada Bank
Muamalat Indonesia :
Terdapat perbedaan yang mendasar antara pembiayaan musyarakah menurun
dengan pembiayaan permanen salah satunya yaitu pada pembiayaan
permanen, porsi modal masing-masing mitra akan tetap jumlahnya pada akhir
akad, sedangkan pembiayaan musyarakah menurun, bagian modal bank akan
dialihkan secara bertahap kepada mitra aktif sehingga bagian modal bank akan
menurun sehingga pada akhir masa akad seluruh modal akan dimiliki oleh
mitra aktif.
Menggunakan kasus yang sama seperti pembiayaan musyarakah permanen,
evaluasi perhitungan pembiayaan musyarakah menurun adalah sebagai
berikut
80
Tabel IV.4
Perhitungan Pembiayaan Musyarakah Menurun
PT Bank Muamalat Indonesia dan Universitas “ X “
Dalam ribuan rupiah
KONTRIBUSI MODAL
(Rupiah)
BANK
UX
SUB
TOTAL
PENERIMAAN
UANG
GEDUNG
20X5
10.000.000
30.000.000
40.000.000
3.000.000
30
900.000
70
2.100.000
20X6
8.000.000
32.000.000
40.000.000
4.000.000
25
1.000.000
75
3.000.000
20X7
6.000.000
34.000.000
40.000.000
3.500.000
20
700.000
80
2.800.000
20X8
4.000.000
36.000.000
40.000.000
3.000.000
15
450.000
85
2.550.000
20X9
2.000.000
38.000.000
40.000.000
2.000.000
10
200.000
90
1.800.000
20X0
-
40.000.000
40.000.000
4.500.000
-
-
100
4.500.000
TAHUN
20.000.000
KONTRIBUSI NASABAH (%)
BANK
3.250.000
UX
16.750.000
Sumber: PT Bank Muamalat Indonesia Tbk
Untuk seluruh perlakuan akuntansi atas pembiayaan musyarakah meliputi
pengukuran dan penyajian semua sama dengan pembiayaan musyarakah
permanen, untuk itu evaluasi yang dilakukan adalah pengakuan keuntungan,
serta pencatatan jurnal saat pihak bank mengakui dan menerima pendapatan
bagi hasil dari pihak mitra.
81
a) Pencatatan atas Pengakuan penerimaan pendapatan bagi hasil pada tahun
20X5 atas pembagian keuntungan beserta modal pembiayaan musyarakah
yang dikembalikan pada tahun pertama:
Dr Kas
Cr pendapatan bagi hasil musyarakah
Cr pembiayaan yang diberikan musyarakah
Rp 2.900.000
Rp 900.000
Rp 2.900.000
Hasil Evaluasi:
Pada pembiayaan musyarakah menurun, penerimaan bagi hasil pada suatu
periode harus disertai dengan pengembalian modal pembiayaan yang
dilakukan secara bertahap. Pengalihan modal tersebut akan mengakibatkan
porsi nisbah akan berkurang sehingga pada akhir periode, seluruh nisbah akan
dimiliki oleh pihak mitra, dan modal yang dimiliki oleh pihak bank akan
berjumlah nol. Hal ini telah sesuai dengan PSAK 106 paragraf 32.
Untuk
pengungkapan,
musyarakah
menurun
pengukuran
perlakuan
dan
penyajian
akuntansinya
pada
adalah
Pembiayaan
sama
seperti
pembiayaan musyarakah permanen.
Berdasarkan hasil evaluasi keseluruhan terhadap perlakuan akuntansi
pembiayaan musyarakah yang meliputi pengakuan, pengukuran, dan
pengungkapan, bahwa kesesuaiannya telah mengacu pada PSAK 106, serta
penyajian laporan keuangannya telah mengacu pada PSAK terkait yaitu
PSAK 101.
82
IV. 2 Hambatan-Hambatan dan Risiko yang Dihadapi Dalam Penerapan
Perhitungan Bagi Hasil atas Pembiayaan Musyarakah Pada PT. Bank
Muamalat Indonesia
Salah satu hambatan yang harus dihadapi oleh PT. Bank Muamalat Indonesia,
Tbk apabila melakukan suatu transaksi yang berkaitan dengan pembiayaan
musyarakah yaitu dana dari pembiayaan tersebut berpotensi hilang bila nasabah
mengalami kerugian dan gagal bayar. Hambatan ini merupakan yang sering
terjadi dalam pembiayaan musyarakah. Hal ini dapat disebut sebagai risiko
pembiayaan macet (bermasalah). Risiko pembiayaan macet (bermasalah) hampir
sama dengan apa yang disebut risiko kredit macet pada bank konvensional yang
mana adalah kesulitan pengembalian dana dari nasabah ke bank. Risiko ini
merupakan salah satu hal yang krusial bagi sebuah lembaga pembiayaan dimana
jika nasabah mengalami kesulitan atau gagal bayar, hal tersebut akan berpengaruh
terhadap profitabilitas bank, dan jika hal ini terus berlanjut maka akan
menyebabkan bank kesulitan likuiditas. Untuk itu, diperlukan pengelolaan risiko
yang baik untuk mengurangi risiko yang terjadi dalam pembiayaan.
Hambatan berikutnya adalah nasabah yang tidak menaati akad atau berbuat
wanprestasi. Dalam musyarakah telah diketahui bahwa pengelola usaha
merupakan mitra aktif yang ditunjuk oleh nasabah maupun nasabah itu sendiri,
pihak bank selaku mitra pasif berkontribusi pada pemberian modal dan
pemantauan usaha secara berkala. Pada saat akad berjalan, pengawasan usaha
yang dilakukan bank tidak dilakukan rutin setiap hari, sehingga memungkinkan
kecurangan yang dilakukan nasabah selaku mitra aktif sebagai contoh adalah
menyajikan biaya operasional usaha pada laporan keuangan sehingga pendapatan
83
yang diserahkan pada pihak bank akan menurun. Hal ini tentu mempengaruhi
penyajian laporan keuangan dan menimbulkan kerugian material pada pihak bank.
Hambatan selanjutnya adalah penggunaan dana modal yang tidak sesuai dengan
kesepakatan pada saat terjadinya akad. Karena pihak bank adalah pihak pasif yang
tidak berkontribusi secara langsung pada pengelolaan usaha, nasabah dapat
mempergunakan dana tersebut diluar kepentingan usaha yang telah disepakati.
Hal ini tentu akan berpengaruh buruk untuk penyajian laporan keuangan yang
akan dilaporkan kepada pihak bank, karena hal tersebut tidak sesuai kesepakatan
dimana disebutkan bahwa penggunaan modal hanya untuk biaya operasional
usaha. hal ini tetap dikatakan sebagai kecurangan bila saat penyajian laporan
keuangan, mitra aktif membebankan pemakaian modal secara pribadi tersebut
pada beban operasional. Penggunaan dana yang tidak sesuai, secara langsung
telah mengkhianati isi kesepakatan yang disetujui pada saat akad.
Secara umum, risiko yang dihadapi perbankan syariah diklasifikasikan sama
seperti bank konvensional, dan risiko yang muncul sebagai dampak penerapan
prinsip syariah. Risiko kredit, risiko pasar, risiko benchmark, risiko operasional,
risiko likuiditas, dan risiko hukum mungkin timbul dan harus dihadapi oleh bank
syariah sama seperti bank konvensional, namun dengan prinsip syariah dan
keharusan untuk mematuhi aturan-aturan syariah, maka risiko-risiko yang akan
dihadapi bank syariah akan berbeda.
Risiko yang timbul karena penerapan prinsip syariah pada bank adalah
withdrawal risk, fiduciary risk, dan displaced commercial risk. Risiko-risiko
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
84
1. Withdrawal Risk yaitu merupakan bagian dari spektrum risiko bisnis. Risiko
ini sebagian besar dihasilkan dari tekanan kompetitif yang dihadapi bank.
Bank syariah dapat terkena withdrawal risk (risiko penarikan dana)
disebabkan oleh deposan bila keuntungan yang mereka terima lebih rendah
dari tingkat return yang diberikan oleh rival kompetitornya.
2. Fiduciary Risk, yaitu risiko yang secara hukum bertanggung jawab atas
pelanggaran kontrak investasi baik ketidaksesuaiannya dengan ketentuan
syariah atau salah kelola (mismanagement) terhadap dana investor.
3. Displaced commercial risk. Displaced commercial risk adalah transfer risiko
yang berhubungan dengan simpanan kepada pemegang ekuitas. Risiko ini bisa
muncul ketika bank berada di bawah tekanan untuk mendapatkan profit,
namun bank justru harus memberikan sebagian profitnya kepada deposan
akibat rendahnya tingkat return .
Langkah-langkah dalam Meminimalisir Risiko
Selama ini, manajemen risiko perbankan syariah masih mengikuti bank
konvensional, namun operasi bank syariah yang memiliki karakteristik berbeda
dengan bank konvensional mendesak untuk menerapkan manajemen risiko agar
tidak dihantui oleh risiko-risiko. Namun, Bank Indonesia selaku bank sentral di
Indonesia telah mengeluarkan dua kebijakan baru untuk mengelola risiko dalam
bank syariah yang sesuai dengan Islamic Financial Services Board yakni, equity
investment risk dan Rate of Return Risk. Equity investment risk (risiko investasi)
dan Rate of Return Risk (risiko imbal hasil) merupakan pengelolaan risiko bagi
pembiayaan dengan sistem bagi hasil yang pada umunya digunakan pada akad
mudharabah dan musyarakah.
85
Equity investment risk merupakan pengelolaan risiko karena adanya potensi dana
bank hilang akibat nasabah merugi, sedangkan Rate of Return Risk merupakan
risiko hilangnya Dana Pihak Ketiga (DPK) karena imbal hasil simpanan di Bank
syariah yang fluktuatif.
Lembaga keuangan syariah setidaknya harus memperhatikan cara untuk
meminimalisir risiko-risiko untuk tetap mempertahankan daya saing, profitabilitas
bank, dan kesetiaan nasabah.
Untuk mencegah proyek pembiayaan musyarakah agar tidak menjadi proyek
yang bermasalah, unit manajemen risiko PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
telah menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip Keterbukaan
Adanya keterbukaan (transparansi) atas semua aspek yang
berkaitan dengan kegiatan pembiayaan merupakan faktor utama dalam
menangani proyek bermasalah. Account Manager dan pejabat pembiayaan
lainnya tidak dibenarkan untuk menyembunyikan atau menutupi gejala atau
tanda-tanda adanya pembiayaan bermasalah, karena tindakan tersebut akan
menyebabkan
tertundanya
penanganan
secara
dini
terhadap
proyek
bermasalah, yang kemudian dapat berakibt proyek tersebut mengarah kepada
kondisi yang lebih buruk;
2. Prinsip Deteksi Dini
Penanganan proyek bermasalah atau diduga bermasalah dilakukan secara dini
dan sesegera mungkin. Untuk itu manajemen PT. Bank Muamalat Indonesia,
Tbk menetapkan prosedur atau mekanisme untuk dapat medeteksi secara dini
86
adanya pembiyaan bermasalah atau yang diduga akan menjadi proyek
bermasalah.
3. Prinsip Tidak Ada Pengecualian
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk tidak membenarkan adanya pengecualian
dalam penyelesaian proyek bermasalah, khususnya untuk pembiayaan
bermasalah kepada pihak-pihak yang terkait dengan bank dan nasabahnasabah besar tertentu.
Dalam proyek pembiayaan bermasalah PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
menggolongkan
ke dalam
klasifikasi,
diantaranya:
IA
(memerlukan
perhatian), II (kurang lancar), III (diragukan), dan IV (macet). Penentuan
klasifikasi tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan PT. Bank
Muamalat Indonesia Tbk. kolektabilitas pembiayaan dan tidak boleh
melakukan pengecualian, khusunya untuk pihak-pihak yang terkait dengan
bank dan nasabah-nasabah besar tertentu;
4. Prinsip Optimalisasi Sistem Pelaporan
Sistem penilaian/klasifiaksi pembiayaan dan laporan-laporan penyimpangan
(seperti tunggakan, laporan overdraft, laporan jatuh tempo, laporan document
to be obtained, dan laporan-laporan sejenis lainnya) harus dioptimalkan
penggunaannya sebagai sarana untuk melakukan deteksi dini terhadap
kemungkinan adanya proyek bermasalah.
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk berusaha menghindari penyelesaian
proyek bermasalah dengan cara menambah plafon pembiayaan, kecuali jika
terdapat alasan yang kuat berdasarkan penilaian dan analisa secara mendalam
87
terhadap prospek penyelesaian proyek bermasalah yang mendukung
dilakukannya tindakan tersebut. PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
memberikan perhatian dan pengawasan secara khusus terhadap pembiayaan
termasuk dalam daftar laporan pembiayaan yang diklasifikasi tersebut, dan
segera melakukan tindakan/usaha-usaha konkrit untuk menyehatkan proyek
kembali. Perhatian dan tindakan yang lebih serius harus dilakukan terhadap
pembiayaan yang diklasifikasi II (diragukan) dan IV (macet).
Cara Mengatasi Risiko Dalam Penyaluran Pembiayaan
Selain itu, unit manajemen risiko PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk mempunyai
cara untuk mengatasi risiko dalam penyaluran pembiayaan, yang bertujuan untuk
meminimalisasi risiko yang ditimbulkan dari pembiayaan musyarakah, antara
lain:
a. Hasil penjualan/pendapatan dari bisnis yang dibiayai seluruhnya harus
melalui mekanisme mutasi rekening dibank sehingga dapat dengan mudah
dikontrol bersama dengan nasabah tanpa perlu klarifikasi lagi untuk
memastikan kebenaran data penjualan/pendapatan tersebut.
b. Menggunakan objek bagi hasilnya adalah Revenue Sharing.
c. Didalam bisnis yang dibiayai terdapat suatu media/alat yang mencatat
realisasi penjualan/pendapatan yang keamanannya terjamin, sehingga juga
dapat mempermudah klarifikasi data realisasi penjualan tersebut.
d. Fasilitas musyarakah ini sebaiknya diberikan kepada nasabah yang sudah
eksisting dengan past performance yang tergolong prime customer dan telah
teruji bukan kepada new custumer.
88
e. Sebaiknya bank membiayai suatu bidang usaha dengan kondisi sedang dalam
tahap pertumbuhan, bukan dalam tahap penurunan usaha sehingga jika dilihat
dari sisi product life cycle, produk dari bidang usaha tersebut harus sedang
dalam masa pertumbuhan juga bukan dalam masa pengenalan, kematangan
dan bahkan penurunan.
f.
Sebaiknya bidang usaha yang dibiayai disesuaikan dengan kemampuan staf
marketing banknya dalam menguasai aspek-aspek teknis dari usaha tersebut.
g. Jangan memberikan fasilitas musyarakah kepada suatu perusahaan yang
tergolong start up company (baru memulai usaha).
h. Bidang usaha yang akan dibiayai harus telah diyakini benar dampak
risikonya (pilih usaha yang paling manageble risikonya).
i. Sedapat mungkin alur nasabah dikuasai oleh bank.
j. Memberikan covenant, yaitu jika realisasi objek bagi hasil tidak sesuai
dengan proyeksi, maka bank berhak ikut melakukan pengelolaan usaha
tersebut minimal aspek keuangannya.
k. Memonitor dengan baik keteraturan dan ketepatan waktu nasabah dalam
memberikan laporan objek bagi hasil sebagai ukuran bank dalam menilai
aspek character nasabah.
Penanganan Pembiayaan Bermasalah.
Jika pembiayaan ini sudah terlanjur bermasalah, maka pihak bank akan
melakukan penanganan dengan beberapa cara berikut ini:
1. Melakukan evaluasi ulang pembiayaan yang menyangkut :
a) Aspek Management
b) Aspek Pemasaran
89
c) Aspek Produksi
d) Aspek Keuangan
e) Aspek Yuridis
f) Aspek Jaminan
g) Aspek Nilai
Khusus untuk aspek Yuridis dan Jaminan mintakan Opini Legal, untuk
penyempurnaan kelemahan-kelemahan yang mungkin ada dalam pengikatan
pembiayaan maupun jaminan, agar tidak terdapat peluang bagi nasabah dan
pihak ketiga untuk melakukan usaha-usaha yang dapat menimbulkan kerugian
bagi bank.
2. Lakukan pengelompokan penanganan account penyelesaian pembiayaan
menjadi :
A. Revitalisasi Proses
B. Penyelesaian Melalui Jaminan
C. Litigasi Proses
Setiap usaha penyelesaian pembiyaan bermasalah harus dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan/hukum yang berlaku, namun harus senantiasa dilaksanakan
agar dapat diselesaiakan diluar Proses/Sidang Pengadilan.
Revitalisasi Proses
Revitalisasi proses dilakukan apabila berdasarkan evaluasi ulang pembiayaan
yang dilakukan terdapat indikasi bahwa usaha nasabah masih berjalan dan
hasil usaha nasabah diyakini masih mampu untuk memenuhi kewajiban
angsuran kepada bank.
90
Revitalisasi Proses meliputi :
a) Rescheduling
Perubahan ketentuan yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan
atau jangka waktunya.
b) Restructuring
Perubahan sebagian atau seluruh ketentuan-ketentuan pembiayaan
termasuk perubahan maksimum saldo pembiayaan.
c) Reconditioning
Perubahan sebagian atau seluruh ketentuan pembiayaan termasuk
perubahan jangka waktu dan persyaratan lainnya sepanjang tidak
menyangkut perubahan maksimum saldo pembiayaan.
d) Bantuan Management
Penyehatan pembiayaan melalui penempatan sumber daya insani pada
posisi management oleh bank. Hal ini dilakukan bila :
1) Permasalahan terjadi karena kesalahan management
2) Sumber pengembalian pembiayan masih potensial.
Langkah-Langkah Proses Revitalisasi adalah :
1. Melakukan evaluasi tentang potensi usaha nasabah
2. Membuat rekomendasi untuk diajukan kepada Komite Pembiayaan
3. Melakukan pengikatan-pengikatan
4. Melakukan proses pengadministrasi lainnya.
91
Penyelesaian Melalui Jaminan
Penyelesaian melalui jaminan dilakukan bila berdasarkan hasil evaluasi ulang
pembiayaan, nasabah sudah tidak memiliki usaha dan nasabah tidak cooperatif
untuk menyelesaikan pembiayaan. Revitalisasi proses tidak dapat dilakukan.
Penyelesaian melalui jaminan dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1.
Penyelesaian dengan cara non litigasi
Penyelesaian sengketa yang diselesaikan diluar pengadilan.
Penyelesaian dengan cara Non Litigasi adalah sebagai berikut:
a) Dengan cara Off-Set
Off-Set adalah penyelesaian pembiayaan melalui penyerahan jaminan
secara sukarela oleh nasabah kepada Bank , sebagai upaya
penyelesaian pembiayaannya.
Off-Set dapat dilakukan bila dalam prosesnya nasabah bersedia untuk
menjual jaminan secara sukarela kepada Bank .
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan Off-Set
adalah sbb:
1) Analisa kecukupan nilai jaminan untuk menutup seluruh
kewajiban dan biaya-biaya untuk proses Off-Set (Nilai beli Bank).
Dengan ketentuan :
(1) Bila nilai beli bank lebih kecil dari nilai taksasi, maka semua
kewajiban
dan
biaya-biaya
dapat
dimasukkan
dalam
komponen harga beli bank.
92
(2) Bila nilai beli bank lebih besar dari nilai taksasi, maka harga
beli bank maksimal sebesar nilai pasar, sisanya tetap dalam
bentuk pembiayaan
(3) untuk diangsur sampai dengan lunas, pada kondisi ini
tunggakan margin tidak dapat dimasukkan sebagai harga beli
bank.
2) Lakukan negosiasi dengan nasabah untuk pembelian jaminan.
3) Bila nasabah ingin membeli kembali jaminan yang akan dibeli
oleh bank, maka berikan Hak Opsi dengan jangka waktu
berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.
4) Setelah mendapat persetujuan Komite Penyelesaian Pembiayaan
lakukan pengikatan jual beli.
5) Lakukan pelunasan pembiayaan dan proses pengadministrasian
lainnya.
Penyelesaian dengan cara litigasi
Penyelesaian dengan cara litigasi adalah proses penyelesaian dimana seorang
individu atau badan membawa sengketa, atau kasus ke pengadilan. Pada Bank
Muamalat, penyelesaian melalui cara ini ada dua cara, yaitu melalui
Basyarnas, dan melalui Pengadilan Agama
1) Melalui BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional)
Sesuai denagn klausul pasal 17 Perjanjian Pembiayaan, setiap sengketa
yang timbul berdasarkan perjanjian yang dibuat antara nasabah dan Bank
Muamalat, maka akan diselesaikan melaui Badan Arbitrase Muamalat
Indonesia.
93
2) Pengadilan agama.
Ini merupakan pilihan kedua, jika salah satu pihak merasa ingin membawa
kasus ketingkat pengadilan.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah sbb :
1. Pembuatan Usulan Penyelesaian ke Komite Pembiayaan
2. Pembuatan Surat Gugatan ke Basyarnas
3. Pengajuan Gugatan ke BAMUI (pendaftaran perkara)
4. Sidang Basyarnas (jangka waktu paling lama 6 bulan)
5. Putusan Basyarnas
6. Pendaftaran putusan Basyarnas ke Pengadilan Negeri
7. Permohonan Pelaksanaan Putusan Basyarnas ke Pengadilan Negeri
8. Pelaksanaan Eksekusi oleh Pengadilan Negeri.
Keputusan yang dikeluarkan oleh Basyarnas akan didaftarkan di PN untuk
mendapatkan
pengesahan,
sehingga
akan
mempunyai
kekuatan
eksekutorial.
Tahap selanjutnya adalah melakukan lelang dengan penyelesaian secara
cash, ataupun jaminan tersebut dibeli oleh bank.
94
IV. 3 Perbandingan perhitungan bagi hasil atas musyarakah dengan partnership
pada kantor akuntan public
Tabel IV.5
Tabel perbandingan akuntansi musyarakah dan akuntansi partnership
No
Transaksi
Akuntansi Musyarakah
Akuntansi Partnership
(catatan mitra pasif atau pihak
bank)
(Catatan satu pihak)
1.
Penyerahan Dr. Inv musyarakah xxx
modal kas
kepada mitra Cr.Kas
xxx
aktif
2. Penyerahan
modal nonkas
pada Dr. Inv musyarakah xxx
mitra
Cr.Aktiva non-kas
xxx
Keterangan
Pada
akuntansi
musyarakah, catatan para
mitra dipisah sesuai dengan
Dr. Kas
xxx
psak 106, sementara itu
akuntansi
Cr. Modal sekutu A
xxx untuk
persekutuan masing-masing
investasi dicatat dalam
buku persekutuan
Masih
sama
seperti
pencatatan modal berupa
kas, untuk musyarakah,
Dr. Peralatan
xxx
dicatat sebagai investasi
dan
Cr. Modal sekutu A
xxx musyarakah
mengurangi aktiva non-kas
pada pihak bank. Dan pada
partnership,
pemberian
modal non-kas dari sekutu
A akan dicatat sebagai
95
penambah modal
buku persekutuan.
3. Penerimaan
pendapatan
bagi hasil
Pada
akuntansi
musyarakah, laba yang
telah
dibagi
sesuai
Dr. ikhtisar L/R
xxx
kesepakatan diakui sebagai
Cr. Modal sekutu A
xxx kas pada pembukuan pihak
bank, dan pada partnership
Cr. Modal sekutu B
xxx keuntungan diakui sebagai
ikhtisar L/R pada debit dan
masing-masing akun modal
sekutu
sejumlah
laba
bersih.
Dr. Kas xxx
Cr. Pendapatan bg hsl xxx
4.
Jika saldo pembiayaan belum Diasumsikan bahwa situasi
bayarkan oleh nasabah (mitra aktif), tidak kekurangan modal
Pengakhiran diakui sebagai piutang
Perjanjian
(Akad
Dr. Piutang musyxxx
berakhir)
Jurnal mencatat realisasi
Cr. Inv musyarakahxxx
keuntungan aset non-kas
Dr. Kas
Jurnal penyelesaian
permanen
xxx
musyarakah Dr. Akumulasi Dep.
xxx
Cr. Aset non-kas
xxx
Cr. Keuntungan
xxx
Dr. Kas/Piutang musy xxx
Cr. Inv Musyarakahxxx
Jurnal penyelesaian
menurun
Mengalokasikan
musyarakah keuntungan ke akun modal
Dr. Keuntungan
xxx
Dr. Kas/piutangmusy xxx
Dr. Kerugian peny.inv musy
Cr. Inv. Musyarakah
dalam
Cr. Modal sekutu A
xxx
Cr. Modal Sekutu B
xxx
xxx
xxx
Cr. Keuntungan peny.inv musy xxx
Pada saat berakhirnya
perjanjian, untuk akun
musyarakah, bila nasabah
belum
mengembalikan
modal yang dipinjam ke
mitra pasif(pihak bank),
maka bank mengakuinya
sebagai
piutang
pada
investasi musyarakah. Dan
jurnal penyelesaian terbagi
dua sesuai sifatnya, yaitu
musyarakah permanen yang
pada saar berakhirnya
bagian modal tiap mitra
jumlahnya
tetap.
Sedangkan
penyelesaian
akad untuk musyarakah
menurun, maka bagian
modal bank akan dialihkan
secara bertahap kepada
mitra lain. Untuk akuntansi
partnership,
berakhirnya
persekutuan
berarti
melakukan likuidasi pada
tiap aset-aset perusahaan.
Yaitu menjual aset-aset,
membayar kewajiban, dan
membagi sisa saldo modal
masing-masing sekutu.
Pencatatan kewajiban
Dr. Utang
xxx
Jurnal pelunasan modal pembiayaan
Cr. Kas
Dr. Kas
Cr. Investasi musyarakah
xxx
xxx
xxx
Pendistribusian kas
Dr. Modal sekutu A xxx
96
Dr. Modal Sekutu B xxx
Cr. Kas
xxx
Sumber: Kieso (2008: 93)
Perbankan syariah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah
Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan dana
tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana. Lebih jelasnya, revenue sharing
dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total
seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang
telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Sistem revenue sharing
berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan
pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi hasil
untuk produk pendanaan bank.
Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional MUI (DSN-MUI), untuk kemaslahatan
disarankan untuk menggunakan prinsip bagi pendapatan (revenue sharing).
Perhitungannya didasarkan pada pembagian nisbah yang telah disepakati
sebelumnya antara pihak bank syariah dan pengelola atau nasabah debitur
dikalikan dengan penjualan dari laporan laba rugi nasabah debitur. Pada
umumnya bank syariah mengikuti fatwa tersebut dengan tujuan untuk
menghindari moral hazard yang mungkin dilakukan oleh nasabah debitur,
misalnya dengan cara menaikkan biaya operasional yang tidak perlu sehingga
97
akan berpengaruh pada berkurangnya pendapatan yang diterima oleh bank
syariah.
Pada mekanime lembaga keuangan syariah pendapatan bagi hasil ini berlaku
untuk produk produk penyertaan, baik penyertaan menyeluruh maupun sebagian,
atau bentuk bisnis korporasi. Pihak pihak yang terlibat dalam kepentingan bisnis
tadi harus melakukan trasnparansi dan kemitraan secara baik dan ideal. Sebab
semua pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkaitan dengan bisnis
penyertaan, bukan untuk kepentingan pribadi yang menjalankan proyek.
Pembiayaan Musyarakah sendiri merupakan sebuah persekutuan antara dua pihak
atau lebih, dimana kedua pihak atau mitra turut berkontribusi dalam penyediaan
dana, dan membagi hasil usahanya sesuai kesepakatan. Terdapat mitra aktif yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan usaha musyarakah, baik mengelola sendiri
atau menunjuk pihak lain atas nama mitra tersebut, baik usaha yang sudah
berjalan maupun usaha yang baru berjalan, namun untuk menghindari risiko yang
dapat terjadi pada perusahaan yang masih berjalan baru, atau perusahaan yang
baru berupa business plan, PT Bank Muamalat Indonesia Tbk hanya menerima
pembiayaan untuk perusahaan yang sudah berjalan lama.
Musyarakah lebih dikenal dengan Kemitraan atau partnership, dimana hal ini
akan menimbulkan kebingungan bagi sebagian orang yang kurang paham, apa
perbedaan mendasar antara musyarakah dengan partnership. Untuk itu,
perbandingan mengenai pencatatan penjurnalan pada kedua hal ini sangat
diperlukan.
98
Standar akuntansi untuk Akuntansi musyarakah adalah PSAK 106. Perlakuan
akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku yaitu mitra
aktif dan mitra pasif. Pada hakikatnya, pencatatan atas semua transaksi usaha
musyarakah harus dipisahkan dengan pencatatan lain. Sedangkan akuntansi untuk
partnership pencatatan keuangan dilakukan didalam buku perusahaan.
Jelas bahwa ada perbedaan besar antara pembiayaan musyarakah dan partnership
walaupun keduanya merupakan perkongsian.
Dapat disimpulkan bahwa bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara
pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian
hasil usaha ini salah satu contohnya dapat terjadi diantara pihak bank dengan
pihak nasabah. Kedua belah pihak sama-sama sepakat bahwa modal usaha yang
diberikan pihak pertama akan dikelola pihak kedua secara professional dan
bertanggung jawab. Partnership atau persekutuan adalah bentuk organisasi yang
cukup mudah untuk dibentuk, hanya dengan persetujuan secara verbal atau lebih
formal, melalui persetujuan tertulis yang merumuskan hak dan kewajiban dari
masing-masing sekutu (rekan atau partner).Biasanya tujuan dalam mendirikan
persekutuan adalah karena keahlian dan sumber daya dari dua atau lebih individu
dapat digabungkan sehingga dapat membagi kewajiban dan meringankan beban
perusahaan. Akuntansi untuk partnership juga memiliki perlakuan akuntansi yang
berbeda dari perlakuan akuntansi pada Akuntansi syariah seperti yang dapat
dilihat pada tabel IV.5. Masing-masing partner dalam partnership juga tidak
mencatat laporan keuangan secara terpisah, namun dicatat dalam buku
persekutuan.
99
Karakteristik antara musyarakah dan partnership dapat dilihat pada table berikut
ini:
Tabel IV.6
Perbandingan Karakteristik Musyarakah dan Partnership
NO
1.
Karakteristik
Tanggung Jawab
2.
Kewajiban
3.
Kepemilikan atas
aset
Musyarakah
Dalam musyarakah,tanggung jawab
biasanya dipegang oleh mitra aktif
atau nasabah selaku pengelola
usaha, meskipun bank tetap dapat
melakukan pengawasan terhadap
berjalannya usaha.
Mitra aktif atau nasabah selaku
pengelola
usaha
yang
akan
melaksanakan kewajiban-kewajiban
usaha yang dikelolanya.
Mitra aktif akan tetap memegang
kepemilikat terhadap aset non-kas,
hingga pada saat berakhirnya akad,
pihak mitra aktif diwajibkan untuk
mengembalikan aset tersebut setelah
dikurangi
penyusutan
dan
menghasilkan nilai wajar. Namun,
bila musyarakah bersifat menurun,
maka kepemilikan atas aset non-kas
akan dialihkan secara bertahap
kepada mitra aktif
Partnership
Pada partnership, berlaku mutual
agency atau keagenan bersama, yang
berarti bahwa masing-masing sekutu
bertindak atas nama persekutuan
selama melakukan aktivitas terkait
dengan bisnis persekutuan
Tiap sekutu mempunyai tanggung
jawab secara pribadi terhadap seluruh
kewajiban-kewajiban
persekutuan.
Masing-masing sekutu dikatakan
memiliki kewajiban yang tidak
terbatas.
Pada partnership, aset persekutuan
dimiliki secara bersama-sama oleh
sekutu.
Apabila
persekutuan
dibubarkan, aset tidak secara hukum
kembali
pada
sekutu
yang
menyerahkannya.
Masing-masing
sekutu memiliki hak kepemilikan atas
total aset yang nilainya sebesar saldo
pada akun modal mereka masingmasing.
Sumber: Kieso (2008: 95), PT Bank Muamalat Indonesia
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Hidayatullah SE., AK., M.Si
yang merupakan Quality Assurance dari KAP Jansen Ramdan, dapat disimpulkan
bahwa perhitungan bagi hasil untuk partnership pada kantor akuntan publik
(KAP) meskipun menggunakan sistem bagi hasil, tetapi tidak menganut prinsip
syariah. Menurut Bapak Hidayatullah, bagi hasil bukan berarti menerapkan
prinsip syariah, karena pada partnership tidak terdapat landasan hukum syariah,
pada awal kesepakatanpun tidak menggunakan kontrak sebagai acuan. Karena
masing-masing partner mengetahui porsi masing-masing dalam bagi hasil.
100
Download