BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan dan penurunan jumlah sel darah merah pada setiap kelompok perlakuan sangat fluktuatif jika dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya sehingga sulit untuk menentukan ada tidaknya kenaikan secara pasti setiap harinya. Pengamatan dilakukan dengan membandingkan jumlah sel darah merah pada setiap kelompok perlakuan terhadap kelompok kontrol untuk melihat ada tidaknya kenaikan jumlah sel darah merah secara umum pada awal kebuntingan yang diindikasikan sebagai pengaruh perlakuan berdasarkan nilai sampel yang diambil dan dianalisis setiap 3 hari pada awal kebuntingan seperti yang tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah sel darah merah (106/mm3) domba yang disuperovulasi sebelum kawin dan disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin, pada awal kebuntingan. Perlakuan Hari Kontrol n=9 SO1 n=6 SO2 n=3 SO12 n=3 1 10,87±3,06a 11,95±9,97a 10,54±1,74a 14,94±4,30a a a a 3 10,79±3,41 15,03±3,56 14,04±4,29 17,28±9,13a 6 11,14±2,71a 10,18±2,85a 10,41±1,55a 10,04±2,35a a a a 9 8,10±3,66 10,37±4,96 6,46±5,22 11,05±3,40a 12 10,48±1,94a 11,99±2,26a 13,40±3,61a 12,26±5,41a a a a 15 9,75±3,30 12,28±1,02 12,37±2,03 10,14±1,30a 30 10,83±2,19a 10,90±2,33a 8,91±1,39a 13,13±4,13a Ket: Kontrol: tidak diberi PMSG dan hCG; SO1: disuperovulasi sebelum kawin; SO2: disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin; SO12: disuperovulasi sebelum kawin dan disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin. Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (p<0,05). Hasil yang didapatkan pada tabel 2, menunjukkan bahwa kelompok perlakuan yang disuperovulasi sebelum kawin (SO1) dan kelompok perlakuan yang disuperovulasi sebelum kawin disertai penyuntikan hCG hari ke-6 setelah kawin (SO12) memiliki jumlah sel darah merah yang cenderung lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol yaitu pada hari ke-1, hari ke-3, dan hari ke-9 hingga hari ke-30, sedangkan kelompok perlakuan yang disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin (SO2) menunjukkan hasil jumlah sel darah merah yang cenderung lebih rendah dari kelompok kontrol, yaitu pada hari ke-1, hari ke-6, hari ke-9, dan hari ke-30. Kelompok perlakuan yang disuperovulasi sebelum kawin disertai penyuntikan hCG hari ke-6 setelah kawin (SO12) memiliki jumlah sel darah merah tertinggi yaitu pada hari ke-3 dengan jumlah sel darah lebih tinggi 60,15% dibandingkan kelompok kontrol, lalu diikuti oleh kelompok perlakuan yang hanya disuperovulasi sebelum kawin (SO1) dengan jumlah sel darah merah lebih tinggi 39,30% dibandingkan kelompok kontrol pada hari yang sama. Jumlah sel darah merah terendah terdapat pada hari ke-9 pada kelompok perlakuan yang hanya disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin (SO2) dengan jumlah sel darah merah lebih rendah 20,25% dibandingkan kontrol. Pola kenaikan jumlah sel darah merah Jumlah sel darah merah (106/mm3) tersaji pada gambar grafik dibawah ini, 19,00 17,00 15,00 13,00 11,00 9,00 7,00 5,00 1 3 6 9 Waktu (hari) 12 15 30 Gambar 5 Grafik jumlah sel darah merah domba kontrol (), disuperovulasi sebelum kawin (∎), disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin (▲), dan disuperovulasi sebelum kawin dan disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin (●), pada awal kebuntingan. Superovulasi dengan kombinasi penggunaan PMSG/hCG untuk meningkatkan jumlah folikel dan korpus luteum telah terbukti dapat meningkatkan sekresi hormon-hormon kebuntingan, pertumbuhan uterus, jumlah embrio dan fetus, bobot lahir dan bobot sapih, pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu, dan produksi susu pada domba (Manalu et al. 1998; Manalu et al. 1999; Manalu et al. 2000a; Manalu et al. 2000b). Hormon tiroid yang merupakan hormon penting yang berperan menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan embrio dan fetus juga meningkat lebih pesat pada perlakuan superovulasi. Peningkatan konsentrasi hormon tiroid menggambarkan adanya aktivitas metabolisme yang lebih tinggi sejalan dengan lebih pesatnya pertumbuhan fetus dan terus meningkat dengan bertambahnya umur kebuntingan. Konsentrasi hormon metabolisme menunjukkan pola peningkatan yang sama dengan jumlah dan pertumbuhan dan perkembangan embrio dan fetus yang mengindikasikan hubungan yang kuat antara peningkatan konsentrasi hormon metabolisme dan peningkatan jumlah dan bobot embrio (Mege et al. 2009). Peningkatan jumlah sel darah merah terjadi sebagai kompensasi perubahan dan adaptasi induk terhadap kondisi kebuntingan. Sistem vaskularisasi dan sel darah merah berfungsi mengatur regulasi oksigen, karbondioksida, nutrisi, dan peredaran metabolit penting seperti hormon ke seluruh jaringan tubuh (Dellman dan Brown 1989) termasuk ke organ reproduksi. Induk domba yang disuperovulasi memiliki jumlah embrio dan fetus yang lebih banyak dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan uterus dan plasenta yang lebih pesat (Manalu et al. 1998; Manalu et al. 1999; Manalu et al. 2000a; Manalu et al. 2000b) sehingga memicu peningkatan metabolisme yang lebih tinggi daripada indukan dengan jumlah embrio dan fetus yang lebih sedikit. Peningkatan metabolisme juga didukung oleh peningkatan konsentrasi hormon metabolisme tiroid. Kondisi ini diduga memicu peningkatan jumlah sel darah merah yang lebih tinggi untuk mensuplai kebutuhan perkembangan kebuntingan. Hal ini sejalan dengan penelitian Girsen (2007) yang menunjukkan hasil bahwa kelompok perlakuan dengan jumlah fetus yang lebih banyak memiliki konsentrasi eritropoietin yang lebih tinggi dibandingkan kontrol dan kelompok dengan jumlah fetus yang lebih sedikit. Jumlah sel darah merah kelompok perlakuan yang hanya disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin (SO2) lebih sering menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan kontrol sehingga dapat dikatakan perlakuan SO 2 tidak mempengaruhi kenaikan jumlah sel darah merah. Berdasarkan perbandingan hasil dari kelompok perlakuan SO1, SO2, dan SO12 terhadap kontrol menunjukkan bahwa perlakuan superovulasi sebelum kawin dan penyuntikan hCG hari ke-6 setelah kawin tidak mempengaruhi secara langsung kenaikan jumlah sel darah merah pada awal kebuntingan. Namun, jumlah sel darah merah pada kelompok perlakuan yang didahului superovulasi memiliki nilai persentase yang cenderung lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Arif (2011) yang menyatakan bahwa kelompok perlakuan superovulasi memiliki jumlah sel darah merah tidak berbeda nyata secara statistik pada bulan pertama kebuntingan. Superovulasi mempengaruhi kenaikan jumlah sel darah merah secara nyata pada bulan kedua dan bulan ketiga kebuntingan. Hormon hCG bekerja seperti luteinizing hormone (LH) yang merangsang perkembangan korpus luteum dan sekresi progesterone untuk memelihara kebuntingan (Andriyanto dan Manalu 2011). Penyuntikan hCG pada hari ke-6 setelah kawin lebih ditujukan untuk meningkatkan kualitas kebuntingan dengan tujuan akhir meningkatkan kualitas bakalan. 4.2. Hematokrit Kebuntingan secara umum menyebabkan perubahan dinamis parameter hematologi seperti jumlah sel darah merah, hematokrit, dan hemoglobin pada domba. Peningkatan hematokrit pada hari ke-3, hari ke-7, hari ke-14, hari ke-17, dan hari ke-34 kebuntingan memiliki rentang perubahan antara 32,44±2,18% hingga 39,33±2,73% dengan perubahan signifikan pada hari ke-14, hari ke-17, dan hari ke-34 kebuntingan (Krajnicakova 1995). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini meskipun rata-rata nilai hematokrit masih lebih rendah dibandingkan nilai hematokrit yang dilaporkan Krajnicakova (1995). Pola kenaikan nilai hematokrit mengikuti pola kenaikan jumlah sel darah merah. Penghitungan nilai hematokrit setiap tiga hari sekali pada awal kebuntingan dari setiap kelompok perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai hematokrit (%) domba yang disuperovulasi sebelum kawin dan disuntik hCG pada hari ke-6 setelah kawin, pada awal kebuntingan. Perlakuan Hari Kontrol n=9 SO1 n=6 SO2 n=3 SO12 n=3 1 21,17±4,02a 20,17±7,02a 20,83±3,62a 25,83±7,51a a a a 3 20,87±6,15 26,32±3,55 23,75±3,38 25,67±5,92a 6 19,56±4,21a 18,83±1,87a 20,67±2,08a 23,67±6,43a a a a 9 21,08±8,07 21,62±1,72 16,30±14,13 19,67±1,42a 12 23,11±3,33a 24,17±2,64a 22,00±1,80a 23,83±3,69a a a a 15 22,69±2,48 25,83±4,01 24,33±3,62 26,50±4,82a 30 24,83±1,44a 26,83±4,36a 19,33±2,31b 25,50±3,50a Ket: Kontrol: tidak diberi PMSG dan hCG; SO1: disuperovulasi sebelum kawin; SO2: hCG hari ke-6 setelah kawin; SO12: disuperovulasi sebelum kawin dan disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin. Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (p<0,05). Nilai hematokrit memiliki hubungan yang erat dengan jumlah sel darah merah karena nilai hematokrit merupakan suatu ukuran yang menunjukkan volume total sel darah merah dalam setiap 100 ml darah. Kelompok perlakuan yang disuperovulasi sebelum kawin dan disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin (SO12) memiliki nilai hematokrit yang cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol pada hari ke-1, hari ke-3, hari ke-6, hari ke-12, hari ke-15, dan hari ke-30. Kelompok perlakuan yang hanya disuperovulasi sebelum kawin (SO 1) juga memiliki nilai rata-rata hematokrit cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol pada hari ke-3, hari ke-9, hari ke-12, hari ke-15, dan hari ke-30. Nilai hematokrit tertinggi terdapat pada kelompok SO1 pada hari ke-30 dengan nilai hematokrit 8,05% lebih tinggi daripada kontrol. Kelompok perlakuan yang hanya disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin (SO2) memiliki rata-rata nilai hematokrit cenderung lebih rendah dibandingkan kontrol. Nilai hematokrit terendah dari semua kelompok perlakuan terdapat pada hari ke-9 dari kelompok perlakuan SO2 dengan nilai 22,68% lebih rendah dari kontrol. Nilai hematokrit yang didapatkan antarkelompok perlakuan menunjukkan hasil yang beragam meskipun secara statistik tidak berbeda nyata kecuali pada hari ke-30. Pola kenaikan dan penurunan nilai hematokrit terlihat pada gambar grafik dibawah ini, 29,00 Nilai hematokrit (%) 27,00 25,00 23,00 21,00 19,00 17,00 15,00 1 3 6 9 12 15 30 Waktu (hari) Gambar 6 Grafik nilai hematokrit induk domba kontrol (), disuperovulasi sebelum kawin (∎), diberi hCG hari ke-6 setelah kawin (▲), dan disuperovulasi sebelum kawin serta disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin (●), pada awal kebuntingan. Semua kelompok perlakuan memiliki nilai hematokrit yang tidak berbeda nyata secara statistik dari hari ke-1 hingga hari ke-30 kecuali untuk kelompok SO2 sehingga dapat ditarik keterangan bahwa secara umum superovulasi sebelum kawin dan penyuntikan hCG hari ke-6 setelah kawin tidak mempengaruhi kenaikan nilai hematokrit pada awal kebuntingan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Arif (2011), yang menyatakan superovulasi menaikkan nilai hematokrit secara nyata mulai bulan kedua hingga keempat kebuntingan dan penurunan pada akhir masa kebuntingan, sedangkan pada awal kebuntingan tidak mempengaruhi. Nilai hematokrit semua kelompok perlakuan secara umum lebih rendah dari nilai hematokrit domba tidak bunting menurut Banks (1993) dan Frandson (1996) yang berkisar antara 24-50%. Menurut Podymow et al. (2010), secara fisiologis nilai hematokrit domba bunting akan selalu lebih rendah dibandingkan kondisi tidak bunting dikarenakan adanya retensi cairan yang menyebabkan kenaikan volume plasma darah dan total air tubuh. Pada hari ke-30 nilai hematokrit kelompok SO2 berbeda nyata dari kelompok perlakuan lainnya dengan nilai lebih rendah. Kelompok SO2 memiliki nilai hematokrit yang dibawah normal tetapi jumlah sel darah merah tetap normal sehingga diduga hewan coba pada kelompok SO2 mengalami retensi cairan yang berlebihan yang dapat disebabkan berbagai faktor. 4.3. Hemoglobin Kadar hemoglobin yang didapatkan beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik kecuali pada hari ke-30. Pola kenaikan kadar hemoglobin terlihat dalam gambar grafik dibawah ini, 14,00 Kadar hemoglobin (g%) 13,00 12,00 11,00 10,00 9,00 8,00 7,00 1 3 6 9 Waktu (hari) 12 15 30 Gambar 7 Grafik kadar hemoglobin induk domba kontrol (), disuperovulasi sebelum kawin (∎), diberi hCG hari ke-6 setelah kawin (▲), dan disuperovulasi sebelum kawin serta disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin (●), pada awal kebuntingan Kelompok perlakuan yang hanya disuperovulasi sebelum kawin (SO1) dan kelompok perlakuan yang disuperovulasi sebelum kawin disertai penyuntikan hCG hari ke-6 setelah kawin (SO12) selalu memiliki kadar hemoglobin rata-rata yang cenderung lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol mulai dari hari ke-1 hingga ke-30 pada awal kebuntingan. Kadar hemoglobin tertinggi terdapat pada hari ke-3 dari kelompok perlakuan SO12 dengan nilai 23,05% lebih tinggi dari kontrol. Kadar hemoglobin terendah terdapat pada hari ke-1 dari kelompok kontrol. Kelompok perlakuan yang hanya disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin (SO2) memiliki kadar hemoglobin yang tidak terlalu berbeda dari kontrol pada hari ke-3, hari ke-6, dan hari ke-15 dan lebih rendah pada hari ke-9, hari ke-12, dan hari ke-30. Pola kenaikan hemoglobin berbeda dengan pola kenaikan jumlah sel darah merah. Penghitungan kadar hemoglobin setiap tiga hari sekali pada awal kebuntingan dari setiap kelompok perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda seperti terlihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kadar hemoglobin (g%) induk domba yang disuperovulasi sebelum kawin dan disuntik hCG pada hari ke-6 setelah kawin, pada awal kebuntingan. Perlakuan Hari Kontrol n=9 SO1 n=6 SO2 n=3 SO12 n=3 1 8,16±1,43a 9,16±1,67a 9,66±0,95a 10,32±2,70a a a a 3 10,50±3,02 11,63±1,80 10,40±0,68 12,92±2,32a 6 9,11±1,34a 9,83±1,38a 9,21±0,59a 10,38±2,69a a a a 9 9,62±0,93 10,14±1,36 9,99±1,25 10,05±2,82a 12 10,28±0,96a 10,38±1,32a 9,22±1,16a 10,71±2,62a a a a 15 9,01±0,76 10,09±1,30 9,05±0,52 10,35±1,53a 30 10,76±0,41a 11,75±1,58a 9,13±0,39b 11,73±1,48a Ket: Kontrol: tidak diberi PMSG dan hCG; SO1: disuperovulasi sebelum kawin; SO2: hCG hari ke-6 setelah kawin; SO12: disuperovulasi sebelum kawin serta disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin. Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (p<0,05). Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kadar hemoglobin antarkelompok perlakuan tidak berbeda nyata secara statistik mulai dari hari ke-1 hingga hari ke-30, kecuali untuk kelompok SO2. Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum semua perlakuan baik superovulasi sebelum kawin maupun penyuntikan hCG hari ke-6 setelah kawin tidak mempengaruhi perubahan kadar hemoglobin pada awal kebuntingan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Arif (2011) yang menyatakan bahwa superovulasi menaikkan kadar hemoglobin secara nyata pada pertengahan dan akhir kebuntingan. Pada hari ke-30, kelompok perlakuan SO 2 yang hanya disuntik hCG hari ke-6 setelah kawin, memiliki kadar hemoglobin yang berbeda nyata dari kelompok lainnya dengan nilai lebih rendah. Hormon hCG bekerja seperti luteinizing hormone (LH) yang merangsang pembentukan korpus luteum dan meningkatkan sekresi progesterone. Menurut Whittaker (1996), secara umum konsentrasi hormon hCG tidak memiliki korelasi dengan konsentrasi hemoglobin dan indeks hematologi lainnya. Rendahnya hemoglobin pada kebuntingan tua menggambarkan perubahan volume plasma. Penurunan kadar hemoglobin kelompok SO2 pada hari ke-30 nilainya masih berada pada batas normal kadar hemoglobin domba menurut Banks (1993) dan Frandson (1996), yaitu berkisar antara 8 hingga 16 g%. Penurunan kadar hemoglobin diduga terkait dengan penurunan nilai hematokrit karena peningkatan volume plasma.