BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19 tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya (pubertas) sampai saat ia mencapai kematangan seksual (Jafar, 2012). Masa ini juga disebut masa transisi atau peralihan yang ditandai dengan adanya perubahan fisik, psikis, dan psikososial (Dieny, 2014). Asupan energi bagi remaja yang sedang tumbuh sulit untuk ditentukan secara tepat. Faktor yang perlu diperhatikan untuk menentukan kebutuhan gizi remaja adalah aktivitas fisik seperti olahraga. Remaja yang aktif dan banyak melakukan olahraga memerlukan asupan energi yang lebih besar di bandingkan dengan remaja yang kurang aktif berolahraga (Irianto, 2014). Asupan zat gizi makro adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar dengan satuan gram. Zat gizi makro berupa karohidrat, protein dan lemak. Asupan karbohidrat memiliki peran utama di dalam tubuh khususnya remaja untuk menyediakan glukosa bagi sel-sel tubuh, yang kemudian diubah menjadi energi. Glukosa memegang peranan sentral dalam metabolisme karbohidrat. Fungsi karbohidrat utamanya adalah menyediakan energi bagi tubuh, satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kkal, sebagai pemberi rasa manis pada makanan bila kita mengunyah nasi akan terasa manisnya, penghemat protein bila karbohidrat 1 Universitas Sumatera Utara 2 tidak cukup, maka protein akan digantikan untuk memenuhi energi dengan mengalahkan fungsi utamanya sebagai zat pembangun (Irianto, 2014). Asupan protein juga meningkat pada masa remaja, karena proses pertumbuhan terjadi dengan cepat. Pada akhir masa remaja, kebutuhan protein lebih besar pada remaja pria, karena perbedaan komposisi tubuh. Kecukupan protein harus memenuhi 66 gram pada pria dan 59 gram pada wanita dari pemasukan energi. Bila pemasukan energi tidak adekuat, maka protein akan digunakan sebagai sumber energi dan ini akan mengakibatan malnutrisi. Oleh karena itu anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan membutuhkan lebih banyak protein daripada usia lanjut. Kurang Kalori Protein (KKP) sering diderita oleh anak dengan tanda-tanda perut buncit, rambut kering, mudah rontok, cengeng, nafsu makan berkurang, bengkak-bengkak tubuh dan bersikap acuh tak acuh (Irianto, 2014). Asupan lemak adalah suatu zat yang kaya dengan energi, lemak berfungsi sebagai sumber energi utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak yang ada di dalam tubuh diperoleh dari dua sumber yaitu dari makanan dan hasil produksi organ hati yang dapat disimpan di dalam sel-sel lemak sebagai energi. Dengan mengonsumsi makanan yang mengandung lemak, rasa kenyang yang kita rasakan setelah makan juga akan bertahan lebih lama. Namun terlalu banyak makanmakanan berlemak memberikan efek buruk bagi kesehatan. Mengonsumsi makanan tinggi lemak akan meningkatkan risiko penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, kolesterol darah, diabetes, obesitas, penyakit batu empedu, Universitas Sumatera Utara 3 pnyakit liver dan osteoartritis juga dipicu oleh karena banyak makan makanan yang mengandung tinggi lemak (Mitayani, 2010). Asupan serat diperlukan pada usia remaja untuk memungkinkan proses buang air besar menjadi teratur dan menghindari penyakit serta dapat memberi rasa kenyang dalam waktu lama. Makanan kaya serat seperti buah dan sayur, biasanya rendah kalori daripada karbohidrat dan memberikan nutrisi lebih banyak termasuk antioksidan. Serat juga dapat mencegah diabetes tipe 2 dengan cara mendorong gula darah karena serat memperlambat penyerapan glukosa. Serat dapat mengurangi risiko tekena kanker usus kecil, usus besar, kerongkongan, payudara, dan rahim, karena serat berfungsi membawa racun keluar dari tubuh (Hasdianah, 2014). Perilaku makan khas pada remaja yaitu kebiasaan suka memakan jajanan yang kurang bergizi seperti goreng-gorengan, coklat, permen dan es, sehingga makanan yang beraneka ragam tidak dikonsumsi, kemudian remaja sering makan di luar rumah bersama teman-teman, sehingga waktu makan tidak teratur, akibatnya mengganggu sistem pencernaan (gangguan maag atau nyeri lambung), selanjutnya remaja sering tidak makan pagi karena tergesa-gesa beraktivitas sehingga mengalami lapar dan lemas, kemampuan menangkap pelajaran menurun. Remaja putri juga sering menghindari beberapa jenis bahan makanan seperti telur dan susu. Susu dianggap minuman anak-anak atau dihubungkan dengan kegemukan. Akibatnya akan kekurangan protein hewani, sehingga tidak dapat tumbuh atau mencapai tinggi secara optimal. Banyak remaja putri menganggap dirinya kelebihan berat badan atau mudah gemuk sehingga sering diet dengan cara Universitas Sumatera Utara 4 yang kurang benar seperti membatasi atau mengurangi frekuensi makan dan jumlah makan, memuntahkan makanan yang sering dimakan, sehingga lama-lama tidak nafsu makan yang sangat membahayakan bagi remaja (Proverawati, 2011). Perubahan yang terjadi, membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi. Pertumbuhan fisik menyebabkan remaja membutuhkan asupan nutrisi yang lebih besar dari pada masa anak-anak, ditambah lagi pada masa remaja sekarang sangat aktif dengan berbagai kegiatan, baik itu kegiatan sekolah maupun olahraga. Tidak jarang asupan nutrisi tidak terpenuhi karena pola makan remaja yang kurang baik (Mann dan Truswell, 2014). Beberapa masalah gizi sering dialami remaja akibat konsumsi gizi yang tidak seimbang yaitu kekurangan berat badan (underweight) dankelebihan berat badan (overweight) (Dieny, 2014). Berdasarkan data Riskesdas (2010) status gizi remaja umur 16-18 tahun prevalensi yang sangat kurus sebesar 1,8%, remaja kurus 7,1%, dan remaja gemuk 1,4%. Riskesdas (2013) status gizi remaja umur 16-18 tahun mengalami peningkatan dengan prevalensi sangat kurus sebesar 1,9%, remaja Kurus 7,5%, dan gemuk 7,3% (Riskesdas 2013). Terkait dengan masalah gizi adalah masalah asupan makanan yang tidak seimbang. Secara nasional, prevalensi gemuk pada remaja di Indonesia sebesar 10.8%, terdiri dari 7,3% gemuk, 3,5% sangat gemuk (obesitas) dan prevalensi kurus 11,1% terdiri dari 3,3% sangat kurus dan 7,8% kurus. Perubahan data Riskesdas dari tahun 2010 ke 2013 pada prevalensi remaja gemuk yaitu pada Universitas Sumatera Utara 5 tahun 2010 remaja gemuk 1,4% dan pada tahun 2013 remaja gemuk 7,3%. Data ini menunjukkan bahwa setiap tahun semakin banyak remaja yang tidak seimbang dalam mengatur pola makan (Riskesdas, 2013). Daerah Sumatera Utara prevalensi status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) diperoleh data remaja pendek, kurus, dan gemuk pada usia 16-18 tahun di Indonesia tahun 2013 adalah pendek 31,4% (7,5% sangat pendek dan 23,9% pendek), kurus 9,4% (1,9% sangat kurus dan 7,5% kurus), gemuk 7,3% (5,7% gemuk dan 1,6% obesitas) kemudian prevalensi kurus dan gemuk lebih tinggi diperkotaan dibandingkan di pedesaan yaitu 9,7% dan 8,0%, angka tersebut berada di atas angka nasional untuk pendek dan gemuk, serta di bawah angka nasional untuk prevalensi kurus (Riskesdas, 2013). Berdasarkan penelitian Yulni (2013) mengatakan bahwa status gizi pada anak sekolah dasar di kota Makasar tahun 2013 diperoleh proporsi status gizi berdasrkan IMT/U sangat kurus 3,3%, kurus 16,7%, normal 77,3%, gemuk 1,3% dan sangat gemuk 1,3%. Hasil penelitian Agustina, dkk (2015) status gizi pada anak usia 6-12 tahun di Pulau Sulawesi tahun 2015 diperolehnya proporsi status gizi berdasrkan IMT/U kurus 8,3%, normal 76,6%, gemuk 15,1%. Sedangkan penelitian Makaryani (2013) remaja putri di SMA Batik 1 Surakarta yaitu pola makan yang tinggi lemak dan rendah serat, seperti mengonsumsi fast food berpengaruh terhadap overweight. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan proporsi rerata nasional konsumsi kurang sayur dan buah pada penduduk mencapai 93,5%, ini tidak menunjukkan perubahan jauh dari data sebelumnya Riskesdas 2007 sebesar Universitas Sumatera Utara 6 93,6%. Ini sesuai dengan catatan World Health Organization (WHO) yang memperlihatkan bahwa orang Indonesia mengonsumsi buah dan sayur hanya sebanyak 2,5 porsi per hari atau 34,55 kg per tahun. Jumlah ini jauh di bawah anjuran Food Agriculture Organization (FAO) untuk konsumsi buah per kapita per tahun sebanyak 73 kg. Fakta kurangnya konsumsi yang merata pada anakanak maupun orang dewasa di Indonesia menunjuk pada kebiasaan kurang konsumsi sayur dan buah yang dimulai sejak usia dini. Menurut Firmansyah dalam Riskesdas (2013) untuk memenuhi kebutuhan serat pada anak, pengenalan buah dan sayur sejak dini bisa dilakukan secara bertahap, kombinasikan dengan lauk pauk sumber protein hewani dan nabati, serta makanan pokok sumber kalori, tingkatkan jumlahnya secara bertahap dalam porsi seimbang, dan biasakan mengonsumsi buah dan sayur secara teratur agar terbiasa hingga dewasa. Sekolah Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan merupakan salah satu sekolah di kota Medan dengan tingkat sosial ekonomi siswa rata-rata menengah ke atas. Dilihat dari ketersediaan jajanan di sekolah Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan yang menyediakan jajanan yang tinggi kalori dan rendah serat, sehingga mereka lebih sering mengkonsumsi makanan tersebut. Dari hasil survei awal yang dilakukan peneliti diperoleh dari 25 siswa terdapat 3 (12%) orang yang mengalami status gizi kurus tingkat ringan, 6 (24%) siswa yang mengalami status gizi kurus, 6 (24%) siswa yang mengalami status gizi normal, 3 (12%) siswa yang mengalami status gizi berisiko gemuk, 3 (12%) siswa yang mengalami status gizi gemuk, dan 4 (16%) siswa yang mengalami Universitas Sumatera Utara 7 status gizi sangat gemuk. Selain itu diperoleh hasil asupan zat gizi makro dan serat dari batas AKG yang dianjurkan untuk per orang perhari yaitu 1 (4%) orang siswa dengan asupan energi lebih tinggi dari batas AKG, 8 (32%) siswa dengan asupan energi lebih rendah dari batas AKG, 3 (12%) siswa dengan asupan karbohidrat lebih tinggi dari AKG, 7 (28%) siswa dengan asupan protein lebih tinggi dari batas AKG, 1 (4%) siswa dengan asupan protein lebih rendah dari batas AKG, 7 (28%) siswa dengan asupan lemak lebih tinggi dari 120% batas AKG, 14 (56%) siswa dengan asupan serat lebih rendah dari batas AKG. 1.2 Permasalahan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan adalah Belum diketahui dan belum pernah dilakukan pengukuran asupan zat gizi makro dan serat serta status gizi pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan tahun 2016. 1.3 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Asupan zat gizi makro dan serat pada siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan tahun 2016. 2. Status gizi siswa Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan tahun 2016. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah 1. Sebagai masukan dan informasi kepada siswa sekolah Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan tentang asupan zat gizi makro dan serat serta status gizi siswa. Universitas Sumatera Utara 8 2. Memberikan masukan kepada sekolah Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan agar dapat menyediakan kantin sehat disekolah. Universitas Sumatera Utara