BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dewasa ini penggunaan teh hijau sedang marak-maraknya. Mulai dari makanan, minuman, bahkan hingga kosmetik semuanya berbahan dasar teh hijau. Teh hijau merupakan salah satu jenis teh yang dibuat dari daun teh Camellia sinensis. Teh hijau memiliki antioksidan kuat seperti flavonoid dan katekin yang bermanfaat untuk kecantikan diantaranya membantu dalam memerangi stress oksidatif, mengurangi lemak tubuh, mengatasi jerawat serta mengurangi kerusakan sel. Epigallocatechin gallate dalam teh hijau berperingkat 200 kali lebih efektif dari vitamin E untuk memerangi kerusakan kulit akibat radikal bebas. Teh hijau dapat membantu mengurangi kerutan dan tanda-tanda penuaan sehingga proses penuaan menjadi lambat (Susiloet al., 2012). Sediaan berbentuk gel dianggap cocok untuk penggunaan secara topikal karena kemampuan penyebaran pada kulit yang baik, ada penguapan lambat dari kulit yang dapat memberikan efek dingin, tidak menyumbat pori-pori kulit, mudah dicuci dengan air serta memiliki pelepasan obat yang baik (Voigt, 1984). Gel dengan bahan dasar hidrofilik bersifat memperlambat proses pengeringan, merupakan bahan yang cocok untuk gel sehingga mampu bertahan lama pada permukaan kulit (Bakker et al., 1990). Bahan dasar hidrofilik tersebut diantaranya CMC-Na dan karbomer. 1 2 Sodium carboxymethylcellulose memiliki beberapa keuntungan bila digunakan sebagai basis gel, diantaranya menghasilkan gel yang bersifat netral, viskositasnya stabil serta resisten terhadap pertumbuhan mikroba (Lieberman et al., 1998). Penggunaan CMC-Na sebagai basis gel memiliki kelemahan yaitu dapat membentuk larutan koloida dalam air yang dapat membuat gel menjadi tidak jernih karena menghasilkan dispersi koloid dalam air yang ditandai munculnya bintik-bintik dalam gel (Rowe et al., 2006). Sediaan gel berbasis CMC-Na memiliki diameter penyebaran yang lebih kecil dibanding gel berbasis karbomer. Penambahan karbomer diharapkan dapat memperbaiki kekurangan yang dimiliki CMC-Na, sehingga gel yang dihasilkan menjadi jernih dan diharapkan memiliki daya sebar yang baik. Formula gel yang paling stabil secara fisik dan kimia adalah gel berbasis karbomer (Djajadisastra, 2009). Kombinasi antara karbomer dan CMC-Na yang tepat pada proporsi tertentu diharapkan akan menghasilkan gel dengan sifat fisik yang ideal. Untuk mengetahui formula optimum kombinasi karbomer dan CMC-Na dapat digunakan SLD (Simplex Lattice Design). Metode ini memiliki keuntungan praktis dan cepat karena bukan merupakan penentuan formula dengan coba-coba (trial and error) (Amstrong & James, 1996). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuat ekstrak daun teh menjadi bentuk sediaan gel dengan variasi kadar karbomer dan CMC-Na serta melihat pengaruh kombinasi karbomer dan CMC-Na terhadap stabilitas sifat fisik gel ekstrak daun teh. 3 B. Rumusan Masalah 1. Melalui proses optimasi dengan menggunakan metode Simplex Lattice Design, berapakah perbandingan konsentrasi dari kombinasi basis karbomer dan CMCNa yang dapat menghasilkan formula gel ekstrak daun tehdengan sifat fisik optimum? 2. Bagaimanakah pengaruh karbomer, CMC-Na dan kombinasi keduanya terhadap daya sebar, daya lekat, viskositas dan pH gel ekstrak daun teh? 3. Apakah gel ekstrak daun teh stabil secara fisik selama penyimpanan? C. Tujuan penelitian 1. Mengetahui perbandingan konsentrasi dari kombinasi basis karbomer dan CMC-Na yang dapat menghasilkan formula gel ekstrak daun teh dengan sifat fisik optimum. 2. Mengetahui pengaruh karbomer, CMC-Na dan kombinasi keduanya terhadap daya sebar, daya lekat, viskositas dan pH gel ekstrak daun teh. 3. Mengetahui stabilitas secara fisik gel ekstrak daun teh dalam rentang waktu penyimpanan tertentu. D. Pentingnya penelitian dilakukan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang eksipien dan suatu contoh formulasi gel ekstrak daun teh yang menghasilkan sifat fisik optimum. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan sedikit 4 kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam bidang pembuatan sediaan farmasi. E. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Teh (Camellia sinensis L.) Gambar 1. Daun Teh a. Klasifikasi tumbuhan Regnum : Plantae Divisio : Spermatophyta Class : Angiospermae Subclass : Dicotyledonae Ordo : Theales Family : Theaceae Genus : Camellia Spesies : Camellia sinensis L.(Steenis, 2005) 5 b. Macam-macam jenis teh Teh memiliki banyak jenis diantaranya yaitu teh hijau, teh hitam, teh oolong dan teh putih. Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi (oksidasi enzimatis) yaitu dibuat dengan cara menginaktifkan enzim fenolase yang ada dalam pucuk daun teh segar, dengan cara pemanasan sehingga oksidasi terhadap katekin (zat antioksidan) dapat dicegah dan kandungan gizi atau nutrisi serta vitaminnya yang tinggi tetap dapat terjaga dengan baik. Pemanasan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan udara kering (pemanggangan atau sangrai) dan pemanasan basah dengan uap panas (steam). Teh hijau memiliki kandungan gizi sangat tinggi. Teh hijau kaya akan vitamin C yang dapat meningkatkan kekebalan dan menjaga kesehatan tubuh. Flouride yang terkandung di dalamnya juga membantu memperkuat tulang dan mencegah kerusakan gigi (Putri, 2015). Teh hitam merupakan daun teh yang paling banyak mengalami pemrosesan fermentasi bila dibandingkan teh oolong, teh hijau dan teh putih. Sehingga dapat dikatakan pengolahan teh hitam dilakukan dengan fermentasi penuh. Tahap pertama daun diletakkan dan dibiarkan layu selama 14 sampai 24 jam. Kemudian daun digulung dan dipelintir untuk melepaskan enzim alami dan mempersiapkan daun untuk proses oksidasi, pada tahap ini daun ini masih berwarna hijau. Setelah proses penggulungan, daun siap untuk proses oksidasi. Daun diletakkan di tempat dingin dan lembab, kemudian proses fermentasi berlangsung dengan bantuan oksigen dan enzim. Proses fermentasi memberi warna dan rasa pada teh hitam, dimana lamanya proses fermentasi sangat 6 menentukan kualitas hasil akhir. Setelah itu, daun dikeringkan atau dipanaskan untuk menghentikan proses oksidasi untuk mendapatkan rasa serta aroma yang diinginkan (Putri, 2015). Teh oolong diproses secara semi fermentasi dan dibuat dengan bahan baku khusus, yaitu varietas tertentu seperti Camellia sinensis yang memberikan aroma khusus. Kebanyakan daun teh oolong dihasilkan perkebunan teh di Cina dan Taiwan. Oolong dalam bahasa Cina berarti naga hitam karena daunnya mirip naga hitam kecil yang tiba-tiba terbangun ketika diseduh, tetapi saat ini teh oolong telah diproduksi di Indonesia, seperti Jawa Oolong, Olong Bengkulu dan Olong Organik Banten. Bahan baku teh oolong diambil dari 3 daun teh teratas, yang dipetik tepat pada waktunya, yaitu pada saat tidak terlalu muda dan juga tidak terlalu tua. Proses pembuatan dan pengolahan teh oolong berada diantara teh hijau dan teh hitam, dimana teh oolong dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses penggulungan daun, dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi, oleh karena itu teh oolong disebut sebagai teh semi fermentasi (Putri, 2015). Teh putih terbuat dari daun teh yang masih sangat muda dan dipanen sebelum benar-benar mekar. Teh putih terkenal sebagai dewa-dewinya teh karena diambil dari kuncup daun terbaik dari setiap pohonnya dan disebut teh putih karena ketika dipetik kuncup daunnya masih ditutupi seperti rambut putih yang halus. Daun teh yang dipetik adalah pucuk daun yang muda, kemudian dikeringkan dengan metode penguapan (steam dried) atau dibiarkan kering oleh udara (air dried). Daun teh putih adalah daun teh yang paling sedikit mengalami 7 pemrosesan dari semua jenis teh, sedangkan teh jenis yang lain umumnya mengalami empat sampai lima langkah pemrosesan. Dengan proses yang lebih singkat tersebut, kandungan zat katekin pada teh putih adalah yang tertinggi, sehingga mempunyai khasiat yang lebih ampuh dibanding teh jenis lainnya (Putri, 2015). c. Deskripsi tumbuhan Tanaman teh (Camellia sinensis L.) adalah salah satu tanaman perdu yang berdaun hijau (evergreen shrub) yang dapat tumbuh dengan tinggi 6-9 m. Di perkebunan-perkebunan, tanaman teh dipertahankan dengan ketinggian hingga satu meter dengan pemangkasan secara berkala. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pemetikan daun agar diperoleh tunas-tunas daun teh yang cukup banyak. Pada umumnya tanaman teh tumbuh di daerah yang beriklim tropis dengan ketinggian antara 200 sampai 2000 m dpl dengan suhu cuaca antara 14oC25oC. Pada umumnya, tanaman teh berakar dangkal, sangat peka terhadap keadaan fisik tanah sehingga cukup sulit untuk menembus lapisan tanah. Pertumbuhan akar ke arah lateral dan penyebarannya dibatasi oleh perdu yang ada di dekatnya. Perakaran utama berkembang pada lapisan tanah atas yang dalamnya0-25 cm, dimana tempat utama berakumulasinya unsur-unsur hara. Batang tanaman teh berdiri tegak, berkayu, bercabang-cabang, ujung ranting dan daun muda berbulu halus. Daun teh merupakan daun tunggal yang bertangkai pendek dan letaknya berseling. Tiap helaian daun kaku seperti kulit tipis, bentuknya elips memanjang, ujung dan pangkal runcing. Bentuk tepi daun teh 8 bergerigi halus, pertulangan menyirip dengan panjang daun 6-18 cm dan lebar 26 cm (Steenis, 2005). Bunga teh terletak di ketiak daun, tunggal atau beberapa bunga bergabung menjadi satu. Perkembangan bunga mengikuti fase pertumbuhan daun. Bunga teh termasuk ke dalam bunga sempurna dengan garis tengah 3-4 cm. Warna bunga putih cerah dengan kepala sari berwarna kuning dan baunya harum (Steenis, 2005). d. Kandungan kimia tumbuhan Teh terdiri atas kandungan kimia yang kompleks. Teh mengandung alkaloid, saponin, katekin polifenol, 15-20% protein dan 1-4% asam amino seperti tanin, asam glutamat, triptopan, glycine, serin, tirosin, valin, leucine, threonin dan arginin. Selain itu, terdapat unsur karbohidrat seperti selulose, glukosa, pektin dan fruktosa. Teh juga mengandung berbagai macam mineral dan vitamin (B, C dan E), lipid, pigmen berupa klorofil dan enzim-enzim yang berperan sebagai katalisator contohnya enzim amilase, protease, peroksidase dan polifenol oksidase. Daun teh mengandung zat-zat yang larut dalam air, seperti katekin, kafein, asam amino, dan berbagai gula. Setiap 100 gram daun teh mempunyai kalori 17 kJ dan mengandung 75-80% air, 16-30% katekin, 20% protein, 4% karbohidrat, 2,5-4,5% kafein, 27% serat dan 6% pektin (Cabrera et al., 2006) Katekin adalah senyawa dominan dari polifenol teh. Katekin dan epikatekin merupakan epimer, dimana (-)-epikatekin dan (+)-katekin adalah isomer optik yang umum ditemukan di alam. Struktur katekin ditunjukkan pada Gambar 2. 9 Gambar 2. Struktur (+)-Katekin (Anonim, 2008) Katekin merupakan senyawa yang larut dalam air, tidak berwarna dan memberikan rasa pahit dan astringensi alias kelat. Katekin pertama kali diisolasi dari ekstrak tanaman catechu, darimana namanya diambil dan diubah menjadi katekin (catechin). Pemanasan katekin melewati titik lelehnya akan mendekomposisi katekin menjadi pyrocatechol. 2. Ekstraksi Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut. Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan tidak perlu diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan atau dikeringkan. Ekstrak tidak mengandung hanya satu unsur saja tetapi berbagai macam unsur, tergantung pada obat yang digunakan dan kondisi ekstraksi (Ansel, 1989). Beberapa metode penyarian bahan alam adalah ekstraksi secara panas dengan refluks dan penyulingan uap air dan ekstraksi secara dingin dengan maserasi, perkolasi, dan soxhlet. 10 Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyarisimplisia nabati dan hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh matahari yang langsung. Ekstrak kering harus lebih mudah digerus menjadi serbuk (Anonim, 1979). Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Bahan yang sudah halus direndam ke dalam pelarut, pelarut dapat meresap dan melunakkan sel, sehingga melarutkan zat dalam sel. Mekanismenya adalah pelarut menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel memungkinkan zat aktif yang terlarut dalam pelarut terdesak ke luar sel. Pengadukan dan penggantian cairan penyari perlu dilakukan selama proses maserasi. Biasanya maserasi dilakukan selama tiga hari dan dilakukan pada suhu kamar (Ansel,1989). Filtrat yang diperoleh diuapkan, sehingga didapat filtrat pekat. Pemilihan pelarut perlu mempertimbangkan sifat kelarutan senyawa dalam pelarut tersebut. Pelarut yang digunakan dapat berupa air, etanol, air etanol atau pelarut lainnya. Penggunaan air sebagai pelarut perlu ditambahkan pengawet untuk mencegah timbulnya kapang (Anonim, 1986). Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin dan lilin (Sudjadi, 1998). Metode ini memiliki keuntungan yaitu peralatannya sederhana. Sedangkan kerugiannya antara lain waktu yang 11 diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin dan lilin. 3. Gel Gel merupakan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar. Gel terdiri dari dua fase kontinu yang saling berpenetrasi. Fase yang satu berupa padatan, tersusun dari partikel–partikel yang sangat tidak simetris dengan luas permukaan besar; sedang yang lain adalah cairan (Anonim, 1995). Gel memiliki beberapa keuntungan diantaranya daya sebar pada kulit baik, mudah dicuci dengan air, memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut, pelepasan obatnya baik, tidak menyumbat pori-pori kulit, tidak melapisi kulit secara kedap, dan menimbulkan efek dingin akibat lambatnya penguapan air (Voigt, 1984). Gel mempunyai potensi lebih baik sebagai sarana untuk mengelola obat topikal dibandingkan dengan salep, karena gel tidak lengket, memerlukan energi yang tidak besar untuk formulasi, stabil, dan mempunyai nilai estetika yang bagus (Madan and Singh, 2010). Berdasarkan komposisinya, dasar gel dibedakan menjadi dua yaitu dasar gel hidrofobik dan dasar gel hidrofilik. Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari fase organik yang besar. Sistem koloid hidrofilik lebih mudah dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar dibanding hidrofobik (Ansel, 1989). Sedangkan dasar gel hidrofobik terdiri dari fase anorganik. Interaksi antara dasar gel dengan fase 12 pendispersi hanya sedikit sekali. Bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar (Ansel, 1989). 4. Monografi Bahan a. Karbomer Karbomer adalah polimer sintetik dari asam akrilat yang mempunyai ikatan silang dengan ether allyl sucrose atau sebuah allil ethersdari pentaerythritol. Nama lain karbomer adalah carboxyvinyl polimer, critamer, acrylic acid polimer, karbopol. Karbomer mengandung asam karboksilat antara 56%-68% pada keadaan kering. Berat molekul teoritis diperkirakan sekitar 7x105 hingga 4x109. Karbomer bersifat asam, berupa serbuk halus, berwarna putih, serta higroskopis. Karbomer larut di dalam air, etanol, gliserin, terdispersi di dalam air membentuk larutan koloidal yang bersifat asam serta sifat merekat yang rendah (Rowe et al., 2009). Karbomer merupakan basis gel yang kuat sehingga penggunaannya hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit, yaitu sekitar antara 0,5%-2,0%. Karbomer biasa diperdagangkan dalam bentuk asam bebasnya. Karbomer memerlukan pembersihan dalam media air untuk menghilangkan udara yang terperangkap. Setelah semua udara yang terperangkap keluar, karbomer memerlukan proses netralisasi dengan penambahan basa yang sesuai supaya massa gel terbentuk. Basa organik yang perlu ditambahkan pada proses netralisasi, contohnya NaOH, KOH dan NH4OH dalam sistem cair. Proses netralisasi dan pH tinggi akan sangat mempengaruhi karakter gel yang terbentuk. Oleh karena itu, pH harus dinetralkan. Dengan adanya ion-ion dapat menyebabkan menurunnya viskositas 13 dispersi karbomer (Lieberman et al., 1998). Proses netralisasi asam hingga tercapai pH optimum (4,5-11) diharapkan dapat terjadi dengan penambahan NaOH. Viskositas karbomer dapat optimum pada pH tersebut (Barry, 1983). Kegunaan karbomer beserta ketentuan konsentrasinya dapat dilihat pada Tabel I. Tabel I. Kegunaan Karbomer Beserta Ketentuan Konsentrasinya Kegunaan Konsentrasi (%) Bahan pengemulsi 0,1-0,5 Gelling agent 0,5-2,0 Bahan pensuspensi 0,5-1,0 Pengikat tablet 5,0-10,0 b. Sodium Carboxymethylcellulose Sodium carboxymethylcellulose biasa disingkat CMC-Na. Sodium carboxymethylcellulose merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk yang bersifat higroskopis. Sodium carboxymethylcellulose ini mudah larut dalam air panas maupun air dingin. Pada pemanasan dapat terjadi pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik (reversible). Viskositas dan stabilitas larutan CMC-Na maksimum pada pH 7-9. Sodium carboxymethylcellulose digunakan sebagai basis gel pada konsentrasi 3%-6%. Senyawa glikol sering ditambahkan ke dalam formulasi untuk menahan kelembaban gel. Larutan CMC-Na stabil pada pH 2-10 (Rowe et al., 2006). 14 Sodium carboxymethylcellulose mudah terdispersi dalam air, kemudian butir-butir CMC-Na yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tak dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan viskositas. Hal ini menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi (Lieberman et al., 1998). Derivat selulosa sering digunakan karena menghasilkan gel yang bersifat netral, jernih, viskositas stabil dan resisten terhadap pertumbuhan mikroba. Contohnya yaitu HPMC, HPC, CMC-Na, metil selulosa (Lieberman et al., 1998). c. Propilen Glikol Propilen glikol memiliki rumus molekul C3H8O2. Propilen glikol memiliki wujud cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa khas agak manis, higroskopik, dapat bercampur dengan air, aseton dan kloroform. Propilen glikol larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial, namun tidak dapat bercampur dengan minyak lemak. Penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995). Propilen glikol sering digunakan sebagai solvent dan pengawet untuk sediaan parenteral maupun non-parenteral. Propilen glikol merupakan solvent yang dapat melarutkan berbagai macam senyawa seperti fenol, barbiturat, kortikosteroid dan kebanyakan alkaloid (Rowe et al., 2006). Dalam sediaan gel, propilen glikol digunakan sebagai humektan, penahan lembab, memungkinkan kelembutan dan daya sebar yang tinggi dari sediaan serta melindungi gel dari 15 pengeringan (Rowe et al., 2006). Kegunaan propilen glikol beserta ketentuan konsentrasinya dapat dilihat pada Tabel II. Tabel II. Kegunaan Propilen Glikol Beserta Ketentuan Konsentrasinya Kegunaan Humektan Preservative Solvent or cosolvent Bentuk sediaan Topikal Larutan, setengah padat Larutan aerosol, larutan oral Parenteral Topikal Konsentrasi 15 15-30 10-30, 10-25 10-60, 5-8 Propilen glikol stabil secara kimia bila dikombinasikan dengan etanol, gliserin atau air. Pada suhu tinggi dan ditempat terbuka, propilen glikol cenderung mengoksidasi senyawa-senyawa, menimbulkan produk seperti propionaldehida, asam laktat, asam piruvat dan asam asetat. d. Natrium Hidroksida Natrium hidroksida berfungsi untuk penstabil karbomer yang bersifat asam dalam formulasi sediaan gel. Natrium hidroksida bersifat sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol. Natrium hidroksida memiliki bentuk berupa butiran, batang, massa hablur, rapuh, kering, keras, mudah meleleh, basah, korosif, menunjukkan susunan hablur putih dan sangat alkalis (Rowe et al., 2006) Natrium hidroksida mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 100,5% alkali jumlah, dihitung sebagai NaOH, mengandung Na2CO3 tidak lebih dari 3,0%. Natrium hidroksida digunakan untuk menetralkan basis gel karbomer agar mencapai pH 4,5-11 yang merupakan pH optimum (Barry, 1983). e. Metil Paraben Metil paraben memiliki berat molekul 152,15 dengan rumus molekul C8H8O3. Metil paraben atau metil ester asam 4-hidroksibenzoat, metil para- 16 hidroksibenzoat, nipagin M, uniphen P-23 merupakan hablur atau serbuk tidak berwarna atau kristal putih, tidak berbau dan berbau khas lemah yang mudah larut dalam etanol dan eter, praktis tidak larut dalam minyak dan larut dalam 400 bagian air (Rowe et al.,2009) Metil paraben sering digunakan dalam kosmetik sebagai pengawet.Metil paraben pada konsentrasi 0,02-0,3% dapat digunakan sebagai pengawet untuk sediaan topikal (Rowe et al., 2009). Metil paraben dapat digunakan secara tunggal atau dikombinasikan dengan antimikroba yang lain. Efek pengawet dari metil paraben dapat meningkat dengan ditambah propilen glikol (2-5%) ke dalam sediaan (Rowe et al., 2006). f. Akuades Akuades dengan nama resmi purified water (air murni) memiliki rumus molekul H2O dan berat molekul 18,02. Akuades merupakan cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau. Penyimpanan akuades adalah dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995). Air murni adalah air yang dimurnikan, yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion, osmotik balik, atau proses lainnya yang sesuai serta tidak mengandung zat tambahan lain (Anonim, 1995). Kegunaannya adalah sebagai pelarut. Air dapat bereaksi dengan obat-obatan dan eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi dalam keberadaan air atau uap air) pada suhu tinggi. Air dapat bereaksi dengan logam alkali dan oksidannya, seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan garam anhidrat 17 untuk membentuk hidrat dari berbagai komposisi, bahan organik tertentu dan kalsium karbida (Anonim, 1979). 5. Uji Sifat Fisik Gel a. Organoleptis Pemeriksaan organoleptis biasa dilakukan secara makroskopis dengan mendeskripsikan warna, kejernihan, transparansi, kekeruhan dan bentuk sediaan (Paye et al., 2001). b. Homogenitas Pemeriksaan homogenitas dapat dilakukan secara visual. Homogenitas gel diamati pada object glass di bawah cahaya, diamati apakah terdapat bagian-bagian yang tidak tercampurkan dengan baik. Gel yang stabil harus menunjukkan susunan yang homogen (Draelos & Lauren, 2006). c. Daya sebar Daya sebar berkaitan dengan kenyamanan pada pemakaian. Sediaan yang memiliki daya sebar yang baik sangat diharapkan pada sediaan topikal. Menurut Garg et al. (2002), daya sebar sediaan semipadat berkisar pada diameter 3 cm-5 cm. d. Daya lekat Daya lekat berkaitan dengan kemampuan sediaan untuk menempel pada lapisan epidermis. Semakin besar daya lekat gel, maka semakin baik penghantaran obatnya. Tidak ada persyaratan khusus mengenai daya lekat sediaan semipadat. 18 Daya lekat dari sediaan semipadat sebaiknya adalah lebih dari 1 detik (Zats & Gregory, 1996). e. Viskositas Viskositas merupakan gambaran suatu benda cair untuk mengalir. Viskositas menentukan sifat sediaan dalam hal campuran dan sifat alirnya, pada saat diproduksi, dimasukkan ke dalam kemasan, serta sifat-sifat penting pada saat pemakaian, seperti konsistensi, daya sebar, dan kelembaban. Selain itu, viskositas juga akan mempengaruhi stabilitas fisik dan ketersediaan hayatinya (Paye et al., 2001). Semakin tinggi viskositas, waktu retensi pada tempat aksi akan naik, sedangkan daya sebarnya akan menurun. Viskositas juga menentukan lama lekatnya sediaan pada kulit, sehingga obat dapat dihantarkan dengan baik. Viskositas sediaan dapat dinaikkan dengan penambahan polimer(Donovan & Flanagan, 1996). f. Potensial Hidrogen (pH) Nilai pH menunjukkan derajat keasaman suatu bahan. Nilai pH idealnya sama dengan pH kulit atau tempat pemakaian. Hal ini bertujuan untuk menghindari iritasi. Potensial hidrogen normal kulit manusia sekitar antara 4,5-6,5 (Draelos & Laurent, 2006). 6. Simplex Lattice Design Simplex lattice design adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengoptimasi suatu formula dimana biasanya memasukkan variasi jumlah komposisi bahan yang akan diuji. Dalam menerapkan simplex lattice design, 19 ditentukan terlebih dahulu berbagai formula yang mengandung kombinasi berbeda dari variasi bahan. Hasil dari percobaan kemudian digunakan untuk membuat suatu persamaan polinomial (simplex) dimana persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi profil respon (Bolton & Bon, 2004). Simplex lattice design yang paling sederhana adalah terdiri dari 2 macam kombinasi bahan berbeda dimana memerlukan 3 formula, yaitu a. Percobaan yang menggunakan bahan A saja (A=100%) b. Percobaan yang menggunakan bahan B saja (B=100%) c. Percobaan yang menggunakan bahan campuran 50% bahan A dan 50% bahan B (A=1/2 bagian dan B=1/2 bagian). Prinsip dasar dari SLD adalah untuk mengetahui profil efek dari kombinasi komposisi bahan yang berbeda terhadap suatu parameter dimana terdapat dua variabel bebas A dan B. Hubungan antara respon dan komponen dapat digambarkan dengan rumus : Y = a [A] + b [B] + ab [A][B] Keterangan : Y : respon a, b, ab : koefisien respon yang didapat dari percobaan [A][B] : fraksi (bagian) komponen dengan syarat: 0 <[A] < 1, 0 < [B] < 1, Nilai respon yang didapat kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan, agar didapat nilai koefisien a,b dan ab. Apabila nilai koefisien sudah diketahui, maka dapat dicari nilai Y (respon) sehingga didapatkan gambaran profilnya dari variasi kedua komponen tersebut (Armstrong & James, 1996). 20 F. Landasan Teori Daun teh telah terbukti dapat berkhasiat sebagai antioksidan. Tehmengandung 30-40% senyawa polifenol yang dikenal sebagai katekin. Katekin terdiri dari epikatekin, epikatekin-3-gallat, epigallokatekin dan epigallokatekin-3-gallat. Teh memiliki kandungan polifenol yang mampu menghambat aktivitas inflamasi dan sitokin-sitokin inflamasi. Penggunaan teh secara langsung dinilai kurang praktis, sehingga dibuat menjadi bentuk sediaan gel. Selain itu karena sediaan farmasi dalam bentuk gel merupakan formula yang paling sering dijumpai. Formulasi dalam bentuk sediaan gel karena dapat memberikan kenyamanan pemakaian, mudah diaplikasikan, dan acceptable. Pemilihan basis dalam formulasi sediaan gel sangat mempengaruhi karakter gel yang terbentuk. Gel yang dibuat akan mengkombinasi dua basis yaitu karbomer dan CMC-Na. Keuntungan penggunaan CMC-Na sebagai basis gel diantaranya adalah memberikan viskositas stabil pada sediaan. Namun, penggunaan CMC-Na sebagai basis gel dapat membentuk larutan koloida dalam air yang dapat membuat gel menjadi tidak jernih. Selain itu, gel basis CMC-Na memiliki diameter penyebaran yang lebih kecil dibanding gel berbasis karbomer. Menurut Niyaz et al., (2011) menyebutkan bahwa salah satu keuntungan penambahan gelling agentkarbomer dalam sediaan gel adalah akan meningkatkan viskositas gel. Semakin tinggi konsentrasi karbomer yang digunakan maka semakin tinggi pula viskositasnya. Penambahan basis gel berupa karbomer diharapkan dapat memperbaiki kekurangan yang dimiliki oleh CMC-Na. Kombinasi CMC-Na dan karbomer yang 21 tepat pada proporsi tertentu diharapkan akan menghasilkan gel yang diharapkan. Ekstrak daun teh diperoleh dengan metode maserasi menggunakan etanol 70%. Optimasi formula dilakukan dengan metode SLD (Simplex Lattice Design) dengan variasi bahan pembentuk gel karbomer dan CMC-Na dengan perbandingan karbomer dan CMC-Na sebanyak 8 formula. Masing-masing formula dibuat dan dilakukan uji sifat fisik untuk mendapatkan parameter pH, viskositas, daya sebar dan daya lekat. Data yang diperoleh selanjutnya diolah menggunakan SLD untuk mendapatkan nilai desirability tertinggi untuk mendapatkan respon optimal yang digunakan untuk menyusun formula optimal. Selain itu, dilakukan pula uji stabilitas fisik selama 4 minggu. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik untuk menggambarkan stabilitas gel ekstrak daun teh. Perlu dilakukan suatu verifikasi pada formula yang mempunyai respon paling optimum untuk menjamin validitas data yang dihasilkan dari metode tersebut.Hasil pengujian verifikasi dibandingkan signifikansinya dengan prediksi SLD menggunakan uji T-test dengan taraf kepercayaan 95%. Alasan pemilihan taraf kepercayaan 95% yaitu karena pada penelitian kali ini tidak menggunakan manusia sebagai probandus sehingga faktor-faktor yang berkaitan terhadap hasil dapat dikontrol. Umumnya metode yang digunakan untuk optimasi adalah metode trial and error. Metode ini memiliki konsep yang kurang jelas, bersifat coba-coba, butuh waktu, tenaga dan biaya yang banyak atau dengan kata lain tidak efektif dan efisien. Inilah yang mendasari pemilihan metode 22 Simplex Lattice Design. Bentuk sediaan gel dengan sifat fisik yang optimum diharapkan mempermudah tercapainya tujuan dari pengobatan topikal. G. Hipotesis 1. Melalui proses optimasi dengan menggunakan metode Simplex Lattice Design dapat diperoleh perbandingan konsentrasi tertentu dari kombinasi karbomer dan CMC-Na yang dapat menghasilkan formula gel ekstrak daun tehdengan sifat fisik optimum. 2. Ada pengaruh karbomer, CMC-Na dan kombinasi keduanya terhadap dayasebar, dayalekat, viskositasdan pH gel ekstrakdaunteh. 3. Gel ekstrak daun teh stabil secara fisik selama rentang waktu penyimpanan yang ditentukan.