BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dewasa ini penggunaan teh hijau sedang marak-maraknya. Mulai dari
makanan, minuman, bahkan hingga kosmetik semuanya berbahan dasar teh hijau.
Teh hijau merupakan salah satu jenis teh yang dibuat dari daun teh Camellia
sinensis. Teh hijau memiliki antioksidan kuat seperti flavonoid dan katekin yang
bermanfaat untuk kecantikan diantaranya membantu dalam memerangi stress
oksidatif, mengurangi lemak tubuh, mengatasi jerawat serta mengurangi
kerusakan sel. Epigallocatechin gallate dalam teh hijau berperingkat 200 kali
lebih efektif dari vitamin E untuk memerangi kerusakan kulit akibat radikal bebas.
Teh hijau dapat membantu mengurangi kerutan dan tanda-tanda penuaan sehingga
proses penuaan menjadi lambat (Susiloet al., 2012).
Sediaan berbentuk gel dianggap cocok untuk penggunaan secara topikal
karena kemampuan penyebaran pada kulit yang baik, ada penguapan lambat dari
kulit yang dapat memberikan efek dingin, tidak menyumbat pori-pori kulit, mudah
dicuci dengan air serta memiliki pelepasan obat yang baik (Voigt, 1984). Gel
dengan bahan dasar hidrofilik bersifat memperlambat proses pengeringan,
merupakan bahan yang cocok untuk gel sehingga mampu bertahan lama pada
permukaan kulit (Bakker et al., 1990). Bahan dasar hidrofilik tersebut diantaranya
CMC-Na dan karbomer.
1
2
Sodium carboxymethylcellulose memiliki beberapa keuntungan bila
digunakan sebagai basis gel, diantaranya menghasilkan gel yang bersifat netral,
viskositasnya stabil serta resisten terhadap pertumbuhan mikroba (Lieberman et
al., 1998). Penggunaan CMC-Na sebagai basis gel memiliki kelemahan yaitu
dapat membentuk larutan koloida dalam air yang dapat membuat gel menjadi
tidak jernih karena menghasilkan dispersi koloid dalam air yang ditandai
munculnya bintik-bintik dalam gel (Rowe et al., 2006). Sediaan gel berbasis
CMC-Na memiliki diameter penyebaran yang lebih kecil dibanding gel berbasis
karbomer. Penambahan karbomer diharapkan dapat memperbaiki kekurangan
yang dimiliki CMC-Na, sehingga gel yang dihasilkan menjadi jernih dan
diharapkan memiliki daya sebar yang baik. Formula gel yang paling stabil secara
fisik dan kimia adalah gel berbasis karbomer (Djajadisastra, 2009). Kombinasi
antara karbomer dan CMC-Na yang tepat pada proporsi tertentu diharapkan akan
menghasilkan gel dengan sifat fisik yang ideal.
Untuk mengetahui formula optimum kombinasi karbomer dan CMC-Na
dapat digunakan SLD (Simplex Lattice Design). Metode ini memiliki keuntungan
praktis dan cepat karena bukan merupakan penentuan formula dengan coba-coba
(trial and error) (Amstrong & James, 1996).
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuat ekstrak daun teh
menjadi bentuk sediaan gel dengan variasi kadar karbomer dan CMC-Na serta
melihat pengaruh kombinasi karbomer dan CMC-Na terhadap stabilitas sifat fisik
gel ekstrak daun teh.
3
B. Rumusan Masalah
1. Melalui proses optimasi dengan menggunakan metode Simplex Lattice Design,
berapakah perbandingan konsentrasi dari kombinasi basis karbomer dan CMCNa yang dapat menghasilkan formula gel ekstrak daun tehdengan sifat fisik
optimum?
2. Bagaimanakah pengaruh karbomer, CMC-Na dan kombinasi keduanya
terhadap daya sebar, daya lekat, viskositas dan pH gel ekstrak daun teh?
3. Apakah gel ekstrak daun teh stabil secara fisik selama penyimpanan?
C. Tujuan penelitian
1. Mengetahui perbandingan konsentrasi dari kombinasi basis karbomer dan
CMC-Na yang dapat menghasilkan formula gel ekstrak daun teh dengan sifat
fisik optimum.
2. Mengetahui pengaruh karbomer, CMC-Na dan kombinasi keduanya terhadap
daya sebar, daya lekat, viskositas dan pH gel ekstrak daun teh.
3. Mengetahui stabilitas secara fisik gel ekstrak daun teh dalam rentang waktu
penyimpanan tertentu.
D. Pentingnya penelitian dilakukan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
eksipien dan suatu contoh formulasi gel ekstrak daun teh yang menghasilkan sifat
fisik optimum. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan sedikit
4
kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya
dalam bidang pembuatan sediaan farmasi.
E. Tinjauan Pustaka
1. Tanaman Teh (Camellia sinensis L.)
Gambar 1. Daun Teh
a. Klasifikasi tumbuhan
Regnum
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Class
: Angiospermae
Subclass
: Dicotyledonae
Ordo
: Theales
Family
: Theaceae
Genus
: Camellia
Spesies
: Camellia sinensis L.(Steenis, 2005)
5
b. Macam-macam jenis teh
Teh memiliki banyak jenis diantaranya yaitu teh hijau, teh hitam, teh
oolong dan teh putih. Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi (oksidasi
enzimatis) yaitu dibuat dengan cara menginaktifkan enzim fenolase yang ada
dalam pucuk daun teh segar, dengan cara pemanasan sehingga oksidasi terhadap
katekin (zat antioksidan) dapat dicegah dan kandungan gizi atau nutrisi serta
vitaminnya yang tinggi tetap dapat terjaga dengan baik. Pemanasan dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu dengan udara kering (pemanggangan atau
sangrai) dan pemanasan basah dengan uap panas (steam). Teh hijau memiliki
kandungan gizi sangat tinggi. Teh hijau kaya akan vitamin C yang dapat
meningkatkan kekebalan dan menjaga kesehatan tubuh. Flouride yang terkandung
di dalamnya juga membantu memperkuat tulang dan mencegah kerusakan gigi
(Putri, 2015).
Teh hitam merupakan daun teh yang paling banyak mengalami
pemrosesan fermentasi bila dibandingkan teh oolong, teh hijau dan teh putih.
Sehingga dapat dikatakan pengolahan teh hitam dilakukan dengan fermentasi
penuh. Tahap pertama daun diletakkan dan dibiarkan layu selama 14 sampai 24
jam. Kemudian daun digulung dan dipelintir untuk melepaskan enzim alami dan
mempersiapkan daun untuk proses oksidasi, pada tahap ini daun ini masih
berwarna hijau. Setelah proses penggulungan, daun siap untuk proses oksidasi.
Daun diletakkan di tempat dingin dan lembab, kemudian proses fermentasi
berlangsung dengan bantuan oksigen dan enzim. Proses fermentasi memberi
warna dan rasa pada teh hitam, dimana lamanya proses fermentasi sangat
6
menentukan kualitas hasil akhir. Setelah itu, daun dikeringkan atau dipanaskan
untuk menghentikan proses oksidasi untuk mendapatkan rasa serta aroma yang
diinginkan (Putri, 2015).
Teh oolong diproses secara semi fermentasi dan dibuat dengan bahan
baku khusus, yaitu varietas tertentu seperti Camellia sinensis yang memberikan
aroma khusus. Kebanyakan daun teh oolong dihasilkan perkebunan teh di Cina
dan Taiwan. Oolong dalam bahasa Cina berarti naga hitam karena daunnya mirip
naga hitam kecil yang tiba-tiba terbangun ketika diseduh, tetapi saat ini teh oolong
telah diproduksi di Indonesia, seperti Jawa Oolong, Olong Bengkulu dan Olong
Organik Banten. Bahan baku teh oolong diambil dari 3 daun teh teratas, yang
dipetik tepat pada waktunya, yaitu pada saat tidak terlalu muda dan juga tidak
terlalu tua. Proses pembuatan dan pengolahan teh oolong berada diantara teh hijau
dan teh hitam, dimana teh oolong dihasilkan melalui proses pemanasan yang
dilakukan segera setelah proses penggulungan daun, dengan tujuan untuk
menghentikan proses fermentasi, oleh karena itu teh oolong disebut sebagai teh
semi fermentasi (Putri, 2015).
Teh putih terbuat dari daun teh yang masih sangat muda dan dipanen
sebelum benar-benar mekar. Teh putih terkenal sebagai dewa-dewinya teh karena
diambil dari kuncup daun terbaik dari setiap pohonnya dan disebut teh putih
karena ketika dipetik kuncup daunnya masih ditutupi seperti rambut putih yang
halus. Daun teh yang dipetik adalah pucuk daun yang muda, kemudian
dikeringkan dengan metode penguapan (steam dried) atau dibiarkan kering oleh
udara (air dried). Daun teh putih adalah daun teh yang paling sedikit mengalami
7
pemrosesan dari semua jenis teh, sedangkan teh jenis yang lain umumnya
mengalami empat sampai lima langkah pemrosesan. Dengan proses yang lebih
singkat tersebut, kandungan zat katekin pada teh putih adalah yang tertinggi,
sehingga mempunyai khasiat yang lebih ampuh dibanding teh jenis lainnya (Putri,
2015).
c. Deskripsi tumbuhan
Tanaman teh (Camellia sinensis L.) adalah salah satu tanaman perdu yang
berdaun hijau (evergreen shrub) yang dapat tumbuh dengan tinggi 6-9 m. Di
perkebunan-perkebunan, tanaman teh dipertahankan dengan ketinggian hingga
satu meter dengan pemangkasan secara berkala. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan pemetikan daun agar diperoleh tunas-tunas daun teh yang cukup
banyak. Pada umumnya tanaman teh tumbuh di daerah yang beriklim tropis
dengan ketinggian antara 200 sampai 2000 m dpl dengan suhu cuaca antara 14oC25oC.
Pada umumnya, tanaman teh berakar dangkal, sangat peka terhadap
keadaan fisik tanah sehingga cukup sulit untuk menembus lapisan tanah.
Pertumbuhan akar ke arah lateral dan penyebarannya dibatasi oleh perdu yang
ada di dekatnya. Perakaran utama berkembang pada lapisan tanah atas yang
dalamnya0-25 cm, dimana tempat utama berakumulasinya unsur-unsur hara.
Batang tanaman teh berdiri tegak, berkayu, bercabang-cabang, ujung ranting dan
daun muda berbulu halus. Daun teh merupakan daun tunggal yang bertangkai
pendek dan letaknya berseling. Tiap helaian daun kaku seperti kulit tipis,
bentuknya elips memanjang, ujung dan pangkal runcing. Bentuk tepi daun teh
8
bergerigi halus, pertulangan menyirip dengan panjang daun 6-18 cm dan lebar 26 cm (Steenis, 2005).
Bunga teh terletak di ketiak daun, tunggal atau beberapa bunga bergabung
menjadi satu. Perkembangan bunga mengikuti fase pertumbuhan daun. Bunga teh
termasuk ke dalam bunga sempurna dengan garis tengah 3-4 cm. Warna bunga
putih cerah dengan kepala sari berwarna kuning dan baunya harum (Steenis,
2005).
d. Kandungan kimia tumbuhan
Teh terdiri atas kandungan kimia yang kompleks. Teh mengandung
alkaloid, saponin, katekin polifenol, 15-20% protein dan 1-4% asam amino seperti
tanin, asam glutamat, triptopan, glycine, serin, tirosin, valin, leucine, threonin dan
arginin. Selain itu, terdapat unsur karbohidrat seperti selulose, glukosa, pektin dan
fruktosa. Teh juga mengandung berbagai macam mineral dan vitamin (B, C dan
E), lipid, pigmen berupa klorofil dan enzim-enzim yang berperan sebagai
katalisator contohnya enzim amilase, protease, peroksidase dan polifenol
oksidase. Daun teh mengandung zat-zat yang larut dalam air, seperti katekin,
kafein, asam amino, dan berbagai gula. Setiap 100 gram daun teh mempunyai
kalori 17 kJ dan mengandung 75-80% air, 16-30% katekin, 20% protein, 4%
karbohidrat, 2,5-4,5% kafein, 27% serat dan 6% pektin (Cabrera et al., 2006)
Katekin adalah senyawa dominan dari polifenol teh. Katekin dan
epikatekin merupakan epimer, dimana (-)-epikatekin dan (+)-katekin adalah
isomer optik yang umum ditemukan di alam. Struktur katekin ditunjukkan pada
Gambar 2.
9
Gambar 2. Struktur (+)-Katekin
(Anonim, 2008)
Katekin merupakan senyawa yang larut dalam air, tidak berwarna dan
memberikan rasa pahit dan astringensi alias kelat. Katekin pertama kali diisolasi
dari ekstrak tanaman catechu, darimana namanya diambil dan diubah menjadi
katekin
(catechin).
Pemanasan
katekin
melewati
titik
lelehnya
akan
mendekomposisi katekin menjadi pyrocatechol.
2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Tujuan
dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam
simplisia. Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan
mentah obat dan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan
larut. Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan tidak
perlu diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan atau dikeringkan. Ekstrak tidak
mengandung hanya satu unsur saja tetapi berbagai macam unsur, tergantung pada
obat yang digunakan dan kondisi ekstraksi (Ansel, 1989). Beberapa metode
penyarian bahan alam adalah ekstraksi secara panas dengan refluks dan
penyulingan uap air dan ekstraksi secara dingin dengan maserasi, perkolasi, dan
soxhlet.
10
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan
menyarisimplisia nabati dan hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh
matahari yang langsung. Ekstrak kering harus lebih mudah digerus menjadi
serbuk (Anonim, 1979).
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada
temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Bahan yang sudah halus direndam
ke dalam pelarut, pelarut dapat meresap dan melunakkan sel, sehingga melarutkan
zat dalam sel. Mekanismenya adalah pelarut menembus dinding sel dan masuk ke
dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Adanya perbedaan konsentrasi
antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel memungkinkan zat aktif
yang terlarut dalam pelarut terdesak ke luar sel. Pengadukan dan penggantian
cairan penyari perlu dilakukan selama proses maserasi. Biasanya maserasi
dilakukan selama tiga hari dan dilakukan pada suhu kamar (Ansel,1989). Filtrat
yang diperoleh diuapkan, sehingga didapat filtrat pekat. Pemilihan pelarut perlu
mempertimbangkan sifat kelarutan senyawa dalam pelarut tersebut. Pelarut yang
digunakan dapat berupa air, etanol, air etanol atau pelarut lainnya. Penggunaan air
sebagai pelarut perlu ditambahkan pengawet untuk mencegah timbulnya kapang
(Anonim, 1986).
Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung
komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung
benzoin dan lilin (Sudjadi, 1998). Metode ini memiliki keuntungan yaitu
peralatannya sederhana. Sedangkan kerugiannya antara lain waktu yang
11
diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang
digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang
mempunyai tekstur keras seperti benzoin dan lilin.
3. Gel
Gel merupakan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar. Gel terdiri dari
dua fase kontinu yang saling berpenetrasi. Fase yang satu berupa padatan,
tersusun dari partikel–partikel yang sangat tidak simetris dengan luas permukaan
besar; sedang yang lain adalah cairan (Anonim, 1995).
Gel memiliki beberapa keuntungan diantaranya daya sebar pada kulit baik,
mudah dicuci dengan air, memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang
berambut, pelepasan obatnya baik, tidak menyumbat pori-pori kulit, tidak
melapisi kulit secara kedap, dan menimbulkan efek dingin akibat lambatnya
penguapan air (Voigt, 1984). Gel mempunyai potensi lebih baik sebagai sarana
untuk mengelola obat topikal dibandingkan dengan salep, karena gel tidak
lengket, memerlukan energi yang tidak besar untuk formulasi, stabil, dan
mempunyai nilai estetika yang bagus (Madan and Singh, 2010).
Berdasarkan komposisinya, dasar gel dibedakan menjadi dua yaitu dasar
gel hidrofobik dan dasar gel hidrofilik. Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari
fase organik yang besar. Sistem koloid hidrofilik lebih mudah dibuat dan memiliki
stabilitas yang lebih besar dibanding hidrofobik (Ansel, 1989). Sedangkan dasar
gel hidrofobik terdiri dari fase anorganik. Interaksi antara dasar gel dengan fase
12
pendispersi hanya sedikit sekali. Bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar
(Ansel, 1989).
4. Monografi Bahan
a. Karbomer
Karbomer adalah polimer sintetik dari asam akrilat yang mempunyai
ikatan silang dengan ether allyl sucrose atau sebuah allil ethersdari
pentaerythritol. Nama lain karbomer adalah carboxyvinyl polimer, critamer,
acrylic acid polimer, karbopol.
Karbomer mengandung asam karboksilat antara 56%-68% pada keadaan
kering. Berat molekul teoritis diperkirakan sekitar 7x105 hingga 4x109. Karbomer
bersifat asam, berupa serbuk halus, berwarna putih, serta higroskopis. Karbomer
larut di dalam air, etanol, gliserin, terdispersi di dalam air membentuk larutan
koloidal yang bersifat asam serta sifat merekat yang rendah (Rowe et al., 2009).
Karbomer merupakan basis gel yang kuat sehingga penggunaannya hanya
dibutuhkan dalam jumlah sedikit, yaitu sekitar antara 0,5%-2,0%. Karbomer biasa
diperdagangkan
dalam
bentuk
asam
bebasnya.
Karbomer
memerlukan
pembersihan dalam media air untuk menghilangkan udara yang terperangkap.
Setelah semua udara yang terperangkap keluar, karbomer memerlukan proses
netralisasi dengan penambahan basa yang sesuai supaya massa gel terbentuk.
Basa organik yang perlu ditambahkan pada proses netralisasi, contohnya
NaOH, KOH dan NH4OH dalam sistem cair. Proses netralisasi dan pH tinggi akan
sangat mempengaruhi karakter gel yang terbentuk. Oleh karena itu, pH harus
dinetralkan. Dengan adanya ion-ion dapat menyebabkan menurunnya viskositas
13
dispersi karbomer (Lieberman et al., 1998). Proses netralisasi asam hingga
tercapai pH optimum (4,5-11) diharapkan dapat terjadi dengan penambahan
NaOH. Viskositas karbomer dapat optimum pada pH tersebut (Barry, 1983).
Kegunaan karbomer beserta ketentuan konsentrasinya dapat dilihat pada Tabel I.
Tabel I. Kegunaan Karbomer Beserta Ketentuan Konsentrasinya
Kegunaan
Konsentrasi (%)
Bahan pengemulsi
0,1-0,5
Gelling agent
0,5-2,0
Bahan pensuspensi
0,5-1,0
Pengikat tablet
5,0-10,0
b. Sodium Carboxymethylcellulose
Sodium
carboxymethylcellulose biasa disingkat
CMC-Na. Sodium
carboxymethylcellulose merupakan zat dengan warna putih atau sedikit
kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau
bubuk yang bersifat higroskopis.
Sodium carboxymethylcellulose ini mudah larut dalam air panas maupun
air dingin. Pada pemanasan dapat terjadi pengurangan viskositas yang bersifat
dapat balik (reversible). Viskositas dan stabilitas larutan CMC-Na maksimum
pada pH 7-9. Sodium carboxymethylcellulose digunakan sebagai basis gel pada
konsentrasi 3%-6%. Senyawa glikol sering ditambahkan ke dalam formulasi
untuk menahan kelembaban gel. Larutan CMC-Na stabil pada pH 2-10 (Rowe et
al., 2006).
14
Sodium carboxymethylcellulose mudah terdispersi dalam air, kemudian
butir-butir CMC-Na yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi
pembengkakan. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tak
dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan
terjadi
peningkatan
viskositas.
Hal
ini
menyebabkan
partikel-partikel
terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses pengendapan
karena adanya pengaruh gaya gravitasi (Lieberman et al., 1998).
Derivat selulosa sering digunakan karena menghasilkan gel yang bersifat
netral, jernih, viskositas stabil dan resisten terhadap pertumbuhan mikroba.
Contohnya yaitu HPMC, HPC, CMC-Na, metil selulosa (Lieberman et al., 1998).
c. Propilen Glikol
Propilen glikol memiliki rumus molekul C3H8O2. Propilen glikol memiliki
wujud cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa khas agak manis,
higroskopik, dapat bercampur dengan air, aseton dan kloroform. Propilen glikol
larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial, namun tidak dapat
bercampur dengan minyak lemak. Penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat
(Anonim, 1995).
Propilen glikol sering digunakan sebagai solvent dan pengawet untuk
sediaan parenteral maupun non-parenteral. Propilen glikol merupakan solvent
yang dapat melarutkan berbagai macam senyawa seperti fenol, barbiturat,
kortikosteroid dan kebanyakan alkaloid (Rowe et al., 2006). Dalam sediaan gel,
propilen glikol digunakan sebagai humektan, penahan lembab, memungkinkan
kelembutan dan daya sebar yang tinggi dari sediaan serta melindungi gel dari
15
pengeringan (Rowe et al., 2006). Kegunaan propilen glikol beserta ketentuan
konsentrasinya dapat dilihat pada Tabel II.
Tabel II. Kegunaan Propilen Glikol Beserta Ketentuan Konsentrasinya
Kegunaan
Humektan
Preservative
Solvent or cosolvent
Bentuk sediaan
Topikal
Larutan, setengah padat
Larutan aerosol, larutan oral
Parenteral
Topikal
Konsentrasi
15
15-30
10-30, 10-25
10-60, 5-8
Propilen glikol stabil secara kimia bila dikombinasikan dengan etanol,
gliserin atau air. Pada suhu tinggi dan ditempat terbuka, propilen glikol cenderung
mengoksidasi senyawa-senyawa, menimbulkan produk seperti propionaldehida,
asam laktat, asam piruvat dan asam asetat.
d. Natrium Hidroksida
Natrium hidroksida berfungsi untuk penstabil karbomer yang bersifat asam
dalam formulasi sediaan gel. Natrium hidroksida bersifat sangat mudah larut
dalam air dan dalam etanol. Natrium hidroksida memiliki bentuk berupa butiran,
batang, massa hablur, rapuh, kering, keras, mudah meleleh, basah, korosif,
menunjukkan susunan hablur putih dan sangat alkalis (Rowe et al., 2006)
Natrium hidroksida mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih
dari 100,5% alkali jumlah, dihitung sebagai NaOH, mengandung Na2CO3 tidak
lebih dari 3,0%. Natrium hidroksida digunakan untuk menetralkan basis gel
karbomer agar mencapai pH 4,5-11 yang merupakan pH optimum (Barry, 1983).
e. Metil Paraben
Metil paraben memiliki berat molekul 152,15 dengan rumus molekul
C8H8O3. Metil paraben atau metil ester asam 4-hidroksibenzoat, metil para-
16
hidroksibenzoat, nipagin M, uniphen P-23 merupakan hablur atau serbuk tidak
berwarna atau kristal putih, tidak berbau dan berbau khas lemah yang mudah larut
dalam etanol dan eter, praktis tidak larut dalam minyak dan larut dalam 400
bagian air (Rowe et al.,2009)
Metil paraben sering digunakan dalam kosmetik sebagai pengawet.Metil
paraben pada konsentrasi 0,02-0,3% dapat digunakan sebagai pengawet untuk
sediaan topikal (Rowe et al., 2009). Metil paraben dapat digunakan secara tunggal
atau dikombinasikan dengan antimikroba yang lain. Efek pengawet dari metil
paraben dapat meningkat dengan ditambah propilen glikol (2-5%) ke dalam
sediaan (Rowe et al., 2006).
f. Akuades
Akuades dengan nama resmi purified water (air murni) memiliki rumus
molekul H2O dan berat molekul 18,02. Akuades merupakan cairan jernih, tidak
berwarna, dan tidak berbau. Penyimpanan akuades adalah dalam wadah tertutup
rapat (Anonim, 1995).
Air murni adalah air yang dimurnikan, yang diperoleh dengan destilasi,
perlakuan menggunakan penukar ion, osmotik balik, atau proses lainnya yang
sesuai serta tidak mengandung zat tambahan lain (Anonim, 1995). Kegunaannya
adalah sebagai pelarut. Air dapat bereaksi dengan obat-obatan dan eksipien lain
yang rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi dalam keberadaan air atau uap air)
pada suhu tinggi. Air dapat bereaksi dengan logam alkali dan oksidannya, seperti
kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan garam anhidrat
17
untuk membentuk hidrat dari berbagai komposisi, bahan organik tertentu dan
kalsium karbida (Anonim, 1979).
5.
Uji Sifat Fisik Gel
a. Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis biasa dilakukan secara makroskopis dengan
mendeskripsikan warna, kejernihan, transparansi, kekeruhan dan bentuk sediaan
(Paye et al., 2001).
b. Homogenitas
Pemeriksaan homogenitas dapat dilakukan secara visual. Homogenitas gel
diamati pada object glass di bawah cahaya, diamati apakah terdapat bagian-bagian
yang tidak tercampurkan dengan baik. Gel yang stabil harus menunjukkan
susunan yang homogen (Draelos & Lauren, 2006).
c. Daya sebar
Daya sebar berkaitan dengan kenyamanan pada pemakaian. Sediaan yang
memiliki daya sebar yang baik sangat diharapkan pada sediaan topikal. Menurut
Garg et al. (2002), daya sebar sediaan semipadat berkisar pada diameter 3 cm-5
cm.
d. Daya lekat
Daya lekat berkaitan dengan kemampuan sediaan untuk menempel pada
lapisan epidermis. Semakin besar daya lekat gel, maka semakin baik penghantaran
obatnya. Tidak ada persyaratan khusus mengenai daya lekat sediaan semipadat.
18
Daya lekat dari sediaan semipadat sebaiknya adalah lebih dari 1 detik (Zats &
Gregory, 1996).
e. Viskositas
Viskositas merupakan gambaran suatu benda cair untuk mengalir.
Viskositas menentukan sifat sediaan dalam hal campuran dan sifat alirnya, pada
saat diproduksi, dimasukkan ke dalam kemasan, serta sifat-sifat penting pada saat
pemakaian, seperti konsistensi, daya sebar, dan kelembaban. Selain itu, viskositas
juga akan mempengaruhi stabilitas fisik dan ketersediaan hayatinya (Paye et al.,
2001). Semakin tinggi viskositas, waktu retensi pada tempat aksi akan naik,
sedangkan daya sebarnya akan menurun. Viskositas juga menentukan lama
lekatnya sediaan pada kulit, sehingga obat dapat dihantarkan dengan baik.
Viskositas sediaan dapat dinaikkan dengan penambahan polimer(Donovan &
Flanagan, 1996).
f. Potensial Hidrogen (pH)
Nilai pH menunjukkan derajat keasaman suatu bahan. Nilai pH idealnya
sama dengan pH kulit atau tempat pemakaian. Hal ini bertujuan untuk
menghindari iritasi. Potensial hidrogen normal kulit manusia sekitar antara 4,5-6,5
(Draelos & Laurent, 2006).
6. Simplex Lattice Design
Simplex lattice design adalah salah satu metode yang dapat digunakan
untuk mengoptimasi suatu formula dimana biasanya memasukkan variasi jumlah
komposisi bahan yang akan diuji. Dalam menerapkan simplex lattice design,
19
ditentukan terlebih dahulu berbagai formula yang mengandung kombinasi berbeda
dari variasi bahan. Hasil dari percobaan kemudian digunakan untuk membuat
suatu persamaan polinomial (simplex) dimana persamaan ini dapat digunakan
untuk memprediksi profil respon (Bolton & Bon, 2004).
Simplex lattice design yang paling sederhana adalah terdiri dari 2 macam
kombinasi bahan berbeda dimana memerlukan 3 formula, yaitu
a. Percobaan yang menggunakan bahan A saja (A=100%)
b. Percobaan yang menggunakan bahan B saja (B=100%)
c. Percobaan yang menggunakan bahan campuran 50% bahan A dan 50%
bahan B (A=1/2 bagian dan B=1/2 bagian).
Prinsip dasar dari SLD adalah untuk mengetahui profil efek dari kombinasi
komposisi bahan yang berbeda terhadap suatu parameter dimana terdapat dua
variabel bebas A dan B. Hubungan antara respon dan komponen dapat
digambarkan dengan rumus :
Y = a [A] + b [B] + ab [A][B]
Keterangan :
Y
: respon
a, b, ab : koefisien respon yang didapat dari percobaan
[A][B] : fraksi (bagian) komponen dengan syarat: 0 <[A] < 1, 0 < [B] < 1,
Nilai respon yang didapat kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan,
agar didapat nilai koefisien a,b dan ab. Apabila nilai koefisien sudah diketahui,
maka dapat dicari nilai Y (respon) sehingga didapatkan gambaran profilnya dari
variasi kedua komponen tersebut (Armstrong & James, 1996).
20
F. Landasan Teori
Daun
teh
telah
terbukti
dapat
berkhasiat
sebagai
antioksidan.
Tehmengandung 30-40% senyawa polifenol yang dikenal sebagai katekin.
Katekin
terdiri
dari
epikatekin,
epikatekin-3-gallat,
epigallokatekin
dan
epigallokatekin-3-gallat. Teh memiliki kandungan polifenol yang mampu
menghambat aktivitas inflamasi dan sitokin-sitokin inflamasi. Penggunaan teh
secara langsung dinilai kurang praktis, sehingga dibuat menjadi bentuk sediaan
gel. Selain itu karena sediaan farmasi dalam bentuk gel merupakan formula yang
paling sering dijumpai. Formulasi dalam bentuk sediaan gel karena dapat
memberikan kenyamanan pemakaian, mudah diaplikasikan, dan acceptable.
Pemilihan basis dalam formulasi sediaan gel sangat mempengaruhi
karakter gel yang terbentuk. Gel yang dibuat akan mengkombinasi dua basis yaitu
karbomer dan CMC-Na. Keuntungan penggunaan CMC-Na sebagai basis gel
diantaranya adalah memberikan viskositas stabil pada sediaan. Namun,
penggunaan CMC-Na sebagai basis gel dapat membentuk larutan koloida dalam
air yang dapat membuat gel menjadi tidak jernih. Selain itu, gel basis CMC-Na
memiliki diameter penyebaran yang lebih kecil dibanding gel berbasis karbomer.
Menurut Niyaz et al., (2011) menyebutkan bahwa salah satu keuntungan
penambahan gelling agentkarbomer dalam sediaan gel adalah akan meningkatkan
viskositas gel. Semakin tinggi konsentrasi karbomer yang digunakan maka
semakin tinggi pula viskositasnya.
Penambahan basis gel berupa karbomer diharapkan dapat memperbaiki
kekurangan yang dimiliki oleh CMC-Na. Kombinasi CMC-Na dan karbomer yang
21
tepat pada proporsi tertentu diharapkan akan menghasilkan gel yang diharapkan.
Ekstrak daun teh diperoleh dengan metode maserasi menggunakan etanol 70%.
Optimasi formula dilakukan dengan metode SLD (Simplex Lattice Design)
dengan variasi bahan pembentuk gel karbomer dan CMC-Na dengan
perbandingan karbomer dan CMC-Na sebanyak 8 formula. Masing-masing
formula dibuat dan dilakukan uji sifat fisik untuk mendapatkan parameter pH,
viskositas, daya sebar dan daya lekat.
Data yang diperoleh selanjutnya diolah menggunakan SLD untuk
mendapatkan nilai desirability tertinggi untuk mendapatkan respon optimal yang
digunakan untuk menyusun formula optimal. Selain itu, dilakukan pula uji
stabilitas fisik selama 4 minggu. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik
untuk menggambarkan stabilitas gel ekstrak daun teh. Perlu dilakukan suatu
verifikasi pada formula yang mempunyai respon paling optimum untuk menjamin
validitas data yang dihasilkan dari metode tersebut.Hasil pengujian verifikasi
dibandingkan signifikansinya dengan prediksi SLD menggunakan uji T-test
dengan taraf kepercayaan 95%.
Alasan pemilihan taraf kepercayaan 95% yaitu karena pada penelitian kali
ini tidak menggunakan manusia sebagai probandus sehingga faktor-faktor yang
berkaitan terhadap hasil dapat dikontrol. Umumnya metode yang digunakan untuk
optimasi adalah metode trial and error. Metode ini memiliki konsep yang kurang
jelas, bersifat coba-coba, butuh waktu, tenaga dan biaya yang banyak atau dengan
kata lain tidak efektif dan efisien. Inilah yang mendasari pemilihan metode
22
Simplex Lattice Design. Bentuk sediaan gel dengan sifat fisik yang optimum
diharapkan mempermudah tercapainya tujuan dari pengobatan topikal.
G. Hipotesis
1.
Melalui proses optimasi dengan menggunakan metode Simplex Lattice
Design dapat diperoleh perbandingan konsentrasi tertentu dari kombinasi
karbomer dan CMC-Na yang dapat menghasilkan formula gel ekstrak daun
tehdengan sifat fisik optimum.
2.
Ada pengaruh karbomer, CMC-Na dan kombinasi keduanya terhadap
dayasebar, dayalekat, viskositasdan pH gel ekstrakdaunteh.
3.
Gel ekstrak daun teh stabil secara fisik selama rentang waktu penyimpanan
yang ditentukan.
Download