BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan keuangannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan. Dalam rangka pertanggungjawaban tersebut diperlukan penerapan sistem pelaporan keuangan yang tepat, jelas dan terukur sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Oleh karena itu diperlukan upaya reformasi dan pengembangan, khususnya di bidang akuntansi kepemerintahan, yang berkesinambungan sehingga terbentuk suatu sistem yang tepat. Dengan adanya laporan keuangan, baik keuangan pusat maupun daerah diharapkan dapat dikelola dengan baik dalam rangka mengelola dana publik secara transparan, ekonomis, efisien, efektif dan akuntabel. Adanya laporan keuangan tersebut perlu dipertimbangkan lebih lanjut kegunaan laporan sebagai suatu kewajiban belaka tanpa menjadikan keuangan itu sebagai sumber informasi untuk menentukan dan mengambil kebijakan dalam mengembangkan dan menumbuhkan wilayahnya. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun 1 dengan mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Pada tahun 2005 Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar ini dibutuhkan dalam rangka penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD. Tujuan diberlakukannya hal tersebut adalah agar laporan keuangan lebih accountable dan semakin diperlukannya peningkatan kualitas laporan keuangan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Apabila informasi yang terdapat di dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah memenuhi kriteria karakteristik kualitatif laporan keuangan pemerintah seperti yang disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, berarti pemerintah daerah mampu mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah harus sesuai dengan kriteria nilai informasi yang disyaratkan peraturan perundang-undangan. Apabila tidak sesuai dengan perundangundangan, maka akan mengakibatkan kerugian daerah, potensi kekurangan daerah, kekurangan penerimaan, kelemahan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakfektifan (Yuliani, 2010) Hasil pemeriksaan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Semester I Tahun 2013 menunjukkan perbaikan kualitas penyajian laporan 2 keuangan entitas pemerintah pusat/daerah dibanding Semester I Tahun 2012. Perbaikan opini tersebut antara lain disebabkan entitas telah menindaklanjuti rekomendasi BPK. Peningkatan kualitas tersebut dapat dilihat dari semakin meningkatnya entitas yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan kecenderungan menurunnya jumlah entitas yang memperoleh opini Tidak Wajar (TW) dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Jumlah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang memperoleh opini WTP juga meningkat dari 67 menjadi 113. Disamping peningkatan kualitas laporan keuangan pada tahun 2013, BPK juga mencatat kasus-kasus yang sering terjadi dari tahun ke tahun dan memiliki nilai yang relatif besar. Kasus- kasus tersebut antara lain adalah kekurangan penerimaan, baik yang berasal dari penerimaan yang belum/tidak ditetapkan atau dipungut/diterima/disetor ke kas negara/daerah maupun denda keterlambatan pekerjaan. Selain itu, BPK juga menemukan kasus seperti pengelolaan aset yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah dan kelemahan yang terdapat dalam sistem pengendalian intern. Dari hasil pemeriksaan keuangan yang dilaporkan dalam Ikhtiar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2013, BPK telah memeriksa 415 LKPD Tahun 2012 dari 529 pemerintah daerah tingkat provinsi/kabupaten/kota. Cakupan pemeriksaan keuangan tersebut meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan realisasi anggaran (LRA) atau laporan surplus (defisit) atau laporan aktivitas, laporan perubahan ekuitas dan rasio modal, serta laporan arus kas (LAK). Hasil pemeriksaan keuangan disajikan dalam tiga kategori yaitu opini, SPI, dan 3 kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. LK yang seharusnya disusun oleh Pemerintah Daerah dalah sebanyak 524, namun opini LKPD baru diberikan kepada 415 LKPD Tahun 2012 disebabkan beberapa pemerintah daerah belum dapat menyelesaikan penyusunan laporan keuangan dan/atau terlambat menyerahkan kepada BPK. Terhadap 415 LKPD Tahun 2012, BPK memberikan opini WTP atas 113 entitas (termasuk 41 entitas dengan opini WTP-DPP), opini WDP atas 267 entitas, opini TW atas 4 entitas, dan opini TMP atas 31 entitas. Hasil pemeriksaan atas LKPD menunjukkan peningkatan persentase opini WTP, dan penurunan persentase opini WDP serta TMP. Kondisi tersebut secara umum menggambarkan perbaikan yang dicapai oleh entitas pemerintahan daerah dalam menyajikan suatu laporan keuangan yang wajar sesuai dengan prinsip yang berlaku. Selanjutnya, penyajian suatu laporan keuangan yang wajar merupakan gambaran dan hasil dari pengelolaan keuangan yang lebih baik. Adapun permasalahan-permasalahan atas LKPD Tahun 2012 yang tidak memperoleh opini WTP antara lain adalah pada akun aset tetap yang belum dilakukan inventarisasi dan penilaian, penatausahaan kas yang tidak sesuai dengan ketentuan, piutang, investasi permanen dan non permanen, penyertaan modal belum disajikan dengan menggunakan metode ekuitas, saldo dana bergulir belum disajikan dengan metode nilai bersih yang dapat direalisasikan, penatausahaan persediaan tidak memadai, dan pertanggungjawaban belanja hibah tidak sesuai dengan ketentuan, belanja barang dan jasa, belanja pegawai, dan belanja modal. Berdasarkan tingkat pemerintahan, LKPD yang diperiksa pada Semester I Tahun 4 2013 terdiri atas 26 LKPD provinsi, 309 LKPD kabupaten, dan 80 LKPD kota. Terhadap 80 LKPD kota Tahun 2012, BPK memberikan opini WTP atas 30 entitas, opini WDP atas 46 entitas, dan opini TMP atas 4 entitas. Laporan Keuangan Pemerintah Kota/Daerah (Pemko/Pemda) harus disusun berdasarkan Sistem Pengendalian Intern (SPI) seperti yang diamanatkan dalam pasal 56 ayat (4) UU nomor 01 tahun 2004 yang menyatakan kepala Organisasi Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBD di lingkungan tempat kerjanya telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Pengendalian Intern yang memadai dan laporan keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Peran SPI adalah untuk meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara. Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur Sistem Pengendalian Intern baru ditetapkan pada tahun 2008 yaitu PP nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern pemerintah (SPIP) Hasil evaluasi oleh BPK menunjukkan bahwa LKPD yang memperoleh opini WTP dan WDP pada umumnya memiliki pengendalian intern yang sudah memadai. Adapun LKPD yang memperoleh opini TW dan TMP memerlukan perbaikan pengendalian intern dalam hal keandalan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Masih banyaknya opini TW dan TMP yang diberikan oleh BPK menunjukkan efektivitas SPI pemerintah daerah belum optimal. BPK 5 menemukan beberapa kasus kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, yang tediri atas pencatatan tidak/belum dilakukan secara akurat, proses penyusunan laporan tidak sesuai dengan ketentuan, terlambat menyampaikan laporan, sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai, sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung SDM yang memadai. Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah masih belum memenuhi kriteria nilai informasi yang disyaratkan. Mengingat bahwa karakterisktik kualitatif merupakan unsur penting dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah sebagai dasar pengambilan keputusan, maka peneliti tertarik untuk meneliti faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keandalan dan ketepatan waktu pelaporan keuangan pemerintah daerah. IHPS I Tahun 2013 mengungkapkan sebanyak 13.969 kasus kelemahan sistem pengendalian intern. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.589 kasus merupakan temuan yang berdampak finansial yaitu temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan senilai Rp10,74 triliun. Rekomendasi BPK terhadap kasus-kasus tersebut antara lain adalah penyerahan aset dan/atau penyetoran ke kas negara/daerah/ perusahaan milik negara/daerah. Adapun sebanyak 5.747 kasus merupakan kelemahan SPI, sebanyak 2.854 kasus penyimpangan administrasi, serta ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan sebanyak 779 kasus senilai Rp46,24 triliun. Rekomendasi BPK atas kasus tersebut adalah perbaikan SPI dan/atau tindakan administratif dan/atau tindakan korektif lainnya. 6 Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh Standar Akuntansi Pemerintahan dan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ada pengaruh penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Dinas Pemerintahan Kota Medan 2. Apakah ada pengaruh pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah diDinas Pemerintahan Kota Medan 3. Apakah ada pengaruh penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan dan pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Dinas Pemerintahan Kota Medan 1.3Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh Standar Akuntansi Pemerintahterhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Dinas Pemerintahan 7 Kota Medan 2. Untuk mengetahui pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintahterhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Dinas Pemerintahan Kota Medan 3. Untuk mengetahui Pengaruh Standar Akuntansi Pemerintahan dan Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintahan terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Dinas Pemerintahan Kota Medan 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah daerah agar menjadi pertimbangan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah. 2. Bagi penulis, penelitian ini merupakan pelatihan intelektual yang diharapkan mampu meningkatkan pemahaman terkait dengan Kualitas Laporan Keuangan daerah. 3. Bagi para akademisi atau pembaca, penelitian ini akan menambah wawasan tentang pengaruh Standar Akuntansi Pemerintahan dan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Kualitas Laporan Keuangan pemerintah daerah dan juga dapat memberikan sumbangan wawasan terhadap penelitian akuntansi khususnya di bagian akuntansi pemerintahan yang berhubungan dengan penyusunan laporan keuangan pemerintahan. 8