BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama
dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang
ingin
dijadikan
pembangunan
kenyataan
ekonomi
tersebut
untuk
dapat
dapat
diimplementasikan
meningkatkan
melalui
kesejahteraan
dan
kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Sampai sekarang
pembangunan ekonomi
belum
banyak tersentuh sehingga perlu
untuk
ditingkatkan. Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan bertujuan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Dinamika perekonomian Indonesia telah melewati berbagai proses yang
begitu
kompleks.
Semenjak
merdeka,
Indonesia
berusaha
membangun
perekonomiannya sendiri dengan semangat nasionalisme sampai pada penerapan
berbagai kebijakan dan strategi yang mulai mengkompromikan liberalisme guna
menghadapi arus globalisasi yang makin deras mendera setiap sistem
perekonomian Indonesia.
Sistem perekonomian
Indonesia
yang
terbuka
membuat
kondisi
perekonomian global sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian
Indonesia. Industrialisasi telah mengakibatkan terjadinya transformasi struktural
dibanyak negara. Proses transformasi struktural ini terlihat dari adanya penurunan
kontribusi sektor primer (sektor pertanian dan sektor pertambangan), sementara
kontribusi sektor sekunder dan tersier cenderung meningkat. Perkembangan
1
2
industri yang cepat dan menjadi pemicu transformasi struktural ternyata terjadi
secara merata di semua daerah dalam suatu negara.
PERTANIAN
491561,4
253881,7
2005
INDUSTRI PENGOLAHAN
514100,3 538084,6 557764,4
262402,8 271509,3 284619,1
2006
2007
569784,9
295933,7
595313,1
304406,2
2008
2009
2010
Gambar 1.1
Pendapatan Domestik Bruto Indonesia ADHK 2000
Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah)
Sumber : BPS, Provinsi Sumatera Utara
Dari gambar diatas pola pertumbuhan ekonomi secara sektoral di
Indonesia sejalan dengan kecenderungan proses transformasi struktural yang
terjadi diberbagai negara. Pada sektor pertanian dalam komposisi PDB Indonesia
tahun 2005 yaitu sebesar 253.881,7 miliar rupiah dan tahun 2010 mengalami
kenaikan menjadi 304.406,2 miliar rupiah. Apabila dibandingkan dengan sektor
primer, sektor sekunder (sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air
minum, dan sektor bangunan) terus cenderung mengalami kenaikan. Seperti
peranan sektor industri pengolahan (manufacturing) tahun 2005 terus mengalami
peningkatan dari 491.561,4 menjadi 595.313,1 di tahun 2010. Dengan demikian
sektor industri di Indonesia berkembang melampaui sektor-sektor lainnya.
Kecenderungan industrialisasi telah mengakibatkan proses transformasi
struktural di Sumatera Utara sejalan dengan yang terjadi pada umumnya. Pada
3
tahun 2005, sektor industri menyumbang Produk Domestik Bruto Sumatera Utara
yaitu sebesar 4,76 persen, sementara tahun 2010 memberikan sumbangan sebesar
4,52 persen. Secara umum, persentase sumbangan sektor industri terhadap Produk
Domestik Bruto Sumatera Utara mengalami penurunan diakibatkan oleh krisis
ekonomi yang diawali oleh kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 yang telah
menggerus daya beli masyarakat dan menimbulkan tekanan inflasi yang tinggi.
Namun, relatif lebih baik bila dibandingkan dengan nasional. Perkembangan
perekonomian tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 mengalami kenaikan
terutama pada sektor industri di Sumatera Utara. Bila dilihat dari mulai
kondusifnya iklim investasi. Dengan demikian sektor industri mengalami
kenaikan sumbangan terhadap PDRB.
Perekonomian regional dikatakan mengalami pertumbuhan apabila jumlah
balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu
lebih besar daripada tahun sebelumnya. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi
regional akan mendorong peningkatan pendapatan masyarakat. Dari tabel 1.1
terlihat laju pertumbuhan ekonomi ADHK menurut lapangan usaha di Sumatera
Utara tahun 2005 sebesar 5,48 persen dan mengalami peningkatan pada tahun
2010 sebesar 6,35 persen.
Tabel 1.1.
Laju Pertumbuhan Ekonomi ADHK 2000 menurut Lapangan Usaha Sumatera Utara Tahun
2005-2010 (Persen)
No.
Lapangan Usaha
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1.
Pertanian
3,38
2,40
4,98
6,05
4,85
5,08
2.
Industri Pengolahan
4,76
5,47
5,09
2,92
2,76
4,52
5,48
6,20
6,90
6,39
5,07
6,35
Sumatera Utara
Sumber : BPS, Provinsi Sumatera Utara
4
7
6
5
4
3
2
1
2005
0
2006
2007
Pertanian
Industri Pengolahan
2008
2009
2010
Gambar 1.2
Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara
menurut Lapangan Usaha ADHK 2000 dalam Persen
2005 - 2010
Sumber : BPS, Provinsi Sumatera Utara
Persebaran sumber daya yang tidak merata menimbulkan disparitas dalam
laju pertumbuhan ekonomi antar daerah. Ketidakmerataan sumber daya ini
tercermin pada konsentrasi kegiatan ekonomi yang terjadi pada daerah tertentu
saja. Daerah-daerah dimana konsentrasi ekonomi terjadi memperoleh manfaat
disebut dengan ekonomi aglomerasi (agglomeration economies). Ekonomi
aglomerasi merupakan eksternalitas yang dihasilkan dari kedekatan geografis
dengan kegiatan ekonomi. Sebagai akibatnya daerah-daerah yang termasuk dalam
aglomerasi pada umumnya mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah yang bukan aglomerasi. Aglomerasi bukan saja
menguntungkan produsen karena penghematan aglomerasi maupun urbanisasi,
5
konsumen juga dapat meminimalisasi biaya opportunities dalam membandingkan
jenis barang yang sama di tempat yang berbeda yang saling berdekatan.
Industrialisasi telah menjadi kekuatan utama (driving force) dibalik
urbanisasi di kawasan Asia sejak dasawarsa 1980-an. Berbeda dalam kasus
industri berbasis sumber daya (resource-based-industries), industri manufaktur
cenderung berlokasi didalam dan disekitar kota. Pertanian dan industri
berdampingan, bahkan kadang berebut lahan di seputar pusat-pusat kota yang
pada gilirannya mengaburkan perbedaan bahan baku antara desa dan kota.
13042
10256
1990
11514
2000
2008
12982
2010
Sumatera Utara
Gambar 1.3
Jumlah Penduduk Sumatera Utara dalam Ribu Jiwa
1990 - 2010
Sumber : BPS, Statistik Indonesia
Dari gambar diatas proses urbanisasi juga dialami oleh Sumatera Utara.
Dimana dari tahun 1990 sampai tahun 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara
terus mengalami peningkatan, ini mengindikasikan adanya gejala aglomerasi
kegiatan ekonomi. Tahun 1990 jumlah penduduk Sumatera Utara sebanyak
10.256.027 jiwa dan terus mengalami peningkatan tahun 2010 sebanyak
12.982.204 jiwa. Oleh karena itu penghematan aglomerasi yang mendorong
terkonsentrasinya para produsen dan konsumen kelokasi-lokasi tertentu
6
merupakan salah satu penyebab terciptanya kota. Pertumbuhan kota perlu
dibatasi, agar tidak terjebak kepada kondisi kelebihan penduduk (over populated).
Untuk itu pembangunan bidang transportasi di suatu wilayah perlu diimbangi
dengan pembangunan perekonomian di wilayah pedesaan dan kota-kota kecil dan
menengah. Tujuannya adalah untuk memelihara pendapatan rata-rata penduduk
wilayah (antara penduduk kota dan desa) relatif seimbang. Adanya penghematan
aglomerasi ini mendorong peningkatan produksi dari perekonomian kota secara
keseluruhan yang akan membawa dampak kepada peningkatan pendapatan
masyarakat sehingga meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Masalah ketenagakerjaan di Sumatera Utara merupakan permasalahan dan
isu yang komplek serta terus berkembang. Indikasi ini terlihat disamping
pertambahan penduduk usia kerja setiap tahunnya yang terus meningkat sebagai
implikasi dari jumlah penduduk yang cukup besar disertai struktur umur yang
cenderung mengelompok pada usia muda juga masih tingginya angka
pengangguran terutama pengangguran terbuka yang dianggap paling serius untuk
diatasi. Karena sangat disadari bahwa semakin tinggi penggangguran akan
berakibat pada meningkatnya kerawanan sosial.
Konsep pembangunan manusia berbeda dengan pembangunan yang
memberikan perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi, dengan diasumsikan
bahwa pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan menguntungkan manusia. Fakta
menunjukkan banyak daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi cukup
baik namun memiliki kualitas pembangunan manusia yang rendah. Hal ini
mungkin terjadi karena tingkat PDRB yang tinggi disuatu daerah tersebut belum
tentu dinikmati langsung oleh masyarakatnya.
7
99792,27
93347,40
87897,79
2005
2006
PDRB ADHK 2000
2007
2008
118640,90
111559,22
106172,36
2009
2010
Gambar 1.4
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Utara
Tahun 2005-2010 ADHK 2000 (Milyar Rupiah)
2005 - 2010
Sumber : BPS, Provinsi Sumatera Utara
Dari tabel diatas, tahun 2005 PDRB ADHK 2000 Sumatera Utara sebesar
Rp 87.897,79 Milyar meningkat menjadi Rp 118.640,90 milyar di tahun 2010. Ini
merupakan salah
satu indikator penting untuk mengukur
keberhasilan
pembangunan ekonomi di suatu daerah dilihat dari pertumbuhan ekonomi
regional yang akan mendorong peningkatan pendapatan masyarakat sebagai
pemilik faktor produksi. Hubungan positif antara geografis dari kegiatan-kegiatan
ekonomi dan pertumbuhan ekonomi telah banyak dibuktikan. Aglomerasi
menghasilkan
perbedaan
teraglomerasi
secara
spasial
spasial
suatu
dalam
tingkat
perekonomian
pendapatan.
Semakin
maka
semakin
akan
meningkatkan pertumbuhannya. Daerah-daerah yang banyak industri pengolahan
tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah-daerah yang hanya mempunyai sedikit
industri pengolahan. Alasannya adalah daerah-daerah yang mempunyai industri
pengolahan lebih banyak mempunyai akumulasi modal. Dengan kata lain, daerahdaerah dengan konsentrasi industri pengolahan tumbuh lebih cepat dibandingkan
dengan daerah yang tidak punya konsentrasi industri.
8
Dengan adanya kenyataan diatas maka penelitian ini berjudul “Analisis
Pengaruh Aglomerasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Utara”.
1.2.
Rumusan Masalah
Dari uraian-uraian tersebut, penulis merumuskan masalah-masalah sebagai
berikut :
Bagaimana pengaruh Indeks Balassa Aglomerasi, Indeks Pembangunan
Manusia dan Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap pertumbuhan ekonomi di
Sumatera Utara?
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh Indeks Balassa Aglomerasi, Indeks
Pembangunan
Manusia
dan
Tingkat
Pengangguran
Terbuka
terhadap
pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Memberikan informasi sebagai bahan acuan kepada mereka yang akan
meneliti dan sekaligus ikut memperkaya kepustakaan tentang aglomerasi dan
pertumbuhan ekonomi regional serta memberikan informasi bagi pengembangan
ilmu ekonomi dan memberikan tambahan
informasi kepada pemerintah dan
pihak yang terkait dalam pengambilan kebijaksanaan khususnya mengenai
pengelolaan aglomerasi dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di
Sumatera Utara.
Download