Putar Balik : oleh-oleh Nitin Nohria Oleh: Subagyo Nitin Nohria adalah Dekan Harvard Business School ya ng mulai menjabat sejak Juli 2010 yang lalu. Pada 3 Pebruari 2011 yang lalu, ia menulis sebuah artikel yang dimuat dalam Wall Street Journal tentang urgensi perubahan kurikulum sekolah bisnis dan ekonomi. Tulisan Nitin Nohria sudah direfleksi oleh Ekuslie Goestiandi dalam Tabloid Kontan, Edisi 28 Feb – 6 Mar 2011. Tulisan ini bermaksud untuk merepetisi dan merefleksi kembali atas klausul yang diajukan Nitin Nohria. Tidak hanya karena relevansi substansi yang menuntut tetapi urgensi waktu juga memburu. Money Hungry Culture Kurikulum yang melekat pada sekolah bisnis dan ekonomi, disadari atau tidak, menyemaikan budaya kerakusan akan uang (money hungry culture). Keberadaan mata kuliah dalam naungan kurikulum, telah mempersempit ruang proses creating value dalam kegiatan bisnis dan ekonomi menjadi sekedar creating more money. Tentunya kebermaknaan sebuah value tidaklah sama dengan money and more money. Budaya ini akan berimplikasi pada dorongan untuk pelipatgandangan keuntungan atas sumber daya ekonomi dengan segala cara. Krisis keuangan dan krisis ekonomi merupakan salah satu buah darinya, meskipun ia tak berkonntribusi sendirian. Penyemaian budaya ini harus segera dihentikan. Tinjauan atas kurikulum perlu disegerakan. Bibitbibit semai yang potensial untuk menjadi pendorong suburnya money hungry culture perlu segera ditangani. Sehingga kurikulum pada sekolah bisnis dan ekonomi tidak mempersempit kebermaknaan value tetapi meluaskan makna value. Konsep Ubaidillah Nugraha (Kompas Esktra, Maret 2011) memformulakan bahwa S = C – D + P + C). Atau Saving = Consumption – Debt + Protection + Charity perlu dipertimbangkan dalam membentuk paradigma investasi dalam kegiatan bisnis dan ekonomi. Semaian atas urgensi charitas dan filantropis serta etika pencapaian sebagai pengendalian ketamakan ekonomi. Tipologi Mahasiswa Nitin Nohria memberikan sebuah tipologi mahasiswa dalam bingkai 3 S. Bingkai 3 S ini memberikan deskripsi bahwa kecenderungan kegiatan mahasiswa saat ini adalah Study, Sleep dan Socializing. Belajar, tidur dan sosialisasi. Porsi terbesar adalah kegiatan sleep dan socializing. Struktur tipologi ini memiliki kecenderungan kontribusi terhadap reduksi kompetensi mahasiswa yang signifikan. Klausul yang diajukan oleh Nitin Nohria adalah bagaimana sebuah kurikulum dengan segala perangkatnya mampu mereduksi porsi waktu dan membuat semakin efektif kegiatan, terutama pada aktivitas socializing. Socializing yang berujung pada teamwork! ”Kesibukan” mahasiswa beraktivitas sleep dan socializing berakibat porsi waktu bagi mereka untuk study menjadi semakin sempit. Pengukuhan dan peneguhan komitmen perlu segera difasilitasi. Fasilitasi ini bisa dibingkai dalam bentuk, pola dan metode pembelajaran yang diinfiltrasi pada kemas kegiatan socialiizing. Jika tak disegerakan, maka kompetensi yang dihasilkan juga tak maksimal. Aktivitas study yang terjebak dalam nafas sekedar ”ritualitas” serta formalitas melahirkan simplifikasi dan keterjebakan budaya instan pendidikan. Kurikulum juga perlu keterpaduan antara ethics dan pembentukan character. Dua hal yang dipastikan bisa mereduksi money hungry culture dalam aktifitas ekonomi dan bisnis. Pada akhirnya, mahasiswa tidak hanya mengagungkan credential yaitu pencapaian akademik semata tetapi juga competence and character. Jika kendaraan telah melaju, separator dan larangan U Turn tak ada, maka tidak berlebihan jika kita segera Putar Balik.... (1 Maret 2011)