Etika Pers, Kebebasan dan Tanggungjawabnya

advertisement
Etika Pers, Kebebasan dan Tanggungjawabnya
Rabu, 05 Desember 2007 WIB, Oleh: HumasUGM
Melalui dialektika antara idealisme wartawan dan institusionalisme pers, ungkapan jurnalistik selalu
diupayakan wartawan hadir lewat proses pembingkaian, yaitu bagaimana wartawan mengkonstruksi
fakta atau peristiwa melalui persepsinya, abstraksinya, dan katagorisasinya. Dengan demikian,
dapat ditegaskan bahwa media massa cetak pada hakikatnya tidak dapat lagi dipandang hanya
sebagai media informasi, tetapi lebih sebagai ajang perebutan wacana bagi pemerintah dan
kelompok-kelompok dalam masyarakat dalam hal menguasai pemberitaan.
Sebagai ajang perebutan wacana, media cetak selalu berpeluang memunculkan problem etis, yang
pada umumnya dimuarakan pada etika pers yang dalam konteks ini bertalian dengan masalah
kebebasan dan tanggung jawab pers. Bahwa melalui prinsip Filsafat Analitik, bahasa dapat dipahami
dalam proses “bentuk-bentuk kehidupan” yang merupakan konteks bagi pemakaian bahasa itu
sendiri, ditemukan pula bahwa pemberitaan mengenai Pemilu 2004 yang dilakukan oleh harian
Kompas, Media Indonesia dan Rakyat Merdeka (edisi 2004-2006) ternyata lebih diutamakan sebagai
perwujudan fungsi pers sebagai wadah pendidikan bagi rakyat dalam berbangsa dan bernegara.
Menurut Drs Wahyu Wibowo MM, pemberitaan mengenai Pemilu 2004 yang disajikan ketiga surat
kabar tersebut, ternyata merefleksikan nilai-nilai etika, yang akarnya dapat ditelusuri melalui etika
kebijaksanaan. Etika kebijaksanaan berprinsip bahwa individu dalam kehidupannya harus
berpatokan pada prinsip kerukunan dan prinsip hormat. Prinsip ini bertujuan keselarasan individu
dengan lingkungan masyarakat dalam rangka memenuhi kewajiban-kewajiban yang ditentukan
lingkungannya.
“Etika kebijakan, sebagaimana yang diyakini masyarakat Jawa merupakan norma bagi perilaku
sosial untuk menemukan keserasian, keseimbangan, atau harmoni social dalam rangka menghindari
kemungkinan konflik yang terbuka,” ujarnya , Rabu (5/12), di Sekolah Pascarjana UGM.
Dosen Universitas Nasional Jakarta mengatakan hal itu, saat melaksanakan ujian terbuka program
doktor UGM dengan mempertahankan desertasi “Kajian Filsafat Analitik Tentang Ungkapan
Jurnalistik: Relevansinya Bagi Pengembangan Etika Pers”.
Melalui etika kebijaksanaan, katanya, Pers Indonesia berkehendak menyadarkan khalayak
pembacanya bahwa pers memiliki fungsi vital sebagai piranti pendidikan bagi rakyat dalam hal
berbangsa dan bernegara melalui kontrolnya atas praktik-praktik kekuasaan, baik yang dilakukan
pemerintah maupun kelompok-kelompok dalam masyarakat.
“Dalam konteks keIndonesiaan dewasa ini, berarti sudah tidak relevan lagi ‘meributkan’
antara pers otoritarian dan pers liberal. Atau meributkan bahwa pers nasional di era reformasi
sebagai pers yang semakin vulgar dan liberal. Nilai-nilai etika kebijaksanaan, yang dalam hal ini
menjadi cerminan dari nilai-nilai Pancasila, berimplikasi pada koordinat umum etika pers
Indonesia,” tandas Wahyu, pria kelahiran Jakarta 8 Maret 1957 yang dinyatakan lulus dengan
predikat sangat memuaskan sekaligus meraih gelar doktor Bidang Ilmu Filsafat UGM.
Ditegaskannya, profesi jurnalistik yang selama ini dianggap sebagai profesi terbuka untuk semua
jenis dan tingkat pendidikan haruslah diluruskan. Pasalnya, profesi jurnalistik (dan juga profesi
lainnya) sarat dengan dengan nilai-nilai etika, mengingat pendidikan yang melingkupi profesi
jurnalistik sangat khas, eksklusif, unik, special, dan tertutup bagi orang lain. “Oleh karenanya
kompeten tidaknya seorang wartawan menjadi sah jika yang bersangkutan telah mengikuti semacam
penataran bahasa Indonesia dan tata permainan bahasa pers, dasar-dasar etika, nilai-nilai Pancasila
sebagai cerminan etika kebijaksanaan dan dasar-dasar marketing modern,” tandas mantan
wartawan dan pemimpin redaksi tabloid Paron Jakarta, 1993, Harian ABRi tahun 1999 ini. (Humas
UGM)
Berita Terkait
●
●
●
●
●
Menjelang Seminar Internasional Rethinking Press
UGM Komitmen Menjaga Panggung Keilmuan Beretika
Teliti Kebebasan Pers Pemikiran Fromm, Nana Raih Doktor
Konsep Kebebasan Beragama Gus Dur dalam Membangun Perdamaian di Indonesia
ICRS Kerjasama Dengan KPI-IMW Tentang Penyiaran Sehat
Download