Teraju REPUBLIKA SELASA, 25 JANUARI 2011 26 MENCARI PELUANG DI TANAH LELUHUR Sepak bola menjadi tiket berkunjung ke tanah nenek moyang. Oleh Teguh Setiawan T erdapat anggapan hampir seluruh orang Argentina yang datang ke Italia, terutama para pemain sepakbola, memiliki darah Argentina. Lebih luas lagi, pemain sepakbola dari Amerika Selatan yang diboyong — atau dibawa agen pemain – ke Italia bernenek moyang orang Italia. Anggapan itu tidak keliru. Marcello de Cecco, profesor sejarawan asal Pisa, menulis di La Repubblica d’Italia; “Italia adalah kaum imigran. Selama berabad-abad orang Italia menyebar ke empat penjuru bumi, tapi hanya di dua negara mereka menjadi mayoritas; Italia dan Argentina.” Data kependudukan terbaru menunjukan lebih dari 25 juta pen- NASIONALISME ORIUNDI K etika Mauro Camoranesi memutuskan menerima paspor Italia, dan memperkuat Azzurri, Gabriel Batistuta mengatakan; “Saya tidak membayangkan Mauro mengkhianati tanah kelahirannya.” Komentar yang sama dikemukakan Javier Zanetti, dan sejumlah pemain lainnya. Di Argentina, publik negeri itu tak sungkan menyebut Camoranesi pengkhianat. Di Italia, seperti biasa, masyarakat terpecah. Kaum ultranasionalis mengecam; “Italia untuk Italia. Kami tidak butuh Camoranesi.” Giovanni Trapattoni, pelatih yang memanggil Camoranesi, tidak peduli. Camoranesi memperkuat Azzurri 55 kali, dan mencetak lima gol, tapi tidak pernah menyanyikan Il Canto degli Italiani – lagu kebangsaan Italia — setiap kali turun berlaga. Alasannya; “Saya hanya hafal sebagian liriknya.” Setelah Italia mengalahkan Prancis di final Piala Dunia 2006, Camoranesi berkata dalam bahasa Spanyol; Para los pibes del barrio.., yang artinya; untuk anak-anak di permukiman. Barrio adalah permukiman miskin di Argentina. Jauh sebelumnya, Omar Sivori – dan banyak Oriundi lainnya – juga melakukan hal yang sama. Camoranesi seolah hanya meneruskan para Oriundi pendahulunya. Publik Italia mendua. Di satu sisi mereka memuji kontribusi Camoranesi. Di sisi lain merema memaki. Satu hal yang tidak bisa DANIEL MAURE/A P dilakukan adalah mengingkari bahwa Camoranesi adalah bagian sukses Italia menjuarai Piala Dunia 2006. Dalam wawancara televisi usai Piala Dunia 2006, Camoranesi mengatakan; “Saya merasa Argentina, tapi darah saya Italia. Saya membela kostum Azzurri dengan martabat. Sesuatu yang tidak bisa dilakukan semua orang.” Camoranesi mungkin Oriundi pertama yang berani mengutarkan ‘posisinya’ antara Argentina dan Italia. Ia ingin diterima di tanah kelahirannya, dan tak diingkari masyarakat ‘sedarah’. Ini amat penting karena kelak, setelah pensiun Camoranesi berharap kembali ke barrio tempat ia dibesarkan, dan menjadi bagiannya lagi. Apakah sikap Camoranesi merupakan representasi Oriundi? ■ KAMRAN JEBREILI/ AP duduk Argentina, atau 60 persen dari total populasi, bernenek moyang Italia. Jumlah ini yang terbesar di dunia. Keturunan Italia lainnya, dalam jumlah yang jauh lebih kecil, juga terdapat di Uruguay dan Brasil. Migrasi orang Italia ke Argentina dimulai pertengahan abad 19, dan meningkat pesat setelah Argentina memperoleh kemerdekaan dari Spanyol. Persoalan ekonomi, yang dipicu oleh unifikasi kerajaan-kerajaan kecil ke dalam Italia, adalah alasan utama. Alasan lainnya, Italia di pertengahan abad ke-19 mengalami kelebihan penduduk, pengangguran, dan kekisruhan poltik. Orang Italia melihat pindah ke Argentina, dan negara-negara Amerika Latin lainnya, adalah salah satu cara lari dari kemiskinan. Epidemi kolera yang terjadi sepanjang periode1835-37; 1854–55; 1865–67; 1884-85, memaksa puluhan ribu penduduk desa-desa Italia mencari tanah pengharapan baru di Amerika Latin. Pemerintah Argentina menyambut dengan tangan terbuka, dan memukimkan mereka di wilayah-wilayah tak bertuan yang diperoleh setelah perang dengan Spanyol. Argentina juga membutuhkan penduduk yang bersedia dimukimkan di tanahtanah rampasan, untuk menguatkan klaimnya. Ada alasan rasial di balik penerimaan imigran Italia. Argentina melihat kaum mestizo, atau warga campuran Spanyolpribumi, tidak bisa dipercaya dan inferior. Di sisi lain, industri Argentina yang sedang tumbuh — dan pembukaan kawasan pertanian — membutuhkan tenaga kerja skala besar. Sentimen ras berkembang menjadi ideologi. Politisi Argentina yakin negeri mereka seharusnya dipandang sebagai negara imigran Eropa kulit putih, bukan negara Latin. Argentina bukan negara mestizo, dan tak mengenal multiras. Saat ini Argentina menyimpan warga keturunan Inggris, Wales, Swedia, Kroasia, Montenegro, Prancis, Jerman, Irlandia, Austria, Portugis, Swiss, Basque, Spanyol, Skotlandia, dan lainnya. Tahun 1869, populasi Italia di Argentina hanya 71,403 atau 33.9 persen dari 210.330 ribu pendatang. Dibanding total penduduk Argentina, populasi Italia hanya 3,8 persen. Setelah 1985, populasi Italia mencapai 492.636, atau 48.9 persen dari total, dan 12.2 persen dari seluruh penduduk Argentina. Tahun 1914, penduduk Italia menjadi 942.209, atau 39.4 persen dari orang asing. Namun perbandingan komunitas Italia dengan total populasi Argentina turun menjadi 11.9 persen. Tahu 1947 jumlah orang Italia menyusut menjadi 786.207. Sepuluh tahun kemudian, menyusut lagi menjadi 637.050 di antara 2.210.400 orang asing di Argentina. Orang Italia pertama yang datang ke Argentina berasal dari sebelah utara Italia; Piedmont, Liguria, dan Lombardy. Setelah 1894, gelombang kedua Italia datang dari sebelah selatan negeri nenek moyang mereka; Sisilia, Campania, dan Calabria. Mereka dengan cepat menjadi pemukim yang mapan, memadati Province, dan Buenos Aires, Santa Fe, Entre Rios, dan Cordoba. Kebanyakan dari mereka adalah pekerja home industri dan sektor informal, penyamak kulit, dan penjahit, yang kalah bersaing oleh revolusi industri di Eropa. Generasi pertama imigran Italia melahirkan dua pemimpin revolusioner Argentina; Manuel Belgrano dan Juan José Castelli. Bernandino Rivadavia, presiden pertama Argentina, juga keturunan Italia. Generasi imigran berikut, serta yang telah dua generasi tinggal di Argentina, melahirkan banyak orang besar; petenis Gabriella Sabatini, pebasket Manu Ginobili, Lionel Messi, Gabriel Batistuta, dan masih banyak lagi. Mereka mengubah Argentina secara politik, ekonomi, dan dan cultural. Namun Bahasa Italia relatif tidak digunakan di Argentina, karena anak-anak imigran Italia masuk ke sekolah dan harus berbicara Bahasa Spanyol. Di muka bumi ini, ada 21 negara yang menggunakan Bahasa Spanyol, dan tidak ada komunitas Italia yang menggunakan bahasa ibu di luar Italia. Namun di Argentina, komunitas Italia berbicara dalam Bahasa Spanyol dialek Neapolitan. Dari 25 juta keturunan Italia di Argentina, sekitar 1,5 juta mempertahankan tradisi bahasa ibu. Namun data ini banyak dibantah, karena influx masyarakat Italia ke Argentina berlangsung lima decade lalu, dan telah menggunakan Bahasa Spanyol. Di Brasil, pemerintah Italia mengklaim terdapat hampir 25 juta keturunan Italia. Namun klaim itu dibantah Miguel Ángel García. Pakar kependudukan itu memperkirakan hanya ada 15 sampai 18 juta keturunan Italia di Brasil. Survei terbaru menguatkan dugaan Angel Garcia, pada keturunan Italia di Brasil mencapai 10.4 persen dari total penduduk Brasil, atau 19.8 juta jiwa. Dari jumlah itu, hanya 3,5 sampai 4,5 juta jiwa yang menjaga identitas Italia. Imigran Italia pertama datang ke Brasil tahun 1850 – menyusul larangan penjualan budak transatlantic. Mereka mengisi lapangan pekerjaan di perkebunan kopi milik tuan tanah Spanyol dan Portugal. Secara histories, orang Italia yang tinggal di Brasil terbagi ke dalam dua kelompok. Mereka yang tinggal di desa-desa koloni di selatan Brasil, dan yang bermukim di sebelah tenggara negeri bekas jajahan Portugis itu. Mereka yang tinggal di selatan masih berhubungan dengan nenek tanah kelahiran. Sedangkan yang bermukim di tenggara berintegrasi dengan masyarakat Brasil. Setelah sekian tahun menjadi buruh perkebunan, setiap keluarga Italia mampu membeli tanah pertanian, dan hidup mandiri. Banyak pula yang pindah ke kota-kota di Brasil, dan menjadi pedagang. Di Sao Paolo, Sao Carlos, Campinas, Ribeirão Preto, komunitas kecil Italia adalah penduduk paling kaya. São Paulo pernah menjadi kota Italia, karena 33 persen penduduknya keturunan Italia. Di Uruguay, populasi keturunan Italia mencapai 71.115 jiwa, menurun drastis dibanding tahun 1976 yang mencapai 1,3 juta jiwa. Sebagian besar terkonsentrasi di Paysandu, kota di perbatasan Argentina. Di kota ini mereka mempertahankan tradisi leluhur yang menginduk ke Lombardy. Banyak nenek moyang mereka tidak datang langsung dari Italia, tapi dari Argentina. Berbeda dengan Argentina, pemerintah Uruguay mengisolasi kebudayaan Italia, dengan melarang mereka hidup di kota-kota metropolitan dan ibu kota. Juan Alberto Schiaffino adalah Oriundi asal Uruguay yang pernah mewarnai timnas Italia. Lainnya adalah Alcides Ghiggia. Sedangkan keturunan Italia asal Uruguay yang menjadi legenda sepakbola adalah Enzo Francescoli. Mencari Peluang Nenek moyang para Oriundi beremigrasi ke Argentina, Uruguay, Brasil, dan negara-negara Amerika Latin, untuk mencari peluang. Sejak 1920, ketika perekonomian Italia mulai membaik, anak-anak mereka kembali ke tanah leluhur dengan motif yang sama; pencari peruntungan. Anak-anak keturunan Italia di Argentina yang memiliki kemampuan bermain sepakbola, pergi ke Eropa pada usia sangat dini. Tujuan utama mereka adalah Italia. Jika gagal di Italia, mereka akan mencari peruntungan di klub-klub kelas dua dan tiga di seluruh daratan Eropa untuk menempa diri, seraya menikmati penghasilan beberapa ratus euro per pekan. Bagi warga keturunan Italia di Argentina, memiliki anggota keluarga bisa bermain bola adalah tiket untuk keluar dari kemiskinan di tanah benua para leluhur mereka. Dario Cvitanich, warga negara Argentina keturunan Kroasia, meninggalkan tanah kelahirannya untuk melanglang di Eropa sampai akhirnya ditawari memperkuat tim nasional tanah leluhur. Ia mengambil kesempatan itu karena tidak mungkin mengenakan kostum Albiceleste – julukan timnas Argentina. Tidak demikian dengan keturunan Jerman, atau Deutschargentinier. Striker Rene Housemann, German Lux, Juan Esnaider, dan defender Gabriel Heinze, juga melanglang di Eropa, tapi tak mendapat kesempatan membela tanah leluhur. Sepakbola membawa warga negara Argentina bernenek moyang Eropa kembali ke tanah leluhurnya. ■