BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Periodontal Penyakit periodontal merupakan istilah yang menjelaskan mengenai penyakit inflamasi pada jaringan yang mengelilingi gigi, meliputi penyakit gingiva dan penyakit jaringan pendukung gigi.3 Gingivitis dan periodontitis adalah dua bentuk utama penyakit inflamasi pada periodontal.8 Gingivitis merupakan inflamasi pada gingiva yang disebabkan oleh bakteri dengan tanda-tanda klinis perubahan warna lebih merah dari normal, bengkak dan berdarah pada tekanan ringan, namun tidak ada kehilangan perlekatan antara jaringan ikat dengan gigi.2 Sedangkan, periodontitis merupakan inflamasi yang sudah sampai ke jaringan pendukung gigi yang meliputi ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar. Pada periodontitis, terjadi kehilangan perlekatan antara jaringan ikat dengan sementum dan akar gigi. Selanjutnya, periodontitis dapat menyebabkan kehilangan tulang, resesi, maupun keduanya.3 Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi utama pada populasi manusia di dunia dengan tingkat prevalensi yang tinggi. WHO melaporkan bahwa 1015% penduduk dunia menderita periodontitis yang parah.17 Menurut laporan Centers for Disease Control and Prevention of America, prevalensi penyakit periodontal di Amerika tahun 2009 dan 2010 diperkirakan 47,2% atau 64,7 juta orang dewasa Amerika memiliki periodontitis ringan, sedang atau berat. Pada orang dewasa 65 tahun keatas, tingkat prevalensi meningkat menjadi 70,1%.1 Sedangkan, penelitian oleh Situmorang, di kota Medan, prevalensi penyakit periodontal pada semua umur mencapai 96%.18 2.2 Etiologi dan Patogenesis Penyakit Periodontal Penyebab utama penyakit periodontal adalah iritasi plak bakteri.4 Plak atau yang juga dikenal dengan dental biofilm merupakan populasi dari mikroorganisme Universitas Sumatera Utara yang terdapat pada permukaan gigi yang dikelilingi oleh matriks ekstraselular yang dikenal dengan glikokaliks.20 Sejumlah kecil plak dapat terdapat pada gingiva dan periodontal yang sehat.4 Pada keadaan jaringan periodontal yang sehat, plak terdapat pada supragingiva dan didominasi oleh bakteri gram positif, diantaranya adalah Streptococcus sp (Streptococcus sanguis, S. oralis dan S. mitis menjadi spesies perintis), Neiseria, Nocardia dan Actinomyces.20 Plak kemudian berkembang dan matang selama beberapa minggu dan mengalami perubahan dari predominan bakteri positif Gramm menjadi negatif Gramm, dari spesies fakultatif anaerob menjadi spesies anaerob dan dengan lebih banyak kehadiran bakteri motil.22 Awalnya, peningkatan terjadi pada bakteri filamen seperti Actinomyces. Setelah itu, Veilonella dan bakteri batang negatif Gramm anaerob, seperti Fusobacterium dan P. intermedia meningkat, dan bakteri batang motil dan spirokaeta muncul. Inflamasi gingiva dapat diawali oleh berbagai bakteri ini jika mereka hadir dalam jumlah yang banyak karena rendahnya higiene oral.23 Perkembangan berkelanjutan dari bakteri plak patogenik menyebabkan proses inflamasi meluas ke ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar, dan memicu hilangnya perlekatan gingiva ke gigi serta hilangnya tulang pendukung. Pada tahap awal periodontitis, bakteri pada celah gingiva sama dengan gingivitis, namun ketika penyakit berkembang, bakteri menjadi lebih kompleks. Bermacam-macam spesies mikroba, dimana predominannya adalah spesies bakteri negatif Gramm terlibat sebagai etiologi dari periodontitis. P.gingivalis tampaknya merupakan patogen periodontal paling penting berdasarkan jumlah kehadirannya dan faktor virulensi dinding selnya.23 Periodontitis kronis ringan dikaitkan dengan bakteri P.gingivalis dan Tannerella forsythia, dan pada periodontitis kronis sedang dan parah, bakteri yang terlibat adalah P. gingivalis, Prevotella intermedia, Tannerella forsythia, Treponema denticola dan Aggregatibacter actinomycetemcomitan,5 sedangkan, pada periodontitis agresif bakteri yang berperan menurut Kamma dkk (2004) adalah P. gingivalis, P. intermedia, C. rectus, T. Forsythia, A. actinomycetemcomitans dan P. micros.7 Universitas Sumatera Utara 2.3 Bakteri Porphyromonas gingivalis Bakteri Porphyromonas gingivalis (P.gingivalis) merupakan bakteri anaerob negatif Gramm, berpigmen hitam, non motil, assacharolytic dan terlihat berbentuk kokus sampai berbentuk batang pendek.24 Secara taksonomi, bakteri ini diklasifikasikan sebagai berikut :26 Kingdom : Bacteria Filum : Bacterioedetes Kelas : Bacterioedes Ordo : Bacteriodales Famili : Porphyromonadaceae Genus : Porphyromonas Spesies : Porphyromonas gingivalis Gambar 1. Porphyromonas gingivalis26 Habitat utama P. gingivalis adalah pada plak subgingiva di dalam sulkus gingiva atau poket periodontal. Namun, juga dapat ditemui pada lidah subjek dengan periodontal sehat dan sakit. Kolonisasi P. gingivalis pada sulkus gingiva merupakan langkah pertama dalam perkembangan periodontitis kronis, meskipun P. gingivalis juga dapat ditemui pada gingiva subjek yang sehat dalam jumlah yang lebih rendah. P. gingivalis merupakan bakteri periodontopatik patogen utama periodontitis kronis.28 Stingu melaporkan bahwa prevalensi P. gingivalis terdeteksi sebanyak 51% pada pasien periodontitis kronis6, sedangkan pada periodontitis agresif Kamma Universitas Sumatera Utara melaporkan prevalensinya adalah sebesar 89,4%.7 Selain itu, dilaporkan bahwa P. gingivalis lebih banyak terdapat pada poket yang dalam dibanding poket yang dangkal,24 dan jumlahnya berkorelasi signifikan dengan jumlah gigi yang memiliki kedalaman poket ≥ 4mm. Hal ini menegaskan bahwa, P. gingivalis terdapat pada sulkus gingiva dan lidah pada individu yang memiliki gigi. Sehingga, kehilangan gigi atau dengan kata lain kehilangan sulkus gingiva dapat mempengaruhi populasi mikroflora yang menghasilkan penurunan signifikan jumlah P. gingivalis pada rongga mulut.28 2.3.1 Faktor Virulensi Bakteri dan Metode Invasi Pada Jaringan P.gingivalis memiliki faktor virulensi fimbria, lipopolisakarida (LPS), proteinase, kapsul, hemaglutinin, vesikel membran dan metabolit organik seperti asam butirik serta berbagai enzim seperti arginin, lisin-gingipain, kolagenase, gelatinase dan hialuronidase, yang dapat berkontribusi dalam menginduksi periodontitis kronis dengan berbagai cara. P. gingivalis dapat membentuk koloni pada sulkus gingiva oleh karena peran fimbria.28 Fimbria atau pili merupakan protein, filamen yang menonjol keluar dari permukaan sel bakteri dan memainkan peran penting dalam virulensi dengan merangsang perlekatan bakteri dengan sel epitel atau jaringan pejamu.24 Selain sel epitel, fimbria juga memiliki kemampuan yang kuat dalam berinteraksi dengan protein pejamu seperti protein saliva, protein ekstraselular matriks dan fibroblas.28 Selanjutnya, faktor virulensi LPS berperan sebagai agen sitotoksin dari bakteri yang dapat memicu respon inflamasi sel dan berbagai sinyal kemokin dari pejamu.24 Rangsangan oleh LPS ini dapat mengakibatkan rentetan peristiwa inflamasi dan pertahanan pejamu.27 LPS bersama fimbria, proteinase dan hemaglutinin berperan bersama-sama sebagai agen adheren terhadap rongga mulut.24 Faktor virulensi proteinase dihasilkan oleh P. gingivalis untuk menghasilkan nutrisi untuk tumbuh. P. gingivalis membutuhkan asam amino, peptida dan hemin untuk tumbuh. Setidaknya, delapan proteinase yang disekresikan, kini telah dijelaskan untuk P. gingivalis. Proteinase ini selain menyediakan asam amino, peptida dan hemin terhadap pertumbuhan, juga termasuk pengolahan komponen Universitas Sumatera Utara permukaan sel dan penyediaan substrat untuk adhesi sel bakteri. Proteinase terlibat langsung dalam invasi dan pengrusakan jaringan oleh bakteri, dan modulasi respon imun pejamu.24 Enzim proteolitik gingipain dan kolagenase yang dihasilkan P. gingivalis dapat berperan secara langsung dan tidak langsung dalam merusak jaringan periodontal. Disamping itu, metabolit organik seperti amonia, propionat dan butirat juga menunjukkan kemampuan mengganggu sistem imun pejamu dan menunjukkan toksisitas terhadap epitel gingiva.28 P. gingivalis telah mengembangkan strategi adaptif untuk menyerang sel-sel epitel gingiva dan mengatasi mekanisme pertahanan pelindung sel epitel. P. gingivalis melekat dan menyerang sel-sel epitel dengan menargetkan reseptor spesifik pejamu, memodulasi sinyal dan menderegulasi jaringan sitokin pejamu. Interaksi antara P. gingivalis dan sel epitel menyebabkan aktivasi beberapa sinyal kaskade yang kompleks, yang akhirnya mengatur transkripsi gen target yang mengkode efektor dan regulator dari respon kekebalan. Efektor dari sistem kekebalan bawaan, sitokin proinflamasi, kemokin, MMPs (matriks metalloproteinases) dan peptida antimikroba diregulasi dan mungkin memiliki dampak langsung pada perkembangan penyakit dan proses peradangan, yang dapat berkontribusi terhadap kekebalan bakteri dan perkembangan manifestasi penyakit periodontal kronis.24 2.4 Perawatan Penyakit Periodontal Seperti yang telah dijelaskan, plak bakteri adalah etiologi utama penyakit periodontal.4 Sehingga, tujuan kunci perawatan periodontal adalah menyingkirkan bakteri patogenik plak, mengoreksi faktor resiko dan mencegah rekolonisasi bakteri.8 Terdapat berbagai cara yang digunakan untuk menyingkirkan plak bakteri, diantaranya adalah dengan pembersihan mekanis dengan menggunakan sikat gigi, pembersih interdental, skeling dan root planing, serta penggunaan bahan-bahan farmakologi tambahan.21,8 Universitas Sumatera Utara 2.4.1 Pembersihan Mekanis Pembersihan plak menggunakan sikat gigi telah diterima secara luas sebagai metode preventif penyakit periodontal. Inovasi bentuk sikat gigi semakin berkembang, begitupun metode penggunaannya.29 Namun, penelitian menunjukkan bahwa aktifitas menyikat gigi yang efektif hanya dapat membersihkan plak sekitar 65%, dan tidak dapat membersihkan plak interproksimal, sehingga diperlukan pembersihan yang menggunakan sikat gigi interdental atau benang gigi (dental floss).21 Pembersihan mekanis sehari-hari menggunakan sikat gigi dan benang gigi tidak cukup untuk mengatasi penyakit periodontal kronis. Skeling dan root planing yang dikombinasikan dengan kontrol plak sehari-hari terbukti dapat menjadi pilihan perawatan, tampak dalam pengurangan inflamasi, pergeseran komposisi mikroba menjadi flora dengan patogenitas lebih rendah, penurunan kedalaman poket dan penurunan perluasan penyakit. Namun, ada beberapa faktor yang dapat membatasi keberhasilan dari perawatan menggunakan alat skeling dan root planing, faktor tersebut antara lain adalah bentuk anatomi dari akar gigi, furkasi dan kedalaman poket periodontal. Oleh karena itu, dibutuhkan agen farmakologikal dalam perawatan penyakit periodontal.8 Hal ini juga dibutuhkan karena beberapa keadaan seperti dalam penyembuhan inflamasi akut, setelah bedah periodontal, dan pasien kompromis medis.21 2.4.2 Terapi Farmakologikal Agen farmakoterapeutik dikelompokkan berdasarkan rute pemberiannya, yaitu secara lokal dan sistemik. Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menilai kegunaan dari antibiotik sistemik untuk menghentikan atau memperlambat perkembangan periodontitis atau untuk meningkatkan status periodontal. Penggunaan antibiotik sistemik tambahan diindikasikan jika dijumpai kondisi pasien yang penyakitnya tidak responsif terhadap debridemen secara mekanis, infeksi akut, kompromis medis dan dalam progres penyakit. Pemberian antibiotik sistemik harus Universitas Sumatera Utara mengikuti prinsip yaitu, jika memungkinkan terlebih dahulu mengidentifikasi organisme patogenik dan tes sensitifitas antibiotik.8 Penggunaan agen kemoterapeutik secara lokal dan langsung pada poket periodontal dapat mengubah komposisi flora patogenik dan meningkatkan penyembuhan kondisi klinis periodontitis. Obat yang diberikan secara langsung memberikan beberapa keuntungan, yaitu, obat dengan konsentrasi bakterisidal dapat dihantarkan langsung pada sisi yang memiliki aktifitas penyakit dan dapat digunakan dalam waktu yang lama.8 Food and Drug Administration of United State (FDA) telah menyetujui penggunaan etilena vinil asetat yang mengandung serat tetrasiklin, chip gelatin yang berisi klorheksidin dan formulasi minosiklin polimer sebagai tambahan untuk skeling dan root planing. FDA juga telah menyetujui doksisiklin hyclat dalam gel polimer bioabsorable sebagai terapi yang berdiri sendiri untuk pengurangan kedalaman probing, perdarahan saat probing, dan peningkatan level perlekatan. Sistem obat secara lokal memiliki keterbatasan dan keunggulan. Keunggulannya antara lain, kemudahan aplikasi, penggunaan langsung pada sisi berpenyakit yang tidak responsif terhadap terapi konvensional, dan hasil pengobatan bisa ditingkatkan di sisi berpenyakit tersebut. Modalitas pemberian secara lokal telah menunjukkan perbaikan klinis menguntungkan berkaitan dengan pengurangan kedalaman probing dan keuntungan dalam level perlekatan klinis.8 Penggunaan antimikroba sintetik dengan cara pemberian secara lokal adalah kontraindikasi jika digunakan sebagai monoterapi, masalah yang terkait dapat mencakup reaksi alergi, kemungkinan ketidakmampuan untuk melepaskan ikatan biofilm, dan kegagalan untuk menghilangkan kalkulus.8 Penggunaan antimikroba sintetik juga tidak diperbolehkan selama kehamilan dan menyusui.30 Penggunaan bahan herbal alami belakangan ini banyak menjadi perhatian beberapa peneliti. Hal ini disebabkan karena efek samping penggunaan herbal kebanyakan lebih sedikit dibanding bahan sintetik serta efek resistensi dari antimikrobial sintetik dapat menjadi permasalahan sehingga perlu dipertimbangkan.9 Universitas Sumatera Utara 2.5 Buah Delima Punica granatum atau yang dikenal dengan nama delima berasal dari timur tengah. Delima tersebar di daerah subtropik sampai tropik, dari dataran rendah sampai di bawah 1.000 m dpl. Tumbuhan delima ini menyukai tanah gembur yang tidak terendam air, dengan air tanah yang tidak dalam. Di Indonesia, delima sering ditanam di pekarangan rumah sebagai tanaman hias sekaligus untuk dimakan.12,31 Delima sering disebutkan di beberapa kitab suci sebagai buah yang memiliki berbagai khasiat bagi manusia, diantaranya tertulis dalam Alquran, terdapat juga pada bibel perjanjian lama, jewish torah, dan kitab babylonian talmud. Delima dipercaya dalam mitologi Yunani, Mesir serta di China dianggap sebagai lambang kesuburan.32 Pohon delima berupa perdu dengan tinggi 2-5 m. Batang berkayu, percabangan banyak, berduri pada ketiak daunnya, coklat ketika masih muda, dan hijau kotor setelah tua. Daun tunggal, berbentuk lonjong dan pertulangan menyirip. Bunga tunggal bertangkai pendek, biasanya terdapat satu sampai lima bunga berwarna merah, putih atau ungu dan berbunga sepanjang tahun.31 Buah delima berbentuk bulat dengan diameter 5-12 cm. Bijinya banyak, kecilkecil, bentuknya bulat panjang yang bersegi-segi agak pipih, keras, tersusun tidak beraturan, berwarna merah, merah jambu, atau putih. Dikenal tiga macam buah delima, yaitu delima putih, delima merah, dan delima ungu.31 Gambar 2. Buah delima (Punica granatum L.)34 Universitas Sumatera Utara Di daerah Sumatera, delima biasanya dikenal dengan nama glima (aceh), dalimo (batak), sedangkan di daerah Jawa dikenal dengan nama gangsalan dan dhalima.13 Berdasarkan taksonominya, delima diklasifikasikan sebagai berikut :34 Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae Ordo : Lythraceae Famili : Punicaeae Genus : Punica L Spesies : Punica granatum L Pemanfaatan delima secara tradisional telah digunakan sebagai obat cacingan, diare, prolaps rektum, perdarahan seperti muntah darah dan perdarahan rahim, radang tenggorokan, radang telinga, keputihan, batuk, radang gusi, bronkhitis, sariawan, rematik, perut kembung, keracunan, nyeri lambung dan hipertensi. Bagian tanaman yang biasa digunakan sebagai obat adalah kulit kayu, kulit akar, kulit buah, daun, biji dan bunganya.31 2.6 Nilai Farmakologis Buah Delima Lebih dari satu dekade belakangan ini, terjadi peningkatan yang signifikan dalam penelitian mekanisme farmakologi dari buah delima dan bahan didalamnya yang berhubungan dengan hal tersebut. Beberapa penelitian melaporkan bahwa batang, akar, daun dan buah dari delima memiliki nilai farmakologis yang penting untuk kesehatan.32 Nilai farmakologis tersebut antara lain: aktifitas antimikroba (bakterisidal), antioksidan, antikanker, antijamur, antiviral, laksatif, diuretik, antialergi dan antiinflamasi.14,15 Universitas Sumatera Utara Penelitian beberapa tahun terakhir menunjukan ketertarikan yang tinggi terhadap efek terapeutik ekstrak delima.42 Percobaan klinis juga telah banyak dilakukan, sehingga diketahui bahwa delima memiliki efek terhadap kanker prostat, prostat hiperplasia, diabetes millitus, limfoma, atherosklerosis, serta penyakit arteri koroner.32 Efek terapeutik delima erat hubungannya dengan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya. Penelitian terkini mengungkapkan bahwa bahan yang paling memiliki nilai terapeutik di dalam delima adalah senyawa polifenol atau phenolic13. Selain itu, senyawa kimia lain yang berperan yaitu asam ellagic, tannin ellagic atau hydrolyzable (termasuk punicalagin), antosianidin, antosianin, asam punicic, flavonoid, dan estyrogenic flavonols dan flavon.30 Phenolic adalah senyawa yang paling penting dalam aktifitas terhadap bakteri, contohnya adalah asam gallic yang diidentifikasi sebagai senyawa yang paling aktif untuk uji penghambatan bakteri. Efek penghambatan senyawa phenolic dapat dijelaskan oleh adsorpsi ke membran sel, interaksi dengan enzim substrat dan mengurangi komposisi ion logam bakteri.33 Flavonoid dilaporkan menunjukkan kemampuan aktifitas anti-inflamasi, oestrogenic, enzim inhibition, antimikroba, antialergi, antioksidan, dan aktifitas sitotoksis antitumor. Ekstrak flavonoid dari tanaman ini telah banyak digunakan dalam penelitian efek terhadap berbagai bakteri secara in vitro.35 Flovanoid memiliki mekanisme antibakteri dengan berbagai aktifitas, diantaranya dengan menghambat sintesis dari asam nukleat bakteri, menghambat fungsi membran sitoplasmik bakteri, dan menghambat metabolisme energi bakteri.35 Senyawa tanin seperti punicalagin merupakan agen antimikrobial. Aktifitas tanin dalam melawan bakteri dan jamur dapat dilihat dari hubungan struktur molekul dan toksisitasnya serta aktifitas astringennya. Efek tanin sebagai antimikroba nampak dari kemampuan melewati dinding sel bakteri yang terdiri dari polisakarida dan protein dan berikatan dengan permukaanya.13 Senyawa lain seperti asam ellagic, antosianin dan flavon juga memiliki aktifitas biological yang tinggi. Asam ellagic dan flavon memiliki kemampuan Universitas Sumatera Utara antikarsinogenik dan antioksidan yang tinggi.32 Sedangkan, antosianin merupakan salah satu antioksidan tumbuhan yang kuat yang mampu mencegah berbagai kerusakan sel.13 2.7 Efek Ekstrak Kulit Buah Delima Terhadap Bakteri Periodontal Kulit buah delima merupakan 50% dari berat keseluruhan buah dan sering dijadikan sampah buangan. Padahal, kulit buah delima memiliki kadar polifenol seperti ellagic tannins, flavonol, antosianin, asam ellagic, dan asam gallic yang lebih tinggi dibanding jus buahnya, sehingga memiliki aktifitas antimikroba dan antioksidan yang kuat.14,35 Efek ekstrak buah delima terhadap penyakit periodontal telah banyak dilaporkan. Ekstrak buah delima dapat menguatkan gingiva, menguatkan kembali gigi yang goyang dan mengurangi tanda-tanda klinis periodontitis kronis.13 Penelitian Sastravaha pada tahun 2003 menunjukkan dengan menyisipkan chip yang mengandung ekstrak delima dan pegagan, dapat menyebabkan kedalaman probing dan tanda klinis periodontitis menjadi berkurang.36 Ekstrak kulit buah delima memiliki kemampuan untuk menurunkan jumlah bakteri oral. Kote melaporkan bahwa ekstrak delima telah menunjukkan aktifitas melawan berbagai bakteri dirongga mulut terhadap berbagai spesies Streptococcus dan Lactobacillus.13 Abdollazadeh menambahkan bahwa ekstrak kulit buah delima konsentrasi 4-12 mg/ml efektif dalam melawan bakteri Staphylococcus aureus, sedangkan terhadap Lactobacillus achidophilus, Streptococcus mutans dan Streptococcus salivarius efektif dengan konsentrasi 8 dan 12 mg/ml.15 Penelitian Bhadbhade pada tahun 2011 menunjukkan tidak ada berbedaan signifikan antara berkumur dengan klorheksidin dengan berkumur menggunakan ekstrak delima terhadap bakteri periodontitis Agregatibacter actinomycetecomitans, Porphyromonas gingivalis, dan Prevotella intermedia. Badbhade juga melaporkan bahwa terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis, ekstrak buah delima memiliki KHM sebesar 31,25 mg/ml, terhadap Prevotella intermedia membutuhkan Universitas Sumatera Utara konsentrasi 16,125 mg/ml, sedangkan terhadap Agregatibacter actinomycetecomitans membutuhkan KHM sebesar 62,5 mg/ml.9 2.8 Keamanan ekstrak delima Delima dan unsur yang terkandung di dalamnya telah aman dikonsumsi selama berabad-abad tanpa efek samping.32 Penelitian mengenai efek kandungan buah delima pada hewan dengan konsentrasi yang umumnya digunakan manusia dan pada obat tradisional menunjukkan tidak adanya efek toksik.32,37 Toksisitas antioksidan polifenol punicalagin, yang banyak terdapat pada jus delima telah dievaluasi pada tikus. Tidak ada efek toksik atau perbedaan signifikan yang diamati dalam kelompok pengobatan dibandingkan dengan kontrol, yang dikonfirmasi melalui analisis histopatologi organ tikus.32,38 Penelitian lain pada 10 pasien dengan stenosis arteri karotis menunjukkan konsumsi jus delima (121 mg/L) selama tiga tahun tidak memiliki efek toksik dalam analisis kimia darah, fungsi ginjal, hati, dan jantung.32,40 Universitas Sumatera Utara 2.9 Kerangka teori Penyakit periodontal Plak bakteri : Porphyromonas gingivalis Perawatan Mekanis: Kemis : -Kontrol plak - Antimikroba -Skeling -Root planing Ekstrak kulit buah delima Tanin Phenolic - Adsorpsi ke membran sel bakteri - Menghambat sintesis bakteri dan berikatan asam nukleat bakteri - Merusak dinding sel enzim substrat - Mengurangi komposisi ion logam bakteri - Melewati dinding sel dengan permukaannya - Berinteraksi dengan Flavonoid bakteri - Menginaktivasi adhesi mikroba - Menghambat fungsi membran sitoplasma - Menghambat metabolisme energi bakteri Menghambat dan membunuh bakteri Porphyromonas gingivalis Universitas Sumatera Utara 2.10 Kerangka konsep Variabel Bebas : Variabel Tergantung : Ektrak kulit buah delima dengan Pertumbuhan bakteri konsentrasi 25%, 12,5%, 6,25%, Porphyromonas gingivalis pada 3,125 %, 1,6125 %, dan 0,8%. media Tryptic Soy Agar Variabel Terkendali : Variabel Tak Terkendali : − Asal buah delima − Lama penyimpanan buah delima − Konsentrasi etanol − Lama penyimpanan, pengiriman, − Suspensi bakteri P.gingivalis dan suhu saat pengiriman ektrak − Media pertumbuhan bakteri kulit − Suhu inkubasi laboratorium. buah delima ke − Waktu pengamatan bakteri Universitas Sumatera Utara