BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Bank Dalam pembicaraan

advertisement
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Pengertian Bank
Dalam pembicaraan sehari-hari bank dikenal sebagai lembaga keuangan
yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Bank
juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang
membutuhkannya.
Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November
1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah “badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak” (Kasmir, 2007:23).
Bila dilihat dari fungsinya, defenisi Bank dapat dikelompokkan menjadi
tiga bagian yaitu:
1. Bank dilihat dari segi penerima kredit. Dalam pengertian ini bank
menerima
uang
dan
dana-dana
lainnya
dari
masyarakat
serta
mencerminkan bahwa bank melaksanakan operasi perkreditannya secara
pasif dengan penghimpunan uang dari pihak ketiga.
2. Bank dilihat sebagai pemberi kredit. Berarti bahwa bank melaksanakan
operasi secara aktif. Jadi fungsi bank terutama dilihat sebagai pemberi
kredit, tanpa mempermasalahkan apakah kredit itu berasal dari deposito
atau tabungan yang diterimanya atau bersumber pada penciptaan kredit
yang dilakukan oleh bank itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
3. Bank dilihat sebagai pemberi kredit bagi masyarakat melalui sumber yang
berasal dari modal sendiri, simpanan atau tabungan masyarakat maupun
melalui penciptaan uang (Sri, 2005:9).
Menurut UU Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan dipertegas lagi
dengan keluarnya Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 maka jenis
perbankan terdiri dari:
a. Bank Umum
b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Adapun pengertian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah sebagai berikut:
1. Dilihat dari Segi Fungsinya
a. Bank Umum
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam
kegiatannya
memberikan
jasa
dalam
lalu
lintas
pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti
dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula
dengan wilayah operasinya dapat dilakukan di seluruh wilayah.
Bank umum sering disebut bank komersil (commercial bank).
b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
Universitas Sumatera Utara
lalu lintas pembayaran. Artinya di sini kegiatan BPR jauh lebih
sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum.
2. Dilihat dari Segi Kepemilikannya
Ditinjau dari segi kepemilikan maksudnya adalah siapa saja yang
memiliki bank tersebut. Kepemilikan ini dapat dilihat dari akte
pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang
bersangkutan.
Jenis bank dapat dilihat dari segi kepemilikan tersebut adalah :
a. Bank Milik Pemerintah
Di mana baik akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh
pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh
pemerintah pula. Contoh bank milik pemerintah antara lain:
Bank Negara Indonesia 46 (BNI), Bank Rakyat Indonesia
(BRI), Bank Tabungan Negara (BTN),dan Bank Pemilik
Daerah(BPD) baik tingkat I maupun tingkat II di masingmasing propinsi.
b. Bank Milik Swasta
Bank jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh
swasta nasional serta akte pendirinya pun didirikan oleh
swasta,
begitu
pula
pembagian
keuntungannya
untuk
keuntungan swasta pula. Contoh bank milik swasta nasional
antara lain: Bank Muamalat, Bank Central Asia, Bank Bumi
Putra, Bank Internasional Indonesia, Bank Danamon, Bank
Niaga, dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
c. Bank Milik Koperasi
Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh perusahaan
yang berbadan hukum koperasi. Sebagai contoh adalah: Bank
Umum Koperasi Indonesia.
d. Bank Milik Asing
Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada diluar
negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Jelas
kepemilikannya pun dimiliki oleh pihak luar negeri. Contoh
bank asing antara lain: ABN AMRO bank, Bank of America,
Bank of Tokyo, City Bank, Standard Chartered Bank,
Hongkong Bank, European Asian Bank, dan lainnya.
e. Bank Milik Campuran
Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing
dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara
mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia. Contoh bank
campuran antara lain: Mitshubishi Buana Bank, Sanwa
Indonesia Bank, Sumitomo Niaga Bank, dan lainnya.
3. Dilihat dari Segi Status
Dilihat dari segi kemampuannya dalam melayani masyarakat maka
bank umum dapat dibagi ke dalam 2 macam. Pembagian jenis ini
disebut juga pembagian berdasarkan kedudukan atau status bank
tersebut.
Kedudukan atau status ini menunjukkan ukuran kemampuan
bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk,
Universitas Sumatera Utara
modal maupun kualitas pelayanannya. Oleh karena itu untuk
memperoleh status tersebut diperlukan penilaian-panilaian dengan
kriteria tertentu.
Status bank yang dimaksud adalah :
a. Bank Devisa
Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar
negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara
keseluruhan, misalnya transfer keluar negeri, inkaso keluar
negeri, travelers cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of
Credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank
devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia.
b. Bank non Devisa
Merupakan
bank
yang
belum
mempunyai
izin
untuk
melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak
dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi
bank non devisa merupakan kebalikan daripada bank devisa, di
mana transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas
Negara.
4. Dilihat dari Segi Cara Menentukan Harga
Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan
harga baik harga jual maupun harga beli terbagi dalam 2 kelompok
yaitu:
a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional
Universitas Sumatera Utara
Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini
adalah bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Hal
ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia dimana asal
mula bank di Indonesia dibawa oleh kolonial Belanda. Bank
Konvensional merupakan Bank yang menerapkan sistem
insentif berupa tingkat bunga kepada nasabahnya.
b. Bank yang berdasarkan prinsip Syariah
Bank berdasarkan prinsip Syariah belum lama berkembang di
Indonesia. Namun di luar negeri terutama di negara-negara
Timur Tengah bank yang berdasarkan prinsip Syariah sudah
berkembang pesat sejak lama. Bank berdasarkan prinsip
Syariah artinya menjalankan usaha di bidang jasa perbankan
menurut aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam, dengan
memperoleh keuntungan berupa bagi hasil.
2.2 Bank Umum dan Jenis Kegiatan Usahanya
Pada pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 bahwa Bank
Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau
memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Sehingga Bank
Umum dapat saja berspesialisasi pada bidang ataupun jenis kegiatan tertentu tanpa
harus menjadi suatu kelompok tertentu.
Dengan adanya penyederhanaan ini maka diharapkan dapat memudahkan
bank dalam memilih kegiatan-kegiatan perbankan sesuai dengan karakter masingmasing bank tanpa harus merepotkan dengan perizinan tambahan.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut dijelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Bank Umum adalah “sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Dalam melaksanakan kegiatannya bank dibedakan antara kegiatan Bank
Umum dengan kegiatan Bank Perkreditan Rakyat. Kegiatan Bank Umum lebih
luas dari Bank Perkreditan Rakyat. Artinya produk ditawarkan oleh bank umum
lebih beragam, hal ini disebabkan bank umum mempunyai kebebasan untuk
menentukan produk dan jasanya. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat
mempunyai keterbatasan tertentu, sehingga kegiatannya lebih sempit.
Adapun kegiatan-kegiatan perbankan yang ada di Indonesia dewasa ini
adalah:
a. Menghimpun dana dari masyarakat (funding) dalam bentuk:
Simpanan Giro, Simpanan Tabungan, dan Simpanan Deposito.
b. Menyalurkan dana ke masyarakat (lending) dalam bentuk:
Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja, Kredit Perdagangan.
c. Memberikan jasa-jasa bank lainnya (services) seperti: Transfer
(Kiriman Uang), Inkaso (Collection), Kliring (Clearing), Safe
Deposite Box, Bank Garansi, Letter of Credit (L/C), jual beli
surat-surat berharga, dan jasa-jasa lainnya (Kasmir, 2007).
2.2.1 Bank Konvensional
Bank Konvensional artinya menjalankan usaha dibidang jasa perbankan
menurut cara yang lazim atau biasa, dengan memperoleh keuntungan berupa
bunga.
Universitas Sumatera Utara
Bank berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode yaitu:
1. Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan
seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk
produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat
suku bunga tertentu.
2. Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan barat menggunakan
atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau
persentase tertentu.
2.2.2 Bank Syariah
Bank berdasarkan prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau
pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. Dalam menentukan harga
atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan prinsip Syariah adalah
sebagai berikut :
1.
Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah).
2.
Prinsip
jual
beli
barang
dengan
memperoleh
keuntungan
(murabahah).
3.
Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan
(ijarah).
4.
Pembiayaan dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas
barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah
waiqtina).
Sumber penentuan harga atau pelaksanaan kegiatan bank prinsip Syariah
dasar hukumnya adalah Al-Quran dan Sunnah Rasul. Bank berdasarkan prinsip
Universitas Sumatera Utara
Syariah mengharamkan pengunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi
bank yang berdasarkan prinsip Syariah bunga adalah riba (Mhd. Syafi’I Antonio,
2001).
2.3 Pengertian Bank Perkreditan (BPR)
Secara umum BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan
hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR.
Status BPR diberikan kepada lembaga-lembaga lainnya yang sesuai UndangUndang Perbankan nomor 7 tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tata cara
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa lembaga-lembaga
tersebut telah berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih
diperlukan oleh masyarakat, maksudnya keberadaan lembaga yang dimaksud
diakui. Oleh karena itu, Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992
memberikan kejelasan status lembaga-lembaga tersebut. Untuk menjamin
kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persyaratan
dan tatacara pemberian status lembaga-lembaga tersebut ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
2.3.1 Asas BPR
Dalam melaksanakan usahanya BPR berasaskan demokrasi ekonomi
dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi adalah sistem
ekonomi Indonesia yang dijalankan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang
memiliki 8 ciri positif sebagai pendukung dan 3 ciri negatif yang harus dihindari
(free fight liberalism, etatisme, dan monopoli).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Fungsi BPR
Penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Bukan hanya penyalur kredit
kepada para pengusaha mikro, kecil dan menengah, tetapi juga menerima
simpanan dari masyarakat.
2.3.3 Tujuan BPR
Menunjang
pelaksanaan
pembangunan
nasional
dalam
rangka
meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
2.3.4 Sasaran BPR
Melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil,
pegawai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank
umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan
kesempatan berusaha, pemerataan pendapatan, dan agar mereka tidak jatuh ke
tangan para rentenir.
2.3.5 Usaha BPR
Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana
dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread
effect
dan
pendapatan
bunga.
Adapun
usaha-usaha
BPR
adalah
(udin.staff.gunadarma.ac.id):
1.
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito
berjangka,
tabungan,
atau
bentuk
lainnya
yang
dipersamakan dengan itu.
2.
Memberikan kredit.
Universitas Sumatera Utara
3.
Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi
hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah.
4.
Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan tabungan pada
bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia
kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.
Kegiatan-kegiatan Bank Perkreditan Rakyat
a. Menghimpun dana dalam bentuk: Simpanan Tabungan, Simpanan
Deposito.
b. Menyalurkan dana dalam bentuk: Kredit Investasi, Kredit Modal
Kerja, Kredit Perdagangan.
c. Larangan-larangan bagi Bank Perkreditan Rakyat adalah sebagai
berikut: Menerima Simpanan Giro, Mengikuti Kliring, Melakukan
Kegiatan Valuta Asing, Melakukan Kegiatan Perasuransian.
2.4. Pengertian Badan Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
BPRS adalah salah satu lembaga Perbankan yang mempunyai peran
penting bagi aktifitas perekonomian. Peran strategisnya diwujudkan sebagai
wahana yang mampu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara
efektif dan efisien kearah peningkatan taraf hidup masyarakat. Sebagai lembaga
perbankan, BPRS menjalankan fungsinya sebagai financial intermediary/lembaga
perantara dari dua pihak, yakni pihak kelebihan dana dan pihak yang
membutuhkan dana (fungsi spesifik financial intermediary: agent of trust, agent
of development, and agent of success). Berkaitan dengan fungsi bank, BPRS
Universitas Sumatera Utara
bergerak dibidang jasa pelayanaan untuk memberikan kredit dan jasa-jasa lain
dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
BPRS berdiri berdasarkan UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip
Bagi Hasil. Pada pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas
UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) adalah yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran (Ahmad dan Abdul, 2008: 38-39).
Pada saat ini kehadirannya telah mulai dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan terutama bagi pengusaha kecil dan
mikro dalam rangka membantu pengembangan usaha dan peningkat kesejahteraan
masyarakat. Pengusaha kecil dan mikro yang selama ini terbiasa memperoleh
pinjaman modal kerja dari perorangan maupun lembaga simpan pinjam lainnya,
saat ini mulai melirik BPR Syariah sebagai salah satu lembaga keuntungan yang
dapat membantu usaha mereka dan diharapkan sesuai dengan harapan masyarakat.
Dalam pelaksanaan operasionalnya usaha BPR Syariah telah dihadapkan
pada kenyataan bahwa sebagian besar masyarakat masih belum memiliki
pengetahuan dan informasi yang memadai tentang produk dan sistem operasional
bank syariah. Faktor internal dan eksternal dalam pelaksanaan operasional BPR
Syariah juga turut menentukan keberhasilan dan bermanfaatnya BPR Syariah di
tengah masyarakat. Dukungan dan kepercayaan seluruh masyarakat, regulasi yang
kondusif bagi pelaksanaan operasional BPR Syariah, dan peran aktif semua pihak
sangat diharapkan meningkat.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Tujuan BPRS
Adapun tujuan berdirinya BPR Syariah antara lain adalah :
1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama
masyarakat golongan ekonomi lemah.
2. Mengurangi urbanisasi.
3. Menambah lapangan kerja, terutama di kecamatan-kecamatan.
4. Meningkatkan pendapatan perkapita.
5. Membina semangat ukhuwah Islamiah melalui kegiatan
ekonomi.
6. Diarahkan untuk
memenuhi
kebutuhan
jasa
pelayanan
perbankan bagi masyarakat.
7. Menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi.
8. Melayani kebutuhan modal dengan prosedur pemberian kredit
yang mudah dan sederhana.
9. Menempung dan menghimpun tabungan masyarakat.
Dengan demikian BPRS dapat turut memobilisasi modal untuk keperluan
pembangunan dan turut mendidik rakyat dalam berhemat dan menabung, dengan
menyediakan tempat yang dekat, aman dan mudah untuk menyimpan uang bagi
penabung kecil.
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan, baik dalam hal
menghimpun dana maupun menyalurkan dana. Masyarakat akan mau menitipkan
dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan. Masyarakat percaya
bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola
Universitas Sumatera Utara
dikelola dengan baik, dan juga percaya bahwa pada saat yang telah dijanjikan
masyarakat dapat menarik kembali lagi simpanannya di bank.
2.4.2 Kegiatan Usaha BPRS
Kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat Syariah sama halnya dengan
kegiatan BPR Konvensional pada umumnya.
2.4.3 Produk-produk BPR Syariah
Produk-produk yang ditawarkan oleh BPR Syariah secara garis besar
adalah sebagai berikut:
1. Mobilitas Dana Masyarakat
Bank akan mengerahkan dana masyarakat dalam berbagai bentuk
seperti menerima simpanan wadi’ah, menyediakan fasilitas tabungan
dan deposito berjangka. Fasilitas ini dapat dipergunakan untuk
menitip shadaqah, infaq, zakat, mempersiapkan ongkos naik haji
(ONH), merencanakan qurban, aqiqah, khitanan, mempersiapkan
pendidikan, pemilikan rumah, kendaraan dan lain-lain (Ahmad dan
Abdul, 2008:45-46).
a. Simpanan amanah
Bank menerima titipan amanah (trustee account) berupa dana
infaq, shadaqah dan zakat. Akad penerimaan titipan ini adalah
wadi’ah yaitu titipan yang tidak menanggung resiko. Bank
akan memberikan kadar profit dari bagi hasil yang didapat
bank melalui pembiayaan kepada nasabah.
Universitas Sumatera Utara
b. Tabungan wadi’ah
Bank menerima tabungan (saving account); baik pribadi
maupun badan usaha dalam bentuk tabungan bebas. Akad
penerimaan dana ini adalah wadi’ah, yaitu titipan-titipan yang
tidak menanggung risiko kerugian, dan bank akan memberikan
kadar profit kepada penabung yang diperhitungkan secara
harian dan dibayar setiap bulan.
c. Deposito wadi’ah atau deposito mudharabah
Bank menerima deposito berjangka (time and invesment
account); baik pribadi maupun badan/lembaga. Akad penerima
deposito adalah wadi’ah atau mudharabah, di mana bank
menerima dana masyarakat berjangka satu bulan, tiga bulan,
enam bulan, dua belas bulan dan seterusnya sebagai penyertaan
sementara pada bank. Deposan yang akad depositonya wadi’ah
mendapatkan nisbah bagi hasil keuntungan lebih kecil dari
mudharabah
bagi
hasil
yang
diterima
bank
dalam
pembiayaan/kredit nasabah yang dibayar setiap bulan.
2. Penyaluran Dana
Menurut Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, 2008 ; penyaluran dana
BPRS adalah sebagai berikut:
a. Pembiayaan mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah suatu perjanjian antara
pemilik dana (pengusaha) dengan pengelola dana (bank) yang
keuntungan dibagi menurut rasio/nisbah yang telah disepakati
Universitas Sumatera Utara
bersama di muka. Apabila terjadi kerugian maka pengusaha
menanggung kerugian dana, sedangkan bank menanggung
pelayanan material dan kehilangan imbalan kerja.
b. Pembiayaan musyarakah
Pembiayaan musyarakah adalah suatu perjanjian antara
pengusaha dengan bank, di mana modal dari kedua belah pihak
digabungkan untuk usaha tertentu yang dikelola secara
bersama-sama, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama
sesuai kesepakatan di muka.
c. Pembiayaan bai bitsaman ajil
Pembiayaan bai bitsaman ajil adalah proses jual beli antara
bank dengan nasabah, di mana bank akan menganalangi lebih
dahulu kepada nasabah dalam pembelian suatu barang tertentu
yang dibutuhkan kemudian nasabah akan membayar harga
dasar barang dan keuntungan yang disepakati bersama.
d. Pembiayaan murabahah
Pembuiayaan murabahah adalah suatu perjanjian yang
disepakati antara bank dengan nasabah, di mana bank
menyediakan pembiayaan bahan baku atau modal kerja lainnya
yang dibutuhkan nasabah yang akan dibayar kembali sebesar
harga jual bank.
e. Pembiayaan qardhul hasan
Pembiayaan qardhul hasan adalah perjanjian antara bank
dengan nasabah yang layak menerima pembiayaan kebajikan di
Universitas Sumatera Utara
mana nasabah yang menerima hanya membayar pokoknya dan
dianjurkan untuk memberikan Zakat, Infaq, dan Shadaqah
(ZIS).
2.4.4 Jasa Perbankan Lainnya
Secara bertahap bank akan menyediakan jasa untuk memperlancar
pembiayaan dalam bentuk proses transfer dan inkaso, pembayaran rekening air,
listrik, telepon, angsuran KPR, dan lainnya. Bank juga mempersiapkan bentuk
pelayanan yang sifatnya bentuk talangan dana (bridging financing) yang
didasarkan atas akan pembiayaan bai salam.
2.4.5 Badan-badan pengembang BPR Syariah
Dalam rangka mengembangkan BPR Syariah, terbentuk suatu badan yang
menyelenggarakan pendidikan dan memberikan technical assistance untuk BPR
Syariah yang baru tumbuh, yaitu yayasan Institut for Syariah Economic
Development (ISED) dan yayasan Pendidikan dan Pengembangan Bank Syariah
(YPPBS).
Yayasan ISED secara berkesinambungan akan terus melaksanakan
program pendirian atau pemberian bantuan teknis pendirian BPR-BPR Syariah di
Indonesia terutama di daerah potensial. Adapun kegiatan YPPBS meliputi:
1. Membantu proses pendirian
2. Memberikan technical assistance
3. Pendidikan basic untuk para sarjana yang baru lulus dari perguruan
tinggi, maupun intermediate bagi para praktisi yang telah memiliki
minimal 2 tahun pengalaman disektor perbankan.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Pengertian Usaha Kecil
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil,
dan menengah dinyatakan bahwa Usaha Kecil adalah usaha yang mempunyai
beberapa kriteria sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha tersebut didirikan.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
2.500.000.000,-
(dua
miliar
lima
ratus
juta
rupiah).
(http:www.depperin.go.id).
2.6 Konsep Usaha Kecil
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil menyatakan
bahwa usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan
memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan serta kepemilikan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Usaha kecil dalam hal ini meliputi usaha kecil informal dan usaha kecil
tradisional. Usaha kecil informal adalah usaha kecil yang belum terdaftar, belum
tercatat, dan belum berbadan hukum. Sedangkan usaha kecil tradisional adalah
usaha yang menggunakan alat-alat produksi sederhana yang telah digunakan
secara turun temurun dan berkaitan dengan seni budaya.
Di Indonesia saat ini sebenarnya belum ada batasan dan kriteria yang baku
mengenai usaha kecil. Berbagai instansi menggunakan batasan dan kriteria
Universitas Sumatera Utara
menurut titik permasalahan yang dituju. Ada yang menggunakan nilai asset dan
volume usaha sebagai batasan, serta ada yang menggunakan kriteria fungsi kerja.
Deperindag menggunakan batasan modal, yaitu kurang dari 25 juta rupiah
adalah pengusaha kecil, sedangkan Kadin menentukan batasan pengusaha kecil
dalam beberapa jenis kegiatan dengan tolak ukur yang berbeda-beda seperti nilai
peralatan, nilai modal sebagai berikut:
a. Pengusaha kecil dibidang industri adalah yang memiliki nilai
mesin dan peralatan kurang dari 100 juta rupiah.
b. Pengusaha kecil di bidang perdagangan eceran adalah yang
memiliki nilai persediaan dan tempat usaha kurang dari 25 juta
rupiah.
Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri memberikan defenisi usaha kecil dari
segi jumlah tenaga kerjanya yaitu antara 6-19 orang. Dan Depkeu mendefenisikan
usaha kecil sebagai badan usaha atau perorangan yang memiliki asset/aktiva
setinggi-tingginya 300 juta rupiah per tahun. Sementara itu menurut Bank
Indonesia (BI) usaha kecil adalah sesuatu perusahaan atau perorangan yang
mempunyai total modal 600 juta rupiah, tidak termasuk rumah dan tanah yang
ditempati (Martono, 2002).
2.7 Bank Perkreditan Rakyat Syariah Dalam Pengembangan Usaha Kecil
Dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999, Bank Indonesia tidak
diperkenankan lagi menyalurkan pembiayaan likuiditas kepada perbankan, dan
mengalihkannya kepada lembaga lain yang dirujuk oleh Pemerintah dan Bank
Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Sistem perbankan yang berdasarkan syariah Islam dalam operasionalnya
selalu berbasis pada prinsip berbagi resiko dan berbagi hasil. Dimana dalam hal
ini BPR Syariah mempunyai potensi di dalam pengembangan usaha kecil yaitu:
1. BPR Syariah tidak membatasi dirinya hanya untuk bersedia
meminjamkan dananya kepada sektor usaha yang mulai mapan saja,
atau kepada orang yang dapat menyediakan jaminan yang untuk
memastikan pembayaran kembali utang pokok dan bunganya saja,
seperti yang berlaku pada BPR konvensional. Tetapi juga lebih
cenderung untuk membuka diri kepada pengusaha kecil sehingga
pengusaha kecil tidak perlu ragu-ragu dalam hal melakukan inovasi
guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi usahanya, karena adanya
dukungan secara pasti dari pihak BPR Syariah.
2. BPR Syariah selalu menerapkan kerjasama dengan prinsip kemitraan
dalam menjalin hubungan dengan para pengusaha. Pembiayaan yang
diberikan oleh BPR Syariah selalu disertai dengan pemberian
konsultasi, pembinaan, dan pengawasan.
Agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, disamping melalui
penerapan prinsip berbagi resiko dan bagi hasil secara konsisten, maka diperlukan
juga infrastruktur yang memungkinkan pihak BPR Syariah untuk dapat
berhubungan lebih dekat bahkan keterlibatan bank secara langsung dengan
aktivitas usaha nasabahnya.
Pola pembiayaan yang dijalankan oleh BPR Syariah mempunyai
karakteristik yang spesifik bila dibandingkan dengan BPR konvensional. Dimana
pada BPR konvensional penilaian kelayakan pembiayaan hanya didasarkan pada
Universitas Sumatera Utara
bisnis semata, lain halnya dengan yang terjadi pada BPR Syariah. Dimana pada
BPR Syariah penilaian kelayakan pembiayaan selain pada bisnis juga harus
mempertimbangkan dari segi Syariahnya. Dengan kata lain, bahwa usaha tersebut
selain layak dibiayai dari segi bisnis juga harus layak dari segi Syariahnya.
Dalam pengembangan usaha kecil potensi BPR Syariah dalam hal ini
bergantung pada beberapa faktor antara lain sebagai berikut:
a. Perkembangan dana-dana investasi mudharabah yang memiliki jangka
waktu sesuai dengan siklus usaha yang dibiayai BPR Syariah.
b. Perkembangan jumlah pemilik dana yang lebih suka menanamkan
dananya di bank dalam bentuk investasi dari pada menyimpannya dalam
bentuk simpanan.
c. Perkembangan kualitas Sumber Daya Insani (SDI), baik dikalangan para
pengelola BPR Syariah maupun para pengelola usaha.
d. Perkembangan jumlah pengusaha yang hanya bersedia bersyariah.
e. Perkembangan infrastruktur, termasuk peraturan perbankan yang lebih
sesuai dengan karakteristik sistem perbankan syariah.
Jadi dalam hal ini, keunggulan BPR Syariah terletak pada resiko dan bagi
hasil yang melandasi sistem operasionalnya, sehingga dengan prinsip itu BPR
Syariah tidak harus terpaku hanya memberikan pembiayaan kepada usaha kecil
bahkan kepada pengusaha pemula sekalipun. Dengan prinsip berbagi resiko dan
berbagi hasil, maka kala usaha mengalami kerugian akibat krisis ekonomi
misalnya, maka akan terasa lebih ringan bagi perorangan dan perusahaan secara
individu sehingga usaha pemulihan ekonomi dapat menjadi lebih cepat (Ahmad
dan Abdul, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.8 Bagi Hasil/Profit Sharing
Bagi hasil atau profit sharing adalah prinsip pembagian laba yang
diterapkan dalam kemitraan kerja, dimana posisi bagi hasil ditentukan pada saat
akad kerjasama. Jika usaha mendapatkan keuntungan, porsi bagi hasil sesuai
dengan kesepakatan, namun jika terjadi kerugian maka porsi bagi hasil
disesuaikan dengan kontribusi masing-masing pihak. Dasar yang digunakan
dalam perhitungan bagi hasil adalah berupa laba bersih usaha, setelah dikurangi
dengan biaya operasional (Fadhila dalam Erik Rio Indrawan, 2006).
Bagi hasil juga dapat diartikan sebagai suatu sistem yang meliputi tata cara
pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian
hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan nasabah, maupun antara bank
dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip bagi
hasil ini adalah mudharabah dan musyarakah (Muhammad dalam Erik Rio
Indrawan, 2006).
Hubungan ini terlihat pada skema berikut:
Penabung
Bank
Shahibul Mal
Mudharib
Bank
Nasabah Peminjam
Shahibul Mal
Mudharib
Gambar 2.1: Skema Pengelolaan Dana DP3
Dalam perkembangannya para pengguna dana Bank Islam tidak saja membatasi
dirinya pada satu akad, yaitu mudharabah saja. Sesuai dengan jenis dan nature
usahanya, mereka ada yang memperoleh dana dengan sistem pengkongsian,
sistem jual beli, sewa menyewa dan lain-lain. Oleh karena itu, hubungan Bank
Universitas Sumatera Utara
Islam dengan nasabahnya menjadi sangat kompleks karena tidak hanya berurusan
dengan satu akad, namun dengan berbagai jenis akad. Hubungan ini digambarkan
sebagai berikut:
Penabung
Bank
Shahibul Maal
Nasabah
Peminjam
Shahibul Maal
Akad mudharabah
Akad :
Mudharabah, musyarakah
Murabahah, bai as-salam
dll.
Sumber: Antonio, 2001: 138
Gambar 2.2: Skema Jenis Akad Nasabah Dengan Bank
Besarnya bagi hasil ini ditentukan di awal perjanjian. Berbeda dengan
bunga, persentase bagihasil ini belum tentu sama tiap bulannya. Sedangkan
nominal yang diterima tentunya menyesuaikan dengan besarnya keuntungan yang
didapat oleh peminjam itu sendiri. Konsekuensi dari konsep ini adalah adanya
untung dan rugi. Jika hasil usaha peminjam menunjukkan keuntungan yang besar,
maka bagi hasilnya pun akan besar dan sebaliknya jika keuntungan kecil atau
bahkan merugi maka pihak peminjam harus ikut pula menanggung kerugian
tersebut.
Bank Islam dengan sistem bagi hasilnya sebagai alternatif pengganti dari
penerapan sistem bunga ternyata dinilai telah berhasil menghindarkan dampak
negatif dari penerapan sistem bunga seperti:
a. Pembebanan pada nasabah berlebih-lebihan dengan beban bunga
berbunga (compound interest) bagi nasabah yang tidak mampu
membayar pada saat jatuh tempo.
Universitas Sumatera Utara
b. Timbulnya pemerasan atau eksploitasi yang kuat terhadap yang lemah.
c. Terjadinya konsentrasi kekuatan ekonomi ditangan kelompok elit, para
bankir dan pemilik modal.
d. Kurangnya
peluang
bagi
kekuatan
ekonomi
lemah
untuk
mengembangkan potensi usahanya.
Selain mampu menghindarkan dari dampak negatif penerapan bunga,
Bank Islam dengan sistem bagi hasil dinilai mampu mengalokasikan sumber daya
dan sumber dana secara efisien inilah merupakan modal utama untuk menghadapi
persaingan pasar dan perolehan laba.
Pada dasarnya Bank Syariah dengan perbankan Konvensional. Jika Bank
Syariah tidak mampu memberikan tingkat keuntungan yang memadai, maka
berdasarkan perhitungan oportunity cost, orang tidak bersedia menaruhkan
uangnya di Bank Syariah. Hal ini bergantung pada tingkat suku bunga
(Muhammad dalam Erik Rio Indrawan, 2006).
2.9 Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini penulis ingin melihat faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi permintaan pembiayaan usaha kecil pada PT.Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) Puduarta Insani Medan.
Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan Sri Mulia Hati Harahap (2000)
dari Universitas Sumatera Utara metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah model regresi berganda dengan menggunakan program penghintungan
SPSS 12.0, untuk menganalisis hubungan antara penghimpunan DP3 dengan
penyaluran dana pembiayaan usaha kecil. Hasil dari penelitian ini adalah
tabungan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pembiayaan usaha
Universitas Sumatera Utara
kecil,dengan asumsi apabila tabungan yang dihimpun bertambah maka jumlah
pembiayaan usaha kecil yang disalurkan pun meningkat. Begitu pula dengan
jumlah deposito Mudharabah dan Giro wadiah, maka dengan signifikannya
variabel-variabel tersebut terhadap pembiayaan usaha kecil ini menunjukkan
bahwa semua jumlah DP3 yang telah dihimpun oleh bank benar-benar disalurkan
melalui pembiayaan usaha kecil yang diberikan oleh bank kepada masyarakat.
Dan
ini
mengindikasikan
bahwa
bank
telah
menjalankan
fungsi
intermediatensinya sebagai lembaga keuangan khususnya dalam perbankan
syariah.
Fauzi
Fahdi
Nasution
(2001)
yang
meneliti
mengenai
analisa
kebijaksanaan bagi hasil tabungan pada PT.Bank Perkreditan Rakyat Syariah
Puduarta Insani, hasil dari penelitian ini yaitu jumlah transaksi nasabah tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan pada tingkat kepercayaan terhadap jumlah
keuntungan yang diperoleh nasabah,saldo tabungan berpengaruh signifikan
terhadap variabel jumlah keuntungan yang diperoleh nasabah.
Keinginan menabung pada masyarakat di BPR Syariah Puduarta Insani lemah
karena tingkat pengetahuan masyarakat akan pengertian konsep bank syariah
masih rendah.
Lalu menurut penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Erik Rio
Indrawan (2006) yang meneliti mengenai pengaruh tingkat bagi hasil dan suku
bunga terhadap simpanan mudharabah (studi kasus di BPR syariah Bangun Drajat
Warga Yogyakarta). Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tingkat bagi hasil
berpengaruh tidak signifikan terhadap volume simpanan mudharabah di BPRS
Universitas Sumatera Utara
syariah Yogyakarta, sedangkan tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap volume simpanan mudharabah di BPR syariah.
Universitas Sumatera Utara
Download