BAB II PENGGUNAAN ANESTESI LOKAL PADA

advertisement
BAB II
PENGGUNAAN ANESTESI LOKAL PADA ARTROSKOPI
DITINJAU DARI KEDOKTERAN
2.1. Anestesi Lokal
2.1.1. Pengertian anestesi lokal
Anestesi berasal dari kata yunanian yang berarti tidak atau tanpa dan aesthētos
yang berarti persepsi atau kemampuan untuk merasa. Secara umum berarti suatu tindakan
yang menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur
lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Penggunaan istilah anestesi untuk
pertama kali digunakan oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1948 yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena anestesi adalah
pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan (Latief dkk.
2001).
Anestesi lokal didefinisikan sebagai tindakan yang menghilangkan rasa nyeri atau
sakit untuk sementara, tanpa disertai hilangnya kesadaran. Anestesi lokal digunakan
untuk mengurangi nyeri sehingga pasien merasa nyaman saat dilakukan tindakan dan
dokter gigi mampu bekerja dengan baik serta dapat digunakan untuk mengidentifikasikan
penyebab nyeri pada wajah (Malamed dan Stanley 2004).
2.1.2. Struktur anestesi lokal
Anestetik lokal ialah gabungan dari garam larut dalam air dan alkaloid larut dalam
lemak dan terdiri dari bagian kepala cincin aromatik tak jenuh bersifat lipofilik, bagian
badan sebagai penghubung terdiri dari cincin hidrokarbon dan bagian ekor terdiri dari
amino tersier bersifat hidrofilik. Semakin panjang gugus alkoholnya, semakin besar daya
kerja anestetiknya, tetapi toksisitasnya juga meningkat.
Pusat mekanisme kerjanya terletak di membran sel. Seperti juga alkohol dan
barbital, anestetika lokal menghambat penerusan impuls dengan jalan menurunkan
permeabilitas membran sel saraf untuk ion-natrium, yang perlu bagi fungsi saraf yang
layak. Hal ini disebabkan adanya persaingan dengan ion-ion kalsium yang berada
berdekatan dengan saluran-saluran natrium di membran sel saraf. Pada waktu bersamaan,
akibat turunnya laju depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik lambat
Iaun meningkat, sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara reversible.
Diperkirakan bahwa pada proses stabilisasi membran tersebut, ion-kalsium memegang peranan penting, yakni molekul-molekul lipofil besar dan anestetika lokal
mungkin mendesak sebagian ion-kalsium di dalam membran sel tanpa mengambil alih
fungsinya. Dengan demikian, membran sel menjadi lebih padat dan stabil, serta dapat
lebih baik melawan segala sesuatu perubahan mengenai permeabilitasnya.
Di samping itu, anestetika lokal mengganggu fungsi semua organ di mana terjadi
konduksi/ transmisi dari beberapa impuls. Dengan demikian, anestetika lokal mempunyai
efek yang penting terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular, dan
semua jaringan otot.
 Bagian lipofilik
Biasanya terdiri dari cincin aromatic (benzene ring) tak jenuh, misalnya PABA
(para-amino-benzoic acid). Bagian ini sangat esensial untuk aktifitas anestesi.
 Bagian hidrofilik
Biasanya golongan amino tersier (dietil-amin).
2.1.3. Klasifikasi anestesi lokal
Anestetik lokal dibagi menjadi dua golongan
1. Golongan ester (-COOC-)
Kokain, benzokain (amerikain), ametocaine, prokain (nevocaine), tetrakain
(pontocaine), kloroprokain (nesacaine).
2. Golongan amida (-NHCO-)
Lidokain (xylocaine, lignocaine), mepivakain (carbocaine), prilokain (citanest),
bupivakain (marcaine), etidokain (duranest), dibukain (nupercaine), ropivakain (naropin),
levobupivacaine (chirocaine).
2.1.4. Mekanisme kerja anestesi lokal
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium channel),
mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga
terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf. Mekanisme
utama aksi anestetik lokal adalah memblokade “voltage-gated sodium channels”.
Membrane akson saraf, membrane otot jantung, dan badan sel saraf memiliki potensial
istirahat -90 hingga -60 mV. Selama eksitasi, lorong sodium terbuka, dan secara cepat
berdepolarisasi hingga tercapai potensial equilibrium sodium (+40 mV). Akibat dari
depolarisasi,, lorong sodium menutup (inaktif) dan lorong potassium terbuka. Aliran
sebelah luar dari repolarisasi potassium mencapai potensial equilibrium potassium (kirakira -95 mV). Repolarisasi mngembalikan lorong sodium ke fase istirahat. Gradient ionic
transmembran dipelihara oleh pompa sodium. Fluks ionic ini sama halnya pada otot
jantung, dan dan anestetik local memiliki efek yang sama di dalam jaringan tersebut.
Fungsi sodium channel bisa diganggu oleh beberapa cara. Toksin biologi seperti
batrachotoxin, aconitine, veratridine, dan beberapa venom kalajengking berikatan pada
reseptor diantara lorong dan mencegah inaktivasi. Akibatnya terjadi pemanjangan influx
sodium melalui lorong dan depolarisasi dari potensial istirahat. Tetrodotoxin (TTX) dan
saxitoxin memblok lorong sodium dengan berikatan kepada chanel reseptor di dekat
permukan extracellular.
Serabut saraf secara signifikan berpengaruh terhadap blockade obat anestesi local
sesuai ukuran dan derajat mielinisasi saraf. Aplikasi langsung anestetik local pada akar
saraf, serat B dan C yang kecil diblok pertama kali, diikuti oleh sensasi lainnya, dan
fungsi motorik yang terakhir diblok.
Faktor-faktor fisiokimia
A. Solubilitas lipid: semkin larut lemak maka semakin meningkatkan potensi.
B. Ikatan protein
Lebih besar ikatan protein (alpha1 acid glycoprotein), durasi kerjanya lebih lama.
C. pKa
Menentukan onset waktu. pKa adalah pH yang pada 50% anestetik local pada
kondisi bermuatan dan 50% tidak bermuatan.
D. Ion trapping
Merupakan akumulasi bentuk terionisasi anestetik local pada lingkungan asam
disebabkan suatu perbedaan pH diantara bentuk terionisasi dan non-ionisasi. Hal ini dapat
terjadi diantara seorang ibu dan fetus asidosis (semisal fetal distress) mengakibatkan
akumulasi anestetika local di dalam darah fetus.
E. pH larutan obat
Peningkatan pH larutan obat akan meningkatkan fraksi bentuk non-terionisasi,
menghasilkan onset yang lebih cepat. Kebanyakan larutan anestetik dipersiapkan secara
komersil sebagai suatu garam HCL larut air (pH 6-7). Agent dengan penambahan
epinephrine dibikin lebih asam (ph 4-5) karena epinephrine tidak stabil pada lingkungan
alkali.
F. konsentrasi minimum anestetik local (Cm)
Adalah konsentrasi minimum anestetik local yang akan menghalangi konduksi
impuls saraf dan analog terhadap konsentrasi alveolar minimum (MAC).
Efek diameter
Potensi anestetik local dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut
makin poten. Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan
konstanta dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja.
Konsenrasi minimal anestetika local (analog dengan mac, minimum alveolar
concentration) diengaruhi oleh:
1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf
2. pH (asidosis menghambat blockade saraf)
3. frekuensi stimulasi saraf
 Mula Kerja
Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:
1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat
dan dapat menembus membrannsel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat.
2. Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat
3. Konsentrasi obat anestetika lokal
 Lama kerja
Lama kerja anestetika local dipengaruhi oleh:
a. Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah protein.
b. Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.
c. Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.
2.1.5. Farmakokinetik
A. Absorbsi sistemik
Dipengaruhi oleh:
1.Tempat suntikan
Kecepatan absorbsi sistemik sebanding dengan banyaknya vaskularisasi tempat
suntikan : absorbsi intravena > trakeal >interkostal > kaudal > paraservikal > epidural >
pleksus brakial > siatik > subkutan.
Penggunaan anestetik local di daerah kaya vascular seperti di mukosa trakea atau
di sekita jaringan sraf interkostal menghasilkan absorbs yang lebih cepat daripada bila
diinjksikan di daerah yang miskin perfusi seperti tendon, dermis, atau lemak subkutan.
2.Penambahan vasokonstriktor
a) Adrenalin
Adrenalin 5 μg/ml atau 1:200.000 membuat vasokonstriksi pembuluh darah pada
tempat suntikan sehingga dapat memperlambat absorbsi sampai 50%. Ini penting untuk
obat-obat dengan durasi pendek atau intermediet seperti prokain, lidokain, dan
mepivacaine. Disamping itu dengan penambahan epinephrine bertujuan untuk
mengurangi perdarahan saat pembedahan dan muntuk meningkatkan intensitas blok
dengan efek agonis alpha langsung pad reseptor antinociceptive di spinal cord, dan untuk
membantu pada evaluasi suatu dosis tes.
Dosis maksimum epinephrine tidak boleh melebehi 10 mcg/kg pada pasien anak
dan 250 mcg pada orang dewasa. Epinephrine tidak boleh digunakan pada blok saraf
perifer pada area dengan aliran darah kolateral sedikit atau pada teknik regional
intravena.
b) Phenylephrine, telah digunakan seperti epinephrine, tapi tidak ada keuntungan.
c) Sodium bikarbonat
o menaikkan pH dan meningkatkan konsentrasi basa bebas nonionisasi
o penambahan sodium bikarbonat (1 mL sodium bikarbonat 8,4% ditambahkan ke
tiap-tiap 10 mL lidokain 1%) onset cepat, menambah kalitas blok,
memperpanjang blockade dengan meningkatkan jumlah basa bebas yang ada dan
mengurangi nyeri selama infiltrasi subkutaneus.
3. Karakteristik obat anestesi lokal
Obat anestetik lokal terikat kuat pada jaringan sehingga dapat diabsorbsi secara lambat.
B. Distribusi
Distribusi anestetika local dipengaruhi oleh ambilan organ (organ uptake) dan
ditentukan oleh faktor-faktor:
1. Perfusi jaringan
2. Koefisien partisi jaringan/darah
Ikatan kuat dengan potein plasma→ obat lebih lama di darah.
Kelarutan dalam lemak tinggi → meningkatkan ambilan jaringan
3. Massa jaringan
Otot merupakan tempat reservoir bagi anestetika lokal
Anestetika lokal golongan amide tersebar luas setelah pemberian bolus intravena.
Setelah fase distribusi inisial cepat, yang mana terdiri dari ambilan perfusi yang tinggi
seperti otak, hepar, ginjal, dan jantung, terjadi fase distribusi yang lambat ke dalam
perfusi jaringan yang moderat seperti otot dan saluran gastrointestinal.
C. Metabolisme dan ekskresi
Anestetika lokal golongan ester sebagian besar dimetabolisme oleh enzim pseudokolinesterase (kolinesterase plasma). Hidrolisa ester sangat cepat dan kemudian metabolit
diekskresi melalui urin. Cairan serebrosipinal sedikit enzim ensterase, jadi terminasi aksi
dari anestetika local yang disuntikkan secara intratekal bergantung pada absorbsinya
kedalam aliran darah.
Anestetik lokal tipe ester dihidrolisis sangant cepat di dalam darah oleh sirkulasi
butyrylklinesterase (pseudokolinesterase) menjadi metabolit inaktif. Oleh karena itu,
prokain dan kloroprokain memiliki waktu paruh yang sangat pendek (<1 menit).
P-aminobenzoic suatu metabolit dari anestetika local golonan ester dikaitkan dengan
reaksi alergi.
Golongan amida dimetabolisme terutama oleh enzim mikrosomal (liver
microsomal cytochrome P450 isozyme) di hati. Linkage amida dipecahkan permulaan
melalui N-dealkilasi selanjutnya dengan hidrolisis. Kecepatan metabolisme tergantung
kepada spesifikasi obat anestetik local. Metabolismenya lebih lambat dari hidrolisa ester.
Metabolit diekskresi lewat urin dan sebagian kecil diekskresi dalam bentuk utuh.
Metabolit prilokain (derivate o-toluidine) yang menumpuk setelah dosis besar
(lebih besar daripada 10 mg/kg), mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin.
Benzzocaine juga dapat menyebabkan methemoglobinemia.
Penurunan eliminasi anestetik local oleh hepar juga terjadi pada pasien dengan
penurunan aliran darah hepar sebagai contoh, eliminasi hepar terhadap lidokain pada
pasien yang dianestesi dengan anestetik volatile (dimana menurunkan aliran darah hepar)
lebih lambat dibandingkan pasien yang dianestesi dengan anestetik intravena.
2.1.6. Toksisitas anestesi lokal
Toksisitas anestetik local bergantung pada:
1. Jumlah larutan yang disuntikkan
2. Konsentrasi obat
3. Ada tidaknya adrenalin
4. Vaskularisasi tempat suntikan
5. Absorbsi obat
6. Laju destruksi obat
7. Hipersensitivitas
8. Usia
9. Keadaan umum
10. Berat badan
2.1.7. Efek samping anestesi lokal terhadap sistem tubuh
A. Reaksi alergi
1. Lokal anestetik tipe ester: bisa menyebabkan bentuk reaksi alergi metabolit
paraaminobenzoic acid dan orang yang sensitive terhadap obat-obatan sulfa (misalnya
sulfonamide atau diuretic thiazide).
2. Lokal anestetik ester bisa emnyebabkan reaksi alergik pada orang sensitive
terhadap obat-obatan sulfa.
3. Reaksi alergi terhdap amida adalah sangat jarang dan mungkin berkaitan
dengan bahan pengawet bukan amida sendiri. Sedian multidosis amida sering
mengandung methylparaben yang memiliki struktur kimia serupa dengan p-aminobenzoic
acid.
B. Toksisitas local
1. Transient radicular irritation (TRI) atau transient neurologic symptoms (TNS)
a) Ditandai oleh dysesthesia, nyeri terbakar, low back pain dan sakit pada
ekstrimitas bawah dan bokong. Etiologi gejala ini melengkapi iritasi radikular.
Gejala biasanya Nampak dalam 24 jam setelah penyembuhan lengkap dari
anestesi spinal dan hilang dalam 7 hari.
b) Dapat terjadi setelah injeksi subarachnoid tak sengaja dari volume besar atau
konsensentrasi tinggi anestetik local. Insidensi bertambah ketika menggunakan
posisi litotomi selama pembedahan.
c) Peningkatan
neurotoksisitas
insidensi
berhubungan
dengan
pemberian
subarachnoid dari lidokain 5% telah dilaporkan.
2. Cauda equine syndrome
a) Terjadi ketika luka yang tersebar ke pleksus lumbosakral menyebabkan derajat
yang bermacam-macam anestesi sensori,disfungsi spinkter usus dan kandung
kemih, dan paraplegi.
b)
Permulaannya dilaporkan disebabkan lidokain 5% dan tetrakain 0.5% yang
diberikan melalui sebuah mikrokateter. Ada peningkatan risiko manakala
ditempatkan pada ruang subaraknoid ,yang demikian bisa terjadi selama dan
sesudah anestetik spinal terus-menerus injeksi, kecelakaan injeksi subaraknoid
dari dosis epidural yang diharapkan atau dosis spinal berulang-ulang.
c) Kloroproprokain telah dikaitkan dengan neurotoksistas. Penyebab neurotoksistas
ini kemungkinan adalah pH rendah kloroprokain.
C. Sistem kardiovaskular
Anestetik local menekan automatisasi miokard (depolarisasi fase IV spontan) dan
mengurangi durasi periode refrakter (ditunjukkan sebagai pemanjangan interval PR dan
pelebaran QRS).
Kontraktilitas miokardial dan kecepatan konduksi ditekan pada konsentrasi lebih
besar. Relaksasi otot polos penyebab beberapa derajat vasodilatasi (dengan pengecualian
kokain). Disritmia jantung atau kolaps sirkulasi sering suatu tanda yang hadir pada
overdosis anestetik local selama anesthesia general.
Injeksi intravaskluar bupivakain telah menyeababkan reaksi kardiotoksik berat,
meliputi hipotensi, blok jantung atrioventrikular, dan disritmia seperti fibrilasi ventrikel.
Kehamilan, hipoksemia, dan asidosis respirasi adalah factor risiko yang mempengaruhi.
Ropivakain tak cukup signifikan toksisitas jantung karena disosianya lebih cepat dari
channel sodium. Levobupivakain kurang berefek kardiotoksik daripada bupivakain.
D. Sistem pernapasan
Relaksi otot polos bronkus. Henti napas akibat paralise saraf frenikus, paralise
interkostal,atau depresi langsung pusat penraf frenikus, paralise interkostal,atau depresi
langsung pusat pengaturan pernafasan.
Apneu dapat diakibatkan oleh paralisis saraf interkostal dan phrenic atau
penekanan pusat respirasi medulla yang menyertai eksposure langsung terhaap agen local
anestetik (postretrobulbar apnea syndrome).
E.System saraf pusat (SSP)
SSP rentan tehadap tosisitas anestetika local, dengan tanda-tanda awal parestesia
lidah, pusing, kepala terasa ringan, tinnitus, pandangan kabur, agas anestetika local,
dengan tanda-tanda awal parestesia lidah, pusing, kepala terasa ringan, tinnitus,
pandangan kabur, agitasi, twitching, depresi pernapasan, tidak sadar, konvulsi, koma.
Tambahan adrenalin berisiko kerusakan saraf. Kejang tonik-klonik mungkin diakibatkan
blockade selektif jalur inhibisi. Henti pernapasan sering mengikuti aktivitas kejang.
Toksisitas SSP diperberat oleh hiperkarbia, hipoksia dan asidosis.
F.Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan
derivate para-amino-benzoic acid (PABA) yang dikenal sebagai alergen.
G. System muskuloskletal
Bersifat miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain) ketika diinjeksikan secara
langsung kedalam otot skelet. Tambahan adrenalin berisiko kerusakan saraf. Regenerasi
dalam waktu 3-4 minggu.
 Efek merugikan yang lain
A. Horner syndrome
Dapat diakibatkan oleh blockade serat B pada akar saraf T1-T4. Tanda-tanda klinis
meliputu ptosis, miosis, anhidrosis, kongesti nasal, vasodilatasi, dan peningkatan
temperature kulit.
B. Methemoglobinemia
Dapat terbentuk setelah dosis besar prilokain, benzokain dank rim EMLA.
C. Mengurangi koagulasi
Lidokain telah menunjukkan mencegah thrombosis, mengurangi agregasi platelet dan
mempertinggi fibrinolisis whole blood.
2.1.8. Resistensi Anestesi
Ketika dilakukan anestesi, terkadang dapat terjadi seseorang tak mendapatkan
efek bius seperti yang diharapkan. Atau, yang kerap disebut resisten terhadap obat bius.
Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan seseorang resisten terhadap obat bius di
antaranya:
1. Pecandu alcohol
2. Pengguna obat psikotropika seperti morfin, ekstasi dan lainnya
3. Pengguna obat anelgesik
Pada orang-orang tadi telah terjadi peningkatan ambang rangsang terhadap obat
bius yang disebabkan efek bahan yang dikonsumsi dan masih beredar dalam tubuhnya.
2.1.9. Penggunaan Obat Bius Optimal & Aman
Untuk menghindari terjadinya efek samping dan resistensi terhadap obat bius,
sebaiknya pasien benar-benar memastikan kondisi tubuhnya cukup baik untuk menerima
anestesi.
1. Menghentikan penggunaan obat anelgetik, paling tidak 1-2 hari sebelum
dilakukan prosedur anestesi.
2. Menghentikan konsumsi obat-obatan yang berefek pada saraf pusat seperti morfin,
barbiturat, amfetamin dan lainnya, paling tidak 1-3 hari sebelum anestesi dilakukan.
3. Berhenti mengonsumsi alkohol paling tidak 2 minggu sebelum penggunaan anestesi,
4. Berhenti merokok setidaknya 2 minggu sebelum anestesi dilakukan.
2.1.10. Sifat anestesi lokal yang ideal

Tidak mengiritasi / merusak jaringan saraf secara permanen

Batas keamanan harus lebar atau toksisitas sistemis yang rendah

Mula kerja harus sesingkat mungkin

Durasi kerja harus cukup lama

Larut dalam air

Stabil dalam larutan

Dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan

Indikasi & Keuntungan anastesi lokal

Penderita dalam keadaan sadar serta kooperatif.

Tekniknya relatif sederhana dan prosentase kegagalan dalam penggunaanya relatif
kecil.

Pada daerah yang diinjeksi tidak terdapat pembengkakan.

Peralatan yang digunakan, sedikit sekali dan sederhana serta obat yang digunakan
relatif murah.

Dapat digunakan sesuai dengan yang dikehendaki pada daerah anatomi tertentu.

Dapat diberikan pada penderita yang keadaan umumnya kurang baik, sebab adanya
pemberian obat anastesi terjadi penyimpangan fisiologis dari keadaan normal
penderita sedikit sekali.

Harganya murah
2.1.11. Kontraindikasi anestesi lokal

Operator merasa kesulitan bekerja sama dengan penderita, misalnya penderita
menolak di suntik karena takut

Terdapat suatu infeksi/ peradangan

Usia penderita terlalu tua atau dibawah umur

Alergi terhadap semua anastetikum

Anomali rahang , Letak jaringan anastesi terlalu dalam
2.1.12. anestetik lokal yang sering digunakan
1. Kokain
Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untk mukosa jalan napas atas.
Lama kerja 2-30 menit.
2. Prokain (Novokain)

Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5%.

Blok saraf 1-2%.

Dosis 15 mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.
3. Kloroprokain (nesakain)
Derivate prokain dengan masa kerja lebih pendek.
4. Lidokain (lignocaine, xylocain, lidonest)
Lidokain pertama kali ditemukan oleh ahli kimia Swedia yaitu Nils Lofgren pada
tahun 1943. Lidokain dengan nama dagang Xylocain merupakan anestetik local
golongan -amino asid amid yang pertama kali ditemukan.
Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas
dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih
lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Pada konsentrasi
yang sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototip dari
anestetik lokal golongan amida. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anestesia
infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk anestesia blok dan topikal. Anestetik ini
efektif bila digunakan tanpa vaso-konstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan
toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat
terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester.
Lidokain dapat menimbulkan kantuk. Sediaan berupa larutan 0,5-5% dengan atau
tanpa epinefrin (1: 50.000 sampai 1 : 200.000)
Sifat kimia dan fisika : Lidokain mempunyai rumus dasar yang terdiri dari gugus
amin hidrofil, gugus residu aromatik dan gugus intermedier yang menghubungkan
kedua gugus tersebut. Gugus amin merupakan amin tarsier atau sekunder, antara gugus
residu aromatik dan gugus intermedier dihubung-kan dengan ikatan amid. Bersifat
basa lemah dengan pKa antara 7,5 9,0 dan sulit larut dalam air, kemampuan berdifusi
ke jaringan rendah dan tidak stabil dalam larutan. Oleh karena itu preparat anestetik
lokal untuk injeksi terdapat dalam bentuk garam asam dengan penambahan asam
klorida. Dalam sediaan demikian, anestetik lokal mempunyai ke-larutan dalam air
tinggi, kemampuan berdifusi ke jaringan besar dan stabil dalam larutan.
(Gambar Rumus bangun lidokain )
Mekanisme kerja . Setelah disuntikkan, obat dengan cepat akan dihidrolisis
dalam jaringan tubuh pada pH 7,4-4 5, menghasilkan basa bebas (B) dan kation
bermuatan positif (BH). Proporsi basa bebas dan kation bermuatan positif tergantung
pada pKa larutan anestetik lokal dan pH jaringan. Hubungan kedua faktor tersebut
dinyatakan dengan rumus: pH = pKa ¬log ( BH/B ) yang dikenal sebagai persamaan
Henderson Hasselbach.
Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang
lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi) akan menghambat kerja
anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana
asam akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan
efek anestesi. Dari kedua bentuk di atas yaitu B dan BH, bentuk yang berperan dalam
menimbulkan efek blok anestesi masih banyak dipertanyakan. Dikatakan baik basa bebas
(B) maupun kationnya (BH) ikut berperan dalam proses blok anestesi. Bentuk basa bebas
(B) penting untuk penetrasi optimal melalui selubung saraf, dan kation (BH) akan
berikatan dengan reseptor pada sel membran. Cara kerja anestetik lokal secara molekular
(teori ikatan reseptor spesifik) adalah sebagai berikut: molekul anestetik lokal mencegah
konduksi saraf dengan cara berikatan dengan reseptor spesifik pada celah natrium.
Seperti diketahui bahwa untuk konduksi impuls saraf diperlukan ion natrium untuk
menghasilkan potensial aksi saraf. Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan
efeknya terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gang¬guan
mental, koma, dan bangkitan. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu monoetilglisin
xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya efek samping ini. Lidokain dosis
berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung
Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade
saraf, anestesia spinal, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal, dan secara setempat
untuk anestesia selaput lendir. Pada anestesia infiltrasi biasanya digunakan larutan 0,250,50% dengan atau tanpa epinefrin. Tanpa epinefrin dosis total tidak boleh melebihi 200
mg dalam waktu 24 jam, dan dengan epinefrin tidak boleh melebihi 500 mg untuk jangka
waktu yang sama. Dalam bidang kedokteran gigi, biasanya digunakan larutan 1-2%
dengan epinefrin; untuk anestesia infiltrasi dengan mula kerja 5 menit dan masa kerja
kira-kira 1 jam dibutuhkan dosis 0,5-1,0 mL. Untuk blokade saraf digunakan 1-2 mL.
Efek samping. Penggunaan lidokain jarang menimbulkan efek samping. Efek
samping sering terjadi karena adrenalin yang ditambahkan sebagai vasokonstriktor, ialah
berupa palpitasi, sakit kepala, ansietas dan takikardi.
5. Bupivakain (marcain)
Konsentrasi efektif minimal 0,125%. Mula kerja lebih lambat dibanding
lidokain,tetapi lama kerja sampai 8 jam. Setelah suntikan kudal, epidural, atau infiltrasi,
kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit, kemudian menurun perlahan-lahan dalam
3-8 jam.Untuk anestesa spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso atau hiperbarik. Untuk blok
sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%.
6. EMLA (Eutectic mixture of local anesthetic)
Campuran emulsi minyak dalam air (krem) antara lidokain dan prilokain masingmasing 2,5% atau masing-masing 5%. EMLA dioleskan di kulit intak 1-2 jam sebelum
tindakan untuk mengurangi nyeri akibat kanulasi pada vena atau arteri atau untuk
miringotomi pada anak, mencabut bulu halus atau buang tato. Tidak dianjurkan untuk
mukosa atau kulit terbuka.
7. Ropivakain (naropin) dan levobupivakain (chirokain)
Penggunaannya seperti bupivakain, karena kedua obat tersebut merupakan isomer
bagian kiri dari bupivakain yang dampak sampingnya lebih ringan dibandingkan
bupivakain dampak sampingnya lebih besar. Konsentrasi efektif minimal 0,25%.Sifatsifat naropin injeksiNaropin injeksi mengandung ropivakain HCl, yaitu obat anestetik
lokal golongan amida. Naropin injeksi adalah larutan isotonik yang steril, mengandung
bahan campuran obat (etantiomer) yang murni yaitu Natrium Klorida (NaCl) agar
menjadi larutan isotonik dan aqua untuk injeksi. Natrium Hidroksida (NaOH) dan/ atau
asam Hidroklorida (HCl) dapat ditambahkan untuk meyesuaikan pHnya (keasamannya).
Naropi injeksi diberikan secara parentral.Nama kimia ropivakain HCl adalah molekul S(-)-1-propil-2,6-pipekoloksilida hidroklorida monohidrat. Zat bat berupa bubuk kristal
berwarn putih dengan rumus molekul C17H26N2O-R-HCl-H2O dan berat molekulnya
328,89.
Struktur molekulnya adalah sebagai berikut:Pada suhu 25 0C, kelarutan ropivakain
HCl dalam air adalah 53,8 mmg/mL dengan rasio distribusi antara n-oktanol dan fosfat
bufer pada pH 7,4 adalah 14:1 dan pKanya 8,07 dalam larutan KCl 1 M. pKa ropivakain
hampir sama denganbupivkain (8,1) dan mendekati pKa mepivakain (7,7) . akan tetapi
kelarutan ropivakain dalam lemak (lipid) berada diantar kelarutan bupivakain dan
mepivakain.Naropin injeksi tidak mengandung bahan pengawet dan tersedia dalam
bentuk sediaan dosis tunggal dengan konsentrasi masing-masing 2,0 mg/mL (o,2%), 5,0
mg/mL (0,5%), 7,5 mg/mL (0,75%), dan 10 mg/mL (1,0%). Gravitas (berat) larutan
Naropin injeksi berkisar antara 1,002 sampai 1,005 pada suhu 24oC
Efek samping naropin injeksi
Efek samping ropivakain mirip dengan efek samping anastetik lokal kelompok
amida lainnya. Reaksi efek samping anastetik lokal kelompok amida terutama berkaitan
dengan kadarnyan dalam plasma yang berlebihan, yang dapat terjadi apabila melebihi
dosis, jarum suntik masuk ke dalam pembuluh darah tanpa sengaja atau jika metaolisme
obat tersebut dalam tubuh lambat.
Kejadian tentang efek sampingnya telah dilaporkan berdasarkan penelitian klinik
yang telah dilakukan di amerika serikat dan negara-negara lainnya. Obat yang dijadikan
acuan biasanya adalah bupivakain. Penelitian tersebut meggunakan bermacam-macam
obat premedikasi, sedasi dan prosedur pembedahan. Sebanyak 3988 pasien diberikan
naropin dengan konsentrasi sampai 1 % dalam percobaan klinik. Setiap pasien dihitung
sekali untuk setiap jenis reaksi efek smaping yang dialaminya.
Efek samping sistemik
Efek samping akut yang Paling sering dijumpai dan memerlukan penanganan
yang cepat adalah efek sampingnya pada sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
kardiovaskuler. Reaksi efek samping ini pada umumnya tergantung pada dosis dan
disebabkan oleh kadar obat dalam plasma yang tinggi yang bisa terjadi karena over dosis,
absorbsi (penyerapan) obat terlalu cepat dari tempat suntikan, rendahnya toleransi pasien
terhadap obat, atau apabila jarum suntik anastesi lokal masuk ke dalam pembuluh darah.
Di samping toksisitas sistemiknya yang tergantung pada dosis, masuknya obat ke dalam
subaraknoid secara tidak sengaja ketika melakukan blok epidural melalui lumbal (tulang
punggung) , atau ketika melakukan blok saraf di dekat kolumna vertebra (khususnya di
bagian kepala dan dibagian leher), dapat mengakibatkan depresi pernafasan dan apnea
(sesak nafas) total atau apnea sesuai tingkat saraf spinal yang mengontrol pernafasan.
Juga dapat terjadi hipotensi karena berkurangnya tonus (kekuatan) saraf simpati atau para
lisis respirasi (kelumpuhan otot-otot pernafasan) serta hipoventilasi karena obat anastetik
mencapai tingkatan saraf motorik di kepala. Keadaan ini dapat memicu henti jantung
apabila tidak ditangani dengan segera.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan obat dengan protein plasma misanya
asidosis, penyakit sistemik yang dapat mengubah produksi protein dalam tubuh, atau
kompetensi dengan obat-obat lainnya untuk berikatan dengan protein, dapat menurunkan
toleransi (daya terima terhadap obat) seorang pasien. Pemberian naropin secara epidural
pada beberapa kasus seperti halnya pemberian obat-obat anastesi lainnya dapat
meningkatkan suhu tubuh secara mendadak diatas 38,5oC. ini paling sering terjadi
apabila dosis naropin diatas 16mg/jam.
Efek Samping Pada Sistem Saraf
Efek samping ini ditandai dengan kegelisahan dan depresi.
Akan tetapi,
kegelisahan dapat terjadi mendadak atau bisajuga tidak terjadi, dimana reaksi efek
samping hanya berupa depresi. Depresi ini bisa berlanjut menjadi rasa kantuk dan
akhirnya kesadaran pasien hilang dan terjadi henti nafas. Efek samping lainnya pada
sistem saraf pusat adalah nausea (mual), muntah menggigil, dan konstriksi pupil (pupil
mata menyempit).
Efek Samping pada Sistem Kardiovaskuler
Dosis tinggi atau masuknya jarum suntik kedalam pembukuh darah dapat
menyebabkan kadar obat dalam plasma meningkat sehingga mengakibatkan depresi otot
jantung (jantung menjadi lemah), darah yang dipompa jantung berkurang, hambatan
konduksi saraf pada jantung, hipotensi, bradikardi (denyut nadi kurang 60 kali/menit),
aritmia ventrikular (denyut jantung tidak berirama), yaitu takikardi ventrikel (denyut
jantung diatas 100 kali/ menit) dan vibrilasi atrium (jantung berdebar) dan bahkan henti
jantung (oleh karena itu, perlu diperhatikan catatan peringatan, pencegahan, dan
overdosis pada label obat).
Efek Samping Alergi
Pada penggunaan naropin injeksi, jarang terjadi reaksi alergi tetapi bisa saja
terjadi jika pasien terlalu sensitif terhadap obat anestesi lokal (perhatikan peringatan pada
label obat). Reaksi efek samping alergi ditandai dengan gejala-gejala berupa urtikaria
(kulit bengkak merah), pruritus (gatal-gatal), eritema (kulit merah-merah), udem
angioneurotik (misalnya udem laring), takikardi, bersin-bersin, mual, muntah, pusing,
sinkop (pingsan), keringatan, badan panas dan bahkan reaksi anapilaksis (termaksuk
hipotensi berat). Sensistifitas silang antar obat anestesi lokal kelompok amida pernah
terjadi. Bupivacain Injeksi bupivacain HCl merupkan solusi isotonik steril yang
mengandung agen anastetik lokal dengan atau tanpa epinefrin 1:2000 dan diinjeksikan
secara parenteral. Bupivacain PKA memiliki kemiripan dengan lidocain dan memiliki
derajat slubilitas lipid yang lebih besar.
Bupivacin dihungkan secara kimia dan farmakologis dengan aastetik lokal amino
acyl. Bupivacain merupakan homolog dari mepivacain dan secara kimiawi dihubungkan
dengan lidocain. Ketiga anastetik ini mengandung rantai amida dan amino. Berbeda
dengan anastetik lokal tipe procain yang memiliki ikatan ester. Setiap 1 ml larutan
isotonik steril mengandung bupivacain hidroklorida dan 0.005 mg epinefrin, dengan 0.5
mg sodium metabisulfite sebagai anti oksidan dan 0.2 mg asam sitrat sebagai stabilisasi.
8. Dibukain
Devirat kuinon ini, merupakan anestetik local yang paling kuat, paling toksik dan
mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira-kira 15 kali
lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3 kali lebih panjang. Dibukain HCl digunakan
untuk anesthesia suntikan pada kadar 0,05-0,1%; untuk anesthesia topical telinga 0,5-2%;
dan untuk kulit berupa salep 0.5-1%. Dosis total dibukain pada anesthesia spinal ialah
7,5-10mg.
9. Mepivakain HCl.
Devirat amida dari xylidide ini cukup populer sejak diperkenalkan untuk tujuan
klinis pada akhir 1950-an.Anestetik lokal golongan amida ini sifat farmakologiknya mirip
lidokain. Mepivekain digunakan untuk anesthesia infiltrasi, blockade saraf regional dan
anesthesia spinal. sediaan untuk suntikan merupakan larutan 1,0; 1,5 dan 2%.
Kecepatan timbulnya efek, durasi aksi, potensi, dan toksisitasnya mirip dengan lidokain.
Mepivakain tidak mempunyai sifat alergenik terhadap agen anestesi lokal tipe ester. Agen
ini dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan untuk anestesi infiltrasi
atau regional namun kurang efektif bila digunakan untuk anestesi topikal. Mepivakain
dapat menimbulkan vasokonstriksi lebih ringan daripada lignokain tetapi biasanya
mepivacain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan adrenalin 1: 80.000.
maksimal 5 mg/kg berat tubuh. Satu buah cartridge biasanya sudah cukup untuk anestesi
infiltrasi atau regional.
Mepivacain kadang-kadang dipasarkan dalam bentuk larutan 3 % tanpa
penambahan vasokonstriktor, untuk medapat kedalaman dan durasi anestesi pada pasien
tertentu di mana pemakaian vasokonstriktor merupakan kontradiksi. Larutan seperti ini
dapat menimbulkan anestesi pulpa yang berlangsung antara 20-40 menit dan anestesi
jaringan lunak berdurasi 2-4 jam. Obat ini jangan digunakan pada pasien yang alergi
terhadap anestesi lokal tipe amida, atau pasien yang menderita penyakit hati yang parah.
10. Prilokain HCl.
Walaupun merupakan devirat toluidin, agen anestesi lokal tipe amida ini pada
dasarnya mempunyai formula kimiawi dan farmakologi yang mirip dengan lignokain dan
mepivakain. Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain,
tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama daripada lidokain. Prilokain juga
menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik ialah prilokain dapat
menimbulkan methemoglobinemia; hal ini disebabkan oleh kedua metabolit prilokain
yaitu orto-toluidin dan nitroso- toluidin. Walaupun methemoglobinemia ini mudah diatasi
dengan pemberian biru-metilen intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB larutan 1 % dalam
waktu 5 menit; namun efek terapeutiknya hanya berlangsung sebentar, sebab biru metilen
sudah mengalami bersihan, sebelum semua methemoglobin sempat diubah menjadi Hb.
Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia disuntikan dengan sediaan
berkadar 1,0; 2,0 dan 3,0%. Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk garam
hidroklorida dengan nama dagang Citanest dan dapat digunakan untuk mendapat anestesi
infiltrasi dan regional. Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk mendapat
efek anestesi topikal.Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada
lignokain namun anastesi yang ditimbulkannya tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga
kurang mempunyai efek vasodilator bila dibanding dengan lignokain dan biasanya
termetabolisme dengan lebih cepat.
Obat ini kurang toksik dibandingkan dengan lignokain tetapi dosis total yang
dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400 mg.Salah satu produk pemecahan prilokain
adalah ortotoluidin yang dapat menimbulkan metahaemoglobin. Metahaemoglobin yang
cukup besar hanya dapat terjadi bila dosis obat yang dipergunakan lebih dari 400 mg.
metahaemoglobin 1 % terjadi pada penggunaan dosis 400 mg, dan biasanya diperlukan
tingkatan metahaemoglobin lebih dari 20 % agar terjadi simtom seperti sianosis bibir dan
membrane mukosa atau kadang-kadang depresi respirasi. Karena pemakainan satu
cartridge saja sudah cukup untuk mendapat efek anestesi infiltrasi atau regional yang
diinginkan, dank arena setiap cartridge hanya mengandung 80 mg prilokain hidroklorida,
maka resiko terjadinya metahaemoglobin pada penggunaan prilokain untuk praktek klinis
tentunya sangat kecil.
Walaupun demikian, agen ini jangan digunakan untuk bayi, penderita
metaharmoglobinemia, penderita penyakit hati, hipoksia, anemia, penyakit ginjal atau
gagal jantung, atau penderita kelainan lain di mana masalah oksigenasi berdampak fatal,
seperti pada wanita hamil. Prilokain juga jangan dipergunakan pada pasien yang
mempunyai
riwayat
paraben.Penambahan
alergi
terhadap
felypressin
agen
(octapressin)
anetesi
dengan
tipe
amida
atau
alergi
konsistensi
0,03
i.u/ml
(=1:200.000) sebagai agen vasokonstriktor akan dapat meningkatakan baik kedalam
maupun durasi anestesi. Larutan nestesi yang mengandung felypressin akan sangat
bermanfaat bagi pasien yang menderita penyakit kardio-vaskular.
11. Bupivakain (MARCAIN).
Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan butyl
piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan
efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain
lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa
pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukan bahwa bupivakain dapat mengurangi
dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada pascapembedahan Caesar. Pada
dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain
dan bupivakain, keduanya menghambat saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels)
selama sistolik. Namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain
selama diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir
diastolik.
Manifestasi klinik berupa aritma ventrikuler yang berat dan depresi miokard.
Keadaan ini dapat terjadi pada pemberian bupivakain dosis besar. Toksisitas jantung yang
disebabkan oleh bupivakain sulit diatasi dan bertambah berat dengan adanya asidosis,
hiperkarbia, dan hipoksemia.Ropivakain juga merupakan anestetik lokal yang
mempunyai masa kerja panjang, dengan toksisitas terhadap jantung lebih rendah daripada
bupivakain pada dosis efektif yang sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam
menimbulkan anestesia dibandingkan bupivakain.Larutan bupivakain hidroklorida
tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan
paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah sekitar 2
mg/KgBB.
12. Duranest ( Etidokain)
Duranest ( etidocaine HCl) indikasi pemberian suntikan untuk anasesi infiltrasi,
perpheral nerve blok (pada Brachial Plexus, intercostals, retrobulbar, ulnar dan inferior
alveolar) dan pusat neural blok ( Lumbat atau Caudal epidural blok).
Dosis
Dengan semua anastesi lokal, dosis dari Duranest ( Etidocaine HCl) pemberian
suntikan dengan memkai daerah depend upon untuk pemberian anastetiknya, Pembuluh
darahnya halus, nomor dari bagian neuronal menjadi terhalang, tipe dari anastetik adalah
regional, dan kondisi badan dai seorang pasien. Dosis maksimum dengan memakai 1
suntikan ditentukan pada dasar dari status pasien, dengan menjalankan tipe anastetik
regional meskipun 1suntikan 450 mg yang dipakai untuk anastetik regional tanpa
menimbulkan efek. Pada waktu sekarang salah bila menerima bentuk dosis maksimum
dari 1 suntikan tidak melampaui 400 mg ( approximately 8,0 mg/kg atau 3,6 mg/lb
dibawah 50 kg berat badan seseorang) dengan epenefrin 1:200,000 dan 1:300,000
( approximately 6 mg/kg atau 2.7 mg/lb dibawah 50 kg berat badan seseorang) tanpa
epinefrin.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
1. Anestesi permukaan.
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk
mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit
luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses
penyembuhan luka.
2. Anestesi Infiltrasi.
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar
jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan
jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada
pencabutan gigi).
3. Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik
dan terapi.
4. Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai tulang
dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut
bagian bawah, perineum atau tungkai bawah.
5. Anestesi Epidural
Anestesi epidural (blokade subarakhnoid atau intratekal) disuntikkan di ruang epidural
yakni ruang antara kedua selaput keras dari sumsum belakang.
6. Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal adalah bentuk anestesi epidural yang disuntikkan melalui tempat yang
berbeda yaitu ke dalam kanalis sakralis melalui hiatus skralis.
2.1.3. Klasifikasi anestesi lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke Sistem Saraf
Pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa
panas atau dingin.
Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di
bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya
untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit. Namun, banyak juga
yang menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain yang menimbulkan
ketidaksadaran umum (anestesi umum). Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai
berikut:
1. Senyawa Ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan
inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester
umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan
amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai
prototip.
2. Senyawa Amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.
3. Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan
adalah:
 Anestesi permukaan
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk
mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti
menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan
mengganggu proses penyembuhan luka.
 Anestesi Infiltrasi
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar
jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan
jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada
pencabutan gigi).
 Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan
diagnostik dan terapi.
 Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai
tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk
operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai bawah.
Download