TUNNELING SEBAGAI INSENTIF DARI MANAJEMEN LABA

advertisement
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
TUNNELING SEBAGAI INSENTIF DARI MANAJEMEN LABA MELALUI TRANSAKSI
PIHAK BERELASI DI SEKITAR PENAWARAN SAHAM PERDANA
Ayu Suryandari
Mi Mitha Dwi Restuti
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
Abstract
This study aimed to examine the influence of related party transaction by related party receivable
transaction (RPT Receivable), related party payable transaction (RPT Payable) on earnings management
is proxied by ROA in the period before initial public offering (IPO). Such actions can also be an
opportunity to perform tunneling as measured by net outstanding corporate loans to the year-end total
assets (NOREC) are seen through the performance of the company's shares using buy-and-hold returns in
the period after initial public offering (IPO). By using the control variable is a non-related party
transactions receivables, debt, firm size, and market returns. Samples of this study was 32 firms from
non-financial firms that conduct IPO’s in the Indonesia Stocked Exchange in 2007 to 2011. The results of
this study in Indonesia indicate that earnings management and tunneling does not occur through related
party transactions. But the loan transactions between related parties after the IPO is viewed by investors
as opportunistic actions that degrade the performance of the company's shares after the IPO.
Keyword: Related party transaction, earnings management, IPO, and tunneling.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh transaksi pihak berelasi melalui transaksi piutang pihak
berelasi (RPT Piutang), transaksi hutang pihak berelasi (RPT Hutang) terhadap manajemen laba yang
diproksikan dengan ROA pada periode sebelum penawaran saham perdana (IPO). Tindakan tersebut juga
dapat menjadi kesempatan untuk melakukan tunneling yang diukur dengan net outstanding corporate
loans to year-end total assets (NOREC) yang dilihat melalui kinerja saham perusahaan menggunakan
buy-and-hold return pada periode setelah penawaran saham perdana (IPO). Dengan menggunakan
variabel kontrol yaitu transaksi piutang non pihak istimewa, debt, ukuran perusahaan, dan market return.
Penelitian ini menggunakan 32 sampel dari perusahaan non-keuangan yang melakukan IPO di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2007 sampai tahun 2011. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa di Indonesia
manajemen laba dan tunneling tidak terjadi melalui transaksi pihak berelasi. Namun transaksi pinjaman
antar pihak hubungan berelasi setelah IPO dipandang oleh investor sebagai tindakan yang oportunistik
sehingga menurunkan kinerja saham perusahaan setelah IPO.
Kata kunci: Transaksi pihak istimewa, manajemen laba, IPO, dan tunneling.
PENDAHULUAN
Perkembangan pasar modal Indonesia
yang pesat menyebabkan munculnya banyak
investor maupun perusahaan publik baru. Dalam
proses Initial Public Offering (IPO) atau
penawaran
saham
perdana
disyaratkan
penerbitan suatu prospektus, yang diharapkan
dapat memberi informasi bagi investor sebelum
berinvestasi. Namun, Rao (1993) dalam
Kusumawardhani dan Veronica (2009) menyatakan
bahwa pada periode sebelum terjadinya IPO,
hampir tidak ada pemberitaan apapun mengenai
perusahaan yang bersangkutan baik di media massa
maupun media elektronik. Adanya keterbatasan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
informasi
yang
dimiliki
para
investor
mengharuskan mereka untuk mengandalkan
laporan keuangan yang ada untuk melakukan
penilaian atas kinerja saham sebelum IPO dan juga
menilai kemungkinan terjadinya manajemen laba.
Manajemen laba adalah tindakan manajemen untuk
memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar
tertentu
dengan
tujuan
memaksimalkan
kesejahteraan dan atau nilai pasar perusahaan
(Scott, 1997). Manajer dapat menyusun laporan
keuangan dengan memilih metode akuntansi atau
akrual yang akan meningkatkan laba, dan laba
yang tinggi diharapkan akan dihargai tinggi oleh
investor berupa harga penawaran yang tinggi
(Assih et al., 2005).
Dalam Irawan dan Gumanti (2009), Barth
et al., (1999) meneliti hubungan antara laba
perusahaan sebelum go pubic dan harga saham.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga saham
akan lebih tinggi jika dimiliki oleh perusahaan
yang memiliki keuntungan yang konsisten
dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki
laba yang tidak konsisten. Hasil penelitian ini
mampu menjelaskan kenapa manajer menggunakan
metode akuntansi tertentu untuk menilai besaran
laba perusahaan pada periode menjelang go public,
dan tindakan ini lebih dikenal sebagai earning
management.
Dengan
asumsi
demikian,
diperkirakan bahwa praktik manajemen laba yang
dilakukan pada saat IPO dimaksudkan untuk
mendongkrak harga saham perdana.
Manajemen laba salah satunya dapat
dilakukan melalui transaksi pihak-pihak berelasi
(Related party transaction - RPT), dalam hal ini
hubungan antara induk dan anak perusahaan
(McKay, 2002). RPT dapat menyebabkan
perpindahan laba dari perusahaan anak ke induk
(Cheung et al., 2006). Contoh, Coca-Cola
pernah memanfaatkan RPT dengan mempengaruhi
pihak pembuat botolnya untuk membebankan
harga botol yang lebih rendah agar Harga Pokok
Penjualan Coca-Cola turun dan laba Coca-Cola
meningkat (McKay, 2002). Penelitian Geriesh
(2003) juga menemukan bahwa perusahaan yang
terlibat dalam kecurangan akuntansi lebih banyak
melibatkan RPT.
Melihat lebih jauh lagi, RPT dapat
memunculkan motif oportunistik baru yaitu
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
tunneling. Menurut Johnson et al. (2000)
tunneling adalah pengalihan keluar aset dan
keuntungan dari anak perusahaan untuk
kepentingan induk perusahaan yang berdampak
pada ekspropriasi
pemegang
saham
nonpengendali. Penelitian yang ada menunjukkan
bahwa perusahaan induk di Cina melakukannya
dengan cara tidak membayar hutang kepada
anak perusahaan yang IPO, yang berdampak pada
buruknya kinerja anak perusahaan (Aharony et al.,
2010). Selain itu Cheung et al. (2006) dalam
penelitiannya mengemukakan bahwa pinjaman
perusahaan
cenderung
mengakibatkan
ekspropriasi hak pemegang saham nonpengendali,
yang
diukur
menggunakan
cummulative abnormal market-adjusted returns
(CAR).
Penelitian mereka juga berhasil
menafsirkan bahwa transaksi tersebut merupakan
bukti tunneling oleh pemegang saham mayoritas
dan merupakan RPT yang tidak didasarkan pada
alasan ekonomi. Pemahaman ini menjadi penting
karena dalam Teoh et al. (1998) dibuktikan
bahwa investor tidak dapat mendeteksi hasil
rekayasa pada saat IPO. Akibatnya, terjadi
kesalahan pengambilan keputusan investasi oleh
investor.
Penelitian ini sudah dilakukan oleh
Aharony et al. (2010) mengenai Tunneling sebagai
insentif untuk melakukan manajemen laba selama
proses IPO di Cina. Sedangkan, di Indonesia
penelitian ini sudah dilakukan oleh Guing dan
Aria (2011) mengenai manajemen laba dan
tunneling melalui transaksi pihak istimewa di
sekitar penawaran saham perdana. Penelitian ini
berusaha meneliti kembali lebih dalam mengenai
perilaku manajemen laba yang dilakukan
perusahaan sebelum IPO di Bursa Efek
Indonesia beserta potensi kegiatan tunneling
yang mungkin muncul sebagai insentif dari
manajemen laba dengan mengubah jenis transaksi
RPT. Dalam penelitian ini akan digunakan RPT
Piutang dan RPT Hutang dalam mendeteksi
manajemen laba. Penelitian ini memilih transaksi
piutang-hutang karena transaksi ini memiliki
pengaruh langsung terhadap laporan keuangan,
khususnya pada perhitungan laba akuntansi
suatu perusahaan. Transaksi piutang-hutang ini
dapat timbul karena adanya transaksi penjualan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
atau pembelian kepada pihak berelasi (Jian dan
Wong, 2003). Chang (2002) juga memaparkan
bahwa adanya transaksi penjualan atau pembelian
kepada pihak berelasi yang menimbulkan piutang
atau hutang pihak berelasi tersebut, dapat
digunakan
untuk
melakukan
earnings
management.
Secara spesifik maka tujuan dan
permasalahan dalam penelitian ini adalah (1)
Mengetahui pengaruh antara RPT dengan
keberadaan manajemen laba pada periode sebelum
IPO, sehingga dapat diketahui apakah RPT
tersebut dilakukan sebagai sarana dalam
manajemen laba pada periode sebelum IPO. (2)
Mengetahui pengaruh RPT pada periode
sebelum IPO dan pinjaman kepada pihak berelasi
pada periode setelah IPO dengan kinerja saham
perusahaan setelah IPO, sehingga dapat diketahui
apakah RPT dan pinjaman tersebut berpengaruh
negatif dengan kinerja saham perusahaan setelah
IPO.
KERANGKA TEORITIS DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Tunneling
Istilah "tunneling" awalnya digunakan
untuk
menggambarkan kondisi
ekspropriasi
pemegang saham non-pengendali di Republik
Ceko melalui pengalihan aset dan keuntungan dari
perusahaan demi kepentingan pemegang saham
pengendali (Guing dan Aria, 2011). Menurut
Johnson et al., (2000) tunneling adalah pengalihan
keluar aset dan keuntungan dari anak
perusahaan untuk kepentingan induk perusahaan
yang berdampak pada ekspropriasi pemegang
saham non-pengendali.
Tunneling merupakan perilaku manajemen
atau pemegang saham mayoritas yang mentransfer
aset dan profit perusahaan untuk kepentingan
mereka sendiri, namun biaya dibebankan kepada
pemegang saham minoritas (Zhang, 2004 dalam
Mutamimah, 2008). Sansing (1999) menunjukkan
bahwa pemegang saham mayoritas dapat
mentransfer kekayaan untuk dirinya sendiri dengan
mengorbankan hak para pemilik minoritas, dan
terjadi penurunan pengalihan kekayaan ketika
persentase
kepemilikan
pemegang
saham
mayoritas menurun.
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Tunneling muncul dalam dua bentuk.
Pertama, peran pemegang saham pengendali
dalam memindahkan sumber daya perusahaan
untuk kepentingannya sendiri melalui transaksi
pihak berelasi yang diatur sedemikian rupa.
Kedua, pemegang saham pengendali dapat
meningkatkan porsi sahamnya tanpa memberikan
kontribusi aset apapun bagi perusahaan melalui
isu-isu saham dilutif, pembatasan terhadap
pemegang saham non-pengendali, atau transaksi
lainnya yang merugikan kelompok non-pengendali
(Johnson et al., 2000).
Tunneling dapat juga dilakukan dengan
cara menjual produk perusahaan kepada
perusahaan yang memiliki hubungan dengan
manajer dengan harga yang lebih rendah
dibandingkan mempertahankan posisi/ jabatan
pekerjaannya meskipun mereka sudah tidak
kompeten atau berkualitas lagi dalam menjalankan
usahanya atau menjual aset perusahaan kepada
perusahaan yang memiliki hubungan dengan
manajer (Dwinanto, 2010). Penelitian yang
dilakukan oleh Johnson et al., (2000) dan Cheung
(2006) terbukti bahwa di negara berkembang,
pemilik saham mayoritas terlibat dalam praktek
ekspropriasi atau tunneling yang dilakukan
terhadap pemegang saham minoritas.
Manajemen Laba
Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang
sering digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan bisnis adalah laba yang dihasilkan
perusahaan. Informasi laba merupakan unsur dalam
laporan keuangan yang penting bagi pihak-pihak
yang menggunakannya karena memiliki nilai
prediktif. Berdasarkan hal tersebut membuat pihak
manajemen berusaha untuk melakukan manajemen
laba agar kinerja perusahaan tampak baik oleh
pihak eksternal.
Earnings management merupakan upayaupaya manajemen menggunakan pertimbangannya
dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat
menyesatkan para pengambil keputusan dalam
menilai
kinerja
perusahaan
atau
dapat
mempengaruhi kontrak-kontrak pendapatan yang
telah ditetapkan berdasarkan angka-angka laporan
keuangan (Healy dan Wahlen, 1998). Sedangkan
menurut Setiawati dan Na’im (2000) earnings
management diartikan sebagai campur tangan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
manajemen dalam proses pelaporan keuangan
eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan
dirinya sendiri. Earnings management merupakan
salah satu faktor yang dapat mengurangi
kredibilitas laporan keuangan.
Terdapat dua cara pandang dalam
memahami manajemen laba menurut Scott (2000)
dalam Rahmawati et al., (2006) yaitu: Pertama,
memandang sebagai perilaku oportunistik manajer
untuk memaksimumkan utulitias manajemen
(opportunistic
behavior).
Kedua,
dengan
memandang manajemen laba dari perspektif
efficient
contracting
(efficient
earnings
management), manajemen laba memberi manajer
suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka
dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadiankejadian yang tak terduga sehingga dapat
menguntungan pihak-pihak yang terlibat dalam
kontrak. Scott (2000) dalam Rahmawati et al.,
(2006) juga mengungkapkan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mendorong manajer
melakukan manajemen laba, diantaranya:
1. Bonus Purpose
Manajer yang memiliki informasi atas laba
bersih perusahaan akan bertindak secara
opportunistic untuk melakukan laba dengan
memaksimalkan laba saat ini (Healy, 1985).
2. Motivasi Politik (Political Motivation)
Manajemen laba dilakukan oleh perusahaan
agar mengurangi laba yang dilaporkan karena
adanya tekanan publik yang mengakibatkan
pemerintah menetapkan peraturan yang lebih
ketat.
3. Motivasi Pajak (Taxation Motivation)
Perusahaan yang mendapatkan laba lebih tinggi
akan membayar pajak yang tinggi pula. Akan
tetapi, manajer perusahaan akan melakukan
rekayasa agar laba yang dilaporkan tidak
seperti yang sebenarnya, sehingga pajak yang
dibayarkan tidak terlalu tinggi. Berbagai
metode akuntansi digunakan dengan tujuan
penghematan pajak pendapatan. Motivasi inilah
yang mendasari praktik manajemen laba.
4. Perubahan Chief Executive Officer (CEO)
CEO perusahaan yang akan habis masa
jabatannya atau mendekati masa pensiun akan
berusahaan menaikkan pendapatan untuk
meningkatkan bonus yang diterimanya dan jika
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
kinerja perusahaan buruk, mereka akan
memaksimalkan pendapatan agar tidak
diberhentikan.
5. Penawaran Saham Perdana (IPO)
Pada perusahaan yang akan go public tetapi
belum memiliki harga pasar sehingga perlu
menetapkan nilai saham yang akan ditawarkan.
Hal ini mengakibatkan manajer perusahaan
yang go public melakukan manajemen laba
untuk memperoleh harga yang lebih tinggi atas
saham. Dengan menaikkan laba perusahaan
akan
mempengaruhi
investor
dalam
pengambilan keputusan investasi.
6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada
Investor
Kinerja perusahaan akan diinformasikan
kepada investor sehingga pelaporan laba harus
disajikan agar investor tetap menilai bahwa
perusahaan tersebut berada dalam kinerja yang
baik.
Transaksi Dengan Pihak-Pihak Berelasi
Di Indonesia, pengungkapan transaksi
dengan pihak-pihak yang berelasi diatur dalam
PSAK No.7 (R2010) mengenai “Pengungkapan
Pihak-Pihak Berelasi”, pihak-pihak berelasi adalah
orang atau entitas yang terkait dengan entitas
yang menyiapkan laporan keuangannya (dalam
Pernyataan ini dirujuk sebagai “entitas pelapor”).
Transaksi pihak berelasi adalah suatu pengalihan
sumber daya, jasa atau kewajiban antara entitas
pelapor dengan pihak-pihak berelasi, terlepas
apakah ada harga yang dibebankan.
Berikut ini adalah contoh transaksi yang
diungkapkan jika pihak tersebut adalah pihak
berelasi:
a) Pembelian atau penjualan barang (barang jadi
atau setengah jadi)
b) Pembelian atau penjualan properti dan aset
lainnya
c) Penyediaan atau penerimaan jasa
d) Sewa
e) Pengalihan riset dan pengembangan
f) Pengalihan di bawah perjanjian lisensi
g) Pengalihan di bawah perjanjian pembiayaan
(termasuk pinjaman dan kontribusi ekuitas
dalam bentuk tunai atau dalam bentuk natura)
h) Provisi atas jaminan atau agunan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
i) Komitmen untuk berbuat sesuatu jika
peristiwa khusus terjadi atau tidak terjadi
dimasa depan, termasuk kontrak eksekutori*
(diakui atau tidak diakui)
j) Penyelesaian liabilitas atas nama entitas atau
pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
Dalam penelitian Cheung, Rau dan
Stouraitis (2006) yang melihat pengaruh
pengumuman transaksi pihak berelasi terhadap
abnormal stock return, membagi sifat RPT
menjadi tiga kelompok yang tidak semuanya
merugikan, yaitu (1) transaksi yang apriori
menyebabkan ekspropriasi pemegang saham
minoritas perusahaan, antara lain akuisisi aset,
penjualan aset, penjualan ekuitas, hubungan
perdagangan, dan pembayaran tunai; (2) transaksi
yang cenderung menguntungkan pemegang saham
minoritas, seperti penerimaan kas dan hubungan
antara anak perusahaan; dan (3) transaksi dengan
alasan strategis dan mungkin tidak bersifat
ekspropriasi, seperti takeover dan joint venture,
akuisisi joint venture, dan penjualan antara sesama
joint venture.
Ryngaert dan Thomas (2007) membagi
RPT ke dalam dua kategori yaitu transaksi ex-ante
dan ex-post. Transaksi
ex-ante didefinisikan
sebagai transaksi dimana suatu perusahaan dan
related party melakukan transaksi sebelum
perusahaan tersebut menjadi perusahaan publik
atau sebelum tertentu menjadi related party
dengan perusahaan. Sedangkan, transaksi ex-post
adalah transaksi yang muncul setelah perusahaan
go public dan setelah suatu pihak memiliki
hubungan khusus dengan perusahaan.
Jenis
transaksi ini cenderung merugikan outside
shareholder. Transaksi dengan pihak yang
memiliki hubungan istimewa (RPT) memiliki dua
hipotesis yang bertolak belakang yaitu sebagai
transaksi opportunis atau sebagai transaksi yang
efisien.
Tunneling sebagai Insentif Manajemen Laba
Jian
dan
Wong
(2003)
meneliti
penggunaan RPT sebagai sarana praktik
manajemen laba dan tunneling pada perusahaan
di Cina. Mereka menemukan bahwa perusahaan
yang masih tergabung dalam satu konglomerasi
cenderung melaporkan nilai RPT yang lebih tinggi
dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
konglomerasi. Selain itu dapat dibuktikan juga
bahwa
RPT
tersebut
digunakan
untuk
memanipulasi laba dalam rangka memenuhi syarat
agar bisa sukses melakukan IPO. Ketika
perusahaan IPO tersebut telah menghasilkan aliran
dana yang cukup, cenderung terjadi pengalihan
sumber daya tersebut kepada perusahaan
afiliasinya dalam bentuk pinjaman lunak.
Sedangkan ketika dilihat pengaruhnya terhadap
kinerja saham, ditemukan bahwa transaksi
antara afiliasi tersebut lebih mengarah kepada
tindakan oportunistik dibandingkan tindakan yang
efisien.
Senada dengan Jian dan Wong, Aharony
et al. (2010) juga menemukan penggunaan RPT
sebagai sarana manajemen laba menjelang IPO dan
lebih jauh juga membuktikan bahwa perilaku
tersebut muncul karena adanya kesempatan untuk
melakukan praktik tunneling pada masa setelah
IPO. Tunneling biasanya dilakukan dalam bentuk
pinjaman dari perusahaan IPO kepada induk
perusahaannya,
eksploitasi
sumber
daya
dilakukan dengan tidak melunasi pinjaman
tersebut yang berakibat pada buruknya kinerja
keuangan perusahaan IPO.
Manajemen Laba dan Kinerja Perusahaan
Pasca-IPO
Theo et al., (1998) meneliti hubungan
manajemen laba dengan penurunan kinerja jangka
panjang perusahaan dan mengungkapkan bahwa
perusahaan yang melaporkan positif akrual pada
saat IPO, setelah 3 tahun pasca IPO
perusahaan tersebut mengalami kinerja saham
yang buruk dan semakin besar (agresif) akrual
diskresioner yang dimiliki perusahaan akan
semakin buruk pula kinerja saham jangka
panjang yang dialami perusahaan. Temuan Jain
dan Kini (1994) juga menyebutkan bahwa akan
terjadi penurunan kinerja laba (underperformance)
pasca penawaran, meskipun ada pertumbuhan
penjualan dan pengeluaran modal yang tinggi.
Assih et al. (2005) melakukan penelitian
menggunakan ROA (return on asset) sebagai
proksi kinerja perusahaan. Hasil pengujian
pengaruh manajemen
laba
pada
kinerja
perusahaan menunjukkan bahwa manajemen laba
mempunyai pengaruh negatif pada kinerja
perusahaan yang diproksikan dengan ROA pada
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
periode-periode setelah penawaran publik perdana.
Hal ini menunjukkan bahwa manajemen laba yang
dilakukan manajemen pada periode sebelum
IPO adalah sebuah tindakan yang sifatnya
oportunistik
dan
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan melalui kinerja perusahaan
pasca-IPO.
Rumusan Hipotesis
Penelitian ini berfokus pada tiga jenis
RPT: (1) piutang oleh perusahaan IPO kepada
perusahaan pihak berelasi (RPT Piutang), (2)
hutang oleh perusahaan IPO dari perusahaan
pihak berelasi (RPT Hutang), (3) selisih saldo
akhir akun piutang dan hutang lain-lain dengan
pihak berelasi yang tercatat pada perusahaan
IPO (Net Outstanding Corporate Loans).
Manajemen Laba Melalui Transaksi Pihak
Berelasi dalam proses IPO
Manajemen laba dapat digambarkan
sebagai perilaku manajemen dalam memilih
kebijakan akuntansi tertentu, atau melalui
penerapan aktivitas tertentu, yang bertujuan
mempengaruhi
laba untuk mencapai sebuah
tujuan spesifik (Scott, 2009). Salah satu motivasi
yang dapat menjadi pemicu munculnya manajemen
laba adalah motivasi untuk memanfaatkan
kegiatan Initial Public Offering (IPO) sebagai
sebuah
kondisi
asimetri informasi
dalam
rangka mendapatkan harga saham perdana
yang tinggi (Scott, 2009). Investor memiliki
informasi
yang
relatif
terbatas
tentang
perusahaan yang akan melakukan IPO. Dengan
demikian mereka hanya akan merujuk pada
prospektus
yang merupakan informasi utama
tentang perusahaan di pasar. Sejalan dengan
temuan Barth et al. (1999) pemilik perusahaan
akan berupaya menaikkan atau menjaga
tingkat
keuntungan perusahaan
guna
memaksimalkan harga penawaran. Karena
harga
penawaran
yang
tinggi akan
berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan
issuer.
Jian dan Wong (2003) menemukan bahwa
transaksi
dengan
pihak
berelasi
(RPT)
menunjukkan kecenderung opportunis. Hal ini
dibuktikan dengan ditemukannya tingginya tingkat
penjualan dengan RPT, terutama kepada pemegang
saham kendali dan anggota lain perusahaan dalam
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
grup, ketika perusahaan memiliki insentif untuk
memanipulasi laba (menjelang di delisted atau
menjelang penerbitan saham baru).
Aharony
et
al.
(2010)
dalam
penelitiannya di China berhasil membuktikan
bahwa transaksi RPT menjadi salah satu sarana
manajemen laba menjelang proses IPO. RP
Sales dan RP Purchases diperkirakan menjadi
faktor utama dalam pengaturan laba menjelang
IPO, dengan cara memperbesar tingkat penjualan
dan memperkecil biaya pembelian sehingga akan
membentuk laba yang besar dan pada akhirnya
akan meningkatkan besarnya dana yang diterima
perusahaan sehubungan dengan proses IPO.
Dalam penelitian ini menggunakan
transaksi RPT Piutang dan RPT Hutang yang
timbul karena adanya transaksi penjualan dan
pembelian. Ketika tingkat penjualan kepada pihak
berelasi meningkat maka akan mempengaruhi
besarnya laba dalam Laporan Laba Rugi, dan
peningkatan piutang akan memperbesar nilai asset
perusahaan dalam Neraca sehingga laba dalam
Laporan Laba Rugi dan Neraca akan terpengaruh
menjadi lebih besar. Sedangkan, ketika pembelian
kepada pihak berelasi dilakukan maka besarnya
harga beli dapat diatur sesuai dengan kepentingan
pihak-pihak tersebut. Saat perusahaan menetapkan
menggunakan harga beli lebih rendah maka hutang
yang dimiliki perusahaan juga akan semakin kecil,
beban bunga hutang lebih rendah dan HPP yang
tercatat juga lebih rendah. Saat beban bunga dan
HPP rendah, maka laba akan terpengaruh (laba
akan meningkat). Kemudian, dalam penelitian ini
dimasukkan beberapa variabel untuk mengontrol
Return on Assets sebagai indikator dalam
mendeteksi manajemen laba. Hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1a: Kenaikan transaksi RPT Piutang pada
periode sebelum IPO berpengaruh positif
terhadap manajemen laba yang dilakukan
perusahaan pada periode sebelum IPO.
H1b: Kenaikan transaksi RPT Hutang pada
periode sebelum IPO berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba yang dilakukan
perusahaan pada periode sebelum IPO.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
Manajemen laba dan tunneling terhadap
kinerja saham di pasar modal setelah proses
IPO
Praktik manajemen laba menjelang IPO
cenderung menaikkan labanya dengan cara
menggeser pendapatan masa depan menjadi
pendapatan
sekarang. Akibatnya,
laba
perusahaan pada tahun berikutnya akan
cenderung turun karena pendapatan pada tahun
tersebut telah diakui tahun sebelumnya. Bahkan
penurunan kinerja laba akan tetap terjadi
meskipun terdapat pertumbuhan penjualan dan
pengeluaran modal yang tinggi setelah IPO (Ritter,
1991).
Jika manajemen laba yang dilakukan
sebelum
IPO
adalah
sebuah tindakan
oportunistik untuk mencapai tujuan tertentu, maka
secara teoritis perusahaan tidak akan mampu
mempertahankan kinerja perusahaan pasca-IPO.
Beberapa peneliti terdahulu berhasil membuktikan
adanya hubungan negatif yang signifikan antara
manajemen laba sebelum IPO dengan kinerja
perusahaan pasca-IPO. Teoh et
al. (1998)
menemukan perusahaan yang secara lebih agresif
melakukan manajemen laba sebelum IPO akan
mengalami penurunan nilai rata-rata return
saham yang lebih buruk daripada perusahaan
yang konservatif. Sementara itu Assih et al. (2005)
menemukan bahwa ROA perusahaan pasca-IPO
akan menurun pada perusahaan-perusahaan yang
melakukan manajemen laba menjelang IPO.
Selain itu dalam penelitian Aharony et
al. (2010) terbukti bahwa terjadi praktek
tunneling pada periode setelah IPO, sebagai
insentif manajemen laba. Tunneling ini diukur
melalui Net Outstanding Corporate Loans.
Praktek tunneling yang terjadi dapat dilihat dari
perilaku perusahaan IPO yang memberikan
pinjaman yang tidak dilunasi kepada pihak berelasi
untuk kemudian dimanfaatkan oleh para pemegang
saham pengendali.
Semakin agresif praktek manajemen laba
dan tunneling, para pemegang saham non
pengendali akan semakin dirugikan. Hal ini akan
terlihat dari kinerja saham perusahaan yang
menurun pada periode setelah IPO. Sesuai
dengan Gul et al. (2003) yang menemukan jika
manajeman laba dilakukan dengan motivasi yang
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
buruk, maka dalam jangka panjang kinerja aktual
perusahaan akan menurun, dan para investor
akan semakin tidak percaya kepada perusahaan
yang berakibat pada turunnya kinerja saham
perusahaan. Aharony et al. (2010) juga
menemukan bahwa tunneling atau eksploitasi
sumber daya akan berakibat pada buruknya
kinerja keuangan perusahaan yang baru
terdaftar itu. Untuk mendeteksi hal ini,
dimasukkan juga faktor return pasar satu hari
setelah IPO sebagai pengontrol kondisi pasar
saat itu. Berikut adalah hipotesisnya:
H2a: Kenaikan transaksi RPT Piutang pada
periode sebelum IPO berpengaruh negatif
terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO.
H2b: Kenaikan transaksi RPT Hutang pada
periode sebelum IPO berpengaruh positif
terhadap kinerja saham perusahaan setelah IPO.
H2c: Kenaikan Net Outstanding Corporate
Loans pada periode setelah IPO berpengaruh
negatif terhadap kinerja saham perusahaan setelah
IPO.
METODE PENELITIAN
Data dan Sampel
Data yang digunakan dalam penelitian
ini berupa laporan keuangan perusahaan yang
masih terdaftar di BEI sampai tanggal 31
Desember 2011. Data tersebut diperoleh dari
laporan keuangan perusahaan yang listing di BEI
dari tahun 2007 sampai tahun 2011 yang
diperoleh dari ICMD (Indonesian Capital Market
Directory), dan website Bursa Efek Indonesia.
Sedangkan data harga saham dan level IHSG
diperoleh
dari
internet,
yaitu
www.yahoofinance.com. Pengambilan
sampel
penelitian dilakukan dengan metode purposive
sampling, adapun kriterianya adalah:
1. Perusahaan non-keuangan yang IPO dari tahun
2007 sampai tahun 2011.
2. Perusahaan yang memiliki anak perusahaan.
3. Perusahaan yang memiliki laporan keuangan
atau prospektus satu tahun sebelum melakukan
penawaran umum perdana (IPO), pada saat
IPO, dan satu tahun setelah IPO.
4. Perusahaan yang memiliki minimal satu
transaksi yang tergolong sebagai transaksi
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
dengan pihak berelasi kategori piutang dan
hutang.
Berikut adalah hasil perhitungan sampel
Tabel 1. Hasil Pemilihan Sampel Penelitian
Jumlah
Deskripsi
Perusahaan non-keuangan yang IPO dari
95
tahun 2007-2011
(22)
Perusahaan yang tidak memiliki anak
(34)
perusahaan
(7)
Perusahaan dengan data RPT tidak
lengkap
Keterbatasan data tidak lengkap
Perusahaan Sampel
32
Operasionalisasi Variabel
Variabel dependen yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu:
 Return on Assets (ROA) merupakan
indikator yang umum dalam mendeteksi
manajemen laba (Aharony et al., 2000).
Dalam penelitian Aharony et al., (2010) kinerja
laba diukur dengan menggunakan ROA jika
ROA memuncak pada tahun IPO tetapi pada
pasca IPO, ROA kembali menurun sehingga
terlihat apakah RPT berhubungan dengan pola
ROA pada saat IPO dengan cara menunjukkan
manajemen laba. Nilai ROA didapat dari
perbandingan antara laba bersih perusahaan
yang melakukan IPO pada tahun IPO
dengan jumlah aset kecuali kas pada saldo
akhir tahun IPO. Jumlah kas tidak
diperhitungkan untuk menghilangkan cash
effect akibat IPO. Penggunaan model ini sesuai
dengan penelitian Aharony et al., (2010),
Guing dan Aria (2011).

ROAt=0 =
∗
*Total aset yang digunakan kecuali kas pada
tahun IPO
Buy-and-Hold Return
(BHR) merupakan
variabel yang akan digunakan untuk melihat
kinerja saham perusahaan pada periode
setelah IPO. Metode buy-and-hold return dapat
diukur dengan rumusan berikut (Rahman dan
Gutagol, 2008):
BHRi,t = ∏ (1 + , ) − ∏ (1 +
, )
Keterangan:
ri,t = imbal hasil saham i pada hari t yang
dihitung sebagai berikut:
ri,t
=
sedangkan mi,t adalah imbal hasil dari Indeks
Harga Saham Gabungan pada hari t yang
didapatkan dari perhitungan sebagai berikut:
mi,t
=
Pengukuran kinerja jangka panjang imbal hasil
saham perusahaan karena perbedaan periode
(tahun) IPO, maka akan digunakan imbal hasil
harian perusahaan selama 1 tahun yang akan
dikategorikan ke dalam imbal hasil bulanan,
dimana imbal hasil bulanan terdiri dari 21
imbal hasil harian. Abnormal return saham 1
tahun dihitung dari awal April setelah
perusahaan melakukan IPO (tahun fiscal 0
berakhir) dihitung kedepan sampai dengan 252
hari perdagangan.
Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini, yaitu:
 Related Party Receivable (RPT Piutang)
merupakan perubahan rasio Related Party
Receivable terhadap jumlah aset pada saldo
akhir tahun. Pengukuran ini dimaksudkan
untuk mendeteksi jumlah RPT Piutang yang
tidak normal selama proses IPO. Penggunaan
model ini sesuai dengan penelitian Aharony et
al., (2010), Guing dan Aria (2011).
∆RPT-Piutangi,t=0 =
∆RPT-Piutangi,t=1 =

Related Party Payable (RPT Hutang)
merupakan perubahan rasio Related Party
Payable terhadap jumlah liabilitas pada saldo
akhir tahun. Pengukuran ini dimaksudkan
untuk mendeteksi jumlah RPT Hutang yang
tidak normal selama proses IPO. Penggunaan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
model ini sesuai dengan penelitian Aharony et
al., (2010), Guing dan Aria (2011).
∆RPT-Hutangi,t=0 =
∆NRPT-Piutangi,t=1 =
-
-
∆RPT-Hutangi,t=1 =


Net Outstanding Corporate Loans to yearend Total Assets (NOREC) digunakan untuk
mengukur keberadaan tunneling pada periode
setelah IPO. NOREC merupakan perubahan
rasio Net Outstanding Corporate Loans
(didapat dari selisih piutang dan hutang lainlain kepada pihak berelasi) terhadap jumlah
aset pada saldo akhir tahun. Penggunaan
model ini sesuai dengan penelitian Aharony et
al., (2010), Guing dan Aria (2011).
∆NORECi,t=0
=
(
(
∆NORECi,t=1
(
=
(
Variabel Kontrol
Dalam penelitian ini menggunakan
variabel kontrol, yaitu:
 Non-Related
Party Receivable
(NRPT
Piutang) merupakan perubahan rasio NonRelated Party Receivable terhadap jumlah aset
pada saldo akhir tahun. NRPT Piutang diambil
sebagai variabel kontrol karena pada
kenyataannya dapat mempengaruhi besarnya
pendapatan perusahaan. Penggunaan model ini
sesuai dengan penelitian Aharony et al.,
(2010), Guing dan Aria (2011).
∆NRPT-Piutangi,t=0 =
IPO Firm’s Long-Term Debt to year-end
Total Assets (DEBT) diambil sebagai
variabel kontrol karena semakin tinggi
financial
leverage,
pengawasan
dari
manajemen akan semakin ketat dan
menyebabkan
peningkatan
kinerja
perusahaan (Myers, 2001). Penggunaan model
ini sesuai dengan penelitian Aharony et al.,
(2010), Guing dan Aria (2011).
DEBTi,t=0
=
IPO Firm’s Natural Logarithm of the Market
Value of Equity at year-end (SIZE) diambil
sebagai )variabel kontrol karena semakin
besar ukuran perusahaan, pengawasan dari
manajemen akan semakin berkurang dan
mempengaruhi )
kinerja
perusahaan
(Williamson, 1967). Penggunaan model ini
sesuai dengan penelitian Aharony et al.,
)
(2010), Guing dan Aria (2011).
SIZEi,t=0 = Logaritma Natural dari Nilai
Pasar Ekuitas
) Perusahaan pada tahun IPO
 Market Return (MARKET) merupakan imbal
hasil pasar (IHSG) dalam jangka waktu satu
hari sejak tanggal IPO untuk melihat risiko
sistematis
yang
dialami
perusahaan.
Penggunaan model ini sesuai dengan penelitian
Aharony et al., (2010), Guing dan Aria (2011).
MARKETi = Imbal Hasil Pasar Perusahaan
yang IPO dalam Periode 1 Hari

Analisis Regresi
Model untuk mendeteksi manajemen laba
dalam proses IPO
Penggunaan model ini sesuai dengan
penelitian Aharony et al., (2010), Guing dan Aria
(2011).
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
ROAi,t=0 = α0 + α1∆RPT-Piutangi,t=0 + α2∆RPTα4∆DEBTi,t=0 + α5∆SIZEi,t=0 + ɛi,t
Hutangi,t=0 + α3∆NRPT-Piutangi,t=0 +
(Model 1)
Tabel 2. Deskripsi Variabel Model 1
Variabel
Deskripsi
ROAi,t=0
Rasio Laba Perusahaan terhadap Total Aset kecuali Kas pada
tahun IPO
∆RPT-Piutangi,t=0
Selisih Transaksi Piutang kepada Pihak-Pihak Berelasi pada tahun
IPO dengan tahun sebelum IPO
∆RPT-Hutangi,t=0
Selisih Transaksi Hutang dari Pihak-Pihak Berelasi pada tahun
IPO dengan tahun sebelum IPO
∆NRPTPiutangi,t=0
Selisih Transaksi Piutang selain RPT-Piutang pada tahun IPO dengan
tahun sebelum IPO
DEBTi,t=0
Rasio antara Hutang Jangka
Perusahaan pada tahun IPO
SIZEi,t=0
Logaritma Natural dari Nilai Pasar Ekuitas Perusahaan pada
tahun IPO
Panjang
dengan
Total
Aset
Model
untuk
mengukur
akibat
dari BHRi = f0 + f1∆RPT-Piutangi,t=0+ f2∆RPTHutangi,t=0+ f3∆NORECi,t=1 + f4∆NRPTmanajemen laba dan tunneling terhadap
Piutangi,t=0+ f5∆NORECi,t=0 + f6∆RPTkinerja saham di pasar modal setelah proses
Piutangi,t=1
+
f7∆RPT-Hutangi,t=1+
IPO
Penggunaan model ini sesuai dengan
f8∆NRPT-Piutangi,t=1 + f9∆MARKETi +
penelitian Aharony et al., (2010), Guing dan Aria
f10∆ROAi,t=0 + f11∆SIZEi,t=0 + ɛi,t
(2011)
(Model 2)
Tabel 3. Deskripsi Variabel Model 2
Variabel
Deskripsi
BHRi
Imbal Hasil Buy-and-Hold perhitungan dari selisih return perusahaan
dengan return market index
∆NORECi,t=1
Perbandingan antara Selisih Piutang dan Hutang Lain-Lain dengan
Total Aset pada tahun setelah IPO dengan tahun IPO
∆NORECi,t=0
Perbandingan antara Selisih Piutang dan Hutang Lain-Lain dengan
Total Aset pada tahun IPO dengan tahun sebelum IPO
∆RPT-Piutangi,t=1
Selisih Transaksi Piutang kepada Pihak-Pihak Berelasi pada tahun
setelah IPO dengan tahun IPO
Selisih Transaksi Hutang dari Pihak-Pihak Berelasi pada tahun
setelah IPO dengan tahun IPO
∆RPT-Hutangi,t=1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
∆NRPTPiutangi,t=1
Selisih Transaksi Piutang selain RPT-Piutang pada tahun setelah
IPO dengan tahun IPO
MARKETi
Imbal Hasil Pasar Perusahaan yang IPO dalam Periode 1 Hari
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif
Tabel 4. Statistik Deskriptif RPT
Tahun IPO = 0
Piutang kepada
Related Party
*Presentase
terhadap Total
Aset
Piutang kepada
Non-Related
Party
-1
Piutang lain-lain
Hutang lain-lain
Selisih Piutang
dan Hutang lainlain
1
Diff0
Diff1
145,432,931,412 153,807,381,386 171,188,424,151
3.066%
2.166%
2.082%
-0.90% -0.08%
253,491,503,789 363,296,108,066 470,369,840,683
8.804%
Hutang dari
Related Party
*Presentase
terhadap Total
Liabilitas
0
8.307%
8.285%
-0.50% -0.02%
100,622,057,863 130,195,406,127 151,210,223,417
3.303%
3.137%
3.003%
15,914,787,141
22,005,910,167
18,917,754,372
1.177%
0.876%
0.782%
37,882,211,378
22,161,948,970
24,837,152,025
1.412%
0.652%
0.664%
(21,967,424,237)
(156,038,803)
(5,919,397,653)
-0.236%
0.224%
0.119%
-0.17% -0.13%
-0.30% -0.09%
-0.76%
0.01%
0.46% -0.11%
Keterangan Tabel: Diff0 = Perbandingan persentase antara tahun IPO dengan tahun sebelum
IPO; Diff1 = Perbandingan persentase antara tahun setelah IPO dengan tahun IPO
Berdasarkan Tabel 3, terlihat RPT Piutang
maupun NRPT Piutang perusahaan di Indonesia
mengalami penurunan pada periode sebelum IPO
(Diff0) dan mengalami penurunan lagi pada
periode setelah IPO (Diff1). Terjadi perbedaan
juga dalam RPT Hutang yang dapat dilihat pada
Diff0 dan Diff1, rata-rata perusahaan Indonesia
mengalami penurunan jumlah hutang karena terjadi
penurunan pembelian.
Selisih Piutang dan Hutang lain-lain, yang
menunjukkan nilai negatif pada periode sekitar
IPO, yang artinya lebih tinggi hutang dibanding
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
piutang kepada pihak berelasi. Namun pada IPO dalam bentuk pemberian pinjaman kepada
periode setelah IPO (Diff1) nilai ini semakin pihak berelasi yang meningkat pada periode setelah
mengecil, yang dapat diartikan bahwa pinjaman IPO.
yang diberikan kepada pihak berelasi semakin Manajemen Laba Melalui Transaksi Pihak
meningkat. Hal ini sudah dapat dijadikan indikasi Berelasi dalam proses IPO (Model 1)
awal terjadinya tunneling berupa pengalihan dana
Tabel 5. Hasil Regresi Model 1
Variabel
Koefesiensi
Prob.
C
-16.733
0.273
∆RPT-Piutangi,t=0
0.928 0.025**
∆RPT-Hutangi,t=0
0.929 0.039**
∆NRPT-Piutangi,t=0
0.341
0.223
DEBTi,t=0
-0.146 0.075*
SIZEi,t=0
0.926 0.090*
Hasil analisis regresi model 1 (Tabel 5)
mengenai pengaruh variabel ∆RPT -Piutangi,t=0
terhadap manajemen laba yang diproksikan dengan
ROAi,t=0 menunjukkan nilai signifikansi sebesar
0,025. Arah koefisien regresi bertanda positif
sesuai dengan yang dihipotesiskan dan nilai
signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05. Maka
hipotesis 1a yaitu kenaikan transaksi RPT Piutang
pada periode sebelum IPO berpengaruh positif
terhadap manajemen laba yang dilakukan
perusahaan pada periode sebelum IPO didukung.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada
periode sebelum IPO, perusahaan melakukan
manajemen laba dengan menaikkan transaksi
penjualan
dengan
pihak
berelasi
yang
mengakibatkan naiknya piutang terhadap pihakpihak berelasi sehingga laba perusahaan meningkat
menjelang periode IPO. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Aharony et al. (2010) dan Jian et
al. (2003) bahwa terjadi kecenderungan tindakan
opportunities dalam transaksi yang dilakukan oleh
pihak berelasi (RPT) yang dibuktikan dengan
adanya tingkat penjualan yang tinggi dengan RPT
menjelang IPO. Perusahaan meningkatkan laba
perusahaan melalui transaksi penjualan terhadap
pihak-pihak berelasi dikarenakan laba perusahaan
akan meningkat pada periode sebelum IPO
sehingga laba terlihat tinggi dan akan menarik
investor untuk berinvestasi.
∆NRPT-Piutangi,t=0
Sebaliknya,
tidak
signifikan terhadap variabel ROAi,t=0 disebabkan
kurangnya hubungan yang signifikan antara kinerja
laba pada tahun IPO dengan perubahan NRPT
Piutang pada tahun sebelum IPO menunjukkan
bahwa manajer mungkin tidak menggunakan
kebijakan
mereka
dalam
memanfaatkan
pendapatan dari NRPT Piutang yang dapat
mempengaruhi besarnya pendapatan perusahaan
sebagai sebuah alat manajemen laba selama
melakukan proses IPO.
Pengujian hipotesis 1b mengenai pengaruh
variabel RPT Hutang terhadap manajemen laba
menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,039. Nilai
signifikansi kurang dari 0,05 akan tetapi arah
koefisien regresi bertanda positif. Maka hipotesis
1b yaitu kenaikan transaksi RPT Hutang pada
periode sebelum IPO berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada
periode sebelum IPO, yang berarti hipotesis 1b
tidak didukung. Alasan yang mendasar bahwa
tidak adanya pengaruh dari transaksi hutang pihak
berelasi terhadap manajemen laba adalah
dikarenakan perusahaan lebih meningkatkan
transaksi penjualan terhadap pihak berelasi agar
laba perusahaan meningkat ketika periode sebelum
IPO berlangsung, sedangkan jika perusahaan lebih
meningkatkan transaksi pembelian akan dapat
menurunkan laba perusahaan (Aharony et al.,
2010). Penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Guing dan Aria (2011) bahwa semakin
rendah RP Purchases pada perusahaan IPO di
Indonesia, cenderung menunjukkan terjadinya
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
manajemen laba dengan tujuan meningkatkan laba
Variabel kontrol yang lain adalah ukuran
pada periode sebelum IPO.
perusahaan yang diukur dengan menggunakan
Berdasarkan pengujian terhadap variabel logaritma natural nilai pasar ekuitas perusahaan
kontrol debt yang diukur dengan menggunakan tahun IPO, menunjukkan nilai signifikansi sebesar
hutang jangka panjang terhadap jumlah aset pada 0,090. Nilai signifikan tersebut diatas 0,05.
saldo akhir tahun, menunjukkan nilai signifikansi Namun, arah koefisien regresi variabel kontrol
sebesar 0,075. Nilai signifikan tersebut diatas 0,05. bertanda positif. Hal ini menunjukkan bahwa
Namun, arah koefisien regresi variabel kontrol semakin besar suatu perusahaan maka semakin
bertanda negatif. Dalam penelitian Myers (2001) besar pula kesempatan manajer untuk melakukan
semakin tinggi financial leverage, pengawasan manajemen laba dimana perusahaan besar
dari manajemen akan semakin ketat dan memiliki aktivitas operasional yang lebih
menyebabkan peningkatan kinerja perusahaan. kompleks dan selain itu juga perusahaan besar
Dengan arah koefisien kontrol negatif, ini berarti lebih dituntut untuk memenuhi ekspektasi investor
pengawasan dari manajemen semakin longgar yang lebih tinggi. Dalam penelitian ini berdasarkan
sehingga
menyebabkan
penurunan
kinerja sampel perusahaan mungkin manajer tidak
perusahaan. Hal tersebut terjadi karena adanya memanfaatkan ukuran perusahaan pada tindakan
indikasi terjadinya manajemen laba yang kebijakan mereka sehingga ukuran perusahaan
mengakibatkan penurunan kinerja. Namun, dalam tidak berpengaruh terhadap tindakan manajemen
penelitian ini berdasarkan sampel perusahaan laba tersebut.
mungkin manajemen tidak memanfaatkan debt
pada tindakan kebijakan mereka sehingga financial Manajemen laba dan tunneling terhadap
leverage tidak berpengaruh terhadap tindakan kinerja saham di pasar modal setelah proses
manajemen laba tersebut.
IPO (Model 2)
Tabel 6. Hasil Regresi Model 2
Variabel
Koefesiensi
Prob.
C
0.253
0.045
∆RPT-Piutangi,t=0
-0.002
0.510
∆RPT-Hutangi,t=0
0.006
0.120
∆NORECi,t=1
-0.025 0.014**
∆NRPT-Piutangi,t=0
-0.004
0.181
0.001
0.737
∆NORECi,t=0
∆RPT-Piutangi,t=1
-0.020 0.022**
∆RPT-Hutangi,t=1
0.011 0.097*
∆NRPT-Piutangi,t=1
-0.012 0.004**
MARKETi
1.187 0.040**
ROAi,t=0
0.000
SIZEi,t=0
Hasil analisis regresi model 2 (Tabel 6)
mengenai pengaruh variabel ∆RPT-Piutangi,t=0
terhadap BHRi tidak signifikan, tidak sesuai
dengan ekspektasi hipotesis 2a. Hal ini mungkin
disebabkan karena nilai transaksi RPT Piutang
0.760
-0.008 0.062*
yang tidak signifikan dalam mempengaruhi laba
maupun kondisi keuangan perusahaan. Oleh karena
itu, hipotesis 2a yang menyatakan bahwa kenaikan
transaksi RPT Piutang pada periode sebelum IPO
berpengaruh negatif terhadap kinerja saham
perusahaan setelah IPO tidak didukung. Hal ini
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Guing dan Aria (2011) bahwa ∆RP-Salesi,t=0 pada
periode sebelum IPO tidak berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan setelah IPO. Sementara itu,
dalam hasil penelitiannya Aharony et al. (2010)
∆RP Salesi,t=0 adalah negatif signifikan yang
menunjukkan bahwa hubungan ini juga memiliki
makna ekonomi.
Berbeda dengan ∆RPT-Piutangi,t=0, variabel
∆RPT-Piutangi,t=1 menunjukkan nilai signifikan
sebesar 0,022. Nilai signifikansi kurang dari 0,05
dan arah koefisien regresi bertanda negatif yang
berarti kenaikan RPT Piutang setelah IPO
berpengaruh negatif terhadap kinerja saham
perusahaan setelah IPO. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Laughran dan Ritter (1997)
menyatakan bahwa penurunan kinerja operasi yang
terjadi pasca penawaran akan sejalan dengan
penurunan kinerja saham sebagai akibat
dilakukannya manipulasi saat penawaran. Kondisi
tersebut terjadi karena harga saham berkolerasi
dengan kinerja keuangan, sehingga penurunan
kinerja keuangan akan membuat pasar melakukan
koreksi harga saham yang overvalue tersebut.
∆RPT-Hutangi,t=0
Pengaruh
variabel
terhadap BHRi tidak signifikan, tidak sesuai
dengan ekspektasi hipotesis 2b. Hal ini mungkin
disebabkan karena nilai transaksi RPT Hutang juga
tidak signifikan dalam mempengaruhi laba maupun
kondisi keuangan perusahaan. Oleh karena itu,
hipotesis 2b yang menyatakan bahwa kenaikan
transaksi RPT Hutang pada periode sebelum IPO
berpengaruh positif terhadap kinerja saham
perusahaan setelah IPO tidak didukung. Variabel
∆RPT-Hutangi,t=0 dan ∆RPT-Hutangi,t=1 tidak
berpengaruh terhadap variabel BHRi, yang berarti
bahwa hutang sebelum dan setelah IPO tidak
berpengaruh terhadap kinerja saham perusahaan.
Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian
Aharony et al., (2010) dimana ∆RP-Purchasesi,t=0
dan ∆RP-Purchasesi,t=1 tidak berpengaruh terhadap
variabel BHRi. Hal tersebut menunjukkan tidak ada
implikasi pasar opotunistik RP Purchases baik
sebelum atau setelah IPO.
Variabel ∆NRPT-Piutangi,t=0 yang tidak
signifikan menunjukkan bahwa transaksi NRPT
Piutang yang mampu mempengaruhi besarnya
pendapatan perusahaan ini tidak berpengaruh
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
terhadap kinerja saham perusahaan. Namun,
berbeda dengan ∆NRPT -Piutangi,t=1 yang negatif
signifikan terhadap variabel BHRi, yang berarti
terdapat kenaikan transaksi NRPT Piutang setelah
IPO berpengaruh negatif terhadap kinerja saham
perusahaan. Hal tersebut tidak sesuai dengan
ekspektasi yang diharapkan karena arah koefisien
regresinya negatif. Dalam penelitian ini diharapkan
NRPT Piutang setelah IPO ini berpengaruh positif
terhadap kinerja saham perusahaan, sebab besarnya
pendapatan dari transaksi NRPT Piutang diharap
mampu meningkatkan kinerja saham perusahaan
setelah IPO.
Berdasarkan hasil analisis regresi variabel
∆RPT-Piutangi,t=1 negatif signifikan dan variabel
∆NORECi,t=0 tidak signifikan. Hal ini berarti
terjadinya RPT Piutang yang tidak biasa pada saat
periode setelah IPO membuktikan bahwa tidak
terjadi praktek manajemen laba melalui RPT
Piutang dan Norec yang tidak biasa pada saat
periode sebelum IPO mengindikasi terjadinya
perilaku tunneling melalui pinjaman dari
perusahaan IPO kepada pihak berelasi. Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian
Aharony et al. (2010) dimana variabel ∆RPSalesi,t=1 dan ∆NOREC i,t=0 secara statistik tidak
signifikan, yang menunjukkan bahwa RP Sales
yang tidak biasa pada saat periode setelah IPO
maupun Norec yang tidak biasa pada saat periode
sebelum IPO dirasa oleh investor sebagai tindakan
oportunistik dari manajemen laba atau perilaku
tunneling.
Pengujian hipotesis mengenai variabel
∆NORECi,t=1 berpengaruh negatif secara signifikan
terhadap variabel BHRi dengan signifikansi 0,014.
Artinya, setiap terjadi peningkatan selisih piutang
dan hutang lain-lain akan menurunkan nilai secara
signifikan. Maka hipotesis 2c yaitu kenaikan Net
Outstanding Corporate Loans pada periode
setelah IPO berpengaruh negatif terhadap kinerja
saham perusahaan setelah IPO, didukung. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar bentuk
pinjaman yang diberikan kepada pihak berelasi
dilakukan tidak atas dasar keputusan efisiensi
ekonomi. Akibatnya, tidak terjadi peningkatan
dalam kinerja saham perusahaan, malah yang
terjadi adalah penurunan dalam kinerja saham
perusahaan. Dapat disimpulkan, walaupun di
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
Indonesia tidak terbukti terjadi praktek manajemen
laba melalui RPT Piutang, RPT Hutang yang
diikuti dengan tunneling melalui pinjaman dari
perusahaan IPO kepada pihak berelasi (dalam hal
ini pemegang saham pengendali pada periode
setelah IPO), transaksi pinjaman antar pihak
berelasi ini berpengaruh buruk terhadap kinerja
saham perusahaan. Hal ini disebabkan karena
pinjaman tersebut kemungkinan dikenali investor
sebagai salah satu bentuk pelarian aset yang
merugikan pemegang saham non-pengendali.
Variabel kontrol MARKETi,t=0 berpengaruh
positif signifikan terhadap variabel BHRi dengan
signifikansi 0,040. Artinya, setiap terjadi
peningkatan MARKETi,t=0 akan meningkatkan
nilai BHRi secara signifikan. Namun, dengan
meningkatnya nilai BHRi menunjukkan akan
terjadinya peningkatan risiko pasar pada
perusahaan dalam periode setelah IPO (Aharony et
al., 2010). Variabel ROAi,t=0 tidak signifikan
terhadap variabel BHRi, yang berarti ringkasan
ukuran kinerja akuntansi ini tidak berpengaruh
terhadap kinerja saham perusahaan. Namun, arah
koefisien regresinya positif yang mungkin
menunjukkan bahwa kinerja akuntansi pada tahun
IPO memiliki dampak positif pada satu tahun
berikutnya (Aharony et al., 2010). Sedangkan,
variabel SIZEi,t=0 negatif tidak signifikan terhadap
variabel BHRi. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Aharony et al., (2010) yang
memperkirakan bahwa ukuran
perusahaan
mungkin tidak memiliki dampak pada kinerja
saham di masa mendatang.
SIMPULAN DAN KETERBATASAN
Simpulan
Penelitian ini dilakukan terhadap 32 sampel
perusahaan non-keuangan yang melakukan IPO di
Indonesia dalam rentang tahun 2007-2011.
Penelitian ini menggunakan RPT untuk mendeteksi
manajemen laba, hal ini dilakukan karena di Cina
telah terbukti bahwa banyak perusahaan
melakukan manajemen laba melalui RPT.
Fenomena ini kemudian tidak terbukti pada kondisi
Indonesia.
Dalam penelitian ini, membuktikan bahwa
di Indonesia terjadi peningkatan variabel piutang
kepada pihak berelasi yang signifikan terhadap
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
kinerja perusahaan yang dilihat menggunakan
proksi ROA selama proses IPO. Peningkatan
variabel piutang dari pihak berelasi hanya
menunjukkan
kecenderungan
terjadinya
manajemen laba dengan tujuan meningkatkan
ROA perusahaan. Sedangkan, penurunan variabel
hutang di Indonesia ini tidak terbukti dikarenakan
perusahaan lebih meningkatkan transaksi piutang
terhadap pihak berelasi agar laba perusahaan
meningkat
ketika
periode
sebelum
IPO
berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa di
Indonesia manajemen laba mungkin tidak
dilakukan melalui transaksi piutang dan hutang
dengan pihak berelasi selama proses IPO. Dapat
disimpulkan bahwa perusahaan IPO di Indonesia
tidak menggunakan transaksi piutang dan hutang
dengan pihak berelasi sebagai sarana dalam
manajemen laba menjelang IPO.
Selanjutnya
diperoleh
bukti
yang
menunjukkan bahwa kinerja saham perusahaan
setelah IPO berhubungan negatif dengan tidak
dilunasinya pinjaman kepada pihak berelasi pada
periode setelah IPO. Hal ini tampak dari selisih
piutang dan hutang lain-lain yang memiliki
hubungan negatif dengan Buy-and-Hold Return
yang merepresentasikan kinerja saham. Sedangkan
tidak terbukti secara signifikan bahwa keberadaan
piutang kepada pihak berelasi pada periode
sebelum IPO berhubungan negatif dengan kinerja
saham perusahaan setelah IPO. Hal ini konsisten
dengan hasil model 1, karena transaksi RPT tidak
menjadi pilihan utama dalam melakukan
manajemen laba selama proses IPO. Dengan
demikian, walaupun penelitian ini tidak
mendukung adanya manajemen laba yang diikuti
tunneling melalui RPT pada saat seputar IPO,
namun transaksi pinjaman antar pihak berelasi
setelah IPO dipandang oleh investor sebagai
tindakan yang oportunistik sehingga menurunkan
kinerja saham perusahaan setelah IPO.
Saran untuk penelitian selanjutnya dapat
meneliti jenis transaksi RPT lain (misalnya
pengalihan biaya riset dan pengembangan), dapat
meneliti cara lain yang mungkin dapat digunakan
perusahaan induk dalam mengeksploitasi sumber
daya anak perusahaanya (misalnya transfer
pricing), dan dapat meningkatkan jumlah sampel
penelitian sehingga dapat menggambarkan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
karakteristik perusahaan di Indonesia dengan lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aharony, J., Wang, J., & Yuan, H. 2010.
Tunneling As An Incentive For Earnings
Management During The IPO Process in
China. Journal of Accounting and
Public Policy, 29, 1-26.
Aharony, J., Lee, C.-W.J., & Wong, T.J. 2000.
Financial Packaging of IPO Firms in China.
Journal of Accounting Research, 38, 103126.
Assih, P., Hastuti, Ambar Woro., dan Parawiyati.
2005. Pengaruh Manajemen Laba pada
Nilai dan Kinerja Perusahaan. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 2, 125144.
Barth, M. E. Elliot, J. A. dan Finn, M. W. (1999).
Market Rewards Associated With Patterns
of Increasing Earnings. Journal of
Accounting Research. Volume 37 Nomor 2.
387-413.
Chang, Sea Jin. 2002. Ownership Structure,
Expropriation, and Performance of Group
Affiliated Companies in Korea. Academy of
Management Journal 2003, Vol. 46, No.
2,
238-253.
Cheung, Y.-L., Rau, P.R., & Stouraitis, A.
2006.
Tunneling,
Propping,
and
Expropriation: Evidence From Connected
Party Transactions in Hong Kong.
Journal of Finance Economics, 82, 343–
386.
Cohen, D., & Zarowin, P. 2008. Economic
Consequences of Real and Accrual-Based
Earnings Management Activities.
Dwinanto, J. 2010. Pengaruh Merger dan Akuisisi
terhadap Kekayaan Pemegang Saham
Minoritas (Studi Kasus PT Lippo Karawaci
Tbk.). Tesis Program Studi Magister
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Dyanty et al,. 2012. Pengaruh Kepemilikan
Pengendalian Akhir terhadap Transaksi
Pihak Berelasi. Simposium Nasional
Akuntansi XV.
Geriesh, L. 2003. Organizational Culture and
Fraudulent Financial Reporting. The
CPA Journal, 73, 28.
Gordon, E.A.dan E.Henry and D.Palia (2004a).
Related Party Transaction and Corporate
Governance. Advances in Financial
Economics, Volume 9:1-27.
Graham, J.R., Harvey, C.R., & Rajgopal, S. 2005.
The Economic Implications of Corporate
Financial Reporting. Journal of Accounting
and Economics, 40, 3-73.
Guing, A., dan Aria, F. 2011. Manajemen Laba dan
Tunneling melalui Transaksi Pihak
Istimewa di Sekitar Penawaran Saham
Perdana. Simposium Nasional Akuntansi
XIV.
Gul, F.A., Leung, S., & Srinidhi, B. 2003.
Informative and Opportunistic Earnings
Management and The Value Relevance of
Earnings: Some Evidence on The Role of
IOS.
Healy, P. M., dan Wahlen, J. M. 1999. A Review
of the Earnings Management Literature and Its
Implications for Standard Setting. Accounting
Horizons. 13 (4): 365-383.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2010. Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
Jakarta: Salemba Empat.
Imam
Ghozali.
2011.
Aplikasi
Analisis
Multivariate dengan Program IBM SPSS1.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
Irawan, Moh. Adi dan Gumanti, Tatang Ary. 2009.
Indikasi Earnings Management pada Initial Public
Offering. Simposium Nasional Akuntansi XII.
Jain, B. A. dan Kini, O. (1994). The Post-Issue
Operating Performance of IPO Firms.
Journal of Finance. Volume 49. 1699-1726.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
Jian,
M., & Wong, T.J. 2003. Earnings
Management and Tunneling Through
Related
Party Transactions: Evidence
From Chinese Corporate Groups.
Johnson, S., La Porta, R., Lopez-de-Silanes, F.,
& Shleifer, A. 2000. Tunneling. The
American Economic Review, 90, 22-27.
Kusumawardhani, N.A.S., dan Veronica, S. 2009.
Fenomena Manajemen Laba Menjelang
IPO
dan
Kaitannya dengan
Nilai
Perusahaan
Perdana
Serta
Kinerja
Perusahaan Pasca-IPO: Studi Empiris
Pada Perusahaan Yang IPO Di Indonesia
Tahun 2000-2003. Simposium Nasional
Akuntansi XII.
Loughran, Tim, dan Ritter Jay R. 1997. The
Operating Performance of Firms Conducting.
McKay, B. 2002. Coca-Cola: Real Thing Can Be
Hard To Measure. Wall Street Journal.
Mutaminah. 2008. Tunneling atau Value Added
dalam Strategi Merger dan Akuisisi di
Indonesia. Manajemen & Bisnis. Vol. 7,
No. 1.
Myers, S.C. 2001. Capital Structure. Journal of
Economic Perspectives, 15, 81-102.
Rahman, A., dan Hutagol, Y. 2008. Manajemen
Laba melalui Akrual dan Aktivitas Real
pada Penawaran Perdana dan Hubungannya
dengan Kinerja Jangka Panjang. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan Indonesia.
Volume 5 – Nomor 1, Juni 2008.
Rahmawati et al,. 2006. Pengaruh Asimetri
Informasi terhadap Praktik Manajemen Laba
pada Perusahaan Perbankan Publik yang
Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Simposium
Nasional
Akuntansi IX.
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Ritter, J. R., 1991, The Long Run Performance of
Initial Public Offering. Journal of Finance.
46: 3-27.
Roychowdhury, S. 2006. Earnings Management
through
Real Activities Manipulation.
Journal of Accounting and Economics.
Ryngaert, Michael and Thomas, Shawn. 2007.
Related Party Transactions: Their Origin
and Wealth Effect. Wall Street Journal.
Sansing, R. C. 1999. Economic Foundations of
Valuation Discounts. The Journal of the
American Taxation Association 21: 28–38.
Santoso, S. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik
Parametrik. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Scott, William R. 1997. Financial Accounting
Theory, International Edition, New Jersey :
Prentice-Hall, Inc.
Scott, William R. 2009. Financial Accounting
Theory. 5th ed. Ontario: Pearson Education
Canada, Inc. Seasoned Equity Offerings.
Journal of Finance (5), pp1833-1850.
Sekaran, U. 2003. Research Methods for Business :
A Skill Building Approach 2nd Edition,
John Wiley and Son. New York.
Setiawati, L., dan Na’im, A. 2000. Manajemen
Laba. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. 15 (4): 159576.
Teoh, S.H., Welch, I., & Wong, T.J. 1998.
Earnings Management and The Long-Run
Market Performance of Initial Public
Offerings. The Journal of Finance, 53,
1935-1974.
Williamson, O. 1967. Hierarchical Control and
Optimum Firm Size. Journal of Political
Economy,
75,
123-138.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
LAMPIRAN
Pengujian Hipotesis Model 1
Model Summary
Model
R
R Square
.651a
1
Std. Error of the
Estimate
Adjusted R Square
.424
.314
4.57736
a. Predictors: (Constant), Size, Debt, RPT_Hutang0, RPT_Piutang0,
NRPT_Piutang0
ANOVAb
Model
1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
401.528
5
80.306
Residual
544.759
26
20.952
Total
946.286
31
F
Sig.
.010a
3.833
a. Predictors: (Constant), Size, Debt, RPT_Hutang0, RPT_Piutang0, NRPT_Piutang0
b. Dependent Variable: ROA
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Std. Error
-16.733
14.926
RPT_Piutang0
.928
.389
RPT_Hutang0
.929
NRPT_Piutang0
Standardized
Coefficients
Beta
T
Sig.
-1.121
.273
.368
2.386
.025
.426
.340
2.179
.039
.341
.273
.200
1.250
.223
Debt
-.146
.079
-.294
-1.855
.075
Size
.926
.526
.275
1.761
.090
a. Dependent Variable: ROA
Pengujian Hipotesis Model 2
Model Summary
Model
R
R Square
.836a
1
Adjusted R Square
.699
Std. Error of the
Estimate
.534
.03095
a. Predictors: (Constant), Size, RPT_Hutang0, RPT_Piutang0,
RPT_Piutang1, Norec0, Norec1, ROA, NRPT_Piutang1, Market,
RPT_Hutang1, NRPT_Piutang0
ANOVAb
Model
1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
.045
11
.004
Residual
.019
20
.001
Total
.064
31
F
Sig.
4.228
a. Predictors: (Constant), Size, RPT_Hutang0, RPT_Piutang0, RPT_Piutang1, Norec0, Norec1, ROA,
NRPT_Piutang1, Market, RPT_Hutang1, NRPT_Piutang0
b. Dependent Variable: BHR
Coefficientsa
.003a
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS
Kinerja Perbankan, Bisnis dan Ekonomi Indonesia
Menghadapai Asean Economic Community 2015
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Std. Error
.253
.118
RPT_Piutang0
-.002
.003
RPT_Hutang0
.006
Norec1
NRPT_Piutang0
Norec0
Standardized
Coefficients
Beta
T
Sig.
2.137
.045
-.110
-.671
.510
.004
.260
1.625
.120
-.025
.009
-.544
-2.685
.014
-.004
.003
-.251
-1.388
.181
.001
.004
.044
.340
.737
RPT_Piutang1
-.020
.008
-.424
-2.494
.022
RPT_Hutang1
.011
.007
.298
1.740
.097
NRPT_Piutang1
-.012
.004
-.551
-3.266
.004
Market
1.187
.541
.362
2.195
.040
ROA
.000
.001
.049
.310
.760
Size
-.008
.004
-.302
-1.980
.062
a. Dependent Variable: BHR
Download