BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Kesuksesan finansial sering bergantung pada kemampuan pemasaran. Finansial, operasi, akuntansi, dan fungsi bisnis lainnya tidak akan berarti jika tidak ada cukup permintaan akan produk dan jasa sehingga perusahaan bias menghasilkan keuntungan. Harus ada pendapatan agar laba di dapat. Banyak perusahaan kini telah menciptakan posisi Chief Maerketing Officer atau CMO untuk melatekkan pemasaran pada posisi yang lebih setara dengan eksekutif tingkat C lainnya, seperti Chief Executive Officer (CEO) dan Chief Financial Officer (CFO). Namun, pemasaran adalah hal yang rumit, dan bidang ini telah menjadi kelemahan dari banyak perusahaan yang dulu makmur. Inti dari pemasaran (marketing) adalah mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu definisi baik dan singkat dari pemasaran adalah “memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan”. Sedangkan American Marketing Association (AMA) menawarkan definisi formal berikut: pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan 11 dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya,(Kotler dan Keller, 2009:4-5). 2.1.2 Konsep Pemasaran Konsep pemasaran muncul pada pertengahan tahun 1950-an. Alih-alih memegang filosofi “membuat dan menjual” yang berpusat pada produk, bisnis beralih ke filosofi “merasakan dan merespon” yang berpusat pada pelanggan.Tugas pemasaran bukanlah mencari pelanggan yang tepat untuk produk Anda, melainkan menemukan produk yang tepat untuk produk Anda. Konsep pemasaran beranggapan bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi adalah menjadi lebih efektif daripada pesaing dalam menciptakan, menghantarkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang lebih baik kepada pasar sasaran yang dipilih (Kotter dan Keller, 2009:20). Konsep pemasaran holistik Konsep pemasaran holistic didasarkan atas pengembangan desain dan pengimplementasian program pemasaran, proses, dan aktivitas-aktivitas yang menyadari keluasan dan sifat saling ketergantungannya.Pemasaran holistik menyadari bahwa “segala hal berarti” dalam pemasaran dan bahwa perspektif yang luas dan terintegrasi sering kali diperlukan. 12 Pemasaran hubungan Pemasaran hubungan (relationship marketing) bertujuan untuk membangun hubungan jangka panjang yang saling memuaskan dengan konstituen kunci guna mendapatkan dan mempertahankan bisnis. Empat konstituen kunci untuk pemasaran hubungan adalah pelanggan, pegawai, mitra pemasaran (saluran, pemasok, distributor, dealer, agen), dan anggota masyarakat finansial (pemegang saham, investor, dan analisis). Pemasaran terintegrasi Dua tema kunci dari pemasaran terintegrasi adalah (1) banyak aktivitas pemasaran yang berbeda-beda mengkomunikasikan dan menyampaikan nilai (2) ketika dikoordinasikan, aktivitas pemasaran memaksimalkan efek gabungannya. Dengan kata lain, pemasar harus mendesain dan mengimplementasikan satu aktivitas pemasaran dengan semua aktivitas lainnya dalam pikiran. Sebagai contoh, menggunakan strategi komunikasi yang terintegrasi berarti mengambil pilihan komunikasi yang paling memperkuat dan melengkapi. Seorang pemasar dapat dengan selektif menggunakan televise, radio, dan iklan cetak, hubungan masyarakat dan acara, dan komunikasi melalui internet. Setiap komunikasi harus menyampaikan citra merek yang konsisten kepada pelanggan pada setiap kontak merek. Pemasaran internal 13 Pemasaran internal harus terjadi pada dua tingkat. Pada tingkat pertama, berbagai fungsi pemasaran tenaga pejualan, periklanan, pelayanan pelanggan, manajemen produk, riset pemasaran harus bekerja sama. Pada tingkat kedua, departemen-departemen lain harus menerapkan “pemasaran” dan mereka juga harus memikirkan pelanggan. Jadi, pemasaran internal mengharuskan penyelarasan vertikal dengan manajemen senior dan penyelarasan horizontal dengan departemen lain, sehingga setiap orang memahami, menghargai, dan mendukung upaya pemasaran. Pemasaran kinerja Pemasaran holistik juga pemasaran kinerja dan memahami pengembalian bagi bisnis dari aktivitas dan program pemasaran, dan juga menjawab keprihatinan yang lebih luas dan pengaruh hukum, etika, sosial, dan lingkungan mereka. Manajemen puncak tidak hanya melihat pendapatan penjualan dalam memeriksa hasil pemasaran dan menerjemahkan apa yang terjadi ke dalam pangsa pasar, tingkat kehilangan pelanggan, kepuasan pelanggan, kualitas produk, dan ukuran lain-lainnya. (Kotler dan Keller, 2009:20-26). 2.2 Manajemen Pemasaran 2.2.1 Pengertian Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan, dan mengkiomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. 14 Para manajer terkadang menganggap pemasaran sebagai“ seni menjual produk”, namun banyak orang terkejut ketika mendengar bahwa menjualbukanlah bagian terpenting dari pemasaran! Menujual hanyalah ujung dari gunung es pemasaran.Peter Drucker, ahli teori manajemen terkemuka, menjelaskannya sebagai berikut: Selalu akanada kebutuhan akan penjualan. Namun tujuan dari pemasaran adalah membuat penjualan berlimpah.Tujuan pemasaran adalah mengetahui dan memahami pelanggan dengan baik sehingga produk atau jasa bisa sesuai dengan kebutuhannya sehingga terjual sendiri.Idealnya, pemasaran harus menghasilkan seorang pelanggan yang siap untuk membeli. Dengan demikian yang dibutuhkan hanyalh memastikan produk dan jasa tersedia (Kotter dan Keller, 2009:5-6). Menurut Kotler dan Keller (2009;11-12), ada lima fungsi kunci seorang CMO dalam memimpin pemasaran di dalam organisasi: 1. Memperkuat merek 2. Mengukur keefektifan pemasaran 3. Mengarahkan pengembangan produk baru yang didasarkan atas kebutuhan pelanggan 4. Mengumpulkan ide-ide dari pelanggan 5. Menggunakan teknologi pemasaran yang baru 6. 15 2.3 CSR 2.3.1 Pengertian CSR Tanggung jawab sosial (social responbility) merupakan pelebaran tanggung jawab perusahaan sampai lingkungan baik secara fisik maupun psikis (Chapra, 1983). Hal itu, dapat dilakukan dengan berinvestasi pada sektor-sektor ramah lingkungan, menjaga keseimbangan eksploitasi, pengolahan limbah (daur ulang limbah), menaikkan pengeluaran-pengeluaran sosial (biaya sosial) serta cara lain guna menjaga keseimbangan lingkungan dan sejenisnya (Memed, 2001). Lord Holme dan Richard Watts (2006) mendefinisikan “Corporate Social Responsibility is the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large. Definisi menurut Lord Holme dan Richard Watts (2006) tersebut mengandung makna mendalam, bahwa tanggung jawab sosial merupakan komitmen berkelanjutan para pelaku bisnis untuk memegang teguh pada etika bisnis dalam beroperasi, memberi kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan, serta berusaha mendukung peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan bagi para pekerja, termasuk meningkatkan kualitas hidup bagi masyarakat sekitar. 16 The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yang merupakan lembaga internasional yang berdiri tahun 1955 dan beranggotakan 120 perusahaan multinasional yang berasal dari 30 negara dunia, lewat publikasinya “Making Good Bussines Sense” mendefinisikan Corporate Social Responsibility sebagai berikut: “Continuing commitment by bussines to behave ethically and contributed to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and large”. Definisi tersebut menunjukan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) merupakan satu bentuk tindakan yang berangkat dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi, yang diimbangi dengan peningkatan kualitas hidup bagi karyawan berikut keluarganya, serta sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas (Nor Hadi, 2011:46-48). Sedangkan John Elkington (1997) mengemukakan bahwa sebuah perusahaan yang menunjukkan tanggungjawab sosialnya akan memberikan perthatian kepada peningkatan kualitas perusahaan (profit), masyarakat khususnya komunitas sekitar (people), serta lingkungan hidup (planet). Dari definisi-definisi yang telah dikemukakan oleh beberapa sumber di atas tadi.Penulis menyimpulkan makna CSR itu sendiri adalah suatu bentuk tanggungjawab sosial yang dilakukan oleh setiap perusahaan yang mana perusahaan-perusahaan yang mengimplementasikan kegiatan CSR tersebut sadar 17 dengan baik etika dalam berbisnis.Jadi tidak hanya ingin merauk keuntungan saja, perusahaan juga turut bertanggungjawab atau peduli terhadap lingkungan luar perusahaan untuk melakukan sebuah aktivitas yang baik untuk lingkungan tersebut. Dimana tiap kali perusahaan melakukan kegiatan bisnisnya melakukan tindakan buruk baik yang disengaja ataupun tidak yang kelak akan berdampak pada lingkungan luar perusahaan. Dan disini lah penting sekali pengimplementasian kegiatan CSR untuk dilakukan perusahaan. 2.3.2 Prinsip-prinsip CSR Crowther David dalam Nor Hadi (2010) mengurai prinsip-prinsip tanggung jawab sosial (social responsibility) menjadi tiga, yaitu: 1. Sustainability Berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumber daya di masa depan. Dengan demikian, sustainability berputar pada keberpihakan dan upaya bagaimana society memanfaatkan sumberdaya agar tetap memperhatikan generasi mendatang. 2. Accountability Merupakan upaya perusahaan terbuka dan bertanggung jawab atas aktivitas yang telah dilakukan.Akuntabilitas dibutuhkan, ketika aktivitas perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan eksternal.Konsep ini menjelaskan pengaruh kuantitatif aktivitas perusahaan terhadap pihak 18 internal dan eksternal (Crowther David, 2008).Akuntabilitas dapat dijadikan sebagai media bagi perusahaan membangun image dan network terhadap para pemangku kepentingan. 3. Transparency Merupakan prinsi penting bagi pihak eksternal.Transparansi bersinggunngan dengan pelaporan aktivitas perusahaan, berikut dampak terhadap pihak eksternal. Crowther David (2008) menyatakan: Transparency, as a principle, means that the external impact of the action of the organisationcan be ascertained from that orgnisation’s reporting and pertinent facts are not disguised within the reporting, the effect of the action of the organization, including external impacts, should be apparent to all from using the information provided by the organisation’s reporting mechanism. Transparasi merupakan satu hal yang amat penting bagi pihak eksternal, berperan untuk mengurangi asimetri informasi dan pertanggung jawaban berbagai dampak dari lingkungan.(Nor Hadi, 2011:59-61). 2.3.3 Konsep Triple Botton Line 1. Profit Merupakan satu bentuk tanggung jawab yang harus dicapai perusahaan, bahkan mainstream ekonomi yang dijadikan pijakan filosofis operasional perusahaan, profit merupakan orientasi utama perusahaan. Peningkatan kesejahteraan personil dalam perusahaan, meningkatkan tingkat kesejahteraan pemilik (shareholder), 19 peningkatan kontribusi bagi masyarakat lewat pembayaran pajak, melakukan ekspansi usaha dan kapasitas produksi membutuhkan sumberdana, hal itu bias dilakukan manakala didukung oleh kemampuan menciptakan keuntungan (profit) perusahaaan. Menurut Wibisono (2007:33) profit sendiri hakikatnya merupakan tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Sedangkan aktivitas yang ditempuh untuk mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya, sehingga perusahaan memiliki keunggulan kompetitif yang dapat memberikan nilai tambah semaksimal mungkin. Masih dalam Wibisono (2007:33) peningkatan produktivitas bisa diperoleh dengan memperbaiki manajemen kerja melalui penyederhanaan proses, mengurangi aktivitas yang tidak efisien, menghemat waktu proses dan pelayanan. Termasuk juga menggunakan material sehemat mungkin dan memangkas biaya serendah mungkin. Menurut Kodrat dalam Titisari (2008), indikator yang bisa dilihat : a) Efektivitas b) Efisiensi c) Fleksibilitas 2. People Merupakan lingkungan masyarakat (community) di mana perusahaan berada.Merekaadalah para pihak yang mempengaruhi dan 20 dipengaruhi oleh perusahaan.Dengan demikian, community memiliki interrelasi kuat dalam rangka menciptakan nilai bagi perusahaan. Hampir tidak mungkin, perusahaan mampu menjalankan operasi secara survive tanpa didukung masyarakat sekitar. Dan di sinilah letak terpenting dari kemauan dan kemapuan perusahaan mendekatkan diri dengan masyarakat lewat strategi social responsibility. Menurut Kodrat dalam Titisari (2008), indikator yang bisa dilihat : a) Welfare (kesejahteraan) b) Health (kesehatan) c) Safety (keamanan) 3. Planet Merupakan lingkungan fisik (sumber daya fisik) perusahaan.Lingkungan fisik memiliki signifikansi terhadap eksistensi perusahaan.Mengingat, lingkungan merupakan tempat di mana perusahaan berada. Satu konsep yang tidak bias diniscayakan adalah hubungan perusahaan dengan alam yang bersifat sebab-akibat. Kerusakan lingkungan, akibat eksploitasi tanpa batas kesimbanga, cepat atau lambat akan menghancurkan perusahaan dan masyarakat (Nor Hadi, 2011:56-58). Menurut Kodrat, indikator yang bisa dilihat adalah: a) Environmental quality (kualitas lingkungan) b) Disturbances (gangguan) 21 2.3.5 Manfaat CSR Dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya, perusahaan memfokuskan perhatiannya kepada tiga hal, yaitu profit, lingkungan, dan masyarakat. Dengan diperolehnya laba, perusahaan dapat memberikan dividen bagi pemegang saham, mengalokasikan sebagaian laba yang diperoleh guna membiaya pertumbuhan dan pengembangan usaha di masa depan, serta membayar pajak kepada membayar pajak kepada pemerintah. Dengan lebih banyak memberikan perhatian kepada lingkungan sekitar, perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam usaha-usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya kualitas kehidupan umat manusia dalam jangka panjang. Perhatian terhadap masyarakat, dapat dilakukan dengan cara melakukan aktvitas-aktivitas serta pembuatan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kompetensi yang dimiliki berbagai bidang. Kompetensi yang meningkat ini pada gilirannya diharapkan akan mampu dimanfaatkan bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dari sisi perusahaan terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas CSR. 1. Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. Perusahaan yang menajalankan tanggung jawab sosialnya secara konsisten akan mendapatkan dukungan luas dari 22 komunitas yang telah merasakan manfaat dari berbagai aktivitas yang dijalankannya. 2. CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Demikian pula ketika perusahaan diterpa kabar miring bahkan ketika perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat lebih mudah memahami dan memafkaannya. 3. Keterlibatan dan kebanggaan karyawan. Karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang dimiliki reputasi yang baik, yang secara konsisten melakukan upaya-upaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya. 4. CSR yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholdernya. Pelaksanaan CSR secara konsisten menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kepedulian terhadap pihak-pihak yang selama ini berkontribusi terhadap lancarnya berbagai aktivitas serta kemajuan yang mereka raih. 5. Meningkatnya penjualan seperti yang terungkap dalam riset Roper Search Worldwide, konsumen akan lebih menyukai produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalankan tanggung jawab sosialnya sehingga memiliki reputasi yang baik. 6. Insentif-insentif lainnya seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya. Hal ini perlu dipikirkan guna mendorong perusahaan agar lebih giat lagi menjalankan tanggung jawab sosialnya. 23 2.4 Citra Perusahaan 2.4.1 Pengertian Citra Citra akan terbentuk ketika manusia akan memproses stimuli yang akan ditangkap oleh indera (apersepsi) dan kemudian menafsirkannya (persepsi) dengan memberi arti melalui asosiasi berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Ketika kita menangkap simbol perusahaan berupa logo, nama atau ucapan yang kita dengar, proses psikologis dalam diri kita mengasosiasikan dengan atribut atribut tertentu untuk memberi makna. Sedangkan atribut diperoleh dari pengalaman sebelumnya yang terekam dalam ingatan (Susanto, 2007:39). Definisi citra menurut Renald Kasali dalam Iman (2010) yaitu kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut citra menunjukan kesan suatu obyek terhadap obyek lain yang terbentuk dengan memproses informasi setiap waktu dari berbagai sumber terpercaya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia dalam Ardianto (2011:62), pengertian citra adalah: (1) kata benda, gambar, rupa, gambaran; (2) gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, orgnaisai atau produk; (3) kesan mental ata bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau puisi. 2.4.2 Jenis-jenis Citra Citra terbagi menjadi beberapa jenis menurut Ardianto (2011: 63), yaitu: 1. Citra bayangan (mriror image) 24 Citra yang melekat pada orang atau anggota-anggota organisasi, dan citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pendangan luar terhadap organisasinya. 2. Citra yang berlaku (current image) Kebalikan dari citra bayangan atau pandangan yang dianut oleh pihakpihak luar mengenai suatu organisasi. 3. Citra yang diharapkan (wish image) Suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen. Citra ini juga tidak sama dengan citra yang sebenarnya. Biasanya, citra yang diharapkan itu lebih bai atau lebih menyenangkan daripada citra yang ada. 4. Citra perusahaan atau citra lembaga (corporate image) Citra dari suatu organisasi secara keseluruhan.Suatu badan usaha yang memiliki citra positif lebih mudah menjual produk atau jasanya. 5. Citra majemuk (multiple image) Banyaknya jumlah pegawai (individu), cabang atau perwakilan dari sebuah perusahaan atau organisasi dapat memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan citra organisasi atau perusahaan secara keseluruhan. Variasi citra tersebut harus ditekan seminimal mungkin dan citra perusahaan harus ditegakkan secara keseluruhan. 2.4.3Pengertian Citra Perusahaan Menurut Susanto (2007:38), citra perusahaan terbentuk dari asosiasi antara perusahaan dengan sekumpulan atribut positif maupun negatif. Misalnya perusahan diasoiasikan dengan atribut-atribut : bemutu, layanan baik, tetapi 25 kurang memiliki tanggung jawab sosial. Jadi sejatinya corporate image atau citra perusahaan berada dalam benak stakeholder-nya.Dari sisi individu, atribut-atribut yang menonjol inilah yang menentukan apakah sebuah perusahaan memiliki reputasi baik atau buruk. Citra perusahaan akan membentuk sebuah reputasi. Sedangkan reputasi yang kuat dibangun dari tindakan opeasional sehari-hari yang konsisten dengan tata nilai perusahaan.Diperlukan segmentasi dan penentuan skala prioritas untuk membidik khalayak yang secara kritis mempunyai dampak yang tinggi (high impact) (Susanto, 2007:46). Menurut Ardianto (2011 : 59), citra perusahaan adalah suatu kesan yang dimiliki suati organisasi secara total dan berasal dari perilaku dan reputasi. Hal ini didukung dengan adanya pengenalan bentuk-bentuk visual, seperti bentuk logo atau color scheme (pola atau susunan warna). Citra perusahaan di mata konsumen berbeda-beda karena berdasarkan pengetahuan serta pengalaman mereka sendiri. Semakin positif citra perusahaan maka akan berdampak pada semakin positifnya persepsi terhadap produk perusahaan dan organisasi perusahaan itu juga. Menurut Iman (2010) terdapat tiga hal penting dalam citra, yaitu kesan obyek, proses terbentuknya citra, dan sumber terpercaya. Obyek meliputi individu maupun perusahaan yang terdiri atas sekelompok orang di dalamnya.Citra dapat terbentuk dalam memproses informasi yang tidak menutup kemungkinan terjadinya citra pada obyek dari adanya penerimaan informasi setiap waktu. 26 Proses terbentuknya citra perusahaan menurut Hawkins et al. dalam Iman (2010) diperlihatkan gambar sebagai berikut. Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Citra Perusahaan Exposure Attention Image Behavior Comprehensive Sumber : Hawkins et al.dalam Iman (2010) Berdasarkan gambar 2.1 proses terbentuknya citra perusahaan berlangsung beberapa tahapan. Pertama, obyek mengetahui (melihat atau mendengar) upaya yang dilakukan perusahaan dalam membentuk citra perusahaan.Kedua, memperhatikan upaya perusahaan tersebut.Ketiga, setelah adanya perhatian obyek mencoba memahami semua yang ada pada upaya perusahaan. Keempat, terbentuknya citra pada obyek yang kemudian tahap kelima citra perusahaan yang terbentuk akan menentukan perilaku obyek sasaran dalam hubungannya dengan perusahaan. Upaya perusahaan sebagai sumber informasi terbentuknya citra perusahaan memerlukan keberadaan secara lengkap.Informasi yang lengkap 27 dimaksudkan sebagai informasi yang dapat menjawab kebutuhan dan keinginan obyek sasaran.Renald Kasali dalam Iman (2010) mengemukakan pemahaman yang berasal dari suatu informasi yang tidak lengkap menghasilkan citra yang tidak sempurna. 2.4.4 Elemen-elemen Citra Perusahaan Harrison dalam Iman (2010) informasi yang lengkap mengenai citra perusahaan meliputi empat elemen sebagai berikut: 1. Personality Keseluruhan karakteristik perusahaan yang dipahami publik sasaran seperti perusahaan yang dapat dipercaya, perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial. 2. Reputation Hal yang telah dilakukan perusahaan dan diyakini publik sasaran berdasarkan pengalaman sendiri maupun pihak lain seperti kinerja keamanan transaksi sebuah bank. 3. Value Nilai-nilai yang dimiliki suatu perusahaan dengan kata lain budaya perusahaan seperti sikap manajemen yang peduli terhadap pelanggan, karyawan yang cepat tanggap terhadap permintaan maupun keluhan pelanggan. 28 4. Corporate identity Komponen-komponen yang mempermudah pengenalan publik sasaran terhadap perusahaan seperti logo, warna, dan slogan. 2.4.5 Faktor-faktor Pembentuk Citra Perusahaan Pengalaman yang baik dari konsumen atas penggunaan produk yang dihasilkan perusahaan akan menghasilkan persepsi yang baik terhadap citra perusahaan tersebut, dan pada saat itulah akan terbentuk apa yang disebut citra korporasi atau citra perusahaan. Andreassen et al. dalam Iman (2010)menyatakan bahwa faktor-faktor pembentuk citra perusahaan adalah: 1. Advertising Keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan. 2. Public Relation Usaha yang direncanakan secara terus menurus dengan sengaja, guna membangun dan mempertahankan pengertian timbal balik antara organisasi dan masyarakatnya. Pendapat ini menunjukkan bahwa public relation dianggap sebuah proses atau aktivitas yang bertujuan untuk menjalin komunikasi antara organisasi dan pihak luar organisasi. 3. Physical Image Bukti fisik yang dapat memberikan citra diri bagi perusahaan di mata konsumennya. 29 4. Actual Experience Pengalaman yang langsung dirasakan oleh pelanggan dalam mengkonsumsi barang dan jasa. 2.4.6 Manfaat Citra Perusahaan Menurut Siswanto dalam Ardianto (2011:63), citra perusahaan yang baik dan kuat mempunyai manfaat: Daya saing jangka menengah dan panjang yang mantap. Perusahaan berusaha memenangkan persaingan pasar dengan menyusun strategi pemasaran taktis. Menjadi perisai selama krisis. Sebagian besar masyarakat dapat memahami atau memaafkan kesalahan yangn dibuat perusahaan dengan citra baik, yang menyebabkan mereka mengalami krisis. Menjadi daya tarik eksekutif handal, yang mana eksekutif handal adalah asset perusahaan. Meningkatkan efektivitas strategi pemasaran. Menghemat biaya operasional karena citranya baik. 2.5 Loyalitas Pelanggan 2.5.1 Definisi Loyalitas pelanggan Oliver (1996:392) menungkapkan definisi Loyalitas Pelanggan sebagai berikut: costumer Loyalty is deafly held commitment to rebuy or repatonize a 30 preferrend product or service consistenly in the future, despite situasional influences and marketing effort having the potential to cause switching behavior. Dari definisi di atas terlihat bahwa loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku. Sumarwan (2004) mendefinisikan loyalitas pelanggan sebagai konsumen yang merasa puas terhadap produk atau merek yang dikonsumsi atau dipakai, dan akan membeli ulang produk tersebut. Pembelian berulang yang terus menerus dari produk dan merek yang sama akan menunjukkan loyalitas pelanggan terhadap merek tersebut. Sedangkan menurut Griffin (2002:4) “Loyalty is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit”. Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus-menerus terhadap barang/jasa suatu perusahaan yang dipilih. Dari beberapa definisi di atas dapat diartikan bahwa loyalitas pelanggan adalah tindakan di mana ketika seorang pelanggan merasa sangat puas, nyaman, dan menyukai merek tertentu dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa menggunakan atau membeli produk atau jasa dengan merek tertentu berulang kali secara terus menerus. Griffin (2002:13) mengemukakan keuntungan-keuntungan yang 31 akandiperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal antara lain: 1. Dapat mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik pelanggan yang baru lebih mahal) 2. Dapat mengurangi biaya transaksi 3. Dapat mengurangi biaya turn over konsumen (karena penggantiankonsumen yang lebih dikit) 4. Dapat meningkatkan penjualan silang, yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan 5. Mendorong word of the mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas. 6. Dapat mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian). 2.5.2 Tahapan Loyalitas pelanggan Tahapan Loyalitas menurut Jill Griffin (2002:35) terbagi dari beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Suspects Meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang/jasa perusahaan tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan dan barang/jasa yang ditawarkan. 2. Prospects Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Para 32 prospect ini, meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan barang/jasa yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan barang/jasa tersebut padanya. 3. Disqualified Prospect Yaitu prospect yang telah mengetahui keberadaan barang/jasa tetentu, tetapi tidak mempunyai kebutuhan akan barang/jasa tersebut atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang/jasa tersebut. 4. First time customers Yaitu pelanggan yang membeli untuk pertama kalinya.Mereka masih menjadi pelanggan yang baru. 5. Repeat customers Yaitu pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas produk yang sama sebanyak dua kali, atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam ddua kesempatan yang berbeda pula. 6. Client Client adalah orang yang membeli semua barang/jasa yang ditawarkan dan mereka butuhkan.Mereka membeli secara literatur, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing. 33 7. Advocates Seperti halnya clients, advocates membeli barang/jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur.Selain itu, mereka mendorong teman-teman mereka agar membeli barang/jasa perusahaan atau merekomendasikan perusahaan tersebut pada orang laen, dengan begitu secara tidak langsung mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan. Sedangkan Oliver dalam Ujang Sumarwan dkk. (2011) membagi empat tahapan loyalitas pelanggan yang terdiri dari: a. LoyalitasKognitif Tahap di mana pengetahuan konsumen secara langsung maupun tidak langsung terhadap merek dan manfaatnya dilanjutkan kepembelian berdasarkan keyakinan akansuperioritas yang ditawarkan. Pada tahap ini, dasar kesetian adalah informasi tentang produk atau jasa yang tersedia bagi konsumen. b. Loyalitas Afektif Sikap favorable konsumen terhadap merek yang merupakan hasil dari harapannya selama tahap cognitively loyality berlangsung.Pada tahap ini, dasar kesetiannya adalah pada sikap dan komitmen konsumen terhadap produk dan jasa sehingga pada tahap ini telah terbentuk suatu hubungan yang lebih mendalam antara konsumen dengan penyedia produk atau jasa dibandingkan pada tahap sebelumnya. 34 c. Loyalitas Konatif Intensi pembelian berulang sangat kuat dan memiliki keterlibatan tinggi yang merupakan dorongan motivasi. d. Loyalitas Tindakan Menghubungkan penambahan yang baik untuk tindakan serta keinginan untuk mengatasi kesulitan seperti pada tindakan kesetiaan. Tjiptono dalam Sumarwan (2011) mengemukakan ada ena indikator yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas pelanggan, yaitu: 1. Pembelian berulang 2. Kebiasaan mengkonsumsi merek tersebut 3. Selalu menyukai merek tersebut 4. Tetap memilih merek tersebut 5. Memiliki keyakinan bahwa merek tersebut yang terbaik 6. Merekomendasikan merek terbsebut pada orang lain 2.6 Peneliti Terdahulu Ada beberapa penelitian terdahulu yang pernah meneliti tentang kaitannya denga kegiatan CSR. 35 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Judul Pengarang (Tahun) Analisis Corporate Social Responsibility Nurmaya sebagai Pembentuk Citra Perusahaan dan Saputri (2010) Pengaruhnya terhadap Loyalitas Pelanggan pada PT Fast Food Indonesia di Kota Semarang. Hasil Penelitian Penetilian tersebut dapat disimpulkan profit, people, dan planet dapat berpengaruh terhadap citra perusahaan KFC di kota Semarang. Dan bagaimana citra perusahaan jugadapat berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan KFC di kota Semarang. Pengaruh Corporate Social Responsibility Nani Apriyanti Penelitan tersebut dapat disimpulkan bagaimana terhadap citra PT Bank NISP Tbk. (2009) kegiata CSR yang dilkukan PT Bank NISP Tbk sangat berpengaruh dalam meningkatkan citra perusahaan. Selain memperoleh citra yang positif, kepedulian sesama masyarakat sekitar merupakan bentuk yang harus terus menerus ditumbuh kembangkan. Implementasi Kegiatan Corporate Social Butet Leyana Responsibility KSO Pertamina EP-Benakat Rindu (2011) Barat Petroleum dalam Meningkatkan Citra Perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam implementasi CSR, KSO Benakat menjalankan tahapan Planing, Organizing, Actuating dan Controlling untuk mencapai sasaran dan tujuan kegiatan. Dengan adanya pembangunan klinik tanggap darurat dan tanggap bencana, perusahaan mengharapkan adanya peningkatan citra bagi perusahaan dan masyarakat juga dapat merasakan manfaat atas pembangunan klinik tersebut serta program-program yang digulirkan di klinik. Sehingga tujuan kegiatan CSR tersebut dapat tercapai dan tidak ada opini-opini negatif dari masyarakat. 36 2.7 Kerangka Pemikiran Kerangka pikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis CSR Citra Loyalitas Perusahaa Pelanggan n X Y1 Y2 37