BAB II TINJAUAN PUSTAKA Laser merupakan singkatan dari Light

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Laser merupakan singkatan dari Light Aplification by Stimulated Emission of
Radiation, yaitu terjadinya proses penguatan cahaya oleh emisi radiasi yang terstimulasi.
Menurut sejarah, laser adalah perkembangan maser (alat pengukur elektro magnet), suatu
serupa alat menggunakan gelombang mikro sebagai ganti cahaya tampak. Lebih dulu
maser (alat pengukur elektromagnet) sukses telah dibangun oleh C. H. Townes dan
dibangun antara tahun 1951 dan 1954. Di tahun1958, A. H. Schawlow dan C. H. Twones
memasang permanen prinsip maser (alat pengukur elektro magnet) yang berhubung
dengan mata, atau laser dan di tahun 1960, laser pertama telah dibangun oleh T. H.
Maiman di Hughes Aircraft Company Laboratories. Dalam kaitan dengan seperti itu
aplikasi laser yang tersebar luas dalam semua bidang Ilmu pengetahuan dan Rancangmerancang, riset yang luas telah dilakukan.
2.1 Proses Terjadinya Laser
Pada dasarnya ada tiga macam bentuk interaksi yang terjadi antara cahaya dengan
materi, yaitu absorbsi, emisi spontan dan emisi terstimulasi. Misalnya atom itu dapat
mempunyai tingkat energi dasar E1 dan tingkat energi eksitasi E2, maka dapat terjadi
transisi dari E1 ke E2, atau sebaliknya dengan melalui salah satu dari ketiga proses
tersebut. Atom-atom selalu berada dalam keadaan bergetar, bertranslasi
dan
berotasi . Pada umumnya atom-atom berada dalam keadaan tingkat energi terendah
(=ground state) dan bila padanya disuplai energi yang cukup maka atom-atom akan
menyerap energi tersebut dan beralih ke tingkat energi yang lebih tinggi ; yang disebut
tingkat terexitasi (-excited states) seperti Gambar (a) , tetapi keberadaan nya pada tingkat
ini berlangsung hanya 10-8 sekon lalu kembali lagi ke ground state sambil melepaskan
Universitas Sumatera Utara
cahaya (foton) , Gambar (b) :
(a)
(b)
Gambar 2.1 Exitasi energi (a) energi pindah ke tingkat yang lebih tinggi , (b) energi
kembali ke groud state
2.1.1 Proses Absorbsi
Proses absorbsi adalah transisi dari tingkat energi dasar E1 ke tingkat energi tereksitasi E2
,karena adanya penyerapan energi foton. Sebuah atom mula-mula berada pada tingkat
energi E1. Tingkat energi ini adalah tingkat energi dasar (ground level) dari atom tersebut.
Kemudian sebuah foton berenergi h
(h = konstanta Planck), (
= frekuensi foton)
berinteraksi denganatom tersebut. Apabila energi foton sama besarnya dengan beda
energi antara tingkat energi E2 dan tingkat energi E1, maka foton tersebut akan diserap
dan atom tersebut akan naik ke tingkat energi E2.
Transisi atom dari energi E1 ke E2, disebabkan oleh adanya energi foton dari luar
dengan frekuensi :
=
(2.1)
dimana : h = konstanta Planck = 6,625 . 10-34 J s
= frekuensi energi foton yang diserap
E2 = energi tingkat atas
E1 = energi tingkat bawah
Proses absorbsi dapat diilustrasikan pada Gambar 2.2 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Proses absorbsi
2.1.2 Emisi Spontan
Emisi spontan diartikan sebagai energi foton yang diemisikan pada saat terjadi secara
spontan dari tingkat energi lebih tinggi ke tingkat energi lebih rendah. Pada gambar 2.3
diperlihatkan ada dua tingkat energi dari satu materi yaitu E2 dan E1 dengan E2 > E1.
Sebuah atom dari materi tersebut mula – mula berada pada tingkat energi E2. Karena E2 >
E1 , maka atom akan jatuh ke tingkat energi E1 dengan membebaskan energi sebesar ΔE =
E2 - E1. Energi ini dibebaskan dalam bentuk energi foton, yang besarnya dapat dinyatakan
dalam persamaan 2. 2 berikut ini :
h = E2 - E1
(2.2)
Proses emisi spontan dapat diilustrasikan pada gambar 2.3 berikut ini :
Gambar 2.3 Proses emisi spontan
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Emisi Stimulasi
Emisi stimulasi adalah emisi foton yang diemisikan pada saat terjadi trasnsisi dari tingkat
energi yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah, yang disebabkan oleh foton
yang berinteraksi dengan atom suatu materi. Proses emisi stimulasi dapat diilustrasikan
pada gambar 2.4 berikut ini :
Gambar 2.4 Proses emisi stimulasi
Apabila atom yang masih dalam keadaan eksitasi E2 ditumbuk oleh foton yang
berenergi h
, maka atom akan terdorong untuk melakukan transisi ke E1 dengan
memancarkan foton pula. Misalkan pada tingkat energi E2 ini terdapat n2 atom, maka
akan lebih banyak lagi atom-atom yang terstimulasi . Karena peristiwa tersebut, terjadi
penguatan ( amplifikasi ) cahaya. Tetapi untuk mencapai keadaab amplifikasi ini harus
lebih banyak atom yang terdapat pada keadaan tingkat energi eksitasi (E2) daripada atom
yang mempunyai tingkat energi dasar (E1). Pada transisi diemisikan dua buah foton, yang
distimulasi dan foton yang menstimulasi.
Dengan mengetahui ketiga macam proses transisi tersebut, maka mekanisme
terjadinya laser akan menjadi lebih jelas. Misalkan, dalam keadaan normal atom-atom
berada pada tingkat energi normal E1. Kemudian diganggu misalnya dengan aliran arus
listrik , sehingga energinya naik ke tingkat energi tereksitasi E2. Setelah berada pada
Universitas Sumatera Utara
tingkat energi tersebut maka atom akan berusaha kembali ke keadaan normalnya, tingkat
energi E1. Pada saat kembali inilah akan dipancarkan gelombang elektromagnetik, yang
kemudian dikenal dengan laser.
Kondisi-Kondisi untuk Tindakan Laser
1. Medium Aktif
•
Harus ada suatu yang medium aktif memancarkan radiasi di dalam daerah yang
diperlukan spektrum elektromagnetik.

Pembalikan Populasi
•
Karena suatu sistem yang atomis pada
keseimbangan termal, banyaknya atom
yang berada dalam suatu tingkat energi E ditentukan oleh faktor yang bersifat
exponen e-E/kbT di distribusi Maxwell-Boltzmann.
•
Perbandingan tingkatan atom pada bagian atas E2 ke E1 yang tingkatannya lebih
rendah adalah
n(E2)/n(E1) = e-(E2-E1)/kBT
•
(2.3)
Karena E2 > E1 rasio n(E2)/n(E1) akan selalu lebih kecil didalam unit, jumlah
atom lebih sedikit didalam energi yanglebih tinggi dibandingkan yang lebih
rendah.
2.2 Sifat-sifat Berkas Cahaya Laser
Sifat cahaya laser dicirikan oleh monokromatik, koheren, terarah, dam brightness.
2.2.1 Monokromatik
Monokromatik artinya hanya satu frekuensi yang dipancarkan. Sifat ini diakibatkan oleh :

Hanya satu frekuensi yang di kuatkan [v =( E2 – E1)/h]
Universitas Sumatera Utara

Susunan dua cermin yang membentuk cavity resonant sehingga osilasi hanya terjadi
pada frekuensi yang sesuai dengan frekuensi cavity.
2.2.2 Koheren

Koheren waktu (temporal coherence)
Jenis koherensi ini dimasudkan adalah korelasi antara medan disuatu titik dan medan
pada titik yang sama pada saat berikutnya ; yakni hubungan antara E (x,y,z,t 1) dan E (
x,y,z,t2). Jika beda fase antara dua medan tetap selama periode yang diamati, yang
berkisar antara beberapa mikrodetik, gelombang tersebut kita namakan memiliki
koherensi temporal. Jika beda fase berubah beberapa kali dan secara tidak teratur
selama periode pengamatan yang singkat, gelombang dikatakan tidak – koheren.

Koheren ruang (spatial coherence)
Dua medan pada dua tiik berbeda pada permukaan gelombang dari suatu gelombang
elektromagnetis dikatakan koheren special jika mereka mempertahankan beda fase
tetap selama waktu t. Bahkan hal ini mungkin jika dua berkas tersebut secara sendiri –
sendiri tidak koheren temporal ( menurut waktu ), karena setiap perubahan fase dan
salah satu berkas diikuti oleh perubahan fase yang sama dalam berkas yang lain.
Dengan sumber cahaya biasa hal ini hanya mungkin jika dua berkas telah dihasilkan
dalam bagian yang sama dari sumber. Tidak-koleransi temporal merupakan
karakteristik dari berkas tunggal cahaya,sedangkan tidak-kolerensi sepesial berkenaan
dengan hubungan antara dua berkas cahaya yang terpisa. Dua berkas cahaya yang
berasal dari bagian bagian berbeda dari sumber telah di pancarkan oleh kelompok
kelompok atom yang berbeda. Masing maing berkas tidak akan koheren-waktu dan
akan mengalami perubahan fase acak sebagai akibatnya beda fase antara dua berkas
juga akan mengalami perubahan prubahan yang cepat dan acak. Dua berkas yang
demikian dikatakan tidak-koheren sepesial (menurut tempat).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Keterarahan (Directionality)
Merupakan konsekuensi langsung ditempatkannya bahan aktif dalam cavity
resonant, dimana gelombang yang merambat dalam arah yang tegak lurus terhadap
cermin-cermin yang dapat dipertahankan dalam cavity. Menuju arah yang sama
(sehingga menempuh garis lurus). Berbeda dengan lampu/senter yang cahayanya
lemah karena memiliki panjang gelombang dan frekuensi berbeda-beda.
2.2.4 Brightness (Kecemerlangan)
Brightness suatu sumber cahaya disefinisikan sebagai daya yang dipancarkan
persatuan luas permukaan persatuan sudut ruang. Suatu berkas laser bahkan dengan daya
sedang (mW) mempunyai brightness beberapa orde yang lebih tinggi dibandingkan
sumber cahaya konvensional. Hal ini akibat oleh sifat keterahan yang tinggi.
2.3 Mode Berkas Cahaya Laser
Dua mode ruang yang umum digunakan untuk menggambarkan berkas sinar,
yaitu longitudinal dan transversal modes. Kedua mode ruang tersebut pada dasarnya
berbeda satu sama lain, karena dimensi transversal dalam resonator biasanya jauh lebih
kecil dari dimensi longitudinal.
2.3.1 Longitudinal Modes
Sebuah longitudinal modes tor adalah gelombang berdiri dengan pola tertentu yang
dibentuk oleh gelombang batas antar rongga resonator. Longitudinal modes disesuaikan
dengan panjang gelombang dari gelombang yang diperkuat oleh konstruktif gangguan
setelah banyak refleksi dari mencerminkan permukaan rongga itu. Semua panjang
gelombang lain ditekan oleh interferensi destruktif.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Bentuk berkas cahaya longitudinal modes
Laser rongga optik dibentuk oleh dua pesawat menentang (flat) mencerminkan
sekitar medium gain (pesawat-paralel atau Fabry-Perot rongga). Rongga modes di mana
cermin pemisahan jarak (L) sama dengan tepat beberapa setengah panjang gelombang (λ).
Longitudinal modes yang bernilai besar pada laser dan biasanya diabaikan ketika
menggambarkan berkas sinar karena memiliki sedikit pengaruh pada karakteristik berkas
dan kinerja.
L=q
(2.4)
2.3.2 Tranverse Modes
Transversal modes (TEM) adalah signifikansi yang jauh lebih besar. TEM
menggambarkan variasi intensitas berkas dengan posisi dalam bidang tegak lurus ke arah
propagasi berkas sinar. Ini mencirikan intensitas maksimum pada berkas jauh dari yang
sumbu itscentral. TEM ditentukan oleh geometri rongga, keselarasan dan jarak optik
internal rongga, distribusi keuntungan dan sifat propagasi dari media aktif, dan kehadiran
Universitas Sumatera Utara
lubang dalam resonator. Dalam laser gas, aliran gas dan debit listrik juga mempengaruhi
modes yang dihasilkan. TEM digambarkan oleh serangkaian subscript yang bergantung
pada simetri balok.
Gambar 2.6 Transversal Modes berkas sinar laser
2.4 Laser Processing Material
Dalam proses interaksi laser dengan material, terdapat beberapa macam proses yang
terjadi, yaitu :
Gambar 2.7 Mekanisme laser processing material
2.4.1 Mekanisme Penyerapan Energi
Universitas Sumatera Utara
Koefisien absorpsi yang berasal dari fungsi dielektrik suatu material
dan konduktivitasnya yang akan menentukan tingkat penyerapan cahaya sebagai
kedalaman fungsinya. Namun, mekanisme tertentu di mana penyerapan terjadi akan
tergantung pada jenis bahan. Secara umum, foton akan bergerak ke arah sumbu yang
tepat atau sumber getaran dalam materi tergantung pada energi foton. Dalam isolator
dan semikonduktor, penyerapan sinar laser terutama terjadi melalui resonansi. Eksitasi
seperti transisi elektron pita valensi ke pita konduksi (interband transisi) atau pita dalam
(intersubband transisi).
Sedangkan pada bagian tereksitasi dapat mentransfer energi pada fonon. Foton
dengan energi di bawah dalam pita bahan itu tidak akan diserap (kecuali ada yang
kelainan pasangan, bagian yang rusak atau jika ada penyerapan multiphoton). Pada
isolator energi biasanya berada dibawah frekuensi cahaya ultraviolet dan semikonduktor
terlihat spektrum inframerah. Namun,pada beberapa penelitian tinggi resonansi frekuensi
pada fonon optik berada mendekati daerah inframerah.
Sebaliknya, seseorang dapat meyesuaikan energi laser yang diserap berubah
langsung menjadi panas. Proses seperti ini disebut fotothermal (pirolitik) dan respon
materi dapat diobati dengan cara yang murni termal. Misalnya, laser pengolahan
logam atau semikonduktor dengan waktu pulsa laser yang lambat (> ns) biasanya
ditandai dengan mekanisme fotothermal. Ketika tingkat eksitasi laser yang diinduksi
tinggi dibandingkan dengan yang tingkat thermalisasi , perpindahan besar dapat dibangun
pada daerah-daerah tersebut. Eksitasi
energi ini cukup dapat untuk langsung
memutuskan ikatan (foto-dekomposisi).
Jenis modifikasi bahan non-termal ini biasanya disebut sebagai fotokimia
(Fotolitik) pengolahan. Selama proses fotokimia murni, suhu sistem relatif tetap, tidak
berubah. Panjang gelombang sinar laser, di mana energi foton berada di urutan ikatan
kimia energi, adalah contoh dari proses fotokimia. Demikian pula, ultrafast femtosecond
pulsa laser dapat memungkinkan proses fotokimia logam dan semikonduktor.
2.4.2
Konduktivitas Panas (Heat Conduction)
Universitas Sumatera Utara
Pemanasan laser yang mengalir dibawah batas ambang pencairan dapat
mengaktifkan beragam suhu, proses tergantung dalam bahan padat. Tingginya suhu
dihasilkan dapat meningkatkan tingkat difusi mempromosikan doping pengotor,
reorganisasi dari struktur kristal dan sintering bahan berpori. Energi hambatan untuk
reaksi kimia dapat diatasi juga, mereka meningkatkan kinetika reaksi jauh melampaui
tingkat suhu kamar. Transformasi untuk fase kristal pada temperatur tinggi dapat terjadi
cepat. Gradien suhu yang besar dicapai dengan pemanasan laser tersebut dapat
menyebabkan cepatnya proses pendinginan material itu sendiri, yang tersimpang dalam
struktur di non-ekuilibrium. Kemudian selanjutnya gradient suhu tinggi dengan cepat
dapat menginduksi tegangan termal dan eksitasi thermoelastic gelombang akustik.
Tekanan ini dapat berkontribusi pada respon mekanik dari bahan tersebut sebagai
pekerjaan pengerasan, warping, atau cracking.
Ketika terdapat perbedaan temperature pada suatu medium atau antar medium,
maka transfer panas akan muncul. Salah satu mekanisme transfer panas yang terjadi pada
suatu medium, khususnya padatan adalah melalui konduksi. Transfer energi secara
konduksi berkaitan dengan aktivitas atomic dan molekuler penyusun bahan tersebut.
2.4.3 Pelelehan (Melting)
Proses melting adalah proses peleburan material (ingot) dengan cara
memanaskannya hingga mencapai titik cair material yang dilebur, berjalan di dalam
sebuah unit yang disebut melting furnace.
2.4.4 Penguapan (Evaporation)
Pada saat terjadinya interaksi laser dengan material, maka material akan mengalami
pengurangan massa akibat terevaporasi. Kondisi terevaporasi adalah kondisi dimana
cairan yang seharusnya berubah ke fase gas sebelum ke fase padatan, hal ini akan
meyebabkan terjadinya jumlah massa terevaporasi.
Universitas Sumatera Utara
Crater yang merupakan bekas penguapan material akibat interaksinya dengan laser.
Suatu bahan dapat dihitung massa terevaporasinya dengan rumus pada persamaan 2.5
dibawah ini :
m=ρV
(2.5)
dimana : ρ = massa jenis material
V = 1/3 πt (d12 + d1d2 + d22)
t = kedalaman crater
d1= diameter luar
d2 = diameter dalam
2.4.5 Melt Expulsion
Melt expultion terjadi ketika tekanan uap diterapkan pada permukaan bebas cairan yang
pada gilirannya mendorong mencair dalam arah radial. Untuk mencapai melt expulsion
halus, pola aliran lelehan perlu diprediksi dengan tepat, terutama kecepatan aliran lelehan
di pinggir lubang itu.
2.5 Sifat Bahan Material
Dalam proses interaksi laser dengan material, sifat dari masing-masing bahan material
yang digunakan sangat mempengaruhi hasil interaksi atau disebut crater. Adapun sifatsifat bahan material yang mempengaruhi adalah sebagai berikut.
2.5.1 Penyerapan (Absrobtion)
Penyerapan bahan terhadap sinar laser yang menimpa permukaan material, tercermin,
ditransmisikan, atau re-radiasi. Pada skala makroskopik, absorptivitas adalah ukuran
fraksi radiasi insiden diserap. Sebagai koefisien absorpsi menunjukkan, radiasi yang
diserap oleh elektron di atas 10-6 10-5 cm dari permukaan kedalaman kulit
elektromagnetik. Mekanisme penyerapan dikenal sebagai efek Bremsstrahlung terbalik
(radiasi pengereman). Energi ini kemudian ditransfer ke material dengan mekanisme
yang tergantung pada energi dari foton. Pengolahan bahan laser yang memancarkan
Universitas Sumatera Utara
energi foton dengan panjang gelombang yang terletak di atas daerah ultraviolet dari
spektrum elektromagnetik relatif rendah, yang berarti bahwa konduksi termal klasik
melalui tabrakan dengan cacat kisi dan elektron lain adalah mekanisme perpindahan
panas yang dominan.
Suhu dapat membuat perubahan suatu materi, absorptivitas dapat meningkat atau
menurun, tergantung pada sifat dan modifikasi optik ke permukaan, misalnya reaksi
oksidasi atau transformasi fasa. Absorptivitas juga bervariasi dengan kekasaran
permukaan. Permukaan kasar menyajikan luas permukaan yang lebih besar untuk
sinar laser, dan menyebabkan cahaya akan tercermin beberapa kali, sehingga
meningkatkan total absorptivitas.
2.5.2 Konduktivitas Termals
Spesifik kapasitas panas material adalah ukuran dari energi yang dibutuhkan
untuk menaikkan suhu sebesar 1oC pada tekanan konstan. Hal ini dinyatakan dalam
satuan J kg-1 K-1, atau sebagai jumlah volumetrik sebagai Jm-3 K-1 . Temperatur kapasitas
panas biasanya digunakan untuk menggambarkan jumlah molar, dan memiliki unit
J mol-1 K-1. Volumetrik kapasitas panas spesifik untuk bahan homogen pada suhu kamar
adalah sekitar 3 × 10-6 Jm-3 K-1. Kapasitas panas logam dan paduan meningkat dengan
suhu sampai mencapai nilai membatasi 25 J mol-1 K-1. Untuk keramik dan gelas kapasitas
panas meningkat dengan suhu sekitar 1000oC, di atas yang ketetapan mendekati konstan.
Dalam polimer untuk meningkatkan terus sampai suhu transisi kaca tercapai.
2.5.3
Kerapatan (Density)
Hasil Tutup kemasan hasil atom memiliki kepadatan tinggi dan titik leleh tinggi.
Logam dan paduan mempunyai nilai density yang tinggi, dan bahan polimer mempunyai
density yang rendah.
2.5.4
Koefisien Ekspansi Thermal
Universitas Sumatera Utara
Hubungan antara perubahan panjang, l, dan perubahan suhu, T, dinyatakan sebagai
koefisien ekspansi termal, α:
α=
∆
(2.6)
∆
di mana l0 adalah panjang pada suhu kamar. Koefisien ekspansi termal dikendalikan oleh
getaran atom dan molekul, dengan naiknya suhu, amplitudo getaran meningkat. Dalam
struktur-padat, seperti yang ditemukan dalam logam dan paduan, peningkatan atom
getaran terakumulasi dalam atom tetangga, menghasilkan ekspansi relatif tinggi kisi.
Keramik dengan ikatan ionik didominasi juga membentuk struktur-padat, dan sebagainya
juga menunjukkan nilai-nilai tinggi ekspansi termal. Struktur kovalen terikat berisi spasi
di mana getaran dapat diakomodasi, mengurangi koefisien ekspansi termal. Thermal
shock resistensi dapat diberikan oleh perlakuan panas gelas. Struktur anisotropik
menunjukkan nilai yang berbeda untuk muai di sepanjang sumbu yang berbeda. Polimer
dan elastomer peregangan secara ekstensif pada pemanasan sebelum gagal.
2.6. Bahan Material
Material dapat berupa bahan logam dan nonlogam. Berikut ini adalah beberapa
contoh bahan logam dan non logam yang digunakan dalam proses interaksi laser dengan
material dalam berbagai aplikasi.
2.6.1
Aluminium
Gambar 2.8 Alumunium
Universitas Sumatera Utara
Aluminium berwarna putih keperakan, mempunyai titik lebur 659,7 oC dan titik didih
2,057oC, serta berat jenisnya 2,699 g/cm3 (20oC) aluminium ialah bahan logam yang
membutuhkan energi yang tinggi untuk untuk dapat melebur. Alumunium memiliki
tingkat konduktivitas dibawah tembaga sehingga penyerapanya kurang sempurna, tetapi
memiliki kemampuan terbalik dengan tembaga yaitu memiliki kemampuan melepas atau
mengurai panas dengan baik tetapi bahan aluminium kurang baik dalam penyerapan.
2.6.2
Acrylic
Gambar 2.9 Acrylic
Acrylic adalah bahan sintetis yang bsia berbentuk lembaran. Bahan ini akan mejadi elastis
bila dikenai suhu 60oC. Nilai konduktivitas thermal untuk sebagian besar jenis acrylic
adalah 0, 19 W/ mK. Titik leleh acrylic 160oC.
2.6.3
Silicon Rubber
Gambar 2.10 slicon rubber
Silikon adalah polimer nonorganik yang bervariasi, dari cairan, gel, karet, hingga sejenis
plastik keras. Beberapa karakteristik khusus silicon adalah tahan dalam suhu tinggi, serta
tidak dapat menghantarkan listrik. Karet silikon umumnya non-reaktif, stabil, dan tahan
Universitas Sumatera Utara
terhadap lingkungan yang ekstrim dan suhu dari -55 ° C sampai +300 ° C. Titik didih
355oC dan titik leleh 1410oC.
2.6.4
Plastik
Gambar 2.11 Plastik
Bahan plastik merupakan materi yang terbentuk dari berbagai macam polimer dengan
komposisi kimia dan struktur fisik yang berbeda-beda. Plastik merupakan bahan yang
mudah untuk diproses dan tidak memerlukan energi yang besar. Titik lelehnya 115125oC, mempunyai densitas 0.927-0.940 g/cm3.
2.7 Parameter Laser dalam Interaksi dengan Material
Selain sifat material yang mempengaruhi hasil interaksi (crater), parameter dari
masing-masing laser yang digunakan juga mempengaruhi bentuk crater. Parameter laser
yang mempengaruhi tersebut ialah sebagai berikut.
2.7.1 Daya Laser
Tidak semua bahan membutuhkan jumlah daya yang sama saat di interaksikan dengan
laser (tingkat di mana energi yang disampaikan oleh cahaya). Bahan tebal membutuhkan
daya laser lebih tinggi sementara yang tipis membutuhkan daya laser yang rendah. Laser
CO2 memiliki keluaran daya lebih tinggi (sampai puluhan kW) dibandingkan dengan
laser zat padat. Bahan-bahan logam biasanya membutuhkan membutuhkan lebih dari dua
Universitas Sumatera Utara
kW sedangkan bahan-bahan plastik atau komposit dapat menggunakan laser yang
berdaya rendah.
2.7.2
Respon
Waktu (Respons Time)
material
akan
tergantung
pada
sistem
bahan
material
tersebut
dan kondisi lama waktu laser diinterkasikan dengan material. Nilai respon bahan akan
melambat dibandingkan dengan waktu thermalisasi, maka proses dilambangkan sebagai
fotothermal, dan dengan begitu energi laser diserap langsung dan berubah menjadi panas.
Maka perubahan signifikan terhadap materi akan terjadi.
2.7.3
Titik Fokus
Karena berkas (beam) memiliki lebar minimum pada z = 0, seperti gambar 3.17, maka
berkas akan memperoleh fokus yang baik pada z = 0. Diluar daerah itu, berkas meningkat
secara perlahan atau keluar dari fokus (out of focus).
Gambar 2.12 Kedalaman fokus
Universitas Sumatera Utara
Download