BAB II TINJAUAN PUSTAKA Laser merupakan singkatan dari Light Aplification by Stimulated Emission of Radiation, yaitu terjadinya proses penguatan cahaya oleh emisi radiasi yang terstimulasi. Menurut sejarah, laser adalah perkembangan maser (alat pengukur elektro magnet), suatu serupa alat menggunakan gelombang mikro sebagai ganti cahaya tampak. Lebih dulu maser (alat pengukur elektromagnet) sukses telah dibangun oleh C. H. Townes dan dibangun antara tahun 1951 dan 1954. Di tahun1958, A. H. Schawlow dan C. H. Twones memasang permanen prinsip maser (alat pengukur elektro magnet) yang berhubung dengan mata, atau laser dan di tahun 1960, laser pertama telah dibangun oleh T. H. Maiman di Hughes Aircraft Company Laboratories. Dalam kaitan dengan seperti itu aplikasi laser yang tersebar luas dalam semua bidang Ilmu pengetahuan dan Rancangmerancang, riset yang luas telah dilakukan. 2.1 Proses Terjadinya Laser Pada dasarnya ada tiga macam bentuk interaksi yang terjadi antara cahaya dengan materi, yaitu absorbsi, emisi spontan dan emisi terstimulasi. Misalnya atom itu dapat mempunyai tingkat energi dasar E1 dan tingkat energi eksitasi E2, maka dapat terjadi transisi dari E1 ke E2, atau sebaliknya dengan melalui salah satu dari ketiga proses tersebut. Atom-atom selalu berada dalam keadaan bergetar, bertranslasi dan berotasi . Pada umumnya atom-atom berada dalam keadaan tingkat energi terendah (=ground state) dan bila padanya disuplai energi yang cukup maka atom-atom akan menyerap energi tersebut dan beralih ke tingkat energi yang lebih tinggi ; yang disebut tingkat terexitasi (-excited states) seperti Gambar (a) , tetapi keberadaan nya pada tingkat ini berlangsung hanya 10-8 sekon lalu kembali lagi ke ground state sambil melepaskan Universitas Sumatera Utara cahaya (foton) , Gambar (b) : (a) (b) Gambar 2.1 Exitasi energi (a) energi pindah ke tingkat yang lebih tinggi , (b) energi kembali ke groud state 2.1.1 Proses Absorbsi Proses absorbsi adalah transisi dari tingkat energi dasar E1 ke tingkat energi tereksitasi E2 ,karena adanya penyerapan energi foton. Sebuah atom mula-mula berada pada tingkat energi E1. Tingkat energi ini adalah tingkat energi dasar (ground level) dari atom tersebut. Kemudian sebuah foton berenergi h (h = konstanta Planck), ( = frekuensi foton) berinteraksi denganatom tersebut. Apabila energi foton sama besarnya dengan beda energi antara tingkat energi E2 dan tingkat energi E1, maka foton tersebut akan diserap dan atom tersebut akan naik ke tingkat energi E2. Transisi atom dari energi E1 ke E2, disebabkan oleh adanya energi foton dari luar dengan frekuensi : = (2.1) dimana : h = konstanta Planck = 6,625 . 10-34 J s = frekuensi energi foton yang diserap E2 = energi tingkat atas E1 = energi tingkat bawah Proses absorbsi dapat diilustrasikan pada Gambar 2.2 berikut ini : Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2 Proses absorbsi 2.1.2 Emisi Spontan Emisi spontan diartikan sebagai energi foton yang diemisikan pada saat terjadi secara spontan dari tingkat energi lebih tinggi ke tingkat energi lebih rendah. Pada gambar 2.3 diperlihatkan ada dua tingkat energi dari satu materi yaitu E2 dan E1 dengan E2 > E1. Sebuah atom dari materi tersebut mula – mula berada pada tingkat energi E2. Karena E2 > E1 , maka atom akan jatuh ke tingkat energi E1 dengan membebaskan energi sebesar ΔE = E2 - E1. Energi ini dibebaskan dalam bentuk energi foton, yang besarnya dapat dinyatakan dalam persamaan 2. 2 berikut ini : h = E2 - E1 (2.2) Proses emisi spontan dapat diilustrasikan pada gambar 2.3 berikut ini : Gambar 2.3 Proses emisi spontan Universitas Sumatera Utara 2.1.3 Emisi Stimulasi Emisi stimulasi adalah emisi foton yang diemisikan pada saat terjadi trasnsisi dari tingkat energi yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah, yang disebabkan oleh foton yang berinteraksi dengan atom suatu materi. Proses emisi stimulasi dapat diilustrasikan pada gambar 2.4 berikut ini : Gambar 2.4 Proses emisi stimulasi Apabila atom yang masih dalam keadaan eksitasi E2 ditumbuk oleh foton yang berenergi h , maka atom akan terdorong untuk melakukan transisi ke E1 dengan memancarkan foton pula. Misalkan pada tingkat energi E2 ini terdapat n2 atom, maka akan lebih banyak lagi atom-atom yang terstimulasi . Karena peristiwa tersebut, terjadi penguatan ( amplifikasi ) cahaya. Tetapi untuk mencapai keadaab amplifikasi ini harus lebih banyak atom yang terdapat pada keadaan tingkat energi eksitasi (E2) daripada atom yang mempunyai tingkat energi dasar (E1). Pada transisi diemisikan dua buah foton, yang distimulasi dan foton yang menstimulasi. Dengan mengetahui ketiga macam proses transisi tersebut, maka mekanisme terjadinya laser akan menjadi lebih jelas. Misalkan, dalam keadaan normal atom-atom berada pada tingkat energi normal E1. Kemudian diganggu misalnya dengan aliran arus listrik , sehingga energinya naik ke tingkat energi tereksitasi E2. Setelah berada pada Universitas Sumatera Utara tingkat energi tersebut maka atom akan berusaha kembali ke keadaan normalnya, tingkat energi E1. Pada saat kembali inilah akan dipancarkan gelombang elektromagnetik, yang kemudian dikenal dengan laser. Kondisi-Kondisi untuk Tindakan Laser 1. Medium Aktif • Harus ada suatu yang medium aktif memancarkan radiasi di dalam daerah yang diperlukan spektrum elektromagnetik. Pembalikan Populasi • Karena suatu sistem yang atomis pada keseimbangan termal, banyaknya atom yang berada dalam suatu tingkat energi E ditentukan oleh faktor yang bersifat exponen e-E/kbT di distribusi Maxwell-Boltzmann. • Perbandingan tingkatan atom pada bagian atas E2 ke E1 yang tingkatannya lebih rendah adalah n(E2)/n(E1) = e-(E2-E1)/kBT • (2.3) Karena E2 > E1 rasio n(E2)/n(E1) akan selalu lebih kecil didalam unit, jumlah atom lebih sedikit didalam energi yanglebih tinggi dibandingkan yang lebih rendah. 2.2 Sifat-sifat Berkas Cahaya Laser Sifat cahaya laser dicirikan oleh monokromatik, koheren, terarah, dam brightness. 2.2.1 Monokromatik Monokromatik artinya hanya satu frekuensi yang dipancarkan. Sifat ini diakibatkan oleh : Hanya satu frekuensi yang di kuatkan [v =( E2 – E1)/h] Universitas Sumatera Utara Susunan dua cermin yang membentuk cavity resonant sehingga osilasi hanya terjadi pada frekuensi yang sesuai dengan frekuensi cavity. 2.2.2 Koheren Koheren waktu (temporal coherence) Jenis koherensi ini dimasudkan adalah korelasi antara medan disuatu titik dan medan pada titik yang sama pada saat berikutnya ; yakni hubungan antara E (x,y,z,t 1) dan E ( x,y,z,t2). Jika beda fase antara dua medan tetap selama periode yang diamati, yang berkisar antara beberapa mikrodetik, gelombang tersebut kita namakan memiliki koherensi temporal. Jika beda fase berubah beberapa kali dan secara tidak teratur selama periode pengamatan yang singkat, gelombang dikatakan tidak – koheren. Koheren ruang (spatial coherence) Dua medan pada dua tiik berbeda pada permukaan gelombang dari suatu gelombang elektromagnetis dikatakan koheren special jika mereka mempertahankan beda fase tetap selama waktu t. Bahkan hal ini mungkin jika dua berkas tersebut secara sendiri – sendiri tidak koheren temporal ( menurut waktu ), karena setiap perubahan fase dan salah satu berkas diikuti oleh perubahan fase yang sama dalam berkas yang lain. Dengan sumber cahaya biasa hal ini hanya mungkin jika dua berkas telah dihasilkan dalam bagian yang sama dari sumber. Tidak-koleransi temporal merupakan karakteristik dari berkas tunggal cahaya,sedangkan tidak-kolerensi sepesial berkenaan dengan hubungan antara dua berkas cahaya yang terpisa. Dua berkas cahaya yang berasal dari bagian bagian berbeda dari sumber telah di pancarkan oleh kelompok kelompok atom yang berbeda. Masing maing berkas tidak akan koheren-waktu dan akan mengalami perubahan fase acak sebagai akibatnya beda fase antara dua berkas juga akan mengalami perubahan prubahan yang cepat dan acak. Dua berkas yang demikian dikatakan tidak-koheren sepesial (menurut tempat). Universitas Sumatera Utara 2.2.3 Keterarahan (Directionality) Merupakan konsekuensi langsung ditempatkannya bahan aktif dalam cavity resonant, dimana gelombang yang merambat dalam arah yang tegak lurus terhadap cermin-cermin yang dapat dipertahankan dalam cavity. Menuju arah yang sama (sehingga menempuh garis lurus). Berbeda dengan lampu/senter yang cahayanya lemah karena memiliki panjang gelombang dan frekuensi berbeda-beda. 2.2.4 Brightness (Kecemerlangan) Brightness suatu sumber cahaya disefinisikan sebagai daya yang dipancarkan persatuan luas permukaan persatuan sudut ruang. Suatu berkas laser bahkan dengan daya sedang (mW) mempunyai brightness beberapa orde yang lebih tinggi dibandingkan sumber cahaya konvensional. Hal ini akibat oleh sifat keterahan yang tinggi. 2.3 Mode Berkas Cahaya Laser Dua mode ruang yang umum digunakan untuk menggambarkan berkas sinar, yaitu longitudinal dan transversal modes. Kedua mode ruang tersebut pada dasarnya berbeda satu sama lain, karena dimensi transversal dalam resonator biasanya jauh lebih kecil dari dimensi longitudinal. 2.3.1 Longitudinal Modes Sebuah longitudinal modes tor adalah gelombang berdiri dengan pola tertentu yang dibentuk oleh gelombang batas antar rongga resonator. Longitudinal modes disesuaikan dengan panjang gelombang dari gelombang yang diperkuat oleh konstruktif gangguan setelah banyak refleksi dari mencerminkan permukaan rongga itu. Semua panjang gelombang lain ditekan oleh interferensi destruktif. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.5 Bentuk berkas cahaya longitudinal modes Laser rongga optik dibentuk oleh dua pesawat menentang (flat) mencerminkan sekitar medium gain (pesawat-paralel atau Fabry-Perot rongga). Rongga modes di mana cermin pemisahan jarak (L) sama dengan tepat beberapa setengah panjang gelombang (λ). Longitudinal modes yang bernilai besar pada laser dan biasanya diabaikan ketika menggambarkan berkas sinar karena memiliki sedikit pengaruh pada karakteristik berkas dan kinerja. L=q (2.4) 2.3.2 Tranverse Modes Transversal modes (TEM) adalah signifikansi yang jauh lebih besar. TEM menggambarkan variasi intensitas berkas dengan posisi dalam bidang tegak lurus ke arah propagasi berkas sinar. Ini mencirikan intensitas maksimum pada berkas jauh dari yang sumbu itscentral. TEM ditentukan oleh geometri rongga, keselarasan dan jarak optik internal rongga, distribusi keuntungan dan sifat propagasi dari media aktif, dan kehadiran Universitas Sumatera Utara lubang dalam resonator. Dalam laser gas, aliran gas dan debit listrik juga mempengaruhi modes yang dihasilkan. TEM digambarkan oleh serangkaian subscript yang bergantung pada simetri balok. Gambar 2.6 Transversal Modes berkas sinar laser 2.4 Laser Processing Material Dalam proses interaksi laser dengan material, terdapat beberapa macam proses yang terjadi, yaitu : Gambar 2.7 Mekanisme laser processing material 2.4.1 Mekanisme Penyerapan Energi Universitas Sumatera Utara Koefisien absorpsi yang berasal dari fungsi dielektrik suatu material dan konduktivitasnya yang akan menentukan tingkat penyerapan cahaya sebagai kedalaman fungsinya. Namun, mekanisme tertentu di mana penyerapan terjadi akan tergantung pada jenis bahan. Secara umum, foton akan bergerak ke arah sumbu yang tepat atau sumber getaran dalam materi tergantung pada energi foton. Dalam isolator dan semikonduktor, penyerapan sinar laser terutama terjadi melalui resonansi. Eksitasi seperti transisi elektron pita valensi ke pita konduksi (interband transisi) atau pita dalam (intersubband transisi). Sedangkan pada bagian tereksitasi dapat mentransfer energi pada fonon. Foton dengan energi di bawah dalam pita bahan itu tidak akan diserap (kecuali ada yang kelainan pasangan, bagian yang rusak atau jika ada penyerapan multiphoton). Pada isolator energi biasanya berada dibawah frekuensi cahaya ultraviolet dan semikonduktor terlihat spektrum inframerah. Namun,pada beberapa penelitian tinggi resonansi frekuensi pada fonon optik berada mendekati daerah inframerah. Sebaliknya, seseorang dapat meyesuaikan energi laser yang diserap berubah langsung menjadi panas. Proses seperti ini disebut fotothermal (pirolitik) dan respon materi dapat diobati dengan cara yang murni termal. Misalnya, laser pengolahan logam atau semikonduktor dengan waktu pulsa laser yang lambat (> ns) biasanya ditandai dengan mekanisme fotothermal. Ketika tingkat eksitasi laser yang diinduksi tinggi dibandingkan dengan yang tingkat thermalisasi , perpindahan besar dapat dibangun pada daerah-daerah tersebut. Eksitasi energi ini cukup dapat untuk langsung memutuskan ikatan (foto-dekomposisi). Jenis modifikasi bahan non-termal ini biasanya disebut sebagai fotokimia (Fotolitik) pengolahan. Selama proses fotokimia murni, suhu sistem relatif tetap, tidak berubah. Panjang gelombang sinar laser, di mana energi foton berada di urutan ikatan kimia energi, adalah contoh dari proses fotokimia. Demikian pula, ultrafast femtosecond pulsa laser dapat memungkinkan proses fotokimia logam dan semikonduktor. 2.4.2 Konduktivitas Panas (Heat Conduction) Universitas Sumatera Utara Pemanasan laser yang mengalir dibawah batas ambang pencairan dapat mengaktifkan beragam suhu, proses tergantung dalam bahan padat. Tingginya suhu dihasilkan dapat meningkatkan tingkat difusi mempromosikan doping pengotor, reorganisasi dari struktur kristal dan sintering bahan berpori. Energi hambatan untuk reaksi kimia dapat diatasi juga, mereka meningkatkan kinetika reaksi jauh melampaui tingkat suhu kamar. Transformasi untuk fase kristal pada temperatur tinggi dapat terjadi cepat. Gradien suhu yang besar dicapai dengan pemanasan laser tersebut dapat menyebabkan cepatnya proses pendinginan material itu sendiri, yang tersimpang dalam struktur di non-ekuilibrium. Kemudian selanjutnya gradient suhu tinggi dengan cepat dapat menginduksi tegangan termal dan eksitasi thermoelastic gelombang akustik. Tekanan ini dapat berkontribusi pada respon mekanik dari bahan tersebut sebagai pekerjaan pengerasan, warping, atau cracking. Ketika terdapat perbedaan temperature pada suatu medium atau antar medium, maka transfer panas akan muncul. Salah satu mekanisme transfer panas yang terjadi pada suatu medium, khususnya padatan adalah melalui konduksi. Transfer energi secara konduksi berkaitan dengan aktivitas atomic dan molekuler penyusun bahan tersebut. 2.4.3 Pelelehan (Melting) Proses melting adalah proses peleburan material (ingot) dengan cara memanaskannya hingga mencapai titik cair material yang dilebur, berjalan di dalam sebuah unit yang disebut melting furnace. 2.4.4 Penguapan (Evaporation) Pada saat terjadinya interaksi laser dengan material, maka material akan mengalami pengurangan massa akibat terevaporasi. Kondisi terevaporasi adalah kondisi dimana cairan yang seharusnya berubah ke fase gas sebelum ke fase padatan, hal ini akan meyebabkan terjadinya jumlah massa terevaporasi. Universitas Sumatera Utara Crater yang merupakan bekas penguapan material akibat interaksinya dengan laser. Suatu bahan dapat dihitung massa terevaporasinya dengan rumus pada persamaan 2.5 dibawah ini : m=ρV (2.5) dimana : ρ = massa jenis material V = 1/3 πt (d12 + d1d2 + d22) t = kedalaman crater d1= diameter luar d2 = diameter dalam 2.4.5 Melt Expulsion Melt expultion terjadi ketika tekanan uap diterapkan pada permukaan bebas cairan yang pada gilirannya mendorong mencair dalam arah radial. Untuk mencapai melt expulsion halus, pola aliran lelehan perlu diprediksi dengan tepat, terutama kecepatan aliran lelehan di pinggir lubang itu. 2.5 Sifat Bahan Material Dalam proses interaksi laser dengan material, sifat dari masing-masing bahan material yang digunakan sangat mempengaruhi hasil interaksi atau disebut crater. Adapun sifatsifat bahan material yang mempengaruhi adalah sebagai berikut. 2.5.1 Penyerapan (Absrobtion) Penyerapan bahan terhadap sinar laser yang menimpa permukaan material, tercermin, ditransmisikan, atau re-radiasi. Pada skala makroskopik, absorptivitas adalah ukuran fraksi radiasi insiden diserap. Sebagai koefisien absorpsi menunjukkan, radiasi yang diserap oleh elektron di atas 10-6 10-5 cm dari permukaan kedalaman kulit elektromagnetik. Mekanisme penyerapan dikenal sebagai efek Bremsstrahlung terbalik (radiasi pengereman). Energi ini kemudian ditransfer ke material dengan mekanisme yang tergantung pada energi dari foton. Pengolahan bahan laser yang memancarkan Universitas Sumatera Utara energi foton dengan panjang gelombang yang terletak di atas daerah ultraviolet dari spektrum elektromagnetik relatif rendah, yang berarti bahwa konduksi termal klasik melalui tabrakan dengan cacat kisi dan elektron lain adalah mekanisme perpindahan panas yang dominan. Suhu dapat membuat perubahan suatu materi, absorptivitas dapat meningkat atau menurun, tergantung pada sifat dan modifikasi optik ke permukaan, misalnya reaksi oksidasi atau transformasi fasa. Absorptivitas juga bervariasi dengan kekasaran permukaan. Permukaan kasar menyajikan luas permukaan yang lebih besar untuk sinar laser, dan menyebabkan cahaya akan tercermin beberapa kali, sehingga meningkatkan total absorptivitas. 2.5.2 Konduktivitas Termals Spesifik kapasitas panas material adalah ukuran dari energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar 1oC pada tekanan konstan. Hal ini dinyatakan dalam satuan J kg-1 K-1, atau sebagai jumlah volumetrik sebagai Jm-3 K-1 . Temperatur kapasitas panas biasanya digunakan untuk menggambarkan jumlah molar, dan memiliki unit J mol-1 K-1. Volumetrik kapasitas panas spesifik untuk bahan homogen pada suhu kamar adalah sekitar 3 × 10-6 Jm-3 K-1. Kapasitas panas logam dan paduan meningkat dengan suhu sampai mencapai nilai membatasi 25 J mol-1 K-1. Untuk keramik dan gelas kapasitas panas meningkat dengan suhu sekitar 1000oC, di atas yang ketetapan mendekati konstan. Dalam polimer untuk meningkatkan terus sampai suhu transisi kaca tercapai. 2.5.3 Kerapatan (Density) Hasil Tutup kemasan hasil atom memiliki kepadatan tinggi dan titik leleh tinggi. Logam dan paduan mempunyai nilai density yang tinggi, dan bahan polimer mempunyai density yang rendah. 2.5.4 Koefisien Ekspansi Thermal Universitas Sumatera Utara Hubungan antara perubahan panjang, l, dan perubahan suhu, T, dinyatakan sebagai koefisien ekspansi termal, α: α= ∆ (2.6) ∆ di mana l0 adalah panjang pada suhu kamar. Koefisien ekspansi termal dikendalikan oleh getaran atom dan molekul, dengan naiknya suhu, amplitudo getaran meningkat. Dalam struktur-padat, seperti yang ditemukan dalam logam dan paduan, peningkatan atom getaran terakumulasi dalam atom tetangga, menghasilkan ekspansi relatif tinggi kisi. Keramik dengan ikatan ionik didominasi juga membentuk struktur-padat, dan sebagainya juga menunjukkan nilai-nilai tinggi ekspansi termal. Struktur kovalen terikat berisi spasi di mana getaran dapat diakomodasi, mengurangi koefisien ekspansi termal. Thermal shock resistensi dapat diberikan oleh perlakuan panas gelas. Struktur anisotropik menunjukkan nilai yang berbeda untuk muai di sepanjang sumbu yang berbeda. Polimer dan elastomer peregangan secara ekstensif pada pemanasan sebelum gagal. 2.6. Bahan Material Material dapat berupa bahan logam dan nonlogam. Berikut ini adalah beberapa contoh bahan logam dan non logam yang digunakan dalam proses interaksi laser dengan material dalam berbagai aplikasi. 2.6.1 Aluminium Gambar 2.8 Alumunium Universitas Sumatera Utara Aluminium berwarna putih keperakan, mempunyai titik lebur 659,7 oC dan titik didih 2,057oC, serta berat jenisnya 2,699 g/cm3 (20oC) aluminium ialah bahan logam yang membutuhkan energi yang tinggi untuk untuk dapat melebur. Alumunium memiliki tingkat konduktivitas dibawah tembaga sehingga penyerapanya kurang sempurna, tetapi memiliki kemampuan terbalik dengan tembaga yaitu memiliki kemampuan melepas atau mengurai panas dengan baik tetapi bahan aluminium kurang baik dalam penyerapan. 2.6.2 Acrylic Gambar 2.9 Acrylic Acrylic adalah bahan sintetis yang bsia berbentuk lembaran. Bahan ini akan mejadi elastis bila dikenai suhu 60oC. Nilai konduktivitas thermal untuk sebagian besar jenis acrylic adalah 0, 19 W/ mK. Titik leleh acrylic 160oC. 2.6.3 Silicon Rubber Gambar 2.10 slicon rubber Silikon adalah polimer nonorganik yang bervariasi, dari cairan, gel, karet, hingga sejenis plastik keras. Beberapa karakteristik khusus silicon adalah tahan dalam suhu tinggi, serta tidak dapat menghantarkan listrik. Karet silikon umumnya non-reaktif, stabil, dan tahan Universitas Sumatera Utara terhadap lingkungan yang ekstrim dan suhu dari -55 ° C sampai +300 ° C. Titik didih 355oC dan titik leleh 1410oC. 2.6.4 Plastik Gambar 2.11 Plastik Bahan plastik merupakan materi yang terbentuk dari berbagai macam polimer dengan komposisi kimia dan struktur fisik yang berbeda-beda. Plastik merupakan bahan yang mudah untuk diproses dan tidak memerlukan energi yang besar. Titik lelehnya 115125oC, mempunyai densitas 0.927-0.940 g/cm3. 2.7 Parameter Laser dalam Interaksi dengan Material Selain sifat material yang mempengaruhi hasil interaksi (crater), parameter dari masing-masing laser yang digunakan juga mempengaruhi bentuk crater. Parameter laser yang mempengaruhi tersebut ialah sebagai berikut. 2.7.1 Daya Laser Tidak semua bahan membutuhkan jumlah daya yang sama saat di interaksikan dengan laser (tingkat di mana energi yang disampaikan oleh cahaya). Bahan tebal membutuhkan daya laser lebih tinggi sementara yang tipis membutuhkan daya laser yang rendah. Laser CO2 memiliki keluaran daya lebih tinggi (sampai puluhan kW) dibandingkan dengan laser zat padat. Bahan-bahan logam biasanya membutuhkan membutuhkan lebih dari dua Universitas Sumatera Utara kW sedangkan bahan-bahan plastik atau komposit dapat menggunakan laser yang berdaya rendah. 2.7.2 Respon Waktu (Respons Time) material akan tergantung pada sistem bahan material tersebut dan kondisi lama waktu laser diinterkasikan dengan material. Nilai respon bahan akan melambat dibandingkan dengan waktu thermalisasi, maka proses dilambangkan sebagai fotothermal, dan dengan begitu energi laser diserap langsung dan berubah menjadi panas. Maka perubahan signifikan terhadap materi akan terjadi. 2.7.3 Titik Fokus Karena berkas (beam) memiliki lebar minimum pada z = 0, seperti gambar 3.17, maka berkas akan memperoleh fokus yang baik pada z = 0. Diluar daerah itu, berkas meningkat secara perlahan atau keluar dari fokus (out of focus). Gambar 2.12 Kedalaman fokus Universitas Sumatera Utara