peningkatan keterampilan berbicara dengan teknik bermain peran

advertisement
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA
DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN
BAGI SISWA KELAS V SDN 2 NGALI
KECAMATAN BELO KABUPATEN BIMA
TAHUN 2010-2011
Jenep Hanapiah
Suwadi
Abstrak: Salah satu tujuan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia adalah agar peserta
didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan
etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Namun, realitas yang ada
menunjukkan bahwa masih banyak siswa kelas V SDN 2 Ngali Kecamatan Belo
Kabupaten Bima yang tidak cakap berbicara. Permasalahan tersebut dapat
diselesaikan dengan teknik bermain peran dalam pembelajaran. Dengan teknik ini
siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajarannya, dan kualitas hasil belajar mereka
dapat ditingkatkan sehingga memperoleh hasil yang maksimal.
Kata kunci: peningkatan, ketrampilan berbicara, teknik bermain peran.
Dalam keterampilan berbahasa
terbagi menjadi empat, yaitu: keterampilan
menyi-mak, berbicara, menulis, dan
membaca. Salah satu aspek keterampilan
berbahasa yang sangat penting peranannya
dalam upaya melahirkan generasi masa
depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan
berbudaya adalah keterampilan berbicara.
Dengan menguasai keterampilan berbicara,
peserta didik akan mampu mengekspresikan
pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai
konteks dan situasi pada saat dia sedang
berbicara. Arsjad dan Mukti (1991:1),
menyatakan
bahwa
dari
kenyataan
berbahasa,
seseorang
lebih
banyak
berkomunikasi secara lisan dibandingkan
dengan cara lain. Dalam kehidupan seharihari lebih dari separuh waktu digunakan
untuk berbicara dan mendengarkan.
Salah satu standar kompetensi yang
harus dicapai oleh siswa SD kelas V adalah
mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bermain drama
(Departemen Pendidikan nasional, 2006).
Standar kompetensi ini terbagi dalam dua
kompetensi dasar yang salah satunya adalah
memerankan tokoh drama dengan lafal,
intonasi, dan ekspresi yang tepat.
Dalam pembelajaran sastra di sekolah,
siswa diajak untuk memerankan tokoh,
berekspresi sesuai dengan karakter tokoh
dalam teks cerita, dan berani berbicara di
depan umum yang ditampilkan dalam
bentuk karya sastra yaitu drama. Untuk itu,
aktivitas pengungkapan karya sastra dalam
bentuk drama ini diterapkan pada pembelajaran berbicara dalam kompetensi dasar
memerankan tokoh drama dengan lafal,
intonasi, dan ekspresi yang tepat. Berbicara
merupakan salah satu keterampilan sastra
yang harus dicapai siswa karena siswa akan
memperoleh banyak manfaat dari kegiatan
berbicara tersebut. Beberapa manfaatnya
adalah siswa dapat mengekspresikan perannya melalui gerak, mimik, dan gesture sesuai dengan karakter tokoh yang diperankan,
siswa dapat menjadikan drama sebagai
media untuk menuangkan kreativitasnya
dalam bermain peran, siswa dapat terlatih
berbicara di depan umum, dan tentunya
siswa mendapatkan keterampilan yang tidak
dapat dimiliki oleh semua orang.
Jenep Hanapiah dan Suwadi adalah guru SD Kecamatan Belo, Kabupaten Bima, NTB.
53
54, J-TEQIP, Tahun 1, Nomor 1, November 2010.
Berbicara merupakan salah satu
kegiatan yang paling banyak dilakukan
manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam kamus linguistik (Kridalaksana,
1982) berbicara (wicara) diartikan sebagai
perbuatan menghasilkan bahasa untuk berkomunikasi sebagai salah satu keterampilan
dasar dalam berbahasa. Berdasarkan definisi
kamus, berbicara atau wicara merupakan
keterampilan berbahasa yang bersifat
produktif
lisan. Berbahasa dikatakan
produktif lisan karena dalam kegiatan ini
orang yang berbicara (pewicara) dituntut
dapat menghasilkan paparan secara lisan
yang merupakan cerminan dari gagasan,
perasaan, dan pikirannya (Tarigan, 2002).
Menurut Zahroh dan Sulistyorini (2010:82),
untuk menghasilkan tuturan yang baik,
pembicara atau pewicara dituntut mengikuti
aturan berbicara, di samping menguasai
komponen-komponen yang terlibat dalam
kegiatan berbicara atau wicara. Komponenkomponen tersebut, antara lain: penguasaan
aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan. Aspek-aspek tersebut meliputi lafal,
tatabahasa, kosakata, kefasihan, dan
pemahaman. Dengan demikian, untuk dapat
berbicara secara baik diperlukan keterampilan yang kompleks.
Drama adalah komposisi prosa yang
diharapkan menggambarkan kehidupan dan
watak melalui tingkah laku (akting) atau
dialog yang dipentaskan. Dalam naskah
drama biasanya mengandung beberapa unsur
pokok, seperti pelaku (tokoh), dialog
(percakapan), dan keterangan (latar, kostum,
aksesoris), serta keterangan lakuan (akting).
Seorang pemain drama harus bisa mengucapkan dialog dengan lafal yang jelas.
Pemain dikatakan mampu bertutur dengan
jelas apabila setiap suku kata yang diucapkannya dapat terdengar jelas oleh penonton
sampai deretan paling belakang. Selain jelas,
pemain harus mampu mengucapkan dialog
secara wajar dan tidak dibuat-buat. Perasaan
dari masing-masing pemain pun harus bisa
ditangkap oleh penonton.
Dalam pembelajaran sastra, keterampilan berbicara khususnya drama dapat
dilakukan dengan bermain peran. Hal ini
dapat memotivasi siswa untuk mengembangkan kreativitas dan imajinasinya.
Dialog (percakapan) dalam teks drama perlu
diucapkan, sehingga melatih siswa untuk
berbicara. Adanya keterampilan berbicara
ini diharapkan siswa dapat berbicara lancar
di depan umum, tentunya bermanfaat dalam
kehidupannya.
Berdasarkan fakta di lapangan menunjukkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran
keterampilan berbicara, siswa masih banyak
mengalamai kesulitan. Selama ini siswa sulit
untuk berbicara di depan umum. Hambatan
lain yang dialami siswa dalam pembelajaran
keterampilan berbicara, khususnya bermain
peran (drama) adalah kurangnya semangat
mereka dalam bermain peran akibat metode
pembelajaran yang digunakan guru masih
kurang menarik bagi siswa. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya
dalam kegiatan pembelajaran kurang bervariasi, guru masih sering menggunakan
metode yang konvensional dalam pembelajarannya sehingga membuat siswa merasa
malas, jenuh, dan tidak dapat membangkitkan motivasi atau minat siswa untuk
mengikuti pembelajaran tersebut.
Kondisi tersebut juga terjadi di SDN 2
Ngali Kecamatan Belo Kabupaten Bima.
Hasil observasi di lapangan juga menunjukkan fenomena bahwa keterampilan
berbicara siswa SDN 2 Ngali Kecamatan
Belo Kabupaten Bima berada pada tingkat
yang rendah pada aspek isi pembicaraan,
aspek penggunaan bahasa, dan aspek performansi. Ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan siswa
dalam berbicara, yaitu faktor eksternal dan
faktor internal. Faktor eksternal, diantaranya
pengaruh penggunaan bahasa Indonesia di
lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam
proses komunikasi sehari-hari, banyak
keluarga yang menggunakan bahasa ibu
(bahasa daerah) sebagai bahasa percakapan
di lingkungan keluarga. Demikian juga
halnya dengan penggunaan bahasa Indonesia
di tengah-tengah masyarakat masih terkontaminasi dengan bahasa ibu yang digunakan
Hanapiah dan Suwadi, Peningkatan Keterampilan Bertanya dengan Teknik Berbagi Peran, 55
sebagai sarana komunikasi. Faktor internal,
kurangnya minat maupun usaha siswa
belajar berbicara dengan lafal, intonasi, dan
ejaan yang tepat dalam keterampilan berbicara. Selain itu, siswa kurang percaya diri
untuk berekspresi di depan umum.
Berdasarkan uraian serta hasil temuan
penelitian di atas, maka diperlukan metode
pembelajaran yang kreatif, efektif, dan
menyenangkan agar dapat membuat siswa
lebih bersemangat dan termotivasi untuk
mengikuti pembelajaran. Salah satu strategi
yang dapat digunakan untuk me-rangsang
keterampilan siswa dalam bermain peran
(drama) adalah strategi kooperatif learning.
Bermain peran dapat dikatagorikan sebagai
salah satu bagian dari strategi kooperatif
learning karena peran selalu dimainkan
dalam kelompok-kelompok yang menuntut
ketergantungan tinggi dari para anggotanya.
Ketergantungan positif tersebut adalah
ketergantungan dalam pencapaian tujuan,
ketergantungan dalam menyelesai-kan tugas,
ketergantungan bahan, ketergan-tungan
peran,
dan
ketergantungan
hadiah.
Ketergantungan dalam pencapaian tujuan
terjadi karena masing-masing anggota
kelompok akan merasa memerlukan temannya dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran. Dalam bermain peran, tidak ada
peran paling penting dan kurang penting
karena konteks bermain peran dirancang
dengan asas keberimbangan (Zahroh dan
Sulistyorini, 2010:84).
Metode bermain peran dapat digunakan untuk menciptakan suasana pembelajaran inovatif. Bermain peran merupakan
salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalahmasalah yang berkaitan dengan hubungan
antarmanusia. Kompetensi yang dikembangkan melalui metode ini antara lain kompetensi bekerjasama, berkomunikasi, tanggung jawab, toleransi, dan menginterpretasikan suatu kejadian (Pratiwi, 2009).
Melalui penggunaan teknik bermain
peran dalam pembelajaran keterampilan
berbicara, para siswa SD kelas V di SDN 2
Ngali, Kecamatan Belo Kabupaten Bima
akan mampu menumbuhkembangkan potensi intelektual, sosial, dan emosional yang
ada dalam dirinya, sehingga kelak mereka
mampu berkomunikasi dan berinteraksi
sosial secara matang, arif, dan dewasa.
Selain itu, mereka juga akan terlatih untuk
mengemukakan gagasan dan perasaan secara
cerdas dan kreatif, mampu berkomunikasi
secara efektif dan efisien sesuai dengan etika
yang berlaku, serta mampu menemukan dan
menggunakan kemampuan analitis dan
imajinatif yang ada dalam dirinya dalam
menghadapi berbagai persoalan yang
muncul dalam kehidupan sehari-hari.
Bermain peran merupakan salah satu
media yang cocok untuk digunakan dalam
pembelajaran drama. Bermain peran juga
dapat
digunakan
untuk
merangsang
kreativitas siswa untuk berekspresi, percaya
diri, dan belajar berkomunikasi di depan
umum, sehingga dapat mendorong proses
belajar-mengajar. Dengan bermain peran
tesebut diharapkan dapat membangkitkan
kreativitas siswa dan diperoleh pengalaman
belajar yang lebih berarti bagi siswa.
Dengan adanya penelitian untuk
meningkatkan kemampuan keterampilan
berbicara dengan menggunakan teknik bermain peran ini, diharapkan keterampilan
berbicara siswa kelas V SDN 2 Ngali
Kecamatan Belo Kabupaten Bima meningkat. Penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai bahan kajian
tentang penggunaan teknik bermain peran
untuk meningkatkan kemampuan berbicara
bagi siswa SD kelas V khususnya.
METODE
Penelitian ini menggunakan ran-cangan
penelitian kualitatif, jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Model rancangan
penelitian tindakan kelas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model rancangan
yang dikembangkan oleh Kemmis dan
McTaggart (1992). Model ini mengikuti alur
56, J-TEQIP, Tahun 1, Nomor 1, November 2010.
yang terdiri dari 4 komponen pokok, yaitu
perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Permasalahan yang
diteliti teridentifikasi ketika peneliti
melaksanakan pembelajaran karena peneliti
adalah guru kelas pada kelas yang
ditelitinya. Berdasarkan permasalahan hasil
temuan tersebut disusun rencana tindakan
silus I yang diwujudkan dalam bentuk
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RRP I).
Selanjutnya rencana tindakan silus I itu
diaplikasikan dalam pelaksanaan tindakan
pembelajaran yang nyata di kelas dengan
melibatkan teman sejawat sebagai observer
dan peneliti bertindak sebagai guru model.
Proses pembelajaran pada tindakan siklus I
diamati oleh 2 orang observer yang bertugas
mencatat seandainya perlu tindakan selanjutnya. Hasil pengamatan observer dijadikan
dasar penyusunan rencana tindakan siklus II.
Selama penelitian berlangsung dibutuhkan
keterlibatan guru yang bekerja secara
kolaboratif.
Uraian di atas mengidentifikasikan
bahwa (1) terdapat permasalahan faktual
dalam pembelajaran, yaitu lemahnya
kemampuan siswa dalam berbicara terutama
pada aspek isi pembicaraan, aspek penggunaan bahasa, dan aspek performansi
masih rendah, (2) ada tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki permasalahan
tersebut, yaitu penggunaan teknik bermain
peran dalam pembelajaran, serta (3) terjadi
kolaborasi antara guru sebagai peneliti
dengan teman sejawat sebagai observer
selama penelitian berlangsung. Berdasarkan
ciri-ciri tersebut, penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas (classroomaction
research) dengan satu kasus.
Penelitian ini terdiri dari dua siklus
yang masing-masing siklus meliputi tahap
perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,
pengamatan dan evaluasi, dan refleksi. Hasil
refleksi siklus I dipakai sebagai dasar untuk
pelaksanaan siklus II. Dengan kata lain,
pemberian tindakan pada siklus II didasarkan pada upaya untuk dapat melaksanakan penggunaan teknik bermain peran
dalam peningkatan ketrampilan berbicara
dengan baik.
Subjek penelitian adalah siswa kelas V
SDN 2 Ngali Kecamatan Belo Kabupaten
Bima. Tindakan kelas yang berupa teknik
bermain peran dalam pembelajaran keterampilan berbicara pada saat pelajaran
Bahasa Indonesia, selama semester I tahun
ajaran 2010/2011. Langkah-langkah dalam
pelaksanaan tindakan, sebagai berikut: (1)
melaksanakan pembelajaran keterampilan
berbicara dengan teknik bermain peran di
kelas V. (2) melakukan pengamatan terhadap tindakan secara sistematis, cermat,
dan obyektif. Pengamatan dilakukan secara
menyeluruh terhadap semua kejadian selama
proses pembelajaran keterampilan berbicara.
Semua hasil data pengamatan tersebut
direkam dalam bentuk catatan lapangan, (3)
melakukan diskusi setelah pembelajaran
untuk membicarakan tentang pelaksanaan
tindakan pembelajaran. Hasil diskusi tersebut digunakan untuk melakukan perbaikan
pada tindakan selanjutnya.
Prosedur penelitian tindakan kelas ini
ada tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan evaluasi,
dan refleksi. Tahap perencanaan tindakan
peneliti dan guru mengadakan persiapan
atau perencanaan tindakan. Penelitian ini
direncanakan dalam dua siklus dan setiap
siklus dilaksanakan selama dua jam
pelajaran (2x35 menit). Pada setiap siklus
dilakukan dua kali pertemuan. Setiap
pertemuan dalam pembelajaran terdiri dari
kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan
akhir. Tahap pelaksanaan tindakan, peneliti
melaksanakan tindakan pembelajaran dan
mengamati selama pembelajaran berlangsung. Pengamatan dan evaluasi, dilakukan
oleh observer teman sejawat, dibantu
dengan alat penunjangnya adalah pedoman
observasi dan catatan lapangan. Halhal yang
perlu diamati dalam proses pembelajaran
dinilai berdasarkan aktifitas kelompok
dengan indikator keberhasilan
tingkat
partisipasi, tanggung jawab, dan kemauan
bekerjasama. Tahap refleksi atau analisis,
analisis data dilakukan dengan meng-
Hanapiah dan Suwadi, Peningkatan Keterampilan Bertanya dengan Teknik Berbagi Peran, 57
gunakan analisis data kualitatif. Pada tahap
ini peneliti bersama teman sejawat mendiskusikan pelaksanaan pembelajaran yang
telah dilakukan.
Data dalam penelitian ini berupa data
tindakan, pengamatan, tuturan, dan data
penilaian hasil. Data yang diperoleh dari
siswa dan guru tersebut merupakan proses
dan produk tindakan pembelajaran berbicara
dengan teknik bermain peran.
Data tentang proses pembelajaran
diperoleh melalui observasi aktivitas belajar
mengajar, serta interaksi yang terjadi di
dalam kelas selama kegiatan pembelajaran.
Observer dalam kegiatan pengamatan dibantu pedoman observasi. Selain itu, catatan
lapangan yag digunakan untuk men-deskripsikan segala yang didengar, dilihat, dirasakan, dan dipikirkan tentang semua kejadian selama berlangsungnya pem-belajaran
keterampilan berbicara, dan mencatat
refleksi terhadap data proses pembelajaran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan
dalam dua siklus. Masing-masing siklus
dilakukan dalam dua kali pertemuan.
Adapun tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas V SDN 2
Ngali kecamatan Belo Kabupaten Bima
dalam keterampilan berbicara melalui teknik
bermain peran.
Hasil Pelaksanaan Siklus I
Kegitan pelaksanaan pembelajaran pada
siklus I dilakukan dua kali pertemuan.
Masing-masing pertemuan selama dua jam
pelajaran (2x35 menit). Pada siklus I
keterlibatan guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas relatif dominan mengingat
siswa yang diajar adalah siswa kelas V SD
dan belum terbiasa belajar dengan teknik
bermain peran. Guru menyiapkan skenario
dialog untuk setiap kelompok dalam kelas
itu. Guru juga terlibat langsung dalam
melatih siswa memerankan tokoh dalam
skenario pada setiap kelompok.
Setelah kegiatan bermain peran
dilaksanakan, pada pertemuan kedua siklus I
dilakukan refleksi antar kelompok untuk
mengomentari penampilan dari kelompok
lain. Penilaian dilakukan pada saat siswa
melakukan latihan pemantapan perannya
masing-masing. Apakah siswa sudah dapat
melakukan perannya sesuai skenario atau
belum. Dari kegiatan ini diketahui bahwa
pengetahuan siswa tentang bermain peran
masih ada kekurangan. Siswa masih kesulitan untuk memainkan karakter tokoh yang
diperankan, dan masih malu untuk berekspresi. Hal ini dapat diketahui dari respon
siswa saat menjawab pertanyaan peneliti
tentang kesulitan yang dialami siswa. Kejadian tersebut ditindaklanjuti peneliti untuk
memberikan tambahan penguatan tentang
bermain peran. Untuk meningkatkan pemahaman siswa, peneliti memberikan contohcontoh bermain peran sesuai dengan
skenario dalam teks.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat
disimpulkan bahwa kegiatan penutup ini
merupakan refleksi dari pembelajaran yang
telah dilaksanakan. Dari kegiatan ini, dapat
diketahui keterampilan siswa dalam
berbicara dengan teknik bermain peran,
kesulitan-kesulitan yang dialami siswa
selama proses pembelajaran, manfaat pembelajaran yang diperoleh siswa, dan
perencanaan kegiatan tindak lanjut dari
pembelajaran keterampilan berbicara dengan
mengunakan teknik bermain peran. Berdasarkan hasil pembelajaran siklus I, hasil
yang dicapai siswa belum menunjuk-kan
hasil yang memuaskan, sehingga perlu
dirancang lagi tindakan siklus II.
Hasil rekapitulasi nilai evaluasi
proses dalam siklus I menunjukkan bahwa
pada umumnya siswa dari tingkat kemampuan akademik rendah memperoleh skor di
bawah 50. Sepuluh skor tertinggi didominasi
oleh siswa dari tingkat kemampuan akademik tinggi. Semetara siswa dari tingkat
kemampuan akademik menengah menempati posisi medium. Skor terendah 40
58, J-TEQIP, Tahun 1, Nomor 1, November 2010.
diperoleh oleh siswa dari kelompok kemampuan akademik rendah, sedangkan skor
tertinggi 80 diperoleh oleh siswa dari
kelompok kemampuan akademik tinggi.
Dari hasil perbandingan antara pengamatan
terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran berdasarkan nilainya dapat diketahui
bahwa sebagian besar siswa yang memperoleh skor minim tersebut adalah siswa
yang tidak aktif dalam kegiatan bermain
peran. Sementara dari tingkat kemampuan
akademik menengah maupun tinggi yang
serius mengikuti pembelajaran pada umumnya mendapat skor tinggi. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa tindakan pada siklus
I belum berhasil sehingga perlu dilakukan
tindakan siklus II.
Hasil Pelaksanaan Siklus II
Secara umum prosedur pelaksanaan
tindakan siklus II ini sama dengan prosedur
pada siklus I. Perbedaannya, dalam siklus II
ini keterlibatan guru pada kegiatan pembelajaran di kelas dikurangi mengingat siswa
yang diajar mulai terbiasa belajar dengan
teknik bermain peran. Guru hanya menyiapkan skenario dialog untuk tiap kelompok
dalam kelas itu. Guru juga tidak terlalu
terlibat dalam melatih siswa memerankan
tokoh dalam skenario pada setiap kelompok,
siswa berlatih sendiri bersama kelompoknya.
Hasil rekapitulasi nilai evaluasi produk
akhir dalam siklus II menunjukkan bahwa
sudah ada peningkatan pada seluruh siswa
pada tingkat kemampuan akademik rendah
sampai tingkat kemampuan akademik tinggi.
Skor terendah 60,5 masih diperoleh oleh
siswa pada kelompok kemampuan akademik
rendah, dan skor tertinggi 90 masih diperoleh oleh kelompok kemampuan
akademik tinggi. Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan skor yang signifikan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa
pembelajaran dalam siklus II ini berlangsung
dalam kondisi tertib dan lancar. Hampir
seluruh siswa aktif mengikuti seluruh
kegiatan pembelajaran. Hal ini berdampak
pada kualitas hasil belajar siswa tentang
keterampilan berbicara. Hasil reka-pitulasi
nilai evaluasi produk akhir dalam siklus II
menunjukkan bahwa ada banyak peningkatan pada seluruh siswa dari tingkat
kemampuan akademik rendah sampai tingkat kemampuan akademik tinggi. Dengan
demikian, dari segi hasil produksi keterampilan berbicara dengan teknik bermain peran
dapat dikategorikan berhasil.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap siswa kelas V yang menunjukkan
bahwa siswa kelas V SDN 2 Ngali kecamatan Belo Kabupaten Bima masih mengalami kesulitan dalam keterampilan berbicara, maka dirancang tindakan sebagai
upaya meningkatkan kemampuan berbicara
siswa dengan menggunakan teknik bermain
peran. Penerapan teknik bermain peran
dalam pembelajaran yang dilakukan dapat
melatih keterampilan siswa dalam berbicara.
Dengan teknik bermain peran diharapkan
kemampuan keterampilan berbicara siswa
SD kelas V dapat meningkat.
Dalam penelitian ini dilakukan dua
tindakan, yaitu tindakan siklus I dan tindakan siklus II. Dalam setiap tindakan
dilakukan dua kali pertemuan, setiap pertemuan selama 2x35 menit. Berdasarkan
hasil pembelajaran pada siklus I dapat
diketahui bahwa pembelajaran dengan
teknik bermain peran yang diterapkan belum
dipahami siswa. Hasil pengamatan terhadap
rekapitulasi nilai evaluasi produk akhir
dalam siklus I diketahui bahwa skor
tertinggi didominasi oleh siswa dari tingkat
kemampuan akademik tinggi. Sebaliknya
skor terendah 40 diperoleh oleh siswa dari
kelompok tingkat akademik akademik
rendah. Indikator tersebut menunjukkan
hasil yang belum memuaskan, sehingga
perlu dirancang lagi tindakan siklus II.
Rancangan pembelajaran dengan menggunakan teknik bermain peran pada tindakan
siklus II ini dapat diketahui keterampilan
siswa dalam berbicara meningkat.
Dalam siklus II keterlibatan guru pada
kegiatan pembelajaran di kelas dikurangi
mengingat siswa yang diajar mulai terbiasa
Hanapiah dan Suwadi, Peningkatan Keterampilan Bertanya dengan Teknik Berbagi Peran, 59
belajar dengan teknik bermain peran. Guru
hanya menyiapkan skenario dialog untuk
tiap kelompok dalam kelas itu. Guru juga
tidak terlalu terlibat dalam melatih siswa
memerankan tokoh dalam skenario pada
setiap kelompok, tetapi siswa berlatih
sendiri bersama kelompoknya.
Hasil rekapitulasi nilai evaluasi produk
akhir dalam siklus II menunjukkan bahwa
sudah ada peningkatan pada seluruh siswa
pada tingkat akademik kemampuan rendah
sampai tingkat akademik kemam-puan
tinggi. Skor terendah 60,5 masih di-peroleh
oleh siswa pada kelompok ke-mampuan
akademik rendah, dan skor ter-tinggi 90
masih diperoleh oleh kelompok kemampuan
akademik tinggi. Hal itu menunjukkan
adanya peningkatan skor yang signifikan.
Berdasarkan uraian di atas dan temuan
penelitian dapat dikatakan bahwa penggunaan teknik bermain peran dapat
meningkatkan kemampuan berbicara siswa
kelas V SDN 2 Ngali kecamatan Belo
Kabupaten Bima. Peningkatan tersebut terdapat pada aspek proses dan hasil pembelajaran. Proses meningkatkan keterampilan
berbicara siswa dengan menggunakan teknik
bermain peran, baik tindakan siklus I
maupun siklus II dilaksanakan dalam tiga
kegiatan, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti,
dan kegiatan akhir dalam pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
Arsjad , Midar.G dan Mukti1 1991.
Pembinaan Kemampuan Berbicara
Jakarta:
bahasa
Indonesia.
Erlangga.
Departemen Pendidikan Nasional. 2006.
Kurikulum
2006,
Standar
Kompetensi Mata pelajaran Bahasa
Indonesia Sekolah Dasar dan
Madrasah
Ibtidaiyah. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
SIMPULAN
Berdasarkan uraian hasil penelitian di
atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara dengan
menggunakan teknik bermain peran yang
dilaksanakan dalam dua tindakan, yaitu
tindakan siklus I dan tindakan siklus II.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
penggunaan teknik bermain peran dapat
meningkatkan keterampilan berbicara di
siswa kelas V SDN 2 Ngali Kecamatan Belo
Kabupaten Bima. Secara rinci keberhasilan
penerapan teknik bermain peran pada
pembelajaran keterampilan berbicara pada
siswa kelas V SDN 2 Ngali Kecamatan Belo
Kabupaten Bima sebagai berikut. (1) teknik
bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara aspek isi, (2) teknik bermain
peran dapat meningkatkan keterampilan
berbicara aspekaspek penggunaan bahasa,
dan (3) teknik bermain peran dapat
meningkatkan keterampilan berbicara aspek
performansi.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia
khususnya aspek berbicara hendaknya guru
menggunakan pembelajaran dengan teknik
bermain peran. Teknik bermain peran sangat
cocok untuk pembelajaran bahasa Indonesia
terutama aspek berbahasa lisan.
Kridalaksana. 1982. Kamus Linguistik
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Kemmis,S. & Taggart, M.C. 1992. The
Action Research Planner. Victoria:
Deakin University Press.
Pratiwi, Yuni. 2009. Penerapan Strategi
bermain Peran dalam Pembelajaran di taman Kanak-Kanak.
Makalah disajikan dalam Lokakarya
Pembelajaran untuk Anak Usia Dini
60, J-TEQIP, Tahun 1, Nomor 1, November 2010.
di TK Negeri Pembina, Malang, 12
September.
Tarigan, H.G. 2002. Berbicara sebagai
suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Zahroh dan Sulistorini. 2010. Strategi
Kooperatif dalam Pembelajaran
Menyimak Berbicara.
Malang:
Asah Asih Asuh (A3).
Download