PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN BAGI SISWA KELAS V SDN 2 NGALI KECAMATAN BELO KABUPATEN BIMA TAHUN 2010-2011 Jenep Hanapiah Suwadi Abstrak: Salah satu tujuan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia adalah agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa masih banyak siswa kelas V SDN 2 Ngali Kecamatan Belo Kabupaten Bima yang tidak cakap berbicara. Permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan teknik bermain peran dalam pembelajaran. Dengan teknik ini siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajarannya, dan kualitas hasil belajar mereka dapat ditingkatkan sehingga memperoleh hasil yang maksimal. Kata kunci: peningkatan, ketrampilan berbicara, teknik bermain peran. Dalam keterampilan berbahasa terbagi menjadi empat, yaitu: keterampilan menyi-mak, berbicara, menulis, dan membaca. Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang berbicara. Arsjad dan Mukti (1991:1), menyatakan bahwa dari kenyataan berbahasa, seseorang lebih banyak berkomunikasi secara lisan dibandingkan dengan cara lain. Dalam kehidupan seharihari lebih dari separuh waktu digunakan untuk berbicara dan mendengarkan. Salah satu standar kompetensi yang harus dicapai oleh siswa SD kelas V adalah mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bermain drama (Departemen Pendidikan nasional, 2006). Standar kompetensi ini terbagi dalam dua kompetensi dasar yang salah satunya adalah memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat. Dalam pembelajaran sastra di sekolah, siswa diajak untuk memerankan tokoh, berekspresi sesuai dengan karakter tokoh dalam teks cerita, dan berani berbicara di depan umum yang ditampilkan dalam bentuk karya sastra yaitu drama. Untuk itu, aktivitas pengungkapan karya sastra dalam bentuk drama ini diterapkan pada pembelajaran berbicara dalam kompetensi dasar memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat. Berbicara merupakan salah satu keterampilan sastra yang harus dicapai siswa karena siswa akan memperoleh banyak manfaat dari kegiatan berbicara tersebut. Beberapa manfaatnya adalah siswa dapat mengekspresikan perannya melalui gerak, mimik, dan gesture sesuai dengan karakter tokoh yang diperankan, siswa dapat menjadikan drama sebagai media untuk menuangkan kreativitasnya dalam bermain peran, siswa dapat terlatih berbicara di depan umum, dan tentunya siswa mendapatkan keterampilan yang tidak dapat dimiliki oleh semua orang. Jenep Hanapiah dan Suwadi adalah guru SD Kecamatan Belo, Kabupaten Bima, NTB. 53 54, J-TEQIP, Tahun 1, Nomor 1, November 2010. Berbicara merupakan salah satu kegiatan yang paling banyak dilakukan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kamus linguistik (Kridalaksana, 1982) berbicara (wicara) diartikan sebagai perbuatan menghasilkan bahasa untuk berkomunikasi sebagai salah satu keterampilan dasar dalam berbahasa. Berdasarkan definisi kamus, berbicara atau wicara merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif lisan. Berbahasa dikatakan produktif lisan karena dalam kegiatan ini orang yang berbicara (pewicara) dituntut dapat menghasilkan paparan secara lisan yang merupakan cerminan dari gagasan, perasaan, dan pikirannya (Tarigan, 2002). Menurut Zahroh dan Sulistyorini (2010:82), untuk menghasilkan tuturan yang baik, pembicara atau pewicara dituntut mengikuti aturan berbicara, di samping menguasai komponen-komponen yang terlibat dalam kegiatan berbicara atau wicara. Komponenkomponen tersebut, antara lain: penguasaan aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan. Aspek-aspek tersebut meliputi lafal, tatabahasa, kosakata, kefasihan, dan pemahaman. Dengan demikian, untuk dapat berbicara secara baik diperlukan keterampilan yang kompleks. Drama adalah komposisi prosa yang diharapkan menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan. Dalam naskah drama biasanya mengandung beberapa unsur pokok, seperti pelaku (tokoh), dialog (percakapan), dan keterangan (latar, kostum, aksesoris), serta keterangan lakuan (akting). Seorang pemain drama harus bisa mengucapkan dialog dengan lafal yang jelas. Pemain dikatakan mampu bertutur dengan jelas apabila setiap suku kata yang diucapkannya dapat terdengar jelas oleh penonton sampai deretan paling belakang. Selain jelas, pemain harus mampu mengucapkan dialog secara wajar dan tidak dibuat-buat. Perasaan dari masing-masing pemain pun harus bisa ditangkap oleh penonton. Dalam pembelajaran sastra, keterampilan berbicara khususnya drama dapat dilakukan dengan bermain peran. Hal ini dapat memotivasi siswa untuk mengembangkan kreativitas dan imajinasinya. Dialog (percakapan) dalam teks drama perlu diucapkan, sehingga melatih siswa untuk berbicara. Adanya keterampilan berbicara ini diharapkan siswa dapat berbicara lancar di depan umum, tentunya bermanfaat dalam kehidupannya. Berdasarkan fakta di lapangan menunjukkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara, siswa masih banyak mengalamai kesulitan. Selama ini siswa sulit untuk berbicara di depan umum. Hambatan lain yang dialami siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara, khususnya bermain peran (drama) adalah kurangnya semangat mereka dalam bermain peran akibat metode pembelajaran yang digunakan guru masih kurang menarik bagi siswa. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya dalam kegiatan pembelajaran kurang bervariasi, guru masih sering menggunakan metode yang konvensional dalam pembelajarannya sehingga membuat siswa merasa malas, jenuh, dan tidak dapat membangkitkan motivasi atau minat siswa untuk mengikuti pembelajaran tersebut. Kondisi tersebut juga terjadi di SDN 2 Ngali Kecamatan Belo Kabupaten Bima. Hasil observasi di lapangan juga menunjukkan fenomena bahwa keterampilan berbicara siswa SDN 2 Ngali Kecamatan Belo Kabupaten Bima berada pada tingkat yang rendah pada aspek isi pembicaraan, aspek penggunaan bahasa, dan aspek performansi. Ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam berbicara, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal, diantaranya pengaruh penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam proses komunikasi sehari-hari, banyak keluarga yang menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai bahasa percakapan di lingkungan keluarga. Demikian juga halnya dengan penggunaan bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat masih terkontaminasi dengan bahasa ibu yang digunakan Hanapiah dan Suwadi, Peningkatan Keterampilan Bertanya dengan Teknik Berbagi Peran, 55 sebagai sarana komunikasi. Faktor internal, kurangnya minat maupun usaha siswa belajar berbicara dengan lafal, intonasi, dan ejaan yang tepat dalam keterampilan berbicara. Selain itu, siswa kurang percaya diri untuk berekspresi di depan umum. Berdasarkan uraian serta hasil temuan penelitian di atas, maka diperlukan metode pembelajaran yang kreatif, efektif, dan menyenangkan agar dapat membuat siswa lebih bersemangat dan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk me-rangsang keterampilan siswa dalam bermain peran (drama) adalah strategi kooperatif learning. Bermain peran dapat dikatagorikan sebagai salah satu bagian dari strategi kooperatif learning karena peran selalu dimainkan dalam kelompok-kelompok yang menuntut ketergantungan tinggi dari para anggotanya. Ketergantungan positif tersebut adalah ketergantungan dalam pencapaian tujuan, ketergantungan dalam menyelesai-kan tugas, ketergantungan bahan, ketergan-tungan peran, dan ketergantungan hadiah. Ketergantungan dalam pencapaian tujuan terjadi karena masing-masing anggota kelompok akan merasa memerlukan temannya dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran. Dalam bermain peran, tidak ada peran paling penting dan kurang penting karena konteks bermain peran dirancang dengan asas keberimbangan (Zahroh dan Sulistyorini, 2010:84). Metode bermain peran dapat digunakan untuk menciptakan suasana pembelajaran inovatif. Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalahmasalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia. Kompetensi yang dikembangkan melalui metode ini antara lain kompetensi bekerjasama, berkomunikasi, tanggung jawab, toleransi, dan menginterpretasikan suatu kejadian (Pratiwi, 2009). Melalui penggunaan teknik bermain peran dalam pembelajaran keterampilan berbicara, para siswa SD kelas V di SDN 2 Ngali, Kecamatan Belo Kabupaten Bima akan mampu menumbuhkembangkan potensi intelektual, sosial, dan emosional yang ada dalam dirinya, sehingga kelak mereka mampu berkomunikasi dan berinteraksi sosial secara matang, arif, dan dewasa. Selain itu, mereka juga akan terlatih untuk mengemukakan gagasan dan perasaan secara cerdas dan kreatif, mampu berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, serta mampu menemukan dan menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Bermain peran merupakan salah satu media yang cocok untuk digunakan dalam pembelajaran drama. Bermain peran juga dapat digunakan untuk merangsang kreativitas siswa untuk berekspresi, percaya diri, dan belajar berkomunikasi di depan umum, sehingga dapat mendorong proses belajar-mengajar. Dengan bermain peran tesebut diharapkan dapat membangkitkan kreativitas siswa dan diperoleh pengalaman belajar yang lebih berarti bagi siswa. Dengan adanya penelitian untuk meningkatkan kemampuan keterampilan berbicara dengan menggunakan teknik bermain peran ini, diharapkan keterampilan berbicara siswa kelas V SDN 2 Ngali Kecamatan Belo Kabupaten Bima meningkat. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan kajian tentang penggunaan teknik bermain peran untuk meningkatkan kemampuan berbicara bagi siswa SD kelas V khususnya. METODE Penelitian ini menggunakan ran-cangan penelitian kualitatif, jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Model rancangan penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model rancangan yang dikembangkan oleh Kemmis dan McTaggart (1992). Model ini mengikuti alur 56, J-TEQIP, Tahun 1, Nomor 1, November 2010. yang terdiri dari 4 komponen pokok, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Permasalahan yang diteliti teridentifikasi ketika peneliti melaksanakan pembelajaran karena peneliti adalah guru kelas pada kelas yang ditelitinya. Berdasarkan permasalahan hasil temuan tersebut disusun rencana tindakan silus I yang diwujudkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RRP I). Selanjutnya rencana tindakan silus I itu diaplikasikan dalam pelaksanaan tindakan pembelajaran yang nyata di kelas dengan melibatkan teman sejawat sebagai observer dan peneliti bertindak sebagai guru model. Proses pembelajaran pada tindakan siklus I diamati oleh 2 orang observer yang bertugas mencatat seandainya perlu tindakan selanjutnya. Hasil pengamatan observer dijadikan dasar penyusunan rencana tindakan siklus II. Selama penelitian berlangsung dibutuhkan keterlibatan guru yang bekerja secara kolaboratif. Uraian di atas mengidentifikasikan bahwa (1) terdapat permasalahan faktual dalam pembelajaran, yaitu lemahnya kemampuan siswa dalam berbicara terutama pada aspek isi pembicaraan, aspek penggunaan bahasa, dan aspek performansi masih rendah, (2) ada tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki permasalahan tersebut, yaitu penggunaan teknik bermain peran dalam pembelajaran, serta (3) terjadi kolaborasi antara guru sebagai peneliti dengan teman sejawat sebagai observer selama penelitian berlangsung. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroomaction research) dengan satu kasus. Penelitian ini terdiri dari dua siklus yang masing-masing siklus meliputi tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan evaluasi, dan refleksi. Hasil refleksi siklus I dipakai sebagai dasar untuk pelaksanaan siklus II. Dengan kata lain, pemberian tindakan pada siklus II didasarkan pada upaya untuk dapat melaksanakan penggunaan teknik bermain peran dalam peningkatan ketrampilan berbicara dengan baik. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SDN 2 Ngali Kecamatan Belo Kabupaten Bima. Tindakan kelas yang berupa teknik bermain peran dalam pembelajaran keterampilan berbicara pada saat pelajaran Bahasa Indonesia, selama semester I tahun ajaran 2010/2011. Langkah-langkah dalam pelaksanaan tindakan, sebagai berikut: (1) melaksanakan pembelajaran keterampilan berbicara dengan teknik bermain peran di kelas V. (2) melakukan pengamatan terhadap tindakan secara sistematis, cermat, dan obyektif. Pengamatan dilakukan secara menyeluruh terhadap semua kejadian selama proses pembelajaran keterampilan berbicara. Semua hasil data pengamatan tersebut direkam dalam bentuk catatan lapangan, (3) melakukan diskusi setelah pembelajaran untuk membicarakan tentang pelaksanaan tindakan pembelajaran. Hasil diskusi tersebut digunakan untuk melakukan perbaikan pada tindakan selanjutnya. Prosedur penelitian tindakan kelas ini ada tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan evaluasi, dan refleksi. Tahap perencanaan tindakan peneliti dan guru mengadakan persiapan atau perencanaan tindakan. Penelitian ini direncanakan dalam dua siklus dan setiap siklus dilaksanakan selama dua jam pelajaran (2x35 menit). Pada setiap siklus dilakukan dua kali pertemuan. Setiap pertemuan dalam pembelajaran terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan pembelajaran dan mengamati selama pembelajaran berlangsung. Pengamatan dan evaluasi, dilakukan oleh observer teman sejawat, dibantu dengan alat penunjangnya adalah pedoman observasi dan catatan lapangan. Halhal yang perlu diamati dalam proses pembelajaran dinilai berdasarkan aktifitas kelompok dengan indikator keberhasilan tingkat partisipasi, tanggung jawab, dan kemauan bekerjasama. Tahap refleksi atau analisis, analisis data dilakukan dengan meng- Hanapiah dan Suwadi, Peningkatan Keterampilan Bertanya dengan Teknik Berbagi Peran, 57 gunakan analisis data kualitatif. Pada tahap ini peneliti bersama teman sejawat mendiskusikan pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan. Data dalam penelitian ini berupa data tindakan, pengamatan, tuturan, dan data penilaian hasil. Data yang diperoleh dari siswa dan guru tersebut merupakan proses dan produk tindakan pembelajaran berbicara dengan teknik bermain peran. Data tentang proses pembelajaran diperoleh melalui observasi aktivitas belajar mengajar, serta interaksi yang terjadi di dalam kelas selama kegiatan pembelajaran. Observer dalam kegiatan pengamatan dibantu pedoman observasi. Selain itu, catatan lapangan yag digunakan untuk men-deskripsikan segala yang didengar, dilihat, dirasakan, dan dipikirkan tentang semua kejadian selama berlangsungnya pem-belajaran keterampilan berbicara, dan mencatat refleksi terhadap data proses pembelajaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing siklus dilakukan dalam dua kali pertemuan. Adapun tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas V SDN 2 Ngali kecamatan Belo Kabupaten Bima dalam keterampilan berbicara melalui teknik bermain peran. Hasil Pelaksanaan Siklus I Kegitan pelaksanaan pembelajaran pada siklus I dilakukan dua kali pertemuan. Masing-masing pertemuan selama dua jam pelajaran (2x35 menit). Pada siklus I keterlibatan guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas relatif dominan mengingat siswa yang diajar adalah siswa kelas V SD dan belum terbiasa belajar dengan teknik bermain peran. Guru menyiapkan skenario dialog untuk setiap kelompok dalam kelas itu. Guru juga terlibat langsung dalam melatih siswa memerankan tokoh dalam skenario pada setiap kelompok. Setelah kegiatan bermain peran dilaksanakan, pada pertemuan kedua siklus I dilakukan refleksi antar kelompok untuk mengomentari penampilan dari kelompok lain. Penilaian dilakukan pada saat siswa melakukan latihan pemantapan perannya masing-masing. Apakah siswa sudah dapat melakukan perannya sesuai skenario atau belum. Dari kegiatan ini diketahui bahwa pengetahuan siswa tentang bermain peran masih ada kekurangan. Siswa masih kesulitan untuk memainkan karakter tokoh yang diperankan, dan masih malu untuk berekspresi. Hal ini dapat diketahui dari respon siswa saat menjawab pertanyaan peneliti tentang kesulitan yang dialami siswa. Kejadian tersebut ditindaklanjuti peneliti untuk memberikan tambahan penguatan tentang bermain peran. Untuk meningkatkan pemahaman siswa, peneliti memberikan contohcontoh bermain peran sesuai dengan skenario dalam teks. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan penutup ini merupakan refleksi dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. Dari kegiatan ini, dapat diketahui keterampilan siswa dalam berbicara dengan teknik bermain peran, kesulitan-kesulitan yang dialami siswa selama proses pembelajaran, manfaat pembelajaran yang diperoleh siswa, dan perencanaan kegiatan tindak lanjut dari pembelajaran keterampilan berbicara dengan mengunakan teknik bermain peran. Berdasarkan hasil pembelajaran siklus I, hasil yang dicapai siswa belum menunjuk-kan hasil yang memuaskan, sehingga perlu dirancang lagi tindakan siklus II. Hasil rekapitulasi nilai evaluasi proses dalam siklus I menunjukkan bahwa pada umumnya siswa dari tingkat kemampuan akademik rendah memperoleh skor di bawah 50. Sepuluh skor tertinggi didominasi oleh siswa dari tingkat kemampuan akademik tinggi. Semetara siswa dari tingkat kemampuan akademik menengah menempati posisi medium. Skor terendah 40 58, J-TEQIP, Tahun 1, Nomor 1, November 2010. diperoleh oleh siswa dari kelompok kemampuan akademik rendah, sedangkan skor tertinggi 80 diperoleh oleh siswa dari kelompok kemampuan akademik tinggi. Dari hasil perbandingan antara pengamatan terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran berdasarkan nilainya dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa yang memperoleh skor minim tersebut adalah siswa yang tidak aktif dalam kegiatan bermain peran. Sementara dari tingkat kemampuan akademik menengah maupun tinggi yang serius mengikuti pembelajaran pada umumnya mendapat skor tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindakan pada siklus I belum berhasil sehingga perlu dilakukan tindakan siklus II. Hasil Pelaksanaan Siklus II Secara umum prosedur pelaksanaan tindakan siklus II ini sama dengan prosedur pada siklus I. Perbedaannya, dalam siklus II ini keterlibatan guru pada kegiatan pembelajaran di kelas dikurangi mengingat siswa yang diajar mulai terbiasa belajar dengan teknik bermain peran. Guru hanya menyiapkan skenario dialog untuk tiap kelompok dalam kelas itu. Guru juga tidak terlalu terlibat dalam melatih siswa memerankan tokoh dalam skenario pada setiap kelompok, siswa berlatih sendiri bersama kelompoknya. Hasil rekapitulasi nilai evaluasi produk akhir dalam siklus II menunjukkan bahwa sudah ada peningkatan pada seluruh siswa pada tingkat kemampuan akademik rendah sampai tingkat kemampuan akademik tinggi. Skor terendah 60,5 masih diperoleh oleh siswa pada kelompok kemampuan akademik rendah, dan skor tertinggi 90 masih diperoleh oleh kelompok kemampuan akademik tinggi. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan skor yang signifikan. Secara umum dapat dikatakan bahwa pembelajaran dalam siklus II ini berlangsung dalam kondisi tertib dan lancar. Hampir seluruh siswa aktif mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran. Hal ini berdampak pada kualitas hasil belajar siswa tentang keterampilan berbicara. Hasil reka-pitulasi nilai evaluasi produk akhir dalam siklus II menunjukkan bahwa ada banyak peningkatan pada seluruh siswa dari tingkat kemampuan akademik rendah sampai tingkat kemampuan akademik tinggi. Dengan demikian, dari segi hasil produksi keterampilan berbicara dengan teknik bermain peran dapat dikategorikan berhasil. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap siswa kelas V yang menunjukkan bahwa siswa kelas V SDN 2 Ngali kecamatan Belo Kabupaten Bima masih mengalami kesulitan dalam keterampilan berbicara, maka dirancang tindakan sebagai upaya meningkatkan kemampuan berbicara siswa dengan menggunakan teknik bermain peran. Penerapan teknik bermain peran dalam pembelajaran yang dilakukan dapat melatih keterampilan siswa dalam berbicara. Dengan teknik bermain peran diharapkan kemampuan keterampilan berbicara siswa SD kelas V dapat meningkat. Dalam penelitian ini dilakukan dua tindakan, yaitu tindakan siklus I dan tindakan siklus II. Dalam setiap tindakan dilakukan dua kali pertemuan, setiap pertemuan selama 2x35 menit. Berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus I dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan teknik bermain peran yang diterapkan belum dipahami siswa. Hasil pengamatan terhadap rekapitulasi nilai evaluasi produk akhir dalam siklus I diketahui bahwa skor tertinggi didominasi oleh siswa dari tingkat kemampuan akademik tinggi. Sebaliknya skor terendah 40 diperoleh oleh siswa dari kelompok tingkat akademik akademik rendah. Indikator tersebut menunjukkan hasil yang belum memuaskan, sehingga perlu dirancang lagi tindakan siklus II. Rancangan pembelajaran dengan menggunakan teknik bermain peran pada tindakan siklus II ini dapat diketahui keterampilan siswa dalam berbicara meningkat. Dalam siklus II keterlibatan guru pada kegiatan pembelajaran di kelas dikurangi mengingat siswa yang diajar mulai terbiasa Hanapiah dan Suwadi, Peningkatan Keterampilan Bertanya dengan Teknik Berbagi Peran, 59 belajar dengan teknik bermain peran. Guru hanya menyiapkan skenario dialog untuk tiap kelompok dalam kelas itu. Guru juga tidak terlalu terlibat dalam melatih siswa memerankan tokoh dalam skenario pada setiap kelompok, tetapi siswa berlatih sendiri bersama kelompoknya. Hasil rekapitulasi nilai evaluasi produk akhir dalam siklus II menunjukkan bahwa sudah ada peningkatan pada seluruh siswa pada tingkat akademik kemampuan rendah sampai tingkat akademik kemam-puan tinggi. Skor terendah 60,5 masih di-peroleh oleh siswa pada kelompok ke-mampuan akademik rendah, dan skor ter-tinggi 90 masih diperoleh oleh kelompok kemampuan akademik tinggi. Hal itu menunjukkan adanya peningkatan skor yang signifikan. Berdasarkan uraian di atas dan temuan penelitian dapat dikatakan bahwa penggunaan teknik bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas V SDN 2 Ngali kecamatan Belo Kabupaten Bima. Peningkatan tersebut terdapat pada aspek proses dan hasil pembelajaran. Proses meningkatkan keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan teknik bermain peran, baik tindakan siklus I maupun siklus II dilaksanakan dalam tiga kegiatan, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir dalam pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN Arsjad , Midar.G dan Mukti1 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Jakarta: bahasa Indonesia. Erlangga. Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum 2006, Standar Kompetensi Mata pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. SIMPULAN Berdasarkan uraian hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan teknik bermain peran yang dilaksanakan dalam dua tindakan, yaitu tindakan siklus I dan tindakan siklus II. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara di siswa kelas V SDN 2 Ngali Kecamatan Belo Kabupaten Bima. Secara rinci keberhasilan penerapan teknik bermain peran pada pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas V SDN 2 Ngali Kecamatan Belo Kabupaten Bima sebagai berikut. (1) teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara aspek isi, (2) teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara aspekaspek penggunaan bahasa, dan (3) teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara aspek performansi. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya aspek berbicara hendaknya guru menggunakan pembelajaran dengan teknik bermain peran. Teknik bermain peran sangat cocok untuk pembelajaran bahasa Indonesia terutama aspek berbahasa lisan. Kridalaksana. 1982. Kamus Linguistik Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Kemmis,S. & Taggart, M.C. 1992. The Action Research Planner. Victoria: Deakin University Press. Pratiwi, Yuni. 2009. Penerapan Strategi bermain Peran dalam Pembelajaran di taman Kanak-Kanak. Makalah disajikan dalam Lokakarya Pembelajaran untuk Anak Usia Dini 60, J-TEQIP, Tahun 1, Nomor 1, November 2010. di TK Negeri Pembina, Malang, 12 September. Tarigan, H.G. 2002. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Zahroh dan Sulistorini. 2010. Strategi Kooperatif dalam Pembelajaran Menyimak Berbicara. Malang: Asah Asih Asuh (A3).