Media Monitoring Online 2017, Capital Inflow Di Obligasi Dan Saham Lebih Dari Rp 126 T (Headline) Tanggal : Media : Halaman : Wartawan : Muatan Berita : Narasumber Rubrik Topik Nilai Iklan Edisi Jum'at , 10 Februari 2017 Investor Daily 1&2 Devie Kania Netral Amalia Adininggar Widyasanti (Direktur Perencanaan Makro dan Analisis Statistik Bappenas), Muhammad Cholifihani (Direktur Jasa Keuangan dan BUMN Bappenas), Sri Mulyani Indrawati (Menteri : Keuangan), Chatib Basri (Presiden Komisaris EXCL), Stephanus Turangan (Presiden Direktur Trimegah Securities), Enny Sri Hartati (Direktur Eksekutif Indef) : Headline : : Rp. 50.215.000 :- JAKARTA – Aliran modal asing ke pasar keuangan maupun sektor riil (foreign direct investment ) tahun ini diperkirakan tetap deras, meski ada risiko kenaikan suku bunga bank sentral AS dan dinamika pilkada serentak di Indonesia. Total capital inflow di pasar surat berharga negara, saham, dan obligasi korporasi tahun ini diproyeksikan meningkat dari tahun lalu yang diperkirakan Rp 126 triliun. Pada Kamis (9/2), asing mencatatkan net buy saham Rp 422,6 miliar di Bursa Efek Indonesia, sehingga mendorong IHSG naik 0,2% ke 5.372. Bank Indonesia mencatat, neraca pembayaran Indonesia pada 2016 surplus US$ 12 miliar atau setara Rp 159,9 triliun, padahal tahun 2015 masih defisit US$ 1,1 miliar. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, sepanjang tahun ini (year to date) aliran dana asing masih meningkat Rp 19,45 triliun di surat berharga negara (SBN) rupiah yang dapat diperdagangkan, menjadi Rp 685,26 triliun. Sedangkan net buy (pembelian bersih) saham oleh asing di Bursa Efek Indonesia (BEI)year to datemencapai Rp 503,9 miliar. “Capital inflow di pasar SBN, saham, dan obligasi korporasi tahun ini bisa tumbuh dari tahun lalu yang sekitar Rp 126 triliun, asalkan pemerintah bisa menjaga persepsi dan sentimen positif investor. Ini mengingat investor di portofolio Indonesia mayoritas berorientasi jangka panjang. Mereka melihat return jangka panjang, misalnya yield Indonesia masih tinggi atau tidak,― kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati di Jakarta, Kamis (9/2). Direktur Jasa Keuangan dan BUMN Bappenas Muhammad Cholifihani mengatakan, selain investasi ke sektor riil, investasi portofolio di Indonesia juga tetap menjadi tujuan investasi para investor global. Dari sisi portofolio, fundamental ekonomi makro yang kuat menjadi faktor kunci dalam berinvestasi. Keadaan ekonomi yang stabil dan terus bertumbuh menjadi salah satu magnet yang mendorong masuknya investasi ke Indonesia. Ekonomi Indonesia tahun 2016 tumbuh sebesar 5,02% dan tahun ini diproyeksikan naik menjadi 5,15,3%. Angka inflasi juga diperkirakan masih terjaga di level 3,49%. Dari sisi imbal hasil, Indonesia masih menjanjikan return yang positif. Suku bunga acuan di Indonesia tercatat masih 4,75%. Sedangkan Bank of Japan misalnya, mempertahankan kebijakan suku bunga minus 0,1%. Return Investasi Tinggi Direktur Perencanaan Makro dan Analisis Statistik Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti optimistis, dengan return investasi yang relatif lebih tinggi dari negara tetangga serta potensi pasar dan daya beli yang besar, Indonesia akan tetap menarik di mata investor. Investasi asing tahun ini yang diperkirakan masih cukup baik juga lantaran proyek-proyek infrastruktur akan terus berjalan. “Proyek-proyek infrastruktur tersebut sebagian juga didanai oleh investor asing. Selain itu, kondisi ekonomi makro yang cukup stabil dan peringkat kemudahan berusaha di Indonesia yang semakin baik menjadi faktor pendukung investasi langsung di Indonesia. FDI (foreign direct investment) tahun ini saya kira akan melampaui target Rp 400 triliun, atau lebih tinggi dari capaian tahun lalu Rp 396,6 triliun,― kata Amalia kepada Investor Daily, Jakarta, Kamis (9/2). Kondisi ekonomi RI yang membaik juga terlihat dari keputusan lembaga pemeringkat Moody’s Investors Service Page 1/2 (Moody’s) untuk menaikkan outlook sovereign credit rating Indonesia dari stable menjadi positive, Rabu (8/2). Ini sekaligus mengafirmasi peringkat Baa3 (investment grade) yang sebelumnya sudah dikantongi Indonesia. Menurut Moody’s, kerentanan sektor eksternal Indonesia menurun, antara lain, berkat dampak fokus kebijakan moneter yang mengutamakan stabilitas ekonomi makro, reformasi subsidi bahan bakar minyak (BBM), dan upaya substitusi impor dengan menggenjot investasi pada sektor manufaktur domestik. Di sisi kelembagaan, efektivitas kebijakan membaik, yang tercermin dari stabilitas ekonomi makro yang berkelanjutan dan disiplin fiskal. Selain itu reformasi struktural di bidang ekonomi, fiskal, dan regulasi terus berlanjut. “Perbaikan lebih lanjut dari sektor eksternal dan kelembagaan tersebut akan memungkinkan perbaikanrating Indonesia ke depan,― paparnya. Pada kesempatan terpisah, Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan mantan Menkeu Chatib Basri menyatakan sebelumnya, investasi di Indonesia tahun ini akan lebih tinggi, baik yang langsung (PMA dan PMDN) maupun portofolio. Untuk investasi langsung, sumber pertumbuhannya berasal dari tingginya ekspansi kredit bank, capex BUMN dan besarnya penyer taan modal negara (PMN) ke BUMN, serta investasi pemerintah (belanja modal APBN). Dari sisi portofolio, fundamental ekonomi makro yang kuat dan proyeksi kapitalisasi pasar yang naik menjadi faktor kunci portofolio di Indonesia tetap menjadi magnet bagi investor. Apalagi, banyak negara lain menerapkan suku bunga negatif. IHSG Berbalik Naik Di Bursa Efek Indonesia, net buy saham Rp 422,6 miliar oleh asing mendorong indeks harga saham gabungan (IHSG) naik 0,2% atau 10,99 poin kemarin, ke level 5.372. Pada dua hari berturut-turut sebelumnya, indeks turun 0,6% ke level 5.361. “Rilis posisi neraca pembayaran Indonesia yang surplus merupakan satu indikasi yang baik untuk pergerakan IHSG ke depan. Kami berharap, IHSG dapat mencapai level 6.000 pada akhir 2017,― kata Direktur Utama PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM) Stephanus Turangan kepada Investor Daily di Jakarta, kemarin. Namun demikian, Stephanus juga mengakui, masih sukar memprediksi pergerakan IHSG ke depan. Investor juga perlumelihat kebijakan-kebijakan yang akan diambil Amerika Serikat sepanjang tahun ini. “Hal lain, hari sebelumnya, Moody’s sudah menaikkan outlook sovereign credit rating Indonesia, dari stable menjadi positive. Tentu harapannya, ini dapat menaikkan jumlah investor asing yang masuk ke Indonesia untuk berinvestasi,― tandas dia. Cholifihani mengakui, memahami motif investor memang tidak mudah. Investor umumnya menggunakan semua informasi yang tersedia untuk membentuk ekspektasi rasional dalam pengambilan keputusan investasi. “Investor yang rasional pasti akan menggunakan rasionalitas dan semua informasi yang tersedia di pasar untuk menentukan mana yang akan memberikan insentif lebih baik, mana emiten yang fundamentalnya lebih baik seperti terlihat pada profitabilitas, serta mana yang imbal hasilnya lebih baik. Jika ada tempat yang memberikan insentif yang lebih baik, investor rasional akanmemindahkan dananya,― papar dia. Sedangkan Enny Sri Hartati menuturkan, investor akan melihat perbandingan return investasi antara Indonesia dengan negara lain. Meskipunyield SBN RI masih relatif lebih tinggi dari negara tetangga seperti Malaysia atau Singapura misalnya, namun nilai tukar rupiah juga menjadi acuan investasi. “Saat ini ada tren penguatan dolar AS seiring rencana kenaikan FFR (Fed funds rate). Jadi, meski T-Bill ASyieldnya lebih rendah, investor bisa saja lebih melirik ke sana lantaran dolar yang terapresiasi,― imbuhnya. Faktor lain adalah insentif yang diberikan pemerintah. Vietnam, Thailand, dan Myanmar misalnya, kini mulai menawarkan fasilitas tax holiday hingga 30-35 tahun. Hal ini bisa membuat investor berpaling. Terakhir, lanjut dia, faktor risiko instabilitas politik (kegaduhan) yang bisa menjurus pada capital outflow “Kalau di FDI kita relatif lebih stabil, karena investor yang sudah komitmen bikin pabrik misalnya, gak mungkin dia gak nerusin. Saya kira pemerintah harus lebih fokus menarik FDI, mengingat saat ini momentum investasi di kawasan industri sedang bagus,― kata Enny. (en) Page 2/2