Studi Kasus Terapi Gestalt

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Psikologi Konseling
P e rb a n di n g an st u d i k a s us d ar i b er b a g a i T e k n i k da n T e or i K o s el i ng
Fakultas
Program Studi
Psikologi
Psikologi
Tatap Muka
13
Kode MK
Disusun Oleh
MK 61033
Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog
Abstract
Kompetensi
Modul berisi mengenai review studi
kasus dari berbagai teknik dan teori
konseling.
Mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan studi kasus dari berbagai
teknik dan teori konseling.
I. Perbandingan Studi Kasus dengan Berbagai
Teknik dan Teori Konseling
1. Psychoanalysis Therapy
Psikoanalisa merupakan suatu system psikologi dan system filsafat. Sebagai suatu
system psikologi, psikoanalisa merupakan sistem yang paling lengkap yang tersedia. Ia
mengandaikan
pengalaman batiniah dan perilaku lahiriah individu, baik di masa kini
maupun di masa lampau, baik situasi individunya maupun situasi sosialnya. Sebagai suatu
filsafat, psikoanalisa mempertimbangkan perubahan individual melalui terapi, bimbingan
orang yang utama, dan pendidikan, perubahan sosial yang rasional oleh kelompokkelompok individu bebas yang bertindak sesuai dengan rasio.
Psikoanalisa pada hakikatnya merupakan sebuah teori kepribadian: bagaimana membentuk,
berkembang, memerinci penyakit, dan bagaimana ia menjadi menyehatkan. Teori
kepribadian menurut Freud, menyangkut tiga hal:
Teknik
1) Penggunaan hubungan sistematis antara klien dan konselor.
Dengan menjadi netral dan tidak terikat, maka konselor dapat meyakinkan bahwa perasaan
klien terhadap dirinya bukan akibat apa yang dilakukannya, tapi sebagai hasil dari klien yang
memproyeksikan citra ibu, ayah atau yang lainnya, kepada si konselor.
2) Melakukan identifikasi dan analisis terhadap penolakan dan pertahanan.
Ketika klien membicarakan permasalahannya, konselor mungkin bisa mencatat bahwa si
klien mengelak, memotong, atau mempertahankan diri dari perasaan atau fakta tertentu.
Freud memandang penting untuk mengetahui sumber penolakan tersebut, dan kondisi
tersebut akan menarik perhatian klien apabila terjadi terus-menerus.
3) Asosiasi bebas atau ” katakan apapun yang muncul dalam pikiran.
Asosiasi bebas adalah sutu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa
lampau dan pelepasan emosi–emosi yang berkaitan dengan situasi–situasi traumatik di
masa lampau, yang dikenal dengan sebutan katarsis. Selama proses asosiasi bebas
berlangsung, tugas analis adalah mengenali bahan yang direpres dan dikurung di dalam
ketaksadaran. Analis menafsirkan bahan itu dan menyampaikannya kepada klien,
membimbing klien ke arah peningkatan pemahaman atas dinamika-dinamika yang
mendasarinya, yang tidak disadari oleh klien. Tujuannya adalah membantu klien
membicarakan dirinya sendiri dengan cara yang cenderung tidak terpengaruhi oleh
mekanisme pertahanan ini.
2016
2
Psikologi Konseling
Muhammad Ramadhan M.Psi,
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
4) Menganalisa mimpi dan fantasi.
Analisa mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak
disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak
terselesaikan. Tugas analis adalah menyingkap makna–makna yang disamarkan dengan
mempelajari simbol-simbol yang terdapat pada isi manifest mimpi.
Tujuannya adalah untuk menguji materi yang muncul dari level kepribadian seseorang yang
lebih dalam dan lepas dari pertahanan dirinya. Hal tersebut mengasumsikan bahwa
peristiwa dalam mimpi secara simbolis mempresentasikan orang, dorongan atau situasi
yang terjadi pada masa sadar.
5) Interpretasi (penafsiran).
Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam menganalisis asosiasi-asosiasi bebas,
mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensi-transferensi. Prosedurnya terdiri atas
tindakan–tindakan analis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien maknamakna tingkahlaku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensiresistensi, dan oleh hubungan terapiutik itu sendiri. Fungsi penafsiran adalah mendorong
ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses penyingkapan bahan
tak sadar lebih lanjut.
6) Beragam teknik lainnya.
Di sini para terapis menggunakan bermacam-macam teknik sesuai dengan klien yang
mereka hadapi. Seperti mainan dan permainan yang memungkinkan anak untuk bisa
mengeksternalisasikan ketakutan dan kekhawatirannya. Bagi klien dewasa menggunakan
teknik ekspresif seperti seni, mematung dan membuat puisi. Selain itu juga bisa dengan
menulis catatan harian.
Studi Kasus Terapi Psikoanalisa
Di sebuah perumahan di daerah Depok Timur ada seorang anak kecil yang bernama
Mira. Dia adalah seorang gadis yang lucu dan ceria. Dia hidup bersama kedua orang tuanya
dan kedua kakaknya. Di usianya yang beranjak 6 tahun ada kejadian yang membuatnya
sering sekali merasa ketakutan apalagi pada saat dekat ayahnya. Hal ini dikarenakan dia
sering melihat perlakuan ayahnya yang tidak senonoh pada kedua kakanya dan juga
terlebih-lebih pada ibunya. Pada saat itu ayahnya sering sekali memukul tanpa segansegan, bahkan benda tajam pun sering dipakai ayahnya untuk menyiksa ibunya ketika
ibunya memiliki sedikit kesalahan. Kejadian-kejadian itu sering dialami Mira hingga dia
beranjak dewasa, yaitu di usia 15 tahun. Ada banyak rasa kekecewaan hingga membuatnya
sering mengalami ketakutan yang berlebihan. Dia tidak menyangka sesosok pria yang
sebelumnya dia banggakan, hanya dapat menyakiti seorang wanita lemah. Karena rasa
sakit yang timbul di dalam hatinya mulai merasuk ke dalam jiwa dan menjadikan dia
2016
3
Psikologi Konseling
Muhammad Ramadhan M.Psi,
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
traumatis atau ketakutan yang berlebihan di bawah alam sadar akan sesuatu hal. Semenjak
kejadian itu akhirnya Mira pun mulai menutup dirinya terlebih lebih pada seorang pria.
Di saat Mira mulai memasuki bangku SMU, dia mulai mempunyai banyak teman dan
salah satu teman terbaiknya di sekolah adalah Shisha. Bersama Shisha, Mira merasakan
kenyamanan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, dia bisa berbagi semua beban
yang selama ini dia pendam seorang diri. Di matanya Shisha adalah sesosok teman yang
sangat mengerti dirinya dan selalu menemaninya kapan pun dia butuhkan. Tetapi kemudian
terjadi sesuatu hal yang tanpa ia sadari telah menyentuh hatinya, karena kenyamanan yang
dirasakannya pada Shisha membuatnya menyukai Shisha. Dia pun akhirnya menikmati
setiap saat bersama Shisha dan semenjak kejadian itu Mira semakin hari semakin
membenci pria di sekelilingnya. Terlebih jika pria itu mulai menyukainya, maka dengan sinis
dia menanggapi pria-pria yang ingin mendekatinya. Hal itu terjadi karena Mira masih sering
kali terbayang-bayang akan masa lalunya sehingga dia takut untuk menjalin hubungan
dengan pria. Dia takut kejadian yang dialami ibunya dan juga kedua kakak perempuannya
terjadi pada dirinya juga.
Kepribadian Mira dalam Perspektif Psikoanalisis
Dalam pandangan psikoanalisa yang menyebabkan seseorang menjadi lesbian
adalah adanya trauma di masa lalu, yang dalam perkembangan selanjutnya berpengaruh
pada kepribadian khususnya struktur kepribadian yang terdiri dari id, ego, dan superego. Id
yang merupakan komponen biologis dan berprinsip pada kesenangan (pleasure principle),
ego merupakan komponen psikologis yang berpirinsip kenyataan, sedangkan superego
memiliki fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamisme, dan mekanisme sendiri.
Dominasi energi id yang terjadi dalam diri Mira disebabkan oleh lemahnya energi ego dan
superego,
karena
pada
dasarnya
kemunculan
perilaku
menurut
Freud
selalu
dilatarbelakangi oleh dialog antara id, ego dan superego. Apabila ego dan superego yang
dimiliki Mira tidak kuat, maka dalam proses dialog akan selalu dimenangkan oleh id dan
perilaku yang muncul akan selalu didominasi oleh untuk memperoleh kesenangan yang
merupakan prinsip kerja id.
Dalam menjalin hubungan dengan teman perempuannya, Mira sangat menikmati dan
tanpa rasa bersalah karena rasa bersalah telah dibuangnya, dan bagi Mira membangun
suatu hubungan yang intens dengan teman perempuannya lebih mendapat kepuasan dan
kenyamanan batin dan lebih mengetahui titik-titik kepuasan perempuan, sehingga
kenikmatan seksual mudah tercapai. Kondisi seperti ini, id mendominasi karena sifat id yang
instingtual mengeksternalisasikan diri melalui sebuah prinsip kenikmatan (pleasure principle)
dan agar tujuan prinsip kesenangan tercapai maka id memproduksi libido kesenangan yang
disebut hasrat seksual. Meskipun ego sebenarnya menyangkal untuk melindungi diri dari
2016
4
Psikologi Konseling
Muhammad Ramadhan M.Psi,
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kenyataan yang tidak menyenangkan bahwa lawan jenis tidak bisa memberikan kenyaman
batin dan tidak bisa berkomitment, namun superego tidak bisa menghalangi impuls-impuls
dari id dan tidak bisa mendorong ego yang berprinsip realita menjadi prinsip moralistis
sehingga ia melanggar aturan yang telah ada di lingkungannya, bahwa seorang perempuan
tidak boleh menyukai sesama jenisnya. Rasa malu, bersalah dan minder sebenarnya bukan
dibuang tetapi direpresi dalam bawah sadarnya (unconciousness), karena id lebih
mendominasi dalam tingkah lakunya, membutuhkan rasa nyaman dan dimengerti oleh orang
lain.
2. Client Centered Therapy
Konsep dasar dari client-centered therapy adalah bahwa inidividu memiliki
kecenderungan untuk mengakutalisasikan diri (actualizing tendencies) yang berfungsi satu
sama lain dalam sebuah organisme. Para terapis lebih terfokus pada “potensi apa yang
dapat dimanfaatkan”. Di dalam terapi ini terdapat dua kondisi inti: congruence dan
unconditional positive regard. Congruence merujuk pada bagaimana terapis dapat
mengasimilasikan dan menggiring pengalaman agar klien sadar dan memaknai pengalaman
tersebut. Unconditional positive regard adalah bagaimana terapis dapat menerima klien apa
adanya, di mana terapis membiarkan dan menerima apa yang klien ucapkan, pikirkan, dan
lakukan. Di samping itu , terdapat juga sejumlah konsep dasar dari sisi klien, yakni selfconcept, locus of evaluation, dan experiencing Self concept merujuk pada bagaimana klien
memandang-memikirkan-menghargai diri sendiri. Locus of evaluation merujuk dari sudut
pandang mana klien menilai diri. Orang yang bermasalah akan terlalu menilai diri mereka
berdasar persepsi orang lain (eksternal). Experiencing, adalah proses di mana klien
mengubah pola pandangnya, dari yang kaku dan terbatas menjadi lebih terbuka.
Ada beberapa konsep-konsep kepribadian yang dikemukakan Rogers, yaitu:
a. Pengalaman, yakni alam subjektif dari individual, dimana hanya indidivu spesifik yang
benar-benar memahami alam subjektif dirinya sendiri;
b. Realitas, yaitu persepsi individual terhadap lingkungan sekitarnya yang subjektif, dimana
perubahan terhadap persepsi akan memengaruhi pandangan individu terhadap dirinya;
c. Kecenderungan individu untuk bereaksi sebagai keseluruhan yang beraturan (organized
whole), dimana individu cenderung bereaksi terhadap apa yang penting bagi mereka (skala
prioritas);
d. Kecenderungan individu untuk melakukan aktualisasi, dimana individu pada dasarnya
memiliki kecenderungan untuk menunjukkan potensi diri mereka, bahkan meskipun apa
yang mereka lakukan (dan pikirkan) irasional;
e.
Kerangka acuan internal yakni bagaimana individu memandang dunia dengan cara unik
mereka sendiri;
2016
5
Psikologi Konseling
Muhammad Ramadhan M.Psi,
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
f.
Self atau diri, yakni bagaimana individu memandang secara keseluruhan hubungan aku (I)
dan diriku (me), dan bagaimana hubungan keduanya dengan lingkungan;
g.
Simbolisasi, dimana individu menjadi sadar dengan pengalamannya, dan simbolisasi itu
seringkali muncul secara konsisten dengan konsep diri;
h.
Penyesuaian psikologis, dimana keberadaan congruence antara konsep diri dan persepsi
individu akan menjadikan individu dapat melakukan penyesuaian psikologis (dan
sebaliknya);
i.
Proses penilaian organis, dimana individu membuat penilaian pribadi berdasarkan nilai yang
dianutnya.
j.
Orang yang berfungsi sepenuhnya, dimana orang-orang seperti ini adalah mereka yang
mampu merasakan pengalamannya, terbuka terhadap pengalaman, dan tidak takut akan
apa yang mereka sedang dan mungkin alami.
Studi Kasus Client Centererd Therapy
Misalnya, seorang mahasiswi mengira bahwa dia sangat sayang pada adiknya yang
perempuan, tetapi pada suatu saat dia mulai sadar akan tingkah lakunya yang bertentangan
dengan fikiran itu, karena ternyata dia berkali-kali mengucapkan kata-kata yang sengit
penuh rasa iri kepada adiknya yang sudah mempunyai pacar. Padahal, terhadap adik
sendiri seorang kakak tidak boleh bertindak begitu. Pengalaman yang nyata ini menunjuk
pada suatu pertentangan antara siapa saya ini sebenarnya dan seharusnya menjadi orang
yang bagaimana. Bilamana mahasiswi mulai menyadari kesenjangan dan mengakui
pertentangan itu, dia menghadapi keadaan dirinya sebagaimana adanya. Kesadaran yang
masih samar-samar akan kesenjangan itu menggejala dalam perasaan kurang tenang dan
cemas serta dalam evaluasi diri sebagai orang yang tidak pantas (worthless). Mahasiswi ini
siap untuk menerima layanan konseling dan menjalani proses konseling untuk menutup
jurang pemisah antara dua kutub di dalam dirinya sendiri, serta akhirnya menemukan dirinya
kembali sebagai orang yang pantas (person of worth).
3. Gestalt Therapy
Gestalt lebih menekankan pada pada apa yang dialami oleh klien saat ini daripada
hal-hal yang pernah dialaminya. Dengan kata lain, Gestalt lebih memusatkan pada
bagaimana klien berperilaku, berpikiran dan merasakan pada situasi saat ini (here and now)
sebagai usaha untuk memahami diri daripada mengapa ia berperilaku seperti itu.
Perilaku menyimpang pada manusia seringkali tidak disadari oleh seseorang, atau
bahkan dia menolak bahwa mereka memiliki masalah. Dengan demikian, tujuan konseling
dalam konseling Gestalt adalah reowning. Pengakuan (menyadari) bahwa satu-satunya
2016
6
Psikologi Konseling
Muhammad Ramadhan M.Psi,
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kenyataan yang kita miliki ialah kenyataan saat ini, orang serupa itu tidak melihat
kebelakang atau ke depan untuk menemukan arti atau maksud dalam kehidupan.
Asumsi dasar terapi Gestalt adalah bahwa individu-individu mampu menangani sendiri
masalah-masalah hidupnya secara efektif. Individu seringkali mengalami masalah dengan
orang lain di masa lalu. Menurut Gestalt, masalah masa lalu yang belum terselesaikan atau
terpecahkan disebut dengan Unfinished Bussiness yang dapat dimanifestasikan dengan
munculnya kemarahan (resentment), amukan (rage), kebencian (hatred), rasa sakit (pain),
cemas (anxiety), duka cita (grief), rasa bersalah (guild) dan perilaku menunda
(abandonment). Polster (dalam Corey, 2005) menyatakan bahwa beberapa bentuk perilaku
akibat unfinished bussines adalah seseorang akan asyik dengan dirinya sendiri, memaksa
orang lain untuk menuruti kehendaknya, bentuk-bentuk perilaku yang menempatkan dirinya
sebagai orang kalah, bahkan seringkali muncul simptom-simptom penyakit fisik.
Studi Kasus Terapi Gestalt
Seorang remaja perempuan yang duduk di bangku kuliah, berumur 20 tahun,
berinisial P, memiliki konflik dalam memilih keputusan untuk masa depannya. P adalah
anak yang biasa melakukan semua hal sendiri. Di masa kecilnya, P dikenal anak yang
sangat manja. Di umurnya sekarang, P mengakui bahwa ia belum seluruhnya mandiri akan
hidupnya. Walaupun ia sudah ditinggalkan ibu dan ayah yang tidak tahu keberadaannya. Ia
belum bisa untuk memikirkan pekerjaan untuk masa depan, ia menginginkan setelah lulus
sarjana melanjutkan ke S2. Meski orangtua tidak ada di sisinya, namun P masih memiliki
kakak laki-laki yang mengurusi segala investasi dari orang tua.
P tidak sanggup mengatakan keinginannya kepada kakaknya untuk menjual
sebagian kecil aset yang ditinggalkan orangtuanya untuk biaya kuliahnya melanjutkan ke
S2. Sebelumnya sang kakak pernah menjual aset tersebut dengan mengatas namakan P,
padahal kakaknya menggunakan untuk keperluan pribadinya. Jadi kali ini P ingin
merealisasikan keinginannya. P merasa bahwa permintaannya itu tidaklah berat. P ragu
mengatakan keinginannya tersebut kepada kakaknya, karena takut tidak dikabulkan.
Bagaimana seharusnya P bertindak?
Analisa Kasus Menggunakan Pendekatan Gestalt
Pada kasus ini, konselor dapat menerapkan teknik pembalikan. Teknik pembalikan
maksudnya adalah konseli terjun ke dalam suatu yang ditakutinya karena dianggap bisa
menimbulkan kecemasan, dan menjalin hubungan dengan bagian-bagian diri yang telah
ditekan atau diingkarinya. Gejala-gejala dan tingkah laku sering kali mempresentasikan
2016
7
Psikologi Konseling
Muhammad Ramadhan M.Psi,
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasari. Jadi konselor bisa meminta klien
memainkan peran yang bertentangan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya atau
pembalikan dari kepribadiannya.
Seperti halnya P yang takut dan ragu untuk mengungkapkan keinginannya kepada
kakaknya untuk melanjutkan S2 dan meminta kakaknya untuk menjual sedikit aset yang
ditinggalkan oleh orangtua mereka untuk biaya kuliahnya nanti. Karena P sangat
menginginkan setelah lulus sarjana nanti P ingin melanjutkan S2. Di sini konselor perlu
membawa klien untuk masuk ke dalam suatu yang ditakutinya itu. Konselor berusaha
meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
sesuai dengan kondisi klien. P tidak perlu takut untuk mengatakan keinginannya kepada
abangnya tersebut dan konselor perlu meyakinkan konseli bahwa permintaannya itu akan
dikabulkan oleh kakaknya, dengan satu hal yang perlu diingat bahwa P harus bertanggung
jawab dengan apa yang telah menjadi keputusannya itu kepada kakaknya dan dirinya
sendiri. Walaupun P belum bisa memikirkan pekerjaan untuk masa depannya. Ada dua hal
yang dilakukan konselor yaitu, membangkitkan motivasi P sekaligus meyakinkan P bahwa
permintaannya akan dikabulkan oleh sang kakak, dan membangkitkan otonomi P
(menekankan bahwa P harus mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab
kepada konselor bahwa P ingin melanjutkan S2 dengan sungguh-sungguh).
Setelah P memperoleh pemahaman dan penyegaran tentang pikiran, perasaan, dan
tingkah lakunya, konselor mengantarkan P memasuki fase akhir konseling. Pada fase ini P
menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu
yang unik dan manusawi. Sehingga dalam kasus ini, sebenarnya tujuan utama dari
konseling Gestalt adalah membantu P agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan
maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa P haruslah
menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan
hidupnya.
Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara
penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui
konseling, konselor membantu P agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dapat
dikembangkan
secara
optimal.
Dimana
pendekatan
yang
sangat
memperhatikan
kemampuan organisme untuk berkembang dan menentukan tujuannya adalah pendekatan
Gestalt. Pendekatan Gestalt lebih menekankan pada apa yang terjadi saat ini-dan-di sini,
dan proses yang berlangsung, bukan pada masa lalu ataupun masa depan. Sehingga P
dapat mengatakan keinginannya itu kepada abangnya dengan sungguh-sungguh. Bahwa
2016
8
Psikologi Konseling
Muhammad Ramadhan M.Psi,
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
keinginannya saat ini dapat mempersiapkan dirinya untuk melanjutkan S2. Yang penting
dalam pendekatan ini adalah kesadaran saat ini dalam pengalaman seseorang.
4. Behaviour Therapy
Gerald Corey menjelaskan bahwa terapi behavioral adalah pendekatan-pendekatan
terhadap konseling dan psikoterapi yang berkaitan dengan pengubahan tingkah laku.
Pendekatan, teknik, dan prosedur yang dilakukan berakar pada berbagai teori tentang
belajar. Terapi behavior adalah salah satu teknik yang digunakan dalam menyelesaikan
tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan dorongan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidup, yang dilakukan melalui proses belajar agar bisa bertindak dan
bertingkah laku lebih efektif, lalu mampu menanggapi situasi dan masalah dengan cara yang
lebih efektif dan efisien. Aktifitas inilah yang disebut sebagai belajar.
Albert Ellis pada tahun 1995 mengembangkan REBT atau Rational Emotive
Behavioral Therapy yang merupakan salah satu dari terapi kognitif behavioral. REBT
berorientasi kepada kesadaran dan kelakuan sebagai itu juga tekanan yang berpikir,
menilai, mengambil keputusan, analisa dan perilaku. Penerimaan dasar REBT adalah
bahwa orang membantu dalam masalah psikologis mereka sendiri, serta sampai gejala
spesifik, oleh cara mereka menerjemahkan peristiwa dan situasi yang dialami. REBT
didasarkan pada asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi untuk berfikir rasional
dan tidak rasional. REBT mencoba menolong mereka menerima diri sendiri sebagai
makhluk yang akan membuat kesalahan.
A-B-C framework adalah pusat dari teori dan praktek REBT. Model ini menyediakan
alat yang berguna untuk membantu mengerti perasaan klien, fikiran, peristiwa-peristiwa
yang dialami klien dan kelakuan klien. A adalah keberadaan dari fakta dalam sebuah
peristiwa atau perlakuan atau sikap klien. C adalah emosi dan akibat dari perlakuan atau
reaksi dari individu, reaksinya bias berupa reaksi yang sehat atau yang tidak sehat. A
(peristiwa yang aktif) tidak menyebabkan C (emosi dari akibat).
Melainkan, B yaitu
keyakinan seseorang tentang A yang menyebabkan C.
Studi Kasus Behaviour
Dalam sebuah film berjudul American Horror Story, diceritakan tentang seseorang
pria paruh baya yang datang ke seorang konselor untuk mengatasi ketakutannya pada
hantu dari cerita legenda masyarakat, yang dikatakan akan datang membunuhnya ketika ia
melihat ke dalam kaca sambil menucapkan kata “here, piggy-piggy-pig”. Konselor tersebut
menerapkan REBT pada kliennya, menanyakan tentang keyakinannya yang tidak rasional
pada cerita tersebut, mengkonfrontasikan ketakutannya pada hantu yang diyakininya akan
2016
9
Psikologi Konseling
Muhammad Ramadhan M.Psi,
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
datang dan membunuhnya itu dengan menjelaskan bahwa cerita rakyat tersebut adalah
sesuatu yang dibuat oleh orang untuk menakut-nakuti orang lain, serta memberikan klien
tersebut sebuah pekerjaan rumah, yaitu untuk melihat ke dalam kaca selama beberapa
menit.
Dalam
A-B-C framework,
peristiwa
klien mengatakan “here,
piggy-pig-pig”
merupakan point A, ketakutan akan dibunuh oleh hantu setelah mengatakan hal tersebut
yang menyebabkan klien tidak pernah melihat ke arah cermin merupakan point C,
sedangkan keyakinan akan dibunuh oleh hantu itu sendiri merupakan keyakinan yang tidak
rasional yang merupakan point B.
5. Cognitif Therapy
Defenisi Terapi kognitif adalah terapi jangka pendek yang teratur, yang memberikan
dasar berpikir pada klien untuk mengekspresikan perasaan negatifnya, memahami
masalahnya, serta mampu mengatasi perasaan negatifnya dan mampu memecahkan
masalah tersebut.
Untuk menciptakan rasa positif dalam hidup anda dan untuk mengatasi rasa murung
memerlukan tehnik-tehnik baru. Tehnik-tehnik baru tersebut didasarkan pada suatu bentuk
penanganan baru yang dikenal sebagai terapi kognitif, suatu tindak pendekatan yang cepat
dalam menangani kekecewaan emosional seperti depresi dan kecemasan. Penanganan
baru ini disebut “terapi kognitif” yang melatih untuk mengubah cara anda menafsirkan dan
memandang segala sesuatu pada saat anda mengalami kekecewaan sedemikian rupa
hingga anda merasa lebih baik dan bertindak produktif. Tehnik mengatasi rasa murung
sebenarnya sangatlah mudah dan efektif. Pada kenyataannya, terapi kognitif adalah bentuk
pertama psikoterapi dalam sejarah yang dalam study-study riset klinis telah terbukti lebih
efektif daripada terapi obat antidepresi terhadap depresi yang serius.
Terapi baru ini menekankan pada “campur tangan” penanganan yang didasari pada
akal sehat. Proses kerjanya yang cepat telah menyebabkan keragu-raguan di antara banyak
ahlii terapi analitis yang berorientasi tradisional. Inti ajaran psikologi kognitif adalah bahwa
segala informasi yang masuk diproses di dalam kognisi manusia sebelum akhirnya menjadi
keputusan, kesimpulan, pandangan, sikap atau perilaku. Burns mengemukakan bahwa kata
kognitif hanyalah sekedar mengacu pada bagaimana anda berpikir dan merasa tentang
sesuatu, pada saat tertentu.
Terkait dengan hal ini, Dr. Beck mengemukkan dalam tesisnya :
1. Bila anda sedang mengalami depresi atau kecemasan, maka anda berpikir secara tidak
logis dan negatif, dan secara tidak sadar akan melakukan tindakan yang mengalahkan
diri sendiri.
2016
10
Psikologi Konseling
Muhammad Ramadhan M.Psi,
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Dengan sedikit usaha anda dapat melatih diri untuk meluruskan pola berpikir anda yang
terputar balik tersebut.
3. Dengan menghilangkan rasa sakit anda, anda akan bahagia dan produktif kembali, serta
mulai menghargai diri sendiri.
Sasaran-sasaran ini biasanya dapat dicapai dalam waktu yang relative singkat,
dengan mengunakan metode-metode yang langsung pada tujuan, yang merupakan suatu
bentuk psikoterapi yang terstruktur, yang bertujuan meredakan simtom-simtom penyakit dan
membantu pasien agar dapan mempelajari cara-cara yang lebih efektif untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan yang menyebabkan penderitaan mereka. Bagian penting yang bersifat
terapetis dalam terapi kognitif berorientasi pada masalah yang diarahkan untuk memperbaiki
masalah-masalah yang bersifat psikologis skaligus situasional yang mungkin ikut
menambah penderitaan pasien. Terapi ini dinamakan “terapi kognitif “ karena tekhnik yang
dipakai dalam terapi ini bertujuan untuk merubah kesalahan (error) atau penyimpangan
(bias) dalam pikiran pasien. Tehnik itu juga mencakup cara-cara yang digunakan untuk
menilai situasi dan stress, anggapan tentang diri sendiri, lingkungan dan masa depan, serta
keyakinan dan sikap yang semuanya diperkirakan memperberat gangguan emosi pasien.
Pendekatan dalam penyembuhan ini didasarkan atas latar belakang historis, teoritis dan
eksperimen.
Studi Kasus Cognitive Therapy
Riwayat kesehatan
Jeni, seorang wanita berumur 32 tahun yang sudah menikah, telah dikirim ke klinik
sebagai pasien luar oleh dokter karena selalu berusaha untuk bunuh diri.
Dua minggu yang lalu Jeni secara berlebihan telah meminum paracetamol sejumlah
40 tablet dan baru menceritakan hal tersebut kepada suaminya keesokan harinya setelah
dia muntah-muntah. Ia ditampung di unit peracunan diri di rumah sakit umum selama 2 hari
kemudian ia merasa bertambah ingin bunuh diri dan bertambah takut.
Jeni dan suaminya telah mengikuti pertemuan terapi perkawinan dua kali seminggu
selama sembilan bulan. Pertemuan-pertemuan itu secara rinci telah menemukan hubungan
yang sangat dekat antara Jeni dengan orang tuanya dan adanya keinginan memisahkan diri
dengan mereka. Tidak lama setelah meminum obat yang berlebihan itu Jeni dan suaminya
berkunjung ke rumah orang tuanya untuk menjelaskan apa yang sudah terjadi. Hal ini
membuat suasana kunjungan mereka menjadi kacau, bahkan Jeni mengucapkan kata-kata
yang menyinggung perasaan orang tuanya. Selanjutnya ia merasa tertekan dan semakin
ingin bunuh diri karena merasa telah kehilangan cinta dan dukungan dari orang tuanya dan
2016
11
Psikologi Konseling
Muhammad Ramadhan M.Psi,
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
merasa tidak mampu untuk hidup lebih lama lagi. Ia merasa tertekan dan putus asa selama
tiga bulan.
Keadaan mental
Jennifer mengaku merasa tertekan selama 18 bulan dengan suasana hati yang
semakin memburuk dalam 3 bulan terakhir. Ia mengatakan dirinya sebagai orang yang
betul-betul gagal dan sering berfikir untuk bunuh diri. Selera makannya buruk dan daya
konsentrasai yang rendah. Minat terhadap aktivitasnya berkurang drastis. Ia sering
terserang insomnia dan menunjukan suasana hati bervariasi.
Riwayat psikiatris
Depresi telah ditangani oleh dokternya dengan memberikan amitriptyline dan
diazepam selama tiga tahun sebelumnya. Overdosis diazepam selama satu tahun,
overdosis amitriptyline selama enam bulan, overdosis paracetamol selama dua minggu.
Diagnosis
Jeni terkena depresi
Tingkat keparahan : sedang, dengan resiko tinggi bunuh diri.
Terapi yang akan dijalani : wawancara, merumuskan masalah dan bersama-sama mencari
jalan keluar.
Konseptualisasi
Setelah dilakukannya wawancara antara terapis dan pasien,terpis perlu meringkas dan
terapi kognitif yang sifatnya mendiagnosis dalam suatu analisis fungsional hal ini akan
membantu terapis untuk membuat rumusan sementara tentang kasus. Keadaan
disfungsional yang diperlihatkan pada Jeni:
Perasaan: kesedihan, kemarahan dan kecemasan.
Prilaku : tidak aktif, kegelisahan, menghindari situasi sosial.
Fisik : sukar tidur, lelah, nafsu makan hilang.
Kognitif : menyalahkan diri sendiri, merasa berdosa, merasa putus asa dan ingin bunuh diri,
tidak mampu untuk mengambil keputusan, merasa gagal, perasaan rendah diri.
2016
12
Psikologi Konseling
Muhammad Ramadhan M.Psi,
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
6. Family System Therapy
Terapi keluarga adalah cara baru untuk mengetahui permasalahan seseorang,
memahami perilaku, perkembangan symptom dan cara pemecahannya. Terapi keluarga
dapat dilakukan sesam anggota keluarga dan tidak memerlukan orang lain. Terapinini
mengusahakan supaya keadaan dapat menyesuaikan, terutama pada saat antara anggota
keluarga
yang
satu
dengan
yang
lain
berbeda
(Almasitoh,
2012).
Sedangkan
Imbercoopersmith (dalam Hasnidah, 2002) mengatakan bahwa Family Conselor/Therapist
harus memliki kemampuan menganalisa bagaimana pola triadic di dalam keluarga,
melakukan intervensi yang efektif bagi pola triadic dengan memberikan tugas-tugas, dan
menghindari hubungan yang kurang baik antara hubungan triadic para anggota keluarga
dengan professional. Namun Hasnidah (2002) berpendapat bahwa terapi keluarga sebagai
suatu proses interaktif yang berupaya membantu keluarga memperoleh keseimbangan
homeositas, sehingga setiap anggota keluarga dapat merasa nyaman (comfortable) Family
Systems Therapy ditampilkan oleh bermacam-macam teori dan pendekatan, dimana semua
pendekatan dan teori tersebut berfokus pada aspek hubungan masalah manusia.
Konseling Keluarga merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada individu sebagai
bagaian dari anggota keluarga melalui sistem keluarga (pembenahan komunikasi keluarga)
agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar
kemauan membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan
terhadap keluarga.
Studi Kasus Family Therapy
Don
: Father
Ex-Husband
Has Child Custody
Don adalah seorang ayah yang sangat menyayangi anak-anaknya. Tetapi ia tidak merasa
demikian beberapa waktu terakhir karena ia merasa bahwa anak laki-lakinya telah menjadi
seorang anak yang nakal dan menakutkan.
Angela
: Mother
Ex-Wife
Has Visitation Rights
2016
13
Psikologi Konseling
Muhammad Ramadhan M.Psi,
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Angela begitu heran dengan kelakuan anak laki-lakinya yaitu Ben. Namun yang membuat ia
lebih heran lagi adalah mengapa suaminya mengizinkan Ben untuk minum minuman keras.
Heather
: Daughter
Sister
Student
Heather mengatakan bahwa hubungannya dia dengan kedua orang tuanya sangat baik.
Namun berbeda dengan hubungannya dengan kakaknya, Ben, ia merasa bahwa
hubungannya sangat gila
Ben
: Son
Brother
Unemployed
Ben adalah sorang kakak yang pengangguran yang mempunya hubungan yang sangat tidak
baik dengan adik perempuannya.
Proses Terapi
Terdapat 4 orang yang terlibat dalam proses terapi. Seorang konselor wanita, Don
(ayah), Ben (anak laki-laki), dan Heather (anak perempuan). Konseling dilakukan di sebuah
ruangan tertutup. Posisi duduk mereka membentuk setengah lingkaran, dengan ujung paling
kiri yaitu Ben, kemudian di sebelahnya adalah konselor, setelahnya adalah Heather, dan
kemudian di ujung paling kanan adalah Don.
Awalnya, konselor mengatakan bahwa penting sekali membahas masalah hubungan
antar anggota keluarga tersebut. Kemudian konselor juga meluruskan tentang peran orang
tua dan anak dalam sebuah keluarga. Hal ini ditekankan kembali karena Don (ayah)
cenderung membela Heather, anak perempuannya. Akan tetapi pada akhirnya Don dapat
menyadari sikap seperti apa yang harus ia lakukan sebagai orang tua yang baik. Setelah itu
konselor meminta ayah dan Ben untuk bertukar posisi duduk agar Ben dan Heather dapat
duduk berdampingan.
Konselor mempersilahkan Heather untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya
terhadap sosok Ben. Heather mengatakan bahwa ia merindukan sosok kakaknya yang
seperti dulu dan ia merasa bahwa ia sudah tidak mengenali kakaknya lagi, yang sekarang
2016
14
Psikologi Konseling
Muhammad Ramadhan M.Psi,
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ini dianggap sering berperilaku menyimpang. Misalnya saja sekarang Ben terbiasa pulang
pagi dan juga berkata-kata kasar.
Setelah Heather selesai mengungkapkan apa yang ia rasakan dan pikirkan
kemudian konselor meminta Ben untuk menanggapi apa yang disampaikan oleh adik
perempuannya tersebut. Dan terungkaplah bahwa selama ini Ben merasa bahwa selama ini
dia diperlakukan secara berbeda dengan adiknya.
Setelah mendengar pengakuan dari kedua kakak beradik tersebut, konselor pun
berusaha memberikan insight pada sang ayah tentang akar permasalahan yang terjadi di
antara Ben dan Heather. Dan di akhir sesi terapi, hubungan antar anggota keluarga tesebut
pun terlihat menjadi lebih hangat. Terapi selesai.
Daftar Pustaka
Burns, David D. M.D, Terapi Kognitif – Pendekatan Baru Bagi Penanganan Depresi, Jakarta
: Erlangga, 1988.
Goleman, Daniel & Speeth, Kathleen Riodan, Esensial Psikoterapi-Teori dan Praktek Para
Ahli, Semarang: Dahara Prize, 1987.
Gunarsa, Singgih, , Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.
Sarwono ,Sarlito Wirawan, Psikologi
Sosial, Individu dan Terapi-Terapi Psikologi
Sosial, Jakarta: Erlangga, 2002.
2016
15
Psikologi Konseling
Muhammad Ramadhan M.Psi,
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download