PENGUKURAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN SISTEM

advertisement
PENGUKURAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN
SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI (SPLIT BEAM)
DI LAUT JAWA PADA BULAN MEI 2006
Oleh :
Roy Burdah
C 64103001
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Intitut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN SEMINAR HASIL PENELITIAN
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian
Pemrasaran
NRP
Pembimbing
Hari/Tanggal
Waktu
Tempat
: Pengukuran Densitas Ikan Menggunakan Sistem
Akustik Bim Terbagi di Laut Jawa Pada Bulan Mei
2006.
: Roy Burdah
: C64103001
: Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu, M. Sc.
Dr. Ir. Henry M. Manik M. T.
: Mei 2008
: 00.00 – 23.59 WIB
: Ruang Serba Guna (RSG) ITK Lt. 4
PENDAHULUAN
Perairan Laut Jawa merupakan salah satu perairan dangkal yang ada di
Indonesia. Lokasinya yang relatif strategis dengan potensi sumber daya ikan yang
tidak sedikit, menjadikan perairan ini sebagai pusat daerah favorit penangkapan
ikan bagi nelayan yang berada di pesisir utara Pulau Jawa. Akan Tetapi belum
dimanfaatkan secara optimum, pemanfaatan sumber daya ikan dapat dilakukan
secara optimal apabila data keberadaan ikan diketahui secara akurat.
Pendugaan stok ikan dalam perairan yang luas seperti di Indonesia telah
banyak diantaranya adalah dengan menggunakan metode akustik. Metode akustik
memiliki kecepatan tinggi dalam menduga besarnya stok ikan sehingga
memungkinkan memperoleh data secara real time, akurat dan berkecepatan tinggi
sehingga dapat memberikan kontribusi yang cukup tinggi bagi penyediaan data
dan informasi sumberdaya perikanan (Maclennan dan Simmonds, 1992).
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur nilai dan sebaran kepadatan akustik
ikan dengan menggunakan metode hidroakustik (Split Beam ) di Laut Jawa pada
bulan Mei 2006 dan mengetahui pengaruh faktor-faktor oseanografi (suhu dan
salinitas) terhadap nilai dan sebaran densitas ikan di perairan yang bersangkutan
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data hasil survei yang dilakukan oleh Balai Riset
Perikanan Laut (BRPL), Jakarta yang dilakukan pada 15 – 31 Mei 2006. Data
yang digunakan meliputi data akustik dan data oseanografi. Instrumen penelitian
yang digunakan yaitu komputer portabel yang dilengkapi program ER-60,
echoview 4.0, surfer 8.0, Ocean Data View serta dongle.
Data akustik yang diperoleh berupa echogram kemudian diolah lebih lanjut
dengan menggunakan software Echoview 4.0 . Hasilnya disimpan dalam bentuk
DG, selanjutnya diolah dengan Microsoft exel dan Surfer 8.0 . Analisis data
oseanografi suhu dan salinitas dilakukan dengan menggunakan software Ocean
Data View (ODV) 3.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam pengolahan data akustik untuk memperoleh nilai densitas ikan perlu
diketahui nilai TS dan SV nya terlebih dahulu, kemudian dilakukan pendugaan
nilai densitas ikan dari suatu perairan. Sebaran nilai TS dan SV per strata
kedalaman disajikan pada Gambar 1 dan 2.
T a r g e t S tre n g th (d B )
0
-10
-20
-30
-40
-50
-60
1(10-15)
2(15-20)
3(20-25)
4(25-30)
5(30-35)
6(35-40)
7(40-45)
8(45-50)
9(50-55)
10(55-60)
11(60-65)
12(65-70)
13(70-75)
14(75-80)
15(80-85)
16(85-90)
Strata Kedalaman (m)
Gambar 1. Sebaran nilai TS rata-rata di Laut Jawa bulan Mei 2006
-20
Strength (dB)
Volume Backscattering
0
-10
-30
-40
-50
-60
-70
-80
-90
1(10-15)
2(15-20 ) 3(20-25) 4(25-30) 5(30-35) 6(35-40 ) 7(40 -4 5) 8(45-50) 9(50-55) 10(55-6 0) 11(60 -6 5) 12(65-70) 13 (70-75) 14 (75-80 ) 15(8 0-85)
16 (8 590)
Strata Kedalaman (m)
Gambar 2. Sebaran nilai SV rata-rata di Laut Jawa bulan Mei 2006.
Pada Gambar 1, nilai TS rata-rata terbesar terdapat pada strata kedalam 16
(85-90 m) yaitu sebesar -44,05 dB dan nilai TS rata-rata terkkecil terdapat pada
strata kedalaman 1 (10-15 m) yaitu sebesar -55,67 dB. Nilai TS merupakan
indikasi dari ukuran target yang terdeteksi, dimana semakin besar nilai TS maka
ukuran target akan semakin besar. Sebaliknya, jika nilai TS semakin kecil maka
ukuran target yang terdeteksi akan semakin kecil.
Sedangkan pada Gambar 2, nilai SV rata-rata terbesar terdapat pada strata
kedalaman 16 (85-90 m) yaitu sebesar -59,16 dB dan nilai rata-rata SV terkecil
terdapat pada strata kedalam 5 (20-25 m) yaitu sebesar -88,86 dB. Nilai Volume
SV menunjukan nilai pantulan dari target suatu kelompok ikan yang terdeteksi,
semakin besar nilai Sv maka pengelompokan target semakin besar. Semakin kecil
nilai Sv yang diperoleh maka pengelompokan target yang terdeteksi akan semakin
sedikit
Dari hasil penelitian didapat nilai densitas rata-rata ikan berdasarkan strata
kedalaman terdapat pada strata kedalaman 9 (50 – 55 m) yaitu dengan kepadatan
73 ikan/1000 m³ sedangkan densitas rata-rata terendah terdapat pada strata
kedalaman 16 (85 – 90 m) dengan kepadatan 4 ikan/1000 m³ dan nilai densitas
ikan rata-rata per harian pengambilan data tertinggi terdapat pada hari ke 13
dalam pengambilan data akustik yaitu sebesar 620,1 ikan/1000 m³ dan nilai
densitas ikan rata-rata terendah terdapat pada hari ke tiga dalam pengambilan
data akustik yaitu sebesar 65,6 ikan/1000 m
Densitas Ikan (ikan/1000 m 3)
140
120
100
80
60
40
20
0
1(10-15)
2(15-20)
3(20-25)
4(25-30)
5(30-35)
6(35-40)
7(40-45)
8(45-50)
9(50-55)
10(55-60) 11(60-65) 12(65-70) 13(70-75) 14(75-80) 15(80-85) 16(85-90)
Strata Kedalaman (m)
Gambar 3. Sebaran vertikal densitas ikan di Laut Jawa bulan Mei 2006
Sebaran Densitas Ikan Rata-rata Per Strata Kedalaman di Perairan Laut
Jawa Bulan Mei 2006
70
D e n s it a s Ik a n ( ik a n /1 0 0 0 m
3
)
80
60
50
40
30
20
10
0
1(10-15)
2(15-20) 3(20-25) 4(25-30) 5(30-35) 6(35-40) 7(40-45) 8(45-50)
9(50-55) 10(55-60) 11(60-65) 12(65-70) 13(70-75) 14(75-80) 15(80-85) 16(85-90)
Strata Kedalaman (m)
Gamba 4. Sebaran vertikal densitas ikan menurut strata kedalaman
Sebaran densitas ikan secara horizontal secara keseluruhan dapat dilihan pada
Gambar 4.
Lintang
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1)
Nilai target strength rata-rata terbesar terdapat pada strata kedalam 16 (8590 m) yaitu sebesar -44,05 dB dan nilai target strength rata-rata terkecil
terdapat pada strata kedalaman 1 (10-15 m) yaitu sebesar -55,67 dB.
2) Nilai volume backscattering strength rata-rata terbesar terdapat pada strata
kedalaman 16 (85-90 m) yaitu sebesar -59,16 dB dan nilai rata-rata Volume
backscattering strength terkecil terdapat pada strata kedalam 5 (20-25 m)
yaitu sebesar -88,86 dB.
3) Densitas ikan pada bulan Mei 2006 di Laut Jawa secara vertikal berkisar
antara 65,6 – 620,1 ikan/1000 m³ dan secara horizontal densitas ikan
berkisar antara 3,4 – 72,5 ikan/1000 m³. Secara strata kedalaman densitas
ikan tertinggi terdapat pada strata kedalaman 9 (50 – 55 m) dan mengalami
penurunan seiring bertambahnya kedalaman.
Saran :
Perlu dilakukan survei akustik dengan pengambilan jalur trek yang sistematis
dan teratur yang mencakup seluruh area di Perairan Laut Jawa yang
merupakan daerah favorit kebanyakan nelayan Indonesia untuk mencari ikan.
DAFTAR PUSTAKA
MacLennan, D. N. Dan E. J. Simmonds. 2005. Fisheries Acoustic, 2nd edition.
Blackwell Science. Oxford. UK.
RINGKASAN
ROY BURDAH. Pengukuran Densitas Ikan Dengan Menggunakan Sistem
Akustik Bim Terbagi (Split Beam) di Laut Jawa pada Bulan Mei 2006.
Dibimbing oleh BONAR P. PASARIBU dan HENRY M. MANIK.
Indonesia memiliki potensi dan prospek perikanan yang sangat besar. Oleh
karena itu, perlu adanya pengukuran stok sumber daya ikan di laut dan
pengembangan teknologi penangkapan ikan yang efektif, efesien dan produktif
dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya alam. Sebagai upaya untuk
mendukung tersedianya informasi tersebut, dilakukan penelitian dengan
menggunakan sistem akustik bim terbagi ( split beam acoustic system).
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur nilai dan sebaran kepadatan akustik ikan
dengan menggunakan metode hidroakustik di Laut Jawa pada bulan Mei 2006 dan
mengetahui pengaruh faktor-faktor oseanografi (suhu dan salinitas) terhadap nilai dan
sebaran densitas ikan di perairan yang bersangkutan.
Penelitan dilaksanakan di perairan Laut Jawa yang terletak di Utara pantai Tegal
hingga Kendal, Jawa Tengah pada tanggal 15 – 31 Mei 2006, dengan posisi
6°10'002” LS, 109°10'00” BT dan 6°35'38” LS, 109°10'00” BT sampai dengan
6°35'38” LS, 110°11'38” BT dan 6°48'00” LS, 110°11'38” BT. Perangkat akustik
yang digunakan yaitu echosounder split beam EK-60 dengan menggunakan frekuensi
120 kHz. Survei terhadap kondisi oseanografi Laut Jawa yang dilakukan meliputi
pengukuran suhu, salinitas dan kedalaman perairan untuk melihat pengaruhnya
terhadap sebaran nilai densitas ikan. Nilai suhu dan salinitas perairan diukur dengan
menggunakan CTD (Conductivity Temperature Depth) Sea Bird.
Secara garis besar, sebaran nilai Target Strength (TS) dan Volume Backscattering
Strength (Sv) di Laut Jawa cenderung bervariasi. Kecenderungan ini
mengindikasikan bahwa perairan Laut Jawa memiliki keragaman spesies yang tinggi.
Nilai TS terbesar berada pada strata kedalam 16 (85-90 m) yaitu sebesar -44,05 dB
dan TS terkecil terdapat pada strata kedalaman 1 (10-15 m) yaitu sebesar -55,67 dB.
Sedangkan nilai SV terbesar terdapat pada strata kedalaman 16 (85-90 m) yaitu
sebesar -59,16 dB dan nilai SV terkecil terdapat pada strata kedalam 5 (20-25 m)
yaitu sebesar -88,86 dB.
Nilai densitas ikan tertinggi dijumpai pada hari ke-13 dengan nilai 620,1
ikan/1000m3 dan densitas terendah pada hari ke-3 dengan nilai 65,6 ikan/1000m3.
Nilai suhu dan salinitas perairan mempunyai sebaran yang hampir seragam,
sebaran nilai suhu berkisar antara 28,07 °C sampai 29,46 °C dan kisaran suhu
maksimumnya sebesar 29,68 °C sampai 31,01 °C dan sebaran nilai salinitas berkisar
antara 32,12 psu sampai 33,74 psu. Densitas ikan di lokasi penelitian dipengaruhi
oleh kedalaman. Kisaran nilai suhu dan salinitas di lokasi penelitian cenderung
memiliki nilai yang seragam sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap densitas
ikan
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSIDAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
PENGUKURAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK
BIM TERBAGI (SPLIT BEAM) DI LAUT JAWA PADA BULAN MEI 2006
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantum dalam daftarpustaka
dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2008
ROY BURDAH
C64103001
© Hak
cipta Milik Roy Burdah, tahun 2008
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkah, rahmat dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi yang berjudul “Pengukuran Densitas Ikan Menggunakan Sistem Akustik Bim
Terbagi (Split Beam) Di Laut Jawa Pada Bulan Mei 2006” disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan, pada Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu, M. Sc dan Bapak Dr. Ir. Henry M.
Manik, M. T selaku komisi pembimbing atas arahan, saran dan nasehat yang
diberikan selama penyusunan skripsi ini.
2. Staf Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) BRKP DKP , khususnya Bapak Asep
Priyatna S.Pi dan Bapak M. Natsir S.Pi atas masukan, waktu dan kesempatan
yang diberikan.
3. Bapak, Ibu, kakak-kakak tercinta yang senantiasa memberikan dorongan
semangat, doa dan dukungan yang diberikan baik moral maupun materil.
4. Keluarga besar Asrama Sylvalestari atas dukungan dan persaudaraannya.
5. Deka Berkah Sejati S. Pi atas dukungan semangat dan doa.
6. Warga IPB, FPIK dan warga ITK khususnya Colourful ITK 40, dan
7. Seluruh pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Bogor, Juni 2008
Roy Burdah
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................
vii
PENDAHULUAN.................................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................... .....
Tujuan ............................................................................................ .....
1
3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. .....
4
Metode Akustik.............................................................................. .....
2.1.1 Prinsip Kerja Metode Akustik............................................... .....
2.1.2 Sistem Akustik Beam Terbagi (Split Beam Acouatic system) ...
SIMRAD EK- 60 scientific echosounder…………………………….
Target Strength ............................................................................. .....
Volume Backsccatering Strength (SV)........................................... .....
Pengukuran SV dengan Split Beam Scientific Echosounder.......... .....
Faktor-faktor oseanografi yang mempengaruhi distribusi ikan ..... .....
2.6.1 Suhu ...................................................................................... .....
2.6.2 Salinitas ................................................................................. .....
Kondisi perairan laut jawa ............................................................. .....
Potensi Sumberdaya Ikan di perairan Laut Jawa Bagian Utara
Jawa Tengah.................................................................................. .....
4
4
6
8
9
13
15
16
16
18
21
METODOLOGI PENELITIAN.................................................... .....
24
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................... .....
3.2 Wahana dan Peralatan Penelitian .................................................... .....
3.2.1 Kapal Penelitian .................................................................... .....
3.2.2 Perangkat Penelitian.............................................................. .....
3.3 Metode Perolehan Data .................................................................. .....
3.3.1 Desain Survei ........................................................................ .....
3.3.2 Data Akustik ......................................................................... .....
3.3.3 Data Oseanografi................................................................... .....
3.4 Metode Pemrosesan dan Analisis Data .......................................... .....
3.4.1 Data Akustik ......................................................................... .....
3.4.2 Pola Sebaran Kepadatan Akustik Ikan.................................. .....
3.4.3 Pola Sebaran Suhu dan Salinitas ........................................... .....
3.4.4 Analisis Data Oseanografi .................................................... .....
24
25
25
25
26
26
28
28
29
29
31
32
32
1.
1.1
1.2
2.
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.8
2.9
3.
23
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
Nilai dan Sebaran Target Strength (TS).......................................... .....
Nilai dan Sebaran Volume Backscattering Strength (SV) .............. .....
Nilai dan Sebaran Densitas Ikan Secara Vertikal ........................... .....
Nilai dan Sebaran Horizontal Densitas Ikan ................................... .....
Sebaran Suhu dan Salinitas ............................................................. .....
4.5.1 Sebaran Vertikal Suhu.......................................................... .....
4.5.2 Sebaran Horizontal Suhu...................................................... .....
4.5.3 Sebaran Vertikal Salinitas .................................................... .....
4.5.4 Sebaran Horizontal Salinitas ............................................... .....
4.6 Hubungan antara faktor oseanografi dengan densitas ikan .............. .....
34
35
37
43
50
51
52
52
56
58
KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... .....
61
6.1 Kesimpulan ...................................................................................... .....
6.2 Saran ................................................................................................ .....
61
62
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... .....
63
LAMPIRAN.............................................................................................. .....
66
RIWAYAT HIDUP.........................................................................................
80
5.
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Prinsip Kerja Metode Akustik .............................................................
5
2. Split Beam Tranducer ..........................................................................
7
3. Diagram Pengaruh Suhu Air Laut Terhadap Kelimpahan,
Keberadaan dan Distribusi Ikan ...........................................................
18
4. Sebaran vertikal salinitas.......................................................................
19
5 . Diagram Pengaruh Salinitas Terhadap Distribusi dan
Kelimpahan Sumber Daya Ikan .........................................................
21
6. Lokasi Pengambilan data akustik.........................................................
24
7. Display dan Transduser SIMRAD EK- 60 ..........................................
25
8 . Dongle ..................................................................................................
26
9. Trek stasiun oseanografi ..................... ..............................................
27
10. Diagram Alir pengambilan dan perekaman data akustik ..................
28
11. Diagram pengolahan data akustik...........................................................
31
12. Diagram alir penelitian ………………………………………………...
33
13. Sebaran Nilai TS rata-rata di Laut Jawa bulan Mei 2006 .................
34
14. Sebaran nilai SV rata-rata di Laut Jawa Bulan Mei 2006...................
36
15. Contoh Echogram SV Laut Jawa bulan Mei 2006...............................
36
16. Densitas rata-rata (ikan/1000m3) per strata kedalaman ......................
42
17 Densitas ikan pada strata kedalaman: (a) 10 – 15 m,(b) 15 – 20 m,
(c) 20 – 25 m, (d) 25 – 30 m, (e) 30 – 35 m, (f) 35 – 40 m, (g) 40 –
45 m, (h) 45 – 50 m, (i) 50 – 55 m, (j) 55 – 60 m, (k) 60 – 65 m, (l)
65 – 70 m, (m) 70 – 75 m, (n) 75 – 80 m, (o) 80 -85 m, (p) 85-90 m....
44
iii
18 Sebaran Suhu secara vertikal pada Leg 1(1,2,3,4,5) ............................
51
19 Sebaran Suhu secara vertikal pada Leg 6 (26,27,28) ...........................
51
20 Sebaran suhu secara vertikal ...............................................................
52
21 Sebaran salinitas secara vertikal pada Leg 1 (1,2,3,4,5) .......................
54
22 Sebaran salinitas secara vertikal pada Leg 6 (26,27,28) .......................
55
23 Sebaran horizontal salinitas..................................................................
56
24. Sebaran horizontal densitas terhadap salinitas……………………….
58
25. Sebaran horizontal TS terhadap salinitas …………………………….
59
26. Sebaran horizontal densitas terhadap suhu…………………………..
60
27. Sebaran horizontal TS terhadap suhu…………………………………
60
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Potensi Tangkapan Ikan di Utara Propinsi Jawa Tengah (Laut Jawa).........
2. Densitas ikan rata-rata per hari di Laut jawa bulan Mei 2006…………
3. Kisaran suhu pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan Mei 2006.........
23
37
50
4. Kisaran salinitas pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan Mei 2006......... 53
5. .Kisaran salinitas dan suhu pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan
Mei 2006 ........ ...........................................................................................
57
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Spesifikasi SIMRAD EK – 60……………………………… ....
66
Lampiran 2. Contoh Echogram SV…………………………………... …
67
Lampiran 3. Contoh tampilan proses pengolahan data pada program (a) ER-60
(b) Echoview 4.0 untuk SV, (c) Echoview 4.0 untuk TS.............
68
Lampiran 4. Contoh data hasil ekspor data dari program Echoview 4.0..........
70
Lampiran 5. Contoh data parameter oseanografi (suhu dan salinnitas) ........ ..
72
Lampiran 6. Jenis biota hasil tangkapan ..........................................................
73
Lampiran 7. Jenis ikan demersal yang tertangkap pada saat trawling di
perairan Laut Jawa Mei 2006 .....................................................
75
Lampiran 8. Kapal Riset Bawal Putih..............................................................
78
Lampiran 9. CTD model Sea Bird............................................. ......................
79
vi
1
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai wilayah perairan yang lebih
luas jika dibandingkan dengan luas wilayah daratannya. Kira-kira dua pertiga
luas wilayah indonesia adalah perairan laut yang terdiri dari laut pesisir, laut
lepas, teluk dan selat. Perairan Laut Indonesia mempunyai luas sekitar
7.900.000 km2 termasuk ZEEI atau 81 % luas keseluruhan wilayah Indonesia
dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (Direktorat Wilayah Laut dan PT
Suficindo (Persero), 2000).
Potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia diduga sebesar
6.110.000 ton per tahun, terdiri atas ikan pelagis besar (975,05 ribu ton), ikan
damersal (1786,35 ribu ton), ikan karang konsumsi (63,99 ribu ton), udang
peneid (74,00 ribu ton), lobster (4,8 ribu ton), dan cumi-cumi (28,25 ribu ton).
Sementara produksi tahunan ikan laut Indonesia mencapai 2.930.000 ton
pertahun. Apabila dilihat dari sifat sumber daya ikan, maka sumber daya ikan
ini termasuk sumber daya yang dapat dipulihkan sehingga dengan sifat dapat
dipulihkan ini pemanfaatan sumber daya ikan harus dilakukan dengan
memperhatikan struktur umur ikan dan rasio kelamin dari populasi ikan yang
tersedia atau memperhatikan potensi lestari MSY (Maximum Sustainable
Yield) (Aziz,K. A et.al., 1998 in Dahuri, 2007).
Dalam rangka pemanfaatan sumber daya tersebut maka harus didukung
oleh kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) untuk menentukan potensi dan metode pemanfaatan yang tepat,
2
efektif, dan efisien serta menunjang usaha kelestarian sumber daya dan
lingkungan hidup. Dari penelitian tersebut akan diperoleh metode tepat guna
yang sangat menunjang perencanaan pembangunan kelautan secara
keseluruhan.
Salah satu metode adalah dengan metode hidroakustik yang cukup efisien
untuk mendapatkan informasi stok ikan dan habitatnya. Metode ini memiliki
beberapa keunggulan yaitu dapat meliputi perairan yang cukup luas, ketelitian
cukup tinggi, tidak merusak kelestarian sumber daya dan lingkungan, dapat
mengukur scattering dasar laut dan biota laut seperti ikan, plankton dan nekton
secara simultan (Manik, H. M, 2006). Metode akustik yang sudah berkembang
dan banyak digunakan misalnya split-beam acoustic system (sistem akustik
bim terbagi). Ide bim terbagi pertama kali ditemukan di Amerika, namun
untuk penerapan teknologinya dikembangkan oleh Norwegia dengan
diproduksi SIMRAD. Sistem ini merupakan pengembangan keunggulan
teknologi yang dimiliki oleh Norwegia dari SIMRAD QD-Echo Integrator
(digital echo integrator) yang mempunyai kelemahan dalam mendapatkan
nilai in situ target strength. Sistem bim terbagi dapat mengukur in situ target
strength dengan lebih akurat dan satu kelebihan lainnya adalah dapat
mengukur posisi sudut target di dalam bim dari kecepatan renang dari target.
Oleh karena keterbatasan informasi mengenai stok ikan (densitas ikan)
beserta sebarannya di Laut Jawa maka survei dan penelitian mengenai densitas
ikan dilakukan untuk mendapatkan informasi dan gambaran penyebaran
densitas ikan yang selanjutnya dapat memudahkan dalam pemanfaatananya.
3
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengukur nilai dan sebaran kepadatan ikan dengan menggunakan metode
Bim terbagi (Split Beam )hidroakustik di Laut Jawa pada bulan Mei 2006.
2. Mengkaji pengaruh faktor-faktor oseanografi seperti suhu dan salinitas
terhadap nilai dan sebaran densitas ikan di perairan yang bersangkutan.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Metode Akustik
2.1.1 Prinsip Kerja Metode Akustik
Akustik kelautan merupakan ilmu yang mempelajari tentang gelombang suara
dan perambatannya dalam suatu medium air laut. Pendeteksian objek bawah air
menggunakan sistem sonar yang terdiri dari dua sistem yang active sonar system
(untuk mendeteksi dan menerima echo target bawah air) dan passive sonar
system yang hanya digunakan untuk menerima suara-suara yang dihasilkan oleh
objek bawah air.
MacLennan and Simmonds (1992) menerangkan beberapa keunggulan
komparatif metode akustik sebagai berikut :
1) Berkecepatan tinggi, sehingga sering disebut “quick assesment method”.
2) Estimasi stok ikan secara lansung karena tidak tergantung dari statistik
perikanan atau percobaan tagging dan secara lansung dilakukan terhadap
target dari survei.
3) Dapat memperoleh dan memproses data secara real time
4) Akurasi dan ketepatan yang tinggi
5) Tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti karena pendeteksian
dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan suara (underwater sound)
Sistem akustik diklasifikasikan menjadi dua sistem pancar, yaitu echosounder
(sistem pancar vertikal) dan sonar (sistem pancar horizontal) (Burczynsky, 1982).
Suatu pulsa listrik dipicu dengan timebase untuk menjalankan pemancar yang
menghasilkan pulsa dengan frekuensi dan waktu tertentu, yang kemudian
5
dipancarkan melalui tranducer. Energi listrik yang masuk ke transducer diubah
menjadi energi suara/gelombang sinyal sebelum dipancarkan ke medium air.
Gelombang sinyal tersebut akan merambat pada medium air dan apabila mengenai
objek/target seperti ikan atau dasar perairan maka gelombang sinyal tersebut akan
dipantulkan sebagai gema. Gema ini dideteksi oleh transducer dan dikonversikan
menjadi energi listrik sebagai sinyal penerima. Waktu yang diperlukan saat sinyal
dipancarkan sampai diterima kembali oleh transducer penerima dan diperkuat
oleh amplifier yang selanjutnya dikirim ke bagian display dan direkam di recoder.
Gambar dari target yang ada di display divisualisasikan dalam bentuk echogram
untuk menunjukan kedalaman atau range sebagai jarak dan nilai transmisi
(Gambar 1).
Recorder
Time Base
Display
Transmitter
Amplifier
Transducer
Receiver
Gambar 1. Prinsip kerja metode hidroakustik (MacLennan and Simmonds, 1992)
6
2.1.2 Sistem Akustik Bim Terbagi (Split Beam Acoustic System)
Bim terbagi merupakan metode baru yang dikembangkan untuk memperbaiki
kelemahan-kelemahan dari metode sebelumnya seperti sistem akustik bim tunggal
(sinhle beam) dan sistem akustuk bim ganda (dual beam). Metode untuk
mendeteksi kelompok ikan dengan menggunakan echo integrator pertama kali
ditemukan oleh Ehrenberg yang kemudian dikembangkan di Norwegia
Pada sistem akustik bim tunggal tidak menghasilkan nilai in situ Target
Strength (TS) secara statistik dan akurasi yang dihasilkan rendah. Untuk
mengatasi kelemahan ini dikembangkan sistem akustik bim ganda agar
mendapatkan nilai rata-rata in situ TS dan digital echo integrator yang
menghasilkan nilai rata-rata volume backsccatering strength ( SV) (Manik, H.M,
1994). Seiring dengan perkembangan teknologi dan upaya untuk memperoleh
akurasi tinggi maka penelitian-penelitian tentang pendugaan stok ikan sekarang
ini banyak menggunakan sistem akustik bim terbagi.
Perbedaan split beam dengan metode sebelumnya terdapat pada konstruksi
transduser yang digunakan, dimana pada echosounder ini tranducer terbagi
dalam empat kuadran (Gambar 2). Menurut Simrad (1993) pada prinsipnya
tranduser split beam terdiri dari empat kuadran yaitu Fore (bagian depan), Aft
(buritan kapal), Port (sisi kiri kapal), dan Starboard (sisi kanan kapal) yang
dipasang pada towed body yang ditempatkan pada lambung kapal sebelah kiri.
Untuk Simrad EK 60 yang mempunyai frekuensi 38 kHz, 120 kHz, dan 200 kHz
mempunyai lebar beam 7° mampu menentukan posisi target dalam bim suara
(Simmonds and MacLennan, 2005).
7
FORE
FP
FS
PORT
STARBOARD
AP
AS
AFT
Gambar 2. Konfigurasi transduser split beam (simmonds dan
Maclennan, 2005)
Gelombang suara dipancarkan dengan bim penuh (full beam) yang merupakan
penggabungan ke empat kuadran secara simultan. Sinyal yang memancar kembali
dari target diterima oleh masing-masing kuadran secara terpisah. Output dari
masing-masing kuadran kemudian digabung lagi untuk membentuk suatu bim
penuh. Target tunggal diisolasi dengan menggunakan output dari bim penuh
sedangkan posisi sudut target dihitung dari perbedaan fase akustik.
Selama pengukuran, fase pada bidang alongship (membujur) didapat dari
penjumlahan sinyal antara bagian Fore port (FP) dengan Fore Starboard (FS)
dari transducer, dan jumlah sinyal antara Aft Port (AT) dengan Aft Starboard
(AS) dari transducer (Gambar 2). Pengukuran fase pada bidang tranverse
(melintang) juga diperoleh dengan cara yang sama. Fase alongship dan fase
transverse ini digunakan untuk menentukan arah target relatif terhadap sumbu
pusat dalam bidang bim suara.
8
Kelebihan sistem akustik bim terbagi dibanding dengan sistem lainnya adalah
lebih sensitif terhadap gangguan noise karena echo dikompensasi oleh empat
beam. Selama penerimaan berlangsung keempat bagian transducer menerima
echo dari target, dimana target yang terdeteksi oleh tranducer terletak pada pusat
bim suara dan echo dari target akan dikembalikan dan diterima oleh ke empat
bagian tranducer pada waktu yang bersamaan. Target yang terdeteksi apabila
tidak terletak tepat pada sumbu pusat dari bim suara, maka echo yang kembali
akan diterima lebih dahulu oleh bagian tranducer yang paling dekat dari target
atau dengan mengisolasi target dengan menggunakan output dari bim penuh.
Sistem akustik bim terbagi modern memiliki fungsi Time Varied Gain (TVG)
di dalam sistem perolehan data akustik yang berfungsi secara otomatis untuk
meminimalisasi pengaruh atenuasi yang disebabkan oleh frekuensi suara yang
dikirim, medium yang digunakan, dan resistansi dari medium yang digunakan
maupun absorbsi suara ketika merambat dalam air.
2.2 SIMRAD EK-60 Scientific Echosounder
EK- 60 merupakan salah satu scientific echosounder modern. EK-60
mempunyai beberapa keistimewaan dibandingkan dengan echosounder lainnya,
yaitu :
1) Sistem lebih fleksibel dan mudah digunakan
2) Menu pemakai dan fungsi sistem menggunakan mouse sedangkan input data
menggunakan keyboard
3) Sitem hard disk dapat menyimpan data mentah dan data hasil olahan
9
4) Tampilan EK-60 dibuat menyesuaikan dengan cara kerja Microsoft Windows
sehingga lebih mudah
5) Data output dalam bentuk kertas echogram dapat dikurangi karena data yang
tidak terproses tersimpan secara langsung ke hard disk
Diskripsi detail dari EK-60 meliputi : frekuensi bim terbagi transducer
tersedia dari 12~710 kHz, dapat berhubungan dengan sensor lain seperti navigasi,
motion, sensor twal input, datagaram output dan remote control, General Purpose
Transciever (GPT) terdiri dari transmitter dan receiver elektronik dimana receiver
didisain rendah terhadap noise dan meneyediakan dynamic amplitude range pada
160 dB, kabel ethernet yang terhubung antara GPT dengan komputer bisa lebih
dari 100 m, mayoritas fungsi-fungsi pada echosunder berhubungan dengan
software dimana penerapan algoritma pendeteksian dasar berbeda-beda untuk
setiap frekuensi yand dipakai.
2.3 Target Strength
Target Strength (TS) didefinisikan sebagai suatu ukuran yang menggambarkan
kemampuan suatu target untuk memantulkan gelombang suara yang datang
mengenainya. Sedangkan Coates (1990) menyatakan target strength adalah
ukuran desibel intensitas suara yang dikembalikan oleh target yang diukur pada
jarak standar satu meter dari pusat akustik target, relatif terhadap intensitas yang
mengenai target. Nilai TS didefinisikan sebagai 10 kali nilai logaritma intensitas
suara yang dipantulkan yang diukur pada jarak 1 m dari ikan dibagi dengan
intensitas suara yang mengenai ikan ( Johannesson and Mitson, 1993). Dalam
pendugaan stok ikan menggunakan metode akustik, TS merupakan faktor yang
10
penting untuk diketahui karena nilai TS merupakan nilai dari pantulan ikan
tunggal sehingga biomassa dari ikan disuatu perairan dapat diduga.
Pada saat gelombang akustik mengenai target, echo akan dipantulkan dan
diterima oleh receiver. TS adalah merupakan backscattering cross section (σbs)
dari target yang menggembalikan sinyal dan dinyatakan dalam bentuk persamaan:
TS = 10 log (σ/4π) = 10 log σbs......................................(1)
Sebuah model geometrik sederhana untuk menghitung energi backscater
berdasarkan ukuran ikan dikemukakan oleh MacLennan (1990), yaitu:
σbs = boL2 .............................................................................(2)
TS = 20 log L + A ..............................................................(3)
Kemudian Love (1971) memperkenalkan persamaan yang
menghubungkan backscattering cross section (σ), panjang ikan (L) dan panjang
gelombang (λ) sebagai berikut :
σ/ λ2 = a (L/ λ)b (dB) ..........................................................(4)
dimana a dan b adalah konstanta yang tergantung dari anatomi, ukuran ikan dan
panjang gelombang. Dari persamaan di atas dapat dirubah dalam bentuk
logaritmik, yaitu:
TS = a log (L) + b log (f) + A ..............................................(5)
Dimana TS adalah target strength, f adalah frekuensi suara dan a,b adalah
konstanta, dan A adalah 10 log bo.
Menurut Foote (1987) dalam, hubungan antara TS dan panjang ikan (L)
(khususnya ikan-ikan yang memiliki gelembung renang) sebagai berikut :
TS = 20 log (L) – 68 (dB).......................................................(6)
11
Dimana nilai 68 merupakan normalized target strength (nilai TS per 1 cm panjang
ikan) yang bersangkutan (bladder fish physoclist).
Dalam kenyataannya nilai 20 log L dalam persamaan (3) juga bervariasi
tergantung dari spesies ikan dan faktor instrumen yang digunakan. Untuk ikan
yang mempunyai gelembung renang (bladder fish) pada umumnya nilai TS
maksimum tidak tepat pada dorsal aspect, karena membentuk sudut terhadap
sumbu horizontal ikan sebesar 2,2°-10° dengan rataan 5,6°. Sedangkan ikan yang
tidak mempunyai gelembung renang (bladderless fish) nilai TS maksimum tepat
pada dorsal aspect, kecuali untuk ikan yang bentuk tubuhnya tidak stream line.
Johannesson dan Mitson (1983) mendefinisikan target strength menjadi dua
yaitu, intensity target strength dan energy target strength.
Intensity target strength dirumuskan sebagai berikut :
Ir
…………………………………………… (7)
Ii
TSi = 10 log
dimana :
TSi = Intensity target strength
Ir
= reflected intensity; r = 1 m
Ii
= Incident intensity
Energy target strength dirumuskan sebagai berikut :
TSe = 10 log
dimana :
Er
…………………………………………. (8)
Ei
TSe = energy target strength
Er
= reflected energy; r = 1 m
Ei
= Incident energy
Hubungan antara intensitas (I) dan energi (E) adalah sebagai berikut :
E = ∫ I (t) dt …………………………………………………. (9)
12
I = P2(rec)/ρc;......................................................................(10)
dimana :
I
= Intensity
ρc
= acoustic impedance
P(rec) adalah pressure yang diterima oleh receiver dari echosounder
Johannesson dan Mitson (1983) yang secara matematis dapat didefenisikan
sebagai berikut :
Gb 2 σ s ……………………………… ……………. (11)
P(rec) =
dimana :
s
= bentuk gelombang dari sinyal echo
G = Cumulative gain
b2 = Transmit dari receive beam pattern
σ = Scattering cross section
Backscattering cross section (σbs) sama dengan σ (θ , φ ) ) untuk θ = - π dan
φ = 0 (MacLennan and Simmonds, 2005) yakni parameter yang ditunjukkan pada
bentuk-bentuk fisik merupakan perbandingan intensitas suara yang dipantulkan
oleh target (Ir) dengan intensitas suara yang mengenai target (Ii).
(σbs) =
dimana :
Ir
……………………………………………….….. (12)
Ii
(σbs) = Backscattering cross section
Ir
= reflected intensity; r = 1 m
Ii
= Incident intensity
sehingga persamaan (2) menjadi :
TSi = 10 log (σbs) …………………………………………… (13)
13
Metode hidroakustik mendefinisikan konsep gain (G) sebagai rasio intensitas
suara pada suatu titik kejauhan di dalam air saat menggunakan transducer dan
input power yang konstan pada omni directional transducer. Hubungan gain
dengan direktifitas transducer (D) adalah (Johannesson dan Mitson (1983)) :
G(α,β) = η. D (α,β) ……………………………………….….(14)
Property echo dari target disebut sebagai acoustic backscattering cross
section yaitu : σ =
Pr 64π 3 4 2αr
r 10 ……………………………………….…(15)
PtG 2 λ2
Secara umum property echo lebih sering disebut backscattering strength
daripada backscattering area. Persamaan yang menyatakan backscattering
strength adalah: Sp =
σ
Pr 16π 2 4 2αr
=
r 10 ………………………..(16)
4πr02
PtG 2 r02 λ2
Persamaan (10) dalam bentuk logaritma dapat dinyatakan sebagai berikut :
10 log (Sp) = 10 log (Pr) + 10 log (16π2) + 10 log (r4 102 αr) – 10 log
(PtG2r02λ2).....................................................................................................(17)
dimana :
Pr = Power dari echo yang diterima
Pt = power yang dipancarkan ke dalam air
G = gain terhadap target
r = jarak antara transducer dengan target
α = konstanta atenuasi suara
σ = area backscattering cross section
2.4 Volume Backsccatering Strength (SV)
Pengertian volume backscatering strength mirip dengan target strength,
dimana target strength adalah refleksi ikan tunggal sedangkan volume
14
backscatering strength untuk kelompok ikan. Volume backscatering strength
(SV) adalah ratio antara intensitas yang direfleksikan oleh suatu kelompok single
target yang berada pada suatu volume air tertentu (1m3) dan diukur pada jarak 1
meter dari target dengan intensitas suara yang mengenai target.
Volume reverberasi digunakan untuk mendapatkan volume backscatering
strength dari kelompok ikan. Total intensitas suara yang dipantulkan oleh
multiple target adalah jumlah dari intensitas suara yang dipantulkan oleh masingmasing target tunggal :
Irtotal = Ir1 + Ir2 + Ir3 + ….. + Irn …………………………………....(18)
dimana : n = jumlah target
Jika n memiliki sifat-sifat akustik yang sama, maka :
Irtotal = n.
Ir
………………………………………………………....(19)
dimana : Ir = intensitas rataan yang direfleksikan oleh target tunggal.
Sehingga acoustic cross section rataan tiap target adalah :
σ=
1
………………………………………..…………….……(20)
n
∑σ
j
j =1
Nilai σ juga dapat dicari dengan menggunakan persamaan :
 Ir
 Ii
σ = 4πro2 

 ………………………………………………….......(21

sehingga Ir = σ. Ii/4πro dan Ir total dicari dengan menggunakan persamaan :
 n.σ
Ir total = 
2
 4πr0

 Ii dengan ro = 1m …………………………….….....(22)


Persamaan (22) dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu :
Ir total = n. σ . Ii ……………………………………………….…......(23)
15
Persamaan diatas akan memungkinkan untuk mencari nilai rataan target
( )
strength TS . Bila ρv =
n
, dalam satuan dB, maka nilai Sv (Volume
volume
backscatering strength) dapat ditulis dalam persamaan :
Sv = 10 log ρv + TS …………………………………………….…..(24)
Metode echo integration digunakan untuk mengukur volume backscattering
strength berdasarkan pada pengukuran total power backscattered pada transducer.
2.5 Pengukuran SV dengan Split Beam Scientific Echosounder
Perhitungan densitas ikan dilakukan dengan mengintegrasi echo yang berasal
dari kelompok-kelompok ikan yang terdeteksi. Kelompok ikan tersebut dianggap
membentuk suatu lapisan perairan dengan tebal perairan yang sesuai dengan
ketebalan kelompok ikan. Lapisan ini merupakan bidang-bidang datar dan
pengintegrasian dilakukan untuk bidang datar berlapis-lapis dan berurut-turut
hingga seluruh volume perairan yang dibentuk kelompok ikan terintegrasi secara
menyeluruh (Simrad, 1993a). SV yang berasal dari lapisan perairan dapat dihitung
dengan:
Sv = ((δσ/δV)/4πro2)= (Pr32 r2/PtGo2ro2 λ2cτΨ)r2 102αr……………….(25)
Persamaan menjadi (Simrad, 1993b):
10 log(Sv) = 10log (Pr) + 10log(r2102αr)-10 log(Pr32 r2/PtGo2ro2 λ2cτΨ/32π2)..(26)
Berdasarkan nilai 10 log Sv di atas diperoleh:
δσ/δv = 4πro2 Sv……………………………………………………………….(27)
δσ/δA = (δσ/δv)dr dengan δA = rata-rata(δσ/δA)……………………………...(28)
16
Persamaan (25) mengubah nilai SV menjadi nilai area backscattering strength
(SA) per unit volume. Hubungan antara SA (m2/nm2) dengan δA (m2/nm2)
dinyatakan sebagai berikut:
SA = (1852 m/nm)2 δA………………………………………………….(29)
SA = 4πro (Sv x(1852m/nm))2……………………………………..........(30)
Untuk memperoleh Volume backscattering crosss section (Sv) dari area
backscattering
SV=
SA
2
2
4πR (1852m / nm ) .(R2 − R1 )
........ ........................................................ (31)
Metode integrasi echo ini merupakan teknik yang efisien dan dapat dipercaya
untuk pengukuran stok ikan dan pengukuran bottom scattering(Manik, et.al,
2006).
2.6 Faktor-faktor Oseanografi yang Mempengaruhi Distribusi Ikan
2.6.1. Suhu
Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang yang
terkandung dalam suatu benda yang umumnya diukur dalam satuan derajat
Celcius (oC). Di samudera, suhu bervariasi secara horizontal sesuai dengan garis
lintang, dan juga secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Suhu merupakan salah
satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran
organisme (Nybakken, 1992).
Distribusi suhu air laut di permukaan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu
jumlah bahang yang diterima dari matahari, evaporasi, curah hujan, pemasukan air
tawar dari sungai, dan pembekuan serta pencairan es abadi di kutub (Stewart,
2003). Suhu air permukaan di perairan nusantara kita umumnya berkisar antara
17
28 – 31oC dan suhu air di dekat pantai biasanya lebih tinggi dari pada di lepas
pantai (Nontji, 1987).
Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung atau tidak
langsung. Pengaruh tidak langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi
kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikan laju
maksimum fotosintesa (Pmax), sedangkan pengaruh tidak langsung yakni dalam
merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi
fitoplankton (Tomascik et al.,1997 in Sutrisno, 2002). Secara umum laju
fotosintesa meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun
secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan
karena setiap spesies fitoplankton selalu beradaptasi terhadap suatu kisaran suhu
tertentu.
Suhu dapat mempengaruhi proses metabolisme yaitu dalam hal pertumbuhan,
perkembangan , daya hidup ikan dan juga mempengaruhi aktifitas yang dilakukan
oleh ikan. Ikan dapat merasakan perubahan suhu perairan sampai dengan 0.03 oC.
Pada perairan laut dalam, suhu relatif stabil yaitu antara 4-8 oC sehingga suhu
perairan tidak berpengaruh terhadap distribusi lokal ikan laut dalam (Laevastu dan
Hayes, 1981). Pengaruh suhu air laut terhadap kelimpahan, keberadaan dan
distribusi ikan disajikan dalam diagram seperti pada Gambar 3.
18
Suhu air laut
(mempengaruhi Distribusi dan
kelimpahan ikan)
Metabolisme
dan Aktifitas
Kecepatan
renang dan
migrasi
Makan dan
pencernaan
Perubahan
Bertahan
hidup
(dewasa)
Perkembangan gonad
Bertelur
(rekuitmen)
Musim dan
Daerah
keberadaan
ikan
Mampu
menghindar
Pemindahan telur dan
penundaan waktu bertelur
Gambar 3. Diagram Pengaruh Suhu Air Laut Terhadap Kelimpahan, Keberadaan
dan Distribusi Ikan (Laevastu dan Hayes, 1981)
2.6.2. Salinitas
Salinitas didefinisikan sebagai jumlah berat semua garam (dalam gram) yang
terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dalam satuan o/oo (per mil).
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air,
penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Nilai salinitas akan menurun dengan
bertambahnya pemasukan air tawar dan presipitasi namun akan meningkat jika
terjadi evaporasi (Nontji, 1987).
19
Gambar 4. Sebaran vertikal salinitas
(windows.ucar.edu/.../sm_salinity_depth, 2008)
Perubahan salinitas pada perairan bebas (laut lepas) adalah relatif lebih kecil
bila dibandingkan perairan pantai. Hal ini disebabkan perairan pantai banyak
memperoleh masukan air tawar dari muara-muara sungai terutama pada waktu
banyak hujan. Salinitas juga erat hubungannya dengan penyesuaian tekanan
osmotik antara sitoplasma dari sel-sel dalam tubuh ikan dengan keadaan salinitas
lingkungan. Perubahan salinitas sering menunjukan perubahan massa air dan
keadaan salinitasnya. Ikan cenderung untuk memilih medium dengan kadar
salinitas yang lebih sesuai dengan tekanan osmotik tubuh mereka masing-masing
(Laevastu dan Hayes, 1981).
20
Salinitas bersifat lebih stabil di perairan terbuka, walaupun di beberapa tempat
kadang-kadang mereka menunjukan adanya fluktuasi perubahan. Distribusi
salinitas rendah di lapisan permukaan laut-laut Asia Tenggara selama terjadinya
angin musim barat (north-east monsoon) dari bulan Desember sampai Mei. Di
bawah kedalaman 1000 m, hanya terjadi perubahan salinitas yang kecil, dimana
nilai perubahan berkisar secara tetap diantara 34.5 o/oo dan 35 o/oo untuk seluruh
daerah lintang (Hutabarat dan Evans, 2000).
Salinitas di perairan terbuka variasinya sangat terbatas, tetapi di perairan
estuaria, pada teluk dan muara sunai sangat bervariasi menurut musimnya.
Organisme pada perairan terbuka biasanya sternohaline (yaitu memiliki batas
toleransi yang sangat kecil untuk perubahan salinitas), sedangkan organisme pada
perairan payau dekat pantai biasanya euryhaline. Organisme lautan kebanyakan
memiliki kandungan garam di dalamnya isotonik degan air laut, sehingga
osmoregulasi tidak menjadi masalah, kecuali jika salinitas berubah (Odum, 1971).
Salinitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan organisme, misalnya
distribusi biota akuatik sangat erat kaitannya dengan salinitas. Salinitas pada
kedalaman 100 m pertama dapat dikatakan konstan, walupun terdapat sedikit
perbedaan-perbedaan tetapi tidak mempengaruhi ekologi secara nyata
(Nybakken, 1992). Diagram pengaruh salinitas terhadap distribusi dan
kelimpahan sumber daya ikan disajikan pada Gambar 4.
21
Salinitas
lingkungan
Distribusi (fungsi dari
pemilihan dan toleransi
salinitas
Dewasa
Orintasi Migrasi (respon
terhadap perubahan
salinitas)
Distribusi/perse
baran
Potensi
perikanan
Gambar 5. Diagram Pengaruh Salinitas Terhadap Distribusi dan
Kelimpahan Sumber Daya Ikan (Laevastu dan Hayes, 1981)
2.8 Kondisi Perairan Laut Jawa
Laut Jawa dengan luas permukaan 467.000 km2 terletak di bagian tenggara
paparan Sunda. Kondisi hidrologi Laut Jawa sangat di pengaruhi adanya dua jenis
angin muson, yaitu angin muson barat dan angin muson timur. Kedua pola angin
tersebut menyebabkan timbulnya perubahan yang sangat nyata pada pola arus dan
kecepatan arus, salinitas, serta produktifitas primer dari perairan ini (Wyrtki,
1961). Selama bertiup angin muson barat, di Laut Jawa berlangsung musim barat,
dan sebaliknya selama berlangsung angin muson timur, di Laut Jawa sedang
berlangsung musim timur.
Puncak musim barat berlangsung sekitar bulan Desember sampai dengan
bulan Februari. Sedangkan puncak musim timur terjadi pada bulan Juni sampai
Agustus setiap tahunya. Selama musim Barat, angin bertiup ke arah barat dengan
22
kecepatan 1.5 knot (Emerly et .al.,1972). Selanjutnya pada musim Barat juga
berlangsung musim penghujan, sehingga salinitas air Laut Jawa turun menjadi
kira-kira 30.0 ‰ dari rata-rata sebesar 32.6 ‰. Penurunan salinitas juga
disebabkan oleh banyaknya sungai-sungai besar yang bermuara di sepanjang
pantai Utara Jawa. Menurut Boely dan Linting (1986), salinitas Laut Jawa
bervariasi dari 33 ‰ sampai 34 ‰ baik pada permukaan maupun pada seluruh
kolom air. Pada saat yang sama produktifitas primer mencapai 1.0 gram C/jam/m³
yang dijumpai hampir diseluruh Laut Jawa (Doty et. al., 1963).
Keadaan Laut Jawa tersebut akan mulai berganti pada bulan April/Mei yaitu
angin muson Barat menjadi angin musim Timur dan pada bulan
September/Oktober angin musim Timur menjada angin musim Barat.
Pada umumnya selama musim transisi tersebut,angin bertiup dengan
kecepatan rendah dan arah yang tidak menentu. Akan tetapi pada bulan Juni-Juli
angin bertiup begitu kencang hingga mencapai kekuatan 4 pada skala Beafort (1318 knot atau 21-21 Km/jam) terutama dibagian paling timur dari Laut Jawa
(Wyrki, 1961).
Arus permukaan akan membalik ke arah barat selama musim Timur
berlangsung. Pada masa itu massa air dengan salinitas 33.8 ‰ yang berasal dari
Laut Flores dan Selat Makasar memasuki Laut Jawa dan bergerak ke arah barat
(Emerly et al., 1972). Suhu minimum diamati pada bulan Juni-Agustus dan
Desember-Januari (27°C) dan maksimum pada bulan April, Mei, dan Nopember
(30°) selama musim peralihan. Sedangkan suhu dari permukaan laut sampai ke
seluruh kolom air diatas 29° C (Boely dan Linting, 1986).
23
2.9. Potensi Sumberdaya Ikan di Perairan Laut Jawa Bagian Utara Jawa
Tengah
Jawa Tengah diapit oleh Laut Jawa di sebelah utara dan Samudra Indonesia
disebelah selatan. Dengan memiliki panjang pantai 656,1 km khususnya dibagian
selatan (Samudera Hindia), maka tersedia peluang pengembangan usaha
perikanan yang cukup besar, serta potensi budidaya tambak yang cukup berarti.
Tersedianya peluang pengembangan perikanan ini dapat dilihat dalam tabel
sebagai berikut:
Tabel 1. Potensi Tangkapan Ikan di Utara Propinsi Jawa Tengah (Laut Jawa)
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
JENIS KOMODITAS
LAUT JAWA
Tongkol
Tenggiri
Pelagis kecil
Demersal
Udang
Lobster
Cumi-cumi
Ikan karang
JUMLAH
POTENSI (ton)
29.000
26.000
336.000
431.000
11.000
500
5.042
4.973
843.515
(Sumber : www.dinasperikanandankelautan.com/propinsijateng 2007)
Selain perikanan laut, perikanan darat juga memberi peluang untuk
pengembangan. Beberapa jenis ikan perairan darat yang prospektif dan perlu
dikembangkan untuk komuditas ekspor adalah ikan mas, mujair, tawes seta
gurame.
24
3. METODOLOGI
3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, dimana
survei dilaksanakan pada tanggal 15 - 31 Mei 2006 oleh Balai Riset Perikaan Laut
(BRPL), DKP. Kegiatan di Utara pantai Tegal hingga Kendal, Jawa Tengah.
Secara geografis terletak pada 4°10'002” LS - 108°10'00” BT dan 6°35'38” LS 108°10'00” BT sampai dengan 6°35'38” LS - 115°11'38” BT dan 6°48'00” LS 115°11'38” BT . Peta lokasi penelitian dan trek akustik ditunjukan pada Gambar
6.
Gambar 6. Lokasi pengambilan data akustik
25
3.2
Wahana dan Peralatan Penelitian
3.2.1 Kapal Penelitian
Wahana yang digunakan dalam pengambilan data adalah kapal riset Bawal
Putih milik Balai Riset Perikanan Laut, Departemen Kelautan dan Perikanan. Kapal
riset Bawal Putih merupakan kapal yang memiliki bobot 188 GT dengan penggerak
utama mesin (inboard engine). Pada kapal tersebut dipasang peralatan akustik,
navigasi dan peralatan lain yang menunjang kegiatan penelitian.
3.2.2 Perangkat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam pengambilan dan pengolahan data lapangan
antara lain :
1) Perangkat akustik berupa:
- Split Beam Scientific Echosounder SIMRAD EK-60
(i)
(ii)
Gambar 7. Display dan Transduser SIMRAD EK-60
- Split Beam Transducer (120 kHz)
- Personal Computer (PC)
- Dongle( hard key)
- Eksternal Hard Disk- USB
26
Gambar 8. Dongle
2) GPS (Global Positioning System) untuk penentu posisi kapal
3) Peralatan Oseanografi berupa Curent meter Valeport seri 108/308 yang
dilengkapi dengan CTD
4) Perangkat lunak analisis data
- Sonar Data Echoview 4.0
- Microsoft Office Excell
- Surfer versi 8.0
- Ocean Data View
3.3
Metode Perolehan Data
3.3.1 Desain Survei
Desain survei yang digunakan dalam penelitian ini adalah systematic parallel
transect yang menggambarkan trek survei akustik dan posisi stasiun oseanografi
seperti terlihat pada Gambar 9. Pemilihan bentuk systematic parallel transect ini
diharapkan dapat memperoleh data yang cukup banyak dan mewakili seluruh perairan
yang disurvei.
27
3.3.2. Data Akustik
Pengambilan data akustik diperoleh dengan menggunakan Scientific
Echosounder SIMRAD EK60. Data akustik yang diperoleh dari lapangan dalam
bentuk data gram (DG), diagram alir perekam data akustik disajikan pada Gambar 10.
Penelitian dilaksanakan di pesisir Utara Jawa Tengah dengan bentuk jalur survei
adalah systematic triangular transect. Data akustik diambil secara terus menerus
selama pelayaran.
SIMRAD
EK 60
DATAGRAM
(DG)
Personal
computer 1
Tranduser
Back up
datagram
Target
Data
format zip
Gambar 10 . Diagram alir pengambilan dan perekaman data akustik
3.3.3. Data Oseanografi
Pengambilan data oseanogafi dilakukan dengan menggunakan Current Meter
(Valeport seri 108/308) yang dilengkapi dengan CTD ( Conductivity Temperature
Depth) yang dilakukan pada 78 stasiun.
Parameter oseanografi yang diambil pada penelitian ini adalah data suhu dan
salinitas. Data ini diperoleh dengan menggunakan alat CTD yang diukur pada
beberapa stasiun yang dapat mewakili daerah penelitian. CTD diturunkan sampai
28
pada kedalaman 55 m. Data suhu dan salinitas digunakan untuk mendukung dalam
penentuan densitas ikan di perairan tersebut.
3.4
Metode Pemrosesan dan Analisis Data
3.4.1
Data Akustik
Pengambilan data akustik dilakukan dalam 16 hari. Data yang didapat dari survei
akustik berupa data dalam bentuk RAW, BOT dan IDX file yang selanjutnya akan
diolah menggunakan software echoview 4.0. (SonarData pty ltd). Koreksi noise
dilakukan 10 m dari permukaan perairan dan 10 m dari dasar perairan hal ini
dilakukan agar nilai yang termasuk noise tidak masuk kedalam perhitungan dan
analisis.
Analisis data akustik dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1) Data echogram yang diperoleh menunjukkan nilai target strength (TS) yang
terdeteksi dalam nilai selang TS, dimana keluarannya berupa TS mean, TS
maksimum dan TS minimum.
2) Selain nilai TS di atas, nilai volume backscattering strength juga diperoleh berupa
Sv mean :
1. Sv_mean (single beam data)
Penghitungan ini digunakan untuk menghitung Sv mean dari data multi beam.
29
inA
∑ (ε τ
s
s s vs
Sv =
)
................................................................................................. (32)
s
inA
∑ (ε )
s
s
dimana:
sv = Sv linear rata-rata semua sampel pada dearah A (m2/m3).
A = Daerah sampel yang dianalisis.
svs = Nilai Sv linear dari sampel (m2/m3)
τ s = 0 jika sample dibawah treshold yang telah dituntukan, selain itu 1
εs = 0 jika sample diluar data, data eror atau tidak ada data, selain itu 1
2. Sv mean (target-locked data)
Perhitungan ini digunakan untuk menghitung Sv mean yang hanya didapat dari
pembacaan data dari target. Diamana penghitungan Sv mean (target-locked data)
dirumuskan :
inα
|N . σ |
bs α =
∑S
vs
.Vs …................................................................ (33)
s
dimana :
|N . σ |
bs α
= backscattering cross-sectional untuk keseluruhan area pengambilan
data (m2)
Svs
= nilai Sv linear sample (m2/m3)
Vs
= nilai volume sample (m3)
30
3) Selanjutnya dengan bantuan microsoft excel, nilai TS rata-rata dan Sv rata-rata
yang didapat ditabulasikan baik secara vertikal dan horizontal.
4) Data yang telah ditabulasikan kemudian diplot dengan menggunakan bantuan
sofware dan microsoft excel untuk membentuk grafik distribusi vertikal dan horizontal
TS dan Sv.
5) Untuk mendapatkan nilai densitas ikan dalam satuan ikan/1000m³ maka
digunakan rumus :
Densitas = 10^((Sv mean-Ts mean)/10) ................................................................ (34)
Adapun proses pengolahan data akustik disajikan dalam Gambar 11.
31
PC
RAW, BOT, IDX file
Sv / file
TS / file
Tabel Sv harian
dan perkedalaman
Tabel TS harian
dan perkedalaman
Grafik Sv
Grafik TS
Densitas rata-rata
harian dan per
kedalaman
Gambar 11. Diagram pengolahan data akustik
3.4.2 Pola Sebaran Kepadatan Akustik Ikan
Pola sebaran kepadatan akustik ikan ditampilkan secara vertikal dan horizontal.
Pola sebaran vertikal digambarkan dengan persebaran nilai kepadatan ikan pada
seluruh strata kedalaman. Sedangkan pola sebaran horizontal ditunjukan dengan
gambar hasil overlay dari track area dengan kelompok kisaran nilai kepadatan
akustiknya dengan menggunakan program perangkat lunak surfer versi 8.0.
32
3.4.3 Pola Sebaran Suhu dan Salinitas
Data Oseanografi hasil pengukuran dengan CTD ( Conductivity Temperature
Depth) berupa data suhu dan salinitas. Data diperoleh dapat dibuka dengan
menggunakan spread Excell, kemudian data disusun sesuai format ODV dan
disimpan dengan format text (MS DOS). Setelah itu, data dapat diolah dengan
menggunakan program ODV untuk memperoleh informasi sebaran suhu dan salinitas
secara vertikal dan horizontal dari daerah survei akustik.
3.4.4 Analisis Data Oseanografi
Data oseanografi yang diperoleh hanya 78 stasiun, untuk memudahkan dalam
menganalisis data oseanografi, khususnya untuk membandingkan kondisi suhu dan
salinitas tiap stasiun maka dilakukan pengelompokan stasiun berdasarkan trek
pengambilan data akustik, yaitu dibagi dalam 9 leg yaitu lokasi pengambilan data
yang mempunyai posisi lintang atau bujur yang hampir sama dalam pengambilan data
akustik. Data suhu dan salinitas yang didapat dari hasil pengukuran diolah dengan
menggunakan software surfer versi 8.0, ODV dan microsoft excel, sehingga diperoleh
profil suhu dan salinitas secara vertikal dan horizontal untuk setiap leg stasiun. Proses
pengolahan data penelitaian dijelaskan dalam bentu diagram pada Gambar 11.
33
Metode hidroakustik
Lingkungan perairan
Data akustik EK-60
(data direkam dengan
software ER-60)
Parameter oseanografi
Pengelompokan data nilai
Sv, TS dan densitas ikan
serta posisi lintang dan
bujur
Pengelompokan data
nilai suhu dan salinitas
Sebaran vertikal dan
horizontal suhu dan
salinitas
Sebaran vertikal dan
horizontal ikan
Tampilan tabel,
gambar dan grafik
Analisa
Pengaruh suhu dan salinitas terhadap
nilai dan sebaran densitas ikan
Gambar 12. Diagram alir penelitian
34
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Nilai dan sebaran Target Strength (TS)
Dalam pemrosesan data akustik untuk perlu diketahui nilai TS-nya terlebih
dahulu, kemudian dilakukan pengukuran nilai densitas ikan dari suatu perairan.
Sebaran nilai TS rata-rata per kedalaman di Laut Jawa disajikan dalam bentuk grafik
pada Gambar 13.
TS (dB)
Gambar 13. Sebaran nilai TS rata-rata di Laut Jawa bulan Mei 2006
35
TS rata-rata terbesar terdapat pada strata kedalaman 16 (85-90 m) yaitu sebesar 44,05 dB dan nilai TS rata-rata terkecil terdapat pada strata kedalaman 1 (10-15 m)
yaitu sebesar -55,67 dB. Berdasarkan rumus yang digunakan yaitu TS = 20 log L –
68.0 ( Foote, 1987), maka dapat diduga bahwa panjang ikan terbesar sebesar 15,76
cm dan terkecil sebesar 4,14 cm. Nilai TS merupakan indikasi dari ukuran target
yang terdeteksi, dimana semakin besar nilai TS maka ukuran target akan semakin
besar dan sebaliknya.
Nilai TS di permukaan dibandingkan dengan dilapisan kolom air yang lebih
dalam diduga karena pada lapisan permukaan banyak terdapat ikan-ikan pelagis
berukuran kecil, dimana dorsal aspect dari ikan tersebut lebih kecil dari pada ikan
pelagis besar.
4.2 Nilai dan sebaran Volume Backscattering Strength (SV)
Nilai volume SV menunjukan nilai pantulan dari target suatu kelompok ikan yang
terdeteksi. Semakin besar nilai SV maka pengelompokan target semakin besar.
Semakin kecil nilai SV yang diperoleh maka pengelompokan target yang terdeteksi
akan semakin sedikit.
36
Gambar 14. Sebaran nilai Sv rata-rata di Laut Jawa bulan Mei 2006.
Gambar 15. Contoh Echogram Sv Laut Jawa bulan Mei 2006.
37
Pada Gambar contoh echogram Sv laut Jawa pada bulan Mei 2006, mempunyai
jumlah ping sebear 350 sampai 2 x 104 ping dan juga mempunyai kedalaman 45
sampai 70 m.
4.3 Nilai dan sebaran densitas ikan secara vertikal
Nilai dan sebaran densitas ikan di Laut Jawa pada bulan Mei 2006 dibagi
berdasarkan strata kedalaman, dimana di jelaskan pada Tebel 3.
Tabel 3. Densitas ikan rata-rata per hari di Laut Jawa bulan Mei 2006
Hari ke-
Strata kedalaman (m)
Densitas (ikan/1000 m3)
1
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 40
40 – 45
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 40
40 – 45
1.82
1.12
5.27
9.18
18.8
136.1
77.34
0.95
0.82
1.18
2.79
9.74
13.4
22.7
2
3
4
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 40
40 – 45
45 – 50
50 – 55
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 40
40 – 45
0.17
0.14
0.18
0.12
0.2
2.49
6.24
13.3
42.7
3.6
1.8
13.6
17.6
6.4
18.3
74.3
38
Tabel 3. (Lanjutan)
Hari ke-
Strata kedalaman (m)
Densitas (ikan/1000 m3)
5
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 40
40 – 45
45 – 50
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 40
40 – 45
45 – 50
50 – 55
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 40
40 – 45
5.3
13.2
13.1
17.9
22.6
15.3
13.1
111
0.9
5.6
1.52
6.5
4.5
15
37
37
192
51.5
30.1
23.8
13.5
23.6
26
61
6
7
9
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 40
40 – 45
45 – 50
50 – 55
9
26
14.4
13
13
29
40
34
35.4
39
Tabel 3. (Lanjutan)
Hari ke10
11
12
13
Strata kedalaman (m)
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 40
40 – 45
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 40
40 – 45
45 – 50
50 – 55
55 – 60
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 40
40 – 45
45 – 50
50 – 55
55 – 60
60 - 65
65 - 70
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 40
40 – 45
45 – 50
50 – 55
55 – 60
60 - 65
65 - 70
Densitas (ikan/1000 m3)
6.1
6
9
9
13
58
82
12
10
13
9.2
9
14.4
27
19
41
14
8
10
12
15
16
10
5.4
43
20
23
15
8.3
4.1
6
6.4
6
6
7
8
12
274
287
2
3
40
Tabel 3. (Lanjutan)
Hari ke14
15
16
Strata kedalaman (m)
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 40
40 – 45
45 – 50
50 – 55
55 – 60
60 - 65
65 - 70
70 – 75
75 – 80
80 – 85
85 – 90
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 40
40 – 45
45 – 50
50 – 55
55 – 60
60 - 65
65 - 70
70 – 75
75 – 80
80 – 85
10 – 15
15 – 20
20 – 25
25 – 30
30 – 35
35 – 40
40 – 45
45 – 50
50 – 55
55 – 60
60 - 65
65 - 70
Densitas (ikan/1000 m3)
8.1
10
7
13
14
17
16
17
11
8
9.1
6.2
5
12
5
4
23.3
28
31
33
35.4
43
24.4
29.1
27
12.1
4.1
5
4
2.3
17
0.3
3.1
4
6
6
6.2
8
7
19
11
18
27
41
Gambar 16. Densitas rata-rata (ikan/1000 m³) per strata kedalaman
Perbedaan strata kedalaman akan mempengaruhi tingkah laku ikan pada suatu
perairan. Hal ini disebabkan tiap spesies ikan mempunyai toleransi yang berbeda
terhadap faktor fisika dan kimia perairan seperti tekanan, suhu dan salinitas sehingga
akan mempengaruhi pengelompokan ikan dan jenis ikan disuatu perairan. Faktor
suhu, salinitas dan ketersediaan plankton sebagai makanan merupakan faktor
pembatas bagi organisme ekosistem perairan yang menentukan nilai dan sebaran
densitas ikan.
Gambar 16 terlihat bahwa densitas rata-rata tertinggi berdasarkan strata
kedalaman terdapat pada strata kedalaman 9 (50 – 55 m) yaitu dengan kepadatan 73
ikan/1000 m³ sedangkan densitas rata-rata terendah terdapat pada strata kedalaman 16
42
(85 – 90 m) dengan kepadatan 4 ikan/1000 m³. Tingginya nilai rata-rata densitas ikan
pada lapisan tercampur adalah karena ikan cenderung mencari tempat dengan
fluktuasi yang rendah sehingga ikan tidak memerlukan usaha yang besar untuk
menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang ada.
Nilai densitas ikan rata-rata cenderung menurun seiring dengan bertambahnya
kedalaman. Densitas terendah berdasarkan strata kedalaman adalah pada strata
kedalaman 16 (85 – 90 m) yaitu sebesar 3,4 ikan/1000 m³. Hal ini diduga
berhubungan semakin kecilnya tingkat toleransi ikan terhadap faktor suhu, salinitas,
intensetas cahaya serta akan ketersediaan makanan yang semakin berkurang. Hewan
laut hidup dalam batas toleransi suhu tertentu, ada yang mempunyai toleransi tinggi
terhadap suhu (euritherm), sebaliknya ada juga yang tingkat toleransinya rendah
(stenotherm) (Nontji, 1993). Perubahan suhu dapat menyebabkan terjadainya
sirkulasi massa air dan stratifikasi air, sehingga dapat mempengaruhi distribusi
organisme.
4.4 Nilai dan sebaran horizontal densitas ikan
Nilai dan sebaran densitas ikan rata-rata di Laut Jawa ditampilkan per strata
kedalaman untuk melihat pola penyebaran dan fluktuasi atau tinggi rendahnya nilai
densitas ikan rata-rata secara horizontal.
Nilai densitas ikan secara horizontal didapatkan dari hasil overlay trek area
dengan sebaran ikan secara horizontal. Nilai densitas ikan ditunjukan melalui bentuk
bulatan (bubble scatter), dimana semakin besar ukuran bulatan nilai densitas ikan
semakin besar.
43
Gambar 17 (a)
Gambar 17 (c)
Gambar densitas ikan pada strata kedalaman:
17 (a) kedalaman 10 - 15 m
17 (b) kedalaman 15- 20 m
17 (c) kedalaman 20 - 25 m
17 (d) kedalaman 25 - 30 m
Gambar 17 (b)
Gambar 17 (d)
44
Gambar 17 (e)
Gambar 17 (f)
Gambar 17 (g)
Gambar 17 (h)
Gambar densitas ikan pada strata kedalaman:
17 (e) kedalaman 30 -35 m
17 (f) kedalaman 35 - 40 m
17 (g) kedalaman 40 - 45 m
17 (h) kedalaman 45 - 50 m
45
Gambar 17 (i)
Gambar 17 (k)
Gambar densitas ikan pada strata kedalaman:
17 (i) kedalaman 50 - 55 m
17 (j) kedalaman 55 - 60 m
17 (k) kedalaman 60 - 65 m
17 (l) kedalaman 65 - 70 m
Gambar 17 (j)
Gambar 17 (l)
46
Gambar 28
Gambar 29
Gambar 17 (m)
Gambar 17 (n)
Gambar 17 (o)
Gambar 17 (p)
Gambar densitas ikan pada strata kedalaman:
17 (m) kedalaman 70 -75 m
17 (n) kedalaman 75 - 80 m
17 (o) kedalaman 80 - 85 m
17 (p) kedalaman 85 - 90 m
47
Gambar 17 (a) merupakan gambar sebaran dan nilai densitas ikan pada strata
kedalaman 10 – 15 secara horizontal, pada kedalaman tersebut densitas ikan sebesar
9 ikan/1000 m³. Gambar 17 (b) merupakan gambar sebaran dan nilai densitas ikan
pada strata kedalaman 15 - 20 m, pada strata kedalaman ini densitas ikan sebesar 10,1
ikan/1000 m³. Gambar 17 (c) merupakan gambar sebaran dan densitas ikan pada
strata kedalaman 20 - 25 m, dimana pada strata kedalaman ini densitas ikan sebesar
10,3 ikan/1000 m³. Gambar 17 (d) adalah gambar sebaran dan kelimpahan ikan pada
strata kedalaman 25 - 30 m, pada kedalaman ini densitas ikan sebasar 11,4 ikan/1000
m³. Gambar 17 (e) merupakan gambar sebaran dan kelimpahan ikan pada strata
kedalaman 30 – 35 m, dimana pada strata kedalaman ini densitas ikan sebesar 13,2
ikan/1000 m³. Gambar 17 (f) merupakan gambar sebaran dan kelimpahan ikan pada
strata kedalaman 35 – 40 m, pada strata kedalaman ini kelimpahan ikan sebesar 27,4
ikan/1000 m³. Gambar 17 (g) merupakan gambar sebaran dan densitas ikan pada
strata kedalaman 40 – 45 m, dimana pada strata kedalaman ini densitas ikan sebesar
33,4 ikan/1000 m³. Gambar 17 (h) merupakan gambar sebaran dan densitas ikan
pada strata kedalaman 45 – 50 m, pada kedalaman ini kelimpahan ikan sebesar 60
ikan/1000 m³. Gambar 17 (i) adalah gambar sebaran dan kelimpahan ikan pada strata
kedalaman 50 – 55 m, dimana pada strata kedalaman ini mempunyai densitas sebesar
73 ikan/1000 m³. Gambar 17 (j) adalah gambar sebaran dan densitas ikan pada strata
kedalaman 55 – 60 m, pada strata kedalaman 55 – 60 m mempunyai densitas sebesar
59,3 ikan/1000 m³. Gambar 17 (k) adalah gambar sebaran dan kelimpahan ikan pada
strata kedalaman 60 – 65 m, pada strata kedalaman 60 – 65 m ini mempunyai sebaran
densitas ikan sebesar 10 ikan/1000 m³. Gambar 17 (l) merupakan gambar sebaran
48
dan nilai densitas ikan pada strata kedalaman 65 – 70 m, pada strata kedalaman 65 –
70 m ini mempunyai nilai densitas sebesar 10 ikan/1000 m³. Gambar 17 (m) adalah
gambar sebaran dan kelimpahan ikan pada strata kedalaman 70 – 75 m, pada strata
kedalaman 70 – 75 m ini , mempunyai kelimpahan ikan sebesar 4,4 ikan/1000 m³.
Gambar 17 (n) merupakan gambar sebaran dan densitas ikan pada strata kedalaman
75 – 80 m, pada strata kedalaman 75 – 80 m ini kelimpahan ikan sebesar 7 ikan/1000
m³. Gambar 17 (o) merupakan gambar sebaran dan nilai densitas ikan yang terdapat
pada strata kedalaman 80 – 85 m, pada strata kedalaman 80 – 85 m ini nilai densitas
ikan sebesar 11 ikan/1000 m³. Gambar 17 (p) merupakan gambar sebaran dan
kelimpahan ikan pada strata kedalaman 85 – 90 m, pada strata kedalaman 85 – 90 m
ini nilai kelimpahan ikan sebesar 3,4 ikan/1000 m³.
Secara keseluruhan nilai densitas total ikan yang didapat pada semua strata
kedalaman ialah sebesar 353 ikan/1000 m³, kisaran sebaran densitas ikan tertinggi
terdapat pada kedalaman 40 – 55 m dan kisaran densitas terendah terdapat pada
kedalaman 15 – 30 m. Berdasarkan sebaran nilai TS dan SV yang pada kisaran
kedalaman 40 – 55 m, dimana nilai TS dan Sv semakin besar maka pengelompokan
ikan semakin besar dan sebaliknya..
Sebaran densitas pada kisaran kedalaman 15 – 30 m lebih kecil bila dibandingkan
dengan lapisan kolom air yang lebih dalam, hal ini diduga karena pada lapisan
permukaan banyak terdapat ikan-ikan pelagis yang berukuran kecil,tidak memiliki
gelembung renang, bentuk ikan, oreantasi akan terhadap tranducer, spesies ikan dan
kecepatan renang ikan (MacLennan and Simmonds, 1992).
49
4.5
Sebaran suhu dan salinitas
4.5.1
Sebaran vertikal suhu
Berdasarkan data dari 41 stasiun pengamatan oseanografi yang diambil di
perairan Laut Jawa diperoleh pola sebaran vertikal suhu yang hampir seragam untuk
setiap stasiun yaitu nilai suhu cenderung semakin menurun dengan bertambahnya
kedalam perairan. Hal ini disebabkan oleh energi dari radiasi matahari yang secara
langsung memanaskan lapisan permukaan permukaan akan semakin berkurang
intensitasnya seiring dengan bertambahnya kedalaman. Pengelompokan stasiun
oseanografi berdasarkan letak lintang atau bujur yang sama atau disebut leg, hal ini
dilakukan karena dalam satu trek area pengambilan data akustik mempunyai stasiun
oseanografi yang berbeda-beda. Kisaran suhu pada stasiun oseanografi di Laut Jawa
bulan Mei 2006 selanjutnya ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kisaran suhu pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan Mei 2006
Leg (stasiun)
Suhu minimum
Suhu maksimum
Suhu rata-rata
1 (1,2,3,4,5)
28,91°C
30,18°C
29,97°C
2 (6,7,8,9)
29,46°C
30,12°C
29,87°C
3 (10,11,12,13,14)
29,34°C
30,15°C
29,78°C
4 (15,16,17,18,19,20)
29,45°C
30,21°C
29,86°C
5 (21,22,23,24,25)
28,31°C
30,46°C
29,86°C
6 (26,27,28)
29,37°C
30,09°C
29,68°C
7(29,30,33,34)
29,26°C
30,25°C
29,80°C
8 (38,39,40,41)
29,50°C
31,01°C
29,81°C
9 (42,44,45,46,47)
28,07°C
29,97°C
29,73°C
50
Sebaran suhu pada bulan Mei 2006 di perairan Laut Jawa disajikan secara
)
an(m
alam
ed
K
vertikal pada Gambar 32 dan 33.
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 5
Stasiun 4
Temperatur (deg C)
Gambar 18. Sebaran suhu secara vertikal pada Leg 1 (1,2,3,4,5).
Stasiun 26
)
an(m
Kedalam
Stasiun 27
Stasiun 28
Temperatur (deg C)
Gambar 19. Sebaran suhu secara vertikal pada Leg 6 (26,27,28).
51
4.5.2 Sebaran horizontal suhu
Sebaran horizontal suhu di Perairan Laut Jawa secara umum memiliki nilai yang
relatif seragam untuk masing-masing kedalaman dengan fluktuasi nilai suhu yang
kecil kecuali pada lapisan termoklin. Menurut Gunarso (1985) fluktuasi suhu air laut
banyak dipengaruhi oleh iklim, suhu udara,kekuatan arus, kecepatan angin, lintang
maupun keadaan relief dasar laut, yang ditunjukan pada Gambar 20.
Gambar 20. Sebaran suhu secara vertikal pada semua stasiun oseanografi.
4.5.3 Sebaran vertikal salinitas
Salinitas merupakan salah satu parameter oseanografi yang dapat mempengaruhi
sebaran organisme di laut. Salinitas dapat mempengaruhi tekanan osmotik tubuh
organisme termasuk ikan, sehingga ikan dan organisme laut akan melakukan
penyesuaian diri dengan kondisi lingkungan atau mencari daerah yang lain yang
sesuai dengan tekanan osmotik tubuhnya. Pengaruh salinitas terhadap ikan dewasa
52
sangat kecil karena salinitas di laut relatif stabil yaitu berkisar antara 30-36 psu. Ikan
cenderung untuk memilih medium dengan kadar salinitas yang sesuai dengan tekanan
osmotik tubuhnya. Salinitas merupakan parameter yang memiliki nilai relatif konstan
untuk setiap kedalaman dan fluktuasi nilainya sangat kecil. Berbeda dengan suhu,
nilai salinitas meningkat seiring bertambahnya kedalaman perairan dengan perubahan
yang relatif kecil. Kisaran salinitas pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan Mei
2006 selanjutnya ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kisaran salinitas pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan Mei 2006
Leg (Stasiun)
Salinitas
Salinitas
Salinitas rata-
minimum
maksimum
rata
1 (1,2,3,4,5)
32,69 psu
33,65 psu
33,08 psu
2 (6,7,8,9)
32,79 psu
35,53 psu
33,27 psu
3 (10,11,12,13,14)
33,23 psu
33,49 psu
33,35 psu
4 (15,16,17,18,19,20)
33,16 psu
33,58 psu
33,37 psu
5 (21,22,23,24,25)
32,89 psu
34,49 psu
33,33 psu
6 (26,27,28)
33,12 psu
33,58 psu
33,33 psu
7 (29,30,33,34)
33,09 psu
33,74 psu
33,29 psu
8 (38,39,40,41)
32,12 psu
33,46 psu
33,20 psu
9 (42,44,45,46,47)
32,83 psu
34,12 psu
32,29 psu
53
Sebaran salinitas pada bulan Mei 2006 di perairan Laut Jawa disajikan secara
vertikal dan horizontal pada Gambar 21 dan 22.
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Kedalaman (m)
Stasiun 4
Stasiun 5
Salinitas (psu)
Gambar 21. Sebaran salinitas secara vertikal pada Leg 1 (1,2,3,4,5).
54
Stasiun 26
Kedalaman (m)
Stasiun 27
Stasiun 28
Salinitas (psu)
Gambar 22. Sebaran salinitas secara vertikal pada Leg 6 (26,27,28)
Berdasarkan Gambar 21 sampai Gambar 22, stratifikasi nilai salinitas cenderung
sama pada lapisan permukaan yang merupakan lapisan homogen. Lapisan ini secara
umum berada pada sampai sekitar kedalaman 20 – 33 m. Pada lapisan ini nilai
salinitas cenderung rendah karena adanya pengaruh faktor luar seperti curah hujan
atau pasokan air tawar atau dari sungai disekitar perairan. Menurut Nontji (1987), di
perairan pantai karena terjadi pengenceran, misalnya karena pengaruh aliran sungai,
salinitas bisa rendah sebaliknya di saerah dengan penguapan yang sangat kuat
salinitas bisa meningkat tinggi.
55
4.5.4
Sebaran horizontal salinitas
Sebaran horizontal nilai salinitas di perairan Laut Jawa untuk setiap strata
kedalaman mempunyai fluktuasi nilai yang kecil atau kisaran nilainya sempit seperti
yang ditunjukan pada Gambar 22.
Gambar 23. Sebaran horizontal salinitas pada semua stasiun oseanografi.
56
Tabel 5. Kisaran salinitas dan suhu pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan Mei
2006
Stasiun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
33
34
37
38
39
40
41
42
44
45
46
47
Suhu rata-rata (0C)
29.9215367
29.93987213
29.96217955
30.07635455
30.01272466
30.1034491
30.00328824
29.8627258
29.89126629
29.86851767
29.81208812
29.9671342
29.86002118
29.75548118
29.75586031
29.97080158
29.90172109
29.97115909
29.89594161
29.90252222
30.05747908
30.05690241
29.76408346
29.84056544
29.76531882
29.75741279
29.75306986
29.73716338
29.59388889
29.60409091
30.0024
30.23268654
29.93654598
29.84099427
28.57176659
29.7963278
29.85986891
29.61565934
29.77469402
29.5610948
29.83330315
29.94801518
Salinitas rata-rata (psu)
33.02783991
32.87029426
32.985255
32.73379351
33.00645753
32.87771437
33.01095
33.34063728
33.352416
33.31583953
33.36581188
33.26785043
33.3613
33.34392509
33.39579596
33.37566211
33.36843359
33.37878961
33.37991677
33.18285778
33.12789362
33.2668747
33.42556385
33.35767353
33.36348059
33.40377128
33.36657603
33.22260775
33.29169841
33.34947403
33.27613952
33.19063558
32.61681839
32.83974459
34.35096614
33.09861951
32.97167059
33.15819121
32.64773333
33.25829552
33.28894148
33.20565491
Kedalaman (m)
39.293
10.276
39.32
12.978
41.437
30.455
34.766
44.357
45.912
47.788
45.858
44.357
47.734
54.436
47.573
46.18
45
45.456
45.483
35.891
39.454
38.516
47.681
45.697
51.058
47.439
44.732
45.161
47.761
51.433
40.177
34.552
14.423
31.231
38.543
41.49
19.48
46.662
27.59
47.037
40.017
36.909
57
4.6 Hubungan antara faktor oseanografi dengan densitas ikan
Hubungan antara ikan dengan lingkungan sangatlah kompleks karena pengaruh
lingkungan pada ikan tergantung dari kondisi ikan tersebut, keadaan kematangan
gonad dan lain-lain. Fluktuasi keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap pola migrasi serta musim terdapatnya ikan.
Salinitas sangat erat sekali hubungannya dengan pergerakan ikan, mengingat ikan
memerlukan penyesuaian diri terhadap tekanan osmosis antara sitoplasma sel tubuh
ikan dengan keadaan salinitas lingkungannya. Kisaran nilai salinits di lokasi
penelitian berkisar antara 32,29 psu sampai 33,35 psu. Nilai ini masih dalam kisaran
yang normal untuk ikan yang hidup di daerah tropis dan nilainya pun merata disemua
stasiun penelitian.
Gambar 24. Sebaran horizontal densitas terhadap salinitas .
58
Gambar 25. Sebaran horizontal TS terhadap salinitas .
Pada Gambar 24 dan 25, nilai densitas dan Target strength ikan mempunyai
kelimpahan terbesar pada kisaran salinitas sebesar 32 psu. Menurut Laevastu dan
Hayes (1981) menyatakan bahwa suhu mempengaruhi tingkat proses metabolisme
dan modifikasi akifitas ikan sehingga pertumbuhan dan tingkat makan juga
dipengaruhi oleh suhu makanan. Suhu perairan di lokasi pengambilan data
cenderung hampir seragam, yaitu berkisar antara 29,73°C sampai 29,97°C, dimana
kisaran suhu ini berada pada kisaran optimum untuk melakukan metabolisme.
Perbedaaan suhu yang ekstrim akan mengakibatkan perbedaaan distribusi organisme
59
dan juga sebaliknya apabila kondisi suhu perairan cenderung sama maka distribusi
ikan cenderung merata sesuai dengan pola sebaran suhu. Proses metabolisme ikan
hanya berfungsi dalam kisaran suhu yang relatif sempit yaitu 0 - 40°C. Ikan
termasuk organisme yang bersifat poikilothermis atau ectothermis, artinya suhu tubuh
dipengaruhi oleh suhu massa air disekitarnya (Nybakken, 1992). Suhu di laut adalah
salah satu faktor yang sangat penting bagi kelangsungan organisme di lautan, karena
suhu mempengaruhi baik aktifitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari
organisme tersebut (Hutabarat dan Evans, 1998).
Gambar 26. Sebaran horizontal densitas terhadap suhu .
60
Gambar 27. Sebaran horizontal TS terhadap suhu .
Pada Gambar 26 dan 27, nilai densitas dan Target strength ikan mempunyai
kelimpahan terbesar pada kisaran suhu sebesar 29 0C. Pada waktu pengambilan data
akustik dan oseanografi, di laut Jawa sedang mengalami musim peralihan dari angin
muson barat ke muson timur sehingga nilai suhu dan salinitas belum mengalami
perubahan. Kisaran nilai suhu dan salinitas di lokasi penelitian cenderung memiliki
nilai yang seragam sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap densitas ikan.
61
5. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1)
Nilai target Strength (TS) rata-rata terbesar terdapat pada strata kedalam 16
(85-90 m) yaitu sebesar -44,05 dB dan nilai TS rata-rata terkecil terdapat pada
strata kedalaman 1 (10-15 m) yaitu sebesar -55,67 dB.
2)
Nilai SV rata-rata terbesar terdapat pada strata kedalaman 16 (85-90 m) yaitu
sebesar -59,16 dB dan nilai terkecil terdapat pada strata kedalam 5 (20-25 m)
yaitu sebesar -88,86 dB.
3)
Densitas ikan pada bulan Mei 2006 di Laut Jawa secara vertikal berkisar antara
65,6 – 620,1 ikan/1000 m³ dan secara horizontal densitas ikan berkisar antara
3,4 – 72,5 ikan/1000 m³. Sesuai strata kedalaman, densitas ikan tertinggi
terdapat pada strata kedalaman 9 (50 – 55 m) dan mengalami penurunan seiring
bertambahnya kedalaman.
4)
Densitas ikan di lokasi penelitian dipengaruhi oleh kedalaman. Kisaran nilai
suhu dan salinitas di lokasi penelitian cenderung memiliki nilai yang seragam
sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap densitas ikan. Sebaran nilai suhu
berkisar antara 28,07 °C sampai 29,46 °C dan kisaran suhu maksimumnya
sebesar 29,68 °C sampai 31,01 °C dan sebaran nilai salinitas berkisar antara
32,12 psu sampai 33,74 psu,
62
5. 2 Saran
Saran yang perlu dilakukan sebagai tindak lanjut dari penelitian ini adalah :
1) Kalibrasi akan instrumen akustik perlu dilakukan.
2) Penelitian hendaknya dilakukan secara kontinyu dengan memperhatikan
faktor oseanografi.
63
DAFTAR PUSTAKA
Boely, T., and Linting. 1986. Prelimenary Report on Phechindon Campaign. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut No. 35. Balitkanlut. Jakarta : hal 23-29
Burczynski, J. J. 1982. Introduction to Use of Sonar System for Estimating Fish
Biomass. FAO. Fisheris Technical. Paper No. 199 Revision 1.
Coates, R. F. W. 1990. Underwater Acoustic System. Mac Millan Education, ltd.
188p.
Dahuri, R. Otonomi Pengelolaan Sumber daya Laut.
http://www. Ekosistem Pantai. Co.id/berita/otonomi.htm [1 Agustus 2008]
Direktorat Wilayah Laut dan PT Sucofindo (Persero). 2000. Kajian Peningkatan
Pengolahan dan Pengembangan Kelautan Secara Terpadu. Departemen
Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 114 hal.
Doty, M.I., R.E Martadinata and Sugiarto, 1963. Observation The Primery Marine
Productivity on North Western Indonesia water. Mar. Res. In Indonesia.
Emerly, K.O., E. Uchupi, J. Sunderland, H.L. Uktolseja and E.M. Young. 1972.
Geological Structure and Some Water Characteristics of The Java Sea and
Adjescent Coontinental Shelf. United Nation ECAFE. CCOP. Thecnical
Bulletin Contribution no. 27 Woodshole Oceanograpic Institution.
Foote, K.G. 1987. Fish Target strength for Use in Echo Integrator Survey. J. A Coust
Sea of America (JASA). Page 981-987
Harsono, G. 2005. Studi Karakteristik Massa Air Arus Pantai Selatan Jawa pada
Bulan Desember 2003. Tesis Program Studi Ilmu Kelautan. Program Pasca
Sarjana IPB. Bogor. (tidak dipublikasikan)
Hutabarat, S. dan S. M. Evans, 2000. Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
http://jawatengah.go.id. [24 Agustus 2007]
http://images. windows.ucar.edu/.../sm_salinity_depth. 10 September 2008
Johannesson, K. A. dan R. B. Mitson. 1983. Fisheries Acoustics A Practical Manual
for Aquatic Biomass Estimation. FAO Fisheries Technical Paper. Roma. 249
64
Laevastu, T dan M. L. Hayes. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. Fishing
News Book Ltd. Farnham.
Love, R.H. 1971. Dorsal Asapect Target Strength of an Individual Fish. J. Acoust.
Soc. Am. 49 (3): 816-823
MacLennan, D.N. and E. J. Simmonds. 1992. Fisheries Acoustic. Chapman & Hall.
London.325p.
Manik, H.M. 2006. Study on Acoustik Quantification of Sea Bottom using
Quantitative Echo Sounder. Ph.D Dissertatiaon. Graduate School of Marine
Science and Technology Tokyo Univ. of Mor. Science and Technology,
Tokyo Japan. 186 p
Manik, H.M. 1994. Pengukuran Target Strength dan Densitas Ikan Pelagis dengan
Dual Beam Acoustic System. Skripsi Prog. Studi ITK FPIK IPB.
Manik, H.M, M. Furusawa, K. Amakasu. 2006. Measurenment of Sea Bottom
Surface Backscattering Stength by Quantitative Echo Sounder, Fisheries
Science. Vol. 72, p.503-512
Nugraha, A.L. 2005. Studi Distribusi Arah dan Kecepatan Renang Ikan Pelagis di
Perairan Laut Jawa dengan Menggunakan Sistem Akustik Beam Terbagi
(Split Beam Acoustic System) pada Bulan Maret 2005. Skripsi (tidak
dipublikasikan). Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nontji, A. W. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh
M. Eidman, Koesbiono dan D. G. Bengen . Gramedia Jakarta.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh
M. Eidman, Koesbiono dan D.G. Bengen. Gramedia. Jakarta.
Odum, E.P. 1971. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ke-3. Diterjemahkan oleh: T.
Samingan, B. Srigandono. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Xiv +
550h.
Ross, D. A. 1970. Introduction to Oceanography. Merideth Corporation. New York.
SIMRAD, 1993 B. SIMRAD EP 500. Echo Processing System (Operation Manual).
Horten-Norway.
Simmonds, J and D,MacLennan. 2005. Fisheries Acoustic : Theory and Practice.
Blackwell Publishing. Oxford. UK.
65
Sutrisno, D. 2002. Fenomena Alam dan Perkembangan Teknologi Penginderaan
Jauh: Hakekat Ilmu Untuk Produktivitas Perikanan.
tumoutou.net/702_04212/dewayany_s.doc. [16 Juli 2006].
Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of South East Asian Waters. Naga Report
Vol. 2. The University of California. Scripps Institution of Oceanography.
San Diego.
66
Lampiran 1. Spesifikasi Simrad EK 60
1. Operational specifications
1.1. Ek 60 echosounder system
o Operating frequencies : 18, 38, 70, 120, 200 kHz
o Operational modes : Active, passive and tes
o Transmission power : Adjustable in steps
o Ping rate : Adjustable
o Maximum ping rate : 20 pings / sec
o Data collection range : 0 to 15.000 m
o Receiver instantaneous dynamic range : 150 dB
o Receiver filtering : Matched digital filters
o Receiver noise figure : 4 dB
o Split beam : Complex digital demolation
o Synchronization : Internal and external
2. Physical specifications
2.1 General purpose transceiver (GPT)
o Transmit power : Maximum 4 kW
o Output protection : Short circuit and open circuit protection
o Connector :
Transducer : 12-pin female amphenol, shell MS 3102 A-24, insert
24-195
AUI : 15-pin female delta
Network : 8-pin 12J-45 socket
Auxiliary : 25-pin female delta
o Physical dimension :
Width : 284 mm
Heigth : 112 mm
Depth : 246
o Weigth : Aproximately 4.5 kg depending on configuration
o Supply power and fuses :
AC fuse : ∅5 x 20 mm, 2A slow
DC fuse : ∅5 x 20 mm, 10 A slow or fast
2.2. GPT cabinet (IP55)
o Content :
One or two general purpose transceiver (GPT)
Ethernet switch
o Physical dimension:
Width : 400 mm
Heigth : 425 mm
Depth : 420
67
Lampiran 2. Contoh Echogram SV
(1a)
(2a)
( 1b)
(2b)
3
Lampiran 2. Contoh Tampilan
Pengolahan Data Pada Program
SIMRAD ER-60
68
Lampiran 3. Contoh Tampilan Proses Pengolahan Data (a) ER-60, (b)
Echoview 4.0 untuk SV, (c) Echoview 4.0 untuk TS
(a)
(b)
69
Lampiran 3 (lanjutan)
(c)
70
Lampiran 4. Contoh Data Hasil Ekspor Dari Program Echoview 4.0
Interval
Layer
1
8
1
9
1
10
2
7
2
8
2
9
2
10
3
8
3
9
3
10
4
8
4
9
4
10
5
7
5
8
5
9
5
10
6
8
6
9
6
10
6
11
Sv
mean
Lat M
Lon M
62.2872 5.83238 109.2522
77.8228 5.83238 109.2522
-79.616 5.83238 109.2522
79.0563 5.83402 109.2522
81.3877 5.83402 109.2522
83.1995 5.83402 109.2522
77.9407 5.83402 109.2522
75.6934 5.83569 109.2521
-72.791 5.83569 109.2521
-71.207 5.83569 109.2521
61.9301 5.83733 109.252
63.8372 5.83733 109.252
78.0242 5.83733 109.252
80.5296 5.83897 109.2518
80.1118 5.83897 109.2518
81.7403 5.83897 109.2518
83.5564 5.83897 109.2518
80.5249 5.84062 109.2515
75.1542 5.84062 109.2515
71.8392 5.84062 109.2515
71.5836 5.84062 109.2515
TS
mean
59.077
56.678
59.782
59.429
56.066
55.525
Densitas
Densitas (ikan/1000m3)
0.477508
477.51
0.007683
7.6828
0.01039
10.39
0.010896
10.896
0.002936
2.9365
0.001708
1.7082
-57.63
0.00931
9.3095
-57.76
55.114
58.277
57.089
57.172
57.995
58.453
58.524
56.607
59.382
0.016094
16.094
0.017072
17.072
0.050933
50.933
0.328014
328.01
0.215516
215.52
0.009933
9.9329
0.006199
6.1993
0.006938
6.9377
0.003067
3.0667
0.003824
3.8244
-55.29
59.735
57.419
55.913
0.002996
2.9958
0.028713
28.713
0.036139
36.139
0.027098
27.098
71
Lampiran 4. (lanjutan)
Sv
mean
Interval
Layer
Lat M
7
8
-62.4861
7
9
-62.3146
7
10
-78.5311
8
7
-80.1745
8
8
-78.6332
8
9
-81.2818
8
10
-84.1033
9
8
-78.3478
9
9
-73.8292
9
10
-73.0113
10
8
-71.3066
10
9
-62.0839
10
10
-64.1513
11
7
-77.1985
11
8
-79.3724
11
9
-78.8116
11
10
-80.9533
5.84225
5.84225
5.84225
5.84393
5.84393
5.84393
5.84393
5.84558
5.84558
5.84558
5.84721
5.84721
5.84721
5.84887
5.84887
5.84887
5.84887
12
8
-82.4781
12
9
12
Lon M
TS mean Densitas
Densitas
(ikan/1000m3)
109.2517
-56.231
0.236859
236.86
109.2517
-55.761
0.221125
221.13
109.2517
-58.453
0.009822
9.8217
109.2517
-57.136
0.004968
4.9676
109.2517
-55.643
0.005023
5.0232
109.2517
-53.82
0.001794
1.794
109.2517
-55.843
0.001493
1.4927
109.2517
-56.925
0.007206
7.2064
109.2517
-54.667
0.012128
12.128
109.2517
-56.137
0.020539
20.539
109.2515
-56.619
0.033982
33.982
109.2515
-56.349
0.267
267
109.2515
-53.762
0.091426
91.426
109.2513
-57.889
0.011723
11.723
109.2513
-58.724
0.008613
8.613
109.2513
-54.255
0.003502
3.5022
109.2513
-46.483
0.000357
0.3573
-5.8505
109.2511
-51.998
0.000895
0.8953
-80.3094
-5.8505
109.2511
-56.019
0.003724
3.7235
10
-75.2274
109.2511
-57.865
0.018355
18.355
13
6
-72.2284
109.251
-50.269
0.006369
6.3688
13
7
-71.6565
109.251
-59.912
0.066919
66.919
13
8
-63.8689
-5.8505
5.85217
5.85217
5.85217
109.251
-56.842
0.198296
198.3
72
Lampiran 5. Contoh Data Parameter Oseanografi (Suhu dan Salinitas)
Station
1
Longitude
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
110.3342
Latitude Kedalaman(m) Suhu(ºC) Salinitas(psu)
6.753889
0.009
29.897
32.9129
6.753889
0.089
29.899
32.6932
6.753889
0.089
29.8936
32.9104
6.753889
0.089
29.8943
32.9186
6.753889
0.089
29.893
32.9158
6.753889
0.142
29.6915
32.4423
6.753889
0.142
29.8976
32.8824
6.753889
0.196
29.8969
32.8453
6.753889
0.223
29.8976
32.894
6.753889
0.249
29.8996
32.8898
6.753889
0.249
29.897
32.908
6.753889
0.249
29.891
32.9229
6.753889
0.276
29.9003
32.8999
6.753889
0.303
29.7896
32.5166
6.753889
0.303
29.897
32.8809
6.753889
0.303
29.8983
32.9013
6.753889
0.303
29.895
32.9143
6.753889
0.33
29.8969
32.8674
6.753889
0.33
29.899
32.9008
6.753889
0.33
29.893
32.9129
6.753889
0.356
29.8976
32.8439
6.753889
0.356
29.899
32.8883
6.753889
0.356
29.8983
32.9052
6.753889
0.383
29.8976
32.7361
6.753889
0.383
29.8983
32.8993
6.753889
0.383
29.8923
32.9104
6.753889
0.41
29.8969
32.8318
6.753889
0.41
29.8983
32.8319
6.753889
0.41
29.8976
32.8756
6.753889
0.41
29.893
32.9108
6.753889
0.41
29.8936
32.9104
73
Lampiran 6. Jenis biota hasil tangkapan
Family
LUTJANIDAE
MENIIDAE
MONACANTHIDAE
MULLIDAE
NEMIPTERIDAE
POLYNEMOUS
POMADASYIDAE
PRIACANTHIDAE
PSETTODIDAE
SCOMBRIDAE
SERRANIDAE
SIGANIDAE
SPHYRAENIDAE
STROMATEIDAE
SYNODONTIDAE
THERAPONIDAE
TRIACANTIDAE
Species
Lutjanus johnii
Lutjanus malabaricus
Lutjanus vitta
Lutjanus lineolatus
Lutjanus sebae
Lutjanus bouton
Lutjanus sp.
Mene maculata
Monacanthus sp.
Aluterus scriptus
Upeneus sulphureus
Parupeneus sp.
Nemipterus peronii
Nemipterus hexodon
Nemipterus japonicus
Nemiptrus mesoprion
Nemipterus nematophorus
Nemipterus tambuloides
Scolopsis taeniopterus
Pentadropus sp.
Polydactylus pleberus
Pomadsys kaakan
Pomadasys argyreus
Pomadasys sp.
Priacanthus macracanthus
Priacanthus tayenus
Psettodes erumei
Rastrelliger brachysoma
Rastrelliger kanagurta
Scomberomorus guttatus
Ephinephelus sp
Ephinephelus sexfasciatus
Siganus canaliculatus
Sphyraene jello
Sphyraena baracuda
Sphyraena sp.
Pampus chinensis
Saurida longimanus
Saurida micropectoralis
Saurida undusquamis
Synodus sp.
Therapon theraps
Triacanthus sp.
74
Lampiran 6. (lanjutan)
Family
TRICHIURIDAE
SQUIDS
CUTTLES
SHRIMPS
CRABS
INVERTEBRATES
Species
Trichiurus lepturus
Lepturacanthus savala
Loligo sp.
Sepia sp.
Metapenaeus sp.
Metapenaeus ensis
Penaeus merguiensis
Penaeus monodon
Penaeus semisulcatus
Solenocera sp.
Squilla sp.
Trachianus asper
Parapenaeus sp.
others
Portunus sp.
Amocyum sp.
Anadara sp.
Sea-cucumber (Holothuria sp)
Gastropoda
Sea-urchine (Echinoidea)
Sea-star (Asteroidea)
Soft coral (Sponges)
75
Lampiran 7. Jenis Ikan Demersal yang tertangkap Pada Saat Trawling di
Perairan Laut Jawa Mei 2006
Abalistes stellaris
Arius maculatus
Arius thalassinus
Pseudorhombus malayan
Famili Chaetodontidae
Chiloscylium sealed
76
Lampiran 7. (lanjutan)
Dasyatis kuhlii
Formio niger
Lutjanus sp.
Ephinephelus sp.
Loligo sp.
Pampus chinensis
77
Lampiran 7. (lanjutan)
Penaeus monodon
Portunus sp.
Saurida longimanus
Sphyraena barracuda
Therapon theraps
Therapon theraps
78
Lampiran 8. Kapal Riset Bawal Putih
Spesifikasi Kapal Riset Bawal Putih :
Nama kapal
: Kapal Riset Bawal Putih
Bendera
: Republik Indonesia
Tipe kapal
: Strern Trwaler
Panjang kapal
: 26,5 m
Lebar kapal
: 3,5 m
Tinggi kapal
: 6,5 m
Kapasitas
: 188 GT
Kekuatan mesin pendorong : 550 PK
Merek mesin utama
: Yanmar 6 MA-DT (550 HP)
Generator
: Yanmar 6 RD- GE dan 6 KF-AL (170 HP/unit)
Bahan kasko
: Baja
Tempat pemeriksaan
: Semarang
Keceptan rata-rata
: 5 Knot
Kecepatan maksimum
: 7,5 Knot
Kapasita bahan bakar
: 3,80 m3
Kapasitas air tawar
: 18.750 Liter
Alat penangkapan
: Trawl dasar tipe Thailand trwal
79
Lampiran 9. Gambar CTD model Sea Bird
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Manna, Bengkulu, Indonesia, pada
tanggal 1 April 1985 sebagai anak terakhir dari empat
bersaudara dari pasangan Yus Buchori dan Rosiha. Tahun
2003 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah
Menengah Umum Negeri 2 Manna. Pada tahun yang sama
penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Program Studi Ilmu Kelautan melalui Jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI).
Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai organisasi
internal maupun eksternal kampus. Tahun 2004 kepengurusan HIMITEKA (IPB),
penulis menjadi staf Departemen Penelitaian dan Kebijaksanan dan pada tahun
2005 menjadi ketua departemen Penelitian dan Kebijakan HIMITEKA (IPB).
Selain iitu penulis juga aktif sebagai pengurus Asrama Sylvalestari tahun 2004 –
2007.
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis
melaksanakan penelitian dengan judul “Pengukuran Densitas Ikan Menggunakan
Sistem Akustik Bim Terbagi (Split Beam) Di Laut Jawa Pada Bulan Mei 2006”.
Download