PENGUKURAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI (SPLIT BEAM) DI LAUT JAWA PADA BULAN MEI 2006 Oleh : Roy Burdah C 64103001 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Intitut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SEMINAR HASIL PENELITIAN DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Judul Penelitian Pemrasaran NRP Pembimbing Hari/Tanggal Waktu Tempat : Pengukuran Densitas Ikan Menggunakan Sistem Akustik Bim Terbagi di Laut Jawa Pada Bulan Mei 2006. : Roy Burdah : C64103001 : Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu, M. Sc. Dr. Ir. Henry M. Manik M. T. : Mei 2008 : 00.00 – 23.59 WIB : Ruang Serba Guna (RSG) ITK Lt. 4 PENDAHULUAN Perairan Laut Jawa merupakan salah satu perairan dangkal yang ada di Indonesia. Lokasinya yang relatif strategis dengan potensi sumber daya ikan yang tidak sedikit, menjadikan perairan ini sebagai pusat daerah favorit penangkapan ikan bagi nelayan yang berada di pesisir utara Pulau Jawa. Akan Tetapi belum dimanfaatkan secara optimum, pemanfaatan sumber daya ikan dapat dilakukan secara optimal apabila data keberadaan ikan diketahui secara akurat. Pendugaan stok ikan dalam perairan yang luas seperti di Indonesia telah banyak diantaranya adalah dengan menggunakan metode akustik. Metode akustik memiliki kecepatan tinggi dalam menduga besarnya stok ikan sehingga memungkinkan memperoleh data secara real time, akurat dan berkecepatan tinggi sehingga dapat memberikan kontribusi yang cukup tinggi bagi penyediaan data dan informasi sumberdaya perikanan (Maclennan dan Simmonds, 1992). Penelitian ini bertujuan untuk mengukur nilai dan sebaran kepadatan akustik ikan dengan menggunakan metode hidroakustik (Split Beam ) di Laut Jawa pada bulan Mei 2006 dan mengetahui pengaruh faktor-faktor oseanografi (suhu dan salinitas) terhadap nilai dan sebaran densitas ikan di perairan yang bersangkutan METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data hasil survei yang dilakukan oleh Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), Jakarta yang dilakukan pada 15 – 31 Mei 2006. Data yang digunakan meliputi data akustik dan data oseanografi. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu komputer portabel yang dilengkapi program ER-60, echoview 4.0, surfer 8.0, Ocean Data View serta dongle. Data akustik yang diperoleh berupa echogram kemudian diolah lebih lanjut dengan menggunakan software Echoview 4.0 . Hasilnya disimpan dalam bentuk DG, selanjutnya diolah dengan Microsoft exel dan Surfer 8.0 . Analisis data oseanografi suhu dan salinitas dilakukan dengan menggunakan software Ocean Data View (ODV) 3.0. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pengolahan data akustik untuk memperoleh nilai densitas ikan perlu diketahui nilai TS dan SV nya terlebih dahulu, kemudian dilakukan pendugaan nilai densitas ikan dari suatu perairan. Sebaran nilai TS dan SV per strata kedalaman disajikan pada Gambar 1 dan 2. T a r g e t S tre n g th (d B ) 0 -10 -20 -30 -40 -50 -60 1(10-15) 2(15-20) 3(20-25) 4(25-30) 5(30-35) 6(35-40) 7(40-45) 8(45-50) 9(50-55) 10(55-60) 11(60-65) 12(65-70) 13(70-75) 14(75-80) 15(80-85) 16(85-90) Strata Kedalaman (m) Gambar 1. Sebaran nilai TS rata-rata di Laut Jawa bulan Mei 2006 -20 Strength (dB) Volume Backscattering 0 -10 -30 -40 -50 -60 -70 -80 -90 1(10-15) 2(15-20 ) 3(20-25) 4(25-30) 5(30-35) 6(35-40 ) 7(40 -4 5) 8(45-50) 9(50-55) 10(55-6 0) 11(60 -6 5) 12(65-70) 13 (70-75) 14 (75-80 ) 15(8 0-85) 16 (8 590) Strata Kedalaman (m) Gambar 2. Sebaran nilai SV rata-rata di Laut Jawa bulan Mei 2006. Pada Gambar 1, nilai TS rata-rata terbesar terdapat pada strata kedalam 16 (85-90 m) yaitu sebesar -44,05 dB dan nilai TS rata-rata terkkecil terdapat pada strata kedalaman 1 (10-15 m) yaitu sebesar -55,67 dB. Nilai TS merupakan indikasi dari ukuran target yang terdeteksi, dimana semakin besar nilai TS maka ukuran target akan semakin besar. Sebaliknya, jika nilai TS semakin kecil maka ukuran target yang terdeteksi akan semakin kecil. Sedangkan pada Gambar 2, nilai SV rata-rata terbesar terdapat pada strata kedalaman 16 (85-90 m) yaitu sebesar -59,16 dB dan nilai rata-rata SV terkecil terdapat pada strata kedalam 5 (20-25 m) yaitu sebesar -88,86 dB. Nilai Volume SV menunjukan nilai pantulan dari target suatu kelompok ikan yang terdeteksi, semakin besar nilai Sv maka pengelompokan target semakin besar. Semakin kecil nilai Sv yang diperoleh maka pengelompokan target yang terdeteksi akan semakin sedikit Dari hasil penelitian didapat nilai densitas rata-rata ikan berdasarkan strata kedalaman terdapat pada strata kedalaman 9 (50 – 55 m) yaitu dengan kepadatan 73 ikan/1000 m³ sedangkan densitas rata-rata terendah terdapat pada strata kedalaman 16 (85 – 90 m) dengan kepadatan 4 ikan/1000 m³ dan nilai densitas ikan rata-rata per harian pengambilan data tertinggi terdapat pada hari ke 13 dalam pengambilan data akustik yaitu sebesar 620,1 ikan/1000 m³ dan nilai densitas ikan rata-rata terendah terdapat pada hari ke tiga dalam pengambilan data akustik yaitu sebesar 65,6 ikan/1000 m Densitas Ikan (ikan/1000 m 3) 140 120 100 80 60 40 20 0 1(10-15) 2(15-20) 3(20-25) 4(25-30) 5(30-35) 6(35-40) 7(40-45) 8(45-50) 9(50-55) 10(55-60) 11(60-65) 12(65-70) 13(70-75) 14(75-80) 15(80-85) 16(85-90) Strata Kedalaman (m) Gambar 3. Sebaran vertikal densitas ikan di Laut Jawa bulan Mei 2006 Sebaran Densitas Ikan Rata-rata Per Strata Kedalaman di Perairan Laut Jawa Bulan Mei 2006 70 D e n s it a s Ik a n ( ik a n /1 0 0 0 m 3 ) 80 60 50 40 30 20 10 0 1(10-15) 2(15-20) 3(20-25) 4(25-30) 5(30-35) 6(35-40) 7(40-45) 8(45-50) 9(50-55) 10(55-60) 11(60-65) 12(65-70) 13(70-75) 14(75-80) 15(80-85) 16(85-90) Strata Kedalaman (m) Gamba 4. Sebaran vertikal densitas ikan menurut strata kedalaman Sebaran densitas ikan secara horizontal secara keseluruhan dapat dilihan pada Gambar 4. Lintang KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1) Nilai target strength rata-rata terbesar terdapat pada strata kedalam 16 (8590 m) yaitu sebesar -44,05 dB dan nilai target strength rata-rata terkecil terdapat pada strata kedalaman 1 (10-15 m) yaitu sebesar -55,67 dB. 2) Nilai volume backscattering strength rata-rata terbesar terdapat pada strata kedalaman 16 (85-90 m) yaitu sebesar -59,16 dB dan nilai rata-rata Volume backscattering strength terkecil terdapat pada strata kedalam 5 (20-25 m) yaitu sebesar -88,86 dB. 3) Densitas ikan pada bulan Mei 2006 di Laut Jawa secara vertikal berkisar antara 65,6 – 620,1 ikan/1000 m³ dan secara horizontal densitas ikan berkisar antara 3,4 – 72,5 ikan/1000 m³. Secara strata kedalaman densitas ikan tertinggi terdapat pada strata kedalaman 9 (50 – 55 m) dan mengalami penurunan seiring bertambahnya kedalaman. Saran : Perlu dilakukan survei akustik dengan pengambilan jalur trek yang sistematis dan teratur yang mencakup seluruh area di Perairan Laut Jawa yang merupakan daerah favorit kebanyakan nelayan Indonesia untuk mencari ikan. DAFTAR PUSTAKA MacLennan, D. N. Dan E. J. Simmonds. 2005. Fisheries Acoustic, 2nd edition. Blackwell Science. Oxford. UK. RINGKASAN ROY BURDAH. Pengukuran Densitas Ikan Dengan Menggunakan Sistem Akustik Bim Terbagi (Split Beam) di Laut Jawa pada Bulan Mei 2006. Dibimbing oleh BONAR P. PASARIBU dan HENRY M. MANIK. Indonesia memiliki potensi dan prospek perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu, perlu adanya pengukuran stok sumber daya ikan di laut dan pengembangan teknologi penangkapan ikan yang efektif, efesien dan produktif dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya alam. Sebagai upaya untuk mendukung tersedianya informasi tersebut, dilakukan penelitian dengan menggunakan sistem akustik bim terbagi ( split beam acoustic system). Penelitian ini bertujuan untuk mengukur nilai dan sebaran kepadatan akustik ikan dengan menggunakan metode hidroakustik di Laut Jawa pada bulan Mei 2006 dan mengetahui pengaruh faktor-faktor oseanografi (suhu dan salinitas) terhadap nilai dan sebaran densitas ikan di perairan yang bersangkutan. Penelitan dilaksanakan di perairan Laut Jawa yang terletak di Utara pantai Tegal hingga Kendal, Jawa Tengah pada tanggal 15 – 31 Mei 2006, dengan posisi 6°10'002” LS, 109°10'00” BT dan 6°35'38” LS, 109°10'00” BT sampai dengan 6°35'38” LS, 110°11'38” BT dan 6°48'00” LS, 110°11'38” BT. Perangkat akustik yang digunakan yaitu echosounder split beam EK-60 dengan menggunakan frekuensi 120 kHz. Survei terhadap kondisi oseanografi Laut Jawa yang dilakukan meliputi pengukuran suhu, salinitas dan kedalaman perairan untuk melihat pengaruhnya terhadap sebaran nilai densitas ikan. Nilai suhu dan salinitas perairan diukur dengan menggunakan CTD (Conductivity Temperature Depth) Sea Bird. Secara garis besar, sebaran nilai Target Strength (TS) dan Volume Backscattering Strength (Sv) di Laut Jawa cenderung bervariasi. Kecenderungan ini mengindikasikan bahwa perairan Laut Jawa memiliki keragaman spesies yang tinggi. Nilai TS terbesar berada pada strata kedalam 16 (85-90 m) yaitu sebesar -44,05 dB dan TS terkecil terdapat pada strata kedalaman 1 (10-15 m) yaitu sebesar -55,67 dB. Sedangkan nilai SV terbesar terdapat pada strata kedalaman 16 (85-90 m) yaitu sebesar -59,16 dB dan nilai SV terkecil terdapat pada strata kedalam 5 (20-25 m) yaitu sebesar -88,86 dB. Nilai densitas ikan tertinggi dijumpai pada hari ke-13 dengan nilai 620,1 ikan/1000m3 dan densitas terendah pada hari ke-3 dengan nilai 65,6 ikan/1000m3. Nilai suhu dan salinitas perairan mempunyai sebaran yang hampir seragam, sebaran nilai suhu berkisar antara 28,07 °C sampai 29,46 °C dan kisaran suhu maksimumnya sebesar 29,68 °C sampai 31,01 °C dan sebaran nilai salinitas berkisar antara 32,12 psu sampai 33,74 psu. Densitas ikan di lokasi penelitian dipengaruhi oleh kedalaman. Kisaran nilai suhu dan salinitas di lokasi penelitian cenderung memiliki nilai yang seragam sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap densitas ikan PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSIDAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: PENGUKURAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI (SPLIT BEAM) DI LAUT JAWA PADA BULAN MEI 2006 adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantum dalam daftarpustaka dibagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2008 ROY BURDAH C64103001 © Hak cipta Milik Roy Burdah, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah, rahmat dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Pengukuran Densitas Ikan Menggunakan Sistem Akustik Bim Terbagi (Split Beam) Di Laut Jawa Pada Bulan Mei 2006” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan, pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu, M. Sc dan Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik, M. T selaku komisi pembimbing atas arahan, saran dan nasehat yang diberikan selama penyusunan skripsi ini. 2. Staf Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) BRKP DKP , khususnya Bapak Asep Priyatna S.Pi dan Bapak M. Natsir S.Pi atas masukan, waktu dan kesempatan yang diberikan. 3. Bapak, Ibu, kakak-kakak tercinta yang senantiasa memberikan dorongan semangat, doa dan dukungan yang diberikan baik moral maupun materil. 4. Keluarga besar Asrama Sylvalestari atas dukungan dan persaudaraannya. 5. Deka Berkah Sejati S. Pi atas dukungan semangat dan doa. 6. Warga IPB, FPIK dan warga ITK khususnya Colourful ITK 40, dan 7. Seluruh pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini. Bogor, Juni 2008 Roy Burdah DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR...................................................................................... iii DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... vii PENDAHULUAN................................................................................. 1 Latar Belakang ............................................................................... ..... Tujuan ............................................................................................ ..... 1 3 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. ..... 4 Metode Akustik.............................................................................. ..... 2.1.1 Prinsip Kerja Metode Akustik............................................... ..... 2.1.2 Sistem Akustik Beam Terbagi (Split Beam Acouatic system) ... SIMRAD EK- 60 scientific echosounder……………………………. Target Strength ............................................................................. ..... Volume Backsccatering Strength (SV)........................................... ..... Pengukuran SV dengan Split Beam Scientific Echosounder.......... ..... Faktor-faktor oseanografi yang mempengaruhi distribusi ikan ..... ..... 2.6.1 Suhu ...................................................................................... ..... 2.6.2 Salinitas ................................................................................. ..... Kondisi perairan laut jawa ............................................................. ..... Potensi Sumberdaya Ikan di perairan Laut Jawa Bagian Utara Jawa Tengah.................................................................................. ..... 4 4 6 8 9 13 15 16 16 18 21 METODOLOGI PENELITIAN.................................................... ..... 24 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................... ..... 3.2 Wahana dan Peralatan Penelitian .................................................... ..... 3.2.1 Kapal Penelitian .................................................................... ..... 3.2.2 Perangkat Penelitian.............................................................. ..... 3.3 Metode Perolehan Data .................................................................. ..... 3.3.1 Desain Survei ........................................................................ ..... 3.3.2 Data Akustik ......................................................................... ..... 3.3.3 Data Oseanografi................................................................... ..... 3.4 Metode Pemrosesan dan Analisis Data .......................................... ..... 3.4.1 Data Akustik ......................................................................... ..... 3.4.2 Pola Sebaran Kepadatan Akustik Ikan.................................. ..... 3.4.3 Pola Sebaran Suhu dan Salinitas ........................................... ..... 3.4.4 Analisis Data Oseanografi .................................................... ..... 24 25 25 25 26 26 28 28 29 29 31 32 32 1. 1.1 1.2 2. 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.8 2.9 3. 23 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 Nilai dan Sebaran Target Strength (TS).......................................... ..... Nilai dan Sebaran Volume Backscattering Strength (SV) .............. ..... Nilai dan Sebaran Densitas Ikan Secara Vertikal ........................... ..... Nilai dan Sebaran Horizontal Densitas Ikan ................................... ..... Sebaran Suhu dan Salinitas ............................................................. ..... 4.5.1 Sebaran Vertikal Suhu.......................................................... ..... 4.5.2 Sebaran Horizontal Suhu...................................................... ..... 4.5.3 Sebaran Vertikal Salinitas .................................................... ..... 4.5.4 Sebaran Horizontal Salinitas ............................................... ..... 4.6 Hubungan antara faktor oseanografi dengan densitas ikan .............. ..... 34 35 37 43 50 51 52 52 56 58 KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... ..... 61 6.1 Kesimpulan ...................................................................................... ..... 6.2 Saran ................................................................................................ ..... 61 62 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... ..... 63 LAMPIRAN.............................................................................................. ..... 66 RIWAYAT HIDUP......................................................................................... 80 5. ii DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Prinsip Kerja Metode Akustik ............................................................. 5 2. Split Beam Tranducer .......................................................................... 7 3. Diagram Pengaruh Suhu Air Laut Terhadap Kelimpahan, Keberadaan dan Distribusi Ikan ........................................................... 18 4. Sebaran vertikal salinitas....................................................................... 19 5 . Diagram Pengaruh Salinitas Terhadap Distribusi dan Kelimpahan Sumber Daya Ikan ......................................................... 21 6. Lokasi Pengambilan data akustik......................................................... 24 7. Display dan Transduser SIMRAD EK- 60 .......................................... 25 8 . Dongle .................................................................................................. 26 9. Trek stasiun oseanografi ..................... .............................................. 27 10. Diagram Alir pengambilan dan perekaman data akustik .................. 28 11. Diagram pengolahan data akustik........................................................... 31 12. Diagram alir penelitian ………………………………………………... 33 13. Sebaran Nilai TS rata-rata di Laut Jawa bulan Mei 2006 ................. 34 14. Sebaran nilai SV rata-rata di Laut Jawa Bulan Mei 2006................... 36 15. Contoh Echogram SV Laut Jawa bulan Mei 2006............................... 36 16. Densitas rata-rata (ikan/1000m3) per strata kedalaman ...................... 42 17 Densitas ikan pada strata kedalaman: (a) 10 – 15 m,(b) 15 – 20 m, (c) 20 – 25 m, (d) 25 – 30 m, (e) 30 – 35 m, (f) 35 – 40 m, (g) 40 – 45 m, (h) 45 – 50 m, (i) 50 – 55 m, (j) 55 – 60 m, (k) 60 – 65 m, (l) 65 – 70 m, (m) 70 – 75 m, (n) 75 – 80 m, (o) 80 -85 m, (p) 85-90 m.... 44 iii 18 Sebaran Suhu secara vertikal pada Leg 1(1,2,3,4,5) ............................ 51 19 Sebaran Suhu secara vertikal pada Leg 6 (26,27,28) ........................... 51 20 Sebaran suhu secara vertikal ............................................................... 52 21 Sebaran salinitas secara vertikal pada Leg 1 (1,2,3,4,5) ....................... 54 22 Sebaran salinitas secara vertikal pada Leg 6 (26,27,28) ....................... 55 23 Sebaran horizontal salinitas.................................................................. 56 24. Sebaran horizontal densitas terhadap salinitas………………………. 58 25. Sebaran horizontal TS terhadap salinitas ……………………………. 59 26. Sebaran horizontal densitas terhadap suhu………………………….. 60 27. Sebaran horizontal TS terhadap suhu………………………………… 60 iv DAFTAR TABEL Halaman 1. Potensi Tangkapan Ikan di Utara Propinsi Jawa Tengah (Laut Jawa)......... 2. Densitas ikan rata-rata per hari di Laut jawa bulan Mei 2006………… 3. Kisaran suhu pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan Mei 2006......... 23 37 50 4. Kisaran salinitas pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan Mei 2006......... 53 5. .Kisaran salinitas dan suhu pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan Mei 2006 ........ ........................................................................................... 57 v DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Spesifikasi SIMRAD EK – 60……………………………… .... 66 Lampiran 2. Contoh Echogram SV…………………………………... … 67 Lampiran 3. Contoh tampilan proses pengolahan data pada program (a) ER-60 (b) Echoview 4.0 untuk SV, (c) Echoview 4.0 untuk TS............. 68 Lampiran 4. Contoh data hasil ekspor data dari program Echoview 4.0.......... 70 Lampiran 5. Contoh data parameter oseanografi (suhu dan salinnitas) ........ .. 72 Lampiran 6. Jenis biota hasil tangkapan .......................................................... 73 Lampiran 7. Jenis ikan demersal yang tertangkap pada saat trawling di perairan Laut Jawa Mei 2006 ..................................................... 75 Lampiran 8. Kapal Riset Bawal Putih.............................................................. 78 Lampiran 9. CTD model Sea Bird............................................. ...................... 79 vi 1 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai wilayah perairan yang lebih luas jika dibandingkan dengan luas wilayah daratannya. Kira-kira dua pertiga luas wilayah indonesia adalah perairan laut yang terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk dan selat. Perairan Laut Indonesia mempunyai luas sekitar 7.900.000 km2 termasuk ZEEI atau 81 % luas keseluruhan wilayah Indonesia dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (Direktorat Wilayah Laut dan PT Suficindo (Persero), 2000). Potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia diduga sebesar 6.110.000 ton per tahun, terdiri atas ikan pelagis besar (975,05 ribu ton), ikan damersal (1786,35 ribu ton), ikan karang konsumsi (63,99 ribu ton), udang peneid (74,00 ribu ton), lobster (4,8 ribu ton), dan cumi-cumi (28,25 ribu ton). Sementara produksi tahunan ikan laut Indonesia mencapai 2.930.000 ton pertahun. Apabila dilihat dari sifat sumber daya ikan, maka sumber daya ikan ini termasuk sumber daya yang dapat dipulihkan sehingga dengan sifat dapat dipulihkan ini pemanfaatan sumber daya ikan harus dilakukan dengan memperhatikan struktur umur ikan dan rasio kelamin dari populasi ikan yang tersedia atau memperhatikan potensi lestari MSY (Maximum Sustainable Yield) (Aziz,K. A et.al., 1998 in Dahuri, 2007). Dalam rangka pemanfaatan sumber daya tersebut maka harus didukung oleh kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) untuk menentukan potensi dan metode pemanfaatan yang tepat, 2 efektif, dan efisien serta menunjang usaha kelestarian sumber daya dan lingkungan hidup. Dari penelitian tersebut akan diperoleh metode tepat guna yang sangat menunjang perencanaan pembangunan kelautan secara keseluruhan. Salah satu metode adalah dengan metode hidroakustik yang cukup efisien untuk mendapatkan informasi stok ikan dan habitatnya. Metode ini memiliki beberapa keunggulan yaitu dapat meliputi perairan yang cukup luas, ketelitian cukup tinggi, tidak merusak kelestarian sumber daya dan lingkungan, dapat mengukur scattering dasar laut dan biota laut seperti ikan, plankton dan nekton secara simultan (Manik, H. M, 2006). Metode akustik yang sudah berkembang dan banyak digunakan misalnya split-beam acoustic system (sistem akustik bim terbagi). Ide bim terbagi pertama kali ditemukan di Amerika, namun untuk penerapan teknologinya dikembangkan oleh Norwegia dengan diproduksi SIMRAD. Sistem ini merupakan pengembangan keunggulan teknologi yang dimiliki oleh Norwegia dari SIMRAD QD-Echo Integrator (digital echo integrator) yang mempunyai kelemahan dalam mendapatkan nilai in situ target strength. Sistem bim terbagi dapat mengukur in situ target strength dengan lebih akurat dan satu kelebihan lainnya adalah dapat mengukur posisi sudut target di dalam bim dari kecepatan renang dari target. Oleh karena keterbatasan informasi mengenai stok ikan (densitas ikan) beserta sebarannya di Laut Jawa maka survei dan penelitian mengenai densitas ikan dilakukan untuk mendapatkan informasi dan gambaran penyebaran densitas ikan yang selanjutnya dapat memudahkan dalam pemanfaatananya. 3 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengukur nilai dan sebaran kepadatan ikan dengan menggunakan metode Bim terbagi (Split Beam )hidroakustik di Laut Jawa pada bulan Mei 2006. 2. Mengkaji pengaruh faktor-faktor oseanografi seperti suhu dan salinitas terhadap nilai dan sebaran densitas ikan di perairan yang bersangkutan. 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Akustik 2.1.1 Prinsip Kerja Metode Akustik Akustik kelautan merupakan ilmu yang mempelajari tentang gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium air laut. Pendeteksian objek bawah air menggunakan sistem sonar yang terdiri dari dua sistem yang active sonar system (untuk mendeteksi dan menerima echo target bawah air) dan passive sonar system yang hanya digunakan untuk menerima suara-suara yang dihasilkan oleh objek bawah air. MacLennan and Simmonds (1992) menerangkan beberapa keunggulan komparatif metode akustik sebagai berikut : 1) Berkecepatan tinggi, sehingga sering disebut “quick assesment method”. 2) Estimasi stok ikan secara lansung karena tidak tergantung dari statistik perikanan atau percobaan tagging dan secara lansung dilakukan terhadap target dari survei. 3) Dapat memperoleh dan memproses data secara real time 4) Akurasi dan ketepatan yang tinggi 5) Tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan suara (underwater sound) Sistem akustik diklasifikasikan menjadi dua sistem pancar, yaitu echosounder (sistem pancar vertikal) dan sonar (sistem pancar horizontal) (Burczynsky, 1982). Suatu pulsa listrik dipicu dengan timebase untuk menjalankan pemancar yang menghasilkan pulsa dengan frekuensi dan waktu tertentu, yang kemudian 5 dipancarkan melalui tranducer. Energi listrik yang masuk ke transducer diubah menjadi energi suara/gelombang sinyal sebelum dipancarkan ke medium air. Gelombang sinyal tersebut akan merambat pada medium air dan apabila mengenai objek/target seperti ikan atau dasar perairan maka gelombang sinyal tersebut akan dipantulkan sebagai gema. Gema ini dideteksi oleh transducer dan dikonversikan menjadi energi listrik sebagai sinyal penerima. Waktu yang diperlukan saat sinyal dipancarkan sampai diterima kembali oleh transducer penerima dan diperkuat oleh amplifier yang selanjutnya dikirim ke bagian display dan direkam di recoder. Gambar dari target yang ada di display divisualisasikan dalam bentuk echogram untuk menunjukan kedalaman atau range sebagai jarak dan nilai transmisi (Gambar 1). Recorder Time Base Display Transmitter Amplifier Transducer Receiver Gambar 1. Prinsip kerja metode hidroakustik (MacLennan and Simmonds, 1992) 6 2.1.2 Sistem Akustik Bim Terbagi (Split Beam Acoustic System) Bim terbagi merupakan metode baru yang dikembangkan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan dari metode sebelumnya seperti sistem akustik bim tunggal (sinhle beam) dan sistem akustuk bim ganda (dual beam). Metode untuk mendeteksi kelompok ikan dengan menggunakan echo integrator pertama kali ditemukan oleh Ehrenberg yang kemudian dikembangkan di Norwegia Pada sistem akustik bim tunggal tidak menghasilkan nilai in situ Target Strength (TS) secara statistik dan akurasi yang dihasilkan rendah. Untuk mengatasi kelemahan ini dikembangkan sistem akustik bim ganda agar mendapatkan nilai rata-rata in situ TS dan digital echo integrator yang menghasilkan nilai rata-rata volume backsccatering strength ( SV) (Manik, H.M, 1994). Seiring dengan perkembangan teknologi dan upaya untuk memperoleh akurasi tinggi maka penelitian-penelitian tentang pendugaan stok ikan sekarang ini banyak menggunakan sistem akustik bim terbagi. Perbedaan split beam dengan metode sebelumnya terdapat pada konstruksi transduser yang digunakan, dimana pada echosounder ini tranducer terbagi dalam empat kuadran (Gambar 2). Menurut Simrad (1993) pada prinsipnya tranduser split beam terdiri dari empat kuadran yaitu Fore (bagian depan), Aft (buritan kapal), Port (sisi kiri kapal), dan Starboard (sisi kanan kapal) yang dipasang pada towed body yang ditempatkan pada lambung kapal sebelah kiri. Untuk Simrad EK 60 yang mempunyai frekuensi 38 kHz, 120 kHz, dan 200 kHz mempunyai lebar beam 7° mampu menentukan posisi target dalam bim suara (Simmonds and MacLennan, 2005). 7 FORE FP FS PORT STARBOARD AP AS AFT Gambar 2. Konfigurasi transduser split beam (simmonds dan Maclennan, 2005) Gelombang suara dipancarkan dengan bim penuh (full beam) yang merupakan penggabungan ke empat kuadran secara simultan. Sinyal yang memancar kembali dari target diterima oleh masing-masing kuadran secara terpisah. Output dari masing-masing kuadran kemudian digabung lagi untuk membentuk suatu bim penuh. Target tunggal diisolasi dengan menggunakan output dari bim penuh sedangkan posisi sudut target dihitung dari perbedaan fase akustik. Selama pengukuran, fase pada bidang alongship (membujur) didapat dari penjumlahan sinyal antara bagian Fore port (FP) dengan Fore Starboard (FS) dari transducer, dan jumlah sinyal antara Aft Port (AT) dengan Aft Starboard (AS) dari transducer (Gambar 2). Pengukuran fase pada bidang tranverse (melintang) juga diperoleh dengan cara yang sama. Fase alongship dan fase transverse ini digunakan untuk menentukan arah target relatif terhadap sumbu pusat dalam bidang bim suara. 8 Kelebihan sistem akustik bim terbagi dibanding dengan sistem lainnya adalah lebih sensitif terhadap gangguan noise karena echo dikompensasi oleh empat beam. Selama penerimaan berlangsung keempat bagian transducer menerima echo dari target, dimana target yang terdeteksi oleh tranducer terletak pada pusat bim suara dan echo dari target akan dikembalikan dan diterima oleh ke empat bagian tranducer pada waktu yang bersamaan. Target yang terdeteksi apabila tidak terletak tepat pada sumbu pusat dari bim suara, maka echo yang kembali akan diterima lebih dahulu oleh bagian tranducer yang paling dekat dari target atau dengan mengisolasi target dengan menggunakan output dari bim penuh. Sistem akustik bim terbagi modern memiliki fungsi Time Varied Gain (TVG) di dalam sistem perolehan data akustik yang berfungsi secara otomatis untuk meminimalisasi pengaruh atenuasi yang disebabkan oleh frekuensi suara yang dikirim, medium yang digunakan, dan resistansi dari medium yang digunakan maupun absorbsi suara ketika merambat dalam air. 2.2 SIMRAD EK-60 Scientific Echosounder EK- 60 merupakan salah satu scientific echosounder modern. EK-60 mempunyai beberapa keistimewaan dibandingkan dengan echosounder lainnya, yaitu : 1) Sistem lebih fleksibel dan mudah digunakan 2) Menu pemakai dan fungsi sistem menggunakan mouse sedangkan input data menggunakan keyboard 3) Sitem hard disk dapat menyimpan data mentah dan data hasil olahan 9 4) Tampilan EK-60 dibuat menyesuaikan dengan cara kerja Microsoft Windows sehingga lebih mudah 5) Data output dalam bentuk kertas echogram dapat dikurangi karena data yang tidak terproses tersimpan secara langsung ke hard disk Diskripsi detail dari EK-60 meliputi : frekuensi bim terbagi transducer tersedia dari 12~710 kHz, dapat berhubungan dengan sensor lain seperti navigasi, motion, sensor twal input, datagaram output dan remote control, General Purpose Transciever (GPT) terdiri dari transmitter dan receiver elektronik dimana receiver didisain rendah terhadap noise dan meneyediakan dynamic amplitude range pada 160 dB, kabel ethernet yang terhubung antara GPT dengan komputer bisa lebih dari 100 m, mayoritas fungsi-fungsi pada echosunder berhubungan dengan software dimana penerapan algoritma pendeteksian dasar berbeda-beda untuk setiap frekuensi yand dipakai. 2.3 Target Strength Target Strength (TS) didefinisikan sebagai suatu ukuran yang menggambarkan kemampuan suatu target untuk memantulkan gelombang suara yang datang mengenainya. Sedangkan Coates (1990) menyatakan target strength adalah ukuran desibel intensitas suara yang dikembalikan oleh target yang diukur pada jarak standar satu meter dari pusat akustik target, relatif terhadap intensitas yang mengenai target. Nilai TS didefinisikan sebagai 10 kali nilai logaritma intensitas suara yang dipantulkan yang diukur pada jarak 1 m dari ikan dibagi dengan intensitas suara yang mengenai ikan ( Johannesson and Mitson, 1993). Dalam pendugaan stok ikan menggunakan metode akustik, TS merupakan faktor yang 10 penting untuk diketahui karena nilai TS merupakan nilai dari pantulan ikan tunggal sehingga biomassa dari ikan disuatu perairan dapat diduga. Pada saat gelombang akustik mengenai target, echo akan dipantulkan dan diterima oleh receiver. TS adalah merupakan backscattering cross section (σbs) dari target yang menggembalikan sinyal dan dinyatakan dalam bentuk persamaan: TS = 10 log (σ/4π) = 10 log σbs......................................(1) Sebuah model geometrik sederhana untuk menghitung energi backscater berdasarkan ukuran ikan dikemukakan oleh MacLennan (1990), yaitu: σbs = boL2 .............................................................................(2) TS = 20 log L + A ..............................................................(3) Kemudian Love (1971) memperkenalkan persamaan yang menghubungkan backscattering cross section (σ), panjang ikan (L) dan panjang gelombang (λ) sebagai berikut : σ/ λ2 = a (L/ λ)b (dB) ..........................................................(4) dimana a dan b adalah konstanta yang tergantung dari anatomi, ukuran ikan dan panjang gelombang. Dari persamaan di atas dapat dirubah dalam bentuk logaritmik, yaitu: TS = a log (L) + b log (f) + A ..............................................(5) Dimana TS adalah target strength, f adalah frekuensi suara dan a,b adalah konstanta, dan A adalah 10 log bo. Menurut Foote (1987) dalam, hubungan antara TS dan panjang ikan (L) (khususnya ikan-ikan yang memiliki gelembung renang) sebagai berikut : TS = 20 log (L) – 68 (dB).......................................................(6) 11 Dimana nilai 68 merupakan normalized target strength (nilai TS per 1 cm panjang ikan) yang bersangkutan (bladder fish physoclist). Dalam kenyataannya nilai 20 log L dalam persamaan (3) juga bervariasi tergantung dari spesies ikan dan faktor instrumen yang digunakan. Untuk ikan yang mempunyai gelembung renang (bladder fish) pada umumnya nilai TS maksimum tidak tepat pada dorsal aspect, karena membentuk sudut terhadap sumbu horizontal ikan sebesar 2,2°-10° dengan rataan 5,6°. Sedangkan ikan yang tidak mempunyai gelembung renang (bladderless fish) nilai TS maksimum tepat pada dorsal aspect, kecuali untuk ikan yang bentuk tubuhnya tidak stream line. Johannesson dan Mitson (1983) mendefinisikan target strength menjadi dua yaitu, intensity target strength dan energy target strength. Intensity target strength dirumuskan sebagai berikut : Ir …………………………………………… (7) Ii TSi = 10 log dimana : TSi = Intensity target strength Ir = reflected intensity; r = 1 m Ii = Incident intensity Energy target strength dirumuskan sebagai berikut : TSe = 10 log dimana : Er …………………………………………. (8) Ei TSe = energy target strength Er = reflected energy; r = 1 m Ei = Incident energy Hubungan antara intensitas (I) dan energi (E) adalah sebagai berikut : E = ∫ I (t) dt …………………………………………………. (9) 12 I = P2(rec)/ρc;......................................................................(10) dimana : I = Intensity ρc = acoustic impedance P(rec) adalah pressure yang diterima oleh receiver dari echosounder Johannesson dan Mitson (1983) yang secara matematis dapat didefenisikan sebagai berikut : Gb 2 σ s ……………………………… ……………. (11) P(rec) = dimana : s = bentuk gelombang dari sinyal echo G = Cumulative gain b2 = Transmit dari receive beam pattern σ = Scattering cross section Backscattering cross section (σbs) sama dengan σ (θ , φ ) ) untuk θ = - π dan φ = 0 (MacLennan and Simmonds, 2005) yakni parameter yang ditunjukkan pada bentuk-bentuk fisik merupakan perbandingan intensitas suara yang dipantulkan oleh target (Ir) dengan intensitas suara yang mengenai target (Ii). (σbs) = dimana : Ir ……………………………………………….….. (12) Ii (σbs) = Backscattering cross section Ir = reflected intensity; r = 1 m Ii = Incident intensity sehingga persamaan (2) menjadi : TSi = 10 log (σbs) …………………………………………… (13) 13 Metode hidroakustik mendefinisikan konsep gain (G) sebagai rasio intensitas suara pada suatu titik kejauhan di dalam air saat menggunakan transducer dan input power yang konstan pada omni directional transducer. Hubungan gain dengan direktifitas transducer (D) adalah (Johannesson dan Mitson (1983)) : G(α,β) = η. D (α,β) ……………………………………….….(14) Property echo dari target disebut sebagai acoustic backscattering cross section yaitu : σ = Pr 64π 3 4 2αr r 10 ……………………………………….…(15) PtG 2 λ2 Secara umum property echo lebih sering disebut backscattering strength daripada backscattering area. Persamaan yang menyatakan backscattering strength adalah: Sp = σ Pr 16π 2 4 2αr = r 10 ………………………..(16) 4πr02 PtG 2 r02 λ2 Persamaan (10) dalam bentuk logaritma dapat dinyatakan sebagai berikut : 10 log (Sp) = 10 log (Pr) + 10 log (16π2) + 10 log (r4 102 αr) – 10 log (PtG2r02λ2).....................................................................................................(17) dimana : Pr = Power dari echo yang diterima Pt = power yang dipancarkan ke dalam air G = gain terhadap target r = jarak antara transducer dengan target α = konstanta atenuasi suara σ = area backscattering cross section 2.4 Volume Backsccatering Strength (SV) Pengertian volume backscatering strength mirip dengan target strength, dimana target strength adalah refleksi ikan tunggal sedangkan volume 14 backscatering strength untuk kelompok ikan. Volume backscatering strength (SV) adalah ratio antara intensitas yang direfleksikan oleh suatu kelompok single target yang berada pada suatu volume air tertentu (1m3) dan diukur pada jarak 1 meter dari target dengan intensitas suara yang mengenai target. Volume reverberasi digunakan untuk mendapatkan volume backscatering strength dari kelompok ikan. Total intensitas suara yang dipantulkan oleh multiple target adalah jumlah dari intensitas suara yang dipantulkan oleh masingmasing target tunggal : Irtotal = Ir1 + Ir2 + Ir3 + ….. + Irn …………………………………....(18) dimana : n = jumlah target Jika n memiliki sifat-sifat akustik yang sama, maka : Irtotal = n. Ir ………………………………………………………....(19) dimana : Ir = intensitas rataan yang direfleksikan oleh target tunggal. Sehingga acoustic cross section rataan tiap target adalah : σ= 1 ………………………………………..…………….……(20) n ∑σ j j =1 Nilai σ juga dapat dicari dengan menggunakan persamaan : Ir Ii σ = 4πro2 ………………………………………………….......(21 sehingga Ir = σ. Ii/4πro dan Ir total dicari dengan menggunakan persamaan : n.σ Ir total = 2 4πr0 Ii dengan ro = 1m …………………………….….....(22) Persamaan (22) dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu : Ir total = n. σ . Ii ……………………………………………….…......(23) 15 Persamaan diatas akan memungkinkan untuk mencari nilai rataan target ( ) strength TS . Bila ρv = n , dalam satuan dB, maka nilai Sv (Volume volume backscatering strength) dapat ditulis dalam persamaan : Sv = 10 log ρv + TS …………………………………………….…..(24) Metode echo integration digunakan untuk mengukur volume backscattering strength berdasarkan pada pengukuran total power backscattered pada transducer. 2.5 Pengukuran SV dengan Split Beam Scientific Echosounder Perhitungan densitas ikan dilakukan dengan mengintegrasi echo yang berasal dari kelompok-kelompok ikan yang terdeteksi. Kelompok ikan tersebut dianggap membentuk suatu lapisan perairan dengan tebal perairan yang sesuai dengan ketebalan kelompok ikan. Lapisan ini merupakan bidang-bidang datar dan pengintegrasian dilakukan untuk bidang datar berlapis-lapis dan berurut-turut hingga seluruh volume perairan yang dibentuk kelompok ikan terintegrasi secara menyeluruh (Simrad, 1993a). SV yang berasal dari lapisan perairan dapat dihitung dengan: Sv = ((δσ/δV)/4πro2)= (Pr32 r2/PtGo2ro2 λ2cτΨ)r2 102αr……………….(25) Persamaan menjadi (Simrad, 1993b): 10 log(Sv) = 10log (Pr) + 10log(r2102αr)-10 log(Pr32 r2/PtGo2ro2 λ2cτΨ/32π2)..(26) Berdasarkan nilai 10 log Sv di atas diperoleh: δσ/δv = 4πro2 Sv……………………………………………………………….(27) δσ/δA = (δσ/δv)dr dengan δA = rata-rata(δσ/δA)……………………………...(28) 16 Persamaan (25) mengubah nilai SV menjadi nilai area backscattering strength (SA) per unit volume. Hubungan antara SA (m2/nm2) dengan δA (m2/nm2) dinyatakan sebagai berikut: SA = (1852 m/nm)2 δA………………………………………………….(29) SA = 4πro (Sv x(1852m/nm))2……………………………………..........(30) Untuk memperoleh Volume backscattering crosss section (Sv) dari area backscattering SV= SA 2 2 4πR (1852m / nm ) .(R2 − R1 ) ........ ........................................................ (31) Metode integrasi echo ini merupakan teknik yang efisien dan dapat dipercaya untuk pengukuran stok ikan dan pengukuran bottom scattering(Manik, et.al, 2006). 2.6 Faktor-faktor Oseanografi yang Mempengaruhi Distribusi Ikan 2.6.1. Suhu Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang yang terkandung dalam suatu benda yang umumnya diukur dalam satuan derajat Celcius (oC). Di samudera, suhu bervariasi secara horizontal sesuai dengan garis lintang, dan juga secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme (Nybakken, 1992). Distribusi suhu air laut di permukaan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu jumlah bahang yang diterima dari matahari, evaporasi, curah hujan, pemasukan air tawar dari sungai, dan pembekuan serta pencairan es abadi di kutub (Stewart, 2003). Suhu air permukaan di perairan nusantara kita umumnya berkisar antara 17 28 – 31oC dan suhu air di dekat pantai biasanya lebih tinggi dari pada di lepas pantai (Nontji, 1987). Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung atau tidak langsung. Pengaruh tidak langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikan laju maksimum fotosintesa (Pmax), sedangkan pengaruh tidak langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton (Tomascik et al.,1997 in Sutrisno, 2002). Secara umum laju fotosintesa meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu beradaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu. Suhu dapat mempengaruhi proses metabolisme yaitu dalam hal pertumbuhan, perkembangan , daya hidup ikan dan juga mempengaruhi aktifitas yang dilakukan oleh ikan. Ikan dapat merasakan perubahan suhu perairan sampai dengan 0.03 oC. Pada perairan laut dalam, suhu relatif stabil yaitu antara 4-8 oC sehingga suhu perairan tidak berpengaruh terhadap distribusi lokal ikan laut dalam (Laevastu dan Hayes, 1981). Pengaruh suhu air laut terhadap kelimpahan, keberadaan dan distribusi ikan disajikan dalam diagram seperti pada Gambar 3. 18 Suhu air laut (mempengaruhi Distribusi dan kelimpahan ikan) Metabolisme dan Aktifitas Kecepatan renang dan migrasi Makan dan pencernaan Perubahan Bertahan hidup (dewasa) Perkembangan gonad Bertelur (rekuitmen) Musim dan Daerah keberadaan ikan Mampu menghindar Pemindahan telur dan penundaan waktu bertelur Gambar 3. Diagram Pengaruh Suhu Air Laut Terhadap Kelimpahan, Keberadaan dan Distribusi Ikan (Laevastu dan Hayes, 1981) 2.6.2. Salinitas Salinitas didefinisikan sebagai jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dalam satuan o/oo (per mil). Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Nilai salinitas akan menurun dengan bertambahnya pemasukan air tawar dan presipitasi namun akan meningkat jika terjadi evaporasi (Nontji, 1987). 19 Gambar 4. Sebaran vertikal salinitas (windows.ucar.edu/.../sm_salinity_depth, 2008) Perubahan salinitas pada perairan bebas (laut lepas) adalah relatif lebih kecil bila dibandingkan perairan pantai. Hal ini disebabkan perairan pantai banyak memperoleh masukan air tawar dari muara-muara sungai terutama pada waktu banyak hujan. Salinitas juga erat hubungannya dengan penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel dalam tubuh ikan dengan keadaan salinitas lingkungan. Perubahan salinitas sering menunjukan perubahan massa air dan keadaan salinitasnya. Ikan cenderung untuk memilih medium dengan kadar salinitas yang lebih sesuai dengan tekanan osmotik tubuh mereka masing-masing (Laevastu dan Hayes, 1981). 20 Salinitas bersifat lebih stabil di perairan terbuka, walaupun di beberapa tempat kadang-kadang mereka menunjukan adanya fluktuasi perubahan. Distribusi salinitas rendah di lapisan permukaan laut-laut Asia Tenggara selama terjadinya angin musim barat (north-east monsoon) dari bulan Desember sampai Mei. Di bawah kedalaman 1000 m, hanya terjadi perubahan salinitas yang kecil, dimana nilai perubahan berkisar secara tetap diantara 34.5 o/oo dan 35 o/oo untuk seluruh daerah lintang (Hutabarat dan Evans, 2000). Salinitas di perairan terbuka variasinya sangat terbatas, tetapi di perairan estuaria, pada teluk dan muara sunai sangat bervariasi menurut musimnya. Organisme pada perairan terbuka biasanya sternohaline (yaitu memiliki batas toleransi yang sangat kecil untuk perubahan salinitas), sedangkan organisme pada perairan payau dekat pantai biasanya euryhaline. Organisme lautan kebanyakan memiliki kandungan garam di dalamnya isotonik degan air laut, sehingga osmoregulasi tidak menjadi masalah, kecuali jika salinitas berubah (Odum, 1971). Salinitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan organisme, misalnya distribusi biota akuatik sangat erat kaitannya dengan salinitas. Salinitas pada kedalaman 100 m pertama dapat dikatakan konstan, walupun terdapat sedikit perbedaan-perbedaan tetapi tidak mempengaruhi ekologi secara nyata (Nybakken, 1992). Diagram pengaruh salinitas terhadap distribusi dan kelimpahan sumber daya ikan disajikan pada Gambar 4. 21 Salinitas lingkungan Distribusi (fungsi dari pemilihan dan toleransi salinitas Dewasa Orintasi Migrasi (respon terhadap perubahan salinitas) Distribusi/perse baran Potensi perikanan Gambar 5. Diagram Pengaruh Salinitas Terhadap Distribusi dan Kelimpahan Sumber Daya Ikan (Laevastu dan Hayes, 1981) 2.8 Kondisi Perairan Laut Jawa Laut Jawa dengan luas permukaan 467.000 km2 terletak di bagian tenggara paparan Sunda. Kondisi hidrologi Laut Jawa sangat di pengaruhi adanya dua jenis angin muson, yaitu angin muson barat dan angin muson timur. Kedua pola angin tersebut menyebabkan timbulnya perubahan yang sangat nyata pada pola arus dan kecepatan arus, salinitas, serta produktifitas primer dari perairan ini (Wyrtki, 1961). Selama bertiup angin muson barat, di Laut Jawa berlangsung musim barat, dan sebaliknya selama berlangsung angin muson timur, di Laut Jawa sedang berlangsung musim timur. Puncak musim barat berlangsung sekitar bulan Desember sampai dengan bulan Februari. Sedangkan puncak musim timur terjadi pada bulan Juni sampai Agustus setiap tahunya. Selama musim Barat, angin bertiup ke arah barat dengan 22 kecepatan 1.5 knot (Emerly et .al.,1972). Selanjutnya pada musim Barat juga berlangsung musim penghujan, sehingga salinitas air Laut Jawa turun menjadi kira-kira 30.0 ‰ dari rata-rata sebesar 32.6 ‰. Penurunan salinitas juga disebabkan oleh banyaknya sungai-sungai besar yang bermuara di sepanjang pantai Utara Jawa. Menurut Boely dan Linting (1986), salinitas Laut Jawa bervariasi dari 33 ‰ sampai 34 ‰ baik pada permukaan maupun pada seluruh kolom air. Pada saat yang sama produktifitas primer mencapai 1.0 gram C/jam/m³ yang dijumpai hampir diseluruh Laut Jawa (Doty et. al., 1963). Keadaan Laut Jawa tersebut akan mulai berganti pada bulan April/Mei yaitu angin muson Barat menjadi angin musim Timur dan pada bulan September/Oktober angin musim Timur menjada angin musim Barat. Pada umumnya selama musim transisi tersebut,angin bertiup dengan kecepatan rendah dan arah yang tidak menentu. Akan tetapi pada bulan Juni-Juli angin bertiup begitu kencang hingga mencapai kekuatan 4 pada skala Beafort (1318 knot atau 21-21 Km/jam) terutama dibagian paling timur dari Laut Jawa (Wyrki, 1961). Arus permukaan akan membalik ke arah barat selama musim Timur berlangsung. Pada masa itu massa air dengan salinitas 33.8 ‰ yang berasal dari Laut Flores dan Selat Makasar memasuki Laut Jawa dan bergerak ke arah barat (Emerly et al., 1972). Suhu minimum diamati pada bulan Juni-Agustus dan Desember-Januari (27°C) dan maksimum pada bulan April, Mei, dan Nopember (30°) selama musim peralihan. Sedangkan suhu dari permukaan laut sampai ke seluruh kolom air diatas 29° C (Boely dan Linting, 1986). 23 2.9. Potensi Sumberdaya Ikan di Perairan Laut Jawa Bagian Utara Jawa Tengah Jawa Tengah diapit oleh Laut Jawa di sebelah utara dan Samudra Indonesia disebelah selatan. Dengan memiliki panjang pantai 656,1 km khususnya dibagian selatan (Samudera Hindia), maka tersedia peluang pengembangan usaha perikanan yang cukup besar, serta potensi budidaya tambak yang cukup berarti. Tersedianya peluang pengembangan perikanan ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut: Tabel 1. Potensi Tangkapan Ikan di Utara Propinsi Jawa Tengah (Laut Jawa) NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. JENIS KOMODITAS LAUT JAWA Tongkol Tenggiri Pelagis kecil Demersal Udang Lobster Cumi-cumi Ikan karang JUMLAH POTENSI (ton) 29.000 26.000 336.000 431.000 11.000 500 5.042 4.973 843.515 (Sumber : www.dinasperikanandankelautan.com/propinsijateng 2007) Selain perikanan laut, perikanan darat juga memberi peluang untuk pengembangan. Beberapa jenis ikan perairan darat yang prospektif dan perlu dikembangkan untuk komuditas ekspor adalah ikan mas, mujair, tawes seta gurame. 24 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, dimana survei dilaksanakan pada tanggal 15 - 31 Mei 2006 oleh Balai Riset Perikaan Laut (BRPL), DKP. Kegiatan di Utara pantai Tegal hingga Kendal, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada 4°10'002” LS - 108°10'00” BT dan 6°35'38” LS 108°10'00” BT sampai dengan 6°35'38” LS - 115°11'38” BT dan 6°48'00” LS 115°11'38” BT . Peta lokasi penelitian dan trek akustik ditunjukan pada Gambar 6. Gambar 6. Lokasi pengambilan data akustik 25 3.2 Wahana dan Peralatan Penelitian 3.2.1 Kapal Penelitian Wahana yang digunakan dalam pengambilan data adalah kapal riset Bawal Putih milik Balai Riset Perikanan Laut, Departemen Kelautan dan Perikanan. Kapal riset Bawal Putih merupakan kapal yang memiliki bobot 188 GT dengan penggerak utama mesin (inboard engine). Pada kapal tersebut dipasang peralatan akustik, navigasi dan peralatan lain yang menunjang kegiatan penelitian. 3.2.2 Perangkat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam pengambilan dan pengolahan data lapangan antara lain : 1) Perangkat akustik berupa: - Split Beam Scientific Echosounder SIMRAD EK-60 (i) (ii) Gambar 7. Display dan Transduser SIMRAD EK-60 - Split Beam Transducer (120 kHz) - Personal Computer (PC) - Dongle( hard key) - Eksternal Hard Disk- USB 26 Gambar 8. Dongle 2) GPS (Global Positioning System) untuk penentu posisi kapal 3) Peralatan Oseanografi berupa Curent meter Valeport seri 108/308 yang dilengkapi dengan CTD 4) Perangkat lunak analisis data - Sonar Data Echoview 4.0 - Microsoft Office Excell - Surfer versi 8.0 - Ocean Data View 3.3 Metode Perolehan Data 3.3.1 Desain Survei Desain survei yang digunakan dalam penelitian ini adalah systematic parallel transect yang menggambarkan trek survei akustik dan posisi stasiun oseanografi seperti terlihat pada Gambar 9. Pemilihan bentuk systematic parallel transect ini diharapkan dapat memperoleh data yang cukup banyak dan mewakili seluruh perairan yang disurvei. 27 3.3.2. Data Akustik Pengambilan data akustik diperoleh dengan menggunakan Scientific Echosounder SIMRAD EK60. Data akustik yang diperoleh dari lapangan dalam bentuk data gram (DG), diagram alir perekam data akustik disajikan pada Gambar 10. Penelitian dilaksanakan di pesisir Utara Jawa Tengah dengan bentuk jalur survei adalah systematic triangular transect. Data akustik diambil secara terus menerus selama pelayaran. SIMRAD EK 60 DATAGRAM (DG) Personal computer 1 Tranduser Back up datagram Target Data format zip Gambar 10 . Diagram alir pengambilan dan perekaman data akustik 3.3.3. Data Oseanografi Pengambilan data oseanogafi dilakukan dengan menggunakan Current Meter (Valeport seri 108/308) yang dilengkapi dengan CTD ( Conductivity Temperature Depth) yang dilakukan pada 78 stasiun. Parameter oseanografi yang diambil pada penelitian ini adalah data suhu dan salinitas. Data ini diperoleh dengan menggunakan alat CTD yang diukur pada beberapa stasiun yang dapat mewakili daerah penelitian. CTD diturunkan sampai 28 pada kedalaman 55 m. Data suhu dan salinitas digunakan untuk mendukung dalam penentuan densitas ikan di perairan tersebut. 3.4 Metode Pemrosesan dan Analisis Data 3.4.1 Data Akustik Pengambilan data akustik dilakukan dalam 16 hari. Data yang didapat dari survei akustik berupa data dalam bentuk RAW, BOT dan IDX file yang selanjutnya akan diolah menggunakan software echoview 4.0. (SonarData pty ltd). Koreksi noise dilakukan 10 m dari permukaan perairan dan 10 m dari dasar perairan hal ini dilakukan agar nilai yang termasuk noise tidak masuk kedalam perhitungan dan analisis. Analisis data akustik dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1) Data echogram yang diperoleh menunjukkan nilai target strength (TS) yang terdeteksi dalam nilai selang TS, dimana keluarannya berupa TS mean, TS maksimum dan TS minimum. 2) Selain nilai TS di atas, nilai volume backscattering strength juga diperoleh berupa Sv mean : 1. Sv_mean (single beam data) Penghitungan ini digunakan untuk menghitung Sv mean dari data multi beam. 29 inA ∑ (ε τ s s s vs Sv = ) ................................................................................................. (32) s inA ∑ (ε ) s s dimana: sv = Sv linear rata-rata semua sampel pada dearah A (m2/m3). A = Daerah sampel yang dianalisis. svs = Nilai Sv linear dari sampel (m2/m3) τ s = 0 jika sample dibawah treshold yang telah dituntukan, selain itu 1 εs = 0 jika sample diluar data, data eror atau tidak ada data, selain itu 1 2. Sv mean (target-locked data) Perhitungan ini digunakan untuk menghitung Sv mean yang hanya didapat dari pembacaan data dari target. Diamana penghitungan Sv mean (target-locked data) dirumuskan : inα |N . σ | bs α = ∑S vs .Vs …................................................................ (33) s dimana : |N . σ | bs α = backscattering cross-sectional untuk keseluruhan area pengambilan data (m2) Svs = nilai Sv linear sample (m2/m3) Vs = nilai volume sample (m3) 30 3) Selanjutnya dengan bantuan microsoft excel, nilai TS rata-rata dan Sv rata-rata yang didapat ditabulasikan baik secara vertikal dan horizontal. 4) Data yang telah ditabulasikan kemudian diplot dengan menggunakan bantuan sofware dan microsoft excel untuk membentuk grafik distribusi vertikal dan horizontal TS dan Sv. 5) Untuk mendapatkan nilai densitas ikan dalam satuan ikan/1000m³ maka digunakan rumus : Densitas = 10^((Sv mean-Ts mean)/10) ................................................................ (34) Adapun proses pengolahan data akustik disajikan dalam Gambar 11. 31 PC RAW, BOT, IDX file Sv / file TS / file Tabel Sv harian dan perkedalaman Tabel TS harian dan perkedalaman Grafik Sv Grafik TS Densitas rata-rata harian dan per kedalaman Gambar 11. Diagram pengolahan data akustik 3.4.2 Pola Sebaran Kepadatan Akustik Ikan Pola sebaran kepadatan akustik ikan ditampilkan secara vertikal dan horizontal. Pola sebaran vertikal digambarkan dengan persebaran nilai kepadatan ikan pada seluruh strata kedalaman. Sedangkan pola sebaran horizontal ditunjukan dengan gambar hasil overlay dari track area dengan kelompok kisaran nilai kepadatan akustiknya dengan menggunakan program perangkat lunak surfer versi 8.0. 32 3.4.3 Pola Sebaran Suhu dan Salinitas Data Oseanografi hasil pengukuran dengan CTD ( Conductivity Temperature Depth) berupa data suhu dan salinitas. Data diperoleh dapat dibuka dengan menggunakan spread Excell, kemudian data disusun sesuai format ODV dan disimpan dengan format text (MS DOS). Setelah itu, data dapat diolah dengan menggunakan program ODV untuk memperoleh informasi sebaran suhu dan salinitas secara vertikal dan horizontal dari daerah survei akustik. 3.4.4 Analisis Data Oseanografi Data oseanografi yang diperoleh hanya 78 stasiun, untuk memudahkan dalam menganalisis data oseanografi, khususnya untuk membandingkan kondisi suhu dan salinitas tiap stasiun maka dilakukan pengelompokan stasiun berdasarkan trek pengambilan data akustik, yaitu dibagi dalam 9 leg yaitu lokasi pengambilan data yang mempunyai posisi lintang atau bujur yang hampir sama dalam pengambilan data akustik. Data suhu dan salinitas yang didapat dari hasil pengukuran diolah dengan menggunakan software surfer versi 8.0, ODV dan microsoft excel, sehingga diperoleh profil suhu dan salinitas secara vertikal dan horizontal untuk setiap leg stasiun. Proses pengolahan data penelitaian dijelaskan dalam bentu diagram pada Gambar 11. 33 Metode hidroakustik Lingkungan perairan Data akustik EK-60 (data direkam dengan software ER-60) Parameter oseanografi Pengelompokan data nilai Sv, TS dan densitas ikan serta posisi lintang dan bujur Pengelompokan data nilai suhu dan salinitas Sebaran vertikal dan horizontal suhu dan salinitas Sebaran vertikal dan horizontal ikan Tampilan tabel, gambar dan grafik Analisa Pengaruh suhu dan salinitas terhadap nilai dan sebaran densitas ikan Gambar 12. Diagram alir penelitian 34 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai dan sebaran Target Strength (TS) Dalam pemrosesan data akustik untuk perlu diketahui nilai TS-nya terlebih dahulu, kemudian dilakukan pengukuran nilai densitas ikan dari suatu perairan. Sebaran nilai TS rata-rata per kedalaman di Laut Jawa disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 13. TS (dB) Gambar 13. Sebaran nilai TS rata-rata di Laut Jawa bulan Mei 2006 35 TS rata-rata terbesar terdapat pada strata kedalaman 16 (85-90 m) yaitu sebesar 44,05 dB dan nilai TS rata-rata terkecil terdapat pada strata kedalaman 1 (10-15 m) yaitu sebesar -55,67 dB. Berdasarkan rumus yang digunakan yaitu TS = 20 log L – 68.0 ( Foote, 1987), maka dapat diduga bahwa panjang ikan terbesar sebesar 15,76 cm dan terkecil sebesar 4,14 cm. Nilai TS merupakan indikasi dari ukuran target yang terdeteksi, dimana semakin besar nilai TS maka ukuran target akan semakin besar dan sebaliknya. Nilai TS di permukaan dibandingkan dengan dilapisan kolom air yang lebih dalam diduga karena pada lapisan permukaan banyak terdapat ikan-ikan pelagis berukuran kecil, dimana dorsal aspect dari ikan tersebut lebih kecil dari pada ikan pelagis besar. 4.2 Nilai dan sebaran Volume Backscattering Strength (SV) Nilai volume SV menunjukan nilai pantulan dari target suatu kelompok ikan yang terdeteksi. Semakin besar nilai SV maka pengelompokan target semakin besar. Semakin kecil nilai SV yang diperoleh maka pengelompokan target yang terdeteksi akan semakin sedikit. 36 Gambar 14. Sebaran nilai Sv rata-rata di Laut Jawa bulan Mei 2006. Gambar 15. Contoh Echogram Sv Laut Jawa bulan Mei 2006. 37 Pada Gambar contoh echogram Sv laut Jawa pada bulan Mei 2006, mempunyai jumlah ping sebear 350 sampai 2 x 104 ping dan juga mempunyai kedalaman 45 sampai 70 m. 4.3 Nilai dan sebaran densitas ikan secara vertikal Nilai dan sebaran densitas ikan di Laut Jawa pada bulan Mei 2006 dibagi berdasarkan strata kedalaman, dimana di jelaskan pada Tebel 3. Tabel 3. Densitas ikan rata-rata per hari di Laut Jawa bulan Mei 2006 Hari ke- Strata kedalaman (m) Densitas (ikan/1000 m3) 1 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 35 35 – 40 40 – 45 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 35 35 – 40 40 – 45 1.82 1.12 5.27 9.18 18.8 136.1 77.34 0.95 0.82 1.18 2.79 9.74 13.4 22.7 2 3 4 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 35 35 – 40 40 – 45 45 – 50 50 – 55 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 35 35 – 40 40 – 45 0.17 0.14 0.18 0.12 0.2 2.49 6.24 13.3 42.7 3.6 1.8 13.6 17.6 6.4 18.3 74.3 38 Tabel 3. (Lanjutan) Hari ke- Strata kedalaman (m) Densitas (ikan/1000 m3) 5 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 35 35 – 40 40 – 45 45 – 50 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 35 35 – 40 40 – 45 45 – 50 50 – 55 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 35 35 – 40 40 – 45 5.3 13.2 13.1 17.9 22.6 15.3 13.1 111 0.9 5.6 1.52 6.5 4.5 15 37 37 192 51.5 30.1 23.8 13.5 23.6 26 61 6 7 9 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 35 35 – 40 40 – 45 45 – 50 50 – 55 9 26 14.4 13 13 29 40 34 35.4 39 Tabel 3. (Lanjutan) Hari ke10 11 12 13 Strata kedalaman (m) 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 35 35 – 40 40 – 45 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 35 35 – 40 40 – 45 45 – 50 50 – 55 55 – 60 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 35 35 – 40 40 – 45 45 – 50 50 – 55 55 – 60 60 - 65 65 - 70 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 35 35 – 40 40 – 45 45 – 50 50 – 55 55 – 60 60 - 65 65 - 70 Densitas (ikan/1000 m3) 6.1 6 9 9 13 58 82 12 10 13 9.2 9 14.4 27 19 41 14 8 10 12 15 16 10 5.4 43 20 23 15 8.3 4.1 6 6.4 6 6 7 8 12 274 287 2 3 40 Tabel 3. (Lanjutan) Hari ke14 15 16 Strata kedalaman (m) 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 35 35 – 40 40 – 45 45 – 50 50 – 55 55 – 60 60 - 65 65 - 70 70 – 75 75 – 80 80 – 85 85 – 90 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 35 35 – 40 40 – 45 45 – 50 50 – 55 55 – 60 60 - 65 65 - 70 70 – 75 75 – 80 80 – 85 10 – 15 15 – 20 20 – 25 25 – 30 30 – 35 35 – 40 40 – 45 45 – 50 50 – 55 55 – 60 60 - 65 65 - 70 Densitas (ikan/1000 m3) 8.1 10 7 13 14 17 16 17 11 8 9.1 6.2 5 12 5 4 23.3 28 31 33 35.4 43 24.4 29.1 27 12.1 4.1 5 4 2.3 17 0.3 3.1 4 6 6 6.2 8 7 19 11 18 27 41 Gambar 16. Densitas rata-rata (ikan/1000 m³) per strata kedalaman Perbedaan strata kedalaman akan mempengaruhi tingkah laku ikan pada suatu perairan. Hal ini disebabkan tiap spesies ikan mempunyai toleransi yang berbeda terhadap faktor fisika dan kimia perairan seperti tekanan, suhu dan salinitas sehingga akan mempengaruhi pengelompokan ikan dan jenis ikan disuatu perairan. Faktor suhu, salinitas dan ketersediaan plankton sebagai makanan merupakan faktor pembatas bagi organisme ekosistem perairan yang menentukan nilai dan sebaran densitas ikan. Gambar 16 terlihat bahwa densitas rata-rata tertinggi berdasarkan strata kedalaman terdapat pada strata kedalaman 9 (50 – 55 m) yaitu dengan kepadatan 73 ikan/1000 m³ sedangkan densitas rata-rata terendah terdapat pada strata kedalaman 16 42 (85 – 90 m) dengan kepadatan 4 ikan/1000 m³. Tingginya nilai rata-rata densitas ikan pada lapisan tercampur adalah karena ikan cenderung mencari tempat dengan fluktuasi yang rendah sehingga ikan tidak memerlukan usaha yang besar untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang ada. Nilai densitas ikan rata-rata cenderung menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman. Densitas terendah berdasarkan strata kedalaman adalah pada strata kedalaman 16 (85 – 90 m) yaitu sebesar 3,4 ikan/1000 m³. Hal ini diduga berhubungan semakin kecilnya tingkat toleransi ikan terhadap faktor suhu, salinitas, intensetas cahaya serta akan ketersediaan makanan yang semakin berkurang. Hewan laut hidup dalam batas toleransi suhu tertentu, ada yang mempunyai toleransi tinggi terhadap suhu (euritherm), sebaliknya ada juga yang tingkat toleransinya rendah (stenotherm) (Nontji, 1993). Perubahan suhu dapat menyebabkan terjadainya sirkulasi massa air dan stratifikasi air, sehingga dapat mempengaruhi distribusi organisme. 4.4 Nilai dan sebaran horizontal densitas ikan Nilai dan sebaran densitas ikan rata-rata di Laut Jawa ditampilkan per strata kedalaman untuk melihat pola penyebaran dan fluktuasi atau tinggi rendahnya nilai densitas ikan rata-rata secara horizontal. Nilai densitas ikan secara horizontal didapatkan dari hasil overlay trek area dengan sebaran ikan secara horizontal. Nilai densitas ikan ditunjukan melalui bentuk bulatan (bubble scatter), dimana semakin besar ukuran bulatan nilai densitas ikan semakin besar. 43 Gambar 17 (a) Gambar 17 (c) Gambar densitas ikan pada strata kedalaman: 17 (a) kedalaman 10 - 15 m 17 (b) kedalaman 15- 20 m 17 (c) kedalaman 20 - 25 m 17 (d) kedalaman 25 - 30 m Gambar 17 (b) Gambar 17 (d) 44 Gambar 17 (e) Gambar 17 (f) Gambar 17 (g) Gambar 17 (h) Gambar densitas ikan pada strata kedalaman: 17 (e) kedalaman 30 -35 m 17 (f) kedalaman 35 - 40 m 17 (g) kedalaman 40 - 45 m 17 (h) kedalaman 45 - 50 m 45 Gambar 17 (i) Gambar 17 (k) Gambar densitas ikan pada strata kedalaman: 17 (i) kedalaman 50 - 55 m 17 (j) kedalaman 55 - 60 m 17 (k) kedalaman 60 - 65 m 17 (l) kedalaman 65 - 70 m Gambar 17 (j) Gambar 17 (l) 46 Gambar 28 Gambar 29 Gambar 17 (m) Gambar 17 (n) Gambar 17 (o) Gambar 17 (p) Gambar densitas ikan pada strata kedalaman: 17 (m) kedalaman 70 -75 m 17 (n) kedalaman 75 - 80 m 17 (o) kedalaman 80 - 85 m 17 (p) kedalaman 85 - 90 m 47 Gambar 17 (a) merupakan gambar sebaran dan nilai densitas ikan pada strata kedalaman 10 – 15 secara horizontal, pada kedalaman tersebut densitas ikan sebesar 9 ikan/1000 m³. Gambar 17 (b) merupakan gambar sebaran dan nilai densitas ikan pada strata kedalaman 15 - 20 m, pada strata kedalaman ini densitas ikan sebesar 10,1 ikan/1000 m³. Gambar 17 (c) merupakan gambar sebaran dan densitas ikan pada strata kedalaman 20 - 25 m, dimana pada strata kedalaman ini densitas ikan sebesar 10,3 ikan/1000 m³. Gambar 17 (d) adalah gambar sebaran dan kelimpahan ikan pada strata kedalaman 25 - 30 m, pada kedalaman ini densitas ikan sebasar 11,4 ikan/1000 m³. Gambar 17 (e) merupakan gambar sebaran dan kelimpahan ikan pada strata kedalaman 30 – 35 m, dimana pada strata kedalaman ini densitas ikan sebesar 13,2 ikan/1000 m³. Gambar 17 (f) merupakan gambar sebaran dan kelimpahan ikan pada strata kedalaman 35 – 40 m, pada strata kedalaman ini kelimpahan ikan sebesar 27,4 ikan/1000 m³. Gambar 17 (g) merupakan gambar sebaran dan densitas ikan pada strata kedalaman 40 – 45 m, dimana pada strata kedalaman ini densitas ikan sebesar 33,4 ikan/1000 m³. Gambar 17 (h) merupakan gambar sebaran dan densitas ikan pada strata kedalaman 45 – 50 m, pada kedalaman ini kelimpahan ikan sebesar 60 ikan/1000 m³. Gambar 17 (i) adalah gambar sebaran dan kelimpahan ikan pada strata kedalaman 50 – 55 m, dimana pada strata kedalaman ini mempunyai densitas sebesar 73 ikan/1000 m³. Gambar 17 (j) adalah gambar sebaran dan densitas ikan pada strata kedalaman 55 – 60 m, pada strata kedalaman 55 – 60 m mempunyai densitas sebesar 59,3 ikan/1000 m³. Gambar 17 (k) adalah gambar sebaran dan kelimpahan ikan pada strata kedalaman 60 – 65 m, pada strata kedalaman 60 – 65 m ini mempunyai sebaran densitas ikan sebesar 10 ikan/1000 m³. Gambar 17 (l) merupakan gambar sebaran 48 dan nilai densitas ikan pada strata kedalaman 65 – 70 m, pada strata kedalaman 65 – 70 m ini mempunyai nilai densitas sebesar 10 ikan/1000 m³. Gambar 17 (m) adalah gambar sebaran dan kelimpahan ikan pada strata kedalaman 70 – 75 m, pada strata kedalaman 70 – 75 m ini , mempunyai kelimpahan ikan sebesar 4,4 ikan/1000 m³. Gambar 17 (n) merupakan gambar sebaran dan densitas ikan pada strata kedalaman 75 – 80 m, pada strata kedalaman 75 – 80 m ini kelimpahan ikan sebesar 7 ikan/1000 m³. Gambar 17 (o) merupakan gambar sebaran dan nilai densitas ikan yang terdapat pada strata kedalaman 80 – 85 m, pada strata kedalaman 80 – 85 m ini nilai densitas ikan sebesar 11 ikan/1000 m³. Gambar 17 (p) merupakan gambar sebaran dan kelimpahan ikan pada strata kedalaman 85 – 90 m, pada strata kedalaman 85 – 90 m ini nilai kelimpahan ikan sebesar 3,4 ikan/1000 m³. Secara keseluruhan nilai densitas total ikan yang didapat pada semua strata kedalaman ialah sebesar 353 ikan/1000 m³, kisaran sebaran densitas ikan tertinggi terdapat pada kedalaman 40 – 55 m dan kisaran densitas terendah terdapat pada kedalaman 15 – 30 m. Berdasarkan sebaran nilai TS dan SV yang pada kisaran kedalaman 40 – 55 m, dimana nilai TS dan Sv semakin besar maka pengelompokan ikan semakin besar dan sebaliknya.. Sebaran densitas pada kisaran kedalaman 15 – 30 m lebih kecil bila dibandingkan dengan lapisan kolom air yang lebih dalam, hal ini diduga karena pada lapisan permukaan banyak terdapat ikan-ikan pelagis yang berukuran kecil,tidak memiliki gelembung renang, bentuk ikan, oreantasi akan terhadap tranducer, spesies ikan dan kecepatan renang ikan (MacLennan and Simmonds, 1992). 49 4.5 Sebaran suhu dan salinitas 4.5.1 Sebaran vertikal suhu Berdasarkan data dari 41 stasiun pengamatan oseanografi yang diambil di perairan Laut Jawa diperoleh pola sebaran vertikal suhu yang hampir seragam untuk setiap stasiun yaitu nilai suhu cenderung semakin menurun dengan bertambahnya kedalam perairan. Hal ini disebabkan oleh energi dari radiasi matahari yang secara langsung memanaskan lapisan permukaan permukaan akan semakin berkurang intensitasnya seiring dengan bertambahnya kedalaman. Pengelompokan stasiun oseanografi berdasarkan letak lintang atau bujur yang sama atau disebut leg, hal ini dilakukan karena dalam satu trek area pengambilan data akustik mempunyai stasiun oseanografi yang berbeda-beda. Kisaran suhu pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan Mei 2006 selanjutnya ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4. Kisaran suhu pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan Mei 2006 Leg (stasiun) Suhu minimum Suhu maksimum Suhu rata-rata 1 (1,2,3,4,5) 28,91°C 30,18°C 29,97°C 2 (6,7,8,9) 29,46°C 30,12°C 29,87°C 3 (10,11,12,13,14) 29,34°C 30,15°C 29,78°C 4 (15,16,17,18,19,20) 29,45°C 30,21°C 29,86°C 5 (21,22,23,24,25) 28,31°C 30,46°C 29,86°C 6 (26,27,28) 29,37°C 30,09°C 29,68°C 7(29,30,33,34) 29,26°C 30,25°C 29,80°C 8 (38,39,40,41) 29,50°C 31,01°C 29,81°C 9 (42,44,45,46,47) 28,07°C 29,97°C 29,73°C 50 Sebaran suhu pada bulan Mei 2006 di perairan Laut Jawa disajikan secara ) an(m alam ed K vertikal pada Gambar 32 dan 33. Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 5 Stasiun 4 Temperatur (deg C) Gambar 18. Sebaran suhu secara vertikal pada Leg 1 (1,2,3,4,5). Stasiun 26 ) an(m Kedalam Stasiun 27 Stasiun 28 Temperatur (deg C) Gambar 19. Sebaran suhu secara vertikal pada Leg 6 (26,27,28). 51 4.5.2 Sebaran horizontal suhu Sebaran horizontal suhu di Perairan Laut Jawa secara umum memiliki nilai yang relatif seragam untuk masing-masing kedalaman dengan fluktuasi nilai suhu yang kecil kecuali pada lapisan termoklin. Menurut Gunarso (1985) fluktuasi suhu air laut banyak dipengaruhi oleh iklim, suhu udara,kekuatan arus, kecepatan angin, lintang maupun keadaan relief dasar laut, yang ditunjukan pada Gambar 20. Gambar 20. Sebaran suhu secara vertikal pada semua stasiun oseanografi. 4.5.3 Sebaran vertikal salinitas Salinitas merupakan salah satu parameter oseanografi yang dapat mempengaruhi sebaran organisme di laut. Salinitas dapat mempengaruhi tekanan osmotik tubuh organisme termasuk ikan, sehingga ikan dan organisme laut akan melakukan penyesuaian diri dengan kondisi lingkungan atau mencari daerah yang lain yang sesuai dengan tekanan osmotik tubuhnya. Pengaruh salinitas terhadap ikan dewasa 52 sangat kecil karena salinitas di laut relatif stabil yaitu berkisar antara 30-36 psu. Ikan cenderung untuk memilih medium dengan kadar salinitas yang sesuai dengan tekanan osmotik tubuhnya. Salinitas merupakan parameter yang memiliki nilai relatif konstan untuk setiap kedalaman dan fluktuasi nilainya sangat kecil. Berbeda dengan suhu, nilai salinitas meningkat seiring bertambahnya kedalaman perairan dengan perubahan yang relatif kecil. Kisaran salinitas pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan Mei 2006 selanjutnya ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5. Kisaran salinitas pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan Mei 2006 Leg (Stasiun) Salinitas Salinitas Salinitas rata- minimum maksimum rata 1 (1,2,3,4,5) 32,69 psu 33,65 psu 33,08 psu 2 (6,7,8,9) 32,79 psu 35,53 psu 33,27 psu 3 (10,11,12,13,14) 33,23 psu 33,49 psu 33,35 psu 4 (15,16,17,18,19,20) 33,16 psu 33,58 psu 33,37 psu 5 (21,22,23,24,25) 32,89 psu 34,49 psu 33,33 psu 6 (26,27,28) 33,12 psu 33,58 psu 33,33 psu 7 (29,30,33,34) 33,09 psu 33,74 psu 33,29 psu 8 (38,39,40,41) 32,12 psu 33,46 psu 33,20 psu 9 (42,44,45,46,47) 32,83 psu 34,12 psu 32,29 psu 53 Sebaran salinitas pada bulan Mei 2006 di perairan Laut Jawa disajikan secara vertikal dan horizontal pada Gambar 21 dan 22. Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Kedalaman (m) Stasiun 4 Stasiun 5 Salinitas (psu) Gambar 21. Sebaran salinitas secara vertikal pada Leg 1 (1,2,3,4,5). 54 Stasiun 26 Kedalaman (m) Stasiun 27 Stasiun 28 Salinitas (psu) Gambar 22. Sebaran salinitas secara vertikal pada Leg 6 (26,27,28) Berdasarkan Gambar 21 sampai Gambar 22, stratifikasi nilai salinitas cenderung sama pada lapisan permukaan yang merupakan lapisan homogen. Lapisan ini secara umum berada pada sampai sekitar kedalaman 20 – 33 m. Pada lapisan ini nilai salinitas cenderung rendah karena adanya pengaruh faktor luar seperti curah hujan atau pasokan air tawar atau dari sungai disekitar perairan. Menurut Nontji (1987), di perairan pantai karena terjadi pengenceran, misalnya karena pengaruh aliran sungai, salinitas bisa rendah sebaliknya di saerah dengan penguapan yang sangat kuat salinitas bisa meningkat tinggi. 55 4.5.4 Sebaran horizontal salinitas Sebaran horizontal nilai salinitas di perairan Laut Jawa untuk setiap strata kedalaman mempunyai fluktuasi nilai yang kecil atau kisaran nilainya sempit seperti yang ditunjukan pada Gambar 22. Gambar 23. Sebaran horizontal salinitas pada semua stasiun oseanografi. 56 Tabel 5. Kisaran salinitas dan suhu pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan Mei 2006 Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 33 34 37 38 39 40 41 42 44 45 46 47 Suhu rata-rata (0C) 29.9215367 29.93987213 29.96217955 30.07635455 30.01272466 30.1034491 30.00328824 29.8627258 29.89126629 29.86851767 29.81208812 29.9671342 29.86002118 29.75548118 29.75586031 29.97080158 29.90172109 29.97115909 29.89594161 29.90252222 30.05747908 30.05690241 29.76408346 29.84056544 29.76531882 29.75741279 29.75306986 29.73716338 29.59388889 29.60409091 30.0024 30.23268654 29.93654598 29.84099427 28.57176659 29.7963278 29.85986891 29.61565934 29.77469402 29.5610948 29.83330315 29.94801518 Salinitas rata-rata (psu) 33.02783991 32.87029426 32.985255 32.73379351 33.00645753 32.87771437 33.01095 33.34063728 33.352416 33.31583953 33.36581188 33.26785043 33.3613 33.34392509 33.39579596 33.37566211 33.36843359 33.37878961 33.37991677 33.18285778 33.12789362 33.2668747 33.42556385 33.35767353 33.36348059 33.40377128 33.36657603 33.22260775 33.29169841 33.34947403 33.27613952 33.19063558 32.61681839 32.83974459 34.35096614 33.09861951 32.97167059 33.15819121 32.64773333 33.25829552 33.28894148 33.20565491 Kedalaman (m) 39.293 10.276 39.32 12.978 41.437 30.455 34.766 44.357 45.912 47.788 45.858 44.357 47.734 54.436 47.573 46.18 45 45.456 45.483 35.891 39.454 38.516 47.681 45.697 51.058 47.439 44.732 45.161 47.761 51.433 40.177 34.552 14.423 31.231 38.543 41.49 19.48 46.662 27.59 47.037 40.017 36.909 57 4.6 Hubungan antara faktor oseanografi dengan densitas ikan Hubungan antara ikan dengan lingkungan sangatlah kompleks karena pengaruh lingkungan pada ikan tergantung dari kondisi ikan tersebut, keadaan kematangan gonad dan lain-lain. Fluktuasi keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pola migrasi serta musim terdapatnya ikan. Salinitas sangat erat sekali hubungannya dengan pergerakan ikan, mengingat ikan memerlukan penyesuaian diri terhadap tekanan osmosis antara sitoplasma sel tubuh ikan dengan keadaan salinitas lingkungannya. Kisaran nilai salinits di lokasi penelitian berkisar antara 32,29 psu sampai 33,35 psu. Nilai ini masih dalam kisaran yang normal untuk ikan yang hidup di daerah tropis dan nilainya pun merata disemua stasiun penelitian. Gambar 24. Sebaran horizontal densitas terhadap salinitas . 58 Gambar 25. Sebaran horizontal TS terhadap salinitas . Pada Gambar 24 dan 25, nilai densitas dan Target strength ikan mempunyai kelimpahan terbesar pada kisaran salinitas sebesar 32 psu. Menurut Laevastu dan Hayes (1981) menyatakan bahwa suhu mempengaruhi tingkat proses metabolisme dan modifikasi akifitas ikan sehingga pertumbuhan dan tingkat makan juga dipengaruhi oleh suhu makanan. Suhu perairan di lokasi pengambilan data cenderung hampir seragam, yaitu berkisar antara 29,73°C sampai 29,97°C, dimana kisaran suhu ini berada pada kisaran optimum untuk melakukan metabolisme. Perbedaaan suhu yang ekstrim akan mengakibatkan perbedaaan distribusi organisme 59 dan juga sebaliknya apabila kondisi suhu perairan cenderung sama maka distribusi ikan cenderung merata sesuai dengan pola sebaran suhu. Proses metabolisme ikan hanya berfungsi dalam kisaran suhu yang relatif sempit yaitu 0 - 40°C. Ikan termasuk organisme yang bersifat poikilothermis atau ectothermis, artinya suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu massa air disekitarnya (Nybakken, 1992). Suhu di laut adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kelangsungan organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktifitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme tersebut (Hutabarat dan Evans, 1998). Gambar 26. Sebaran horizontal densitas terhadap suhu . 60 Gambar 27. Sebaran horizontal TS terhadap suhu . Pada Gambar 26 dan 27, nilai densitas dan Target strength ikan mempunyai kelimpahan terbesar pada kisaran suhu sebesar 29 0C. Pada waktu pengambilan data akustik dan oseanografi, di laut Jawa sedang mengalami musim peralihan dari angin muson barat ke muson timur sehingga nilai suhu dan salinitas belum mengalami perubahan. Kisaran nilai suhu dan salinitas di lokasi penelitian cenderung memiliki nilai yang seragam sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap densitas ikan. 61 5. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1) Nilai target Strength (TS) rata-rata terbesar terdapat pada strata kedalam 16 (85-90 m) yaitu sebesar -44,05 dB dan nilai TS rata-rata terkecil terdapat pada strata kedalaman 1 (10-15 m) yaitu sebesar -55,67 dB. 2) Nilai SV rata-rata terbesar terdapat pada strata kedalaman 16 (85-90 m) yaitu sebesar -59,16 dB dan nilai terkecil terdapat pada strata kedalam 5 (20-25 m) yaitu sebesar -88,86 dB. 3) Densitas ikan pada bulan Mei 2006 di Laut Jawa secara vertikal berkisar antara 65,6 – 620,1 ikan/1000 m³ dan secara horizontal densitas ikan berkisar antara 3,4 – 72,5 ikan/1000 m³. Sesuai strata kedalaman, densitas ikan tertinggi terdapat pada strata kedalaman 9 (50 – 55 m) dan mengalami penurunan seiring bertambahnya kedalaman. 4) Densitas ikan di lokasi penelitian dipengaruhi oleh kedalaman. Kisaran nilai suhu dan salinitas di lokasi penelitian cenderung memiliki nilai yang seragam sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap densitas ikan. Sebaran nilai suhu berkisar antara 28,07 °C sampai 29,46 °C dan kisaran suhu maksimumnya sebesar 29,68 °C sampai 31,01 °C dan sebaran nilai salinitas berkisar antara 32,12 psu sampai 33,74 psu, 62 5. 2 Saran Saran yang perlu dilakukan sebagai tindak lanjut dari penelitian ini adalah : 1) Kalibrasi akan instrumen akustik perlu dilakukan. 2) Penelitian hendaknya dilakukan secara kontinyu dengan memperhatikan faktor oseanografi. 63 DAFTAR PUSTAKA Boely, T., and Linting. 1986. Prelimenary Report on Phechindon Campaign. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 35. Balitkanlut. Jakarta : hal 23-29 Burczynski, J. J. 1982. Introduction to Use of Sonar System for Estimating Fish Biomass. FAO. Fisheris Technical. Paper No. 199 Revision 1. Coates, R. F. W. 1990. Underwater Acoustic System. Mac Millan Education, ltd. 188p. Dahuri, R. Otonomi Pengelolaan Sumber daya Laut. http://www. Ekosistem Pantai. Co.id/berita/otonomi.htm [1 Agustus 2008] Direktorat Wilayah Laut dan PT Sucofindo (Persero). 2000. Kajian Peningkatan Pengolahan dan Pengembangan Kelautan Secara Terpadu. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 114 hal. Doty, M.I., R.E Martadinata and Sugiarto, 1963. Observation The Primery Marine Productivity on North Western Indonesia water. Mar. Res. In Indonesia. Emerly, K.O., E. Uchupi, J. Sunderland, H.L. Uktolseja and E.M. Young. 1972. Geological Structure and Some Water Characteristics of The Java Sea and Adjescent Coontinental Shelf. United Nation ECAFE. CCOP. Thecnical Bulletin Contribution no. 27 Woodshole Oceanograpic Institution. Foote, K.G. 1987. Fish Target strength for Use in Echo Integrator Survey. J. A Coust Sea of America (JASA). Page 981-987 Harsono, G. 2005. Studi Karakteristik Massa Air Arus Pantai Selatan Jawa pada Bulan Desember 2003. Tesis Program Studi Ilmu Kelautan. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. (tidak dipublikasikan) Hutabarat, S. dan S. M. Evans, 2000. Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. http://jawatengah.go.id. [24 Agustus 2007] http://images. windows.ucar.edu/.../sm_salinity_depth. 10 September 2008 Johannesson, K. A. dan R. B. Mitson. 1983. Fisheries Acoustics A Practical Manual for Aquatic Biomass Estimation. FAO Fisheries Technical Paper. Roma. 249 64 Laevastu, T dan M. L. Hayes. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. Fishing News Book Ltd. Farnham. Love, R.H. 1971. Dorsal Asapect Target Strength of an Individual Fish. J. Acoust. Soc. Am. 49 (3): 816-823 MacLennan, D.N. and E. J. Simmonds. 1992. Fisheries Acoustic. Chapman & Hall. London.325p. Manik, H.M. 2006. Study on Acoustik Quantification of Sea Bottom using Quantitative Echo Sounder. Ph.D Dissertatiaon. Graduate School of Marine Science and Technology Tokyo Univ. of Mor. Science and Technology, Tokyo Japan. 186 p Manik, H.M. 1994. Pengukuran Target Strength dan Densitas Ikan Pelagis dengan Dual Beam Acoustic System. Skripsi Prog. Studi ITK FPIK IPB. Manik, H.M, M. Furusawa, K. Amakasu. 2006. Measurenment of Sea Bottom Surface Backscattering Stength by Quantitative Echo Sounder, Fisheries Science. Vol. 72, p.503-512 Nugraha, A.L. 2005. Studi Distribusi Arah dan Kecepatan Renang Ikan Pelagis di Perairan Laut Jawa dengan Menggunakan Sistem Akustik Beam Terbagi (Split Beam Acoustic System) pada Bulan Maret 2005. Skripsi (tidak dipublikasikan). Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nontji, A. W. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh M. Eidman, Koesbiono dan D. G. Bengen . Gramedia Jakarta. Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh M. Eidman, Koesbiono dan D.G. Bengen. Gramedia. Jakarta. Odum, E.P. 1971. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ke-3. Diterjemahkan oleh: T. Samingan, B. Srigandono. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Xiv + 550h. Ross, D. A. 1970. Introduction to Oceanography. Merideth Corporation. New York. SIMRAD, 1993 B. SIMRAD EP 500. Echo Processing System (Operation Manual). Horten-Norway. Simmonds, J and D,MacLennan. 2005. Fisheries Acoustic : Theory and Practice. Blackwell Publishing. Oxford. UK. 65 Sutrisno, D. 2002. Fenomena Alam dan Perkembangan Teknologi Penginderaan Jauh: Hakekat Ilmu Untuk Produktivitas Perikanan. tumoutou.net/702_04212/dewayany_s.doc. [16 Juli 2006]. Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of South East Asian Waters. Naga Report Vol. 2. The University of California. Scripps Institution of Oceanography. San Diego. 66 Lampiran 1. Spesifikasi Simrad EK 60 1. Operational specifications 1.1. Ek 60 echosounder system o Operating frequencies : 18, 38, 70, 120, 200 kHz o Operational modes : Active, passive and tes o Transmission power : Adjustable in steps o Ping rate : Adjustable o Maximum ping rate : 20 pings / sec o Data collection range : 0 to 15.000 m o Receiver instantaneous dynamic range : 150 dB o Receiver filtering : Matched digital filters o Receiver noise figure : 4 dB o Split beam : Complex digital demolation o Synchronization : Internal and external 2. Physical specifications 2.1 General purpose transceiver (GPT) o Transmit power : Maximum 4 kW o Output protection : Short circuit and open circuit protection o Connector : Transducer : 12-pin female amphenol, shell MS 3102 A-24, insert 24-195 AUI : 15-pin female delta Network : 8-pin 12J-45 socket Auxiliary : 25-pin female delta o Physical dimension : Width : 284 mm Heigth : 112 mm Depth : 246 o Weigth : Aproximately 4.5 kg depending on configuration o Supply power and fuses : AC fuse : ∅5 x 20 mm, 2A slow DC fuse : ∅5 x 20 mm, 10 A slow or fast 2.2. GPT cabinet (IP55) o Content : One or two general purpose transceiver (GPT) Ethernet switch o Physical dimension: Width : 400 mm Heigth : 425 mm Depth : 420 67 Lampiran 2. Contoh Echogram SV (1a) (2a) ( 1b) (2b) 3 Lampiran 2. Contoh Tampilan Pengolahan Data Pada Program SIMRAD ER-60 68 Lampiran 3. Contoh Tampilan Proses Pengolahan Data (a) ER-60, (b) Echoview 4.0 untuk SV, (c) Echoview 4.0 untuk TS (a) (b) 69 Lampiran 3 (lanjutan) (c) 70 Lampiran 4. Contoh Data Hasil Ekspor Dari Program Echoview 4.0 Interval Layer 1 8 1 9 1 10 2 7 2 8 2 9 2 10 3 8 3 9 3 10 4 8 4 9 4 10 5 7 5 8 5 9 5 10 6 8 6 9 6 10 6 11 Sv mean Lat M Lon M 62.2872 5.83238 109.2522 77.8228 5.83238 109.2522 -79.616 5.83238 109.2522 79.0563 5.83402 109.2522 81.3877 5.83402 109.2522 83.1995 5.83402 109.2522 77.9407 5.83402 109.2522 75.6934 5.83569 109.2521 -72.791 5.83569 109.2521 -71.207 5.83569 109.2521 61.9301 5.83733 109.252 63.8372 5.83733 109.252 78.0242 5.83733 109.252 80.5296 5.83897 109.2518 80.1118 5.83897 109.2518 81.7403 5.83897 109.2518 83.5564 5.83897 109.2518 80.5249 5.84062 109.2515 75.1542 5.84062 109.2515 71.8392 5.84062 109.2515 71.5836 5.84062 109.2515 TS mean 59.077 56.678 59.782 59.429 56.066 55.525 Densitas Densitas (ikan/1000m3) 0.477508 477.51 0.007683 7.6828 0.01039 10.39 0.010896 10.896 0.002936 2.9365 0.001708 1.7082 -57.63 0.00931 9.3095 -57.76 55.114 58.277 57.089 57.172 57.995 58.453 58.524 56.607 59.382 0.016094 16.094 0.017072 17.072 0.050933 50.933 0.328014 328.01 0.215516 215.52 0.009933 9.9329 0.006199 6.1993 0.006938 6.9377 0.003067 3.0667 0.003824 3.8244 -55.29 59.735 57.419 55.913 0.002996 2.9958 0.028713 28.713 0.036139 36.139 0.027098 27.098 71 Lampiran 4. (lanjutan) Sv mean Interval Layer Lat M 7 8 -62.4861 7 9 -62.3146 7 10 -78.5311 8 7 -80.1745 8 8 -78.6332 8 9 -81.2818 8 10 -84.1033 9 8 -78.3478 9 9 -73.8292 9 10 -73.0113 10 8 -71.3066 10 9 -62.0839 10 10 -64.1513 11 7 -77.1985 11 8 -79.3724 11 9 -78.8116 11 10 -80.9533 5.84225 5.84225 5.84225 5.84393 5.84393 5.84393 5.84393 5.84558 5.84558 5.84558 5.84721 5.84721 5.84721 5.84887 5.84887 5.84887 5.84887 12 8 -82.4781 12 9 12 Lon M TS mean Densitas Densitas (ikan/1000m3) 109.2517 -56.231 0.236859 236.86 109.2517 -55.761 0.221125 221.13 109.2517 -58.453 0.009822 9.8217 109.2517 -57.136 0.004968 4.9676 109.2517 -55.643 0.005023 5.0232 109.2517 -53.82 0.001794 1.794 109.2517 -55.843 0.001493 1.4927 109.2517 -56.925 0.007206 7.2064 109.2517 -54.667 0.012128 12.128 109.2517 -56.137 0.020539 20.539 109.2515 -56.619 0.033982 33.982 109.2515 -56.349 0.267 267 109.2515 -53.762 0.091426 91.426 109.2513 -57.889 0.011723 11.723 109.2513 -58.724 0.008613 8.613 109.2513 -54.255 0.003502 3.5022 109.2513 -46.483 0.000357 0.3573 -5.8505 109.2511 -51.998 0.000895 0.8953 -80.3094 -5.8505 109.2511 -56.019 0.003724 3.7235 10 -75.2274 109.2511 -57.865 0.018355 18.355 13 6 -72.2284 109.251 -50.269 0.006369 6.3688 13 7 -71.6565 109.251 -59.912 0.066919 66.919 13 8 -63.8689 -5.8505 5.85217 5.85217 5.85217 109.251 -56.842 0.198296 198.3 72 Lampiran 5. Contoh Data Parameter Oseanografi (Suhu dan Salinitas) Station 1 Longitude 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 110.3342 Latitude Kedalaman(m) Suhu(ºC) Salinitas(psu) 6.753889 0.009 29.897 32.9129 6.753889 0.089 29.899 32.6932 6.753889 0.089 29.8936 32.9104 6.753889 0.089 29.8943 32.9186 6.753889 0.089 29.893 32.9158 6.753889 0.142 29.6915 32.4423 6.753889 0.142 29.8976 32.8824 6.753889 0.196 29.8969 32.8453 6.753889 0.223 29.8976 32.894 6.753889 0.249 29.8996 32.8898 6.753889 0.249 29.897 32.908 6.753889 0.249 29.891 32.9229 6.753889 0.276 29.9003 32.8999 6.753889 0.303 29.7896 32.5166 6.753889 0.303 29.897 32.8809 6.753889 0.303 29.8983 32.9013 6.753889 0.303 29.895 32.9143 6.753889 0.33 29.8969 32.8674 6.753889 0.33 29.899 32.9008 6.753889 0.33 29.893 32.9129 6.753889 0.356 29.8976 32.8439 6.753889 0.356 29.899 32.8883 6.753889 0.356 29.8983 32.9052 6.753889 0.383 29.8976 32.7361 6.753889 0.383 29.8983 32.8993 6.753889 0.383 29.8923 32.9104 6.753889 0.41 29.8969 32.8318 6.753889 0.41 29.8983 32.8319 6.753889 0.41 29.8976 32.8756 6.753889 0.41 29.893 32.9108 6.753889 0.41 29.8936 32.9104 73 Lampiran 6. Jenis biota hasil tangkapan Family LUTJANIDAE MENIIDAE MONACANTHIDAE MULLIDAE NEMIPTERIDAE POLYNEMOUS POMADASYIDAE PRIACANTHIDAE PSETTODIDAE SCOMBRIDAE SERRANIDAE SIGANIDAE SPHYRAENIDAE STROMATEIDAE SYNODONTIDAE THERAPONIDAE TRIACANTIDAE Species Lutjanus johnii Lutjanus malabaricus Lutjanus vitta Lutjanus lineolatus Lutjanus sebae Lutjanus bouton Lutjanus sp. Mene maculata Monacanthus sp. Aluterus scriptus Upeneus sulphureus Parupeneus sp. Nemipterus peronii Nemipterus hexodon Nemipterus japonicus Nemiptrus mesoprion Nemipterus nematophorus Nemipterus tambuloides Scolopsis taeniopterus Pentadropus sp. Polydactylus pleberus Pomadsys kaakan Pomadasys argyreus Pomadasys sp. Priacanthus macracanthus Priacanthus tayenus Psettodes erumei Rastrelliger brachysoma Rastrelliger kanagurta Scomberomorus guttatus Ephinephelus sp Ephinephelus sexfasciatus Siganus canaliculatus Sphyraene jello Sphyraena baracuda Sphyraena sp. Pampus chinensis Saurida longimanus Saurida micropectoralis Saurida undusquamis Synodus sp. Therapon theraps Triacanthus sp. 74 Lampiran 6. (lanjutan) Family TRICHIURIDAE SQUIDS CUTTLES SHRIMPS CRABS INVERTEBRATES Species Trichiurus lepturus Lepturacanthus savala Loligo sp. Sepia sp. Metapenaeus sp. Metapenaeus ensis Penaeus merguiensis Penaeus monodon Penaeus semisulcatus Solenocera sp. Squilla sp. Trachianus asper Parapenaeus sp. others Portunus sp. Amocyum sp. Anadara sp. Sea-cucumber (Holothuria sp) Gastropoda Sea-urchine (Echinoidea) Sea-star (Asteroidea) Soft coral (Sponges) 75 Lampiran 7. Jenis Ikan Demersal yang tertangkap Pada Saat Trawling di Perairan Laut Jawa Mei 2006 Abalistes stellaris Arius maculatus Arius thalassinus Pseudorhombus malayan Famili Chaetodontidae Chiloscylium sealed 76 Lampiran 7. (lanjutan) Dasyatis kuhlii Formio niger Lutjanus sp. Ephinephelus sp. Loligo sp. Pampus chinensis 77 Lampiran 7. (lanjutan) Penaeus monodon Portunus sp. Saurida longimanus Sphyraena barracuda Therapon theraps Therapon theraps 78 Lampiran 8. Kapal Riset Bawal Putih Spesifikasi Kapal Riset Bawal Putih : Nama kapal : Kapal Riset Bawal Putih Bendera : Republik Indonesia Tipe kapal : Strern Trwaler Panjang kapal : 26,5 m Lebar kapal : 3,5 m Tinggi kapal : 6,5 m Kapasitas : 188 GT Kekuatan mesin pendorong : 550 PK Merek mesin utama : Yanmar 6 MA-DT (550 HP) Generator : Yanmar 6 RD- GE dan 6 KF-AL (170 HP/unit) Bahan kasko : Baja Tempat pemeriksaan : Semarang Keceptan rata-rata : 5 Knot Kecepatan maksimum : 7,5 Knot Kapasita bahan bakar : 3,80 m3 Kapasitas air tawar : 18.750 Liter Alat penangkapan : Trawl dasar tipe Thailand trwal 79 Lampiran 9. Gambar CTD model Sea Bird RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Manna, Bengkulu, Indonesia, pada tanggal 1 April 1985 sebagai anak terakhir dari empat bersaudara dari pasangan Yus Buchori dan Rosiha. Tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Manna. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program Studi Ilmu Kelautan melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai organisasi internal maupun eksternal kampus. Tahun 2004 kepengurusan HIMITEKA (IPB), penulis menjadi staf Departemen Penelitaian dan Kebijaksanan dan pada tahun 2005 menjadi ketua departemen Penelitian dan Kebijakan HIMITEKA (IPB). Selain iitu penulis juga aktif sebagai pengurus Asrama Sylvalestari tahun 2004 – 2007. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Pengukuran Densitas Ikan Menggunakan Sistem Akustik Bim Terbagi (Split Beam) Di Laut Jawa Pada Bulan Mei 2006”.