ANALISIS BIOFISIK DAN HIDROLOGI LOKASI REHABILITASI MANGROVE DI DESA TEMBURUN KABUPATEN ANAMBAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU Evriyani Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] Andi Zulfikar Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] Chandra Joei Koenawan Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected] ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Struktur vegetasi mangrove alami, menganalisis biofisik dan hidrologi lokasi rehabilitasi mangrove di Desa Temburun Kabupaten Anambas Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 - Januari 2016. Jenis penelitian ini dilakukan dengan teknik survey lapangan secara langsung dan pengukuran (in situ) di wilayah pesisir Desa Temburun Kabupaten Anambas. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pada vegetasi alami mangrove alami di 14 plot terdapat 13 jenis mangrove dimana jenis Rhizophora apiculata merupakan jenis yang memiliki kerapatan yang tertinggi dengan jumlah 30.700 ind/ha. Sehingga jenis mangrove inilah yang cocok untuk kegiatan rehabilitasi mangrove, hal ini karena jenis ini mampu hidup dan beradaptasi dengan baik dilingkungan lokasi tersebut. Pada lokasi rehabilitasi mangrove, kualitas air secara fisika kimia seperti suhu, salinitas, DO, pH perairan dan pH tanah sudah baik bagi pertumbuhan mangrove dalam kegiatan rehabilitasi. Dimana rata rata nilai suhu 29,68°C, salinitas 34,51‰, DO 9,51 mg/l, pH perairan 8 dan pH tanah 5,59. Kondisi subtrat dilokasi rehabilitasi mangrove yaitu berkategori pasir berlumpur berkerikil tidak cocok dengan jenis mangrove yang ditanam di lokasi tersebut yaitu Rhizophora sp. Hal ini karena jenis Rhizophora sp lebih menyukai lumpur lembut yang kaya humus. Sedangkan jenis Avicennia dan Sonneratia hidup dengan baik pada tanah berpasir. Selain kualitas perairan secara fisika kimia, kualitas perairan secara hidrologi berupa arus dan pasang surut sudah baik, dimana arus termasuk lambat yaitu (<0,1 m/dt) dan pasang surut diurnal dimana dalam satu hari terjadi satu kali pasang naik dan satu kali pasang surut dengan periode 24 jam 50 menit. Kata Kunci: mangrove, biofisik dan hidrologi ABSTRACT The purpose of this study was to determine the structure of the natural mangrove vegetation, biophysical and hydrology analysis of mangrove rehabilitation site in the village district Temburun Anambas Riau Islands Province. The study was conducted in November 2015 January 2016. This type of research was done by using direct field survey and measurement (in situ) in coastal areas Temburun Anambas village. From the results of research and discussion can be concluded that the natural mangrove vegetation in 14 plots, there were 13 types of mangrove where Rhizophora apiculata is a species that has the highest density with the amount of 30,700 ind / ha. So mangrove species is suitable for mangrove rehabilitation activities, it is because of this type can live and adapt well to the environment of the site. At the location of mangrove rehabilitation, water quality chemical physics such as temperature, salinity, DO, pH waters and soil pH are good for the growth of mangroves in rehabilitation activities. Where the average value of the temperature of 29.68 ° C, 34.51 ‰ salinity, DO 9.51 mg/l, pH 8 water and soil pH 5.59. Condition mangrove rehabilitation substrate location that is categorized gravelly muddy sand does not match the type of mangrove planted in the location that is Rhizophora sp. This is because Rhizophora sp prefers soft mud rich in humus. While this type of Avicennia and Sonneratia live well in sandy soils. In addition to water quality in chemical physics, hydrology water quality in the form of currents and tides are good, which flows including slow is (<0.1 m/s) and diurnal tidal where in one day occurred one high tide and one ebb with a period of 24 hours and 50 minute. Key words: mangrove, biophysical and hydrology Berdasarkan hal tersebut maka timbullah PENDAHULUAN rumusan masalah yaitu bagaimana kondisi Kabupaten Kepulauan Anambas struktur vegetasi mangrove alami, kondisi terletak antara 2°10’0” - 3°40’0” LU s/d biofisik dan hidrologi ekosistem mangrove 105°15’0” - 106°45’0” BT (UU No 33 di Tahun 2008 dalam Febrin dan Utomo, Temburun. lokasi rehabilitasi mangrove Desa 2013). Salah satu ekosistem pesisir yang Adapun tujuan dari penelitian ini banyak terdapat di Kepulauan Anambas yaitu untuk mengetahui struktur vegetasi yaitu ekosistem mangrove. mangrove alami seperti keanekaragaman, Hutan mangrove merupakan salah kerapatan, frekuensi, luas penutupan dan satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan indeks nilai penting, menganalisis biofisik khas, dan hidrologi lokasi rehabilitasi mangrove tetapi sangat rentan terhadap kerusakan apabila kurang bijaksana dalam pengelolaannya. mangrove yang mengakibatkan Pemanfaatan tidak (Hendri, perlunya melakukan hutan terkontrol dapat rusaknya mangrove Desa Temburun. 2012). TINJAUAN PUSTAKA ekosistem Untuk upaya itu perbaikan Menurut Macnae (1968) dalam Noor dkk, (2006) menyebutkan kata kondisi maupun pemeliharaan ekosistem mangrove mangrove, salah satunya yaitu merehabilitasi bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris ekosistem dan grove. Sementara itu, menurut Mastaller Mussadun, 2014). Fungsi rehabilitasi untuk (1997) dalam Noor dkk, (2006) kata upaya pemulihan ekosistem mangrove pada mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno kondisi semula. Dalam merehabilitasi suatu mangi-mangi kawasan menerangkan marga Avicennia dan masih mangrove ekosistem mengetahui faktor mempengaruhi (Fikriyani mangrove perlunya lingkungan pertumbuhan yang ekosistem Kepulauan Anambas untuk bagian timur. Menurut Setyawan dkk., (2002) Tumbuhan mangrove di Indonesia terdiri dari 47 spesies pohon, lima spesies semak, Temburun yang terletak di Kecamatan sembilan spesies herba dan rumput, 29 Siantan spesies epifit dan dua spesies parasit, serta Penanaman di digunakan Desa Timur. yaitu yang digunakan sampai saat ini di Indonesia mangrove seperti biofisik dan hidrologinya. Salah satu kegiatan rehabilitasi di merupakan perpaduan antara mangrove selama 3 tahun di Desa Temburun belum beberapa terlihat hasil yang baik, hal ini terlihat dari Kompilasi hasil survei lapangan, bibit mangrove yang mangrove segara Anakan disusun oleh 64 disemai dan ditanam selalu gagal (mati) spesies. serta pertumbuhan sangat lambat. spesies alga dan menunjukkan bryophyta. ekosistem Menurut Hendri (2012) dari sekian B. Jenis Penelitian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis Jenis penelitian ini dilakukan mangrove yang banyak ditemukan antara dengan teknik survey lapangan secara lain adalah jenis api-api (Avicennia sp.), langsung di wilayah pesisir Desa Temburun, bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera Kabupaten Anambas, pengukuran in situ sp.) dan bogem atau pedada (Sonneratia serta menganalisis biofisik dan hidrologi sp.), merupakan jenis mangrove yang utama wilayah yang banyak dijumpai. Jenis jenis mangrove pemetaan lokasi penelitian, suhu, salinitas, tersebut adalah kelompok mangrove yang pH perairan, DO dan substrat, menggunakan menangkap, software Arcgis. menahan endapan dan rehabilitasi mangrove dengan menstabilkan tanah habitatnya. C. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Penelitian Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan (November 2015 - Januari 2016) di Desa Temburun, Kecamatan Siantan, Kabupaten Anambas, Provinsi Kepulauan Riau. Berikut ini adalah gambar lokasi pengambilan data beserta keterangannya: 1. Area pengambilan data untuk struktur vegetasi mangrove alami seluas ± 5,3 ha dengan 14 titik pengambilan data. 2. Area pengambilan data jenis substrat, kualitas air dan kondisi lainnya ± 4,6 ha dengan ±110 titik pengambilan data. D. Batasan Masalah Penelitian ini menetapkan batasan- batasan sebagai berikut: 1. Kondisi mangrove alami yang diteliti berupa pembuatan plot untuk kategori pohon dengan ukuran 10 x 10 meter dan tidak untuk kategori anakan dan semai Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Data Desa Temburun Sumber: Lab. SIK MSP Umrah 2. Penelitian kondisi struktur vegetasi mangrove alami hanya mengidentifikasi jenis mangrove, kerapatan, frekuensi, luas penutupan, akurat. Dimana setiap plot berukuran 10 x 10 meter untuk pohon. indeks nilai penting dan tidak untuk meneliti zonasi mangrove itu sendiri E. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini menggunakan dua data yaitu data primer dan data sekunder. Dimana data primer mencakupi data mengenai kondisi mangrove dan struktur vegetasi mangrove, data pengukuran kualitas air seperti suhu, DO, pH, salinitas, substrat, arus, pasang surut dan data pembuatan peta menggunakan Gambar 2. Penentuan lingkaran batang mangrove sesuai Kepmen LH No 201 tahun 2004 2. Suhu GRADISTAT, software R dan software Pengukuran suhu menggunakan Arc.gis 10.1. Sedangkan data sekundernya Multitester yaitu literatur yang terkait dari berbagai elektrodanya dicelupkan diperairan lalu sumber. putar batang tersebut secara perlahan lalu Berikut ini prosedur untuk penelitian yaitu: 1. Kondisi dimana ujung batang catat angka yang tertera dilayar. mangrove dan struktur 3. Salinitas vegetasi mangrove alami Metode pengukuran Pengukuran salinitas menggunakan sesuai Hand Refraktometer dimana sampel air di dengan Kepmen LH No 201 Tahun 2004 letakkan dikaca prima lalu tutup perlahan yang digunakan untuk mengetahui kondisi kaca tersebut, lihat melalui kaca pengintai, mangrove dan akan terlihat pada lensa nilai/ salinitas alami ini adalah dengan menggunakan Metode Transek Garis dan dari air yang sedang diukur, lalu catat Petak Contoh (Line Transect Plot). Metode nilainya. Transek Garis dan Petak Contoh (Transect Line Plot) adalah metode pencuplikan 4. pH tanah contoh populasi suatu ekosistem dengan Mengukur pH tanah menggunakan pendekatan petak contoh yang berada pada alat garis ditancapkan ke tanah atau subtrat yang akan yang ditarik melewati wilayah soil tester dimana soil tester ekosistem tersebut. Metode pengukuran ini diukur, merupakan salah satu metode pengukuran mengukur pH tanah. Lihat penunjuk pada yang paling soil tester dimana nilai pH tanah berkisar 1- mudah dilakukan, namun memiliki tingkat akurasi dan ketelitian yang 14. kemudian tekan tombol untuk 5. Hidro-Oseanografi pH air TNI Angkatan Laut Mengukur pH air menggunakan terdekat. Data yang diambil yaitu selama 2 Multitester dimana ujung batang elektoda tahun yaitu tahun 2015-2016 di perairan dicelupkan diperairan yang akan diamati lalu Anambas. catat angka yang tertera dilayar. 9. 6. Arus Pengukuran DO Pengukuran DO arus menggunakan biasanya current meter dimana setelah menentukan menggunakan Multitester dimana ujung lokasi titik sampling, propeller pada current batang elektroda dicelupkan, lalu catat meter di masukkan di perairan, kemudian angka yang tertera dilayar. kecepatan arus air berupa jumlah putaran per detik akan muncul di monitor current meter. 7. Jenis Substrat Sampel subtrat diambil dengan cara F. menyekop bagian permukaan subtrat pada Analisis Data Penelitian ini nantinya akan setiap titik sampling menggunakan sendok disajikan dalam bentuk data deskriptif yang semen sebanyak (±500 gr). Sampel subtrat di dukung dengan data sekunder seperti yang telah diambil dipindahkan ke dalam studi kepustakaan dan jurnal yang terkait plastik sampel lalu dianalisis. serta penggunaan software Arcgis 10.1 a. Sampel dikeringkan cara dalam pembuatan peta agar mangrove. Berikut ini data yang diperoleh mempercepat pengeringan, setelah itu dalam analisa vegetasi mangrove (Tjandra sampel dan Ronaldo, 2011) sebagai berikut: dijemur lalu dengan disangrai yang kering diayak lokasi rehabilitasi menggunakan ayakan b. Berat ayakan kosong ditimbang a. = terlebih dahulu c. Berat ayakan ditimbang beserta isi = Berat yang bertahan = berat ayakan dan sampel – berat ayakan kosong e. Penentuan menggunakan butiran b. × 100% Frekuensi (F) jumlah petak contoh ditemukannya suatu spesies jumlah seluruh petak contoh dan Frekuensi relative (FR) Software R = 8. Kerapatan suatu jenis Kerapatan seluruh jenis = dilakukan GRADISTAT jumlah individu suatu jenis luas petak pengamatan seluruhnya Kerapatan relative (KR) sampel d. Kerapatan (K) ind/ha Pasang surut Mengukur pasang surut air laut yaitu dengan mengambil data dari dinas c. Frekuensi suatu jenis Frekuensi seluruh jenis × 100% Luas penutupan spesies (C) = luas bidang dasar area luas seluruh petak contoh Luas penutupan relative spesies (CR) = luas penutupan spesies penutupan seluruh spesies HASIL DAN PEMBAHASAN × 100% A. Kemudian dihitung indeks nilai dan Lokasi Penelitian Salah satu lokasi untuk rehabilitasi penting (INP) dengan menggunakan rumus: Indeks nilai penting (INP) = FR + KR+CR Kondisi Umum Kabupaten Anambas mangrove di Kepulauan Anambas berada di Kriteria baku kerusakan mangrove dekat perkampungan Desa Temburun (±700 berdasarkan Keputusan Menteri Negara m dari perkampungan Desa Temburun), Lingkungan Hidup No 201 Tahun 2004 Kecamatan Siantan Timur. Dimana lokasi dapat dilihat yaitu pada tabel 2. penelitian Tabel 2. Kriteria Baku Kerusakan Mangrove penanaman dengan luas 5.510, 51 m2 dan Kriteria Baik Penutupan Kerapatan (%) (pohon/ha) >75 >1500 Sangat Sedang Rusak >50 – < 75 Jarang terdapat 2 lokasi 103, 88 m2 dengan keberadaan mangrove yang tumbuh secara alami (5,3 ha) dimana benih yang ditanam seluruhnya Rhizophora sp. Padat tersebut pada lokasi rehabilitasi mangrove >1000 – < terdapat rumah penjaga untuk kegiatan 1500 rehabilitasi mangrove. Bentuk area lokasi < 50 < 1000 rehabilitasi berbentuk seperti huruf U (Semakin menyempit pada ujungnya dan Nilai kecepatan arus diperoleh dengan rumus : 𝑣 = 𝑠 yang tersebar di sepanjang pantai dan 𝑡 terdapat sungai kecil. Dimana v s t relatif banyak terdapat vegetasi mangrove : Kecepatan arus (m/det) : Jarak (m) : Waktu (det) Tabel 3. Baku Mutu Mangrove Menurut Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 No Parameter Baku Mutu 1 Suhu (°C) 28-32 2 Salinitas (‰) s/d 34 3 pH 7-8,5 4 DO (mg/l) >5 Gambar 3. Peta Kondisi Lokasi Rehabilitasi Mangrove B. Jenis mangrove alami dan kriteria dalam suatu unit area. Nilai kerapatan kerapatan mangrove mangrove alami terlihat pada gambar 4. Jenis mangrove alami di sekitar lokasi Rehabilitasi perlu diketahui, hal ini untuk melihat kondisi suatu ekosistem mangrove berupa jenis, kerapatan, tutupan dan INP. Tabel 4. Kriteria Kerapatan dan Persen Tutupan Mangrove Struktur vegetasi mangrove alami Gambar 4. Diagram Kerapatan Vegetasi Mangrove Alami pada sekitaran lokasi penelitian dari 14 plot Nilai kerapatan mangrove alami ditemukan total 13 jenis mangrove alami dimana 13 jenis mangrove tersebut dapat minimal dilihat pada tabel dibawah. No Jenis K 1 Avicennia alba 2 Avicennia Kriteria C% INP 300 Jarang 1.84% 4.29 1000 Sedang 0.63% 4.49 1000 Sedang 0.58% 4.43 3900 Sangat 8.12% 30.76 marina Dimana nilai minimal vegetasi mangrove alami yaitu jenis ind/ha, kriteria jarang. Sedangkan nilai jenis Bruguiera gymnorrizha 5 maksimal. maksimal vegetasi mangrove alami yaitu Avicennia officinalis 4 dan Rhizophora stylosa dengan kerapatan 100 (ind/ha) 3 dari 14 plot memiliki nilai kerapatan Ceriops padat 400 Jarang 0.30% 2.96 1800 Sangat 4.28% 15.29 Rhizophora apiculata dengan kerapatan 30.700 ind/ha kriteria sangat padat. zippeliana 6 Lumnitzera littorea 7 padat Lumnitzera 30700 Sangat 45.51% 131.10 18.56% 44.99 lokasi rehabilitasi tersebut jenis yang baik alami yang tertinggi adalah jenis Rhizophora Rhizophora apiculata 30.700 ind/ha. padat Rhizophora 5800 Rhizophora Sangat padat Scyphiphora Sonneratia Jarang 0.20% 2.26 untuk kegiatan rehabilitasi yaitu Rhizophora 300 Jarang 0.14% 2.60 apiculata, karena jenis ini mampu hidup dan 2200 Sangat 12.67% 30.04 6.17% 20.89 Mangrove 100.00% 300 Avicennia spp adalah vegetasi mangrove beradaptasi dengan baik di lingkungan alba 13 1800 granatum Total tersebut dibandingkan jenis yang lain. padat Xylocarpus Sehingga pada 100 hydrophillacea 12 diketahui bahwa nilai kerapatan mangrove 5.91 stylosa 11 diatas 1.00% mucronata 10 diagram Jarang apiculata 9 gambar 600 racemosa 8 Dari Sangat padat 49900 jenis Rhizopora spp dan yang sering digunakan untuk rehabiliasi dan 1. Kerapatan mangrove Menurut Humaidy peluang (2010) kerapatan mangrove yaitu jumlah total tegakan dari suatu jenis mangrove tertentu keberhasilannya (Humaidy, 2010). cukup tinggi 2. 300 Persen tutupan mangrove Menurut Haryanto (2013) tutupan (Humaidy, 2010). Diagram INP ditampilkan pada gambar 6. relatif menggambarkan kepadatan mangrove yang ada di suatu ekosistem. Tutupan relative ini memiliki nilai maksimal 100 %. Nilai persen tutupan mangrove dapat dilihat dari gambar 5. Gambar 6. Diagram Indeks Nilai Penting (INP) pada Mangrove Indeks Gambar 5. Diagram Persen Tutupan Persen tutupan mangrove pada 13 jenis mangrove tersebut memiliki nilai tutupan mangrove maksimal didominasi oleh mangrove jenis Rhizophora apiculata dengan nilai 45,51%. Kanopi utama hutan mangrove didominasi oleh Avicennia rumphiana, Avicennia officials, Bruguiera cylindrica, gymnorhiza, dan alami di dekat Rhizophora apiculata penelitian, Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan persen tutupan relatif (CR) dengan nilai total 300%. Dimana nilai tertinggi INP yaitu pada jenis Rhizophora apiculata 131,1% dan INP terendah jenis Rhizophora sylosa 2,26%. C. Kualitas perairan laut secara fisika kimia kualitas perairan laut secara fisika kimia seperti suhu, salinitas, INP INP memberikan adalah suatu nilai gambaran yang mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan dalam ekosistem mangrove. Menurut Fajar dkk., (2013) makin tinggi nilai indeks nilai penting suatu jenis mangrove terhadap jenis lainnya, makin tinggi pula peranan suatu jenis mangrove pada lokasi menjumlahkan 3 nilai yaitu nilai Kerapatan Kondisi mangrove (INP) Bruguiera menurut (Setyawan dkk., 2002). 3. Penting kategori pohon pada vegetasi mangrove Vegetasi Mangrove Alami persen Nilai komunitas tersebut. Rincian perhitungan INP berkisar antara 0 sampai DO, pH perairan dan pH tanah perlu diketahui, hal ini karena sangat mempengaruhi pertumbuhan mangrove itu sendiri. Berikut ini adalah tabel hasil pengukuran kualitas perairan laut dengan 98 titik sampling untuk suhu, salinitas, DO, pH perairan dan 81 titik sampling untuk pH tanah di lokasi penelitian dan Baku Mutu mangrove menurut Tahun 2004. Kepmen LH No. 51 Tabel 5. Standar Baku Mutu Mangrove dengan Baku Mutu mangrove menurut Menurut Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 yaitu 2832°C. Suhu yang optimal mampu membuat mangrove dalam kegiatan rehabilitasi tumbuh dengan baik. 2. Salinitas Menurut Haryanto (2013) salinitas 1. merupakan salah satu faktor lingkungan Suhu yang sangat menentukan perkembangan, Suhu memegang peranan penting bagi kehidupan yang ada di laut dan merupakan faktor penentu kehidupan dan pertumbuhan mangrove. Suhu yang baik akan mempengaruhi tumbuh dan pertumbuhan dan komposisi mangrove. Nilai salinitas pada perairan mangrove dapat berubah setiap saat. Berikut ini nilai salinitas yang ditampilkan dalam bentuk grafik pada gambar 8. kembangnya mangrove secara baik juga, baik ekosistem mangrove alami maupun ekosistem mangrove dalam kegiatan rehabilitasi. Berikut ini adalah suhu perairan lokasi rehabilitasi yang tersaji dalam bentuk grafik (gambar 7). Gambar 8. Grafik Salinitas Perairan Lokasi Penelitian Nilai rata-rata salinitas sebesar 34,51 ppm dengan nilai minimum dan Gambar 7. Grafik Suhu Perairan Lokasi Penelitian maksimum 30-37 ppm. Salinitas perairan di lokasi penelitian termasuk baik hal ini sesuai dengan Baku Mutu mangrove menurut Gambar 7 merupakan grafik suhu perairan Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 yaitu di lokasi penelitian dimana rata-rata suhu sampai dengan 34‰. Menurut Setyawan dkk., (2002) perairan pada lokasi rehabilitasi mangrove di Desa Temburun sebesar 29,68°C dengan Salinitas nilai minimum dan maksimum sebesar 28- bervariasi, berkisar 0,5-35 ppt, karena 32,10°C. Suhu di lokasi penelitian tersebut adanya masukan air laut saat pasang dan air optimal, hal ini karena suhu tersebut sesuai kawasan mangrove sangat tawar dari sungai, khususnya pada musim 4. hujan. pH perairan Menurut Haryanto (2013) pH merupakan faktor yang berperan penting 3. sebagai penentu dalam pertumbuhan dan DO Oksigen terlarut / Disolve Oxigen perkembangan mangrove. Kondisi pH juga (DO) merupakan jumlah oksigen yang mempengaruhi terlarut dalam air (Haryanto, 2013). DO Berikut nilai pH perairan pada gambar 10 sangat memberikan peran penting bagi dalam bentuk grafik. pertumbuhan ekosistem mangrove komposisi mangrove. itu sendiri. DO yang baik bagi ekosistem mangrove yaitu >5 mg/l menurut Kepmen LH No. 51 Tahun 2004. Nilai DO pada lokasi Rehabilitasi (gambar 9). Gambar 10. Grafik pH Perairan Lokasi Penelitian Nilai pH rata-rata perairan di lokasi penelitian yaitu 8 dengan nilai minimum dan Gambar 9. Grafik DO Perairan Lokasi maksimumnya yaitu 6,21-8,91. Baku Mutu pH Penelitian perairan pada mangrove menurut Menurut Setyawan dkk., (2002) Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 yaitu 7-8,5. jumlah oksigen terlarut dalam perairan pH perairan tersebut tergolong baik karena mangrove umumnya lebih rendah daripada sesuai dengan Baku Mutu yang ada. di laut terbuka. Berdasarkan Baku Mutu mangrove menurut Tahun 2004, DO Kepmen LH No. 51 perairan di 5. pH tanah pH lokasi tanah mempengaruhi penelitian tergolong baik yaitu rata-rata DO pertumbuhan suatu ekosistem mangrove. sebesar 9,51 mg/l dimana nilai minimum Hal ini karena pH tanah menentukan derajat dan maksimumnya 3,70-15,60 mg/l (>5 keasaman suatu tanah atau subtrat untuk mg/l) sehingga DO tergolong baik bagi tumbuhnya mangrove tersebut. Dimana nilai kegiatan rehabilitasi mangrove. Menurut pH Chaerani mangrove yaitu sedikit asam. Grafik nilai (2011) menyatakan bahwa kelarutan oksigen dan gas-gas lainnya diperairan dipengaruhi oleh suhu dan salinitas, meningkatnya suhu menyebabkan kandungan oksigen bertambah. tanah yang baik bagi ekosistem pH tanah dapat dilihat pada gambar 11. Jenis subtrat pada 110 titik sampling di lokasi penelitian yang berada di sekitar rehabilitasi mangrove dengan menggunakan metode ayakan, Gradistat, pemetaan sedimen USGS dan klasifikasi Folk tahun 1974 maka ada 4 kategori jenis Gambar 11. Grafik pH Tanah Lokasi Penelitian pH Tanah memiliki nilai rata-rata substrat yaitu pasir berlumpur, pasir berlumpur dengan sedikit kerikil, pasir dari 81 titik sampling yaitu 5,59 dengan nilai berlumpur berkerikil, dan kerikil pasir minimum dan maksimumnya yaitu 4,33- berlumpur. 6,50. pH tanah termasuk baik karena bersifat rehabilitasi mangrove hampir seluruhnya sedikit asam. Menurut Setyawan dkk., terletak pada pasir berlumpur berkerikil. (2002) tanah mangrove netral Menurut Setyawan dkk., (2002) Avicennia hingga sedikit asam karena aktivitas bakteri dan Sonneratia hidup dengan baik pada pereduksi belerang dan adanya sedimentasi tanah berpasir, sedangkan Rhizophora lebih tanah lempung yang asam. Onzila dan menyukai lumpur lembut yang kaya humus, Kusmana (2008) dalam Fajar dkk., (2013) adapun Bruguiera menyukai tanah lempung menyatakan bahwa pH tanah dengan kisaran yang mengandung sedikit bahan organik. bersifat Menurut nilai antara 6-7 merupakan pH yang sesuai untuk pertumbuhan mangrove. Akan dalam Substrat pada Hardjosentono Kushartono mengemukakan 6. tetapi (2009) bahwa lokasi (1979) yang ketergantungan terhadap jenis substrat jelas ditunjukkan oleh Substrat (sedimen) yang terbentuk marga Avicennia dan Rhizopora. Dimana berfungsi sebagai tempat hidup dan tempat ciri umum untuk substrat yang berlumpur mencari makan bagi organisme hidup di dalam Rhizophora apiculata pada tanah daerah tersebut. Kesuburan dari substrat yang mangrove tersebut karena adanya bahan Rhizophora organik yang terkandung di dalamnya dengan pantai yang berpasir atau karang (Kushartono, 2009). yang memiliki lapisan lumpur atau pasir. D. berlumpur dangkal stylosa erat sedangkan hubungannya Kualitas perairan laut secara hidrologi Kualitas perairan laut secara hidrologi berupa arus dan pasang surut perlu diketahui. Hal ini untuk melihat pengaruhnya dalam pertumbuhan ekosistem Gambar 12. Segitiga Shepard Subtrat mangrove. Berikut ini kondisi hidrologi berupa arus dan pasang surut di lokasi kecepatan arus secara tak langsung akan rehabilitasi mangrove. mempengaruhi substrat dasar suatu perairan. Berdasarkan kecepatannya maka arus dapat 1. dikelompokkan menjadi arus sangat cepat Arus Arus suatu perairan laut merupakan (>1 m/dt), arus cepat (0,5-1 m/dt), arus salah satu faktor penentu tumbuhnya sutu sedang (0,1-0,5 m/dt) dan arus lambat (<0,1 ekosistem mangrove. Menurut Chaerani m/dt). (2011) faktor utama yang dapat menimbulkan arus yang relatif kuat adalah 2. Pasang surut angin dan pasang surut. Menurut Hasmawati Menurut Chaerani (2011) pasang (2001) dalam Chaerani (2011) menyatakan surut adalah naik turunnya air laut (mean sea bahwa kecepatan arus secara tak langsung level) sebagai gaya tarik bulan dan matahari. akan mempengaruhi substrat dasar perairan. Pasang naik akan menimbulkan gelombang Grafik arus ditampilkan pada gambar 13. laut dimana sedimen akan menyebar di dekat pantai, sedangkan bila air laut surut akan menyebabkan majunya sedimentasi ke arah laut lepas (Kaharuddin, 1994 dalam Chaerani, 2011). Tabel 6. Pasang Surut Perairan Anambas Selama 2 Tahun (2015-2016) Gambar 13. Grafik Arus Lokasi Penelitian Arus perairan laut pada 69 titik sampling di lokasi penelitian memiliki nilai minimal dan maksimal yaitu 0,037 m/s 0,073 m/s, dengan nilai rata-rata 0,044 m/s. Nilai arus tersebut termasuk dalam kelompok arus lambat. Arus yang lambat sangat baik bagi pertumbuhan mangrove apalagi bagi kegiatan rehabilitasi mangrove. Hal ini Karena arus yang kuat dapat membuat bibit mangrove yang baru ditanam terlepas dari substrat dan terbawa arus sehingga kemungkinan penanaman mangrove bisa gagal. (2011), Anambas yang terjadi selama 2 tahun yang terhitung dari tanggal 1 Januari 2015 sampai 31 Desember 2016 diketahui bahwa tipe pasang surut diperairan tersebut yaitu pasang surut diurnal, dimana pasang surut ini berdasarkan pada nilai Formzahl 3.563 (>3.00). Menurut Iman (2014) tipe pasang Menurut Hasmawati (2001) dalam Chaerani Dari hasil tabel 6, pasang surut perairan menyatakan bahwa surut harian tunggal (diurnal tide) yang artinya telah terjadi kondisi dimana dalam Selain kualitas perairan secara kimia, kualitas perairan secara satu hari terjadi satu kali pasang naik dan fisika satu kali pasang surut dengan periode 24 jam hidrologi berupa arus dan pasang surut juga 50 menit. sudah baik bagi pertumbuhan mangrove dalam kegiatan rehabilitasi. Arus perairan PENUTUP sekitar lokasi penelitian termasuk lambat yaitu dengan nilai 0,044 m/s (<0,1 m/dt). A. Kesimpulan Dari hasil Pasang surut di perairan Anambas selama 2 penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pada vegetasi mangrove alami di 14 plot terdapat 13 jenis mangrove dimana jenis Rhizophora apiculata merupakan jenis yang memiliki tahun dari tahun 2015-2016 yaitu jenis pasang surut diurnal dimana dalam satu hari terjadi satu kali pasang naik dan satu kali pasang surut dengan periode 24 jam 50 menit. kerapatan, persen tutupan mangrove dan INP yang tertinggi dari jenis yang lain B. Saran dengan nilai 30.700 ind/ha, 45,51% dan 131,10. Sehingga jenis mangrove inilah yang cocok untuk kegiatan rehabilitasi mangrove, hal ini karena jenis ini mampu hidup dan beradaptasi dengan baik dilingkungan lokasi tersebut. Sebaiknya sebelum melakukan kegiatan rehabilitasi mangrove, perlunya mengetahui terlebih dahulu lokasi dan kondisi yang akan dijadikan tempat untuk rehabilitasi seperti jenis yang cocok ditanam dengan kesesuaian parameter yaitu biofisik Pada lokasi rehabilitasi mangrove, kualitas air secara fisika kimia seperti suhu, salinitas, DO, pH perairan dan pH tanah sudah baik bagi pertumbuhan mangrove dalam kegiatan rehabilitasi. Dimana rata rata nilai suhu 29,68°C, salinitas 34,51‰, DO dan hidrologinya. pengawasan dan kegiatan Selain baik perlunya pengontrolan setelah rehabilitasi bekerjasama itu mangrove dari pihak yang LSM, masyarakat setempat bahkan pemerintah setempat. 9,51 mg/l, pH perairan 8 dan pH tanah 5,59. Sedangkan kondisi subtrat dilokasi rehabilitasi mangrove yaitu berkategori pasir DAFTAR PUSTAKA berlumpur berkerikil tidak cocok dengan jenis mangrove yang ditanam di lokasi tersebut yaitu Rhizophora sp. Hal ini karena jenis Rhizophora sp lebih menyukai lumpur lembut yang kaya humus sedangkan jenis Chaerani, N. 2011. Kerapatan, Frekuensi dan Tingkat Penutupan Jenis Mangrove di Desa Coppo Kecamatan Barru Kabupaten Barru. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. Avicennia dan Sonneratia hidup dengan baik pada tanah berpasir. Fajar, A., Oetama, D., Afu, A. 2013. Studi Kesesuaian Jenis untuk Perencanaan Rehabilitasi Ekosistem Mengrove di Desa Wawatu Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Mina Laut. Universitas Halu Oleo. Kendari. Febrin, T. dan Utomo, C. 2013. Pesona Selam Kepulauan Anambas. Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Fikriyani, M. dan Mussadun. 2014. Evaluasi Program Rehabilitasi Mangrove di Pesisir Desa Bedono Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Jurnal Ruang. Universitas Diponegoro. Semarang. Haryanto, A. 2013. Efektifitas Rehabilitasi Mangrove di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Tesis. Institute Pertanian Bogor. Bogor. Hendri. 2012. Struktur Vegetasi Mangrove Pesisir Perairan Kelurahan Tanjung Ayun Sakti Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang. Jurnal. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang Kepulauan Riau Humaidy, D. 2010. Studi Kerusakan Ekosistem Mangrove Untuk Upaya Rehabilitasi di Kawasan Pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Skripsi. Institute Pertanian Bogor. Bogor. Iman, A., N. 2014. Kesesuaian Lahan Untuk Perencanaan Rehabilitasi Mangrove dengan Pendekatan Analisis Elevasi di Kuri Caddi, Kabupaten Maros. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. Kamalia. 2012. Struktur Komunitas Hutan Mangrove di Perairan Pesisir Kelurahan Sawang Kecamatan Kundur Barat Kabupaten Karimun. Jurnal. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang Kepulauan Riau Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Nomor 201. Tahun 2004. Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Khordi, K. M. G. H. 2011. Ekosistem Mangrove Potensi Fungsi dan Pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta Khordi, K. M. G. H., Tancung, A. B. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Peraiaran. Rineka Cipta. Jakarta Kushartono, E., W. 2009. Beberapa aspek BioFisik Kimia Tanah di Daerah Mangrove Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Jurnal. Universitas Diponegoro. Semarang Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 2006. PanduanPengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP. Bogor. (Cetakan kedua) Setyawan, A. D., Susilowati, A., Sutarno. 2002. Biodiversitas Genetik, Spesies dan Ekosistem Mangrove di Jawa. Universitas Sebelas Maret. Surakarta Tjandra, E. dan Ronaldo, Y. 2011. Mengenal Hutan Mangrove. Pakar Media. Bogor