Konseling Kelompok dengan Pendekatan Client Centered untuk

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock
(1978) mengemukakan konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang
tentang dirinya. Konsep diri itu merupakan gabungan dari keyakinan yang
dimiliki seseorang tentang diri mereka sendiri, yang meliputi karakteristik fisik,
psikologis, sosial, dan emosional, aspirasi dan prestasi. Semua konsep diri
mencakup citra fisik dan psikologis diri, ciri fisik diri biasanya terbentuk pertama
kali dan berkaitan dengan penampilan fisik anak, daya tariknya dan kesesuaian
atau ketidak sesuaian dengan jenis kelaminnya.
Menurut Brooks, konsep diri adalah pandangan dan perasaan individu tentang
diri individu itu sendiri. (dalam Rakhmat, 2005). Sedangkan menurut Hurlock
(1990) konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya.
Hurlock (1990) mengemukakan, konsep diri merupakan inti dari pola
perkembangan kepribadian seseorang yang akan mempengaruhi berbagai bentuk
sifat. Jika konsep diri positif, individu akan mengembangkan sifat-sifat seperti
kapercayaan diri, harga diri dan kemampuan untuk melihat dirinya secara realitas,
sehingga akan menumbuhkan penyesuaian sosial yang baik. Sebaliknya apabila
konsep diri negatif, individu akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan
rendah diri. Mereka merasa ragu dan kurang percaya diri, sehingga menumbuhkan
penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk pula.
1
Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. Orang yang mengenal
dirinya dengan baik merupakan orang yang mempunyai konsep diri positif begitu
pula sebaliknya. (Suprapto, 2007).
Rosiandika (2010) dalam penelitiannya setiap orang memiliki konsep diri
dalam kehidupannya. Konsep diri merupakan salah satu aspek psikologis yang
ada dalam diri seseorang. Konsep diri merupakan bentukan dari faktor bawaan
dan pengalaman individu dalam proses perkembangan diri menjadi dewasa.
Dalam proses perkembangannya seorang anak membutuhkan bantuan orang lain
dalam hidupnya, dan orang lain tersebut yang pertama adalah dari keluarganya
sendiri, terutama orang tuanya. Proses pembentukan konsep diri terjadi melalui
proses interaksi secara berkesinambungan. Keluarga merupakan tempat pertama
dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak atau remaja. Dalam
keluarga pulalah anak dibesarkan, berkembang dan mengalami proses “menjadi”.
Dari sudut perkembangan anak atau remaja, keluarga memiliki banyak fungsi.
Keluarga sangat berperan dalam perkembangan konsep diri yang sehat. Konsep
diri anak terbentuk melalui sebuah proses yang kebanyakannya secara tidak
disadari merasa dan berperilaku didalam cara-cara yang serupa dengan orangorang yang dihormatinya dalam kehidupannya. Hal ini merupakan sebuah proses
dimana seorang anak yang sedang tumbuh mengambil tingkah laku dan konsep
diri dari seorang individu lainnya dan berperilaku seakan-akan bahwa dia sebagai
orang tersebut. Konsep diri mereka akan terbentuk melalui persepsi mereka
terhadap diri dan lingkungan sekitarnya yang bisa mempengaruhi persepsi
terhadap dirinya. Pada masa remaja, tingkat kematangan atau tingkat
2
perkembangan fisik menjadi berarti. Pada usia remaja, dengan berlangsungnya
dan memuncaknya proses perubahan fisik, kognisi, afeksi, sosial, moral dan mulai
matangnya
pribadi
dalam
memasuki
dewasa
awal,
maka
penyesuaian
perilaku,kecerdasan, penampilan fisik, popularitas dan perasaan terhadap diri
sangat berpengaruh untuk pembentukan konsep diri anak(Peirs-Harris dalam
Burn, 1993)
Yenas (2002) mengatakan bahwa konsep diri merupakan suatu sikap dari diri
sendiri sebagai suatu hal yang mempengaruhi secara keseluruhan seolah-olah
hanya dirinya saja yang mengalami masalah tersebut. Konsep diri seseorang
meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan
penampilan diri. Gambaran pribadi terhadap diri seseorang meliputi penilaian diri
dan penilaian sosial. Konsep diri menjadi bagian penting dari kepribadian
seseorang, karena ikut menentukan bagaimana seseorang dapat bersikap dan
berperilaku. Dengan kata lain, jika kita memandang seorang tidak mampu, tidak
berdaya, dan hal-hal negatif lainnya akan mempengaruhi seseorang dalam
berusaha. Misalnya seseorang jadi malas belajar menjelang ujian karena merasa
yakin akan mendapat nilai jelek.
Data yang diperoleh penulis dari wawancara dengan guru BK di SMK
Muhammadiyah Salatiga konsep diri negatif banyak dihadapi oleh para siswa.
Namun dikelas X sikap konsep diri negatif banyak dihadapi oleh siswa dikelas X
Otomotif 2 dengan ciri-ciri seperti cemas, gugup, pesimis, nakal,dan pemalu. Hal
tersebut dapat disebabkan karena siswa dikelas tersebut belum dapat melakukan
3
penyesuaian diri dengan baik dengan temannya, guru, maupun warga sekolah
lainnya.
Jika hal ini terabaikan siswa tidak akan berubah dan konsep diri negatif yang
dimiliki tidak akan hilang, maka dari itu perlu pemantauan yang lebih terhadap
siswa-siswa. Siswa yang mempunyai konsep diri negatif perlu dikonsultasi dari
pihak sekolah bisa dengan guru BK atau dengan pihak luar sekolah bisa psikolog
atau konselor.
Untuk memperoleh data awal untuk mengetahui konsep diri siswa, penulis
membagikan skala kepada siswa, didapat beberapa siswa yang memiliki konsep
diri negatif. Berikut merupakan hasil pra penelitian pada 35 siswa pada kelas X
Otomotif 2 SMK Muhammadiyah Salatiga adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1.
Tabel hasil skala konsep diri
Kategori
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Agak Tinggi
Tinggi
Total
Frekuensi
5
7
13
3
7
35
Prosentase
14,2%
20%
37%
8,5%
20%
100 %
Dengan demikian dapat diketahui bahwa dari total sampel sebanyak 35 dapat
diketahui bahwa 5(14,2%) siswa pada kategori sangat rendah, 7(20%) siswa pada
kategori rendah, 13(37%) siswa pada kategori sedang, 3(8,5%) siswa pada
kategori agak tinggi dan 7 (20%) siswa pada kategori tinggi .
4
Menurut Prayitno (1999) mengemukakan bahwa layanan konseling kelompok
adalah layanan yang menggunakan dinamika kelompok sebagai media
kegiatannya, apabila dinamika kelompok dikembangkan dan dimanfaatkan secara
efektif dalam layanan ini diharapkan tujuan yang ingin dicapai akan tercapai.
Salah satu dari tujuan konseling kelompok ini adalah agar para konseli belajar
berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok secara terbuka, dengan saling
menghargai dan saling menaruh perhatian. Pengalaman komunikasi yang
demikian akan membawa dampak positif dalam kehidupan dengan orang lain
yang dekat padanya.
Menurut Roger (dalam Winkel dan Hastuti, 2004) konseling client centered
menekankan pada kecakapan konseli untuk menentukan isu yang penting bagi
dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah
hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori
kepribadian, dan hakekat kecemasan. Konsep inti konseling berpusat pada konseli
adalah konsep tentang diri pribadi dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan
perwujudan diri.
Menurut (Nurhanita,2010) Konseling merupakan suatu proses hubungan untuk
membantu orang lain, yang terbangun dalam suatu hubungan tatap muka antara
dua individu. Bantuan diarahkan agar konseli mampu tumbuh kembang ke arah
yang
dipilihnya,
mampu
memecahkan
masalah
yang
dihadapi
dalam
kehidupannya. Konseling melibatkan dua orang yang saling berinteraksi dalam
bentuk komunikasi langsung, mengemukakan dan memperhatikan dengan
seksama isi pembicaraan, gerakan-gerakan isyarat, pandangan mata, dan gerakan-
5
gerakan lain yang signifikan dengan maksud untuk meningkatkan pemahaman
terhadap permasalahan konseli. Agar dapat mencapai tujuan konseling secara
efektif, maka konselor sebagai fasilitator penyelenggara konseling harus memiliki
berbagai keterampilan dasar yang memadai.
Penelitian yang dilakukan Tutik Lestari (2009) mengatakan ada penurunan
yang signifikan pada individu yang diberikan layanan konseling dengan
pendekatan Client Centered. Dengan hasil mean pre test1430000 dengan standar
deviasi 1,41421. Sedangkan mean pada post test 100,0000 dengan standart deviasi
1,41421 dengan nilai t hitung 21,500 dan p= 0,030 (p<0,50).
Dari paparan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian Eksperimen
dengan judul: “Konseling Kelompok dengan Pendekatan Client Centered
Untuk Mengatasi Konsep Diri Negatif Pada Siswa Kelas X Otomotif 2 SMK
Muhammadiyah Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014”
1.2.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas permasalahan dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut :
“Apakah konseling kelompok dengan menggunakan pendekatan Client
Centered dapat mengatasi konsep diri negatif pada siswa kelas X Otomotif 2
SMK Muhammadiyah Salatiga tahun pelajaran 2013/2014?”.
1.3.TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menguji keberhasilan
konseling kelompok dengan pendekatan Client Centered untuk mengatasi konsep
6
diri negatif pada siswa kelas X Otomotif 2 SMK Muhammadiyah Salatiga tahun
pelajaran 2013/2014.
1.4.MANFAAT PENELITIAN
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan dapat digunakan untuk maksud
sebagai berikut :
1.4.1. Manfaat teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan di bidang bimbingan konseling khususnya yang berkaitan
dengan mengatasi konsep diri negatif melalui layanan konseling kelompok
dengan pendekatan Client Centered pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan
atau Sekolah Menengah Umum.
1.4.2. Manfaat praktis
1) Sebagai masukan pada guru kelas guna mengidentifikasi, mengubah,
serta mengatasi konsep diri negatif melalui layanan konseling
kelompok dengan pendekatan Client Centered.
2) Memiliki data empiris mengenai perilaku konsep diri siswa, sehingga
dapat digunakan dalam merencanakan atau menyusun programprogram yang relevan dengan kebutuhan siswa sebagai salah satu
alternatif untuk meningkatkan mutu siswanya.
3) Dengan mengikuti kegiatan konseling kelompok siswa akan terdorong
untuk membentuk konsep diri yang positif, terbuka, jujur, menghargai
orang lain, mengembangkan rasa setia kawan, serta belajar untuk
memecahkan masalah.
7
1.5. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini mengikuti sistematika sebagai berikut:
Bab I
Dengan judul Pendahuluan, yang berisi: latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II
Dengan judul Landasan Teori, yang berisi:pengertian konseling
kelompok, tujuan konseling kelompok, komponen konseling
kelompok, tahapan konseling
Centered,
proses
konseling
kelompok, pengertian
Client
Centered,
Client
Karakteristik
konseling berpusat pada konseli, teknik-teknik yang digunakan
dalam konseling kelompok Client Centered, pengertian konsep diri,
isi konsep diri, faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri,
penelitian yang relevan, dan hipotesis.
Bab III
Dengan judul Metode Penelitian, yang berisi: jenis penelitian,
subjek penelitian, variabel penelitian, metode pengumpulan data,
alat ukur,uji coba instrumen, dan teknik analisis data.
Bab IV
Dengan judul Hasil Penelitian dan pembahasan, yang berisi:
persiapan penelitian, gambaran subjek penelitian, pelaksanaan
penelitian, analisis data, dan pembahasan hasil penelitian.
Bab V
Dengan judul Penutup yang berisi : kesimpulan dan saran.
8
Download