55 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran

advertisement
VI.
6.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran
Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran
barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung muncul dari
adanya kebutuhan jagung pada daerah lain yang dibatasi oleh jarak yang jauh dari
lokasi produksi jagung. Dimana dengan keterbatasan jarak yaitu di daerah yang
jauh bahkan terpencil serta kondisi petani produsen dengan keterbatasannya akan
modal,
pengetahuan,
dan
prasarana/sarana
transportasi
menyebabkan
kemungkinan petani tidak mampu memperoleh hasil jagungnya dengan harga
yang memuaskan.
Produk jagung yang didistribusikan oleh petani responden (30 responden)
di provinsi NTB hanya sampai pada pedagang besar yang sekaligus merupakan
pedagang antar pulau (PAP). Selanjutnya pedagang besar menditribusikannya
pada konsumn yang berada di luar Provinsi NTB. Aliran distribusi jagung yang
terbentuk di Kabupaten Lombok Timur adalah sebagaimana yang disajikan dalam
Gambar 6 berikut.
Pedagang I
(Makelar)
33,3 % PAP
(Pedagang Besar)
43,4 % Petani
I
I
Konsume
n
(Pabrik)
T
IV
Pedagang II
(Tengkulak)
23,3 % II
Gambar 6 Arus komoditi jagung di Kabupaten Lombok Timur.
Berdasarkan Gambar 6 di atas, terlihat bahwa petani melakukan
pemasaran jagung melalui tiga lembaga pemasaran yaitu tengkulak, makelar dan
pedagang besar. Dari produk jagung yang di pasarkan petani, menunjukkan
55
adanya tiga pola saluran pemasaran jagung. Ke tiga pola saluran pemasaran
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Saluran pemasaran I, adalah saluran pemasaran jagung dari petani kepada
pedagang I (makelar), kemudian menjualnya pada pedagang besar, dan
akhirnya pada pengusaha pakan ternak di luar Provinsi NTB (Bali) sebagai
konsumen.
2. Saluran pemasaran II, adalah saluran pemasaran jagung dari petani kepada
pedagang besar, kemudian pengusaha pakan ternak di luar Provinsi NTB
(Bali) sebagai konsumen.
3. Saluran pemasaran III, adalah saluran pemasaran jagung dari petani kepada
pedagang II (tengkulak), kemudian menjualnya pada pedagang besar, dan
akhirnya pada pengusaha pakan ternak di luar Provinsi NTB (Bali) sebagai
konsumen.
Berdasarkan ke tiga saluran yang terbentuk, rata-rata petani menjual
produk jagungnya (160,30 ton) dalam bentuk kering panen beserta tongkolnya
kepada makelar, tengkulak dan pedagang besar. Jagung kering panen yang
diperoleh dari makelar maupun tengkulak, oleh pedagang besar kemudian dijual
dalam bentuk kering pipil kepada konsumen yaitu pengusaha pakan ternak di Bali
sebagai campuran pakan bagi ternaknya.
Pada saluran pemasaran satu, yaitu pemasaran jagung yang dilakukan oleh
petani kepada pedagang pengumpul I (makelar), kemudian dipasarkan kembali
oleh makelar pada pedagang besar selanjutnya ke konsumen pabrik. Terdapat
sepuluh orang petani responden (33,3 persen) yang menjual hasil panen jagungnya
sebesar 48,5 ton langsung pada lima orang makelar. Oleh pihak makelar
seluruhnya langsung dipasarkan kepada pedagang besar dalam bentuk produk
jagung kering pipil untuk kemudian pedagang besar memasarkannya kepada
konsumen pabrik pakan yang berada di Bali.
Pada saluran pemasaran ke dua, terdapat tiga belas orang petani responden
(43,4 persen) yang menjual hasil panen jagungnya sebesar 78 ton (rata-rata 6 ton)
langsung pada empat orang pedagang besar yang merupakan pedagang antar
pulau (PAP). Dikarenakan produk akhir yang di pasarkan oleh empat pedagang
besar pada konsumen pabrik adalah dalam bentuk jagung kering pipil, maka
56
produk jagung kering panen kemudian diolah menjadi jagung kering pipil sesuai
dengan permintaan konsumen (pengusaha pakan di Bali) yaitu memiliki kadar air
15-14 persen. Untuk memperoleh kadar air tersebut, jagung pada petani responden
sebelumnya dilakukan penjemuran 1 hingga 2 hari.
Pada saluran pemasaran ke tiga, tujuh orang petani responden (23,3
persen) menjual hasil panen jagungnya pada 5 orang tengkulak. Produksi yang
dipasarkan petani pada tengkulak juga dalam bentuk jagung kering panen sebesar
33,80 ton (rata-rata 4,8 ton). Oleh pihak tengkulak langsung dipasarkan kepada
pedagang besar tanpa ada pengolahan/ perubahan bentuk produk melainkan masih
berupa jagung kering panen untuk kemudian pedagang besar memasarkannya
kepada konsumen pabrik pakan di Bali.
Berdasarkan ke tiga saluran pemasaran tersebut, menunjukkan bahwa
saluran pemasaran ke dua merupakan saluran yang paling banyak digunakan oleh
petani (43,4 persen) dalam memasarkan hasil panennya. Saluran tersebut yaitu
penjualan jagung petani langsung pada pedagang besar dalam bentuk jagung
kering panen, kemudian dilanjutkan pada konsumen (pabrik pakan). Selanjutnya
disusul oleh saluran pemasaran pertama dan saluran pemasaran ketiga. Artinya
bahwa petani memiliki akses untuk menjual produknya langsung pada pedagang
besar, walaupun pada daerah tersebut juga terdapat pedagang lainnya yaitu
makelar dan tengkulak. Beberapa faktor yang sering dijadikan keluhan oleh ratarata petani dalam memasarkan jagungnya dalam bentuk kering panen tanpa
dilakukan pengolahan terlebih dahulu menjadi jagung kering pipil antara lain
yaitu adanya keinginan petani untuk secepatnya mendapat balas jasa dari hasil
usahataninya, adanya keterbatasan fasilitas seperti gudang penyimpanan dan
mesin pemipilan jagung, serta adanya kebutuhan akan biaya yang digunakan
untuk usahatani selanjutnya.
Selain hal tersebut di atas, juga terdapat perbedaan pengetahuan yang
cukup besar antara petani dengan pedagang besar sehubungan dengan informasi
mengenai nilai pasar sebenarnya dari jagung. Keterbatasan tersebut salah satunya
yang membuat pedagang besar lebih dominan dalam menentukan harga pada saat
transaksi atau penimbangan jagung. Hal yang biasa dilakukan oleh petani jika
tidak menyetujui penawaran harga satu pedagang adalah dengan membatalkan
57
transaksi, dan menjualnya pada pedagang lain yang menawarkan harga yang
sedikit lebih tinggi.
Metode yang digunakan untuk melihat apakah pemasaran yang ada sudah
efisien dan adil dalam pendistribusiannya, maka perlu dilengkapi dengan analisis
informasi mengenai fungsi-fungsi pemasaran. Analisis fungsi ini dilakukan oleh
setiap partisipan dalam memasarkan jagung untuk masing-masing saluran
pemasaran yang ada selain marjin pemasaran yang diperoleh masing-masing
lembaga.
Tabel 7 Pelaksanaan fungsi-fungi yang dilakukan lembaga pemasaran jagung
Saluran
Lembaga
Pemasaran
Fungsi-fungsi Pemasaran
Pertukaran
Fisik
Fasilitas
Jual
Beli
Pengolahan
Pengemasan
Penyimpanan
Transportasi
Sortai
Resiko
Pembiayaan
Informasi
Pasar
Petani
√
-
-
-
-
-
-
√
-
-
Makelar
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Pedagang besar
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Petani
√
-
-
-
-
-
-
√
-
-
Pedagang besar
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Petani
√
-
-
-
-
-
-
√
-
-
Tengkulak
√
√
-
√
-
√
-
√
√
√
Pedagang besar
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Saluran I
Saluran II
Saluran III
Keterangan
( √ ) = melakukan fungsi pemasaran
( - ) = tidak melakukan fungsi pemasaran
58
Berdasarkan Tabel 7 di atas, menjelaskan tentang fungsi-fungsi yang
dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran
jagung. Hal ini dipakai untuk melihat dan menilai lembaga pemasaran yang
melakukan fungsi pemasaran tertentu dan berapa kompensasi serta bagaimana
konsekuensi yang diproleh dari melakukan fungsi atau kegiatan tersebut.
Kegunaan pendekatan fungi dalam analisis pemasaran adalah untuk melihat
bagaimana variasi aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang terlibat di
setiap tingkat dan semua saluran yang ada, serta kaitannya dengan biaya
pemasaran yang harus dikeluarkan sehubungan kegiatan yang dilakukan lembaga
tersebut pada tiap tingkat di semua saluran pemasaran yang ada.
Fungsi pertukaran terdiri atas kegiatan penjualan dan pembelian yang
dilakukan oleh semua pedagang, sedangkan petani hanya melakukan kegiatan
penjualan. Transaki yang dilakukan petani dengan pedagang dilakukan dengan
langsung dan tunai karena volume produksi yang diperdagangkan relatif kecil.
Petani juga membutuhkan uang tunai sehingga kegiatan penimbangan (penjualan)
dilakukan langsung setelah panen. Sebagian besar petani yang ada di lokasi
penelitian tidak memiliki ikatan tertentu kepada pedagang sehingga dalam proses
jual beli petani memiliki kebebasan penuh dalam menentukan kepada siapa
mereka ingin menjual hasil panennya.
Fungsi fisik berupa kegiatan pengolahan, hanya dilakukan oleh makelar
dan pedagang besar. Dengan demikian, terdapat perubahan bentuk dari produk
jagung yang dipasarkan dari produsen hingga ke pedagang besar dan konsumen
pabrik pakan. Proses perubahan bentuk dan penambahan nilai pada produk
jagung lanjutan dilakukan oleh konsumen pabrik pakan di luar Provinsi NTB.
Dikarenakan adanya keterbatasan penelitian, maka penelitian ini tidak mencakup
kajian pemasaran pada level tersebut melainkan hanya sampai tingkat pedagang
besar saja yang merupakan pedagang akhir yang melakukan kegiatan pemasaran
antar pulau. Kegiatan penyimpanan dalam fungsi ini dilakukan oleh makelar dan
pedagang besar pada setiap saluran pemasaran yang ada. Kegiatan pengemasan
juga dilakukan oleh lembaga pemasaran sedangkan petani tidak melakukan
pengemasan dikarenakan hanya melakukan kegiatan budidaya saja. Fungsi
59
pengangkutan/transportasi dilakukan oleh seluruh lembaga pemasaran jagung
yang terlibat.
Fungsi sortasi atau grading tidak dilakukan pada tingkat petani dan
pedagang pengumpul II (tengkulak). Hal ini dikarenakan jagung yang dipasarkan
relatif seragam. Sortasi hanya dilakukan pada tingkat pedagang I (makelar) dan
pedagang besar. Begitu pula dengan grading yang dilakukan untuk mengukur
kadar air, serta tampilan fisiknya dari segi bentuk dan warna.
Petani dan pedagang di semua saluran yang ada sama-sama mempunyai
resiko, walupun tingkatnya berbeda-beda. Resiko yang dihadapi petani adalah
kegagalan panen dan adanya harga yang berfluktuasi sehingga berpengaruh pada
kepastian dalam berusahatani. Pedagang pengumpul (makelar) menghadapi resiko
kerugian finansial yang bisa diakibatkan oleh kesalahan dalam menaksir kadar air
jagung saat penimbangan. Sedangkan pedagang besar juga menghadapi resiko
usaha yaitu kerugian finansial yang dapat disebabkan oleh tidak terpenuhinya
jumlah dan nilai kontrak penjualan sesuai spesifikasi mutu jagung yang diminta
konsumen (pabrik pakan). Petani tidak memiliki akses pada informasi pasar,
seperti tingkat harga yang berlaku karena hanya bertindak sebagai penerima
harga. Pedagang di semua saluran mempunyai dana yang umumnya berasal dari
pembiayaan, biasanya diberikan oleh pedagang pada pedagang yang berada satu
tingkat di bawahnya sebagai pinjaman.
Berdasarkan konsep utilitas atau penciptaan dan penambahan nilai guna
yang dilakukan oleh lembaga yang terlibat dalam pemasaran jagung terlihat
bahwa mekanisme pemasaran jagung yang terjadi banyak ditentukan oleh nilai
guna bentuk yaitu jagung kering pipil dari produk awalnya kering panen,
nilai guna waktu yaitu kegagalan panen yang berpengaruh pada pemenuhan kuota
dan nilai kontrak penjualan. Selain itu, juga ditentukan oleh nilai guna
tempat (pasar) yaitu lokasi dan sitsim pendistribusiannya, dan kepemilikan
barang yang beeerpeengaruh pada penentuan dan peembentukan harga. Dengan
kata lain proses pemasaran jagung merupakan kegiatan yang produktif
dengan menghasilkan pembentukan kegunaan bentuk, waktu, tempat, dan
kepemilikan.
60
6.2.
Struktur Pasar
Analisis struktur pasar menurut Sudiyono (2002) dilakukan dengan
melihat empat karakteristik pasar, diantaranya yaitu 1) jumlah penjual dan
pembeli (lembaga pemasaran yang ada), 2) keadaan produk yang diperjual
belikan, 3) Hambatan masuk pasar, dan 4) informasi pasar. Struktur pasar
menurut Limbong dan Sitorus (1987) juga dapat di analisis dengan nilai
konsentrasi pasar.
Pasar komoditi pertanian, pastinya terdapat pembeli dan penjual yang
terlibat dalam kegiatan jual beli produk pertanian, dalam hal ini adalah komoditi
jagung. Pada daerah penelitian yang sebagian besar masyarakatnya adalah di
bidang pertanian, ditambah lagi dengan kondisi lahan yang mendukung untuk
pengembangan jagung, maka tidaklah heran jika jumlah petani dalam posisi
sebagai produsen memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan
pedagang yang melakukan kegiatan pembelian jagung.
Penjual dan pembeli yang terlibat dalam pasar dengan jumlah yang
banyak, identik dengan pasar persaingan sempurna. Pasar ini mengkondisikan
masing-masing dari penjual dan pembeli dalam menentukan harga berdasarkan
pada permintaan dan penawaran produk, sehingga ada persaingan produk baik
bentuk, sifat, jumlah, dan lainnya sesuai permintaan. Kaitannya dengan hal
tersebut dan melibatkan beberapa pedagang dengan spesifikasi kegiatan
pemasaran membentuk saluran dan tingkatan/struktur dalam sistim pemasaran.
Adapun jumlah penjual dan pembeli, ada tidaknya diferensiasi produk, hambatan
keluar masuk pasar, dan struktur pasar dalam pemasaran jagung di Kabupaten
Lombok Timur disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8 Jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk, hambatan keluar masuk
pasar, dan struktur pasar dalam pemasaran jagung
No
Sifat Pasar
1.
Jumlah penjual
2.
3.
4.
Jumlah pembeli
Diferensiasi produk
Hambatan keluar
masuk pasar
Petani
Tengkulak
Makelar
Pedagang
Besar
30
5
5
4
14
Tidak ada
Ada
3
Tidak ada
Ada
4
Tidak ada
Tidak ada
3
Ada
Tidak ada
61
Berdasarkan Tabel 8 di atas, menjelaskan bahwa dari 30 orang petani
responden kemudian
melakukan penjualan produk jagungnya pada 14 orang
pembeli yang terdiri dari 5 orang tengkulak, 5 orang makelar dan 4 orang
pedagang besar. Selanjutnya tengkulak melakukan kegiatan transaksi penjualan
dengan 3 orang pedagang besar, sedangkan makelar menjual produknya pada 4
orang pedagang besar, dan pedagang besar menjual jagungnya pada 3 perusahaan
pengolahan pakan di luar pulau (bali) sebagai pembeli/konsumen.
Produk jagung yang dipasarkan oleh pedagang besar kepada konsumen
pabrik di Bali yaitu dalam bentuk jagung kering pipil untuk diolah sebagai pakan
ternak. Produksi jagung yang dipasarkan oleh 30 petani responden kepada
masing-masing lembaga pemasaran yaitu rata-rata dalam bentuk jagung kering
panen beserta tongkolnya dengan kadar air 20 persen. Produksi jagung kering
panen yang dihasilkan petani dalam 1 ton akan mengasilkan jagung kering pipil
yaitu sebesar 700 kg. Artinya, konversi jagung kering panen menjadi jagung
kering pipil adalah sebesar 70 persen. Pada tingkat petani rata-rata tidak terdapat
diferensiasi produk pada produk jagung yang dipasarkannya. Hal ini dikarenakan
adanya keterbatasan pada kemampuan petani yaitu dalam hal fasilitas gudang, dan
kebutuhan modal untuk uahatani selanjutnya.
Pada tingkat lembaga pemasaran yaitu tengkulak, dimana dikarenakan
tengkulak hanya memasarkan produk jagung petani kepada pedagang besar tanpa
adanya perubahan bentuk produk jagung, sehingga produk yang dibeli maupun
yang dipasarkan adalah bersifat homogen. Pada tingkat makelar, tidak terdapat
diferensiasi produk pada produk yang di beli yaitu dalam bentuk jagung kering
panen, dan produk yang dipasarkan pada pedagang besar yaitu dalam bentuk
jagung kering pipil. Hal ini dikarenakan, sebelumnya terdapat kesepakatan/
perjanjian jual beli dengan pedagang besar mengenai harga dan jenis produk
jagung yang di jual makelar, yaitu dalam bentuk jagung kering pipilan kadar
15-14 persen. Lain halnya dengan pedagang besar, yaitu terdapat diferensiasi
produk pada produk jagung yang dibeli brupa jagung kering panen dan jagung
kering pipil. Sedangkan jagung yang dipasarkan pada konsumen sifatnya adalah
homogen yaitu dalam bentuk jagung kering pipil.
62
Pada kegiatan pemasaran, terdapat suatu kendala atau hambatan usaha
bagi suatu perusahaan untuk dapat masuk pasar. Pada tingkat petani selaku
produsen jagung, ternyata juga terdapat hambatan usaha yaitu tidak bebasnya
petani untuk masuk ke dalam pasar jagung, yang dikarenakan oleh adanya
keterbatasan terhadap informasi pasar. Pada tingkat tengkulak, hambatan usaha
yang dialami adalah dari segi modal usaha berupa uang untuk pembelian jagung
milik petani, serta tidak tersedianya fasilitas usaha antara lain gudang
penyimpanan, lantai jemur maupun alat pemipilan jagung. Dikarenakan makelar
merupakan perpanjangan tangan/anak buah dari pedagang besar, maka hambatan
usaha di tingkat makelar berupa modal uang maupun fasilitas tidak terlalu menjadi
kendala bagi makelar. Pedagang besar yang memiliki jaringan kerjasama dengan
perusahaan pabrik pakan di Bali memiliki hambatan pada perusahaan sejenis
sebagai pesaing usaha dalam memenuhi kuota dan nilai kontrak dengan
perusahaan pakan ternak yang berlokasi di Bali.
Analisis struktur pasar yang dilakukan selain melihat pada empat
karakteristik pasar di atas, struktur pasar juga dapat diketahui secara kualitatif
dengan menganalisis konsentrasi pasar jagung di Kabupaten Lombok Timur
Provinsi NTB (Tabel 9). Konsentrasi pasar menurut Beye (2010) dilakukan
dengan mengukur besarnya output yang dihasilkan dalam sebuah industri yang di
produksi dari empat perusahaan terbesar dalam sebuah industri (CR4). Indikator
konentrassi pasar yaitu jika semakin besar nilai konsentrasi empat perusahaan
bessar (CR4), maka terdapat kecenderungan kekuatan dalam pasar.
Tabel 9 Konsentrasi Rasio Empat Perusahaan Besar di Kabupaten Lombok Timur
Provinsi NTB Tahun 2011
Perusahaan/ Pedagang Besar
Jumlah Penjualan (ton)
Pedagang besar 1
8.981,00
Pedagang besar 2
7.820,50
Pedagang besar 3
7.694,50
Pedagang besar 4
8.424,00
Produksi jagung Provinsi NTB
Nilai konsentrasi
82.282,00
0,40
63
Pedagang besar merupakan suatu lembaga pemasaran/perusahaan yang
melakukan kegiatan pemasaran, yaitu pemasaran jagung. Berdasarkan hasil
analisis konsentrasi pasar dalam Tabel 9 di atas, menunjukkan bahwa nilai
konsentrasi pada empat pedagang besar (C4) menunjukkan nilai yang kecil yaitu
0,40. Dengan kata lain, dapat pula dikatakan bahwa empat pedagang besar jagung
memiliki kekuasaan terhadap output yaitu hanya sebesar 40,01 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa pasar jagung di Kabupaten Lombok Timur mengalami
banyak persaingan antara perusahaan/pedagang jagung, yang dikarenakan jumlah
pedagang jagung sejenis tersebar di Kabupaten Lombok Timur NTB. Nilai
konsentrasi empat pedagang besar jagung yaitu menunjukkan nilai konsentrasi
yang mendekati nol, maka dapat dikatakan bahwa pasar jagung di Kabupaten
Lombok Timur NTB menghadapi pasar yang tidak terkonsentrasi. Artinya
penguasaan bahan baku yaitu jagung tidak terkonsentrasi pada empat perusahaan
yang ada di lokasi penelitian, namun tersebar di Provinsi NTB sehingga
penentuan harga relatif sama di semua daerah di Provinsi NTB.
Berdasarkan uraian diatas, struktur pasar jagung kering pipil ini dapat
dikatakan sebagai pasar yang tidak bersaing sempurna atau lebih mengarah pada
pasar persaingan oligopsoni. Hal ini ditunjukkan oleh komposisi antara jumlah
penjual dan pembeli yang tidak seimbang jumlahnya (jumlah pembeli lebih
sedikit dibandingkan jumlah penjual), serta adanya suatu kesepakatan penentuan
harga jual beli antar lembaga pemasaran. Selain itu juga ditunjukkan oleh adanya
produk jagung yang diperjual belikan yaitu rata-rata tidak terdapat diferensiasi
produk kecuali produk jagung yang dibeli pedagang besar pada makelar, dan
adanya hambatan untuk masuk pasar yang salah satunya adalah modal usaha.
6.3.
Perilaku Pasar
6.3.1. Sistem penentuan harga dan pembentukan harga antar pedagang. (3 lbr)
Harga dalam pemasaran suatu produk pertanian merupakan faktor yang
mempengaruhi volume pembelian dan penjualan suatu produk. Pembentukan
harga jagung di pasar tergantung kepada informasi harga jagung yang sedang
berkembang di pasar domestik. Dengan kata lain, tingginya volume pembelian
64
dan nilai penjualan tergantung pada pembentukan harga produk tersebut yang
dipengaruhi oleh harga yang berkembang di pasar.
Pelaku pasar jagung teratas dalam hal ini adalah pedagang besar yang
melakukan penjualan jagung ke luar Provinsi NTB. Dalam penentuan harga jual
jagung di tingkat petani didasarkan oleh harga pembelian jagung yang ditawarkan
di tingkat pedagang besar. Lembaga ini merupakan pihak pertama dalam
menentukan harga produk jagung di dalam wilayah Provinsi NTB. Penentuan
harga jagung didasarkan pada informasi harga yang terjadi di pasar domestik
bahkan pasar internaisonal. Dalam penentuan harga oleh pedagang besar biasanya
dilakukan berdasarkan informasi harga jagung yang diberikan/ ditawarkan dari
pedagang di luar Provinsi NTB (Bali) sebagai konsumen pabrik industri pakan
ternak.
Harga
yang
ditawarkan
oleh
pedagang
besar
biasanya
telah
memperhitungkan sejumlah biaya yang digunakan untuk proses produksi jagung
yaitu dalam bentuk jagung kering pipil.
Pedagang besar memiliki kekuatan dalam menentukan harga beli kepada
pedagang di level bawahnya. Hal ini dikarenakan produk yang dikuasai oleh
petani yaitu jumlahnya sedikit, sehingga petani cenderung untuk menerima harga
yang diberikan oleh pedagang besar. Proses penentuan harga ini menyebabkan
petani berada pada posisi terbawah dalam keputusan penentuan harga jual,
sehingga paling lemah dalam menentukan tingkat harga. Pedagang luar Provinsi
NTB selaku pedagang industri pakan merupakan pihak yang paling dominan di
dalam menentukan tingkat harga jagung, kemudian diikuti oleh pedagang besar,
makelar dan tengkulak dalam Provinsi NTB.
Berdasarkan hukum penawaran yang mengatakan bahwa bila harga suatu
barang meningkat, maka jumlah yang ditawarkan juga akan meningkat.
Berdasarkan teori tersebut, jika penjualan jagung ditawarkan dengan harga yang
lebih tinggi maka akan memotifasi dalam kegiatan produksi yang dilakukan oleh
petani maupun lembaga pemasaran yang memproduksi barang dan jasa.
Sebaliknya jika terjadi penurunan harga jagung, akan menurunkan produksi
bahkan kegiatan produksi dapat terhenti. Hal ini di perkuat juga dengan kebiasaan
petani di daerah penelitian (Kabupaten Lombok Timur) yang selalu menjual
produk pertaniannya sesegera mungkin dengan alasan tidak terdapatnya gudang
65
penyimpanan serta untuk memenuhi kebutuhan petani dan usahatani selanjutnya.
Harga jual jagung kering pipil di tingkat petani responden rata-rata sebesar
Rp 161.600 per kuintal. Sedangkan harga jual jagung yang terjadi pada lembaga
pemasaran yaitu pedagang besar rata-rata sebesar Rp 330.000 per kuintal kering
pipil.
6.3.2. Praktek penjualan dan pembelian.
Kegiatan usahatani jagung di daerah penelitian merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh beberapa orang petani yang membentuk suatu kelompok tani.
Akan tetapi, kegiatan yang dilakukan oleh petani secara kelompok masih terbatas
pada kegiatan informasi teknologi budidaya saja. Sedangkan kegiatan pemasaran
jagung masih dilakukan secara perorangan, yaitu petani menjual jagung belum
dilakukan secara berkelompok pada satu lembaga pemasaran. Hal ini dikarenakan
petani terbentur dengan adanya kebutuhan yang mendesak yaitu diantaranya untuk
kebutuhan usahatani selanjutnya. Selain itu dikarenakan penjualan dilakukan tidak
berkelompok serta informasi pasar yang terbatas, sehingga seringkali petani
dihadapkan juga dengan permainan harga yang ditawarkan oleh beberapa lembaga
pemasaran (pedagang jagung) yang datang langsung ke lahan dan rumah masingmasing petani. Artinya, pedagang dalam menentukan harga beli yaitu sangat
rendah dibandingkan lembaga pemasaran lainnya dengan berbagai alasan biaya
pemasaran. Berdasarkan hal tersebut, petani pada akhirnya melakukan penjualan
hasil panen jagungnya pada pedagang yang berani memberikan penawaran harga
jagung tertinggi.
Kegiatan penjualan jagung yang dilakukan oleh petani kepada pedagang
baik tengkulak, makelar, maupun pedagang besar dalam bentuk kering panen
beserta tongkolnya. Penjualan dilakukan langsung dengan sistim pembayaran
tunai di lahan jagung petani (rata-rata Rp 161.600 per kuintal). Pada tingkat
lembaga pemasaran jagung, makelar melakukan kegiatan penjualan jagung
seluruhnya dalam bentuk kering pipil pada pedagang besar. Tengkulak melakukan
kegiatan penjualan jagung seluruhnya dalam bentuk kering panen beserta tongkol
kepada pedagang besar. Dari semua jagung yang dibeli pada petani, makelar dan
66
tengkulak kemudian di jual oleh pedagang besar dalam bentuk kering pipil kadar
air 14 persen dengan konfersi yaitu 70 persen.
Pedagang besar sebagai pengumpul jagung yang akan memasarkan
jagungnya pada konsumen pabrik yaitu pengusaha pakan ternak di luar Pulau
Lombok (Bali), melakukan kegiatan pembelian jagung dari makelar, tengkulak,
dan petani jagung di sekitar wilayah kerjanya. Produk jagung yang dibeli oleh
pedagang besar pada petani dan tengkulak rata-rata dalam bentuk kering panen
beserta tongkolnya. Berbeda dengan produk jagung yang di beli pada makelar,
rata-rata dalam bentuk jagung kering pipil.
Dalam memperoleh produk yang akan dipasarkan, makelar rata-rata
merasakan adanya kemudahan dalam memperoleh jagung untuk usahanya yang
produknya bersumber dari petani. Sedangkan tengkulak seringkali merasakan
adanya kesulitan dalam memperoleh jagung dari petani. Hal ini dikarenakan
tengkulak kalah bersaing dalam hal modal untuk pembelian jagung dengan para
makelar. Rata-rata makelar memperoleh pinjaman modal pembelian dari
pedagang besar yang merupakan bos atau tempat makelar akan memasarkan
jagungnya. Sama halnya dengan makelar, pedagang besar juga merasakan
kemudahan dalam memperoleh jagung untuk di jual kembali kepada pedagang
selanjutnya yaitu rata-rata pada pengusaha pakan ternak di Bali.
6.3.3. Sistem jaringan kerjasama antar lembaga pemasaran.
Kegiatan perdagangan jagung tidak terlepas dari kegiatan yang dilakukan
sejak awal penanaman dan budidaya jagung, hingga pemasaran jagung di Provinsi
NTB. Kegiatan awal penanaman dan budidaya dilakukan oleh petani, sedangkan
pemasaran jagung melibatkan lembaga pemasaran. Rata-rata petani responden
menjadi petani jagung (produsen) dikarenakan melanjutkan usaha yang sudah
dijalankan oleh orangtua sebelumnya. Sehingga faktor modal yang merupakan
kendala utama petani tidak terlalu menjadi kendala bagi petani responden. Hal ini
dikarenakan biaya yang digunakan dalam kegiatan usahatani yang terdiri dari
biaya pembelian input dan tenaga kerja diantaranya sumber pembiayaan berasal
dari hasil kegiatan usahatani sebelumnya. Sedangkan biaya lainnya seperti
pembelian pestisida/ herbisida dikarenakan serangan hama dan input lainnya
67
diusahakan dari upah buruh tani maupun kegiatan sampingan petani seperti
dagang maupun dari hasil ternak.
Petani
merupakan
bagian
dari
kelompok
tani
yang
melakukan
kerjasamanya hanya pada pelaksanaan kegiatan budidaya jagung saja yaitu
penerapan rekomendasi teknologi budidaya, sedangkan kegiatan pemasaran
jagung ternyata belum dapat difasilitasi secara berkelompok. Adapun praktek
kerjasama antara petani dengan lembaga pemasaran yang terbentuk di daerah
penelitian hanya sebatas pada informasi harga yang itupun sifatnya kurang
terbuka (tidak transparan) dari pihak pedagang. Maksudnya adalah tidak semua
petani jagung mengetahui kondisi jenis produk jagung dengan harga yang berlaku
di pasar. Petani responden di daerah penelitian dalam hal mencaritau harga yang
berkembang, sangat tergantung pada makelar, tengkulak, serta pedagang besar
yang melakukan penawaran harga jagung pada petani. Meskipun pada prakteknya
terjadi kegiatan tawar menawar yang dilakukan oleh petani dengan tengkulak,
makelar dan pedagang besar dengan menggunakan patokan harga jual jagung
pada tahun sebelumnya dan pada musim tanam yang sama, akan tetapi petani
harus puas dengan harga yang diberikan oleh pedagang selaku pembeli.
Tengkulak, makelar dan pedagang besar memiliki ketergantung jaringan
kerjasama pemasaran dengan pedagang di level berikutnya yaitu terhadap
penentuan harga jual, dan pada level di bawahnya yaitu berupa ketersediaan bahan
baku/produk.
Pada tingkat makelar dan pedagang besar, jaringan kerjasama pemasaran
yang terjalin yaitu kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Kerjasama tersebut berupa adanya kesepakatan/perjanjian harga beli jagung oleh
pedagang besar pada makelar sesuai standar mutu produk yang di tentukan oleh
pedagang besar. Kesepakatan tersebut sudah berjalan sejak awal kerjasama.
Pedagang besar juga memberikan kemudahan pada makelar, yaitu dengan
memberikan modal berupa uang untuk membeli jagung pada petani sesuai
kesepakatan harga dari pedagang besar. Untuk memudahkan proses kontrol
produk jagung pipil, pedagang besar juga memberikan bantuan fasilitas gudang
penyimpanan, pemipilan, dan lantai jemur yang diperhitung menjadi biaya proses
pasca panen. Berdasarkan hal tersebut, di satu sisi pedagang besar dipermudah
68
dalam memperoleh produk yang diinginkan, dan di sisi lainnya makelar juga
dipermudah dan memiliki jaminan pemasaran dari kegiatan usahanya yaitu
menjual jagung.
Selain lembaga pemasaran yang ada (makelar, tengkulak, dan pedagang
besar), di lokasi penelitian juga terdapat satu lembaga pemasaran komoditi
pertanian yang pemasarannya memanfaatkan teknologi internet dengan sistim
kontrak lelang. Produk yang dibeli berupa jagung kering pipil dengan kadar air
15-14 persen. Pemasaran online hasil pertanian ini di lakukan oleh sebuah
perusahaan bernama iPasar, yang memiliki kantor cabang di Kecamatan
Pringgabaya Lombok Timur. Keberadaan lembaga pemasaran ini ternyata kurang
mendapatkan respon positif dari para petani. Hal ini dikarenakan kurangnya
komitmen kerjasama antara iPasar dengan petani dalam sistim pemasaran,
terutama komitmen penetapan harga. Pada awal penanaman jagung, lembaga ini
menjanjikan suatu kerjasama dalam hal pembelian hasil jagung petani dengan
harga yang tinggi. Setelah melakukan kesepakatan, ternyata harga yang disepakati
tidak di penuhi dengan alasan harga yang berlaku di pasar domestik dalam posisi
tidak stabil bahkan turun. Harga yang diinformasikan tersebut berada di bawah
harga yang diberikan oleh pedagang pengumpul yang ada di Kabupaten Lombok
Timur. Berdasarkan hal tersebut, perlu perbaikan komitmen kerjasama antara
iPasar dengan petani. terutama penetapan informasi harga.
6.4.
Kinerja Pasar
Kinerja pasar digunakan untuk melihat sejauh mana struktur pasar dan
tingkah laku pasar dalam proses pemasaran suatu komoditas. Kinerja pasar
merupakan keragaan pasar dalam pemasaran jagung yang dalam penelitian ini,
dianalisis dengan menghitung marjin pemasaran dan farmer’s share petani
jagung, serta integrasi pasar.
6.4.1. Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran digunakan sebagai salah satu indikator untuk melihat
efisien pemasaran jagung pada di daerah penelitian. Besarnya marjin pemasaran
pada berbagai saluran pemasaran tergantung pada panjang pendeknya saluran
69
pemasaran dan aktivitas yang berlangsung selama kegiatan pemasaran, serta
besarnya keuntungan yang diharapkan oleh masing-masing lembaga pemasaran
yang terlibat.
Analisis marjin pemasaran dilakukan pada tiga saluran pemasaran yang
terbentuk yaitu saluran satu yang pemasarannya dimulai dari petani kepada
pedagang I (makelar), kemudian kepada pedagang besar dan berakhir pada
konsumen (pabrik). Pada saluran ke dua, yaitu pemasaran jagung petani langsung
kepada pedagang besar sebagai pedagang antar pulau, kemudian pada konsumen.
Sedangkan pada saluran ke tiga yaitu pemasaran jagung petani kepada pedagang
II (tengkulak), kemudian dipasarkan kembali pada pedagang besar, selanjutnya
pada konsumen (pabrik). Hasil analisis marjin pemasaran jagung secara lengkap
disajikan pada Tabel 10.
a. Saluran I
Berdasarkan saluran pemasaran jagung pada Gambar 6, saluran pemasaran
satu dimulai dari petani sebagai produsen jagung yang memasarkan jagungnya
kepada pedagang I (makelar), kemudian memasarkannya lagi kepada pedagang
besar dan akhirnya pada konsumen (pabrik). Produk yang dipasarkan adalah sama
di antara lembaga pemasaran pada tingkat pedagang I (makelar) dengan pedagang
besar yaitu berupa jagung kering pipil, sedangkan petani menjualnya dalam
bentuk jagung kering panen.
Berdasarkan hasil penelitian, menjelaskan bahwa pedagang I (makelar)
membeli jagung petani dengan harga rata-rata Rp 1.135 per kg kering panen
(rata-rata Rp 1.621,43 per kg kering pipil). Kemudian pedagang I (makelar)
menjualnya pada pedagang besar dengan harga rata-rata sebesar Rp 2.180
per kg kering pipil. Dengan demikian, dalam 1 kg jagung kering panen setara
dengan 0,7 kg jagung kering pipil. Marjin pemasaran jagung yang diperoleh
sebesar Rp 558,57 per kg. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat nilai tambah
proses pengolahan jagung kering panen dari petani menjadi jagung kering pipil di
tingkat makelar sebesar Rp 219,33 per kg kering pipil dengan keuntungan sebesar
Rp 339,24 per kg kering pipil. Nilai tambah tersebut diperoleh dari adanya fungsi
70
pembelian dan penjualan, fungsi transportasi, penyimpanan, pengemasan dan
pengolahan.
Besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan untuk setiap lembaga
pemasaran berbeda satu sama lainnya. Biaya pemasaran jagung yang dikeluarkan
oleh makelar rata-rata sebesar Rp 219,33 per kg
yang terdiri dari beberapa
komponen biaya pemasaran antara lain yaitu biaya pengemasan, biaya
pengangkutan/ transportasi, biaya sewa lantai jemur, biaya gudang penyimpanan,
serta biaya pemipilan. Ke tiga komponen terakhir merupakan biaya paket yang
diberikan oleh pedagang besar kepada makelar sebagai bentuk ikatan kerjasama
antara makelar dengan pedagang besar. Hal ini dikarenakan pedagang besar
membeli jagung pada makelar dalam bentuk jagung kering pipil dengan kadar air
18-14 persen.
Biaya pengemasan merupakan biaya karung yang digunakan untuk
membawa jagung kering panen dari lahan petani ke gudang tempat makelar
melakukan proses selanjutnya. Besarnya biaya pengemasan jagung yang
dikeluarkan makelar rata-rata sebesar Rp 13,33 per kg (6,08 persen dari total
biaya pemasaran). Besarnya penggunaan biaya karung dipengaruhi oleh
besarnya jumlah produksi jagung yang dibeli makelar pada maing-masing petani.
Dimana jagung yang dihasilkan petani dalam satu karung mampu memuat ratarata 75 kg.
Transportasi merupakan hal yang dibutuhkan oleh makelar untuk
memindahkan jagung yang dibelinya pada petani menuju gudang penyimpanan
milik pedagang besar yang pada umumnya di panggil bos. Biaya pengangkutan/
transportasi yang dikeluarkan oleh makelar rata-rata sebesar Rp 5.600 per kuintal
(25,53 persen dari total biaya pemasaran). Biaya ini mencakup biaya sewa
kendaraan yaitu angkutan pedesaan maupun kendaraan lain seperti mobil bak
terbuka (pick up), serta biaya bongkar muat (biaya menaikkan dan menurunkan
barang dari angkutan setelah pembelian jagung dari petani ke pedagang besar)
dengan harga berkisar antara Rp 5000 – Rp 7000 per kuintal tergantung lokasi
atau jarak pengangkutan.
Biaya sewa lantai jemur, biaya sewa gudang penyimpanan, dan biaya
pemipilan jagung merupakan paket biaya pengolahan yang diberikan oleh
71
pedagang besar kepada para makelarnya untuk mengolah jagung yang dibeli
dari petani menjadi jagung kering pipil. Dari rata-rata 4,85 ton produksi jagung
yang dibeli makelar pada petani, biaya paket pengolahan jagung yang dikeluarkan
oleh makelar sebesar Rp 15.000 per kuintal (68,39 persen dari total biaya
pemasaran). Besarnya penggunaan biaya paket pengolahan dipengaruhi oleh
besarnya produksi yang dibeli makelar dan banyaknya kegiatan yang dilakukan
untuk memproduki jagung kering pipil. Kegiatan yang dilakukan dalam
pengolahan jagung ada tiga kegiatan dengan paket biaya rata-rata sebesar Rp
5.000 per kuintal per kegiatan.
Jagung kering pipil oleh makelar kemudian dijual pada pedagang besar
dengan harga rata-rata Rp 2.180 per kg untuk kemudian menjualnya lagi pada
konsumen di Bali (pengusaha pakan ternak) dengan harga rata-rata sebesar
Rp 3.190 per kg. Berdasarkan hal tersebut, terdapat marjin pemasaran sebesar
Rp 1.010 per kg. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat nilai tambah rata-rata
sebesar Rp 100 per kg dan keuntungan rata-rata sebesar Rp 910 per kg. Nilai
tambah yang diproleh berasal dari fungsi pembelian dan penjualan, transportasi,
penyimpanan, pengemasan dan pengolahan, serta fungsi fasilitas.
Besarnya biaya pemasaran jagung yang dikeluarkan oleh pedagang besar
rata-rata sebesar Rp 10.000 per kuintal untuk komponen biaya tenaga kerja
pabrik yaitu biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penjemur, dan penyimpanan.
Besarnya biaya tenaga kerja yang dikeluarkan tergantung dari jenis produk dan
kualitas produk yang pasarkan kepada pedagang besar. Dengan kata lain, jika
produk yang dipasarkan sudah berupa jagung kering pipil tetapi ternyata kadar air
sebesar 18 persen, maka biaya tenaga kerja hanya untuk kegiatan penjemuran dan
penyimpanan sampai mendapatkan kadar air 14 persen (sekitar 1-2 hari
penjemuran). Sehingga besarnya biaya tenaga kerja pabrik tergantung dari jumlah
kegiatan yang dilaksanakan oleh buruh pabrik, yang biayanya sebesar Rp 5.000
per kuintal per kegiatan.
Apabila dilihat dari besarnya nilai rasio keuntungan pada saluran satu
terhadap biaya pemasaran (B/C ratio), maka nilai rasio terbesar yaitu pada tingkat
pedagang besar sebesar 9,10. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap ada
tambahan biaya pemasaran yang dikeluarkan untuk produksi jagung pipil sebesar
72
satu rupiah, maka akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 9,10. Dengan kata
lain, bahwa usaha pemasaran jagung kering pipil yang dilakukan masih
memberikan peluang keuntungan yang cukup tinggi sebagai tambahan sumber
pendapatan.
b. Saluran II
Saluran pemasaran jagung yang ke dua yaitu pemasaran jagung yang
dilakukan oleh petani langsung kepada pedagang besar yang juga merupakan
pedagang antar pulau (PAP), kemudian pedagang besar memasarkannya pada
konsumen (pabrik). Produk yang dipasarkan petani pada pedagang besar berupa
jagung kering panen untuk kemudian dipasarkan kembali oleh pedagang besar
dalam bentuk jagung kering pipil. Berdasarkan hasil analisis dalam Tabel 10,
menunjukkan bahwa pedagang besar membeli jagung petani dengan harga ratarata sebesar Rp 1.153 per kg kering panen (rata-rata Rp 1.648,35 per kg kering
pipil). Kemudian pedagang besar menjualnya pada konsumen (pabrik pakan) di
luar provinsi NTB (Bali) dengan harga rata-rata sebesar Rp 3.269,23 per kg.
Dengan demikian, terdapat marjin pemasaran sebesar Rp 1.520,88 per kg dengan
nilai tambahnya sebesar Rp 213,33 per kg dan keuntungan sebesar Rp 1.407,55
per kg. Nilai tambah yang diproleh pedagang besar berasal dari fungsi pembelian
dan penjualan, fungsi transportasi, penyimpanan, pengemasan dan pengolahan
serta fungsi fasilitas.
Besarnya biaya pemasaran jagung yang dikeluarkan pedagang besar di
saluran ke dua ini rata-rata sebesar Rp 213,33 per kg. Adapun komponen biaya
yang dikeluarkan hampir sama dengan pedagang I (makelar) yang meliputi biaya
pengemasan, biaya pengangkutan/ transportasi, dan biaya tenaga kerja pabrik
yaitu untuk kegiatan penjemur, penyimpanan, dan pemipilan jagung.
Biaya pengangkutan/ transportasi merupakan biaya sewa kendaraan untuk
mengangkut hasil produksi jagung petani menuju gudang penyimpanan, serta
biaya bongkar muat jagung. Alat angkutan yang digunakan berupa angkutan
pedesan maupun kendaraan lain seperti mobil bak terbuka (pick up) bahkan
menggunakan truk dengan kapasitas 10 ton tergantung dari banyaknya produksi
jagung yang diperoleh dari beberapa petani. Biaya pengangkutan yang
73
dikeluarkan oleh pedagang besar rata-rata sebesar Rp 5.000 per kuintal (23,44
persen dari total biaya pemasaran).
Biaya pengemasan merupakan biaya karung yang digunakan untuk
membawa jagung kering panen dari lahan petani ke pabrik/ gudang penyimpanan
untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu penjemuran, dan pemipilan. Besarnya
biaya pengemasan jagung (karung) yang dikeluarkan oleh pedagang besar ratarata sebesar Rp 13,33 per kg (6,25 persen dari total biaya pemasaran). Sama
halnya dengan makelar, biaya pengemasan jagung menggunakan karung
yang dikeluarkan oleh pedagang besar tergantung dari jumlah karung yang
digunakan sesuai produksi jagung petani yang tiap karungnya mampu memuat
hingga 75 kg.
Biaya tenaga kerja pabrik meliputi biaya yang dikeluarkan oleh pedagang
besar untuk membiayai tenaga kerja pabrik pada kegiatan penjemuran,
penyimpanan, dan pemipilan jagung. Dari rata-rata 6 ton produksi jagung yang di
beli pada petani responden, besarnya biaya tenaga kerja pabrik untuk pengolahan
jagung menjadi jagung kering pipil rata-rata sebesar Rp15.000 per kuintal (70,31
persen dari total biaya pemasaran). Besarnya biaya tenaga kerja pabrik tergantung
dari jumlah kegiatan yang dilaksanakan oleh buruh pabrik yaitu sebesar Rp 5.000
per kuintal per kegiatan.
Sedangkan bearnya biaya tk yang dikeeluarkan untuk produk yg ddi beli pada leembaga pemaaran
Apabila dihitung rasio keuntungan pedagang besar terhadap biaya
pemasaran (B/C rasio) maka nilai rasionya sebesar 5,60 yang berarti bahwa setiap
ada tambahan biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang besar untuk
memasarkan jagung kering pipil sebesar satu rupiah, maka akan mendapatkan
keuntungan usaha sebesar Rp 5,60.
c. Saluran III
Kegiatan pemasaran jagung pada saluran ke tiga dimulai dari pemasaran
jagung oleh petani kepada pedagang II (tengkulak), kemudian dipasarkan kembali
pada pedagang besar, dan akhirnya pada konsumen (pabrik). Produk yang
dipasarkan petani kepada pedagang II (tengkulak) berupa jagung kering panen.
Pada tingkat pedagang II (tengkulak), produk yang dipasarkan kepada pedagang
besar tidak mengalami perubahan yaitu berupa jagung kering panen.
74
Berdasarkan hasil penelitian, pedagang II (tengkulak) ternyata hanya
membeli dan menjual jagung dalam bentuk jagung kering panen tanpa ada
pengolahan lagi terhadap produk jagung yang di beli pada petani. Jagung yang
dibeli pada petani dengan harga rata-rata sebesar Rp 1.085,71 per kg kering
panen (rata-rata Rp 1.551,02 per kg kering
pipil) kemudian dinjual oleh
tengkulak pada pedagang besar dengan harga rata-rata sebesar Rp 1.500 per kg
kering panen (rata-rata Rp 2.142,86 per kg kering
tersebut, terdapat marjin pemasaran sebesar
pipil).
Berdasarkan hal
Rp 591,84 per kg dengan nilai
tambah yang diperoleh rata-rata sebesar Rp 67,62 per kg dan keuntungan Rp
524,22 per kg kering pipil. Nilai tambah tersebut diperoleh dari adanya fungsi
pembelian, penjualan, dan fungsi transportasi.
Besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang II (tengkulak)
yaitu rata-rata sebesar Rp 67,62 per kg dengan komponen biaya pemasarannya
antara lain yaitu biaya pengemasan, dan biaya pengangkutan/ transportasi. Biaya
pengemasan yang dikeluarkan tengkulak adalah biaya karung yang digunakan
untuk membawa hasil jagung yang akan dipasarkan pada pedagang besar.
Besarnya biaya pengemasan jagung kering panen yang dikeluarkan rata-rata
sebesar Rp13,33 per kg (19,72 persen dari total biaya pemasaran).
Biaya pengangkutan/ transportasi yang dikeluarkan oleh pedagang II
(tengkulak) rata-rata sebesar Rp 5.429 per kuintal. Biaya ini merupakan biaya
pemasaran jagung terbesar yang dikeluarkan oleh tengkulak dari total biaya
pemasaran yaitu sebesar 80,28 persen. Biaya trasportasi terdiri dari biaya sewa
mobil beserta biaya menaikkan dan menurunkan barang dari angkutan setelah
pembelian jagung dari petani ke pedagang besar.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa pedagang II (tengkulak)
tidak melakukan pengolahan apapun pada jagung yang dibelinya dari petani,
kemudian langsung dijualnya pada pedagang besar dengan harga rata-rata
sebesar Rp 1.500 per kg kering panen. Kemudian di tingkat pedagang besar,
setelah mengalami proses pengolahan hasil menjadi kering pipil selama kurang
lebih 2-3 hari, kemudian jagung tersebut dijual kepada konsumen (pabrik) di bali
dengan harga Rp 3.228,57 per kg kering pipil. Sehingga marjin pemasaran yang
timbul adalah sebesar Rp 1.085,71 per kg dengan nilai tambah rata-rata sebesar
75
Rp150 per kg dan keuntungan rata-rata sebesar Rp 935,71 per kg kering pipil.
Nilai tambah tersebut diperoleh dari adanya fungsi pembelian dan penjualan,
transportasi, penyimpanan, pengemasan dan pengolahan, serta fungsi fasilitas.
Apabila dilihat dari besarnya rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran
(B/C ratio), maka nilai rasio terbesar yaitu pada tingkat pedagang besar sebesar
6,24. Ini mengindikasikan bahwa setiap ada tambahan biaya pemasaran yang
dikeluarkan sebesar satu rupiah, maka akan mendapatkan keuntungan sebesar
Rp 6,24. Dengan kata lain, bahwa usaha pemasaran jagung
yang dilakukan
pedagang besar mampu memberikan peluang yang cukup tinggi sebagai tambahan
sumber pendapatan.
Berdasarkan hasil analisis marjin pemasaran dalam Tabel 10 menunjukkan
bahwa pada level pemasaran yang sama yaitu pada tingkat pedagang pengumpul
(makelar dan tengkulak), biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh tengkulak
(Rp 67,62 per kg) lebih kecil bila dibandingkan dengan makelar. Hal ini
dikarenakan tengkulak tidak melakukan pengolahan terhadap produk jagung yang
di beli pada petani sehingga komponen biaya pemasarannya hanya terdiri dari
biaya pengemasan, dan biaya pengangkutan/ transportasi.
Marjin pemasaran tertinggi pada lembaga pemasaran, terletak pada saluran
ke tiga yaitu rata-rata sebesar Rp 1.677,55 per kg. Hal ini dikarenakan jagung
yang dibeli dari pedagang II (tengkulak) membutuhkan biaya yang lebih besar
dari makelar, dengan pembelian yang lebih mahal dibandingkan membeli
langsung pada petani. Kemudian marjin pemasaran terbesar kedua yaitu pada
saluran pertama rata-rata sebesar Rp 1.568,57 per kg. Sedangkan marjin
pemasaran terendah yaitu pada saluran ke dua rata-rata sebesar Rp 1.520,88 per
kg. Kecilnya marjin pemasaran pada saluran ke dua dikarenakan pedagang besar
dalam sistim pemasaran jagung melakukan pembelian langsung pada petani.
Dengan kata lain, saluran ini merupakan saluran pemasaran terpendek dari saluran
pemasaran lainnya. Selain itu, total biaya pemasaran yang dikeluarkan dalam
saluran ke dua ini pun adalah rendah rata-rata sebesar Rp 213,33 per kg.
Berdasarkan uraian tersebut, share harga yang diterima petani dapat dikatakan
tidak terlalu tinggi yaitu rata-rata sebesar 49,76 persen.
76
Tabel 10
Biaya, dan marjin pemasaran di Kabupaten Lombok Timur pada
MT Januari - April tahun 2012
Lembaga
Pemasaran
Saluran I
Biaya/
Harga
(Rp/kg)
Saluran II
Share
(%)
Biaya/
Harga
(Rp/kg)
Saluran III
Share
(%)
Biaya/
Harga
(Rp/kg)
Share
(%)
Petani
a. Harga jual
1.621,43
50,83
1.648,35
53,94
1.551,02
48,04
Tengkulak
a. Harga beli
-
-
-
-
1.551,02
48,04
b. Biaya pemasaran
-
-
-
-
67,62
2,09
c. Keuntungan
-
-
-
-
524, 22
16,24
d. Harga jual
-
-
-
-
2.142,86
66,37
Marjin pemasaran
tengkulak
-
-
-
-
591,84
1.621,43
50,83
-
-
-
-
b. Biaya pemasaran
219,33
6,88
-
-
-
-
c. Keuntungan
339,24
10,63
-
-
-
-
2.180,00
68,34
-
-
-
-
-
-
-
-
Makelar
a. Harga beli
d. Harga jual
Marjin pemasaran
makelar
Pedagang besar
a. Harga beli
558,57
2.180,00
68,34
1.648,35
53,94
2.142,86
66,37
b. Biaya pemasaran
100,00
3,13
213,33
6,98
150,00
4,65
c. Keuntungan
910,00
28,53
1.407,55
39,08
935,71
28,98
d. Harga jual
3.190,00
100,00
3.268,23
100,00
3.228,57
100,00
Marjin pemasaran
Pedagang besar
1.010,00
Total MP
B/C rasio
1.568,57
9,10
1.520,88
1.520,88
5,60
1.085,71
1.677,55
6,24
77
Besar kecilnya biaya dan jenis produk dalam proses pemasaran jagung,
serta keuntungan yang diterima petani maupun pedagang juga mempengaruhi
farmer share.
Hal ini dikarenakan besarnya biaya pemasaran maupun jenis
produk yang dipasarkan akan mempengaruhi harga jual di retail ataupun
pedagang besar selaku pedagang antar pulau.
Berdasarkan hasil analisis dalam Tabel 10, menunjukkan bahwa saluran
pemasaran pertama memberikan bagian harga yang diterima petani (farmer share)
lebih tinggi yaitu rata-rata sebesar 50,83 persen bila dibandingkan dengan saluran
pemasaran dua dan tiga. Nilai farmer share tertinggi ke dua yaitu pada saluran
pemasaran ke dua sebesar 50,42 persen, dan yang terendah adalah di saluran
pemasaran ke tiga yaitu sebesar 48,04 persen. Tingginya bagian harga yang
diterima petani dipengaruhi oleh tingginya harga jual jagung petani terhadap
harga jual pada pedagang besar sebagai lembaga pemasaran akhir di Provini NTB,
serta jumlah lembaga yang terlibat termasuk fungsi-fungsi pemasaran yang
dilakukan pada tiap tingkatan lembaga pemasaran tersebut dalam satu saluran
pemasaran.
Banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat dalam satu saluran
pemasaran jagung tidak selalu memiliki marjin pemasaran yang besar. Hal ini
juga dipengaruhi oleh bentuk produk yang dipasarkan dan fungsi pemasaran yang
dilakukan masing-masing lembaga pemasaran. Berdasarkan hasil analisis dalam
Tabel 7, menunjukkan bahwa semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat
ditambah lagi dengan bentuk produk yang dipasarkan berbeda, maka bagian harga
yang diterima petani dari yang dibayarkan oleh konsumen sebagai nilai farmer
share akan semakin rendah.
6.4.2. Integrasi Pasar (3 lbr)
Analisis pasar secara vertikal dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui keterpaduan yang terjadi antara harga pada pasar produsen
dengan harga pada pasar konsumen. Dengan kata lain, seberapa jauh
pembentukan harga dalam suatu pasar komoditas jagung pada satu lembaga
pemasaran mampu dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga lainnya. Dan untuk
mengukur bagaimana harga pasar produksi seberapa mampu dipengaruhi oleh
78
harga pasar konsumsi yaitu dengan menerapkan model dari Ravallion (1986)
yang selanjutnya telah dikembangkan oleh Heytens (1986)
adalah sebagai
berikut :
Pit = (1 + b1)Pit-1 + b2(Pt - Pt-1) + (b3 - b1)Pt-1 + b4X
Dimana :
Pit
= Harga jagung pada pasar lokal ke-i (waktu t)
Pit -1
= Harga jagung pada pasar lokal ke-i (waktu t-1)
Pt
= Harga jagung pada pasar acuan (waktu t)
Pt-I
= Harga jagung pada pasar acuan (waktu t-1)
X
= Faktor musim atau faktor lain
_ _ (1+b1) = koefisien lag harga di tingkat pasar ke-i pada waktu t-1
b2
= koefisien perubahan harga di pasar acuan pada waktu t dan t-1
(b3-b1) = koefisien lag harga di tingkat pedagang besar pada waktu t-1
Berdasarkan hasil analisis regresi terhadap model di atas (Lampiran 4),
maka dilakukan analisis terhadap integrasi pasar jagung secara vertikal dari pasar
lokal kepada pasar acuannya. Intergrai pasar jagung untuk jangka pendek di
analisis dengan menggunakan Index of Market Connection ( IMC ) sebagaimana
disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Analisis integrasi pasar jagung dalam jangka pendek di Kabupaten
Lombok Timur tahun 2012
Pasar local
Pasar acuan
IMC
Petani
Tengkulak
Makelar
Pedagang besar
1,20
2,38
0,51
Tengkulak
Pedagang besar
0,19
Makelar
Pedagang besar
0,04
Hasil analisis pada Tabel 11 di atas, menunjukkan bahwa tiga pasar lokal
jagung yaitu petani, tengkulak, dan makelar secara vertikal memiliki hubungan
keterkaitan harga dengan pasar acuannya dalam jangka pendek. Dari lima pasar
acuan jagung yang ada, integrasi pasar yang lemah secara vertikal ada di dua pasar acuan
79
yaitu pada tingkat pedagang II (tengkulak), dan pedagang I (makelar). Hal ini ditunjukkan
dengan nilai IMC petani ke tengkulak, dan petani ke makelar yaitu sebesar 1,20 dan 2,38
atau lebih besar dari 1. Lemahnya integrasi pasar yang terjadi disebabkan oleh banyaknya
pedagang dari daerah lain yang juga melakukan transaksi jual beli jagung di lokasi
penelitian sehingga distribusi komoditas kurang lancar.
Pada pasar lokal petani dengan pasar acuannya yaitu tengkulak, makelar dan
pedagang besar menunjukkan bahwa petani memiliki integrasi kuat hanya dengan
pedagang besar sebagai pasar acuannya yang ditandai dengan nilai IMC sebesar 0,51 atau
bernilai kurang dari 1. Hal ini berarti, pembentukan harga jagung pada petani saat ini
sangat dipengaruhi oleh harga di pedagang besar pada waktu sebelumnya. Namun
pembentukan harga di petani juga dipengaruhi oleh makelar, dan tengkulak meskipun
memiliki hubungan keterkaitan
yang lemah.
Pada pasar lokal tengkulak, menunjukkan hubungan antara tengkulak
dengan pedagang besar. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam jangka pendek,
tengkulak memiliki integrasi yang kuat dengan pedagang besar sebagai pasar
acuannya. Begitu pula hubungan yang terjadi pada pasar lokal makelar dengan
pedagang besar sebagai pasar acuannya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai IMC
tengkulak dan makelar yaitu sebesar 0,19 dan 0,04 atau bernilai lebih kecil dari 1. Artinya
yaitu pembentukan harga jagung yang terjadi pada tengkulak dan makelar saat ini sangat
dipengaruhi oleh harga di pedagang besar pada waktu sebelumnya. Dengan kata lain, jika
terjadi perubahan harga sebesar Rp 1, maka harga di tingkat tengkulak dan makelar akan
berubah sebesar 0,19 dan 0,04.
Berdasarkan hasil analis diatas dapat disimpulkan bahwa harga di pasar
lokal petani, tengkulak dan makelar sangat dipengaruhi oleh harga yang terjadi di
pasar acuannya yaitu pedagang besar. Hal ini mengindikasikan bahwa penetapan
harga dan perubahan harga yang terjadi di pasar lokal memiliki hubungan yang
kuat dengan pedagang besar. Artinya, jika terjadi perubahan harga di pedagang
besar sebelumnya, maka akan mempengaruhi harga di tingkat petani, makelar, dan
tengkulak pada saat ini.
Hasil analisis regresi terhadap integrasi pasar jagung yang terjadi antara
pasar lokal dengan pasar acuannya kemudian digunakan untuk menganalisis
integrasi jangka panjang yang ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien b2 yang
disajikan dalam Tabel 12.
80
Tabel 12 Analisis integrasi pasar jagung dalam jangka panjang di Kabupaten
Lombok Timur tahun 2012
Pasar local
Pasar acuan
Koefisien b2
Petani
Tengkulak
Makelar
Pedagang besar
0,49
0,13
0,16
Tengkulak
Makelar
Pedagang besar
Pedagang besar
0,27
0,78
Analisis integrasi pasar di tiga pasar lokal jagung (petani, tengkulak, dan
makelar) dalam Tabel 12 di atas, menunjukkan adanya integrasi pasar jangka
panjang dengan pasar acuannya. Pada pasar lokal petani yaitu menunjukkan
hubungan antara petani dengan tengkulak, makelar, dan pedagang besar. Hasil
analisis menunjukkan bahwa dalam jangka panjang petani memiliki integrasi
dengan pasar acuannya yaitu tengkulak, maklar, dan pedagang besar. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai koefisien b2 untuk pasar acuan tengkulak sebesar 0,49,
pasar acuan makelar 0,13, dan 0,16 pada pasar acuan pedagang besar. Berarti
dalam jangka panjang, harga jagung di tingkat petani dipengaruhi oleh harga
jagung pada pasar acuannya yaitu tengkulak, makelar dan pedagang besar. Sama
halnya dengan pasar lokal petani, pada pasar lokal tengkulak juga menunjukkan
bahwa dalam jangka panjang tengkulak memiliki integrasi dengan pedagang besar
sebagai pasar acuannya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien b2 sebesar
0,27, yang berarti pembentukan harga jagung pada petani saat ini dipengaruhi
oleh harga di pedagang besar pada waktu sebelumnya.
Pasar lokal makelar ke pedagang besar ternyata menunjukkan integrasi
pasar yang lebih kuat dibandingkan pasar lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
koefisien b2 bernilai 0,78 yaitu mendekati nilai 1. Berarti dalam jangka panjang,
pembentukan harga jagung pada makelar saat ini sangat dipengaruhi oleh harga di tingkat
pedagang besar pada waktu sebelumnya. Tingginya nilai koefisieen b2 pada pasar ini
dikarenakan adanya hubungan antara makelar dengan pedagang besar. Makelar
membantu pedagang besar dalam memperoleh jagung dari petani dengan dasar
perjanjian/komitmen antar kedua belah pihak.
81
Berdasarkan analisis jangka panjang di atas, dari lima pasar acuan yang
ada pada pasar jagung secara vertikal menunjukkan adanya integrasi pasar jangka
panjang antara pasar lokal (petani, tengkulak, dan pedagang besar) dengan pasar
acuannya yang memiliki hubungan keterkaitan harga yang kuat. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai koefisien b2 berkisar antara 0,13 – 0,78
atau nilai
koefisien b2 mendekati satu. Artinya yaitu apabila terjadi perubahan parga pada
pasar acuannya sebesar Rp 1, maka harga pada pasar lokal petani dari pasar
acuannya sebesar nilai koefisien b2. Dengan demikian, ini menjelaskan bahwa
pembentukan harga jagung dalam jangka panjang secara vertikal pada pasar lokal
petani, tengkulak, dan makelar dipengaruhi oleh harga yang terjadi di pasar
acuannya.
Inefisiensi terjadi pada pasar petani ke tengkulak dan pasar petani ke
makelar dalam jangka pendek. Hal ini ditunjukan oleh nilai IMC tengkulak dan
makelar bernilai lebih besar dari 1. Petani dalam hal ini dirugikan (dieksploitasi),
oleh sebab itu kelompok tani yang ada hendaknya mampu berfungsi sebagai
fasilitator yang membantu anggotanya, terutama pada pemasaran hasil produksi
jagung. Dengan demikian, kelompok tani akan mampu membantu meningkatkan
posisi tawar produk jagung yang dihasilkan oleh anggotanya. Sebaliknya dalam
jangka panjang, pasar lokal petani integrasinya lebih baik dibandingkan jangka
pendek. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien b2 pada pasar acuannya dalam
jangka panjang bernilai lebih besar dari 1. Berdasarkan hal tersebut, dapat
dikatakan bahwa pedagang besar merupakan lembaga pemasaran jagung yang
lebih cepat merespon perubahan harga pasar dalam jangka panjang dan jangka
pendek.
6.5.
Strategi Pemasaran Jagung
Strategi pemasaran dianalisis secara diskriptif berdasarkan pada situasi
yang berkaitan dengan pemasaran jagung di
lokasi penelitian. Analisis ini
dilakukan pada lembaga pemasaran yang dominan dalam kegiatan pemasaran
jagung di Provinsi NTB. Lembaga pemasaran yang kuat dan dominan dalam pasar
jagung adalah pedagang besar. Lembaga ini selain merupakan pedagang akhir
dalam sitim pemasaran jagung di provinsi NTB, juga merupakan lembaga
82
pemasaran yang dominan menentukan harga dan melakukan pengolahan hasil
jagung untuk dipasarkan pada konsumen (pabrik pakan ternak). Analisis strategi
pemasaran jagung ini dilakukan dengan melihat pada bauran pemasaran jagung.
Unsur atau variabel bauran pemasaran terdiri dari empat unsur yang disebut juga
sebagai four p’s yang meliputi strategi produk (product), harga (price), tempat
(place), dan promosi (promotion) (Kotler dan Keller, 2008).
6.5.1. Produk (product)
Produk adalah keseluruhan objek atau proses yang memberikan sejumlah
nilai manfaat kepada konsumen. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada
lokasi penelitian menunjukkan bahwa variasi produk jagung yang dipasarkan
kurang beranekaragam, dikarenakan seluruh pedagang besar (100 persen) hanya
menjual produk jagungnya yang sudah diolah dalam bentuk jagung kering
pipil untuk dijadikan sebagai bahan baku dari pabrik pengolahan pakan ternak
yang terdapat di Bali. Produk yang dipasarkan tersebut memiliki ketentuan mutu
sesuai dengan permintaan pasar lanjutan antara lain yaitu memiliki kadar air 14
persen, varietas hibrida dengan butiran jagung kuning mengkilat, dan bersih dari
remah tongkol.
Jagung kering pipil yang dihasilkan oleh seluruh pedagang besar
kemudian didistribusikan pada konsumen pabrik pakan di Bali yang dikemas
menggunakan karung plastik dengan mulut karung dijahit.
Sedangkan untuk
membuat produk tersebut mudah diketahui sumbernya, biasanya pada kemasan
karung bagian luar terdapat label atau merk perusahaan yang menjelaskan
identitas dari perusahaan. Merk tersebut dapat berupa nama, simbol atau pun
lambang perusahaan. Namun dari hasil penelitian, kemasan karung yang
digunakan untuk mendistribusikan jagung tidak dilengkapi dengan merk atau
label identitas perusahaan. Hal ini dikarenakan selain dapat menekan biaya
produksi di tingkat pedagang besar, juga dikarenakan produk yang didistribusikan
dalam satu truk tidak bercampur dengan produk dari perusahaan sejenis lainnya.
Kriteria mengenai produk yang diinginkan oleh konsumen tersebut
disampaikan pada makelar, tengkulak, bahkan petani pada saat berlangsungnya
transaksi jual beli. Selain mutu produk (jagung kering pipil), ketersediaan jumlah
83
produk yang diminta konsumen/ pasar lanjutan sesuai waktu juga merupakan
faktor utama dalam keberlangsungan usaha perdagangan jagung. Hal ini berkaitan
pula dengan keberlangsungan produksi pada pasar lanjutan yaitu pengusaha pakan
di Bali. Pembelian jagung oleh konsumen pabrik dilakukan hampir tiap hari atau
maksimal dua hari sekali tergantung kondisi cuaca.
6.5.2. Harga produk (price)
Harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya termasuk barang
dan jasa lainnya yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau
pengguna satuan barang dan jasa (Tjiptono, 2000). Harga juga memiliki peranan
yang sangat penting sebagai faktor yang menjadi pertimbangan utama dalam
membeli suatu produk. Hal ini berkaitan dengan volume penjualan yang akhirnya
berpengaruh pula pada keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan serta
keberlangsungan usahanya.
Penetapan harga produk memiliki pengaruh langsung terhadap volume
pembelian dan penjualan. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa
penetapan harga yang dilakukan oleh empat pedagang besar pada makelar,
tengkulak, bahkan petani berdasarkan pada harga yang diberikan oleh konsumen
yaitu pengusaha pabrik pakan sebagai pasar lanjutan untuk komoditi jagung.
Harga yang ditetapkan tersebut dipengaruhi oleh faktor bahan utama jagung yaitu
kualitas produk jagung yang dibeli pedagang besar pada petani, makelar dan
tengkulak.
Pembelian produk jagung dengan kualitas yang bagus atau sesuai dengan
permintaan konsumen sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya akan
memperoleh harga pembelian dan keuntungan yang lebih tinggi. Penetapan harga
tersebut juga memperhitungkan faktor biaya produksi, dimana hal ini berpengaruh
pada besarnya keuntungan yang diperoleh pedagang besar dalam pemasaran
jagung. Produk jagung dalam bentuk jagung kering panen yaitu jagung beserta
tongkolnya dihargakan rata-rata sebesar Rp 1.131,61. Hal ini dikarenakan produk
tersebut belum sesuai dengan kualitas produk yang diharapkan yaitu jagung
kering pipil. Adanya proses pengolahan membutuhkan beberapa biaya antara lain
biaya penyimpanan, penjemuran, dan biaya pemipilan yang merupakan biaya
84
pengolahan serta biaya pengemasan, dan biaya tansportasi. Produk lainnya
yaitu jagung kering pipil yang dibeli pedagang besar dihargakan lebih tinggi
dibandingkan produk kering panen yaitu rata-rata sebesar Rp 792,17. Hal ini
dikarenakan produk tersebut sesuai dengan kualitas produk yang diinginkan
oleh konsumen pabrik pakan. Selain itu, tingginya harga beli sudah
memperhitungkan biaya pengolahan, biaya pengemasan, dan biaya tansportasi.
Penetapan harga juga dilakukan dengan melihat harga jual dari para pesaing usaha
sejenis yang tentunya memiliki kualitas produk yang kira-kira sama dengan
produk yang dipasarkan.
6.5.3. Promosi (promotion)
Promosi (promotion) yaitu strategi pemasaran yang digunakan untuk
memperkenalkan atau menginformasikan keberadaan produk maupun jasa kepada
para konsumennya. Secara umum, strategi promosi merupakan salah satu kegiatan
atau aktivitas penting dalam pemasaran untuk mencari pembeli dan meningkatkan
penjualan. Berdasarkan hasil penelitian di lokasi penelitian, menunjukkan bahwa
rata-rata ke empat pedagang besar tidak pernah melakukan promosi produk
melalui media cetak maupun media elektronik melainkan melalui promosi dari
mulut ke mulut (word of mounth). Informasi keberadaan produk jagung yang di
produksi oleh pedagang besar berasal dari petani di daerah sentra produksi jagung,
serta memanfaatkan keberadaan para makelarnya yang tersebar di beberapa
daerah sentra jagung, serta petugas lapangan dinas pertanian.
Pedagang besar di daerah penelitian tidak melakukan promosi melalui
media dikarenakan beberapa hal yang menjadi hambatan antara lain yaitu
memerlukan biaya promosi yang umumnya relative besar, serta jangkauan
pemasaran jagung yang masih terbatas pada pemenuhan permintaan pasar jagung
di bali. Dalam rangka menggali potensi unggulan daerah NTB dari komoditas
jagung yang memiliki peluang pasar yang menjanjikan, perusahaan perlu
bekerjasama dengan pemerintah daerah melalui promosi produk unggulan daerah
sehingga mampu dikenal secara lebih luas. Selain itu faktor lokasi dari
pabrik/gudang yang memiliki akses yang mudah dijangkau atau dilalui oleh
85
transportasi umum memiliki peranan dalam informasi keberadaan produk
(promosi diri).
6.5.4. Tempat (place)
Tempat (place), merupakan lokasi atau upaya perusahaan untuk
menyediakan produk yang diinginkan pelanggan atau konsumen. Tempat dalam
hal ini adalah pabrik jagung yang dilengkapi dengan gudang penyimpanan, mesin
pemipil jagung, serta fasilitas lantai jemur. Pemilihan tempat atau lokasi
merupakan nilai investasi yang mahal, dikarenakan salah satu penentu
keberhasilan suatu usaha, terutama jika lokasi tersebut terletak pada daerah
strategis dan mudah di jangkau. Artinya lokasi atau tempat yang berada di
pinggir jalan besar akan memudahkan dalam mencari konsumen. Hal ini
dikarenakan konsumen akan lebih cepat mengetahui keberadaan dari suatu pusat
produksi jagung dibandingkan yang letaknya berada di dalam perkampungan.
Namun dari segi produsen jagung kering pipil yaitu pedagang besar yang juga
selaku pemilik pabrik, memperoleh keuntungan dengan keberadaan pabrik
di dalam perkampungan. Keuntungan tersebut adalah memudahkan bagi pedagang
besar dalam memperoleh produk yang merupakan bahan baku untuk memproduki
jagung kering pipil. Dengan kata lain lokasi pabrik mendekati pusat produksi
bahan baku yaitu jagung. Keberadaan pabrik yang dekat dengan pusat
produksi bahan baku juga dapat menghemat waktu dan biaya pengumpulan
bahan baku.
Keberadaan pabrik/ lokasi usaha yang berada di pinggir jalan raya dari
segi distribusi produk, yaitu memudahkan untuk dijangkau oleh sarana
transportasi umum maupun pribadi. Dengan demikian, secara tidak langsung
mempengaruhi pembelian ulang hadap produk yang bersangkutan terutama
pembelian dalam partai besar dan menggunakan alat transportasi besar. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa 50 persen pedagang besar memiliki pabrik/
gudang penyimpanan dan lantai jemur yang berada di pinggir jalan utama (jalan
provinsi). Sedangkan 50 persen lainnya berada di dalam perkampungan, yaitu
kurang lebih 10-15 km dari jalan utama dengan kondisi jalan yang kurang baik
(jalan berlubang) sehingga truk-truk besar sedikit mengalami kesulitan dalam hal
86
pengangkutan produk dari lokasi pabrik/gudang. Pemilihan lokasi usaha untuk
pabrik dan gudang penyimpanan yang berada dalam perkampungan dimaksudkan
agar pabrik dapat dekat dengan sumber produk (jagung).
6.6.
Implikasi Hasil Analisis
Berdasarkan hasil analisis tehadap efisiensi pemasaran jagung di Provini
NTB menunjukkan bahwa struktur pasar jagung yang berlangsung adalah belum
efisien. Pasar jagung di Provinsi NTB memiliki struktur pasar yang cenderung
mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna (oligopsoni). Hal ini ditunjukkan
oleh komposisi jumlah pembeli dan penjual yang tidak seimbang (pembeli lebih
kecil dibandingkan penjual), kemudian produk yang dipasarkan rata-rata tidak
terdapat diferensiasi produk, serta adanya hambatan untuk keluar masuk pasar.
Walaupun pasar terkonsentrasi dengan nilai C4 sebesar 0,40, menunjukkan bahwa
pedagang mempunyai tingkat kekuasaan yang kecil dalam mempengaruhi pasar.
Struktur pasar pada pasar jagung di Provinsi NTB akan berpengaruh pada
perilaku pasar dan kinerja pasar yang ada. Perilaku pasar jagung menunjukkan
bahwa lembaga pemasaran yang dominan dalam menentukan harga produk di
dalam Provinsi NTB adalah pedagang besar. Hal ini dikarenakan kurangnya
informasi pasar yang diperoleh petani serta adanya kegiatan pemasaran jagung
oleh petani yang tidak dilakukan secara berkelompok melainkan sendiri-sendiri di
lahannya masing-masing menyebabkan harga di tingkat petani lemah dalam
menentukan harga jual jagung. Dengan demikian, posisi petani yaitu hanya
sebagai price taker.
Kinerja pasar jagung di NTB adalah belum efisien yang ditunjukkan oleh
adanya distribusi marjinnya belum merata, dan share harga yang diterima petani
tidak terlalu tinggi rata-rata 49,76 persen. Sedangkan integrasi pasar secara
vertikal dalam jangka panjang adalah kuat di semua pasar acuan, yang berarti
perubahan harga jagung di pasar lokal dalam jangka panjang sangat dipengaruhi
oleh perubahan harga jagung pada pasar rujukannya. Sedangkan dalam jangka
pendek, penetapan harga dan perubahan harga yang terjadi di pasar lokal memiliki
hubungan yang kuat dengan pedagang besar sebagai pasar acuannya.
87
Berdasarkan uraian diatas, maka untuk meningkatkan posisi tawar petani
terhadap harga beli jagung, perlu adanya upaya penguatan dan pemberdayaan
kelembagaan kelompok tani yang sudah ada. Keberadaan kelompok tani yang ada
perlu diberdayakan baik dari segi peningkatan produksi dan kualitas jagung
melalui penerapan rekomendasi teknologi budidaya dan penggunaan benih unggul
serta teknologi pasca panennya. Sedangkan dari segi pemasaran, kelompok tani
perlu diperkuat dengan adanya kelembagaan pemasaran. Kelembagaan ini akan
membantu petani dalam hal penyediaan informasi pasar serta pemasaran jagung
secara kolektif, serta mencoba membangun kerjasama dengan lembaga pemasaran
yang sifatnya mengikat dan menguntungkan kedua belah pihak. Selain itu perlu
kelompok juga diberdayakan untuk meningkatkan aksesibilitas terhadap lembaga
modal. Dengan menguatnya pemberdayaan kelompok, maka petani akan memiliki
bargaining power sehingga harga tidak lagi di dominasi oleh pedagang besar.
Dengan demikian kinerja pemasaran jagung akan lebih efisien.
Strategi pemasaran jagung yang dilakukan pada lembaga pemasaran yang
dominan yaitu pedagang besar dianalisis berdasarkan bauran pemasaran (4P)
yaitu product, price, place, dan promotion. Strategi pemasaran jagung pada
lembaga pemasaran tersebut belum dapat meningkatkan efisiensi pemasaran.
Hal ini ditunjukkan oleh belum bervariasinya produk yang dipasarkan, yaitu
masih berupa jagung kering pipil dengan ketentuan kadar air 14 persen, varietas
hibrida dengan butiran mulus berwarna kuning.
Penetapan harga jual berdasarkan pada harga yang diberikan oleh
konsumen yaitu pengusaha pabrik pakan sebagai pasar lanjutan tergantung pada
kualitas bahan baku. Penetapan harga juga dilakukan dengan melihat harga jual
dari para pesaing usaha sejenis yang memiliki kualitas produk yang kira-kira sama
dengan produk yang dipasarkan. Namun dalam penetapan harga tersebut juga
memperhitungkan faktor biaya produksi, yang akan mempengaruhi besarnya
keuntungan yang diperoleh dalam pemasaran jagung.
Kegiatan promosi keberadaan usaha hanya mengandalkan informasi dari
mulut ke mulut (word of mounth) yang melibatkan petani jagung, makelar, serta
petugas lapangan. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal yang menjadi hambatan
antara lain yaitu memerlukan biaya promosi yang umumnya relative besar, serta
88
jangkauan pemasaran jagung yang masih terbatas pada pemenuhan permintaan
pasar jagung di bali. Penempatan pabrik dan gudang penyimpanan sebagai lokasi
usaha dilakukan oleh sebagian pedagang (50 persen), yaitu berada di pinggir
jalan raya yang mudah di jangkau atau dilalui oleh transportasi umum. Pemilihan
lokasi dimaksudkan agar konsumen lebih cepat mengetahui keberadaan dari
pabrik. Sedangkan 50 persen pedagang lainnya menempatkan lokasi pabrik di
dalam wilayah perkampungan, dengan maksud untuk mendekatkan pabrik
(industri pengolahan) dengan pusat produksi yaitu lahan pertanaman jagung.
Namun keberadaan lokasi tersebut masih terbentur pada kondisi jalan desa yang
tidak mendukung, yaitu jalan tanah dan berlubang.
89
Halaman ini sengaja di kosongkan
90
Download