D:\Umum 2015hp\Jurnal FB UKDW br 2015\Jurnal JRMB\JRMB Vol

advertisement
MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL………….………………………………………..…………..(Andreas Ari Sukoco)
MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL
Andreas Ari Sukoco
Program Studi Manajemen Fakultas Bisnis, UKDW
Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo, No. 5 -15, Yogyakarya
ABSTRACT
The growing of modern market such as minimarket, supermarket, and hypermarket has an
impact on customer shopping behavior especially in development countries. Retail business
offer manufactured product and private label product. Recently, private label product is
growing up above manufactured product. The aim of this paper is to develop the model of
buying private label product. This paper show that the buying of private label has formed
some factors. This paper compile and analysis several researches that was done in India,
China, Malaysia and Indonesian. The model reveals that quality, price, packaging, brand,
consumer characteristics, and retail images affect the buying of private label.
Keywords: private label, perception, quality, price, brand, packaging, store images,
consumer characteristic, buying behavior
ABSTRAK
Tumbuhnya pasar modern seperti minimarket, supermarket, dan hypermarket memiliki
dampak pada perilaku belanja pelanggan terutama di negara berkembang. Bisnis ritel
menawarkan produk manufaktur dan produk label privat. Baru-baru ini, produk label privat
tumbuh di atas produk manufaktur. Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengembangkan
suatu model pembelian produk label privat. Makalah ini menunjukkan bahwa pembelian
label privat telah membentuk beberapa faktor. Tulisan ini mengkompilasi dan menganalisis
beberapa penelitian yang dilakukan di India, Cina, Malaysia dan Indonesia. Model ini
mengungkapkan bahwa kualitas, harga, kemasan, merek, karakteristik konsumen, dan citra
ritel mempengaruhi pembelian label privat.
Kata kunci: label privat, persepsi, kualitas, harga, merek, kemasan, kemasan, citra toko,
karakteristik konsumen, perilaku pembelian
PENDAHULUAN
Dari tahun ke tahun pertumbuhan bisnis
ritel mengalami pertumbuhan yang cukup
pesat. Beberapa penelitian menunjukkan
perkembangan yang pesat mengenai
private label di USA dan Eropa. Namun
demikian, perkembangan di dunia Barat
berbeda dengan Asia. Mbaye, (2003)
memaparkan tentang pengaruh budaya
dalam perilaku konsumen pada private
label. Demikian juga Abril dan Martos
(2013) menyimpulkan bahwa kesuksesan
private label di dunia barat tidak otomatis
menjamin bahwa private label akan sukses
pula di dunia Timur. Penelitian
Mandhacithara et al. (2007) menunjukkan
ketidaksuksesan private label di pasar
171
JRMB, Volume 9, No 2 Desember 2014
Asia. Pasar Asia dan Indonesia khususnya,
konsumen dipengaruhi budaya ketimuran
yang berbeda dengan negara Barat.
Jaringan peritel Indonesia juga
mengalami perkembangan yang cukup
pesat. Hal ini seiring dengan perubahan
perilaku konsumen Indonesia yang
melakukan aktivitas belanja sekaligus juga
sebagai aktivitas hiburan (Nielsen, 2008).
Hal ini berdampak pada perilaku ritel
yang akhirnya melakukan pengemasan
barang dan penataan tata letak tokonya
sedemikian rupa untuk memasukkan
nuansa rekreasi bagi konsumen
Peritel memang memiliki peran
penting dalam jalur distribusi. Banyaknya
gerai yang ada serta jangkauan pasar yang
luas, menjadikan peritel memiliki posisi
strategis dalam pendistribusian produk.
Kondisi
inilah yang pada akhirnya
dimanfaatkan oleh banyak produsen untuk
memasarkan
produk-produk
mereka
melalui ritel moderen (Saktiawan, 2012)
Masyarakat dengan perkembangan
sosial teknologi yang ada, pada akhirnya
mengalami pergeseran dalam pola belanja.
Hal ini disadari oleh industri ritel untuk
kemudian mengembangkan produk private
label. Private label adalah sebuah merek
yang dikembangkan dan dikelola oleh
peritel. Private label biasa juga disebut
dengan store brand ataupun house brand.
Produk ini diluncurkan dalam upaya
membedakan barang dagangannya dengan
produk manufaktur dan peritel lainnya
(Levy, 2007). Collins (2008) mengatakan
bahwa peritel akan menjadi brand
manager. Hal ini berarti peritel harus
mempunyai keunggulan kompetitif dengan
cara membangun mereknya sendiri.
Ada beberapa strategi yang
dilakukan ritel moderen dalam usaha
memenangkan persaingan. Ada yang
menggunakan pendekatan promosi penjualan dengan diskon khusus, pemberian
sampel, kupon, dan sebagainya. Ada juga
yang kemudian mengeluarkan dan
memasarkan produk private label. Produk
172
semacam private label ini hanya dimiliki
oleh peritel dan hanya dijual pada gerai
mereka sendiri. Produk private label ini
diproduksi sendiri oleh peritel atau oleh
pihak ketiga berdasar kontrak. Dalam
perkembangannya hampir semua peritel
moderen menyelipkan produk-produk
private label diantara rak yang mereka
pajang disetiap gerai mereka.
Produk private label memang
memberikan manfaat dan kontribusi
keuntungan bagi para peritel moderen.
Menurut Fernie dan Moore dalam Beneke
(2010) manfaat yang diperoleh dari
penjualan produk private label antara lain:
(1) meningkatkan keuntungan karena
penghematan biaya. (2) meningkatkan
loyalitas terhadap toko dan menciptakan
identitas perusahaan. (3) mampu menciptakan pembedaan dengan ritel moderen
lainnya. (4) menciptakan peluang untuk
menembus pasar yang baru. (5) meningkatkan daya tawar terhadap pemasok.
Hal senada
dikemukakan oleh
Nenycz
(2011)
yang memaparkan
mengenai positioning produk private label
yang menjadi alternatif bagi konsumen
dalam pemilihan produk, dan sekaligus
juga sebagai bentuk strategi pemasaran
ritel moderen. Adanya beberapa manfaat
sebagaimana diuraikan di atas, maka
banyak peritel di Indonesia yang pada
akhirnya memilih memproduksi dan
menjual produk private label.
Tabel 1 di bawah ini menunjukkan beberapa produk private label yang
dikelola oleh beberapa perusahaan ritel.
Tabel 1 menunjukkan bahwa produk
private label yang dijual di beberapa ritel
memiliki beberapa kesamaan kategori.
Kebanyakan gerai menawarkan produk
private label jenis convenience good
seperti
makanan,
toiletress, dan
pembersih
rumah
tangga.
Dalam
perkembangannya
untuk
kelas
hypermarket dan supermarket juga
menawarkan produk-produk kategori
fashion.
MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL………….………………………………………..…………..(Andreas Ari Sukoco)
Tabel 1
Beberapa contoh Produk Private Label
Tipe Gerai
Perusahaan
Ritel
Merek
Produk Private Label
INC, Charter,
Alfani, Cellar,
First Impression
Sonoma, Croft &
Barrow, Apt 9
Carrefour,
Paling murah,
Bluesky,
Texman
Pakaian remaja, pakaian wanita,
pakaian bayi, peralatan makan,
peralatan dapur
Peralatan dapur, peralatan mandi,
pakaian, pakaian wanita
Beras, gula, kecap, minyak goreng,
kopi, tas, sepatu, pembersih lantai,
pewangi pakaian, alat tulis, tissue,
makanan ringan, microwave, pakaian
Department
Store
Macy’s
Department
Store
Hypermarket
Kohl
Supermarket
Super indo
Minimarket
Indomaret
Indomaret
Minimarket
Alfamart
Paroti, Alfamart
Carrefour
365
Air mineral, gula pasir, garam,
makanan ringan, kapas, beras, tissue,
pembersih lantai
Air mineral, gula, beras, tisue, permen
, pakaian dalam, sabun, facial,
payung, pemutih pakaian, makanan
kecil, pembersih lantai, sandal
Gula pasir, beras, makanan ringan,
pelembut pakaian
Sumber: www.carrefour.co.id, www.hypermart.co.id, www.hero.co.id, matahari.co.id; www.superindo.co.id,
www. indomaret.co.id, www.alfamartku.co,id, kumar, 2007
Di negara maju, private label
merupakan produk yang sudah cukup
dikenal dan memiliki segmen pasar
tertentu yang mampu diperhadapkan
dengan
produk-produk
pabrikan
(manufactured brand). Untuk pasar negara
sedang berkembang seperti di Indonesia,
private label masih merupakan produk
yang sedang dikembangkan oleh beberapa
gerai moderen. Tanggapan konsumen
terhadap private label masih cukup
beragam. Dalam kaitannya dengan sikap
konsumen, persepsi mengenai private
label masih cenderung bervariasi seiring
dnegan pengenalan konsumen terhadap
produk private label. Berdasar fakta
tersebut penulis mengangkat permasalahan
bagaimana model minat beli produk
private label. Tujuan dari penulisan kajian
ini adalah untuk melihat perkembangan
produk private label dan mendeskripsikan
bagaimana model perilaku
produk private label.
konsumen
KAJIAN LITERATUR
Brand/Merek.
American
Marketing
Association mendefinisikan brand sebagai
sebuah nama, tanda, simbol, rancangan
ataupun kombinasi dari kesemuanya yang
mampu mengidentifikasi barang atau jasa
diantara para penjual produk dan
membedakannya dengan para pesaing
(Kotler dan Keller, 2009: 276). Definisi ini
mengandung pengertian bahwa melalui
merek dapat dibangun sebuah pembedaan
produk yang satu dengan produk lainnya.
Salah satu fungsi merek adalah bagaimana
menjadi pembeda, menampilkan keunikan
yang membuat produk menjadi terekam
dalam ingatan konsumen.
Keller (2008: 30), menyoroti brand
dari perspektif konsumen. Brand adalah
173
JRMB, Volume 9, No 2 Desember 2014
sebuah janji kepada konsumen bahwa
dengan
menyebut
namanya
akan
menimbulkan harapan bahwa merek
tersebut memberikan kualitas yang terbaik,
kenyamanan, status dan lain–lain yang
menjadi pertimbangan konsumen saat
melakukan pembelian. Rangkuti (2002:2)
juga memaparkan bahwa janji penjual
yang terkandung di dalam merek
membutuhkan konsistensi dan pembuktian. Janji untuk memberikan nilai,
manfaat, harapan ini dapat dituangkan
dalam bentuk simbol ataupun label yang
dilekatkan pada produk. Merek mencakup
di dalamnya beberapa elemen seperti :
nama merek (brand name), tanda merek
(brand mark), tanda merek dagang (trade
mark), dan hak cipta (copy right).
Kotler
dan
Keller
(2009)
menjelaskan lebih jauh, bahwa cakupan
merek tidak hanya sebatas pada manfaat
yang diperoleh melalui perwujudan produk
tetapi juga hal lain yang sifatnya tidak
berwujud (intangble). Pada kasus produk
yang berupa jasa, hal ini lebih mudah
dijelaskan mengingat dalam sebuah
penawaran jasa manfaat yang diterima
dapat berupa ketenangan, keteduhan,
kenyamanan yang sifatnya tidak berwujud.
Kunci sukses dari sebuah merek adalah
menjadikan bagaimana merek tersebut
dikenal, terekam dalam ingatan konsumen
dan konsumen loyal kepada merek
tersebut.
Mbaye (2003),
menjelaskan
merek sebagai sekumpulan asosiasi yang
terkumpul dalam ingatan konsumen.
Asosiasi yang ada dalam ingatan
konsumen ini sifatnya multidimensi yang
terdiri atas dimensi afektif dan dimensi
kualitas. Asosiasi ini dibentuk melalui
tanda yang diterima oleh konsumen baik
melalui atribut produk maupun media
promosi. Semua signal yang ada yang
diterima konsumen tidak semuanya dapat
terekam dengan baik. Segala bentuk signal
dan rangsangan yang dapat diterima ini
kemudian diproses dan terekam dalam
174
bentuk persepsi. Dengan kata lain, persepsi
dipahami sebagai hasil dari bagaimana
konsumen
memberi
makna
dan
membangun pemahaman mengenai merek
sebagai
respon
terhadap
kegiatan
pemasaran perusahaan.
Sekumpulan
persepsi mengenai atribut produk ini yang
pada akhirnya membentuk asosiasi merek
dalam ingatan konsumen.
Beberapa
uraian
di
atas
menunjukkan bahwa brand memiliki
fungsi dalam differensiasi suatu produk
sehingga dapat dibedakan terhadap produk
lainnya. Brand memudahkan konsumen
dalam pemilihan suatu produk di tengah
penawaran
produk
yang
semakin
membanjiri pasar.
Menurut Manikandan, (2012),
brand dapat dibedakan menjadi 2 jenis,
yaitu manufacturer/ national brand dan
private label brand. Manufacturer brand
merupakan merek yang dipasarkan secara
nasional, dimiliki dan dikembangkan oleh
perusahaan pembuat produk tersebut dan
dipasarkan melalui berbagai jenis saluran
distribusi. Private label brand merupakan merek yang diprakarsai, dibuat dan
dipasarkan oleh perusahaan ritel melalui
jarigan internal perusahaan ritel tersebut.
Manufacturer
Manufaktur
brand/Merek
Produk
Manufacturer brand atau merek pabrikan
adalah merek yang dimiliki dan dikelola
perusahaan yang memproduksi barang/jasa
tersebut dan yang memasarkan produk
tersebut melalui jaringan distribusi secara
umum. Beberapa merek tersebut antara
lain : Philips, Sony, Tessa, Sharp,
Panasonic, Samsung, Nokia, Rinso,
Attack, Lifebuoy, dan sebagainya.
Pada
praktek
operasionalnya,
merek pabrikan ini diperkenalkan ke pasar
dalam bentuk merek individu (individual
branding) ataupun dengan model merek
keluarga (family branding). Merek
individu berarti setiap produk diberi nama
MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL………….………………………………………..…………..(Andreas Ari Sukoco)
merek sendiri. Procter & Gamble
mengeluarkan merek : camay, pampers,
gleem, ivory, dsb. Sedangkan model merek
keluarga, semua jenis produk diberi merek
dengan nama yang sama. Sebagai contoh,
semua jenis produk keluaran Honda diberi
merek Honda. Demikian halnya dengan
Yamaha dan Suzuki.
Private label . Private label sering
juga disebut store brand, private brand,
atau house brand. Menurut Harcar, Kara
dan Kucukemiroglu (2006), private label
adalah barang-barang dagangan yang
menggunakan nama merek distributor
atau peritel. Private label dibuat oleh
perusahaan pemasok yang telah terikat
kontrak dengan peritel. Produk-produk
private label ini biasanya hanya dijual di
gerai peritel itu sendiri. Produk ini
biasanya memiliki spesifikasi khusus yang
telah ditentukan oleh peritelnya. Menurut
Keller (2008), Private label merupakan
merek yang disediakan retailer dalam
upaya meningkatkan margin dan laba.
Dengan mengeluarkan merek yang
dikelola sendiri hal ini akan meningkatkan
efisiensi dalam penyediaan produk, selain
itu juga menghemat dalam biaya
pemasaran.
Ezrachi dan Bermitz (2009),
mengatakan bahwa ada perbedaan
mendasar antara private label dengan
manufactured brand yang antara lain
seperti tabel 2. Tabel 2 menunjukkan
perbedaan antara merek nasional dengan
private label. Secara umum merek
nasional sudah cukup dikenal ketimbang
dengan produk private label. Merek
nasional biasanya melakukan promosi
secara besar-besaran dan cepat dikenal di
pasar, agak berbeda dengan merek private
label yang promosinya cenderung terbatas
pada ritel tertentu. Hanya saja pada
penjualan di tingkat pengecer, pengelolaan
produk private label lebih mendapat
perhatian ketimbang produk merek
nasional.
Tabel 2
Perbedaan Manufactured Brand dengan Private Label
Keterangan
Merek Pabrikan
Private label
Risiko /komplain konsumen
Tingkat keunikan
Identitas merek
Tanggung jawab supplier
Tanggung jawab riteler
Tinggi
Rendah
Cenderung
sempit
dan Terentang dan agak lintas
konstan
kategori
Riset dan Pengembangan
Tinggi
Rendah
Jangka waktu
Jangka panjang
Tergantung riteler
Promosi
Tinggi
Rendah
Distribusi
Luas
Tergantung Riteler
Profil harga
Tinggi
Rendah / sedang
Loyalitas konsumen
Tinggi
Tinggi tetapi kepada riteler
bukan produk
Hubungan dengan penjual
Tradisional
Jangka panjang dengan tujuan
umum
Sumber: Ezrachi dan Bermitz (2009)
Private label juga dibedakan
menjadi beberapa kategori. Menurut
Kumar dan Steenkamp (2007) terdapat 4
tipe private label yang dibedakan menjadi:
generic, copycats, premium store brand
dan value innovators. Produk jenis
generics dan copy cat relatif sudah cukup
lama dikembangkan para pengecer,
sedangkan untuk jenis premium dan
innovator relatif masih cukup baru. Dalam
175
JRMB, Volume 9, No 2 Desember 2014
hal ini ada jenis-jenis private label yang
secara kualitas berada di bawah kualitas
merek nasional, tetapi ada pula yang
ditempatkan di atas kualitas produk merek
nasional.
Terkait
dengan
strategi
pemasaran, masing-masing tipe private
label menggunakan strategi yang berbeda
disesuaikan dengan kondisi produk dan
persaingan yang ada.
Tinjauan Penelitian Mengenai Private
Label
Beberapa penelitian sebelumnya telah
membahas tentang privat label. Dari
beberapa penelitian yang telah dilakukan
dan yang telah dipublikasikan diantaranya
dapat dilihat ringkasannya pada tabel 3.
Tabel 3
Tinjauan Mengenai Private label
Sumber
Tujuan
Variabel
Temuan
1
Mbaye, Diallo
(2003) : Perception
of private label
brand images : A
comparison between
three different
nationality consumer
groups
Untuk meneliti
persepsi
konsumen yang
tinggal dalam
konteks budaya
yang berbeda
terhadap private
label
Aspek luxury dan
warranty tidak memiliki
keterkaitan yang erat
dengan private label,
sementara aspek ekonomi,
simple, convenient
memiliki keterkaitan erat
dengan private label.
2
Ramakrisnan,
Ravindran (2012) : A
study on the
Consumer
Perception towards
Private label Brand
with Special
Reference to Big
Bazaar, Coimbatore,
Tamil Nadu
Jain Rajendra, Gupta
Sonal (2011), Study
of The Comparative
Perception of
Ritelers towards
Factors Affecting
Sales Growth of
Private labels in
India
Untuk meneliti
persepsi
konsumen
private label di
Big Bazaar
-Persepsi
konsumen dengan
melihat aspek :
confident,
ekonomi, simple,
convenient,
luxury, warranty.
Penelitian
dilakukan pada 3
kelompok
konsumen
(China, Perancis,
Senegal)
-Atribut yang
diteliti : kualitas,
harga,
trustworthy,
variasi, citra,
ketersediaan
produk
Pelayanan Purna
Jual, Promosi,
harga, perceived
risk, packaging,
brand image dan
penjualan private
label
Ada perbedaan yang
significant dalam hal
pelayanan purna jual dan
perceived risk antara
produk makanan dan non
makanan. Sementara pada
faktor promosi, harga dan
brand image tidak ada
perbedaan yang signifikan.
3
176
Untuk
menganalisis
persepsi
comparatif dari
riteler mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pertumbuhan
penjualan
private label di
India.
-Private label memiliki
persepsi yang murah dan
ketersediaan produk yang
baik
MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL………….………………………………………..…………..(Andreas Ari Sukoco)
Tabel 3 (Lanjutan)
Sumber
4
Tujuan
Variabel
Temuan
Purba, Saktiawan
(2012), Analisis
Pengaruh Persepsi
Nilai Konsumen
terhadap minat beli
produk private label
hypermarket
Carrefour di kota
Semarang
Senthilvelkumar and
David (2013),
Building Private
labels into Strong
Brands
Untuk
mengetahui
pengaruh
persepsi
konsumen
terhadap minat
beli produk
private label di
Carrefour
Untuk
mengetahui
persepsi dan
intensi
konsumen
tentang private
label.
Atribut yang
diteliti meliputi
kualitas, harga,
merek,
keterlibatan,
risiko dan minat
beli
Aspek kualitas, harga, dan
merek memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap
minat beli.
Persepsi, intensi,
usia, dan jenis
kelamin
Usia dan pendapatan tidak
memiliki pengaruh yang
significant terhadap
persepsi dan intensi
pembelian private label,
tetapi jenis kelamin
berpengaruh
6
Park, Yong Jin, et al
(2011) : Impact of
Riteler Image on
Private Barand
Attitudes : Hallo
effect and summary
construct
Untuk meneliti
pengaruh hallo
effect yang
dialami
konsumen
terhadap produk
private label
-Riteler image,
Dalam kondisi dimana
Hallo efect dan
pemahaman mengenai
summary contruct produk private label
kurang, maka harga
menjadi hallo effect.
terhadap produk private
label
7
Rajev Batra, Indrajit
Sinha ( 2000) :
Consumer Level
Factors Moderating
The Success Of
Private label Brands
Untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
memoderasi
kesuksesan
private label
brand
PLB Purchase,
Quality
Variation, Cost of
purchase
mistakes
8
Beneke, Justin
(2013: A Closer
Inspection of The
Impact of Perceived
Risk on Purchase
Intention of
Premium Private
label Brands : The
Effect of Age,
Gender, Income, and
Racial Group.
Melihat
pengaruh faktor
demografi
terhadap
hubungan antara
perceived risk
dengan purchase
intention pada
private label
Perrceived risk
(financial risk,
functional risk,
physical risk,
psychological
risk, social risk,
time risk),
purchase
intention, faktor
demografi
5
Aspek variasi dari kualitas
dan cost of purchase
berpengaruh terhadap
pembelian private label.
Beberapa variabel yang
memoderasi antara lain
aspek demografi dari
konsumen (pendapatan,
kelas sosial)
Dari sisi (functional risk,
financial risk, social risk,
physical risk,)tidak ada
perbedaan intensi terhadap
private label. Sedangkan
untuk time risk dan
phsychological risk
terdapat perbedaaan
ditinjau dari faktor
demografi
177
JRMB, Volume 9, No 2 Desember 2014
Tabel 3 (Lanjutan)
9
Sumber
Tujuan
Variabel
Temuan
Benedict, Jan,
(2009): What Makes
Consumers Willin g
to Pay a Price
Premium for
National brands
Over Private label
Untuk
mengetahui apa
yang
mendorong
konsumen
bersedia
membayar
dengan harga
premium untuk
produk national
brand
Untuk
mengetahui
pengaruh atribut
produk terhadap
sikap konsumen
private label
Kategori produk,
kualitas produk,
profil konsumen.
Aspek kualitas menjadi
faktor pendorong
konsumen mau membayar
lebih untuk national brand,
tetapi hal ini tidak berlaku
untuk semua kategori
produk. Selain itu aspek
demografi dan kategori
produk juga berpengaruh
terhadap kesediaan
membayar lebih
-Aspek kualitas,
ketersediaan produk, dan
kepercayaan merek
menjadi atribute dominan
dalam pemilihan private
label
10 Beneke, Justin
(2010): Consumer
Perception of Private
label Brands Within
the Ritel Grocery
sector of South
Africa
- Sikap
konsumen.
-Atribut produk
meliputi :
kualitas,
ketersediaan
produk,
kepercayaan
merek, harga,
kemasan
Market share,
harga, elastisitas,
permintaan dan
penawaran,
promosi
11 Cotterill, Ronald
(2000) : Market
Share and Price
Setting Behavior for
Private labels and
National brands
Untuk
mengetahui
perilaku pasar
dan harga
terhadap private
label dan
national brand
12 Koncar, Jelena,
Goran, and Zita,
(2010), “Private
label Development
in The Republic of
Serbia
13 Shetty, A
Shivakanth,
Manoharan (2012),
The Battle of Private
and National brands :
Strategies to Win a
Losing Battle
Against the Private
Brands in India
Perkembangan
private label di
Serbia dari
tahun 2005 –
2010
Kategori produk,
jumlah riteler,
Untuk
memaparkan
kebangkitan
private label di
India dalam
kaitannya
dengan national
brand yang ada
Merupakan riset
kualitatif dengan
variabel yang
dicermati : type
private label,
jenis strategi,
,tingkat
penjualan.
178
Promosi meningkatkan
market share, perubahan
harga pada private label
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
permintaan merek
nasional. Promosi
terhadap private label
lebih tepat ke arah display
dan kemasan.
Private label di Serbia
mengalami pertumbuhan
pesat di produk-produk
makanan
Bagi national brand
merupakan keharusan
untuk selalu melakukan
inovasi produk.
Sedangkan private label
lebih menekankan pada
aspek diferensiasi, harga
dan efisiensi
MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL………….………………………………………..…………..(Andreas Ari Sukoco)
Tabel 3 (Lanjutan)
Sumber
Tujuan
Variabel
Temuan
14 Chainotakis,
Lymperopoulos, dan
Magdalini (2009), A
Research Model for
Consumer’s
Intention of Buying
Private Label Frozen
Vegetables
Untuk
Consumer intention, Minat beli konsumen
mengidentifikasi atribute produk,
dipengaruhi oleh persepsi
faktor-faktor
persepsi konsumen
yang
mempengaruhi
minat beli
konsumen
15 Mandhacithara,et al
(2007), Why Private
Label Grocery
Brands Have Not
Succeeded in Asia
Untuk
mengetahui
mengapa private
label kurang
sukses di Asia
pola belanja,
motivasi, budaya
shopping,
pemahaman
produk (kualitas/
harga)
Pemahaman akan private
label rendah, budaya
belanja (membeli produk)
rendah
Sumber : Rangkuman dari berbagai penelitian
Beberapa penelitian sebelumnya
telah membahas tentang privat label.
Rajendra
(2011)
dalam
kajiannya
mengenai private label di India mencoba
melakukan perbandingan persepsi antara
produk makanan dan non makanan.
Penelitian ini menggunakan atribut risiko,
promosi, harga dan kemasan. Hasil yang
diperoleh ditemukan bahwa tidak ada
perbedaan yang cukup siginifikan dalam
hal persepsi konsumen mengenai promosi
pada produk makanan dan non makanan.
Ramakrisnan (2012), dengan obyek
penelitian di Tamil Nadu, mengungkapkan
bahwa private label memiliki persepsi
harga yang murah dengan ketersediaan
produk yang cukup baik.
Saktiawan
(2012), melakukan penelitian mengenai
private label di Indonesia. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa persepsi
mengenai kualitas, harga dan merek
memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap minat beli. Senthilvelkumar,
(2013) meneliti mengenai persepsi
konsumen dikaitkan dengan faktor
demografi. Hasilnya menunjukkan bahwa
usia dan pendapatan tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
persepsi konsumen mengenai private label
Mbaye
(2003),
melakukan
penelitian tentang
persepsi konsumen
dengan latar belakang aspek demografi
yang berbeda terhadap private label.
Penelitian dilakukan pada 3 kelompok
komunitas yang berbeda. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa tidak semua aspek
demografi memiliki pengaruh dan menjadi
pembeda yang signifikan terhadap
pembelian private label. David (2013),
dalam
penelitiannya
mengemukakan
bahwa perbedaan
jender memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
pembelian private label.
Rajev Batra (2000) memaparkan
bahwa aspek demografi menjadi variabel
moderasi dalam kesuksesan private label.
Penelitian yang dilakukan di Amerika ini
menunjukkan bahwa perbedaan latar
belakang demografi memiliki pengaruh
yang signifikan dalam memoderasi
variabel kualitas, variabel harga, dan biaya
dalam pembelian private label.
Benedict (2009), Beneke (2010),
melakukan penelitian mengenai aspek
179
JRMB, Volume 9, No 2 Desember 2014
atribut produk dalam pemilihan private
label. Produk private label dianggap
masih memiliki kualitas dibawah produk
national brand, sehingga
konsumen
cenderung bersedia membeli produk
national brand dengan harga yang lebih
tinggi.
Yu
Lin,
et
al
(2009)
mengemukakan bahwa konsumen di
Taiwan lebih menekankan pentingnya
atribut kualitas ketimbang harga. Kualitas
menjadi pertimbangan utama dalam
pembelian produk. Selanjutnya, Cotterill
(2000), mengemukakan bahwa tindakan
promosi dalam bentuk perubahan harga
tidak selalu berpengaruh secara signifikan
terhadap minat beli. Penerapan kebijakan
promosi harus disesuaikan dengan kondisi
produk dan pasar.
Park Jong Sin, et al ( 2011),
meneliti mengenai pengaruh halo effect
terhadap persepsi mengenai private label.
Penelitian ini dilakukan pada beberapa
gerai di Korea Selatan. Hasil penelitian
menunjukkan untuk kasus di mana produk
kurang dikenal, maka faktor harga menjadi
halo effect terhadap produk.
Mandhachitara, et al (2007),
memaparkan bahwa ada banyak faktor
yang mempengaruhi kesuksesan private
label. Aspek kualitas dan harga, aspek
familiarity dan aspek latar belakang
konsumen memiliki pengaruh terhadap
kesuksesan private label di Thailand.
Richardson, et al (1996) juga berpendapat
bahwa kualitas yang dilihat dari aspek
intrinsik dan ekstrinsik merupakan aspek
yang dominan dalam pemilihan produk.
Chaniotakis, et al (2009), membuat
model mengenai kesuksesan private label
di Yunani dengan menganalisis mengenai
minat beli konsumen. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa minat beli konsumen
dipengaruhi oleh bagaimana persepsi
konsumen mengenai manfaat yang
diterima dari produk private label. Hoch
dan Banerji, (1993) dalam penelitiannya
memaparkan bahwa penjualan private
label telah mengalami kenaikan tapi secara
tidak merata pada berbagai kategori
produk. Dalam hal ini aspek kualitas dan
harga menjadi pertimbangan dalam
konsumen melakukan pembelian ulang.
MODEL
PEMBELIAN
PRIVATE LABEL
Berdasar pada beberapa penelitian
yang ada maka model pembelian produk
private label adalah seperti pada gambar 2,
berikut :
Karakteristik
Konsumen
Persepsi
Mengenai
Produk Private
Label
Citra
gerai
Gambar 2. Model Pembelian Produk Private Label
180
PRODUK
Pembelian
Produk
Private
Label
MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL………….………………………………………..…………..(Andreas Ari Sukoco)
Pembelian Produk Private Label.
Pembelian menurut Gorden dan Richard
(Loudon dan Della Bitta, 1993:489),
masuk dalam kategori tindakan konsumen
(consumer action). Tindakan konsumen ini
mencakup di dalamnya antara lain: minat
beli, pembelian, resistensi, dan keluhan
terhadap produk. Dalam pembahasan saat
ini, lebih difokuskan pada aspek
pembelian.
Pembelian, merupakan rangkaian
dari proses pengambilan keputusan
konsumen yang diawali dari pengenalan
masalah. Pengenalan masalah ini yang
pada akhirnya membawa konsumen pada
tahap proses pembelian dengan 5 (lima)
pertanyaan utama (Loudon dan Della
Bitta, 1993): 1) apa yang perlu dibeli. 2)
seberapa banyak. 3) di mana melakukan
pembelian. 4). Kapan melakukan pembelian 5). Bagaimana pembelian dilakukan
Menurut
Assael
(2004:31),
pembelian adalah bagian dari model
pengambilan keputusan konsumen yang
melibatkan unsur affective dan conative.
Hal ini terjadi ketika seorang individu
mengambil keputusan untuk melakukan
pembelian terhadap produk ataupun
merek. Pembelian ini dilakukan setelah
individu melakukan evaluasi terhadap
produk ataupun merek berdasar persepsi
yang diterima atau dimilikinya. Menurut
Greenleaf (Assael, 2004) pada keputusan
pembelian yang bersifat kompleks, ada
kemungkinan konsumen
melakukan
penundaan pembelian.
Menurut Loudon dan Della Bitta
(1993), pembelian
dapat dilakukan
melalui toko maupun selain toko. Ada
banyak faktor yang mempengaruhi
pemilihan pembelian melalui toko. Dalam
hal ini disebutkan antara lain karena faktor
motivasi individu dan motivasi sosial.
Dalam hal ini motivasi individu tidak bisa
dipisahkan dari daya tarik gerai. Solomon
(2010:355),
memaparkan pemahaman
mengenai citra gerai. Citra gerai adalah
kesan suatu ritel ataupun toko di ingatan
konsumen yang tersusun karena beberapa
faktor. Wu (2011) menjelaskan bahwa
citra gerai dibangun melalui beberapa
faktor pendukung seperti: variasi produk,
kualitas produk, harga, value, dan suasana
toko. Dalam perkembangannya citra gerai
ini menjadi semacam kepribadian gerai
yang mampu menciptakan kesan tersendiri
mengenai produk yang dijual di ingatan
konsumen.
Dacin dan Brown (Hopkins, 2002)
menjelaskan bahwa respon yang bermakna
dari konsumen tercermin dalam bentuk
keputusan pembelian. Menurut Groeneveld
(1964) keputusan pembelian memiliki
keterkaitan dengan klasifikasi produk yang
ditawarkan. Pembelian terhadap produk
dengan keterlibatan tinggi berbeda dengan
pembelian dengan keterlibatan rendah. Hal
yang sama juga dikemukakan oleh Assael.
(Assael, 2004). Untuk produk klasifikasi
impulse item dengan tingkat keterlibatan
rendah akan berbeda dengan produkproduk dalam kategori spesial yang
memerlukan ketrerlibatan tinggi.
Menurut Park, et al (2011), citra
sebuah gerai memiliki keterkaitan dengan
image produk yang dijual pada gerai
tersebut. Citra gerai dapat membawa
konsumen kepada persepsi tertentu
mengenai produk yang ditawarkan oleh
gerai tersebut. Citra gerai yang baik dan
memiliki
keterkaitan
positif
akan
memberi manfaat secara pemasaran bagi
para penjual eceran.
Produk private label merupakan
produk yang melekat pada gerai tertentu,
mengingat produk ini diproduksi dan
dipasarkan atas prakarsa ritel tertentu.
Melihat perkembangan yang ada pada ritel
moderen, dewasa ini private label mulai
menjadi trend produk ritel yang dijual di
pasar perdagangan eceran (Collins, 2008).
Hanya saja untuk kasus di Indonesia
produk private label belum cukup dikenal
dan membudaya sebagaimana produkproduk merek nasional. Produk private
label masih dipersepsikan
berada di
181
JRMB, Volume 9, No 2 Desember 2014
bawah produk-produk merek nasional
yang sudah terlebih dulu berada di pasar
dan dianggap lebih mapan (Hasim, 2013).
Mengingat bahwa produk private label
merupakan
bentuk
strategi
yang
dikembangkan oleh ritel moderen, maka
keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari
keadaan ataupun
citra gerai yang
memasarkannya.
Persepsi Mengenai Produk Private
Label.
Sebagaimana
dipaparkan
Groeneveld (1964) keputusan pembelian
memiliki keterkaitan dengan klasifikasi
dan atribut yang melekat pada produk yang
ditawarkan. Atribut produk meliputi :
kualitas, kemasan, harga dan merek
produk. Seorang konsumen dalam proses
pengambilan
keputusan
dalam
pembeliannya akan dipengaruhi oleh
atribut yang melekat pada produk private
label yang akan dibelinya.
Aspek Persepsi kualitas dan
harga. Pada kategori private label tertentu,
aspek harga menjadi faktor yang ikut
menentukan
pengambilan
keputusan
pembelian konsumen. Dalam kasus
beberapa produk convenience di India
(Rajendra, 2011) konsumen cenderung
menjadikan faktor harga sebagai parameter
yang menntukan dalam pemilihan produk.
Menurut Ravrindan (2012), private label
memiliki pasar potensial yang cukup besar
di India. Konsumen di India melakukan
pembelian private label lebih karena aspek
kualitas dan harga ketimbang aspek
lainnya seperti variasi, citra dan
kepercayaan terhadap produk. Hal senada
diungkapkan oleh Beneke (2012) yang
mengatakan bahwa aspek kualitas menjadi
salah satu faktor pemilihan private label.
Dalam penelitiannya Beneke menambahkan aspek ketersediaan produk sebagai
faktor yang juga dominan dalam
mempengaruhi
keputusan
pembelian
private label.
182
Menurut Benedict (2009), aspek
kualitas menjadi faktor yang membuat
konsumen bersedia membayar dengan
harga yang lebih tinggi pada produkproduk national ketimbang produk-produk
private label. Horch dan Banerji (1993)
menyatakan bahwa dalam pemilihan dan
pembelian produk, aspek kualitas dianggap
lebih penting ketimbang masalah promosi
penjualan (discount) yang dilakukan
perusahaan. Bellizzi et al. (1981) melakukan penelitian mengenai persepsi
kualitas dari private label ketimbangkan
dengan national brand. Burger dan Schott
(1972) mengatakan bahwa kesadaran harga
merupakan faktor yang mempengaruhi
pembelian private label. Faktor harga
menjadi
elemen
penting
yang
dipertimbangkan dalam pembelian produk
private label. Schiffman dan Kanuk (1997
: 217), menjelaskan bahwa harga
merupakan faktor yang selalu menjadi
pertimbangan konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian. Persepsi
konsumen terhadap harga yang melekat
pada produk, apakah terlalu rendah,
normal atau cenderung tinggi dipengaruhi
oleh intensitas pembelian dan kepuasan
dalam pembelian produk tersebut. Horvard
(2011), menjelaskan bahwa kesadaran
harga mempengaruhi persepsi konsumen
akan produk-produk private label.
Manoharan (2012), private label lebih
memfokus pada aspek diferensiasi dan
harga dalam penawaran produknya.
Aspek Kemasan.
Kemasan
merupakan atribut produk yang memiliki
peran penting dalam strategi pemasaran
dan kompetisi bisnis (Kotler dan
Armstrong, 2008.). Persaingan yang cukup
ketat pada tata letak gerai toko menjadi
alasan pentingnya pengelolaan kemasan.
Kesadaran bahwa konsumen perlu ditarik
perhatiannya menjadikan kemasan sebagai
alat yang harus di desain sedemikian rupa
agar memiliki kelebihan dan keunikan
tersendiri. Kemasan pada akhirnya
berkembang tidak hanya sebagai pelindung
MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL………….………………………………………..…………..(Andreas Ari Sukoco)
produk tetapi juga sebagai instrumen
strategi pemasaran. Menurut Sinha dan
Batra (1999), aspek kemasan baik pada
private label dan merek nasional memiliki
kontribusi terhadap keputusan pembelian
konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa
persepsi mengenai kemasan menjadi salah
satu daya tarik bagi minat konsumen untuk
melakukan pembelian. Garber (1995)
menyatakan bahwa pilihan konsumen
terhadap produk juga didasarkan pada
faktor kemasan. Produk dengan kemasan
yang dianggap sesuai dengan kebutuhan
ini yang akhirnya dipilih oleh konsumen.
Aspek Merek. Merek sebagai
atribut produk, memiliki keterkaitan yang
erat dengan penilaian konsumen terhadap
produk.
Menurut
Erdem
(1998),
pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi produk dalam naungan merek
tertentu akan terekam dalam ingatan dan
menghasilkan kesan yang serupa ketika
kemudian akan mengkonsumsi merek yang
sama (efek dari umbrella branding).
Hopkins, et al (2009) dalam penelitiannya
mengenai merek memaparkan bahwa
aspek merek memiliki pengaruh terhadap
keputusan pembelian. Hopkins juga
menganalisis mengenai keterkaitan produk
dan
keterlibatan
konsumen
dalam
keputusan pembelian. Simoes dan Agante
(2014) berpendapat bahwa aspek merek
memiliki pengaruh besar
terhadap
konsumen dalam pemilihan produk. Dalam
penelitiannya di segmen pasar anak di
temukan bahwa pengenalan dan keakraban
terhadap merek memiliki pengaruh
terhadap keputusan pembelian produk.
Aspek Karakteristik Konsumen
dalam Pembelian Private Label.
Richardson et al (1996), yang melakukan
studi mengenai private label memaparkan
bahwa
karakteristik
konsumen
mempengaruhi pembelian private label.
Karakteristik yang dimaksud meliputi
aspek demografi seperti : pendapatan, usia,
pendidikan, maupun ukuran keluarga. Hal
yang sama juga dikemukakan oleh Beneke,
Justin (2013) bahwa aspek demografi
memiliki pengaruh terhadap persepsi
konsumen mengenai private label. Mbaye
(2003), memaparkan lebih jauh, bahwa
latar belakang konsumen memiliki
pengaruh terhadap pembelian private
label, hanya saja pengaruh tersebt juga
sangat tergantung pada jenis private label
yang ditawarkan. Secara umum dapat
dikatakan bahwa aspek karakteristik
konsumen
menjadi
variabel
yang
memoderasi faktor persepsi konsumen
terhadap pembelian produk private label.
Aspek Citra Gerai dalam
Pembelian Produk Private Label.
Solomon (2010:355), memaparkan pemahaman mengenai citra gerai. Citra gerai
adalah kesan suatu ritel ataupun toko di
ingatan konsumen yang karena beberapa
faktor. Wu, Paul (2011) menjelaskan
bahwa citra gerai
dibangun melalui
beberapa faktor pendukung seperti : variasi
produk, kualitas produk, harga, value, dan
suasana toko. Dalam perkembangannya
citra gerai ini menjadi semacam
kepribadian gerai yang mampu menciptakan kesan tersendiri mengenai produk
yang dijual di ingatan konsumen. Menurut
Park, et al (2011), citra sebuah gerai
memiliki keterkaitan dengan image produk
yang dijual pada gerai tersebut. Citra gerai
dapat membawa konsumen kepada
persepsi tertentu mengenai produk yang
ditawarkan oleh gerai tersebut. Citra gerai
yang baik dan memiliki keterkaitan positif
akan memberi manfaat secara pemasaran
bagi para penjual eceran.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasar kajian dari beberapa
penelitian di atas dapatlah disimpulkan
hal-hal. Pertama, pasar bagi produk private
label merupakan pasar yang relatif cukup
besar dan masih akan terus berkembang.
Kedua, model pembelian produk private
label dibentuk dari beberapa faktor seperti
183
JRMB, Volume 9, No 2 Desember 2014
: aspek yang melekat pada produk, aspek
dalam diri konsumen (karakteristik
konsumen), dan aspek citra dari gerai.
Secara lebih rinci aspek produk meliputi
persepsi mengenai kualitas, persepsi
mengenai kemasan, persepsi mengenai
harga, persepsi mengenai merek. Aspek
karakteristik konsumen mencakupi aspek
demografi dan psikografi konsumen.
Sedangkan aspek toko terkait dengan citra
gerai toko. Ketiga, model yang ada dapat
dikembangkan dengan menambah variasi
pada aspek produk, aspek konsumen dan
aspek gerai yang menjadi tempat penjualan
produk private label
DAFTAR REFERENSI
Aaker, D.A, and Keller, K L .1990.
Consumer Evaluation of Brand
Extensions.” Journal of Marketing,
54: 27-41
AC Nielsen, 2008. Trade –Winds :
What’s Going On Retail Land
Assael, H. 2004. Consumer Behavior : A
strategic approach, Houghton Mifflin
Compan, USA
Batra and Sinha 2000. Consumer Level
Factors Moderating the Success of
Private label Brands. Journal of
Retailing, 76 (2): 175-191
Benedict, Jan, 2009. What Makes
Consumers Willing to Pay a Price
Premium for National brands Over
Private label. Journal of Marketing
Research, 1- 31
Beneke, J, 2013. A Closer Inspection of
The Impact of Perceived Risk on
Purchase Intention of Premium
Private label Brands : The Effect of
Age,
Gender,
For
Income,
and Racial Group. A Journal of The
Academy of Business and Ritel
Management, 7: 44-56
Beneke, J 2010. Consumer Perception of
Private label Brands Within the Ritel
Grocery sector of South Africa.
African
Journal
of
Business
Management, 4 (2): 203-220
184
Burger P and Schott 1972. Can Private
Brand Buyers Be Identified ?. Journal
of Marketing Research, 9(2): 219-222
Collins, K and Bone, 2008. Private Label
Shopping Trends in Food and Non
Alcoholic Beverages: Effectively
targeting value conscious shoppers
and
understanding
consumer’s
attachment to food and drink brands.
Datamonitor, New Consumer Insight
Series
Chainotakis, Lymperopoulos, and
Magdalini, 2009. A Research Model
for Consumer’s Intention of Buying
Private Label Frozen Vegetables
Cotterill, R. 2000. Market Share and Price
Setting Behavior for Private labels
and National brands. Reviewof
Industrial Organization, 17: 17-39.
Erdem, T. 1998. An Empirical Analysis of
Umbrella Branding. Journal of
Marketing Research, 1998: 339-351
Ezrachi and Bernitz. 2009. Private Label,
Brands and Competition Policy,
Oxford University Press
Garber,
L
1995.
The
Package
Appearancein Choice. Advance in
Consumer Research, 22: 653-660
MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL………….………………………………………..…………..(Andreas Ari Sukoco)
Groeneveld, L. 1964. A New Theory of
Consumer Buying Intent. Journal of
Marketing, 28: 23-29
Hasim, K. 2013. Pengaruh Private Label
terhadap
Kepuasan
Konsumen.
Skripsi, Fak. Ekonomi, Universitas
Negeri Gorontalo
Hoch, S. J. and Banerji, S. 1993. When Do
Private labels Succeed? Sloan
Management Review, 55-67
Horvard, S. 2011. Influence of Consumer
and Category Karakteristiks on
Private label Attitudes and Purchase
Intention in Emerging Market: A
Conceptual Model. International
Journal of Management, 191-198
Jain Rajendra, Gupta Sonal 2011. Study of
The Comparative Perception of
Ritelers towards Factors Affecting
Sales Growth of Private labels in
India. A journal of the Academy of
Business and Ritel Management, 6:
26-38
Koncar, Jelena, Goran, and Zita, 2010.
Private label Development in The
Republic of Serbia. Business and
Economic Horizon, 3: 105-110
Kotler dan Armstrong, 2008. Principles of
Marketing.
12 ed, Prentice Hall
International
Kotler and
Keller, 2009. Marketing
Management: 13 ed, Pearson Prentice
Hall
Loudon and Della Bitta 1993. Consumer
Behavior:Concept and Application,
Mc Graw Hill
Kumar, N and Steenkamp, 2007. Private
label Strategy, Cambridge, MA :
Harvard Business School Press
Kumar and Kasilingam 2012. Impact of
economic and life style on Real Estate
Prices in India, Skyline Business
Journal, 7, 43-47
Levy and Weitz, (2007), Retailing
Management, 6 ed, Mc. Graw Hill,
New York
Mandhacithara 2007. Why Private Label
Grocery Brands Have Not Succeded
in Asia, Journal Global Marketing,
20: 71-86
Mbaye, Diallo 2003. Perception of private
label brand images : A comparison
between three different nationality
consumer
groups”
University
Institute of Technology, of Marseille,
France
Nenycz, M 2011. Private Label in
Australia : A case where Retailer
Concentration does not Predicate
Private Labels Share. Journal of
Brand Management, 18: 624-633
Purba, Saktiawan 2012. Analisis Pengaruh
Persepsi Nilai Konsumen terhadap
minat beli produk private label
hypermarket Carrefour di kota
Semarang,
Skripsi,
Fakultas
Ekonomika dan Bisnis, Universitas
Diponegoro.
Rajendra Jain, Sonal Gupta 2011. Study of
The comparative Perception of
Ritelers towards factors Affecting
Sales Growth of the Private labels in
India. Journal of Business and Ritel
Management Research, 6, 26-39
Rajev Batra, Indrajit Sinha
2000.
Consumer Level Factors Moderating
The Success Of Private label Brands.
Journal of Riteling, 72, 175-191
185
JRMB, Volume 9, No 2 Desember 2014
Ramakrisnan, Ravindran 2012. A study on
the Consumer Perception towards
Private label Brand with Special
Reference to Big Bazaar, Coimbatore,
Tamil Nadu. Journal of Arts, Science
& Commerce, 3: 79-85
Richardson, Paul S., Dick. Alan and Jain
1996.
Household
store
brand
proneness. Journal of Retailing, 72:
159-185
Sentthilvelkumar, David Jawahar, 2013.
Building Private label into Strong
Brands” Journal
of Brand
Management, 10(2): 44-59
Shetty, A Shivakanth, Manoharan 2012.
The Battle of Private and National
brands: Strategies to Win a Losing
Battle Against the Private Brands in
India. The IUP Journal of Business
Strategy, 9:32-43
Schiffman dan Kanuk 2004. Perilaku
Konsumen. edisi bahasa Indonesia,
Jakarta: Gramedia
186
Solomon 2007. Consumer Behavior :
Buying, Having, and Being. Pearson
Education
Wu, Paul 2011. The Effect of Store Image
and Service Quality on Brand Image
and Purchase Intention for Private
Label Brand. Australia Marketing
Journal, 19: 30-39
Yu lin Chen, Marshall David, Dawson
John, 2009. Consumer Attitudes
towards a European Riteler’s Private
Brand Food Products: An Integrated
Model of Taiwanese Consumers.
Journal of Marketing Management, 25:
875-891
Laporan Perekonomian Indonesia 2013.
Biro Pusat Statistik
Peraturan Menteri Perdagangan No. 53
tahun 2008 tentang Pedoman Penataan
dan Pembinaan Pasar Tradisional,
Lembaran Negara Republik Indonesia
Download