MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL………….………………………………………..…………..(Andreas Ari Sukoco) MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL Andreas Ari Sukoco Program Studi Manajemen Fakultas Bisnis, UKDW Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo, No. 5 -15, Yogyakarya ABSTRACT The growing of modern market such as minimarket, supermarket, and hypermarket has an impact on customer shopping behavior especially in development countries. Retail business offer manufactured product and private label product. Recently, private label product is growing up above manufactured product. The aim of this paper is to develop the model of buying private label product. This paper show that the buying of private label has formed some factors. This paper compile and analysis several researches that was done in India, China, Malaysia and Indonesian. The model reveals that quality, price, packaging, brand, consumer characteristics, and retail images affect the buying of private label. Keywords: private label, perception, quality, price, brand, packaging, store images, consumer characteristic, buying behavior ABSTRAK Tumbuhnya pasar modern seperti minimarket, supermarket, dan hypermarket memiliki dampak pada perilaku belanja pelanggan terutama di negara berkembang. Bisnis ritel menawarkan produk manufaktur dan produk label privat. Baru-baru ini, produk label privat tumbuh di atas produk manufaktur. Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengembangkan suatu model pembelian produk label privat. Makalah ini menunjukkan bahwa pembelian label privat telah membentuk beberapa faktor. Tulisan ini mengkompilasi dan menganalisis beberapa penelitian yang dilakukan di India, Cina, Malaysia dan Indonesia. Model ini mengungkapkan bahwa kualitas, harga, kemasan, merek, karakteristik konsumen, dan citra ritel mempengaruhi pembelian label privat. Kata kunci: label privat, persepsi, kualitas, harga, merek, kemasan, kemasan, citra toko, karakteristik konsumen, perilaku pembelian PENDAHULUAN Dari tahun ke tahun pertumbuhan bisnis ritel mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Beberapa penelitian menunjukkan perkembangan yang pesat mengenai private label di USA dan Eropa. Namun demikian, perkembangan di dunia Barat berbeda dengan Asia. Mbaye, (2003) memaparkan tentang pengaruh budaya dalam perilaku konsumen pada private label. Demikian juga Abril dan Martos (2013) menyimpulkan bahwa kesuksesan private label di dunia barat tidak otomatis menjamin bahwa private label akan sukses pula di dunia Timur. Penelitian Mandhacithara et al. (2007) menunjukkan ketidaksuksesan private label di pasar 171 JRMB, Volume 9, No 2 Desember 2014 Asia. Pasar Asia dan Indonesia khususnya, konsumen dipengaruhi budaya ketimuran yang berbeda dengan negara Barat. Jaringan peritel Indonesia juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini seiring dengan perubahan perilaku konsumen Indonesia yang melakukan aktivitas belanja sekaligus juga sebagai aktivitas hiburan (Nielsen, 2008). Hal ini berdampak pada perilaku ritel yang akhirnya melakukan pengemasan barang dan penataan tata letak tokonya sedemikian rupa untuk memasukkan nuansa rekreasi bagi konsumen Peritel memang memiliki peran penting dalam jalur distribusi. Banyaknya gerai yang ada serta jangkauan pasar yang luas, menjadikan peritel memiliki posisi strategis dalam pendistribusian produk. Kondisi inilah yang pada akhirnya dimanfaatkan oleh banyak produsen untuk memasarkan produk-produk mereka melalui ritel moderen (Saktiawan, 2012) Masyarakat dengan perkembangan sosial teknologi yang ada, pada akhirnya mengalami pergeseran dalam pola belanja. Hal ini disadari oleh industri ritel untuk kemudian mengembangkan produk private label. Private label adalah sebuah merek yang dikembangkan dan dikelola oleh peritel. Private label biasa juga disebut dengan store brand ataupun house brand. Produk ini diluncurkan dalam upaya membedakan barang dagangannya dengan produk manufaktur dan peritel lainnya (Levy, 2007). Collins (2008) mengatakan bahwa peritel akan menjadi brand manager. Hal ini berarti peritel harus mempunyai keunggulan kompetitif dengan cara membangun mereknya sendiri. Ada beberapa strategi yang dilakukan ritel moderen dalam usaha memenangkan persaingan. Ada yang menggunakan pendekatan promosi penjualan dengan diskon khusus, pemberian sampel, kupon, dan sebagainya. Ada juga yang kemudian mengeluarkan dan memasarkan produk private label. Produk 172 semacam private label ini hanya dimiliki oleh peritel dan hanya dijual pada gerai mereka sendiri. Produk private label ini diproduksi sendiri oleh peritel atau oleh pihak ketiga berdasar kontrak. Dalam perkembangannya hampir semua peritel moderen menyelipkan produk-produk private label diantara rak yang mereka pajang disetiap gerai mereka. Produk private label memang memberikan manfaat dan kontribusi keuntungan bagi para peritel moderen. Menurut Fernie dan Moore dalam Beneke (2010) manfaat yang diperoleh dari penjualan produk private label antara lain: (1) meningkatkan keuntungan karena penghematan biaya. (2) meningkatkan loyalitas terhadap toko dan menciptakan identitas perusahaan. (3) mampu menciptakan pembedaan dengan ritel moderen lainnya. (4) menciptakan peluang untuk menembus pasar yang baru. (5) meningkatkan daya tawar terhadap pemasok. Hal senada dikemukakan oleh Nenycz (2011) yang memaparkan mengenai positioning produk private label yang menjadi alternatif bagi konsumen dalam pemilihan produk, dan sekaligus juga sebagai bentuk strategi pemasaran ritel moderen. Adanya beberapa manfaat sebagaimana diuraikan di atas, maka banyak peritel di Indonesia yang pada akhirnya memilih memproduksi dan menjual produk private label. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan beberapa produk private label yang dikelola oleh beberapa perusahaan ritel. Tabel 1 menunjukkan bahwa produk private label yang dijual di beberapa ritel memiliki beberapa kesamaan kategori. Kebanyakan gerai menawarkan produk private label jenis convenience good seperti makanan, toiletress, dan pembersih rumah tangga. Dalam perkembangannya untuk kelas hypermarket dan supermarket juga menawarkan produk-produk kategori fashion. MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL………….………………………………………..…………..(Andreas Ari Sukoco) Tabel 1 Beberapa contoh Produk Private Label Tipe Gerai Perusahaan Ritel Merek Produk Private Label INC, Charter, Alfani, Cellar, First Impression Sonoma, Croft & Barrow, Apt 9 Carrefour, Paling murah, Bluesky, Texman Pakaian remaja, pakaian wanita, pakaian bayi, peralatan makan, peralatan dapur Peralatan dapur, peralatan mandi, pakaian, pakaian wanita Beras, gula, kecap, minyak goreng, kopi, tas, sepatu, pembersih lantai, pewangi pakaian, alat tulis, tissue, makanan ringan, microwave, pakaian Department Store Macy’s Department Store Hypermarket Kohl Supermarket Super indo Minimarket Indomaret Indomaret Minimarket Alfamart Paroti, Alfamart Carrefour 365 Air mineral, gula pasir, garam, makanan ringan, kapas, beras, tissue, pembersih lantai Air mineral, gula, beras, tisue, permen , pakaian dalam, sabun, facial, payung, pemutih pakaian, makanan kecil, pembersih lantai, sandal Gula pasir, beras, makanan ringan, pelembut pakaian Sumber: www.carrefour.co.id, www.hypermart.co.id, www.hero.co.id, matahari.co.id; www.superindo.co.id, www. indomaret.co.id, www.alfamartku.co,id, kumar, 2007 Di negara maju, private label merupakan produk yang sudah cukup dikenal dan memiliki segmen pasar tertentu yang mampu diperhadapkan dengan produk-produk pabrikan (manufactured brand). Untuk pasar negara sedang berkembang seperti di Indonesia, private label masih merupakan produk yang sedang dikembangkan oleh beberapa gerai moderen. Tanggapan konsumen terhadap private label masih cukup beragam. Dalam kaitannya dengan sikap konsumen, persepsi mengenai private label masih cenderung bervariasi seiring dnegan pengenalan konsumen terhadap produk private label. Berdasar fakta tersebut penulis mengangkat permasalahan bagaimana model minat beli produk private label. Tujuan dari penulisan kajian ini adalah untuk melihat perkembangan produk private label dan mendeskripsikan bagaimana model perilaku produk private label. konsumen KAJIAN LITERATUR Brand/Merek. American Marketing Association mendefinisikan brand sebagai sebuah nama, tanda, simbol, rancangan ataupun kombinasi dari kesemuanya yang mampu mengidentifikasi barang atau jasa diantara para penjual produk dan membedakannya dengan para pesaing (Kotler dan Keller, 2009: 276). Definisi ini mengandung pengertian bahwa melalui merek dapat dibangun sebuah pembedaan produk yang satu dengan produk lainnya. Salah satu fungsi merek adalah bagaimana menjadi pembeda, menampilkan keunikan yang membuat produk menjadi terekam dalam ingatan konsumen. Keller (2008: 30), menyoroti brand dari perspektif konsumen. Brand adalah 173 JRMB, Volume 9, No 2 Desember 2014 sebuah janji kepada konsumen bahwa dengan menyebut namanya akan menimbulkan harapan bahwa merek tersebut memberikan kualitas yang terbaik, kenyamanan, status dan lain–lain yang menjadi pertimbangan konsumen saat melakukan pembelian. Rangkuti (2002:2) juga memaparkan bahwa janji penjual yang terkandung di dalam merek membutuhkan konsistensi dan pembuktian. Janji untuk memberikan nilai, manfaat, harapan ini dapat dituangkan dalam bentuk simbol ataupun label yang dilekatkan pada produk. Merek mencakup di dalamnya beberapa elemen seperti : nama merek (brand name), tanda merek (brand mark), tanda merek dagang (trade mark), dan hak cipta (copy right). Kotler dan Keller (2009) menjelaskan lebih jauh, bahwa cakupan merek tidak hanya sebatas pada manfaat yang diperoleh melalui perwujudan produk tetapi juga hal lain yang sifatnya tidak berwujud (intangble). Pada kasus produk yang berupa jasa, hal ini lebih mudah dijelaskan mengingat dalam sebuah penawaran jasa manfaat yang diterima dapat berupa ketenangan, keteduhan, kenyamanan yang sifatnya tidak berwujud. Kunci sukses dari sebuah merek adalah menjadikan bagaimana merek tersebut dikenal, terekam dalam ingatan konsumen dan konsumen loyal kepada merek tersebut. Mbaye (2003), menjelaskan merek sebagai sekumpulan asosiasi yang terkumpul dalam ingatan konsumen. Asosiasi yang ada dalam ingatan konsumen ini sifatnya multidimensi yang terdiri atas dimensi afektif dan dimensi kualitas. Asosiasi ini dibentuk melalui tanda yang diterima oleh konsumen baik melalui atribut produk maupun media promosi. Semua signal yang ada yang diterima konsumen tidak semuanya dapat terekam dengan baik. Segala bentuk signal dan rangsangan yang dapat diterima ini kemudian diproses dan terekam dalam 174 bentuk persepsi. Dengan kata lain, persepsi dipahami sebagai hasil dari bagaimana konsumen memberi makna dan membangun pemahaman mengenai merek sebagai respon terhadap kegiatan pemasaran perusahaan. Sekumpulan persepsi mengenai atribut produk ini yang pada akhirnya membentuk asosiasi merek dalam ingatan konsumen. Beberapa uraian di atas menunjukkan bahwa brand memiliki fungsi dalam differensiasi suatu produk sehingga dapat dibedakan terhadap produk lainnya. Brand memudahkan konsumen dalam pemilihan suatu produk di tengah penawaran produk yang semakin membanjiri pasar. Menurut Manikandan, (2012), brand dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu manufacturer/ national brand dan private label brand. Manufacturer brand merupakan merek yang dipasarkan secara nasional, dimiliki dan dikembangkan oleh perusahaan pembuat produk tersebut dan dipasarkan melalui berbagai jenis saluran distribusi. Private label brand merupakan merek yang diprakarsai, dibuat dan dipasarkan oleh perusahaan ritel melalui jarigan internal perusahaan ritel tersebut. Manufacturer Manufaktur brand/Merek Produk Manufacturer brand atau merek pabrikan adalah merek yang dimiliki dan dikelola perusahaan yang memproduksi barang/jasa tersebut dan yang memasarkan produk tersebut melalui jaringan distribusi secara umum. Beberapa merek tersebut antara lain : Philips, Sony, Tessa, Sharp, Panasonic, Samsung, Nokia, Rinso, Attack, Lifebuoy, dan sebagainya. Pada praktek operasionalnya, merek pabrikan ini diperkenalkan ke pasar dalam bentuk merek individu (individual branding) ataupun dengan model merek keluarga (family branding). Merek individu berarti setiap produk diberi nama MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL………….………………………………………..…………..(Andreas Ari Sukoco) merek sendiri. Procter & Gamble mengeluarkan merek : camay, pampers, gleem, ivory, dsb. Sedangkan model merek keluarga, semua jenis produk diberi merek dengan nama yang sama. Sebagai contoh, semua jenis produk keluaran Honda diberi merek Honda. Demikian halnya dengan Yamaha dan Suzuki. Private label . Private label sering juga disebut store brand, private brand, atau house brand. Menurut Harcar, Kara dan Kucukemiroglu (2006), private label adalah barang-barang dagangan yang menggunakan nama merek distributor atau peritel. Private label dibuat oleh perusahaan pemasok yang telah terikat kontrak dengan peritel. Produk-produk private label ini biasanya hanya dijual di gerai peritel itu sendiri. Produk ini biasanya memiliki spesifikasi khusus yang telah ditentukan oleh peritelnya. Menurut Keller (2008), Private label merupakan merek yang disediakan retailer dalam upaya meningkatkan margin dan laba. Dengan mengeluarkan merek yang dikelola sendiri hal ini akan meningkatkan efisiensi dalam penyediaan produk, selain itu juga menghemat dalam biaya pemasaran. Ezrachi dan Bermitz (2009), mengatakan bahwa ada perbedaan mendasar antara private label dengan manufactured brand yang antara lain seperti tabel 2. Tabel 2 menunjukkan perbedaan antara merek nasional dengan private label. Secara umum merek nasional sudah cukup dikenal ketimbang dengan produk private label. Merek nasional biasanya melakukan promosi secara besar-besaran dan cepat dikenal di pasar, agak berbeda dengan merek private label yang promosinya cenderung terbatas pada ritel tertentu. Hanya saja pada penjualan di tingkat pengecer, pengelolaan produk private label lebih mendapat perhatian ketimbang produk merek nasional. Tabel 2 Perbedaan Manufactured Brand dengan Private Label Keterangan Merek Pabrikan Private label Risiko /komplain konsumen Tingkat keunikan Identitas merek Tanggung jawab supplier Tanggung jawab riteler Tinggi Rendah Cenderung sempit dan Terentang dan agak lintas konstan kategori Riset dan Pengembangan Tinggi Rendah Jangka waktu Jangka panjang Tergantung riteler Promosi Tinggi Rendah Distribusi Luas Tergantung Riteler Profil harga Tinggi Rendah / sedang Loyalitas konsumen Tinggi Tinggi tetapi kepada riteler bukan produk Hubungan dengan penjual Tradisional Jangka panjang dengan tujuan umum Sumber: Ezrachi dan Bermitz (2009) Private label juga dibedakan menjadi beberapa kategori. Menurut Kumar dan Steenkamp (2007) terdapat 4 tipe private label yang dibedakan menjadi: generic, copycats, premium store brand dan value innovators. Produk jenis generics dan copy cat relatif sudah cukup lama dikembangkan para pengecer, sedangkan untuk jenis premium dan innovator relatif masih cukup baru. Dalam 175 JRMB, Volume 9, No 2 Desember 2014 hal ini ada jenis-jenis private label yang secara kualitas berada di bawah kualitas merek nasional, tetapi ada pula yang ditempatkan di atas kualitas produk merek nasional. Terkait dengan strategi pemasaran, masing-masing tipe private label menggunakan strategi yang berbeda disesuaikan dengan kondisi produk dan persaingan yang ada. Tinjauan Penelitian Mengenai Private Label Beberapa penelitian sebelumnya telah membahas tentang privat label. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dan yang telah dipublikasikan diantaranya dapat dilihat ringkasannya pada tabel 3. Tabel 3 Tinjauan Mengenai Private label Sumber Tujuan Variabel Temuan 1 Mbaye, Diallo (2003) : Perception of private label brand images : A comparison between three different nationality consumer groups Untuk meneliti persepsi konsumen yang tinggal dalam konteks budaya yang berbeda terhadap private label Aspek luxury dan warranty tidak memiliki keterkaitan yang erat dengan private label, sementara aspek ekonomi, simple, convenient memiliki keterkaitan erat dengan private label. 2 Ramakrisnan, Ravindran (2012) : A study on the Consumer Perception towards Private label Brand with Special Reference to Big Bazaar, Coimbatore, Tamil Nadu Jain Rajendra, Gupta Sonal (2011), Study of The Comparative Perception of Ritelers towards Factors Affecting Sales Growth of Private labels in India Untuk meneliti persepsi konsumen private label di Big Bazaar -Persepsi konsumen dengan melihat aspek : confident, ekonomi, simple, convenient, luxury, warranty. Penelitian dilakukan pada 3 kelompok konsumen (China, Perancis, Senegal) -Atribut yang diteliti : kualitas, harga, trustworthy, variasi, citra, ketersediaan produk Pelayanan Purna Jual, Promosi, harga, perceived risk, packaging, brand image dan penjualan private label Ada perbedaan yang significant dalam hal pelayanan purna jual dan perceived risk antara produk makanan dan non makanan. Sementara pada faktor promosi, harga dan brand image tidak ada perbedaan yang signifikan. 3 176 Untuk menganalisis persepsi comparatif dari riteler mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penjualan private label di India. -Private label memiliki persepsi yang murah dan ketersediaan produk yang baik MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL………….………………………………………..…………..(Andreas Ari Sukoco) Tabel 3 (Lanjutan) Sumber 4 Tujuan Variabel Temuan Purba, Saktiawan (2012), Analisis Pengaruh Persepsi Nilai Konsumen terhadap minat beli produk private label hypermarket Carrefour di kota Semarang Senthilvelkumar and David (2013), Building Private labels into Strong Brands Untuk mengetahui pengaruh persepsi konsumen terhadap minat beli produk private label di Carrefour Untuk mengetahui persepsi dan intensi konsumen tentang private label. Atribut yang diteliti meliputi kualitas, harga, merek, keterlibatan, risiko dan minat beli Aspek kualitas, harga, dan merek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat beli. Persepsi, intensi, usia, dan jenis kelamin Usia dan pendapatan tidak memiliki pengaruh yang significant terhadap persepsi dan intensi pembelian private label, tetapi jenis kelamin berpengaruh 6 Park, Yong Jin, et al (2011) : Impact of Riteler Image on Private Barand Attitudes : Hallo effect and summary construct Untuk meneliti pengaruh hallo effect yang dialami konsumen terhadap produk private label -Riteler image, Dalam kondisi dimana Hallo efect dan pemahaman mengenai summary contruct produk private label kurang, maka harga menjadi hallo effect. terhadap produk private label 7 Rajev Batra, Indrajit Sinha ( 2000) : Consumer Level Factors Moderating The Success Of Private label Brands Untuk mengetahui faktor-faktor yang memoderasi kesuksesan private label brand PLB Purchase, Quality Variation, Cost of purchase mistakes 8 Beneke, Justin (2013: A Closer Inspection of The Impact of Perceived Risk on Purchase Intention of Premium Private label Brands : The Effect of Age, Gender, Income, and Racial Group. Melihat pengaruh faktor demografi terhadap hubungan antara perceived risk dengan purchase intention pada private label Perrceived risk (financial risk, functional risk, physical risk, psychological risk, social risk, time risk), purchase intention, faktor demografi 5 Aspek variasi dari kualitas dan cost of purchase berpengaruh terhadap pembelian private label. Beberapa variabel yang memoderasi antara lain aspek demografi dari konsumen (pendapatan, kelas sosial) Dari sisi (functional risk, financial risk, social risk, physical risk,)tidak ada perbedaan intensi terhadap private label. Sedangkan untuk time risk dan phsychological risk terdapat perbedaaan ditinjau dari faktor demografi 177 JRMB, Volume 9, No 2 Desember 2014 Tabel 3 (Lanjutan) 9 Sumber Tujuan Variabel Temuan Benedict, Jan, (2009): What Makes Consumers Willin g to Pay a Price Premium for National brands Over Private label Untuk mengetahui apa yang mendorong konsumen bersedia membayar dengan harga premium untuk produk national brand Untuk mengetahui pengaruh atribut produk terhadap sikap konsumen private label Kategori produk, kualitas produk, profil konsumen. Aspek kualitas menjadi faktor pendorong konsumen mau membayar lebih untuk national brand, tetapi hal ini tidak berlaku untuk semua kategori produk. Selain itu aspek demografi dan kategori produk juga berpengaruh terhadap kesediaan membayar lebih -Aspek kualitas, ketersediaan produk, dan kepercayaan merek menjadi atribute dominan dalam pemilihan private label 10 Beneke, Justin (2010): Consumer Perception of Private label Brands Within the Ritel Grocery sector of South Africa - Sikap konsumen. -Atribut produk meliputi : kualitas, ketersediaan produk, kepercayaan merek, harga, kemasan Market share, harga, elastisitas, permintaan dan penawaran, promosi 11 Cotterill, Ronald (2000) : Market Share and Price Setting Behavior for Private labels and National brands Untuk mengetahui perilaku pasar dan harga terhadap private label dan national brand 12 Koncar, Jelena, Goran, and Zita, (2010), “Private label Development in The Republic of Serbia 13 Shetty, A Shivakanth, Manoharan (2012), The Battle of Private and National brands : Strategies to Win a Losing Battle Against the Private Brands in India Perkembangan private label di Serbia dari tahun 2005 – 2010 Kategori produk, jumlah riteler, Untuk memaparkan kebangkitan private label di India dalam kaitannya dengan national brand yang ada Merupakan riset kualitatif dengan variabel yang dicermati : type private label, jenis strategi, ,tingkat penjualan. 178 Promosi meningkatkan market share, perubahan harga pada private label tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan merek nasional. Promosi terhadap private label lebih tepat ke arah display dan kemasan. Private label di Serbia mengalami pertumbuhan pesat di produk-produk makanan Bagi national brand merupakan keharusan untuk selalu melakukan inovasi produk. Sedangkan private label lebih menekankan pada aspek diferensiasi, harga dan efisiensi MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL………….………………………………………..…………..(Andreas Ari Sukoco) Tabel 3 (Lanjutan) Sumber Tujuan Variabel Temuan 14 Chainotakis, Lymperopoulos, dan Magdalini (2009), A Research Model for Consumer’s Intention of Buying Private Label Frozen Vegetables Untuk Consumer intention, Minat beli konsumen mengidentifikasi atribute produk, dipengaruhi oleh persepsi faktor-faktor persepsi konsumen yang mempengaruhi minat beli konsumen 15 Mandhacithara,et al (2007), Why Private Label Grocery Brands Have Not Succeeded in Asia Untuk mengetahui mengapa private label kurang sukses di Asia pola belanja, motivasi, budaya shopping, pemahaman produk (kualitas/ harga) Pemahaman akan private label rendah, budaya belanja (membeli produk) rendah Sumber : Rangkuman dari berbagai penelitian Beberapa penelitian sebelumnya telah membahas tentang privat label. Rajendra (2011) dalam kajiannya mengenai private label di India mencoba melakukan perbandingan persepsi antara produk makanan dan non makanan. Penelitian ini menggunakan atribut risiko, promosi, harga dan kemasan. Hasil yang diperoleh ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang cukup siginifikan dalam hal persepsi konsumen mengenai promosi pada produk makanan dan non makanan. Ramakrisnan (2012), dengan obyek penelitian di Tamil Nadu, mengungkapkan bahwa private label memiliki persepsi harga yang murah dengan ketersediaan produk yang cukup baik. Saktiawan (2012), melakukan penelitian mengenai private label di Indonesia. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa persepsi mengenai kualitas, harga dan merek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat beli. Senthilvelkumar, (2013) meneliti mengenai persepsi konsumen dikaitkan dengan faktor demografi. Hasilnya menunjukkan bahwa usia dan pendapatan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi konsumen mengenai private label Mbaye (2003), melakukan penelitian tentang persepsi konsumen dengan latar belakang aspek demografi yang berbeda terhadap private label. Penelitian dilakukan pada 3 kelompok komunitas yang berbeda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua aspek demografi memiliki pengaruh dan menjadi pembeda yang signifikan terhadap pembelian private label. David (2013), dalam penelitiannya mengemukakan bahwa perbedaan jender memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembelian private label. Rajev Batra (2000) memaparkan bahwa aspek demografi menjadi variabel moderasi dalam kesuksesan private label. Penelitian yang dilakukan di Amerika ini menunjukkan bahwa perbedaan latar belakang demografi memiliki pengaruh yang signifikan dalam memoderasi variabel kualitas, variabel harga, dan biaya dalam pembelian private label. Benedict (2009), Beneke (2010), melakukan penelitian mengenai aspek 179 JRMB, Volume 9, No 2 Desember 2014 atribut produk dalam pemilihan private label. Produk private label dianggap masih memiliki kualitas dibawah produk national brand, sehingga konsumen cenderung bersedia membeli produk national brand dengan harga yang lebih tinggi. Yu Lin, et al (2009) mengemukakan bahwa konsumen di Taiwan lebih menekankan pentingnya atribut kualitas ketimbang harga. Kualitas menjadi pertimbangan utama dalam pembelian produk. Selanjutnya, Cotterill (2000), mengemukakan bahwa tindakan promosi dalam bentuk perubahan harga tidak selalu berpengaruh secara signifikan terhadap minat beli. Penerapan kebijakan promosi harus disesuaikan dengan kondisi produk dan pasar. Park Jong Sin, et al ( 2011), meneliti mengenai pengaruh halo effect terhadap persepsi mengenai private label. Penelitian ini dilakukan pada beberapa gerai di Korea Selatan. Hasil penelitian menunjukkan untuk kasus di mana produk kurang dikenal, maka faktor harga menjadi halo effect terhadap produk. Mandhachitara, et al (2007), memaparkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi kesuksesan private label. Aspek kualitas dan harga, aspek familiarity dan aspek latar belakang konsumen memiliki pengaruh terhadap kesuksesan private label di Thailand. Richardson, et al (1996) juga berpendapat bahwa kualitas yang dilihat dari aspek intrinsik dan ekstrinsik merupakan aspek yang dominan dalam pemilihan produk. Chaniotakis, et al (2009), membuat model mengenai kesuksesan private label di Yunani dengan menganalisis mengenai minat beli konsumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minat beli konsumen dipengaruhi oleh bagaimana persepsi konsumen mengenai manfaat yang diterima dari produk private label. Hoch dan Banerji, (1993) dalam penelitiannya memaparkan bahwa penjualan private label telah mengalami kenaikan tapi secara tidak merata pada berbagai kategori produk. Dalam hal ini aspek kualitas dan harga menjadi pertimbangan dalam konsumen melakukan pembelian ulang. MODEL PEMBELIAN PRIVATE LABEL Berdasar pada beberapa penelitian yang ada maka model pembelian produk private label adalah seperti pada gambar 2, berikut : Karakteristik Konsumen Persepsi Mengenai Produk Private Label Citra gerai Gambar 2. Model Pembelian Produk Private Label 180 PRODUK Pembelian Produk Private Label MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL………….………………………………………..…………..(Andreas Ari Sukoco) Pembelian Produk Private Label. Pembelian menurut Gorden dan Richard (Loudon dan Della Bitta, 1993:489), masuk dalam kategori tindakan konsumen (consumer action). Tindakan konsumen ini mencakup di dalamnya antara lain: minat beli, pembelian, resistensi, dan keluhan terhadap produk. Dalam pembahasan saat ini, lebih difokuskan pada aspek pembelian. Pembelian, merupakan rangkaian dari proses pengambilan keputusan konsumen yang diawali dari pengenalan masalah. Pengenalan masalah ini yang pada akhirnya membawa konsumen pada tahap proses pembelian dengan 5 (lima) pertanyaan utama (Loudon dan Della Bitta, 1993): 1) apa yang perlu dibeli. 2) seberapa banyak. 3) di mana melakukan pembelian. 4). Kapan melakukan pembelian 5). Bagaimana pembelian dilakukan Menurut Assael (2004:31), pembelian adalah bagian dari model pengambilan keputusan konsumen yang melibatkan unsur affective dan conative. Hal ini terjadi ketika seorang individu mengambil keputusan untuk melakukan pembelian terhadap produk ataupun merek. Pembelian ini dilakukan setelah individu melakukan evaluasi terhadap produk ataupun merek berdasar persepsi yang diterima atau dimilikinya. Menurut Greenleaf (Assael, 2004) pada keputusan pembelian yang bersifat kompleks, ada kemungkinan konsumen melakukan penundaan pembelian. Menurut Loudon dan Della Bitta (1993), pembelian dapat dilakukan melalui toko maupun selain toko. Ada banyak faktor yang mempengaruhi pemilihan pembelian melalui toko. Dalam hal ini disebutkan antara lain karena faktor motivasi individu dan motivasi sosial. Dalam hal ini motivasi individu tidak bisa dipisahkan dari daya tarik gerai. Solomon (2010:355), memaparkan pemahaman mengenai citra gerai. Citra gerai adalah kesan suatu ritel ataupun toko di ingatan konsumen yang tersusun karena beberapa faktor. Wu (2011) menjelaskan bahwa citra gerai dibangun melalui beberapa faktor pendukung seperti: variasi produk, kualitas produk, harga, value, dan suasana toko. Dalam perkembangannya citra gerai ini menjadi semacam kepribadian gerai yang mampu menciptakan kesan tersendiri mengenai produk yang dijual di ingatan konsumen. Dacin dan Brown (Hopkins, 2002) menjelaskan bahwa respon yang bermakna dari konsumen tercermin dalam bentuk keputusan pembelian. Menurut Groeneveld (1964) keputusan pembelian memiliki keterkaitan dengan klasifikasi produk yang ditawarkan. Pembelian terhadap produk dengan keterlibatan tinggi berbeda dengan pembelian dengan keterlibatan rendah. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Assael. (Assael, 2004). Untuk produk klasifikasi impulse item dengan tingkat keterlibatan rendah akan berbeda dengan produkproduk dalam kategori spesial yang memerlukan ketrerlibatan tinggi. Menurut Park, et al (2011), citra sebuah gerai memiliki keterkaitan dengan image produk yang dijual pada gerai tersebut. Citra gerai dapat membawa konsumen kepada persepsi tertentu mengenai produk yang ditawarkan oleh gerai tersebut. Citra gerai yang baik dan memiliki keterkaitan positif akan memberi manfaat secara pemasaran bagi para penjual eceran. Produk private label merupakan produk yang melekat pada gerai tertentu, mengingat produk ini diproduksi dan dipasarkan atas prakarsa ritel tertentu. Melihat perkembangan yang ada pada ritel moderen, dewasa ini private label mulai menjadi trend produk ritel yang dijual di pasar perdagangan eceran (Collins, 2008). Hanya saja untuk kasus di Indonesia produk private label belum cukup dikenal dan membudaya sebagaimana produkproduk merek nasional. Produk private label masih dipersepsikan berada di 181 JRMB, Volume 9, No 2 Desember 2014 bawah produk-produk merek nasional yang sudah terlebih dulu berada di pasar dan dianggap lebih mapan (Hasim, 2013). Mengingat bahwa produk private label merupakan bentuk strategi yang dikembangkan oleh ritel moderen, maka keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari keadaan ataupun citra gerai yang memasarkannya. Persepsi Mengenai Produk Private Label. Sebagaimana dipaparkan Groeneveld (1964) keputusan pembelian memiliki keterkaitan dengan klasifikasi dan atribut yang melekat pada produk yang ditawarkan. Atribut produk meliputi : kualitas, kemasan, harga dan merek produk. Seorang konsumen dalam proses pengambilan keputusan dalam pembeliannya akan dipengaruhi oleh atribut yang melekat pada produk private label yang akan dibelinya. Aspek Persepsi kualitas dan harga. Pada kategori private label tertentu, aspek harga menjadi faktor yang ikut menentukan pengambilan keputusan pembelian konsumen. Dalam kasus beberapa produk convenience di India (Rajendra, 2011) konsumen cenderung menjadikan faktor harga sebagai parameter yang menntukan dalam pemilihan produk. Menurut Ravrindan (2012), private label memiliki pasar potensial yang cukup besar di India. Konsumen di India melakukan pembelian private label lebih karena aspek kualitas dan harga ketimbang aspek lainnya seperti variasi, citra dan kepercayaan terhadap produk. Hal senada diungkapkan oleh Beneke (2012) yang mengatakan bahwa aspek kualitas menjadi salah satu faktor pemilihan private label. Dalam penelitiannya Beneke menambahkan aspek ketersediaan produk sebagai faktor yang juga dominan dalam mempengaruhi keputusan pembelian private label. 182 Menurut Benedict (2009), aspek kualitas menjadi faktor yang membuat konsumen bersedia membayar dengan harga yang lebih tinggi pada produkproduk national ketimbang produk-produk private label. Horch dan Banerji (1993) menyatakan bahwa dalam pemilihan dan pembelian produk, aspek kualitas dianggap lebih penting ketimbang masalah promosi penjualan (discount) yang dilakukan perusahaan. Bellizzi et al. (1981) melakukan penelitian mengenai persepsi kualitas dari private label ketimbangkan dengan national brand. Burger dan Schott (1972) mengatakan bahwa kesadaran harga merupakan faktor yang mempengaruhi pembelian private label. Faktor harga menjadi elemen penting yang dipertimbangkan dalam pembelian produk private label. Schiffman dan Kanuk (1997 : 217), menjelaskan bahwa harga merupakan faktor yang selalu menjadi pertimbangan konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian. Persepsi konsumen terhadap harga yang melekat pada produk, apakah terlalu rendah, normal atau cenderung tinggi dipengaruhi oleh intensitas pembelian dan kepuasan dalam pembelian produk tersebut. Horvard (2011), menjelaskan bahwa kesadaran harga mempengaruhi persepsi konsumen akan produk-produk private label. Manoharan (2012), private label lebih memfokus pada aspek diferensiasi dan harga dalam penawaran produknya. Aspek Kemasan. Kemasan merupakan atribut produk yang memiliki peran penting dalam strategi pemasaran dan kompetisi bisnis (Kotler dan Armstrong, 2008.). Persaingan yang cukup ketat pada tata letak gerai toko menjadi alasan pentingnya pengelolaan kemasan. Kesadaran bahwa konsumen perlu ditarik perhatiannya menjadikan kemasan sebagai alat yang harus di desain sedemikian rupa agar memiliki kelebihan dan keunikan tersendiri. Kemasan pada akhirnya berkembang tidak hanya sebagai pelindung MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL………….………………………………………..…………..(Andreas Ari Sukoco) produk tetapi juga sebagai instrumen strategi pemasaran. Menurut Sinha dan Batra (1999), aspek kemasan baik pada private label dan merek nasional memiliki kontribusi terhadap keputusan pembelian konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi mengenai kemasan menjadi salah satu daya tarik bagi minat konsumen untuk melakukan pembelian. Garber (1995) menyatakan bahwa pilihan konsumen terhadap produk juga didasarkan pada faktor kemasan. Produk dengan kemasan yang dianggap sesuai dengan kebutuhan ini yang akhirnya dipilih oleh konsumen. Aspek Merek. Merek sebagai atribut produk, memiliki keterkaitan yang erat dengan penilaian konsumen terhadap produk. Menurut Erdem (1998), pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi produk dalam naungan merek tertentu akan terekam dalam ingatan dan menghasilkan kesan yang serupa ketika kemudian akan mengkonsumsi merek yang sama (efek dari umbrella branding). Hopkins, et al (2009) dalam penelitiannya mengenai merek memaparkan bahwa aspek merek memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian. Hopkins juga menganalisis mengenai keterkaitan produk dan keterlibatan konsumen dalam keputusan pembelian. Simoes dan Agante (2014) berpendapat bahwa aspek merek memiliki pengaruh besar terhadap konsumen dalam pemilihan produk. Dalam penelitiannya di segmen pasar anak di temukan bahwa pengenalan dan keakraban terhadap merek memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian produk. Aspek Karakteristik Konsumen dalam Pembelian Private Label. Richardson et al (1996), yang melakukan studi mengenai private label memaparkan bahwa karakteristik konsumen mempengaruhi pembelian private label. Karakteristik yang dimaksud meliputi aspek demografi seperti : pendapatan, usia, pendidikan, maupun ukuran keluarga. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Beneke, Justin (2013) bahwa aspek demografi memiliki pengaruh terhadap persepsi konsumen mengenai private label. Mbaye (2003), memaparkan lebih jauh, bahwa latar belakang konsumen memiliki pengaruh terhadap pembelian private label, hanya saja pengaruh tersebt juga sangat tergantung pada jenis private label yang ditawarkan. Secara umum dapat dikatakan bahwa aspek karakteristik konsumen menjadi variabel yang memoderasi faktor persepsi konsumen terhadap pembelian produk private label. Aspek Citra Gerai dalam Pembelian Produk Private Label. Solomon (2010:355), memaparkan pemahaman mengenai citra gerai. Citra gerai adalah kesan suatu ritel ataupun toko di ingatan konsumen yang karena beberapa faktor. Wu, Paul (2011) menjelaskan bahwa citra gerai dibangun melalui beberapa faktor pendukung seperti : variasi produk, kualitas produk, harga, value, dan suasana toko. Dalam perkembangannya citra gerai ini menjadi semacam kepribadian gerai yang mampu menciptakan kesan tersendiri mengenai produk yang dijual di ingatan konsumen. Menurut Park, et al (2011), citra sebuah gerai memiliki keterkaitan dengan image produk yang dijual pada gerai tersebut. Citra gerai dapat membawa konsumen kepada persepsi tertentu mengenai produk yang ditawarkan oleh gerai tersebut. Citra gerai yang baik dan memiliki keterkaitan positif akan memberi manfaat secara pemasaran bagi para penjual eceran. SIMPULAN DAN SARAN Berdasar kajian dari beberapa penelitian di atas dapatlah disimpulkan hal-hal. Pertama, pasar bagi produk private label merupakan pasar yang relatif cukup besar dan masih akan terus berkembang. Kedua, model pembelian produk private label dibentuk dari beberapa faktor seperti 183 JRMB, Volume 9, No 2 Desember 2014 : aspek yang melekat pada produk, aspek dalam diri konsumen (karakteristik konsumen), dan aspek citra dari gerai. Secara lebih rinci aspek produk meliputi persepsi mengenai kualitas, persepsi mengenai kemasan, persepsi mengenai harga, persepsi mengenai merek. Aspek karakteristik konsumen mencakupi aspek demografi dan psikografi konsumen. Sedangkan aspek toko terkait dengan citra gerai toko. Ketiga, model yang ada dapat dikembangkan dengan menambah variasi pada aspek produk, aspek konsumen dan aspek gerai yang menjadi tempat penjualan produk private label DAFTAR REFERENSI Aaker, D.A, and Keller, K L .1990. Consumer Evaluation of Brand Extensions.” Journal of Marketing, 54: 27-41 AC Nielsen, 2008. Trade –Winds : What’s Going On Retail Land Assael, H. 2004. Consumer Behavior : A strategic approach, Houghton Mifflin Compan, USA Batra and Sinha 2000. Consumer Level Factors Moderating the Success of Private label Brands. Journal of Retailing, 76 (2): 175-191 Benedict, Jan, 2009. What Makes Consumers Willing to Pay a Price Premium for National brands Over Private label. Journal of Marketing Research, 1- 31 Beneke, J, 2013. A Closer Inspection of The Impact of Perceived Risk on Purchase Intention of Premium Private label Brands : The Effect of Age, Gender, For Income, and Racial Group. A Journal of The Academy of Business and Ritel Management, 7: 44-56 Beneke, J 2010. Consumer Perception of Private label Brands Within the Ritel Grocery sector of South Africa. African Journal of Business Management, 4 (2): 203-220 184 Burger P and Schott 1972. Can Private Brand Buyers Be Identified ?. Journal of Marketing Research, 9(2): 219-222 Collins, K and Bone, 2008. Private Label Shopping Trends in Food and Non Alcoholic Beverages: Effectively targeting value conscious shoppers and understanding consumer’s attachment to food and drink brands. Datamonitor, New Consumer Insight Series Chainotakis, Lymperopoulos, and Magdalini, 2009. A Research Model for Consumer’s Intention of Buying Private Label Frozen Vegetables Cotterill, R. 2000. Market Share and Price Setting Behavior for Private labels and National brands. Reviewof Industrial Organization, 17: 17-39. Erdem, T. 1998. An Empirical Analysis of Umbrella Branding. Journal of Marketing Research, 1998: 339-351 Ezrachi and Bernitz. 2009. Private Label, Brands and Competition Policy, Oxford University Press Garber, L 1995. The Package Appearancein Choice. Advance in Consumer Research, 22: 653-660 MODEL PEMBELIAN PRODUK PRIVATE LABEL………….………………………………………..…………..(Andreas Ari Sukoco) Groeneveld, L. 1964. A New Theory of Consumer Buying Intent. Journal of Marketing, 28: 23-29 Hasim, K. 2013. Pengaruh Private Label terhadap Kepuasan Konsumen. Skripsi, Fak. Ekonomi, Universitas Negeri Gorontalo Hoch, S. J. and Banerji, S. 1993. When Do Private labels Succeed? Sloan Management Review, 55-67 Horvard, S. 2011. Influence of Consumer and Category Karakteristiks on Private label Attitudes and Purchase Intention in Emerging Market: A Conceptual Model. International Journal of Management, 191-198 Jain Rajendra, Gupta Sonal 2011. Study of The Comparative Perception of Ritelers towards Factors Affecting Sales Growth of Private labels in India. A journal of the Academy of Business and Ritel Management, 6: 26-38 Koncar, Jelena, Goran, and Zita, 2010. Private label Development in The Republic of Serbia. Business and Economic Horizon, 3: 105-110 Kotler dan Armstrong, 2008. Principles of Marketing. 12 ed, Prentice Hall International Kotler and Keller, 2009. Marketing Management: 13 ed, Pearson Prentice Hall Loudon and Della Bitta 1993. Consumer Behavior:Concept and Application, Mc Graw Hill Kumar, N and Steenkamp, 2007. Private label Strategy, Cambridge, MA : Harvard Business School Press Kumar and Kasilingam 2012. Impact of economic and life style on Real Estate Prices in India, Skyline Business Journal, 7, 43-47 Levy and Weitz, (2007), Retailing Management, 6 ed, Mc. Graw Hill, New York Mandhacithara 2007. Why Private Label Grocery Brands Have Not Succeded in Asia, Journal Global Marketing, 20: 71-86 Mbaye, Diallo 2003. Perception of private label brand images : A comparison between three different nationality consumer groups” University Institute of Technology, of Marseille, France Nenycz, M 2011. Private Label in Australia : A case where Retailer Concentration does not Predicate Private Labels Share. Journal of Brand Management, 18: 624-633 Purba, Saktiawan 2012. Analisis Pengaruh Persepsi Nilai Konsumen terhadap minat beli produk private label hypermarket Carrefour di kota Semarang, Skripsi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro. Rajendra Jain, Sonal Gupta 2011. Study of The comparative Perception of Ritelers towards factors Affecting Sales Growth of the Private labels in India. Journal of Business and Ritel Management Research, 6, 26-39 Rajev Batra, Indrajit Sinha 2000. Consumer Level Factors Moderating The Success Of Private label Brands. Journal of Riteling, 72, 175-191 185 JRMB, Volume 9, No 2 Desember 2014 Ramakrisnan, Ravindran 2012. A study on the Consumer Perception towards Private label Brand with Special Reference to Big Bazaar, Coimbatore, Tamil Nadu. Journal of Arts, Science & Commerce, 3: 79-85 Richardson, Paul S., Dick. Alan and Jain 1996. Household store brand proneness. Journal of Retailing, 72: 159-185 Sentthilvelkumar, David Jawahar, 2013. Building Private label into Strong Brands” Journal of Brand Management, 10(2): 44-59 Shetty, A Shivakanth, Manoharan 2012. The Battle of Private and National brands: Strategies to Win a Losing Battle Against the Private Brands in India. The IUP Journal of Business Strategy, 9:32-43 Schiffman dan Kanuk 2004. Perilaku Konsumen. edisi bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia 186 Solomon 2007. Consumer Behavior : Buying, Having, and Being. Pearson Education Wu, Paul 2011. The Effect of Store Image and Service Quality on Brand Image and Purchase Intention for Private Label Brand. Australia Marketing Journal, 19: 30-39 Yu lin Chen, Marshall David, Dawson John, 2009. Consumer Attitudes towards a European Riteler’s Private Brand Food Products: An Integrated Model of Taiwanese Consumers. Journal of Marketing Management, 25: 875-891 Laporan Perekonomian Indonesia 2013. Biro Pusat Statistik Peraturan Menteri Perdagangan No. 53 tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Lembaran Negara Republik Indonesia