transesterifikasi heterogen minyak sawit mentah dan metanol

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Minyak Kelapa Sawit Mentah (Crude Palm Oil, CPO)
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) dapat menghasilkan dua jenis minyak,
yakni: minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang diekstraksi dari mesokrap buah
kelapa sawit, dan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO) diekstraksi dari biji atau
inti kelapa sawit. Minyak kelapa sawit mentah (CPO) dapat diubah menjadi beberapa
bentuk, yaitu diantaranya adalah RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil),
Stearin dan Olein. Stearin adalah fraksi CPO yang berwujud padat pada suhu kamar
dan Olein adalah fraksi CPO yang berwujud cair pada suhu kamar.
Minyak kelapa sawit ini diperoleh dari mesokrap buah kelapa sawit melalui
ekstraksi dan mengandung sedikit air serta serat halus yang berwarna kuning sampai
merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang yang disebabkan oleh kandungan
asam lemak jenuh yang tinggi. Dengan adanya air dan serat halus tersebut
menyebabkan minyak kelapa sawit mentah tidak dapat langsung digunakan sebagai
bahan pangan maupun non pangan (Naibaho, 1988).
2.1.1. Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit tersusun atas lemak dan minyak alam yang terdiri atas
trigliserida, digliserida dan monogliserida, asam lemak bebas, moisture, pengotor dan
komponen-komponen minor bukan minyak/ lemak yang secara umum disebut dengan
senyawa yang tidak dapat tersabunkan.
Asam-asam lemak penyusun minyak/ lemak terbagi atas asam lemak jenuh
(saturated fatty acid/SFA) dan asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid/UFA),
yang terdiri atas mono-unsaturated fatty acid (MUFA) dan poly-unsaturated fatty acid
(PUFA). Asam lemak jenuh (saturated fat) tidak mengandung ikatan rangkap dan
asam lemak tak jenuh (unsaturated fat) mengandung ikatan rangkap. Secara umum,
Universitas Sumatera Utara
asam lemak jenuh penyusun lemak berasal dari sumber hewani, dan asam lemak tak
jenuh penyusun minyak berasal dari sumber nabati (Ketaren, 1986).
Asam lemak yang paling dominan pada minyak kelapa sawit adalah Asam
palmitat (C16:0 asam lemak jenuh) dan asam oleat (C18:1 asam lemak tak jenuh).
Tabel 2.1. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit (May, 1994)
No
1
2
3
4
5
6
7
Asam Lemak
Asam Laurat (12:0)
Asam Miristat (14:0)
Asam Palmitat (16:0)
Asam Stearat (18:0)
Asam Oleat (18:1)
Asam Linoleat (18:2)
Asam Linolenat (18:3)
Persen Kompsosisi (%)
Berat
Molekul(gr/mol)
0.0 – 0.4
0.6 – 1.7
41.1 – 47.0
3.7 – 5.6
38.2 – 43.6
6.6 – 11.9
0.0 – 0.6
200.32388
228.37806
256.43224
284.48642
282.47048
280.45454
280.45454
Disamping komponen utama penyusun minyak kelapa sawit berupa asam
lemak jenuh dan tak jenuh (stearin dan olein), juga terdapat komponen minor yang
terdapat pada minyak kelapa sawit dalam jumlah kecil. Minyak kelapa sawit
mengandung sekitar 1% komponen minor diantaranya: karoten, vitamin E (tokoferol
dan tokotrienol), sterol, posfolipid, glikolipid, terpen dan hidrokarbon alifatik.
(May, 1994).
Tabel 2.2. Komponen minor dari minyak kelapa sawit (Tan, 1981).
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Karotenoid
Tokoperol dan Tokotrienol
Sterol
Phospholipid
Triterpen Alkohol
Metil Sterol
Squalen
Alkohol Alifatik
Hidrokarbon Alifatik
500-700
600-1.000
326-527
5-130
40-80
40-80
200-500
100-200
50
Minyak sawit merupakan sumber karotenoid alami yang paling besar. Kadar
karotenoid dalam minyak sawit yang belum dimurnikan berkisar 500 - 700 ppm dan
lebih dari 80 persennya adalah α dan ß-karoten. Bila tidak terdegradasi, beberapa
jenis karotenoid diketahui mempunyai aktivitas pro-vitamin A. Dilihat dari besarnya
aktivitas provitamin A, kadar karotenoid minyak sawit mempunyai aktivitas 10 kali
Universitas Sumatera Utara
lebih besar dibandingkan dengan tomat. Selain itu studi epidemilogi mutakhir
menentukan adanya hubungan antara konsumsi pangan kaya karotenoid dengan
penurunan terjadinya kanker (May, 1994).
2.1.2. Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit
Seiring cukup berperannya minyak kelapa sawit dalam perdagangan dunia, baik
industri pangan maupun nonpangan, maka standar mutu dalam perdangangan minyak
kelapa sawit perlu dipertimbangkan. Dalam hal ini minyak kelapa sawit harus benarbenar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain.
Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang 0,1 persen
dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah
mungkin (kurang lebih 2 persen), bilangan peroksida dibawah 2, bebas dari warna
merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih dan kandungan
logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam (Ketaren, 1986).
Mutu minyak sawit juga dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebasnya, karena
jika kadar asam lemaknya bebasnya tinggi, maka akan timbul bau tengik di samping
juga dapat merusak peralatan karena mengakibatkan timbulnya korosi. Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan naiknya kadar asam lemak bebas dalam CPO antara lain
adalah :
-
Kadar air dalam CPO.
-
Enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam CPO tersebut.
Warna minyak kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh kandungan karoten dalam
minyak tersebut. Oleh karena itu para produsen berusaha untuk menghilangkannya
dengan berbagai cara. Salah satu cara yang digunakan ialah dengan menggunakan
bleaching earth (Tambun, 2002).
Kadar air dapat mengakibatkan naiknya kadar asam lemak bebas karena air
pada CPO dapat menyebabkan terjadinya hidrolisa pada trigliserida dengan bantuan
enzim lipase dalam CPO tersebut. Reaksi hidrolisa dapat menyebabkan kerusakan
minyak atau lemak, hal ini terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau
lemak tersebut, reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan pada
minyak.
(Ketaren, 1986).
Industri pangan maupun nonpangan selalu menghendaki minyak kelapa sawit
dalam mutu yang terbaik. Sebagai cara untuk memperoleh standar mutu diperlukan
Universitas Sumatera Utara
suatu analisa terhadap minyak. Analisa pengujian minyak yang dimaksud meliputi:
warna atau lovibond, kadar asam lemak bebas (% FFA), bilangan iodin, kadar
monogliserida, bilangan peroksida, titik asap (smoke point), kadar logam, kadar air,
kadar kotoran, dan moisture (Lawson, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak kelapa sawit:
1. Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid).
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan ketengikan serta
dapat mengakibatkan turunnya rendeman minyak kelapa sawit.
2. Kadar Zat Menguap dan Kotoran
Dapat menyebabkan terjadinya proses hidrolisa pada minyak kelapa sawit.
3. Kadar Logam
Adanya logam dapat berfungsi sebagai katalisator sehingga dapat menyebabkan
terjadinya reaksi oksidasi pada minyak kelapa sawit.
4. Angka Oksidasi
Proses oksidasi yang disebabkan oleh logam jika berlangsung intensif akan
mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap).
5. Pemucatan
Kualitas minyak juga dipengaruhi oleh kualitas warna dan konsentrasi
bahan pemucat yang digunakan (Tim Penulis PS, 1997).
Tabel 2.3. Standar mutu minyak kelapa sawit.
N1 KAsam
k Lemak
i ik Bebas
2 Kadar Kotoran
3 Kadar Zat Menguap
4 Bilangan Peroksida
5 Bilangan Iodin
6 Bilangan Safonifikasi
7 Kadar Logam
8 Lovibond
K
d
5%
0,5%
0,5%
6 meq
44 – 58 mg/gr
195-205
10 ppm
3–4R
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 1989
Minyak kelapa sawit dapat dikonversi menjadi bentuk metil ester asam lemak
atau
yang
disebut
dengan
biodiesel.
Konversi
dilakukan
melalui
reaksi
Universitas Sumatera Utara
transesterifikasi antara minyak kelapa sawit dengan metanol serta penambahan
katalis, baik katalis asam maupun katalis basa. Biodiesel juga dapat diperoleh dari
hasil konversi RBDPO dan fraksi-fraksinya seperti stearin dan olein.
Biodiesel yang berasal dari minyak kelapa sawit mempunyai sifat-sifat kimia
dan sifat fisika yang sama dengan minyak bumi (petroleum diesel) sehingga dapat
digunakan secara langsung untuk mesin diesel dengan melakukan pencampuran
dengan bahan bakar petroleum diesel dengan tidak perlu melakukan modifikasi
apapun pada mesin diesel (Fauzi, 2004).
2.2.
Transesterifikasi
Ester merupakan suatu senyawa turunan asam karboksilat dimana gugus hidroksi dari
asam karboksilat digantikan oleh gugus alkoksi. Esterifikasi merupakan reaksi
pembentukan ester antara asam karboksilat dan alkohol, esterifikasi adalah reaksi
ionik yang merupakan kombinasi dari reaksi adisi dan penyusunan ulang
(rearrangement) (Wahyu, 2004).
Reaksi esterifikasi dapat dibagi atas dua jenis, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Esterifikasi langsung, yang merupakan reaksi antara alkohol dengan asam
lemak.
RCOOH
+
R`OH

RCOOR`
+
H2O
Reaksinya merupakan reaksi substitusi nukleofilik gugus asil. Reaksinya
tidak langsung secara substitusi, tetapi melalui 2 tahap. Tahap pertama
adalah adisi nukleofilik dan diikuti tahap kedua yaitu eliminasi.
(Wahyu, 2004).
2. Transesterifikasi, yang meliputi reaksi:
a. Alkoholisis, merupakan reaksi antara ester dengan alkohol membentuk
ester yang baru.
RCOOR`
+
R``OH

RCOOR``
+
R`OH
b. Asidolisis, merupakan reaksi antara ester dengan asam karboksilat
membentuk ester yang baru.
RCOOR`
+
R``COOH 
R``COOR` +
RCOOH
Universitas Sumatera Utara
c. Interesterifikasi merupakan suatu reaksi ester dengan ester lainnya atau
disebut ester interchange (Sreenivasan, 1978).
Transesterifikasi atau alkoholisis adalah reaksi pertukaran gugus alkohol dari
suatu ester dengan ester lain. Kehadiran katalis (asam kuat atau basa kuat) akan
mempercepat pembentukan ester. Transesterifikasi dapat dikatalisis oleh asam-asam
Brönsted, lebih sering digunakan sulfonat dan asam sulfat (Srivastava, 2000).
Secara umum reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan alkohol (metanol)
dapat digambarkan sebagai berikut:
Katalis
Trigliserida
Metanol
Gliserol
Metil Ester
Gambar 2.1. Reaksi Transesterifikasi antara trigliserida dan metanol
Reaksi antara minyak atau lemak dengan alkohol merupakan reaksi yang bersifat
bolak-balik. Oleh sebab itu alkohol harus ditambahkan berlebih untuk membuat reaksi
berjalan kearah kanan (Syah, 2006). Menurut azas Le Chatelier bahwa: “Setiap
perubahan pada salah satu variabel sistem keseimbangan akan menggeser posisi
keseimbangan kearah tertentu yang akan menetralkan/ meniadakan pengaruh variabel
yang berubah tadi” (Bird, 1993).
Biodiesel dapat berupa metil ester atau etil ester tergantung jenis alkohol yang
digunakan. Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester karena metanol
mudah didapat dan tidak mahal (Haryanto, 2000). Metanol lebih reaktif dibandingkan
dengan etanol, sehingga penggunaan metanol menghasilkan mono dan diasilgliserol
yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan etanol pada kondisi reaksi
yang sama (Freedman, 1984). Biodiesel adalah senyawa mono alkil ester yang
diproduksi melalui reaksi transesterifikasi antara trigliserida (minyak nabati seperti
minyak kelapa sawit) dengan metanol menjadi metil ester dan gliserol dengan bantuan
katalis. Katalis yang digunakan dapat berupa asam (H2SO4, HCl, BF3) atau berupa
basa (alkoksi logam, alkali hidroksida), penggunaan katalis basa akan lebih
mempercepat reaksi. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan
sehingga digunakan metanol berlebih untuk menggeser arah reaksi kekanan
Universitas Sumatera Utara
(Yuenmay, 2004). Transesterifikasi dilakukan pada suhu 50oC – 70oC dan pada
kondisi tekanan atmosfer. Suhu reaksi pada transesterifikasi minyak kelapa sawit yang
sesuai adalah pada 60oC, hal ini disebabkan karena suhu ini mendekati titik didih
metanol (65oC) dan titik leleh CPO (55 oC), pada suhu ini reaktan akan tercampur
secara homogen (Foon, 2004).
Parameter-parameter proses transesterifikasi diantaranya adalah kandungan
asam lemak bebas dan zat menguap, perbandingan mol alkohol dengan CPO, jenis
alkohol,
jenis dan
jumlah katalis,
suhu,
waktu reaksi dan pengadukan.
(Meher 2004).
Minyak dan lemak dengan kandungan asam lemak bebas dalam jumlah banyak
tidak dapat dikonversi secara langsung menjadi metil ester dengan menggunakan
katalis basa (Meher, 2004). Pengaruh negatif transesterifikasi katalis basa terhadap
minyak dengan kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan mengakibatkan asam
lemak bebas bereaksi dengan katalis yang ditambahkan dan selanjutnya bereaksi
menghasilkan sabun, disamping itu sebagian katalis akan dinetralisasi (Truck, 2002).
Jika terdapat air dalam reaksi, sabun akan terbentuk dengan terlebih dahulu
membentuk emulsi dengan metanol dan minyak, sehingga reaksi metanolisis tidak
dapat terjadi (Haryanto, 2000). Adanya sabun akan menyebabkan naiknya koefisien
viskositas dan pembentukan gel yang akan mengganggu jalannya reaksi serta
berpengaruh terhadap proses pemisahan gliserol (Freedman, 1984). Bila bahan baku
yang digunakan adalah minyak mentah yang mengandung kadar asam lemak bebas
tinggi (yakni lebih dari 2%), maka perlu dilakukan proses praesterifikasi untuk
menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar 2% (Ramadhas, 2005). CPO
yang ada dipasaran biasanya mengandung sekitar 5% asam lemak bebas yang akan
mengganggu reaksi utama pembentukan biodiesel. Oleh karena itu, asam lemak bebas
harus dihilangkan atau dikonversi dengan menggunakan katalis asam melalui reaksi
esterifikasi (Prakoso, 2006). Oleh sebab itu, proses esterifikasi dilakukan secara dua
tahap. Secara sederhana asam lemak bebas dikonversi menjadi metil ester asam lemak
dengan perlakuan katalis asam pada tahap awal, dan pada tahap selanjutnya
transesterifikasi sempurna dilakukan dengan menggunakan katalis basa (Meher,
2004). Esterifikasi asam merupakan proses pendahuluan menggunakan katalis asam
untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga 2%, katalis asam umumnya adalah
asam sulfat dengan konsentrasi 0.5% (b/b CPO) (Ramadhas, 2005). Esterifikasi
dilakukan dalam wadah berpengaduk magnetik dengan kecepatan konstan, hal ini
Universitas Sumatera Utara
penting untuk memastikan terjadinya reaksi diseluruh bagian reaktor, kecepatan
pengaduk sebesar 350 rpm. (Foon, 2004).
Perbandingan mol yang sesuai antara metanol dan CPO pada proses
transesterifikasi
basa
adalah
9:1
(Meher,
2004).
Transesterifikasi
dengan
menggunakan katalis basa dilakukan didalam reaktor curah (batch reactor) pada suhu
60oC. Waktu reaksi yang dibutuhkan untuk mengkonversi trigliserida, digliserida dan
monogliserida menjadi metil ester adalah selama 60 menit. Konsentrasi katalis
maksimum adalah 1% KOH (b/b CPO) (Cheryan, 2000). Katalis yang umum
digunakan dalam transesterifikasi basa adalah NaOH, KOH dan NaOMe. Penggunaan
KOH sebagai katalis lebih baik dibanding NaOH. Penggunaan NaOH dan NaOMe
dapat menyebabkan pembentukan beberapa produk samping seperti garam natrium
(sabun) yang mengendap dan perlu pemisahan lebih lanjut. penggunaan KOH
mempunyai keuntungan, pada akhir reaksi dengan penambahan asam posfat sehingga
terbentuk kalium posfat yang dapat digunakan sebagai pupuk (Ahn, 1995).
2.2.1. Katalisis Heterogen
Katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi tetapi zat tersebut tidak
mengalami perubahan kimia pada akhir reaksi. Katalis tidak berpengaruh pada energi
bebas ∆G 0, jadi juga tidak berpengaruh terhadap tetapan kesetimbangan k. Umumnya
kenaikan konsentrasi katalis juga menaikkan kecepatan reaksi, jadi katalis ini ikut
dalam reaksi tetapi pada akhir reaksi diperoleh kembali (Sukardjo, 2002).
Berdasarkan fasanya, proses katalisis dapat digolongkan menjadi katalisis
homogen dan katalisis heterogen. Katalisis homogen ialah katalis yang mempunyai
fasa sama dengan fasa campuran reaksinya, sedangkan katalisis heterogen adalah
katalis yang berbeda fasa dengan campuran reaksinya. Katalisis homogen kurang
efektif dibandingkan dengan katalisis heterogen karena heterogenitas permukaannya.
Pada katalisis homogen katalis sukar dipisahkan dari produk dan sisa reaktanya
sedangkan katalisis heterogen pemisahan antara katalis dan produknya serta sisa
reaktan mudah dipisahkan dengan demikian, karena mudah dipisahkan dari campuran
reaksinya dan kestabilannya terhadap perlakuan panas, katalisis heterogen lebih
banyak digunakan dalam industri kimia (Setyawan, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan lain dari katalisis heterogen adalah tidak korosif, ramah terhadap
lingkungan, memiliki waktu hidup yang panjang dan dapat memberikan aktifitas dan
selektifitas yang tinggi (Gryglewicz, 1998 ; Tanabe, 1999).
Adapun mekanisme reaksi katalisis heterogen secara umum adalah sebagai
berikut:
1. Difusi molekul reaktan ke permukaan katalis
2. Adsorpsi reaktan pada permukaan katalis.
3. Reaksi difusi reaktan pada permukaan katalis.
4. Reaksi dalam lapisan adsorpsi.
5. Desorpsi produk reaksi dari permukaan katalis.
6. Abfusi pada produk keluar dari permukaan katalis (Laidler, 1987)
Desorpsi
5
Adsorpsi
2
Abfusi
6
Reaksi
Difusi
1
Gambar 2.2.
Mekanisme Reaksi Heterogen
Mekanisme katalisis heterogen menurut Langmuir-hinshelwood
1. Atom A dan B teradsorpsi kepermukaan katalis.
2. Atom A dan B berdifusi melalui permukaan.
3. Atom A dan B berinteraksi satu sama lain.
4. Sebuah molekul terbentuk dan terjadi desorpsi (Sariyusriati, 2008).
A
B
A
.
.
.
B
.
.
.
A  B
.
.
.
.
.
.
A
B
Universitas Sumatera Utara
k
k
k
k
Gambar 2.3. Mekanisme katalisis heterogen menurut Langmuir-Hinshelwood
Mekanisme katalisis heterogen menurut Rideal-Eley
1. Atom A diadsorpsi oleh permukaan katalis (k).
Difusi adalah peristiwa mengalirnya / berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari
bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian berkonsentrasi rendah. Proses difusi molekul
reaktan kepermukaan atau difusi pada produk desorpsi merupakan proses yang paling
lambat dan tidak dapat ditentukan kecuali pada penentuan proses teknik yang
melibatkan penyerapan katalis.
2. Atom B lewat, kemudian berinteraksi dengan atom A yang ada dipermukaan
katalis (k).
Katalis menyediakan suatu permukaan dimana pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk
sementara terjerap.
3. Atom A dan B saling berinteraksi satu sama lain
4. Sebuah molekul terbentuk dan terjadi desorpsi
Terbentuk molekul produk dalam permukaan katalis kemudian terlepas molekul
produk dari permukaan katalis. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah
sehingga memadai terbentuknya produk baru. Ikatan antara produk baru dan katalis
lebih lemah sehingga akhirnya terlepas. (Sariyusriati, 2008).
B
A
k
A
.
.
.
B
A
.
.
.
k
B
A
.
.
.
AB
k
k
Gambar 2.4. Mekanisme katalisis heterogen menurut Rideal-Eley
Permukaan padatan yang kontak dengan suatu larutan cenderung untuk
menghimpun lapisan dari molekul-molekul zat terlarut pada permukaannya akibat
ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan.
Difusi adalah peristiwa mengalirnya / berpindahnya suatu zat dalam pelarut
dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Proses difusi
molekul reaktan kepermukaan atau difusi pada produk desorpsi kedalam gas utama
Universitas Sumatera Utara
merupakan proses yang paling lambat dan tidak dapat ditentukan kecuali pada
penentuan proses teknik yang melibatkan penyerapan katalis (Laidler, 1987).
Permukaan spesifik, Specific surface yang besar lebih diharapkan karena laju
perpindahan massa akan meningkat sehingga akan meningkatkan laju reaksi kimia
secara keseluruhan. Permukaan spesifik yang besar ini berhubungan dengan diameter
partikel yang kecil dan seluruh permukaan porinya.
Pori yang kecil membatasi kemampuan senyawa mendifusi ke dalam
permukaan sebelah dalam, internal surface, demikian juga difusi produk keluar dari
pori. Sehingga didalam pemilihan diameter pori dan keseragaman diameter pori untuk
menyediakan specific surface dan tahanan difusi didalam permukaan sebelah dalam
perlu diperhatikan. Tahanan difusi yang terjadi di dalam katalis disebabkan karena
gesekan antar molekul maupun dengan dinding pori.
Proses heterogen selalu melibatkan energi aktivasi yang cukup besar sedang
difusi dalam gas tidak melibatkan energi aktivasi. Didalam adsorpsi dan desorpsi
sangat lambat didalam poses heterogen karena keduanya melibatkan energi aktivasi
yang cukup besar (Laidler,1987).
Secara umum, apabila suatu partikel padat terdispersi dalam suatu media cair,
maka partikel tersebut dapat melalui beberapa mekanisme, yaitu :
1. Terjadinya peristiwa adsorpsi yang bersifat selektif terhadap spesies bermuatan
yang terdapat didalam dispersi tersebut.
2. Terjadinya peristiwa ionisasi gugus-gugus yang terdapat pada permukaan padatan,
sehingga meninggalkan muatan tertentu pada permukaan padat tersebut. Mekanisme
ini sering terjadi ketika pada suatu permukaan partikel padat terdapat gugus yang
mudah terionisasi, misalnya -COOH (Lestari,2008).
Adsorpsi kimia menghasilkan pembentukan lapisan monomolekular adsorbat
pada permukaan melalui gaya-gaya dari valensi sisa dari molekul-molekul pada
permukaan. Adsorpsi fisika diakibatkan kondensasi molekular dalam kapiler-kapiler
dari padatan. Secara umum, unsur-unsur dengan berat molekul yang lebih besar akan
lebih mudah diadsorpsi. Terjadi pembentukan yang cepat sebuah kesetimbangan
konsentrasi antar-muka, diikuti dengan difusi lambat ke dalam partikel-partikei. Laju
adsorpsi keseluruhan dikendalikan oleh kecepatan difusi dari molekul-molekul zat
terlarut dalam pori-pori kapiler dari partikel (Subiarto, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Bila digunakan logam atau oksidanya sebagai katalis maka kita berusaha
untuk membuat permukaan yang dapat bekerja secara katalisis sebesar-besarnya.
Untuk keperluan itu sering kali dipergunakan pendukung. Pendukung disini adalah
dengan permukaan yang besar seperti batu apung, arang aktif oksida, aluminium,
kalium oksida dan silikat oleh pelekatan bagian-bagian logam diatas bahan
pendukung ini. Permukaan aktif kadang-kadang diperbesar sampai seratus kali lipat
atau lebih. Karena itu bobot dari katalis dari yang sesungguhnya kadang-kadang
hanya berjumlah sebagaian kecil dari seluruh bobot dari katalis yang sesungguhnya.
Pada umumnya inhibitor adalah suatu zat kimia yang dapat menghambat atau
memperlambat suatu reaksi kimia (Surya, 2004). Reaksi permukaan katalis dapat
terhambat jika suatu substansi asing berikatan pada sisi aktif katalis sehingga
memblok kepada subtrat molekul-molekul. Jenis penghambatan ini disebut peracunan
dan penghambat atau katalis negatif tersebut merupakan racun katalis.
Suatu katalis jika sudah terpakai beberapa kali maka aktivitasnya akan
berkurang. Ini berarti bahwa kemampuan untuk mempercepat reaksi tertentu telah
berkurang. Gejala ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya oleh suhu
yang terlalu tinggi katalis dapat lumer sebagaian atau disenter, penyebab lain yaitu
katalis dapat bereaksi dengan produk atau kotoran yang terdapat didalam bahan dasar.
Penyebab yang terkenal dari pengurangan aktivitas katalis adalah belerang
dan
persenyawaan belerang, air lembab (vouch) dan uap minyak dapat dapat dimasukkan
kedalam kelompok ini yang dikenal dengan racun katalis atau poisoning catalyst.
Bila setelah beberapa waktu, aktivitas katalis telah turun sampai dibawah
minimum yang dapat diterima, katalis itu harus apkir atau berhenti. Beberapa katalis
yang tidak aktif dapat diperbaiki kembali dengan jalan regenerasi. Dalam hal ini
dipergunakan uap, zat cair, zat asam atau gas lain. Katalis sering juga digenerasi
dengan pengolahan memakai asam mineral, dimana logamnya dapat larut (Bergeyk,
1982).
Didalam dunia industri katalis yang digunakan:
1.
Harus murni
2.
Stabil tehadap panas
3.
Memiliki waktu hidup yang panjang
4.
Dapat diregenerasi
Universitas Sumatera Utara
5.
Tahan terhadap keracunan
6.
Kesederhanaan dalam cara pembuatannya
7.
Mudah didapat
8.
Harganya murah
(Leach, 1983).
Pada zaman sekarang ini, banyak sekali jenis katalis padat yang telah
digunakan dalam reaksi transesterifikasi minyak nabati menjadi biodisel seperti
oksida logam alkali tanah atau campuran logam alkali dengan aluminium dan zeolit
namun kebanyakan katalis logam alkali mudah mengalami kerusakan dan memilki
waktu hidup yang singkat sementara itu CaO adalah katalis basa yang memiliki waktu
hidup yang panjang (Liu, 2008).
2.2.2. Kalsium oksida, CaO
Nama lain dari Kalsium oksida adalah lime, caustic, quicklime atau gamping. CaO
merupakan oksida basa yang didapat dari batuan gamping dimana terkandung kalsium
oksida sedikitnya 90% dan magnesia 0-5%, kalsium karbonat, silika, alumina, feri
oksida terdapat sedikit sebagai ketidakmurnian.
Ditinjau dari komposisinya, ada beberapa jenis gamping. Gamping hidraulik
didapat dari pembakaran batu gamping yang mengandung lempung, gamping
berkadar kalsium tinggi lebih dimanfaatkan didalam reaksi kimia. Gamping dolomit
yang biasanya 35-45% CaO dan 10-25% MgO.
Kalsium karbonat dan juga magnesium didapat dari endapan batu gamping
marmer, kapur (chalk), dolomit atau kulit kerang. Untuk tujuan penggunaan kimia,
biasanya batu gamping yang agak murni lebih disukai sebagai bahan awal, karena
dapat menghasilkan gamping berkadar kalsium tinggi.
Kalsinasi CaCO3 pada suhu 900oC . Reaksinya :
CaCO3(p)
CaO(p) + CO2(g)
Sebagaimana ditunjukkan diatas reaksi kalsinasi tersebut bersifat dapat balik. Pada
suhu dibawah 650oC tekanan keseimbangan CO2 hasil dekomposisi cukup rendah.
Akan tetapi suhu antara 650 dan 900oC, tekanan dekomposisi itu cukup meningkat
(Austin, 1984).
Universitas Sumatera Utara
CaO (Massa relatif 56,08 g/mol) memilki sifat higroskopis, titik lelehnya
2600oC dan titik didihnya 2850oC, tidak larut dalam HCl, struktur kristalnya
oktahedral, memiliki luas permukaannya 0,56 m2/g (West, 1984).
CaO biasanya digunakan sebagai mortar, industri pupuk, industri kertas,
industri semen, pemutih (bleaching) dan sebagai katalis (Austin, 1984 ; Liu, 2008).
CaO memiliki sisi-sisi yang bersifat basa dan CaO telah diteliti sebagai katalis basa
yang kuat dimana untuk menghasilkan biodiesel menggunakan CaO sebagai katalis
basa mempunyai banyak manfaat, misalnya aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi yang
rendah, masa katalis yang lama, serta biaya katalis yang rendah. Reddy menghasilkan
biodiesel dengan menggunakan nano kalsium oksida dalam kondisi suhu kamar.
Tetapi kecepatan reaksi begitu lambat dan membutuhkan 6-24 jam untuk memperoleh
konversi (hasil) yang tinggi. Dia juga telah meneliti deaktivitasi setelah tiga kali siklus
dengan asam lemak. Zhu memperoleh 93% hasil dari minyak jarak pagar
menggunakan CaO sebagai katalis tetapi katalis tersebut harus direaksikan dengan
larutan amonium karbonat dan dikalsinasi pada suhu yang tinggi (Liu, 2008).
Zhang et al,1988, menemukan bahwa air menyebabkan peningkatan aktivitas
dan selektivitas
alkohol aseton ketika MgO digunakan sebagai basa. Mereka
menduga bahwa ion OH- merupakan sisi aktif dalam adisi aldol pada aseton. Baru
baru ini aktivitas katalitik CaO dalam reaksi transesterifikasi minyak kedelai menjadi
biodiesel meningkat dengan penambahan sedikit air dalam metanol
Mekanisme reaksi transesterifikasi padat dengan katalis basa CaO di dalam
penambahan sedikit air
:
CaO sebagai katalisis heterogen, dimana O2- bereaksi dengan H+ dari H2O
untuk membentuk OH -, direaksikan lebih mudah oleh reaktan pada reaksi kimia.
Kemudian OH- direaksikan dengan H+ dari metanol untuk membentuk metoksi anion
dan Air. Metoksi anion merupakan sisi aktif.
Mekanisme transesterifikasi gliserida untuk menghasilkan biodiesel yaitu :
1.
Metoksi anion meyerang karbon yang terikat dengan karbonil dari
molekul trigliserida untuk membentuk zat antara tetrahedral
2.
Tetrahedral intermediate mengambil H+ dari CaO .Tetrahedral metoksi
juga dapat bereaksi dengan metanol untuk membentuk metoksi anion
3.
Langkah terakhir adalah pengaturan kembali zat antara tetrahedral yang
akan menghasilkan biodiesel dan gliserol (Liu, 2008).
Universitas Sumatera Utara
H
CH3OH
+ --Ca—O--
--
--Ca—O-CH3O
O
H
R1—C—OR +
--Ca—O--
R1—C—OR + --Ca—O--
CH3O
OR1—C---OR
OCH3
O-
H
+
--Ca—O--
R—C—ROH
OCH3
OR1—C—ROH+
OCH3
H
O
+ --Ca—O --
OCH3
O
R1—C
+ ROH
OCH3
Gambar 2.5. Mekanisme reaksi transesterifikasi basa heterogen dengan katalis
CaO
2.3.
Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar mesin diesel yang berupa ester metil/etil asamasam lemak yang berasal dari sumber daya hayati atau monoalkil ester dari asam
lemak rantai panjang yang diturunkan dari bahan yang dapat diperbaharui, seperti
minyak tumbuhan dan lemak hewan. Biodiesel merupakan metil ester asam lemak
yang diperoleh dengan cara transesterifikasi trigliserida dari minyak tumbuhan dengan
metanol.
Universitas Sumatera Utara
Pada prinsipnya, proses transesterifikasi adalah mengeluarkan gliserin dari
minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol (biasanya metanol)
menjadi alkohol ester (Fatty Acid Methyl Ester) atau biodiesel. Reaksi antar senyawa
ester misal CPO dengan senyawa alkohol (metanol) memerlukan katalis untuk
mempercepat reaksinya. Reaksi alkoholisis merupakan reaksi setimbang, pergeseran
reaksi ke kanan biasanya dilakukan dengan menggunakan alkohol berlebih. Dalam
reaksi alkoholisis, alkohol bereaksi dengan ester dan menghasilkan ester baru. Reaksi
ini merupakan reaksi dapat balik yang pada suhu kamar tanpa bantuan katalisator
akan berlangsung sangat lambat (Meher, 2004).
2.3.1. Kunggulan Biodiesel
Biodiesel juga bersifat biodegradable dan tidak beracun, disamping itu juga biodiesel
memiliki flash point (temperatur terendah yang dapat menyebabkan uap biodiesel
dapat menyala) yang tinggi daripada diesel normal, sehingga tidak menyebabkan
mudah terbakar. Biodiesel juga menambah pelumasan mesin, menambah ketahanan
mesin dan mengurangi frekuensi pergantian mesin. Keuntungan lain dari biodiesel
yang cukup signifikan adalah sifat emisi yang rendah dan mengandung oksigen
sekitar 10-11% (Lotero, 2004)
Pengembangan palm biodiesel yang berbahan baku minyak kelapa sawit terus
dilakukan karena selain untuk mengantisipasi cadangan minyak bumi yang semakin
terbatas, produk biodiesel juga termasuk produk yang ramah lingkungan.
Penggunaan biodiesel juga akan meningkatkan kualitas udara lokal dengan
mereduksi emisi gas berbahaya, seperti karbon monooksida (CO), ozon (O3), nitrogen
oksida (NOx), sulfur dioksida (SO2), dan hidrokarbon reaktif lainnya, serta asap dan
partikel yang dapat terhirup. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kadar emisi gas
buang seperti CO, CO2, NOx, SO2, dan hidrokarbon dari bahan bakar campuran palm
biodiesel dan solar lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar solar murni.
(Tim Peneliti PPKS Medan).
Disamping itu, palm biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih bersih dan
lebih mudah ditangani karena tidak mengandung sulfur dan senyawa benzena yang
karsinogenik. Produksi gas karbon dioksida dari hasil pembakarannya dapat
dimanfaatkan kembali oleh tanaman. Penggunaan palm biodiesel juga dapat
mereduksi efek rumah kaca, polusi tanah, serta melindungi kelestarian perairan dan
sumber air minum. Hal ini berhubungan dengan sifat biodiesel yang dapat
Universitas Sumatera Utara
teroksigenasi relatif sempurna atau terbakar habis, nontoksik dan dapat terurai secara
alami (biodegradable).
Palm biodiesel dibuat dengan menggunakan bahan baku minyak kelapa sawit
(CPO), produksinya dapat dilakukan melalui transesterifikasi minyak kelapa sawit
dengan metanol. Proses ini dianggap lebih efisien dan ekonomis bila dibandingkan
dengan cara esterifikasi hidrolisis dengan metanol (Fauzi, 2004).
2.3.2. Sifat Fisik Bahan Bakar Diesel
Sifat sifat penting dari bahan bakar mesin diesel antara lain adalah viskositas, pour
point, flash point, carbon residue, bilangan setana (cetane number) dan nilai kalor.
Viskositas merupakan sifat fisik yang penting bagi bahan bakar mesin diesel.
Viskositas yang terlalu tinggi dapat mempersulit proses pembentukan butir – butir
cairan/ kabut saat penyemprotan/ atomisasi. Viskositas bahan bakar yang terlalu
rendah akan dapat mengakibatkan kebocoran pada pompa injeksi bahan bakar. Kedua
hal yang ekstrim ini dapat menimbulkan kerugian, sehingga salah satu persyaratan
bahan bakar mesin diesel adalah nilai viskositas standar bahan bakar mesin diesel.
Pour point atau titik tuang adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat
dialirkan. Untuk daerah bersuhu rendah, bahan bakar dipersyaratkan tidak membeku.
Titik tuang yang terlalu tinggi akan menyebabkan kesulitan pada pengaliran bahan
bakar.
Titik nyala atau flash point adalah suhu terendah dimana bahan bakar dalam
campurannya dengan udara akan menyala. Bila nyala tersebut terjadi secara terus
menerus maka suhu tersebut dinamakan titik bakar (fire point). Titik nyala yang
terlampau tinggi dapat menyebabkan keterlambatan penyalaan, sementara apabila titik
nyala terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya detonasi yaitu ledakan –
ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ruang bakar. Hal ini juga dapat
meningkatkan resiko bahaya pada saat penyimpanan.
Sisa karbon atau carbon residue yang tertinggal pada proses pembakaran akan
menyebabkan terbentuknya endapan kokas yang dapat menyumbat saluran bahan
bakar. Hal ini dapat menyebabkan terhambatnya operasi mesin secara normal, serta
dapat menyebabkan bagian bagian pompa injeksi bahan bakar cepat menjadi aus.
Dengan demikian, semakin rendah nilai sisa karbon, semakin baik efisiensi motor
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Warna bahan bakar tidak secara langsung berpengaruh terhadap kinerja
motor/ mesin diesel. Warna yang terlalu terang, dapat dikoreksi dengan penambahan
zat warna tertentu sehingga masuk dalam standar warna bahan bakar mesin diesel.
Nilai kalor bahan bakar menentukan jumlah konsumsi bahan bakar tiap satuan
waktu. Makin tinggi nilai kalor bahan bakar menunjukkan bahan bakar tersebut
semakin sedikit pemakaiannya. Tidak ada standar khusus yang menentukan nilai kalor
minimal yang harus dimiliki oleh bahan bakar mesin diesel. Konsumsi mesin diesel
memerlukan energi sebesar 40.1 MJ/Kg.
Bilangan Setana adalah ukuran kualitas penyalaan sebuah bahan bakar diesel
dalam keadaan terkompresi. Bilangan setana dari minyak diesel konvensional
dipengaruhi oleh struktur molekul hidrokarbon penyusun. Normal parafin dengan
rantai panjang mempunyai bilangan setana lebih besar daripada sikloparafin,
isoparafin, olefin dan aromatik. Bilangan setana dari bodiesel juga sangat bervariasi.
Bahan bakar untuk mesin diesel harus mempunyai bilangan setana 40 atau lebih
tinggi. Metil ester dari asam lemak palmitat dan stearat mempunyai bilangan setana
hingga 75, sedangkan bilangan setana untuk linoleat hanya mencapai 33. Semakin
rendah bilangan setana maka semakin rendah pula kualitas penyalaannya karena
memerlukan suhu penyalaan yang lebih tinggi (Hendartomo, 2006)
2.3.3. Standar Biodiesel
Standar biodiesel menurut Standar Biodiesel Nasional (SNI 04-7182-2006) :
Tabel 2.4. Standar Biodiesel Nasional (SNI 04-7182-2006)
No
1
2
3
4
5
Parameter
Densitas, Density (40oC)
Viskositas, Viscosity (40oC)
Bilangan Setana, Cetane Number
Titik Nyala, Flash Point (close cup)
Titik Awan, Cloud Point
Unit
3
kg/m
mm2/s (cSt)
o
C
o
C
Bilangan
850 – 890
2.3 – 6.0
min. 51
min. 100
max. 18
Universitas Sumatera Utara
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Korosi Tembaga, Copper Strip Corrosion
(3 jam, 50 oC)
Residu Karbon, Carbon Residue
Air dan Endapan, Water and Sediment
Suhu Destilasi, Distillation Temperature,
90% recovered
Abu Sulfat, Sulfated Ash
Sulfur
Kandungan Posfor, Phosporus Content
Bilangan Asam, Acid Number
Gliserin Bebas, Free Gliceryn
Gliserin Total, Total Glycerin
Kandungan Ester, Ester Content
Bilangan Iodin, Iodine Number
-
max. no 3
% mass
% vol
max. 0.05
max. 0.05
o
max. 360
% mass
ppm (mg/kg)
ppm (mg/kg)
mg-KOH/g
% mass
% mass
% mass
% mass (g I2/100g)
max. 0.02
max. 100
max. 10
max. 0.8
max. 0.02
max. 0.24
min. 96.5
max. 115
C
Universitas Sumatera Utara
Download