ii. tinjauan pustaka

advertisement
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemasaran
Definisi pemasaran menurut Kotler (2005) adalah suatu proses sosial
yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara
bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.
Menurut Kotler dan Armstrong (2001), pemasaran adalah suatu proses sosial
dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang
mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik
produk dan nilai dengan orang lain. Sedangkan menurut Stanton dalam
Angipora (2002), pemasaran dalam arti bisnis merupakan sebuah sistem dari
kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, memberi harga,
mempromosikan, dan mendistribusikan jasa serta barang-barang pemuas
keinginan pasar.
Pemasaran adalah kegiatan manusia dalam hubungannya dengan pasar.
Adapun maksud dari pemasaran disini adalah bekerja dengan pasar untuk
mewujudkan transaksi yang mungkin terjadi dalam memenuhi kebutuhan dan
keinginan manusia. Pemasaran adalah fungsi perusahaan yang bertugas untuk
menentukan pelanggan sasaran, serta cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan
dan keinginan mereka secara kompetitif dan menguntungkan. Dalam hal ini,
pihak-pihak yang mencari sumberdaya dari pihak lain, dan mau menawarkan
sesuatu yang bernilai untuk itu, disebut sebagai pemasar. Pada situasi normal,
pemasar adalah suatu perusahaan yang melayani suatu pasar pemakai di
tengah kompetisi. Disini, perusahaan beserta para pesaingnya mengirimkan
produk dan pesan perusahaan masing-masing kepada konsumen sasaran di
pasar sebagai pemakai akhir, baik secara langsung maupun melalui perantara
pemasaran. Jika pemasar memahami kebutuhan pelanggan dengan baik;
mengembangkan produk yang mempunyai nilai superior; dan menetapkan
harga, mendistribusikan, dan mempromosikan produknya dengan efektif,
maka produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan akan terjual dengan
mudah.
7
2.2. Produk
Definisi produk menurut Kotler (2005) adalah segala sesuatu yang
dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan.
Produk–produk yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, pengalaman,
acara-acara, orang, tempat, properti, organisasi, dan gagasan.Menurut Kotler
dan Armstrong (2001), produk merupakan segala sesuatu yang dapat
ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi
yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk mencakup objek
fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, dan gagasan. Sedangkan menurut
Lovelock (2005), produk merupakan output inti (baik barang maupun jasa)
yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Setiap produk memberi manfaat bagi
pelanggan yang membeli dan menggunakannya.
2.3. Definisi Jasa dan Karakteristik Jasa
Definisi jasa (service) menurut Lovelock (2005) yaitu tindakan atau
kinerja yang menciptakan manfaat bagi pelanggan dengan mewujudkan
perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima. Jasa
merupakan sesuatu yang diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, tidak
berwujud (intangible), tetapi hasilnya dapat dilihat dan dirasakan setelah
terjadi sebagai sesuatu yang nyata.
Menurut Kotler dan Armstrong (2001), jasa memiliki beberapa
karakteristik, antara lain :
1. Intangible (tak berwujud)
Jasa tidak dapat dilihat, dicicipi, dirasa, didengar, atau dicium sebelum
dibeli.
2. Inseparability (tak terpisahkan)
Jasa diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang sama dan tidak dapat
dipisahkan dari penyedianya, yang dapat berbentuk orang atau mesin.
3. Variability (keragaman)
Kualitas jasa dapat sangat beragam, tergantung pada siapa yang
menyediakan, waktu, tempat, serta cara mereka disediakan.
8
4. Perishability (tidak tahan lama)
Jasa tidak dapat disimpan untuk penjualan, atau pemakaian yang akan
datang.
2.4. Strategi Pemasaran
Perusahaan yang telah memutuskan untuk beroperasi dalam pasar yang
luas menyadari bahwa dalam pelaksanaannya perusahaan tidak dapat
menjangkau seluruh pasar dan melayani seluruh pelanggan yang ada. Oleh
karena itu, perusahaan perlu membuat suatu perencanaan pemasaran yang
strategis. Perencanaan pemasaran tersebut dimulai dengan merumuskan
strategi pemasaran.
Menurut Kotler (2005), strategi pemasaran merupakan perencanaan
pemasaran yang bertujuan untuk mencapai sasaran rencana yang telah
ditentukan. Sedangkan definisi strategi pemasaran menurut Assauri dalam
Hartawan (2002) dalam Fitriani (2004) adalah serangkaian tujuan dan
sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah usaha-usaha pemasaran
perusahaan sepanjang waktu, terutama sebagai tanggapan perusahaan
menghadapi lingkungan dan keadaan pesaing yang selalu berubah. Strategi
pemasaran yang telah ditetapkan dan dijalankan saat ini harus dinilai
kembali, sesuai atau tidak dengan situasi saat ini. Hasil penilaian tersebut
digunakan sebagai dasar untuk menentukan apakah strategi yang dijalankan
perlu diubah dan digunakan sebagai landasan di masa yang akan datang.
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam penentuan strategi pemasaran
antara lain :
1. Karakteristik konsumen yang akan dituju,
2. Tingkat kepuasan yang diinginkan konsumen,
3. Tipe bauran pemasaran yang digunakan untuk mencapai kepuasan
konsumen.
2.5. Merek (Brand)
Pada awalnya merek hanyalah sebuah tanda agar konsumen dapat
membedakan satu produk dengan produk lainnya. Merek juga membantu
agar konsumen lebih mudah mengingat suatu produk, sehingga memudahkan
pengambilan keputusan ketika melakukan pembelian. Merek yang kuat
9
merupakan aset yang tak berwujud (intangible asset) yang sangat berharga
bagi perusahaan dan merupakan alat pemasaran strategis utama. Merek yang
kuat akan membangun loyalitas, dan pada akhirnya loyalitas akan mendorong
bisnis berulang kembali. Bagi fokus internal, merek yang kuat dapat
memberikan pemahaman kepada para karyawan tentang posisi merek
tersebut dan apa yang dibutuhkan untuk menopang reputasi atau janji yang
diberikan merek itu. Merek yang kuat juga akan memberikan kejelasan arah
strategi karena setiap anggota organisasi mengetahui posisinya dan
bagaimana cara menghidupkannya di mata pelanggan. Manfaat lain yang
diperoleh dari merek yang kuat yaitu memungkinkan perusahaan untuk
menarik calon karyawan yang terbaik dan memberikan kepuasan bagi para
karyawannya. Perusahaan yang memiliki merek yang kuat dan pelanggan
yang loyal cenderung membuat karyawan bangga terhadap pekerjaannya dan
merasa puas (Susanto dan Wijanarko, 2004).
Merek (brand) telah menjadi elemen krusial yang berkontribusi
terhadap kesuksesan sebuah organisasi pemasaran, baik perusahaan bisnis
maupun nirlaba, pemanufakturan maupun penyedia jasa, dan organisasi lokal
maupun global. Praktek branding tersebut telah berlangsung selama berabadabad. Kata “brand” dalam bahasa inggris berasal dari kata “brandr” dalam
bahasa Old Norse, yang berarti ”to burn”, mengacu pada pengidentifikasian
ternak. Pada waktu itu, pemilik ternak menggunakan “cap” khusus untuk
menandai ternak miliknya dan membedakannya dari ternak milik orang lain.
Melalui cap tersebut, konsumen dapat menjadi lebih mudah dalam
mengidentifikasi ternak-ternak yang berkualitas yang ditawarkan oleh
peternak yang bereputasi bagus (Tjiptono,2005).
Menurut UU Merek No.15 tahun 2001, merek didefinisikan sebagai:
“tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Dalam versi American Marketing Association, menekankan peranan merek
sebagai identifier dan differentiator. Merek adalah nama, istilah, tanda,
simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan
10
untuk mengidentifikasi produk atau jasa dari satu atau kelompok penjual dan
membedakannya dari produk pesaing. Konsumen memandang merek sebagai
bagian penting dari produk, dan pemberian merek dapat menambah nilai
suatu produk (Kotler dan Armstrong, 2001). Merek adalah nama atau simbol
yang diasosiasikan dengan produk atau jasa dan menimbulkan arti psikologis
atau
asosiasi.
Merek
merupakan
sarana
bagi
perusahaan
untuk
mengembangkan dan memelihara loyalitas pelanggan. Merek yang kuat akan
menghasilkan harga yang menarik dan menjadi penghalang bagi masuknya
pesaing (Susanto dan Wijanarko, 2004).
Menurut Aaker dalam Susanto dan Wijanarko (2004), merek adalah
nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap,
atau kemasan) untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang
penjual atau kelompok penjual tertentu, serta membedakannya dari barang
atau jasa yang dihasilkan para pesaing. Pada akhirnya, merek memberikan
tanda mengenai sumber produk serta melindungi konsumen maupun
produsen dari para pesaing yang berusaha memberikan produk-produk yang
tampak identik.
Merek merupakan persepsi atau emosi yang dipertahankan dan
dipelihara oleh para pembeli atau calon pembeli yang melukiskan
pengalaman yang berhubungan dengan persoalan menjalankan bisnis-bisnis
bersama sebuah organisasi atau memakai produk atau jasa-jasanya (McNally,
2004). Sedangkan menurut Tjiptono dan Diana (2000), merek merupakan
nama, istilah, tanda, simbol/lambang/logo, desain, warna, gerak, atau
kombinasi atribut-atribut produk lainnya yang diharapkan dapat memberikan
identitas dan diferensiasi yang membedakannya dengan produk pesaing.
2.6. Peranan Merek
Pemberian merek pada produk spesifik memungkinkan konsumen
menggunakan merek sebagai pedoman atau acuan tingkat dan konsistensi
kualitas, serta memungkinkan para pemanufaktur untuk mengkomunikasikan
citra spesifik dan aspek produk tertentu kepada para konsumen melalui
kampanye periklanan massal. Manfaat merek sebagai pedoman yang
memudahkan konsumen memilih produk, tetap berlaku hingga saat ini
11
(Tjiptono, 2005). Sebuah merek bisa dikatakan sukses (successful brand)
apabila pembeli atau pemakainya mempersepsikan adanya nilai tambah
relevan, unik, dan berkesinambungan yang memenuhi kebutuhannya secara
paling memuaskan (de Chernatony dan McDonald dalam Tjiptono, 2005).
Merek memberikan berbagai manfaat, baik bagi produsen maupun bagi
para konsumen. Bagi produsen, merek berperan penting sebagai (Keller
dalam Tjiptono, 2005):
1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau
pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian
persediaan dan pencatatan akuntansi.
2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik.
Produsen dapat mendapatkan perlindungan properti intelektual. Nama
merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered
trademarks), proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten,
dan kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta (copyrights) dan desain.
Hak-hak properti intelektual ini memberikan jaminan bahwa perusahaan
dapat berinvestasi dengan aman dalam merek yang dikembangkannya
dan meraup manfaat dari aset bernilai tersebut.
3. Sinyal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka
bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu.
Loyalitas merek seperti ini menghasilkan predictability dan security
permintaan bagi perusahaan dan menciptakan hambatan masuk yang
menyulitkan perusahaan lain untuk memasuki pasar.
4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk
dari para pesaing.
5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum,
loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak
konsumen.
6. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa
datang.
12
Bagi konsumen, merek memberikan manfaat sebagai berikut (Keller dalam
Tjiptono, 2005):
1. Sebagai identifikasi sumber produk
2. Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu
3. Sebagai pengurang resiko
4. Penekan biaya pencarian (search cost) internal dan eksternal
5. Sebagai janji atau ikatan khusus dengan produsen
6. Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri
7. Sebagai signal kualitas
Penggunaan merek memiliki berbagai macam tujuan. Pertama, sebagai
identitas perusahaan yang membedakannya dengan produk pesaing, sehingga
pelanggan mudah mengenali dan melakukan pembelian ulang. Kedua, sebagai
alat promosi yang menonjolkan daya tarik produk (misalnya dengan bentuk
desain dan warna-warni yang menarik). Ketiga, untuk membina citra, yaitu
dengan memberikan keyakinan, jaminan kualitas, serta citra prestise tertentu
kepada konsumen. Dan keempat, untuk mengendalikan dan mendominasi
pasar. Dengan membangun merek yang terkenal, bercitra baik, dan dilindungi
hak eksklusif berdasarkan hak cipta/paten, maka perusahaan dapat meraih dan
mempertahankan loyalitas konsumen (Tjiptono dan Diana, 2000).
2.7. Persepsi Konsumen, Asosiasi Merek, dan Citra Merek (brand image)
Memahami persepsi konsumen merupakan hal yang penting bagi para
pemasar dan produsen. Produsen dan pemasar selalu berharap bahwa para
konsumen akan menyukai iklan produk yang mereka buat, kemudian
menyukai produknya, dan membelinya. Produsen, pemasar, dan agen pembuat
iklan tentunya tidak mau dana yang mereka keluarkan untuk promosi iklan
terbuang percuma karena konsumen tidak memperhatikan, memahami, atau
bahkan mengingat produk dan merek produk yang diiklankannya. Oleh karena
itu, penting bagi pihak-pihak tersebut untuk memahami bagaimana konsumen
mengolah informasi, supaya mereka dapat merancang proses komunikasi yang
efektif bagi konsumen.
13
Engel, et.al. dalam Sumarwan (2002) mengutip pendapat William
McGuire yang menyatakan bahwa ada lima tahap pengolahan informasi (the
information processing model), yaitu sebagai berikut :
1. pemaparan (exposure) : pemaparan stimulus, yang menyebabkan
konsumen menyadari stimulus tersebut melalui pancainderanya.
2. perhatian (attention) : kapasitas pengolahan yang dialokasikan konsumen
terhadap stimulus yang masuk.
3. pemahaman (comprehension) : interpretasi terhadap makna stimulus.
4. penerimaan (acceptance) : dampak persuasif stimulus kepada konsumen.
5. retensi (retention) : pengalihan makna stimulus dan persuasi ke ingatan
jangka panjang (long-term memory).
Tahap pemaparan, perhatian dan pemahaman oleh Mowen dalam Sumarwan
(2002) disebut sebagai persepsi, dan kemudian didefinisikan sebagai
perception is the process through which individuals are exposed to
information, attend to that information, and comprehend it.
Menurut Sciffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2002), perception is
defined as the process by which an individual selects, organizes, and
interprets stimuli into a meaningful and coherent picture of the world.
Persepsi dapat dideskripsikan dengan bagaimana kita melihat dunia sekitar
kita. Dua orang yang menghadapi objek atau stimuli yang sama, dalam
kondisi yang sama pula, akan mengenali, memilih, menyusun, dan
menginterpretasikan stimuli tersebut dengan cara berbeda sesuai dengan
kebutuhan, nilai dan ekspektasi masing-masing.
Identitas merek adalah apa yang disodorkan oleh pemasar, sedangkan
citra adalah apa yang dipersepsikan oleh konsumen. Identitas merupakan
pendahuluan dari citra. Identitas merek bersama dengan sumber-sumber
informasi yang lain dikirimkan kepada konsumen melalui media komunikasi.
Informasi ini berfungsi sebagai stimulus yang diserap oleh indera, lalu
ditafsirkan oleh konsumen. Proses penafsirannya dilakukan dengan membuat
asosiasi berdasarkan pengalaman masa lalu dan kemudian mengartikannya.
Proses ini disebut sebagai persepsi. Berdasarkan persepsi konsumen tersebut,
citra merek terbentuk (Susanto dan Wijanarko, 2004).
14
Asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang
yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Asosiasi merek
umumnya menjadi pertimbangan atau pijakan konsumen dalam keputusan
pembeliannya. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan
menimbulkan suatu rangkaian yang disebut dengan brand image. Brand image
yang ada di benak konsumen dapat terbentuk secara langsung melalui
pengalaman konsumen dan kontak konsumen tersebut dengan produk, merek,
pasar sasaran atau situasi pemakaian, maupun secara tidak langsung yaitu
melalui iklan dan komunikasi gethok tular atau word of mouth. Kesan-kesan
yang terkait akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman
konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya
penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya. Brand image atau
brand association merupakan deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan
konsumen terhadap merek tertentu (Tjiptono, 2005).
Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat
brand image yang dimiliki oleh merek tersebut. Menurut Aaker dalam
Durianto, dkk (2004) asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek
berhubungan dengan hal-hal berikut:
1. Product attributes (atribut produk)
Mengasosiasikan merek suatu produk melalui atribut atau karakteristik
yang dimiliki oleh suatu produk. Asosiasi ini efektif untuk
dikembangkan karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat
langsung menjadi dasar pengambilan keputusan pembelian. Pada produk
SimCard yang tergolong atribut produk antara lain meliputi semua
bentuk produk, fitur dan fasilitas utama yang disediakan oleh operator,
seperti SimCard, sinyal, jaringan, fasilitas SMS, MMS, Internet, dsb.
2. Intangibles attribute (atribut tak berwujud)
Mengasosiasikan merek melalui atribut tak berwujud dari suatu produk.
Pada produk SimCard yang tergolong atribut tak berwujud yaitu layanan
customer service, pembayaran tagihan, fitur atau fasilitas tambahan
seperti call barring, flexi combo, ring back tone, dsb.
15
3. Customer’s benefit (manfaat bagi pelanggan)
Mengasosiasikan merek melalui manfaat yang diberikan. Manfaat bagi
pelanggan terbagi menjadi dua yaitu rational benefit (manfaat rasional)
dan psychological benefit (manfaat psikologis). Manfaat rasional
berkaitan erat dengan atribut dari produk yang dapat menjadi bagian dari
pengambilan keputusan yang rasional. Manfaat psikologis merupakan
konsekuensi ekstrem dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan
perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek
tertentu.
4. Relative price (harga relatif)
Evaluasi terhadap suatu merek melalui penentuan posisi merek dalam
satu atau dua dari tingkat harga. Pada produk simCard, yang termasuk
ke dalam atribut harga relatif adalah harga starterpack, harga vocher isi
ulang, tarif percakapan, serta tarif SMS/MMS/Internet.
5. Application (penggunaan)
Mengasosiasikan merek tertentu dengan suatu penggunaan atau situasi
tertentu.
6. User/customer (pengguna/pelanggan)
Mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pelanggan dari
produk tertentu.
7. Celebrity/person (orang terkenal)
Mengasosiasikan sebuah merek dengan artis atau orang terkenal dimana
artis atau orang terkenal tersebut dianggap dapat mentransfer asosiasi
yang kuat ke dalam sebuah merek tertentu.
8. Life style (gaya hidup/kepribadian)
Mengasosiasikan sebuah merek dengan suatu gaya hidup. Asosiasi ini
didasarkan pada suatu penemuan bahwa para pelanggan merek tertentu
memiliki kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama.
9. Product class (kelas produk)
Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya.
16
10. Competitors (para pesaing)
Mengasosiasikan sebuah merek secara sama dengan pesaing atau bahkan
lebih unggul dari pesaing.
11. Country/geographic area (Negara/wilayah geografis)
Mengasosiasikan suatu merek dengan sebuah Negara. Sebuah negara
dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat
dengan produk, bahan, dan kemampuan.
Pada pasar yang sangat kompetitif, merek mempunyai peranan yang
sangat penting sebagai pembeda. Produk yang ada, mudah sekali untuk ditiru.
Namun merek, khususnya brand image (citra merek) yang terekam dalam
benak konsumen tidak dapat ditiru. Tanpa citra yang kuat dan spesifik,
sangatlah sulit bagi perusahaan untuk menarik pelanggan baru dan
mempertahankan yang sudah ada serta meminta pelanggan membayar dengan
harga tinggi.
Produk yang akan diluncurkan dipersiapkan dengan matang dan diberi
nama yang sesuai agar dapat diterima oleh pasar. Berdasarkan hasil
segmentasi, penetapan target, dan penempatan posisi, lalu dilakukan
penempatan posisi merek (brand positioning). Merek yang mewakili produk
ini diposisikan di benak konsumen. Merek ini diberi identitas (brand identity)
yang didukung dengan kepribadian (strategic brand personality) agar mengena
di hati konsumen yang menjadi sasarannya. Konsumen akhirnya mengenal
merek itu (brand awareness) dan kemudian mempunyai kesan tertentu
terhadapnya (brand image). Jika konsumen telah mengenal sebuah merek,
maka konsumen tersebut akan mengasosiasikannya dengan serangkaian atribut
dan meletakannya dalam ingatan mereka. Agar mempunyai brand image yang
kuat, konsistensi dalam mengkomunikasikan kepribadian merek yang sesuai
dengan penempatan posisi produk perlu diperhatikan (Susanto dan Wijanarko,
2004).
Jefkins dalam Kembaren (2007) menyimpulkan bahwa secara umum
citra diartikan sebagai kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang
muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya. Jefkins juga
menyatakan bahwa citra adalah kesan yang diperoleh berdasarkan
17
pengetahuan dan pengertian seseorang tentang fakta atau kenyataan. Menurut
Jefkins ada beberapa jenis citra yaitu:
1. The mirror image (citra bayangan), yaitu bagaimana dugaan (citra)
manajemen terhadap publik eksternal dalam melihat perusahaan.
2. The current image (citra yang berlaku), yaitu citra yang terdapat pada
publik eksternal berdasarkan pengalaman atau menyangkut miskinnya
informasi dan pemahaman publik eksternal. Citra ini bisa berbeda atau
bahkan bertentangan dengan mirror image.
3. The wish image (citra yang diharapkan), yaitu citra yang diinginkan oleh
pihak manajemen, yang juga bisa saja tidak sama dengan citra yang
berlaku. Citra ini diterapkan untuk sesuatu yang baru sebelum publik
eksternal memperoleh informasi secara lengkap. Biasanya citra yang
diharapkan lebih baik atau lebih menyenangkan daripada citra yang ada.
Namun secara umum, wish image memang selalu berkonotasi lebih baik.
4. The multiple image (citra yang majemuk), yaitu sejumlah individu, unit,
kantor cabang atau perwakilan perusahaan lainnya dapat membentuk
citra tertentu yang belum tentu sesuai dengan keseragaman citra dari
seluruh organisasi atau perusahaan.
2.8. Perilaku Konsumen
Para pemasar harus mempelajari keinginan, persepsi, preferensi, dan
perilaku pembelian dari pelanggan sasaran mereka. Hal ini penting untuk
dapat memberikan petunjuk bagi perusahaan pemasar dalam mengembangkan
produk-produk baru, ciri-ciri produk, harga produk, saluran, pesan yang ingin
disampaikan, serta unsur bauran pemasaran lainnya.
Adapun yang dimaksud dengan perilaku konsumen, menurut Engel,
et.al (1994) adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses
keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan tersebut. Perilaku
konsumen merupakan perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari,
membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa
yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Schiffman dan
Kanuk, 1994).
18
Pengertian lainnya tentang perilaku konsumen, menurut Louden dan
Della-Bitta dalam Sumarwan (2002) yaitu proses pengambilan keputusan dan
aktivitas fisik dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan dan
menghabiskan barang atau jasa. Perilaku konsumen merupakan semua
kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut
pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan
produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi
(Sumarwan, 2002).
Perilaku konsumen memiliki kepentingan yang khusus terutama bagi
pihak-pihak tertentu, yang karena berbagai alasan, bermaksud untuk
mempengaruhi atau merubah perilaku tersebut. Seperti misalnya pihak-pihak
yang bergerak dalam bidang pemasaran, pendidikan dan perlindungan
konsumen, serta kebijakan umum. Pemasar mempelajari perilaku konsumen
supaya dapat mempengaruhi konsumen sasaran, sehingga mau membeli
produk yang di tawarkan. Bagi pihak yang bergerak dalam pendidikan dan
perlindungan konsumen, mempelajari perilaku konsumen merupakan upaya
untuk membantu konsumen membeli secara lebih bijaksana. Sedangkan bagi
pihak yang bergerak dalam bidang kebijakan publik, mempelajari perilaku
konsumen penting untuk menjamin kesejahteraan konsumen.
2.9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian
Namun, dalam proses pengambilan keputusan pembelian banyak
faktor yang mempengaruhi para konsumen untuk melakukan pembelian
terhadap setiap barang atau jasa di dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan
dan keinginan yang bersangkutan. Pengaruh pengaruh tersebut berasal dari
latar belakang individu, lingkungan, dan pengaruh psikologis yang secara
keseluruhan baik secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
keputusan pembelian konsumen.
1. Pengaruh Lingkungan
a. Budaya (culture), mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan simbolsimbol lain yang bermakna yang membantu individu untuk
berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi sebagai anggota
masyarakat. Setiap kelompok atau masyarakat memiliki budaya, dan
19
pengaruh budaya pada perilaku pembelian yang sangat beraneka
ragam di tiap negara. Dalam hal ini, pemasar internasional harus
memahami budaya di setiap negara atau pasar internasional dan
mengadaptasi strategi pemasaran mereka menurut budaya negara
yang bersangkutan. Selain itu, para pemasar juga harus selalu
menemukan adanya pergeseran budaya agar dapat menemukan
produk baru yang mungkin akan diinginkan.
b. Kelas Sosial (social classes), adalah pembagian di dalam masyarakat
yang terdiri dari individu-individu yang berbagi nilai, minat, dan
perilaku yang sama. Individu-individu tersebut dibedakan oleh
perbedaan status social ekonomi yang berjajar dari yang rendah
hingga yang tinggi. Status kelas sosial kerap menghasilkan bentukbentuk perilaku konsumen yang berbeda. Hampir setiap masyarakat
memiliki beberapa bentuk struktur kelas sosial. Kelas sosial tidak
ditentukan oleh satu faktor saja, misalnya pendapatan, melainkan
ditentukan
sebagai
suatu
kombinasi
pekerjaan,
pendapatan,
pendidikan, kesejahteraan, dan variabel lainnya. Dalam beberapa
sistem sosial, anggota-anggota dari kelas-kelas sosial yang berbeda
menggunakan aturan-aturan tertentu dan tidak dapat mengubah posisi
sosial mereka.
c. Pengaruh Pribadi. Perilaku seorang konsumen sering kali dipengaruhi
oleh pihak-pihak yang berhubungan erat dengan konsumen tersebut.
Konsumen mungkin berespon terhadap tekanan yang dirasakan untuk
menyesuaikan diri dengan norma dan harapan yang diberikan oleh
orang lain. Pengaruh pribadi dapat berasal dari kelompok acuan, yaitu
orang atau kelompok orang yang mempengaruhi secara bermakna
perilaku individu maupun komunikasi lisan atau pengaruh lisan dari
orang-orang terdekat seperti teman atau anggota keluarga. Kelompok
acuan memberikan standar (norma) dan nilai yang dapat menjadi
perspektif penentu mengenai bagaimana seseorang berpikir atau
berperilaku.
20
d. Keluarga. Keluarga sering merupakan unit pengambilan keputusan
utama dengan pola peranan dan fungsi yang kompleks dan bervariasi.
Keluarga adalah pusat pembelian yang merefleksikan kegiatan dan
pengaruh individu yang membentuk keluarga yang bersangkutan. Ada
lima peranan yang dapat dipegang oleh masing-masing anggota
keluarga, antara lain:
1) Penjaga Pintu (gate keeper), yaitu inisiator pemikiran keluarga
mengenai pembelian produk dan pengumpulan informasi untuk
membantu pengambilan keputusan.
2) Pemberi pengaruh (influencer), yaitu individu yang opininya dicari
sehubungan dengan kriteria yang harus digunakan oleh keluarga
dalam pembelian dan produk atau merek mana yang dipilih.
3) Pengambil keputusan (decider) yaitu orang dengan wewenang
dan/atau kekuasaan keuangan untuk memilih bagaimana uang
keluarga akan dibelanjakan dan produk/merek mana yang akan
dipilih.
4) Pembeli (buyer), yaitu orang yang bertindak sebagai agen
pembelian; yang mengunjungi toko, menghubungi penyuplai,
menulis cek, membawa produk ke rumah, dan seterusnya.
5) Pemakai
(user),
yaitu
orang
yang
mengkonsumsi
atau
menggunakan produk atau jasa.
e. Situasi. Situasi seringkali mempengaruhi perilaku pembelian seorang
konsumen. Perilaku konsumen berubah seiring dengan perubahan
situasi yang dihadapinya. Perubahan situasi ini terkadang tidak
menentu dan tidak dapat diramalkan.
2. Perbedaan Individu
a. Sumber Daya Konsumen. Setiap orang membawa tiga macam sumber
daya dalam setiap situasi pengambilan keputusan, yaitu (1) waktu, (2)
uang dan (3) perhatian (penerimaan informasi dan kemampuan
pengolahan).
Pembelian
sangat
dipengaruhi
oleh
pendapatan
konsumen. Persepsi konsumen mengenai sumber daya yang tersedia
21
mungkin mempengaruhi kesediaan untuk menggunakan uang atau
waktu untuk produk.
b. Motivasi dan Keterlibatan. Kebutuhan merupakan variabel utama
dalam motivasi. Kebutuhan didefinisikan sebagai perbedaan yang
disadari antara keadaan ideal dan keadaan sebenarnya, yang memadai
untuk mengaktifkan perilaku. Bila kebutuhan diaktifkan, hal tersebut
menimbulkan dorongan. Keterlibatan adalah faktor penting dalam
mengerti motivasi. Keterlibatan mengacu pada tingkat relevansi yang
disadari
dalam
tindakan
pembelian
dan
konsumsi.
Apabila
keterlibatan tinggi, ada motivasi untuk memperoleh dan mengolah
informasi.
c. Pengetahuan. Pengetahuan, hasil belajar, didefinisikan secara
sederhana
sebagai
informasi
yang
disimpan
dalam
ingatan.
Pengetahuan mengenai konsumen penting bagi pihak pemasar dalam
menentukan perilaku konsumen. Selain itu, pengetahuan konsumen
juga penting bagi para pembuat kebijakan masyarakat untuk
melindungi konsumen. Ada tiga bidang pengetahuan konsumen yang
harus diperiksa oleh para pemasar, yaitu:
1) Pengetahuan produk (product knowledge), mencakup kesadaran
akan kategori merek produk di dalam kategori produk, terminologi
(istilah) produk, atribut atau ciri produk, dan kepercayaan tentang
kategori produk secara umum dan mengenai merek spesifik.
2) Pengetahuan pembelian (purchase knowledge), mencakup berbagai
potongan informasi yang dimiliki konsumen yang berhubungan
erat dengan pemerolehan produk, seperti informasi yang berkaitan
dengan keputusan tentang waktu dan tempat pembelian produk.
3) Pengetahuan pemakaian (usage knowledge), mencakup informasi
yang tersedia dalam ingatan mengenai bagaimana suatu produk
dapat digunakan dan apa yang diperlukan agar benar-benar
menggunakan
produk.
Kecukupan
pengetahuan
pemakain
konsumen penting untuk mendorong konsumen melakukan
22
pembelian produk karena kegunaan dan manfaat-manfaat yang
akan diberikan oleh produk tersebut.
d. Sikap
(attitude),
adalah
suatu
evaluasi
menyeluruh
yang
memungkinkan orang berespons dengan cara menguntungkan atau
tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau
alternatif yang diberikan. Sikap dikonseptualisasikan sebagai perasaan
positif atau negatif terhadap merek dan dipandang sebagai hasil dari
penilaian merek bersama dengan kriteria atau atribut evaluatif yang
penting.
e. Kepribadian, Gaya Hidup, dan Demografi. Kepribadian, gaya hidup,
dan demografi berguna dalam mendefinisikan berbagai karakteristik
baik objektif maupun subjektif dari konsumen di dalam pangsa pasar
target. Kepribadian (personality) merupakan respons yang konsisten
terhadap stimulus lingkungan. Gaya hidup (lifestyle) pola yang
digunakan orang untuk hidup dan menghabiskan waktu serta uang.
Demografi
mengenai
mendeskripsikan
karakteristik
pangsa
penduduk
konsumen,
seperti
usia,
berbagai
hal
pendapatan,
pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, serta karakteristik penduduk
lainnya. Selain itu, demografi selalu menekankan pada perilaku dan
pengeluaran yang dilakukan oleh konsumen.
3. Proses Psikologis
a. Pengolahan Informasi. Pengolahan informasi dalam diri konsumen
terjadi pada saat konsumen tersebut menerima input dalam bentuk
stimulus. Stimulus tersebut dapat berbentuk produk, nama merek,
kemasan, iklan, nama produsen. Menurut Engel, et.al dalam
Sumarwan (2002), ada lima tahap pengolahan informasi (the
information processing model) antara lain: (1) pemaparan (exposure);
(2) perhatian (attention); (3) pemahaman (comprehension); (4)
penerimaan (acceptance); (5) retensi (retention).
b. Pembelajaran, merupakan proses dimana pengalaman menyebabkan
perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan/atau perilaku. Pembelajaran
menggambarkan perubahan perilaku individu yang muncul karena
23
pengalaman. Para teoritikus pembelajaran mengatakan bahwa hampir
semua perilaku manusia berasal dari belajar. Semua proses
pembelajaran yang dialami oleh konsumen akan mempengaruhi
keputusan konsumen tersebut mengenai apa yang dibeli dan apa yang
dikonsumsi.
c. Perubahan Sikap/Perilaku. Proses pembelajaran yang telah dilakukan
atau dilalui oleh seseorang akan membuatnya mendapatkan keyakinan
dan sikap. Keyakinan merupakan pemikiran deskriptif seseorang
mengenai sesuatu. Sedangkan sikap adalah evaluasi, perasaan, dan
kecenderungan seseorang terhadap suatu objek atau gagasan. Dengan
pembelajaran konsumen akan memperoleh pengalaman mengenai
tindakan yang telah dilakukan dan selanjutnya cenderung akan
melakukan perubahan sikap/perilaku sesuai dengan pengalaman yang
telah diperoleh.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pembelian tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2.
PENGARUH
LINGKUNGAN
Budaya
Kelas Sosial
Pengaruh Pribadi
Keluarga
Situasi
PERBEDAAN
INDIVIDU
Sumber Daya Konsumen
Motivasi&Keterlibatan
Pengetahuan
Sikap
Kepribadian,GayaHidup,
Demografi
PROSES
KEPUTUSAN
Pengenalan
Kebutuhan
Pencarian Informasi
FAKTOR
PSIKOLOGIS
Pengolahan Informasi
Pembelajaran
Perubahan sikap/perilaku
Evaluasi Alternatif
Pembelian
Hasil
Gambar2. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen
(Engel et.al, 1994)
24
2.10. Hasil Penelitian Terdahulu
Lastriani (2007) mengadakan penelitian tentang pengaruh persepsi
konsumen tentang mutu pelayanan dan produk dalam pengambilan
keputusan mengkonsumsi steak. Pengambilan sample dilakukan secara
sengaja (purposive sampling) dari populasi sebanyak 2000 orang konsumen,
diambil sample sebanyak 96 orang. Penentuan lokasi dilakukan secara
sengaja dengan pertimbangan lokasi tersebut menjual berbagai masakan
steak. Teknik analisis yang digunakan adalah Uji korelasi Rank Spearman
dan Chi-Square.
Umur konsumen tersebar merata pada umur remaja, dewasa awal, dan
dewasa. Mayoritas dari konsumen adalah berjenis kelamin perempuan yang
umumnya berpendidikan sedang dan memiliki pekerjaan sebagai pegawai
swasta, pegawai negeri, BUMN, dan peneliti. Penghasilan konsumen
menyebar pada kategori rendah, sedang dan tinggi. Pengetahuan konsumen
akan produk steak berada pada kategori baik serta sumber informasi
pembentuk persepsi berasal dari teman. Persepsi konsumen tentang mutu
pelayanan dan produk berada dalam kategori cukup baik. Menentukan
keputusan untuk mengkonsumsi steak di Restoran Obonk Steak & Ribs
Bogor, umumnya konsumen memiliki alasan karena tempatnya yang
nyaman dan sumber informasi yang mempengaruhi adalah teman, serta
hampir seluruh konsumen akan mengkonsumsi kembali steak di Restoran
Obonk Steak & Ribs Bogor.
Hasil uji korelasi Rank Spearman dan perhitungan Chi-Square
menunjukan bahwa ada hubungan yang nyata (p<0,05) antara umur dengan
persepsi terhadap besar porsi, antara pendidikan dengan persepsi terhadap
aroma, antara pekerjaan dengan persepsi terhadap pelayanan, antara
penghasilan dengan persepsi terhadap besar porsi, antara persepsi terhadap
aroma dan citarasa dengan alasan mengkonsumsi, serta antara penghasilan
dengan sumber informasi yang mempengaruhi keputusan konsumsi.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara persepsi terhadap
aroma dan persepsi terhadap citarasa dengan keputusan mengkonsumsi
25
kembali, serta antara sumber informasi pembentuk persepsi dengan sumber
informasi yang mempengaruhi keputusan mengkonsumsi.
Selanjutnya Rahman (2007) melakukan penelitian yang bertujuan
untuk menganalisis kekuatan citra merek (brand image) Fruit Tea yang
relatif terhadap merek lain (pesaing), menganalisis variabel-variabel yang
menjadi dasar konsumen dalam melakukan pembelian Fruit Tea dan
menganalisis hubungan antara citra produk (brand image) dengan keputusan
konsumen dalam melakukan pembelian Fruit Tea di Kota Sukabumi.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan Multidimension Scalling
(MDS), Uji Chocran, dan metode Disjunctive rule. Variabel yang diambil
meliputi harga murah, rasa nikmat, warna pekat, aroma yang wangi, tanpa
bahan pengawet, minuman menyehatkan, isi yang banyak, merek yang
terkenal, kemudahan mendapatkan, produk dingin, campuran teh yang
bervariasi dan terakhir atribut bentuk atau desain kemasan yang menarik.
Hasil penelitian yang diperoleh secara keseluruhan menunjukan bahwa
citra merek (brand image) yang dimiliki Fruit Tea mampu mempengaruhi
keputusan pembelian produk Fruit Tea. Empat atribut yang menjadi
keunggulan Fruit tea, yaitu campuran teh yang bervariasi, merek yang
terkenal, kemudahan mendapatkan, dan bentuk atau desain kemasan yang
menarik, merupakan atribut yang menjadi citra merek Fruit Tea yang paling
kuat.
Kedua penelitian yang telah dikemukakan memiliki tujuan yang sama
yaitu menganalisis pengaruh antara citra atau persepsi konsumen akan suatu
produk atau jasa terhadap keputusan pembelian konsumen. Namun dalam
pelaksanaannya kedua penelitian tersebut menggunakan metode yang
berbeda untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditentukan.
Download