BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Batasan dan Klasifikasi Hipertensi Tekanan darah normal anak bervariasi, oleh karena banyak faktor yang mempengaruhinya, antara lain umur, jenis kelamin, tinggi dan berat badan. Dengan bertambahnya umur, berat badan dan tinggi badan ikut pula bertambah tekanan darah sampai anak mencapai usia dewasa. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap nilai tekanan darah anak. Anak yang lebih berat dan atau lebih tinggi, mempunyai nilai tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak sebaya yang badannya lebih kurus dan berat badannya kurang.9 The Fourth Task Force on Blood Pressure Control in Children telah menerbitkan baku tekanan darah yang disempurnakan lagi pada tahun 2004, untuk anak umur satu sampai 17 tahun berdasarkan jenis kelamin, usia dan tinggi badan. Selanjutnya The Fourth Task Force membuat batasan nilai tekanan darah normal dan hipertensi pada anak seperti yang dilihat pada tabel di bawah ini.11 Tabel 2.1.1. Batasan hipertensi11 Istilah TD normal Prehipertensi Hipertensi Batasan TD Sistolik dan Diastolik < persentil ke-90 menurut jenis kelamin, umur dan tinggi badan. Rerata TD Sistolik atau Diastolik ≥ persentil ke-90 tetapi < persentil ke-95 menurut jenis kelamin, umur dan tinggi badan. Remaja dengan nilai TD > 120/80 mmHg Rerata TD Sistolik dan atau Diastolik ≥ persentil ke-95 menurut jenis kelamin, umur, dan tinggi badan pada pengukuran tiga kali atau lebih berturut-turut. 2.2. Patofisiologi Hipertensi Hipertensi merupakan hasil interaksi kompleks antara banyak faktor. Sampai saat ini, cukup banyak teori yang berkembang mengenai mekanisme yang berperan penting menyebabkan terjadinya hipertensi. Semua teori tersebut mengacu kepada konsep keseimbangan. Tekanan darah ditentukan oleh keseimbangan antara curah jantung dan resistensi pembuluh darah perifer. Kenaikan salah satu variabel tanpa adanya penurunan kompensasi variabel lain dapat meningkatkan rerata tekanan darah.18,19 Curah jantung dipengaruhi oleh volume sekuncup dan kecepatan denyut jantung. Peningkatan volume sekuncup biasanya disebabkan oleh peningkatan volume intravaskular baik akibat retensi cairan yang berlebihan maupun akibat pergeseran cairan dari kompartemen lain menuju intravaskular. Retensi natrium merupakan kontributor utama terhadap peningkatan cairan intravaskular yang dapat dihasilkan dari asupan natrium yang berlebihan maupun dari peningkatan resorbsi natrium di tubulus ginjal (contoh: pada kondisi yang berhubungan dengan peningkatan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron dan pada hiperinsulinemia). Peningkatan tonus simpatis meningkatkan curah jantung melalui stimulasi pelepasan renin dan peningkatan kontraktilitas dan kecepatan denyut jantung.6,18,19 Perubahan resistensi vaskular perifer dihasilkan oleh abnormalitas fisiologis ataupun struktural. Peningkatan angiotensin II, aktivitas simpatis, endotelin (prostaglandin H2), penurunan Nitrit Oksida (NO) dan abnormalitas genetik pada reseptor sel pembuluh darah menyebabkan terjadinya vasokonstriksi sehingga terjadi peningkatan resistensi vaskular perifer. Vasokonstriksi kronis disertai dengan inflamasi menyebabkan terjadinya disfungsi endotel dan remodelling dinding pembuluh darah yang merupakan keadaan reversible. Namun jika dibiarkan, keadaan ini akan memburuk sehingga terjadi fibrosis tunika intima dan aterosklerosis yang merupakan keadaan yang irreversible. 6,18,19 Bagaimana interaksi dari semua faktor-faktor tersebut di atas pada akhirnya menyebabkan hipertensi sampai saat ini masih belum sepenuhnya dimengerti.6,19 2.3. Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan kejadian hipertensi antara lain adalah sebagai berikut: 1. Usia The Fourth Task Force on Blood Pressure Control in Children dan beberapa studi menunjukkan bahwa usia merupakan penentu utama tekanan darah. Tekanan darah sistolik meningkat tajam pada periode nol hingga dua bulan, namun hanya meningkat sedikit pada periode dua bulan hingga satu tahun. Tekanan darah juga meningkat secara progresif pada periode pubertas. Prevalensi hipertensi juga meningkat secara progresif seiring dengan pertambahan usia.4 2. Tinggi badan Tinggi badan merupakan penentu utama tekanan darah yang bersifat independen terhadap faktor usia sehingga dimasukkan ke dalam tabel normatif tekanan darah yang dikeluarkan oleh The Fourth Task Force on Blood Pressure Control in Children. Dibandingkan berat badan, tinggi badan diketahui lebih besar pengaruhnya terhadap nilai tekanan darah.4 3. Jenis kelamin Nilai tekanan darah lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan, terutama setelah usia 12 hingga 14 tahun. Diduga bahwa interaksi antara hormon seks dan ginjal memegang peranan dalam menyebabkan perbedaan ini. Insiden hipertensi juga dijumpai lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.4,12 4. Ras Remaja kulit hitam mempunyai tekanan darah lebih tinggi dibanding remaja kulit putih.4,12 Studi di Houston tahun 2007 pada 6790 remaja melaporkan bahwa remaja kulit hitam memiliki kemungkinan lebih tinggi menderita hipertensi 1.8 kali dan prehipertensi 1.3 kali dibandingkan remaja kulit putih.5 5. Riwayat keluarga hipertensi Riwayat keluarga hipertensi dijumpai pada sekitar 50% anak dengan hipertensi. Sebaliknya, jika kedua orangtua menderita hipertensi, maka 44.8% anaknya akan menderita hipertensi dan jika salah satu orangtua hipertensi maka 12.8% keturunannya akan mengalami hipertensi.4,12,15 6. Indeks Massa Tubuh (IMT) Prevalensi hipertensi pada anak yang mengalami obesitas lebih tinggi sekitar 11% hingga 30% dibandingkan anak dengan berat badan normal. Namun mekanisme yang pasti masih belum jelas, salah satunya adalah selective insulin resistance. Apabila seseorang mengalami gangguan kemampuan insulin dalam metabolisme glukosa, namun efek fisiologis lain dari insulin masih terjadi seperti retensi sodium, perubahan struktur dan fungsi vaskular, transport ion dan aktivasi sistem saraf simpatis, maka hal ini dapat mengakibatkan hipertensi.4,12,13,15 Beberapa faktor lainnya dianggap berhubungan dengan peningkatan kejadian hipertensi meskipun hasil penelitian yang mendukung masih sedikit. Faktor-faktor ini antara lain adalah: 1. Kualitas tidur Studi di Ohio melaporkan bahwa remaja dengan kualitas tidur yang buruk berkaitan dengan peningkatan kejadian prehipertensi setelah faktor-faktor lainnya dikontrol (sosial ekonomi, obesitas, sleep apnea dan penyakit yang menyertai).20 Studi oleh Gangswich melaporkan bahwa lama tidur kurang dari lima jam per malam merupakan faktor risiko untuk terjadinya hipertensi.21 2. Merokok (aktif atau pasif) Studi di Jerman menunjukkan bahwa perilaku merokok pada orang tua merupakan faktor independen untuk terjadinya peningkatan tekanan darah.22 Hal yang sama juga dijumpai pada anak sehat di Polandia dimana anak sehat yang perokok pasif dijumpai memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada anak sehat lainnya.23 3. Kebisingan lingkungan Paparan terhadap bising dilaporkan berhubungan dengan peningkatan bermakna tekanan darah sistolik dan diastolik baik pada anak usia prasekolah, sekolah maupun remaja.16,17,24 2.4. Kebisingan Lingkungan dan Hubungannya dengan Hipertensi 2.4.1. Definisi kebisingan Menurut Permenkes RI No. 718/MENKES/PER/XI/1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan, BAB I pasal I (a), kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki, sehingga menganggu dan atau membahayakan kesehatan.25 Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP48/MENLH/II/1996 tentang baku tingkat kebisingan, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.26 Kebisingan ditentukan oleh intensitas atau kekuatan suara yang diukur dalam satuan desibel (dB), yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandingkan dengan suara paling lemah yang masih terdengar (ambang pendengaran). Karena hubungannya yang logaritmik, maka setiap 10 dB menunjukkan peningkatan sepuluh kali lipat kekuatan suara. Sebagai contoh, suara gesekan daun pada 10 dB menunjukkan bahwa suara gesekan daun tersebut sepuluh kali lebih kuat daripada ambang pendengaran dan suara blender makanan pada 90 dB satu milyar kali lebih kuat daripada ambang pendengaran.18 2.4.2. Sumber kebisingan Sumber kebisingan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Bising interior27 Bising interior merupakan bising yang berasal dari manusia seperti percakapan, alat-alat rumah tangga (ember, panci, dan lain-lain), dan mesin-mesin di dalam gedung (mesin tik, generator, dan lain-lain). b. Bising eksterior27 Bising eksterior merupakan bising yang berasal dari: 1. Alat transportasi - Transportasi darat Kebisingan yang disebabkan oleh transportasi darat dalam satu dekade terakhir mengalami peningkatan yang cukup drastis akibat meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan pembangunan jalan raya, terutama di kota-kota besar.28 - Transportasi udara Kebisingan akibat pesawat terbang atau helikopter umumnya bervariasi dan sifatnya terputus-putus. Puncak kebisingan biasanya terjadi ketika pesawat melakukan pemberangkatan atau pendaratan di bandara udara.28 2. Industri Kebisingan industri umumnya bersumber dari mesin-mesin dan proses produksi yang ada di dalam pabrik industri.28 Tabel 2.4.2.1. Tingkatan intensitas kebisingan beserta contoh sumber kebisingannya28 Persepsi Intensitas Contoh sumber kebisingan (dB) Menulikan 100-120 Halilintar, meriam, mesin uap Sangat hiruk 80-100 Jalan hiruk pikuk, pabrik industri sangat gaduh, peluit polisi Kuat 60-80 Kantor gaduh, jalan pada umumnya, radio, perusahaan Sedang 40-60 Rumah gaduh, kantor pada umumnya, percakapan kuat, radio perlahan Tenang 20-40 Rumah tenang, kantor perorangan, auditorium, percakapan Sangat tenang 0-20 Suara daun-daun, bisikan 2.4.3. Jenis kebisingan Adapun jenis kebisingan yang lazim ditemukan antara lain:28,29 1. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state, wide band noise). Misalnya: mesin-mesin, kipas angin, tungku pijar, dan lain-lain. 2. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang sempit (steady state, narrow band noise). Misalnya: gergaji sirkuler, katup gas, dan lain-lain. 3. Kebisingan terputus-putus (intermittent noise), misalnya: lalu lintas, pesawat terbang, dan lain-lain. 4. Kebisingan impulsif (impact/impulsive noise), misalnya: tembakan, meriam, ledakan, dan lain-lain. 5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya: mesin tempa di pabrik. 2.4.4. Nilai ambang batas kebisingan Kebisingan ditentukan oleh intensitas atau kekuatan suara yang diukur dalam satuan desibel (dB). Di Indonesia, nilai ambang batas kebisingan adalah 85 dB(A), sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep51/MEN/1999.30 Tabel 2.4.4.1.Intensitas kebisingan di atas nilai ambang batas serta waktu pemajanan yang diijinkan30 Waktu pemajanan Intensitas Kebisingan (dB) 8 jam 85 4 88 2 91 1 94 30 menit 97 15 100 7,5 103 3,75 106 1,88 109 0,94 112 28,12 detik 115 14,06 118 7,03 121 3,52 124 1,26 127 0,88 130 0,44 133 0,22 136 0,11 139 Catatan: Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB(A), walaupun sesaat. Nilai ambang batas ini bukan merupakan jaminan sepenuhnya bahwa setiap orang yang terpapar bising di bawah 85 dB(A) tidak akan terkena risiko akibat bising, namun nilai ini ditetapkan dengan tujuan untuk mengurangi risiko akibat bising yang mungkin terjadi.30 2.4.5. Baku tingkat kebisingan berdasarkan kawasan Tingkat kebisingan yang diperbolehkan pada masing-masing kawasan berbeda-beda (contohnya untuk sekolah 55 dB), sesuai dengan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor KEP.48/MENLH/11/199626 yang dibuat berdasarkan rekomendasi WHO yang telah disetujui di Jerman pada tahun 1992 dan telah diperbaharui pada tahun 1999.31 Tabel 2.4.5.1. Baku tingkat kebisingan26 Peruntukan kawasan/ lingkungan kegiatan a. Peruntukan kawasan 1. Perumahan dan pemukiman 2. Perdagangan dan jasa 3. Perkantoran 4. Taman (ruang terbuka hijau) 5. Industri 6. Kantor pemerintahan 7. Tempat rekreasi 8. Khusus: - Bandar udara - Stasiun kereta api - Pelabuhan laut - Cagar budaya b. Lingkungan kegiatan - Rumah sakit atau sejenisnya - Sekolah atau sejenisnya - Tempat ibadah atau sejenisnya Tingkat kebisingan (dB(A)) 55 70 65 50 70 60 70 70 70 70 60 55 55 55 2.4.6. Peranan kebisingan dalam menyebabkan terjadinya hipertensi Sistem pendengaran merupakan indera terbuka yang dapat menerima stimulus suara secara terus menerus, bahkan dalam keadaan tidur.32 Ketika suara dengan intensitas tinggi ditangkap oleh daun telinga dan diteruskan melalui tulang pendengaran menuju sel rambut dalam di koklea, terjadi eksitasi berlebihan dari ujung nervus akustikus. Eksitasi ini akan diteruskan menuju kolikulus inferior di batang otak dalam waktu 5 ms hingga 10 ms, berlanjut menuju nukleus genikulatum medialis di talamus, kemudian diteruskan ke korteks pendengaran di lobus temporalis dalam waktu 20 ms hingga 100 ms dan diinterpretasikan sebagai suatu kebisingan.18,32,33 Adanya jaras terpisah kedua dari talamus menuju korteks yang diperantarai oleh amigdala, menjadikan amigdala berperan penting sebagai perantara dalam mekanisme peningkatan tekanan darah akibat stimulus pendengaran.32,33 Amigdala yang mengalami eksitasi berlebihan akibat kebisingan akan meneruskan impuls bukan hanya ke korteks, namun juga ke hipotalamus. Di hipotalamus terjadi aktivasi aksis HPA (HypothalamusPituitary-Adrenal) dan aksis SAM (Sympathetic-Adrenal-Medullary).34,35 Aktivasi aksis HPA dimulai dengan penglepasan CRF (Corticotropin Releasing Factor) dari hipotalamus. CRF merangsang hipofisis anterior untuk melepaskan ACTH (Adreno-Cortico-Tropin Hormon) ke dalam plasma. Pada gilirannya, peningkatan ACTH plasma akan merangsang korteks adrenal untuk memproduksi kortisol.18,32,33,36 Aktivasi aksis SAM dimulai dengan potensiasi sistem saraf simpatis oleh hipotalamus yang menyebabkan peningkatan produksi epinefrin dan norepinefrin oleh medula adrenal.18,36 Peningkatan kadar hormon kortisol, epinefrin dan norepinerin di dalam darah akan menyebabkan terjadinya serangkaian perubahan di dalam tubuh sebagai respon terhadap kebisingan. Salah satu perubahan yang terjadi adalah perubahan hemodinamik yaitu peningkatan tekanan darah melalui mekanisme sebagai berikut:18,32,35 - Peningkatan kontraksi otot jantung dan frekuensi jantung oleh epinefrin dan norepinefrin (terutama epinefrin) - Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron oleh sistem saraf simpatis - Vasokonstriksi arteriol perifer oleh epinefrin dan norepinefrin (terutama norepinefrin) kortisol dan angiotensin II - Peningkatan retensi natrium oleh aldosteron dan kortisol serta peningkatan volume air tubuh akibat retensi air oleh vasopresin dan rangsangan rasa haus oleh angiotensin II Pada keadaan di mana paparan kebisingan terjadi berulang-ulang, plastisitas yang tinggi dari traktus talamo-amigdala dan sel saraf di amigdala berperan penting dalam menyebabkan peningkatan tekanan darah secara menetap. Jika stimulus kebisingan dengan intensitas dan frekuensi nada yang serupa diterima secara berulang, akan terjadi potensiasi jangka panjang atau fasilitasi heterosinaptik yang menghasilkan peningkatan efikasi sinaps pada traktus talamo-amigdala dan amigdala. Artinya, paparan kebisingan kedua dalam waktu yang lebih singkat dari paparan kebisingan pertama sudah mampu untuk mengeksitasi amigdala dan mengaktivasi aksis HPA dan SAM. Demikian pula paparan ketiga yang akan mampu mengeksitasi amigdala, mengaktivasi aksis HPA dan SAM dalam kurun waktu yang lebih singkat lagi dari paparan kedua, demikian pula paparan-paparan selanjutnya.32,33 Rangkaian kejadian tersebut di atas sangat dipengaruhi oleh normal/tidaknya fungsi pendengaran seseorang. Penilaian fungsi pendengaran dapat dilakukan dengan pemeriksaan audiometri. Audiometri adalah uji pendengaran yang dilakukan menggunakan alat audiometer yang merupakan alat elektroakustik yang dapat menghasilkan nada pada beberapa frekuensi (biasanya frekuensi 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz) dengan intensitas yang bervariasi (dari -10 dB hingga 110 dB).37 Audiometri dapat digunakan sebagai alat skrining maupun diagnostik.38 Sebagai alat skrining, audiometri dapat mendeteksi derajat ketulian atau gangguan pendengaran pada salah satu atau kedua telinga, namun tipe gangguan pendengaran tidak dapat ditentukan karena yang dinilai hanya hantaran udara melalui headphone. Audiometri skrining biasanya hanya menilai spektrum frekuensi 500 Hz hingga 4000 Hz.38,39 Berdasarkan International Standard Organization (ISO), jika ambang dengar rerata dari masing-masing telinga adalah ≤ 25 dB, maka fungsi pendengaran dikategorikan normal (tabel 2.4.6.1).40 Tabel 2.4.6.1. Klasifikasi derajat gangguan pendengaran menurut ISO40 Derajat tuli/gangguan Rerata ambang pendengaran dengar (dB) Pendengaran normal 10-25 Tuli ringan 26-40 Tuli sedang 41-55 Tuli sedang berat 56-70 Tuli berat 71-90 Tuli sangat berat > 90 Tingkat pendengaran dalam dB Frekuensi dalam Hertz (Hz) Telinga Telinga Ambang dengar kanan kiri hantaran udara Gambar 2.4.6.1. Contoh hasil audiogram pada telinga normal39 Ada tiga tipe gangguan pendengaran yaitu gangguan pendengaran tipe konduktif, sensorineural dan campuran (tabel 2.4.6.2). Pada tipe konduktif, gangguan pendengaran terjadi pada telinga bagian luar dan atau bagian tengah. Pada tipe sensorineural, gangguan pendengaran terjadi pada telinga bagian dalam (koklea atau retrokoklea/saraf). Sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara gangguan pendengaran tipe konduktif, tipe sensorineural atau tipe campuran diperlukan penilaian hantaran tulang pada audiometri selain dari penilaian hantaran udara. Hantaran tulang dinilai dengan alat vibrator yang dilekatkan pada os mastoid/frontalis sehingga langsung memberikan getaran pada cairan koklea dan menstimulasi ujungujung saraf akustikus tanpa adanya rangsang suara.37,39,40 Pada audiometri diagnostik, gangguan hantaran udara menunjukkan adanya tuli tipe konduktif, sementara itu gangguan hantaran tulang menunjukkan tuli tipe sensorineural, sedangkan gangguan hantaran udara dan tulang menunjukkan tuli tipe campuran.37,39,40 Tabel 2.4.6.2. Contoh etiologi gangguan pendengaran berdasarkan tipe37,40 Tipe Etiologi Konduktif Telinga luar: atresia liang telinga, sumbatan serumen, otitis eksterna sirkumsripta, osteoma liang telinga Telinga tengah: tuba catarh, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum, dislokasi tulang pendengaran Sensorineural Koklea: aplasia (kongenital), labirinitis, intoksikasi obat (streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, dan asetosal), trauma kapitis, trauma akustik, pajanan bising Retrokoklea: neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera/perdarahan otak, usia lanjut Campuran Radang telinga tengah dengan komplikasi telinga dalam Tumor nervus akustikus dengan radang telinga tengah 2.5. Kerangka Konseptual Kebisingan Usia Tinggi badan Eksitasi berlebihan: 1. n.VIII Suku 2. batang otak Jenis kelamin Amigdala 3. talamus Riwayat Orangtua Hipertensi 4. korteks serebri Indeks Massa Tubuh Hipotalamus CRF Riwayat Orangtua Hiperkolesterolemia Aktivasi sistem saraf simpatis Hipofisis anterior Kualitas tidur ACTH Merokok (aktif/pasif) Penyakit ginjal* Medula Adrenal Korteks Adrenal Gangguan kardiovaskular* ↑↑ Kortisol Obatobatan, kafein* ↑↑ Epinefrin ↑↑ Norepinefrin Hipertensi Gambar 2.5.1. Kerangka konseptual = yang diteliti * = yang dikontrol