BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan atau pertukaran mempunyai arti khusus dalam ilmu ekonomi. Perdagangan diartikan sebagai proses tukar menukar yang di dasarkan atas kahendak sukarela dari masing-masing pihak. Pertukaran yang terjadi karena paksaan, ancaman perang dan sebagainya tidak termaasuk dalam arti perdagangan yang dimaksud. Perdagangan selalu menguntungkan masing-masing pihak atau setidak-tidaknya salah satu pihak tidak ada yang dirugikan. Perdagangan timbul karena salah satu atau kedua pihak melihat adanya manfaat / keuntungan tambahan yang bisa diperoleh dari pertukaran tersebut dari pertukaran tersebut (Boediono, 2000 : 10). Menurut Nugroho (2003;2) Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dmaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.Bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, maka perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Menurut Tambunan (2000:1), perdagangan internasional adalah perdagangan antar atau lintas negara yang meliputi kegiatan ekspor dan impor. 15 Perdagangan internasional dibagi menjadi 2 kategori, yakni perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa. Perdagangan jasa antara lain, terdiri dari biaya transportasi, perjalanan (travel), asuransi, pembayaran bunga, dan remmitance seperti gaji tenaga kerja Indonesia serta fee atau royalty teknologi (lisensi). Teori perdagangan internasional adalah teori yang mencoba mengungkapkan mengapa sebuah negara melakukan kerjasama perdagangan internasional dengan negara lain. Teori tersebut makin disempurnakan oleh Adam Smith, David Ricardo dan Heckser Ohlin. 1) Teori Pra Klasik (Merkantilisme) Merkantilisme merupakan filosofi ekonomi pada abad ke enam belas yang mempunyai pendapat bahwa kepemelikan emas dan perak menjadi tolak ukur untuk menentukan kekayaan yang dimiliki oleh suatu negara. Bagi kaum merkantilisme perdagangan internasional merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi perekonomian suatu negara. Tujuan dari penganut merkantilisme dalam suatu negara adalah dengan meningkatkan ekspor sebesar-besarnya dan mencegah adanya impor. 2) Teori Klasik Menurut Adam Smith, suatu Negara akan mengekspor barang tertentu karena Negara tersebut bisa menghasilkan barang dengan biaya yang secara mutlak lebih murah daripada negara lain, karena memiliki keunggulan mutlak dalam produksi barang tersebut. Keunggulan mutlak oleh Adam Smith merupakan kemampuan suatu negara untuk menghasilkan suatu barang dan jasa per unit 16 dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit disbanding kemampuan negara lain ( Deliarnov, 1995 : 198). Suatu negara yang memiliki keunggulan mutlak tidak selalu akan mengekspor semua barang yang di produksinya. Menurut David Ricardo salah seorang ekonom klasik, yang berlaku dalam keadaan seperti ini adalah teori keunggulan komparatif dimana suatu negara hanya akan mengekspor barang yang memiliki keunggulan komparatif tinggi dan mengimpor barang yang memiliki keunggulan komparati rendah, yaitu barang yang jika dihasilkan sendiri memerlukan biaya yang lebih besar (Boediono, 2000 : 21). 3) Teori Modern Perkembangan teori perdagangan internasional selanjutnya dikembangkan oleh ahli ekonomi Swedia yaitu Eli Hecksher dan Berti Ohlin, dimana kedua ahli ekonomi ini terkenal dengan teori Hecksher – Ohlin yaitu teori faktor proporsi. Teori yang lebih modern yang menyatakan bahwa terjadinya perdagangan internasional disebabkan karena adanya perbedaan relatif faktor – faktor pemberian dan intensitas penggunaan faktor produksi (Lindert, 1994 : 35). Heckser Ohlin yang menyatakan bahwa setiap negara akan mengekspor barang yang diproduksinya menggunakan faktor produksi yang perseduaanynya melimpah dan murah serta menyimpan barang yang produksinya menggunakan sektor produksi yang persediaannya langka dan mahal secara intensif. Suatu negara akan menghasilkan barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang lebih banyak (harga relative faktor produksi renda). Atau sebaliknya teori ini menganggap bahwa tiap-tiap negara akan mengekspor 17 komoditi yang relative murah dan melimpah di negara itu dan mengimpor komoditi yang relative langka dan mahal. (Boediono, 2000 : 52). 4) Teori Permintaan dan Penawaran Pada prinsipnya perdagangan dua negara itu timbul karena adanya permintaan dan penawaran. Dalam analisis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang dan penawaran suatu barang terutama dipengaruhi oleh tingkat harga (sukirno, 2006:76). 2.1.2 Teori Ekspor Pengertian ekspor di Indonesia tertuang dalam pasal 1 UU No.10 tahun 2000 tentang ekspor, yaitu kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. Perkembangan ekspor akan menciptakan permintaan atas produksi industri lokal, yaitu industri-industri di negara tersebut yang produksinya terutama digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar di negara tersebut. Sehingga ekspor merupakan kelebihan produksi dalam negeri dimana kemudian kelebihan dari produksi tersebut dipasarkan keluar negeri sehingga terjadi ekspor. Pada hakekatnya perdagangan internasional timbul karena tidak adanya suatu negara pun yang mampu memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri baik berupa barang maupun jasa (Deliarnov, 1995:195). Jadi dapat disimpulkan bahwa ekspor adalah arus keluar sejumlah barang dan jasa dari suatu negara ke pasar internasional. Sedangkan eksportir adalah pedagang besar yang telah diakui oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan untuk mengeluarkan barang atau jasa yang diproduksi di dalam negeri keluar wilayah Indonesia. 18 Suatu negara yang memproduksi lebih dari kebutuhan dalam negeri dapat mengekspor kelebihan produksi tersebut ke luar negeri., sedangkan yang tidak mampu memproduksi sendiri dapat mengimpornya dari negara lain. Untuk dapat mengekspor suatu negara harus mampu menghasilkan barang dan jasa yang memiliki standar tinggi di pasaran internasional.Pada perekonomian terbuka selain sektor rumah tangga, sektor perusahaan dan sektor pemerintah juga ada sektor luar negeri karena penduduk di negara yang bersangkutan telah melakukan perdagangan dengan negara lain.Kemampuan suatu negara untuk bersaing ditentukan oleh banyak faktor antara lain sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, manajemen, dan sosial budaya. Semua faktor tersebut pada akhirnya akan menentukan kualitas dan harga harga barang yang akan dihasilkan. Menurut Sukirno (2004 : 109) faktor-faktor yang menentukan ekspor adalah : 1. Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain Suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu negara untuk menjual komoditi ke luar negeri tergantung pada kemampuannya menyaingi barang-barang sejenis di pasar internasional. Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara lain. Kemajuan yang pesat di berbagainegara akan meningkatkan ekspor suatu negara. 2. Proteksi di negara-negara lain. Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara. Contohnya kebijakan proteksi di negara-negara maju dapat menghambat perkembangan ekspor di negara berkembang. 19 3. Kurs Valuta Asing. Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor menjadi meningkat. 2.1.2.1 Fungsi Ekspor Ekspor suatu negara adalah impor negara lain. Dengan harga dianggap tetap, ekspor tergantung dari pendapatan luar negeri bukan pendapatan nasional negara tersebut. Oleh karena itu dalam diagram ekspor – pendaptan nasional, fungsi ekspor digambarkan sebagai garis lurus horizontal. Artinya, ekspor tidak tergantung pada pendapatan nasional. Berapapun besarnya pendapatan nasional maka ekspor pun akan tetap. Ini berarti pendapatan nasional tidak mempengaruhi ekspor. Tetapi sebaliknya, seperti halnya investasi, ekspor mempengaruhi pendapatan nasional ( Nopirin 2000 :242). Secara grafik dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1 Fungsi Ekspor X Xo x (fungsi ekspor) 0 Y Sumber : Nopirin (2000 : 242) 20 2.1.2.2Proses Ekspor 1. Menyampaikan pesanan (order) pada eksportir. 2. Meminta bank membuka L/C untuk eksportir (opening bank), yang dapat bertindak sebagai paying bank. 3. Menyelesaikan persyaratan-persyaratan pembukaan L/C pada opening bank. 4. Menerima pemberitahuan tibanya dokumen-dokumen pengapalan dari opening bank yangndikirim oleh advising atau negotiating bank. 5. Menyelesaikan formulir-formulir impor dan perhitungan-perhitungan asuransi, bea masuk dan pajak. 6. Melakukan penyetoran pajak, bea masuk, dan lain-lain . 7. Menebus dokumen-dokumen pengapalan dengan melakukan pembayaran, akseptasi wesel kepada opening bank sesuai syarat L/C. 8. Menyerahkan bukti penyelesaian formulir impor dan pelunasan pajak atau bea masuk yang telah disahkan oleh bank kepada bea cukai untuk memperoleh delivery order (DO) 9. Menyerahkan DO dan B/L kepada maskapai pelayaran untuk pengeluaran barang-barang dengan atau tanpa perusahaan ekspedisi (freight forwarder atau EMKL). 10. Mengajjukan klaim ganti rugi kepada eksportir atau kepada maskapai asuransi, adlam hal terdapat kehilangan atau kerusakan barang. 11. Melunasi wesel pada tanggal jatuh tempo, jika belum diselesaikan dengan bank. 21 2.1.2.3 Fungsi Impor Impor merupakan kebocoran dari pendapatan, karena menimbulkan aliran keluar modal luar negeri. Oleh karena itu pendapatan yang ditimbulkan karena proses produksi dapat di gunakan untuk membeli barang dan jasa dalam negeri (C), atau keluar dari aliran pendapatan sebagai tabungan (S) atau pembelian barang dari luar negeri (M). Dengan anggapan bahwa harga dan tingkat bunga tetap, maka impor seperti halnya tabungan tergantung (secara positif) pada pendapatan. Makin tinggi pendapatan, maka makin tinggi impor. Tabel 2.1 berikut menunjukan hubungan tersebut : Dua konsep penting yang berhubungan dengan fungsi impor ini adalah average propensity to import (APM) dan marginal propensity to import (MPM). APM adalah proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli barang impor = M/Y, sedangkan MPM adalah proporsi dari kenaikan (penurunan) pendapatan yang digunakan untuk menambah (mengurangi) impor = ΔMΔY. Secara grafik MPM ditunjukan dengan sudut arah dari funsi impor. Karena fungsi impor merupakan garis lurus, maka ΔM/ΔY konstan. Dalam ekonomi terbuka pendapatan digunakan untuk konsumsi barang dalam negeri(C), impor (M) atau ditabung (S), konsekuensinya :APC + APS + APM = 1. Karena setiap pendapatan juga digunakan untuk menambah C,S atau M, maka MPC + MPS + MPM = 1. Impor tidak hanya tergantung pada pendapatan. Faktor lain juga mempengaruhi, seperti; daya saing produksi dalam negeri, selera dan sebagainya. 22 Perubahan faktor ini akan menggeser fungsi impor. Seperti misalnya karena inflasi terjadi di dalam negeri sehingga daya saing menurun, maka impor cenderung naik dan kurva impor bergeser ke atas (Nopirin, 2000 : 241). Tabel 2.1 Skedul Impor GNP (Y) Impor (M) A 90 0 B 140 5 C 190 10 D 240 15 Sumber : Nopirin (2000:240) APM (M/Y) 0 0,03 0,05 0,06 ΔY ΔM 50 50 50 50 5 5 5 5 MPM (ΔM/ΔY) 0,1 0,1 0,1 0,1 Keterangan : GNP ΔY ΔM APM MPM : Gross National Product : Total Pendapatan : Total Impor : Average Propensity to Import : Marginal Propensity to Import Secara Grafik dapat ditunjukan sebagai berikut : Gambar 2.2 Fungsi Impor Impor (M) M (fungsi Impor) α 20 10 MPM D C Δ B A “ 0 P (Y) 100 150 200 Sumber : Nopirin (2000 : 241) 23 250 300 Dua konsep penting yang berhubungan dengan fungsi impor ini adalah average propensity to import (APM) dan marginal propensity to import (MPM). APM adalah proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli barang impor = M/Y, sedangkan MPM adalah proporsi dari kenaikan (penurunan) pendapatan yang digunakan untuk menambah (mengurangi) impor = ΔMΔY. Secara grafik MPM ditunjukan dengan sudut arah dari funsi impor. Karena fungsi impor merupakan garis lurus, maka ΔM/ΔY konstan. Dalam ekonomi terbuka pendapatan digunakan untuk konsumsi barang dalam negeri(C), impor (M) atau ditabung (S), konsekuensinya :APC + APS + APM = 1. Karena setiap pendapatan juga digunakan untuk menambah C,S atau M, maka MPC + MPS + MPM = 1. Impor tidak hanya tergantung pada pendapatan. Faktor lain juga mempengaruhi, seperti; daya saing produksi dalam negeri, selera dan sebagainya. Perubahan faktor ini akan menggeser fungsi impor. Seperti misalnya karena inflasi terjadi di dalam negeri sehingga daya saing menurun, maka impor cenderung naik dan kurva impor bergeser ke atas (Nopirin, 2000 : 241). 2.1.3 Pengertian Kerajinan Menurut Soeroto (1983 : 25) kerajinan adalah suatu usaha produktif di sektor nonpertanian baik berupa mata pencaharian utama maupun mata pencaharian sampingan. Usaha kerajinan sebagai kegiatan produktif non pertanian tumbuh atas dasar dorongan naluri manusia untuk memiliki barang dan alat yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupannya. 24 Hasil usaha kerajinan menurut S.K Menteri Perindustrian No 261/M/SK1989 tanggal 20 September 1989 tentang ketentuan dan tata cara penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) barang kerajinan (Kanwil Dep. Perindustrian Bali 1989) disebutkan bahwa suatu barang dapat dikatakan sebagai hasil kerajinan apabila cara pengerjaannya : 1. Dibuat sepenuhnya dengan tangan. 2. Dikerjakan dengan alat yang dipegang dengan tangan seperti pahat dan paku. 3. Dikerjakan dengan mesin yang digerakkan dengan kaki/tangan seperti mesin jahit yang digerakkan dengan pedal, papan putar tembikar yang digerakkan dengan kaki. 4. Dikerjakan dengan alat penggerak mesin tetapi cara kerjanya masih dipegang dengan tangan seperti bor listrik. 5. Digerakkan dengan salah satu atau beberapa kombinasi dari proses tersebut diatas. Penduduk pulau Bali terkenal sangat kreatif, apapun yang dihasilkan sebagai kerajinan tangan dapat dijual dan laku. Darah seni yang dimiliki masyarakat Bali mengalir pada hasil kerajinan tangannya. Kerajinan tangan yang terkenal antara lain : 1. Seni ukir kayu-kayuan dalam berbagai bentuk dan warna 2. Seni ukir batu padas dan batu-batuan lainnya 3. Alat-alat perhiasan dari ukiran kayu 4. Hiasan-hiasan dinding 5. Lukisan dalam segala jenis dan alirannya 25 6. Baju-baju Bali termasuk perhiasan-perhiasan penari Bali 7. Perhiasan emas dan perak dengan desain Bali 8. Pernak-pernik, dan lain-lain (Bappeda Kota Denpasar, 2001). 2.1.4 Konsep Suku Bunga Kredit Pengertian dasar tingkat suku bunga sebagai harga dari uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat bunga sebagai “harga” ini bisa dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi “pertukaran” antara satu rupiah sekarang dengan satu rupiah nanti, misalnya setahun (Boediono, 1993:75). Menurut Kasmir (2003), terdapat dua macam bunga dalam kegiatan sehari-hari, yaitu: 1. Binga simpanan, yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uang dibank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada masyarakatnya Sebagai contoh : jasa giro/tabungan, dan bunga deposito. 2. Bunga pinjaman, yaitu bunga yang diberikan kepada peminjam atau harga yang harus dibayarkan oleh nasabah peminjam kepada bank. Sebagai contoh bunga kredit. Menurut Bank Indonesia (2005) bunga kredit adalah sejumlah ganti rugi atau balas jasa atas penggunaan uang oleh nasabah. Bagi peminjam, bunga kredit dipandang sebagai suatu biaya atau ongkos yang dikeluarkan olehnya sedangkan bagi bank kredit dipandang sebagai pendapat bank yang menguntungkan. Berdasarkan tujuannya, bunga kredit timbul karena pemakaian uang untuk : 26 1) Kredit Modal Kerja, yaitu kredit jangka pendek yang diberikan oleh bank untuk keperluan modal kerja debitur yang bersangkutan. 2) Kredit investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang untuk pembelian barang-barang modal dan jasa yang diperlukan oleh peminja untuk diinvestasikan berupa rehabilitas, modernisasi, ekspansi, relokasi usaha, dan atau pendirian usaha baru. Jadi kredit ini untuk keperluan menanam modal (bukan untuk modal kerja), sehingga kredit ini bersifat produktif dimana perusahaan yang diberikan kredit mempunyai perencanaan yang terarah. 3) Kredit untuk konsumsi, yaitu pemberian kredit untuk keperluan komsumsi dengan cara membeli, menyewa, ataupun dengan cara yang lainnya. 2.1.4.1 Hubungan Suku Bunga Kredit Dengan Ekspor. Kredit kegiatan produksi dapat menjadi modal kerja yang dapat mendorong kelancaran produksi, tidak terkecuali komoditas yang berorientasi ekspor. Namun adanya kredit tidak terlepas dari adanya tingkat bunga yang merupakan aspek biaya yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan produksi. Tingkat suku bunga yang turun akan menyebabkan masyarakat meminjam kredit di Bank dan mempergunakan kredit tersebut untuk modal kerja dan berproduksi sehingga produksi akan meningkat dan ekspor juga akan meningkat (Nanga, 2001:124). Terjadinya peningkatan bunga kredit menyebabkan modal kerja menjadi lebih sedikit,karena adanya penambahan biaya pengembalian hutang, sehingga eksportir enggan untuk mendapatkan dana lebih besar.Jadi, antara tingkat suku bunga kredit dengan ekspor memiliki hubungan yang negatif. 27 2.1.5Pengertian Inflasi Pengertian inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga-harga secara umum dan terus menerus (Boediono, 2000:97). Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas pada sebagian besar dari harga-harga barang lain. Kenaikan harga karena musiman, menjelang hari raya atau hari besar dan terjadi sekali saja, pada saat itu tidak dapat disebut sebagai inflasi. Demikian juga menurut Nopirin (2000:25), inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus menerus. Ini tidak berarti bahwa kenaikan harga-harga berbagai macam barang itu naik dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan secara tidak bersamaan, yang penting terdapat kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama periode tertentu. Menurut Boediono (1993:98) inflasi berdasarkan berat ringannya dapat digolongkan menjadi 4 (empat) macam tingkatan yaitu : 1. Inflasi ringan (kurang dari 10% pertahun) 2. Inflasi sedang (berkisar antara 10% - 30% pertahun) 3. Inflasi berat (berkisar antara 30% - 100% pertahun) 4. Hiper Inflasi (lebih besar dari 100% pertahun) Sedangkan Nopirin (1997:35) mengelompokkan inflasi berdasarkan tinggi rendahnya inflasi yang terjadi, maka inflasi dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu : 1. Inflasi rendah (kurang dari 10% pertahun) 2. Inflasi menengah (berkisar antara dua digit) 3. Inflasi berat (berkisar antara dua digit atau lebih) 28 Pendapat Nopirin tersebut dapat diartikan, bahwa laju inflasi yang rendah biasanya diikuti oleh kenaikan harga secara lambat dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif lama. Inflasi menengah ditandai dengan kenaikkan harga yang cukup besar dan kadang kala bersifat relatif pendek jangka panjang waktunya serta bersifat serasi artinya harga pada minggu atau bulan ini lebih tinggi dari harga-harga pada minggu atau bulan lalu. Inflasi tinggi merupakan inflasi yang paling parah akibatnya harga-harga naik sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk mempunyai uang. Nilai uang yang merosot tajam menyebabkan masyarakat lebih suka berinvestasi dalam bentuk barang. Inflasi ini biasanya terjadi disebabkan pemerintah mengalami defisit anggaran belanja yang disertai dengan mencetak uang. Selain itu inflasi dapat dikelompokkan atas dasar penyebab awal terjadinya inflasi. Atas dasar hal ini maka inflasi dapat dibedakan menjadi 4 (empat), yaitu : 1. Inflasi karena dorongan permintaan (Excess Demand Inflation) Inflasi yang terjadi sebagai akibat permintaan total terhadap barang dan jasa naik lebih cepat dibandingkan dengan tingkat output full employment. 2. Inflasi karena perubahan struktur permintaan (Bottleneck Inflation) Inflasi yang terjadi karena berubahnya struktur permintaan yang lebih cepat dibandingkan dengan peredaran barang-barang. Faktor yang mempengaruhi inflasi jenis ini misalnya, perang, bencana alam dan sebagainya. 3. Inflasi karena dorongan biaya (Cost Push Inflation) Inflasi yang diakibatkan karena adanya banyak golongan dalam masyarakat yang mempunyai kekuatan untuk memaksakan kenaikan upah atau gaji serta harga. 29 4. Inflasi karena pengeluaran pemerintah Yaitu inflasi yang terjadi jika pemerintah melakukan lebih banyak pengeluarannya untuk pembelian barang-barang daripada apa yang bisa dicapai dari pungutan pajak. Berdasarkan dari mana inflasi berasal, maka inflasi dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu : 1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri ( Domestic Inflation ) Yaitu inflasi yang disebabkan karena defisit anggaran yang dibiayai dengan jalan percetakan uang baru maupun akibat panen gagal yang berlangsung terusmenerus. 2. Inflasi yang berasal dari luar negeri ( Imported Inflation ) Inflasi yang terjadi karena kenaikan harga-harga barang di suatu negara yang dapat berupa kenaikan harga barang impor yang dapat menyebabkan kenaikkan indeks biaya hidup. Tingkat pendapatan yang semakin tinggi akan berdampak pada makin naiknya permintaan barang-barang impor. Hal ini secara otomatis akan menaikkan permintaan valuta asing. Kurs valuta asing cenderung naik. Demikian juga adanya inflasi menyebabkan impor naik dan ekspor turun (Nopirin, 1997 : 148) sehingga hubungan tingkat inflasi dan nilai ekspor adalah berbanding terbalik. Artinya jika terjadi inflasi yang semakin tinggi maka nilai ekspor akan semakin turun, sebaliknya jika inflasi semakin rendah maka nilai ekspor akan cenderung meningkat. 30 2.1.5.1 Cara menghitung Inflasi Inflasi (rate of inflation) sebagai salah satu indikator ekonomi berguna untuk formulasi kebijakan ekonomi dalam hal menjaga stabilitas harga/upah, evaluasi pajak, menyesuaikan perhitungan pendapatan nasional (deflator) dan sebagai tolok ukur penyesuaian upah dan gaji serta pensiun agar selalu bisa mengikuti harga. Perhitungan inflasi dapat dilakukan secara bulanan dan tahunan dengan rumus (Paulus dan Kembar, 2015) : 1. Perhitungan inflasi secara bulanan IHK n IR n x100% 100% IHK n 1 Dimana: IRn = angka inflasi (%) bulan n IHKn = Indeks Harga Konsumen Gabungan bulan n IHKn-1 = Indeks Harga Konsumen Gabungan bulan sebelumnya (n-1) 2. Perhitungan inflasi secara tahunan a) Point to point method, yaitu menghitung inflasi setiap bulan Desember (disebut juga December to December method) IHK Dec 98 IR 98 x100% 100% IHK Dec97 b) Average to average method, yaitu menghitung inflasi dengan caramembandingkan IHK rata-rata selama setahun dengan rata-rata IHK tahun sebelumnya 31 IHK t IR t x100% 100% IHK t -1 Dimana: IHKt = Indeks Harga Konsumen Gabungan satu tahun dibagi 12 IHKt -1 = Indeks Harga Konsumen Gabungan tahun sebelumnya dibagi 12 c) Cummulative method, cara ini yang dipakai pemerintah dimana inflasi setiap bulan dalam tahun anggaran (April-Maret) dijumlahkan. Dimana: IHKt = Indeks Harga Konsumen dalam satu tahun anggaran IHKt -1 = Indeks Harga Konsumen tahun anggaran sebelumnya 2.1.5.2Hubungan Antara Tingkat Inflasi dengan Nilai Ekspor Kenaikan harga-harga menimbulkan akibat yang buruk terhadap perdagangan luar negeri dari negara yang mengalami inflasi (Sukirno,1994:308). Kenaikan harga-harga menyebabkan barang yang di produksi di negara itu tidak dapat bersaing dipasaran internasional. Akibatnya, nilai ekspor negara akan turun. Sebaliknya kenaikan harga-harga dalam negeri menyebabkan barang-barang dari negara lain menjadi relatif lebih murah, dan ini akan mempercepat pertumbuhan impor. Impor yang lebih besar dari ekspor akan menyebabkan cadangan devisa negara tergerogoti. Hal ini tentunya tidak diinginkan oleh negara manapun. Untuk mencegah semakin menipisnya cadangan devisa ini tentunya hal yang dilakukan negara adalah dengan jalan menekan impor. Salah satu alat yang dipakai untuk menekan impor adalah dengan menaikkan pajak impor. Tindakan ini akan menimbulkan kenaikkan harga-harga lebih lanjut. Jadi antara laju inflasi dan nilai 32 ekspor mempunyai hubungan yang negatif. Artinya bahwa laju inflasi yang tinggi akan menyebabkan nilai ekspor yang semakin rendah. 2.1.6 Konsep Kurs Valuta Asing Kegiatan transaksi perdagangan yang terjadi antarnegara yang terdiri dari kegiatan ekspor dan impor akan melibatkan perbandingan nilai tukar mata uang kedua negara yang bersangkutan. Apabila suatu barang ditukar dengan barang lain, tentu di dalamnya terdapat perbandingan nilai tukar antara keduanya. Nilai tukar ini merupakan semacam harga di dalam pertukaran tersebut. Demikian pula pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang sering disebut dengan kurs (exchange rate) (Nopirin, 1999:163). Menurut Hamdy (2001:24) valas (foreign currency) diartikan sebagai mata uang dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi dan keuangan internasional atau luar negeri dan biasanya mempunyai catatan kurs resmi pada Bank Sentral (Bank Indonesia). Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut sebagai hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relative stabil dan kadang-kadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai terhadap mata uang lainnya. Sedangkan soft currency adalah mata uang lemah yang jarang digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya relatif tidak stabil dan sering mengalami depresiasi atau penurunan nilai terhadap mata uang lainnya. 33 Nilai tukar mata uang asing suatu negara bisa terjadi dalam keseimbangan dan ketidakseimbangan yang dipengaruhi oleh keadaan neraca pembayaran suatu negara. Jika mengalami defisit pada neraca pembayarannya berarti permintaan valas akan meningkat. Apabila cadangan devisa yang dimiliki terbatas, maka nilai tukar mata uang negara tersebut akan terus merosot terhadap mata uang asing. Begitu juga sebaliknya jika dalam neraca pembayaran suatu negara terjadi surplus, maka nilai tukar mata uang dalam negeri akan meningkat. Mengetahui akan hal itu, maka kestabilan nilai tukar mata uang perlu dijaga agar kegiatan ekonomi dapat berjalan dengan lebih mantap. Untuk dapat mencapai kestabilan nilai tukar mata uang dalam negeri dan mata uang asing, maka ditetapkan beberapa sistem nilai tukar. Menurut Bank Indonesia (2004:69) ada 3 (tiga) sistem nilai tukar, yaitu: 1) Sistem kurs mengambang terkendali (Managed Floating Exchange Rate) Dalam sistem nilai tukar ini, Bank Sentral menetapkan batasan suatu kisaran tertentu dari pergerakan nilai tukar yang disebut intervention band (batas pita intervensi). Nilai tukar akan ditentukan sesuai mekanisme pasar sepanjang berada di dalam batas kisaran pita intervensi tersebut. Apabila nilai tukar tersebut menembus batas atas/batas bawah dari kisaran tersebut, Bank Sentral akan secara otomatis melakukan intervensi di pasar valas sehingga nilai tukar bergerak kembali ke pita intervensi. 2) Sistem kurs tetap (Fixed Exchange Rate) Sistem kurs tetap adalah suatu sistem nilai tukar dimana Bank Sentral tingkat nilai tukar/kurs mata uang terhadap mata uang negara lain pada nilai tertentu. 34 Bank Sentral siap membeli/menjual valas pada tingkat kurs yang ditetapkan. Jika kurs valas turun, maka pemerintah akan menjual valas di pasar sehingga penawaran valas bertambah dan kenaikan dapat dicegah. 3) Sistem Nilai Tukar Mengambang (Floating Exchange Rate) Pada sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan demikian, nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan penawaran diatas permintaan dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan permintaan atas penawaran yang ada di pasar valuta asing. Perkembangan sistem kurs valuta asing di Indonesia telah mengalami 3 (tiga) periode sebagai berikut: 1) Tahun 1970-1978 Indonesia menganut sistem kurs tetap (fixed exchange ratesystem). Pada sistem nilai tukar tetap, nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain ditentukan pada nilai tertentu. 2) Tahun 1978-Juli 1997 Indonesia menganut sistem kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate system). Sistem kurs ini digunakan untuk mencipatakan kurs rupiah yang realistis dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah, sehingga dapat menciptakan kestabilan moneter. 3) Tahun 1997-sekarang. Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system). Sistem ini digunakan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan menyelamatkan cadangan devisa yang tersedia. 35 2.1.6.1 Hubungan Kurs Valuta Asing dengan Ekspor Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi maupun apresiasi nilai mata uang akan mengakibatkan perubahan ke atas ekspor maupun impor. Jika kurs mengalami depresiasi yaitu nilai mata uang dalam negeri menurun dan berarti mata uang asing bertambah tinggi kursnya (harganya), akan menyebabkan ekspor meningkat dan impor cenderung menurun.Hubungan kurs valuta asing dengan nilai ekspor dapat dijelaskan dengan konsep teori penawaran dimana penawaran adalah ekspor dari negara yang bersangkutan sedangkan harga yang dimaksud dalam hal ini adalah kurs valuta asing. Jadi kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs (dollar Amerika Serikat) meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno, 2000:319). 2.2 Rumusan Hipotesis Berdasarkan pokok permasalahan dengan didukung teori-teori yang relevan, maka penulis mencoba mengemukakan hipotesis yang akan dijadikan acuan dalam memecahkan pokok permasalahan penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut: 1. Diduga bahwa tingkat suku bunga kredit, kurs valuta asing, dan tingkat inflasi secara serempak berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor kerajinan kerang Provinsi Bali periode 1996-2014. 36 2. Diduga bahwa tingkat suku bunga kredit berpengaruh negatif terhadap volume ekspor kerajinan kerang Provinsi Bali periode 1996-2014,diduga bahwa kurs valuta asing dan tingkat inflasi berpengaruh positifsignifikan terhadap nilai ekspor kerajinan kerang Provinsi Bali periode 1996-2014. 37