HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GURU TERHADAP METODE PEMBELAJARAN AKTIF DENGAN MOTIVASI MENGAJAR PADA GURU SMP MUHAMMADIYAH 3 YOGYAKARTA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ENDANG MUTIARAWATI F 100 030 099 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk bisa meraih masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu pendidikan hendaknya dikelola baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut dapat tercapai bila peserta didik dapat menyelesaikan tepat pada waktunya dengan hasil belajar yang baik. Berawal dari pemahaman tersebut, terdapat tekad untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya melalui proses pendidikan. Menurut Ansyar (Rosada. A dan Amitya. K, 2004) proses belajar mengajar disekolah dari pendidikan dasar hingga menengah belum menciptakan belajar yang bermakna. Akibatnya, salah satu tujuan pokok pembelajaran yaitu untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa belum sepenuhnya tercapai. Melalui pendidikan itulah diharapkan dapat tercapai peningkatankehidupan manusia kearah yang lebih sempurna, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 telah digariskan bahwa: ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang 1 2 beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta Bertanggung jawab. (DIKBUD KBRI Tokyo, 2003) Untuk itu, diperlukan metode dan konsep belajar yang tepat. Kajian pendidikan maupun psikologi pendidikan memberi penekanan yang penting dalam pembahasan tentang belajar dan mengajar. Salah satu factor penting dalam meningkatkan kemampuan belajar siswa disekolah adalah dengan memproses informasi atau materi pembelajaran yang bermakna bagi siswa, akan membantu siswa dalam memahami materi dengan mudah, dan materi yang dipelajari tersebut dapat mudah dimasukkan secara mendalam pada proses ingatan siswa. Oleh karena itu, penciptaan suatu kondisi pembelajaran yang bermakna bagi siwa agar materi pelajaran dapat mudah diingat oleh siswa, merupakan hal yang penting untuk menunjang peningkatan prestasi belajar siswa. Pembelajaran bermakna yang dimaksud adalah suatu pembelajaran yang memberi pengalaman siswa untuk berbuat aktif, sehingga memudahkan siswa untuk mengingat dan memahami materi pelajaran (Rosada. A dan Amitya. K, 2004) Selama ini terdapat konsepsi yang salah tentang sekolah. Menurut Zamroni (Rosada. A dan Amitya. K, 2004) selama ini pendidikan sangat identik dengan sekolah. Padahal sekolah tidak semata-mata menjadi tempat menuntut ilmu, tetapi juga menjadi tempat pembentukan kepribadian siswa agar menjadi manusia yang berbudi luhur. Karena itu, proses pembelajaran di sekolah tidak boleh hanya berkonsentrasi untuk mendapatkan nilai tinggi tetapi harus mampu membentuk siswa menjadi manusia seutuhnya dan mempunyai life skill memadai. 3 Sebenarnya, pemerintah telah mencanangkan metode belajar CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dalam penerapan pendidikan formal. Namun dalam prakteknya metode belajar ini menemui banyak hambatan seperti faktor kurikulum, guru, birokrasi, sehingga metode belajar CBSA tidak banyak diterapkan disekolah-sekolah. Secara konseptual CBSA memiliki kaidah-kaidah yang serupa dengan metode belajar aktif, terutama kaidah yang menyebutkan bahwa pusat pembelajaran adalah siswa. Namun, model pembelajaran aktif merupakan payung CBSA dengan kaidah pembelajaran yang lebih beragam (Rosada. A dan Amitya. K, 2004) Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 1984 oleh British Counsil dan BP3K Depdikbud dalam proyek penerapan CBSA di Cianjur menyatakan bahwa, konsep dasar dari belajar aktif secara evolutif bisa dibagi menjadi tiga tahap, yaitu versi Cianjur, versi ketrampilan proses dan versi konsorsium pendidikan (Pardjono, 2000). Proyek Cianjur sebagai awal dari diterapkannya prinsip belajar aktif, dimaksudkan untuk menerapkan prinsip-prinsip belajar kooperatif ke dalam proses pembelajaran di kelas agar siswa aktif, baik fisik maupun mentalnya. Moegiadi, Tangyong & Gardner (Pardjono, 2001) Pendekatan versi ketrampilan proses pada awalnya merupakan pendekatan pembelajaran sains pada Proyek Sains Sekolah Dasar Tahun 1980 Yulaelawati (Pardjono, 2001). Semrawan, menyatakan bahwa ketrampilan proses adalah ketrampilan untuk mengamati, menghitung, mengukur, mengelompokkan, menentukan hubungan antara ruang dan waktu, membuat hipotesis, merumuskan penelitian dan eksperimen, mengendalikan variable, menginterpretasikan data, 4 menyimpulkan, meramalkan, menerapkan dan mengkomunikasikan temuan. Sedangkan versi konsorsium pendidikan yang diwakili oleh pendapat Raka Joni, menginterpretasikan belajar aktif sebagai suatu pendekatan. (Pardjono, 2001) Belajar aktif dalam kelas, tidak terlepas dengan peranan guru di dalam kelas, yaitu mengikuti prinsip “Tut Wuri Handayani”, dimana guru berperan sebagai fasilitator dalam belajar, dengan mendorong, membimbing, memberikan model tanpa maksud untuk mendominasi kegiatan di kelas. Dalam hal ini, peran guru berubah dari pemberi pengetahuan menjadi fasilitator bagi terjadinya proses konstruksi pengetahuan oleh anak. Raka Joni (Pardjono, 2001). Dalam perspektif global belajar aktif bisa dimulai dari Dewey yang mengkritik proses pembelajaran tradisional sebagai proses belajar yang secara pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru, dan pengetahuan diasumsikan sebagai sosok informasi dan ketrampilan yang telah dihasilkan pada waktu yang lampau dengan standar tertentu. Pendidikan progresif meliputi tiga aspek perubahan, yaitu: hakekat ilmu pengetauan, belajar dan mengajar. Menurut Dewey, (Padjono, 2001) dalam belajar aktif pengetahuan merupakan pengalaman pribadi yang diorganisasikan dan dibangun melalui proses belajar bukan dari guru. Sedangkan mengajar merupakan upaya menciptakan lingkungan agar siswa dapat memperoleh pengetahuan melalui keterlibatan secara aktif dalam kegiatan belajar. Oleh karena itu, guru memegang peranan penting dalam metode pembelajaran aktif. Terutama persepsi guru terhadap metode pembelajaran aktif yang diterapkan pada siswa. Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar 5 mengajar. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai (Sunardi, 2007) Motivasi merupakan motor penggerak bagi manusia baik dari dalam maupun dari luar. Dorongan dari dalam dapat berupa faktor-faktor mental yaitu harapan, semangat, kebutuhan dan kepercayaan diri. Sedangkan dorongan dari luar merupakan lingkungan sekolah, sikap-sikap individu dan kelompok yang ditunjukkan dengan harapan mereka dapat bekerjasama baik itu sikap-sikap dari pimpinan (kepala sekolah) terhadap guru, maupun sikap-sikap antar guru. Wahjosumidjo (Mutmainnah, 1995). Motivasi merupakan dorongan yang timbul dari diri setiap individu untuk melakukan sesuatu, ia merupakan respon dari suatu aksi, yaitu tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, namun kemunculannya karena terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Dimana tujuan menyangkut soal kebutuhan. Motivasi adalah alasanalasan, dorongan-dorongan yang ada di dalam diri manusia yang menyebabkan ia melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu. Motivasi merupakan keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri manusia untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu. Motivasi berhubungan dengan faktor psikologis seseorang yang mencerminkan hubungan atau interaksi antara sikap, kebutuhan dan kepuasan yang terjadi pada diri manusia. Motivasi timbul karena dua faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor dari dalam diri manusia, yang dapat berupa sikap, kepribadian, pendidikan, pengalaman, pengetahuan, cita-cita. Sedang faktor-faktor ekstrinsik adalah faktor dari luar diri manusia. Faktor ini dapat berupa gaya kepemimpinan seorang atasan, 6 dorongan atau bimbingan seseorang, perkembangan situasi dan sebagainya. Kedua faktor tersebut, baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik muncul karena adanya suatu rangsangan. (El Qurvida, 2007) Sunaryati (Alam Purwanti, 2006) mengatakan bahwa motivasi berprestasi bila dikaitkan dalam lingkungan akademis (guru) dinyatakan sebagai upaya atau dorongan yang dimiliki seorang guru untuk mewujudkan prestasi sebagai seorang pengajar. Oleh karena itu motivasi memiliki kekuatan yang cukup besar untuk merubah keadaan seseorang, apalagi jika langsung diberikan oleh seorang pemimpin atau kelapa sekolah memiliki keahlian dalam hal pemberian motivasi. Nord (Nugroho AE, 2006) menyebutkan bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti pada stimulus sehingga individu akan melihat pada barang yang sama tapi dengan cara yang berbeda-beda. Persepsi menentukan sebagian besar tingkah laku dan penyesuaian diri individu. Persepsi yang muncul akan mempengaruhi perilaku yang tampak pada seseorang, sedangkan perilaku merupakan manifestasi dari keadaan psikologis seseorang (Mappiare, 1982). Hal ini berarti bahwa sebelum menyentuh sisi fisiologis (perilaku), persepsi akan terlebih dahulu mempengaruhi sisi psikologis individu. Hal tersebut dapat memunculkan motivasi guru dalam mengajar nantinya. Menurut Djamarah, S.B dan Aswan. Z (1995) guru dalam mengajar mempunyai beberapa peran yaitu sebagai pengajar, pembimbing perantara sekolah dengan masyarakat, administrator, dll. Guru adalah pekerja intelektual, berinteraksi dengan puluhan mungkin ratusan ragam karakter manusia, bergerak 7 di bidang jasa pendidikan dengan misi mulia yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.( Nuryadin, 2005). Guru profesional akan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran dan penilaian yang menyenangkan bagi siswa dan guru, sehingga dapat mendorong tumbuhnya kreativitas belajar pada diri siswa. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan sangat menentukan minat dan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Tingkat profesional guru dalam mengajar menjadi suatu kebutuhan yang harus terpenuhi jika sekolah itu ingin maju. Guru sebagai pendidik harus mampu mengolah kreativitas pribadi dalam memunculkan caracara (metode) baru dalam penyampaian materi pelajaran kepada peserta didik. Guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif. Sehingga anak didik merasa nyaman ketika menerima materi pelajaran dari guru. Karena kualitas pembelajaran sangat ditentukan oleh sejauh mana guru itu mampu berkreativitas dalam pembelajaran sehingga anak didiknya tidak merasa bosan dan merasa jenuh dengan pembelajaran yang ada Namun, pada saat ini guru sering menjadi sorotan dari berbagai media massa, berkaitan dengan rendahnya mutu pendidikan, dan keberhasilan suatu sekolah. Seorang politis Amerika Serikat Hugget (Catty, 2007) mengatakan guru kurang profesional, sedang orang tua menuduh, guru tidak kompeten dan malas. Kalangan bisnis dan industripun memprotes guru karena hasil didikan mereka dianggap tidak bermanfaat. Tuduhan dan protes ini telah merendahkan harkat dan martabat para guru. Masalah lain yang muncul yaitu rendahnya tingkat kompetensi profesionaisme guru. Penguasaan mereka terhadap materi dan metode pengajaran masih berada di bawah standar. Syah (Catty, 2007). Ada dua hasil 8 penelitian resmi yang menunjukan kekurang mampuan guru, khususnya guru sekolah dasar, hasil penenlitian Badan Litbang Depdikbud RI menyimpulkan bahwa kemampuan membaca siswa kelas VI SD di Indonesia masih rendah. Bahwa 76,95% siswa kelas VI SD tidak dapat menggunakan kamus. Yang mampu menggunakan kamus hanya 5 % secara sistematis dan benar. Bukti lain kelemahan sebagian guru kita juga ditunjukan oleh hasil penelitian psikologi yang melibatkan responden sebanyak 1975 siswa. SD negri dan swasta di Jakarta. Kesimpulanya bahwa guru di sekolah –sekolah dasar tersebut tidak bisa mengindentifikasi siswa berbakat. Kenyataan seperti ini cepat atau lambat akan menjatuhkan nama baik guru. Untuk itu, guru diharapkan mampu mengembangkan kemampuanya, dalam mengajar dan diharapkan juga lebih dewasa dalam bersikap dan berpikir, sehingga mempunyai daya kompetensi dan psikilogis yang stabil. Guru juga diharapkan mempunyai persepsi yang baik terhadap metode pembelajaran aktif, sehingga mampu memotivasi diri dalam mengajar. Apabila persepsi guru terhadap metode pembelajaran aktif tersebut baik, maka mempunyai motivasi mengajar yang tinggi. Sebaliknya apabila persepsi guru terhadap efektifitas metode pembelajaran aktif tersebut tidak baik, maka mempunyai motivasi mengajar yang rendah. Berdasarkan uraian diatas, maka timbul suatu permasalahan dalam penulisan ini yaitu Apakah ada hubungan antara persepsi guru terhadap metode pembelajaran aktif dengan motivasi mengajar pada guru? Mengacu dari rumusan masalah tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian lebih lanjut dengan 9 melakukan penelitian berjudul ”Hubungan Antara Persepsi Guru Terhadap Metode Pembelajaran Aktif Dengan Motivasi Mengajar Pada Guru” B. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui hubungan antara persepsi guru terhadap metode belajar aktif dengan motivasi mengajar pada guru. 2. Mengetahui seberapa besar tingkat persepsi guru terhadap metode belajar aktif. 3. Mengetahui seberapa besar tingkat motivasi mengajar pada guru. 4. Mengetahui sumbangan efektif persepsi guru terhadap metode pembelajaran aktif dengan motivasi mengajar. 5. Mengetahui aspek persepsi guru terhadap metode pembelajaran aktif yang dominan terhadap motivasi mengajar. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Kepala Sekolah. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi kepala sekolah untuk dapat memberi kesempatan guru untuk meningkatkan kompetensi dalam motivasi mengajar. 2. Guru mata pelajaran bidang study. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi guru dalam mempersepsikan metode belajar aktif, 10 sehingga dapat memberi motivasi dalam mengajar pada bidang study yang diajarkan. 3. Bagi siswa. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan pada siswa bahwa metode pembelajaran aktif dapat mempermudah pemahaman siswa dalam proses belajar di kelas. 4. Bagi ilmuwan psikologi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi bagi ilmuwan psikologi sehingga dapat mengembangkan ilmu psikologi khususnya psikologi pendidikan yang berkaitan dengan persepsi guru terhadap metode pembelajaran aktif dengan motivasi mengajar. 5. Bagi fakultas psikologi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan kajian pemikiran mengenai persepsi guru terhadap metode pembelajaran aktif dengan motivasi mengajar. sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan penelitian selanjutnya. 6. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau pengembangan penelitian selanjutnya khususnya yang berhubungan dengan persepsi guru terhadap metode pembelajaran aktif dengan motivasi mengajar, sehingga hasil penelitian selanjutnya akan lebih baik lagi.