BAB II KAIJAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kurs Valuta Asing 2.1.1.1 Pengertian dan Teori Kurs Valuta Asing Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang suatu negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain atau jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing (Sukirno, 2006:397). Menurut Almizan Ulfa (2003:28), kurs (exchange rate) suatu mata uang adalah nilai tukar atau harganya jika ditukar dengan mata uang yang lain. Sementara menurut Triyono (2008:157), kurs (exchange rate) adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, yaitu merupakan perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa kurs pada dasarnya merupakan perbandingan antara harga atau nilai dua mata uang, yaitu mata uang domestik dan mata uang asing. Dalam kenyataannya, sering terdapat berbagai tingkat kurs untuk satu valuta asing. Menurut Nopirin (2009:138), perbedaan tingkat kurs ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya : 1) Perbedaan antara kurs beli dan jual oleh para pedagang valuta asing/bank. Kurs beli adalah kurs yang dipakai apabila para pedagang valuta asing/bank membeli valuta asing, dan kurs jual apabila mereka menjual. Selisih kurs tersebut merupakan keuntungan bagi para pedagang. 18 2) Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam waktu pembayarannya. Kurs TT (Telegraphic Transfer) lebih tinggi daripada kurs MT (Mail Transfer) sebab perintah/order pembayaran dengan menggunakan telegram bagi bank merupakan penyerahan valuta asing dengan segera atau lebih cepat dibandingkan dengan penyerahan melalui surat. 3) Perbedaan dalam tingkat keamanan dalam penerimaan hak pembayaran. Sering terjadi bahwa penerimaan hak pembayaran yang berasal dari bank asing yang sudah terkenal (bonafide) kursnya lebih tinggi daripada yang belum terkenal. Valuta asing diperdagangkan di pasar valuta asing. Pasar valuta asing tidak hanya menyangkut kurs atau harga valuta asing saja, tetapi juga pihak-pihak yang melakukan transaksi, seperti eksportir dan importir, bank, pedagang perantara, dan bank sentral (Nopirin, 2009:138). Pasar valuta asing mempunyai beberapa fungsi pokok dalam membantu kelancaran lalu lintas pembayaran internasional, diantaranya : 1) Mempermudah penukaran valuta asing serta pemindahan dana dari satu negara ke negara lain. Proses penukaran atau pemindahan dana ini dapat dilakukan dengan sistem “clearing” seperti halnya yang dilakukan oleh bank-bank serta para pedagang. 2) Karena sering terdapat transaksi internasional yang tidak perlu segera diselesaikan pembayaran dan atau penyerahan barangnya, maka pasar valuta asing memberikan kemudahan untuk dilaksanakannya perjanjian atau kontrak jual beli dengan kredit. 19 3) Memungkinkan dilakukannya “hedging”. Seorang pedagang melakukan hedging apabila dia pada saat yang sama melakukan transaksi jual dan beli valuta asing di pasar yang berbeda, untuk menghilangkan atau mengurangi resiko kerugian akibat perubahan kurs. 2.1.1.2 Sistem Kurs Valuta Asing Sifat kurs valuta asing sangat tergantung dari sifat pasar. Apabila transaksi jual beli valuta asing dapat dilakukan secara bebas di pasar, maka kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran. Apabila pemerintah menjalankan kebijaksanaan stabilisasi kurs, tetapi tidak dengan mempengaruhi transaksi swasta, maka kurs ini hanya akan berubah-ubah di dalam batas yang kecil, meskipun batas-batas ini dapat diubah dari waktu ke waktu. Pemerintah dapat juga menguasai transaksi valuta asing. Dalam hal ini kurs tidak lagi dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Sistem ini disebut Exchange Control (Nopirin, 2009:147). Menurut Ahmad Jamli (1996, 175-227), kurs valuta asing dalam suatu negara ditentukan oleh sistem kurs valuta asing yang ditetapkan oleh negara yang bersangkutan. Adapun sistem kurs valuta asing, yaitu : 1) Sistem kurs tetap, yang ditetapkan oleh badan yang berwenang di bidang moneter (Bank Indonesia). Untuk waktu tertentu kurs ini tidak berubah. Apabila nilai mata uang tersebut berubah, maka otoritas moneter berhak mengambil kebijakan untuk mengembalikan nilai tukar ke posisi semula. 2) Sistem kurs bebas dimana otoritas moneter tidak ikut campur sehingga permintaan dan penawaran terhadap valuta asing di pasar valuta asing berinteraksi secara bebas. 20 3) Sistem kurs terkendali, dimana nilai kurs valuta asing ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran valuta asing, namun apabila kurs berubah terlalu tinggi atau rendah sampai batas yang tidak diharapkan, maka otoritas moneter akan melakukan intervensi. Sementara menurut Nopirin (2009:147-156), terdapat 3 jenis sistem kurs valuta asing, yaitu : (1). Sistem kurs yang berubah-ubah Di dalam pasar bebas, perubahan kurs tergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan transaksi pembayaran ke luar negeri (impor). Permintaan valuta asing diturunkan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional. Sedangkan penawaran valuta asing berasal dari eksportir, yakni berasal dari transaksi kredit neraca pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan kuat apabila transaksi autonomous kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit (surplus neraca pembayaran), sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayaran mengalami defisit. Selanjutnya, transaksi autonomous debit dan kredit dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam maupun luar negeri, termasuk harga, pendapatan, dan tingkat bunga. Segala sesuatu yang mempengaruhi ketiga faktor ini, baik dari dalam maupun luar negeri, akan mempengaruhi permintaan dan penawaran kurs, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kurs valuta asing. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan pendapatan (relatif terhadap negara lain), makin besar kemungkinan untuk impor yang berarti makin besar pula permintaan 21 akan valuta asing. Kurs valuta asing cenderung naik dan harga mata uang sendiri turun. Demikian juga inflasi, akan menyebabkan impor naik dan ekspor turun yang akan mengakibatkan kurs valuta asing naik. Kenaikan tingkat bunga dalam negeri cenderung menarik modal masuk dari luar negeri. Kurs valuta asing akan turun dan nilai mata uang sendiri naik relatif terhadap valuta asing. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa semua kegiatan ekonomi dan kebijakan pemerintah, baik kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter, yang mempengaruhi pendapatan, harga, dan tingkat bunga secara tidak langsung akan mempengaruhi kurs. Kebijakan pemerintah dalam menaikkan pengeluaran, misalnya, akan meningkatkan pendapatan dan harga. Kenaikan pendapatan dan harga ini akan menyebabkan impor naik, yang berarti akan menaikkan permintaan valuta asing. Akibat selanjutnya, kurs valuta asing akan naik dan mata uang sendiri terdepresiasi. Disamping faktor-faktor ekonomi tersebut, ada faktor-faktor nonekonomi yang dapat mempengaruhi perubahan kurs, seperti faktor politik dan psikologi. Misalnya, kepanikan yang terjadi di dalam negeri akan menyebabkan larinya dana ke luar negeri, sehingga kurs valuta asing akan naik. (2). Sistem kurs yang stabil Sistem kurs bebas seperti yang disebutkan diatas sering menimbulkan adanya tindakan spekulasi sebagai akibat ketidaktentuan di dalam kurs valuta asing. Oleh karena itu banyak negara yang kemudian menjalankan suatu kebijaksanaan untuk menstabilkan kurs. Pada dasarnya kurs yang stabil dapat timbul secara : 1) Aktif : yakni pemerintah menyediakan dana untuk tujuan stabilisasi kurs (stabilization funds). Kegiatan stabilisasi kurs dapat dilakukan dengan dua 22 cara, yaitu : i). Apabila tendensi kurs valuta asing turun, maka pemerintah membeli valuta asing di pasar. Dengan bertambahnya permintaan dari pemerintah, maka tendensi kurs turun dapat dicegah. ii). Apabila tendensi kurs naik, maka pemerintah menjual valuta asing di pasar, sehingga penawaran valuta asing bertambah dan kenaikan kurs dapat dicegah. 2) Pasif : yakni di dalam suatu negara yang menggunakan sistem standar emas. Dalam sistem standar emas, kurs mata uang suatu negara terhadap negara lain ditentukan dengan dasar emas. (3). Pengawasan Devisa (Exchange Control) Dalam sistem ini pemerintah memonopoli seluruh transaksi valuta asing. Tujuannya adalah untuk mencegah adanya aliran modal keluar dan melindungi pengaruh depresi dari negara lain, terutama dalam hal negara tersebut menghadapi keterbatasan cadangan valuta asing dibandingkan dengan permintaannya. Sistem ini sering disebut multiple exchange rate. Sebenarnya dalam sistem ini terdapat banyak cara penentuan exchange rate. Bentuknya yang ekstrem ada dua, yaitu : 1) Dua atau lebih kurs/exchange rate yang bebas untuk mengalokasi devisa dengan beberapa pengawasan yang tidak ketat. 2) Dua atau lebih kurs resmi (official rate) yang tetap, yang biasanya dilengkapi dengan lisensi impor serta impor quota. Dalam mengadakan alokasi penggunaan menggunakan beberapa cara, antara lain : 23 devisa, pemerintah dapat 1) Individual allocation : setiap pemohon devisa (importir) diadakan penelitian tentang penggunaannya. Apabila pemohon tersebut disetujui lalu diberikan izin untuk membeli sejumlah tertentu devisa. 2) Exchange quota : untuk setiap kategori impor ditentukan jumlah devisanya berdasarkan devisa yang akan diperoleh dari ekspor dalam waktu tertentu. Apabila devisa sudah tersedia, lalu dijual dengan prinsip yang datang dulu dilayani sampai jatah untuk kategori impor tersebut habis. 3) Waiting list : ini merupakan pelengkap exchange quota. Setiap surat permohonan pembelian devisa ditempatkan dalam daftar menunggu (waiting list) sampai devisa tersedia. Pada umumnya tujuan suatu negara menjalankan pengawasan devisa adalah (Nopirin, 2009:156): 1) Mencegah terjadinya aliran modal ke luar negeri dan menekan neraca pembayaran internasional yang disequilibrium. 2) Melindungi industri dalam negeri melalui pembatasan impor dalam sistem pengawasan devisa. 3) Memperoleh pendapatan bagi pemerintah. Hal ini dilakukan dengan cara menetapkan kurs (exchange rate) yang berbeda antara pembelian dan penjualan. Kurs pembelian ditetapkan lebih rendah daripada kurs penjualan. Perbedaan kurs inilah yang merupakan pendapatan bagi pemerintah. 4) Tie In Import Arrangement, yaitu penggunaan devisa untuk impor barang tertentu, tetapi dengan syarat importir harus juga membeli barang pelengkap atau barang yang sama hasil produksi di dalam negeri dalam proporsi tertentu. 24 2.1.1.3 Teori Purchasing Power Parity ( PPP ) Teori PPP diperkenalkan oleh Gustav Cassel yang menjelaskan hubungan antara harga komoditi dalam mata uang domestik (lokal) dengan dengan nilai tukar. Teori ini menyatakan bahwa nilai tukar akan meyesuaikan diri dari waktu ke waktu untuk mencerminkan selisih inflasi antara dua negara, akibat adanya daya beli konsumen untuk membeli produk domestik akan sama dengan daya beli untuk membeli produk luar negeri. Asumsi utama yang mendasari teori PPP adalah pasar komoditi merupakan pasar yang efisien dilihat dari alokasi, operasional, penentuan harga dan informasi (Tucker, dalam Santosa, 2008:40-41). Oleh karena itu, bila indeks harga di kedua negara identik, the law of one price menjustifikasi teori PPP (Baillie dan McMahon, dalam Santosa, 2008:40-41). Artinya bila produk yang sama dijual pada pasar yang berbeda dan tidak ada hambatan dalam penjualan maupun biaya transportasi, maka harga produk cenderung sama pada dua pasar tersebut. Bila kedua pasar tersebut adalah dua negara berbeda, harga produk biasanya dinyatakan dalam mata uang yang berbeda, namun harga produknya tetap masih sama. Perbandingan harga hanya memerlukan suatu konversi satu mata uang ke mata uang lain. Teori PPP dibedakan benjadi dua, yaitu bentuk Absolute dan bentuk Relatif (Santosa, 2008:40-41). Teori PPP Absolute menyatakan bahwa harga dari dua produk homogen di negara-negara yang berbeda akan sama jika diukur dalam valuta yang sama. Kurs valuta asing dinyatakan dalam nilai harga kedua negara : St Pt Pt * ............................................................................................................(1) 25 Dimana Pt dan Pt* menunjukkan harga rata-rata tertimbang dari komoditi di dua negara (tanda * menunjukkan luar negeri ). Dengan kata lain, teori PPP absolute menerangkan kurs spot ditentukan oleh harga relatif dari sejumlah barang yang sama (ditunjukkan oleh indeks harga). Dalam kaitannya dengan inflasi (kenaikan harga produk secara umum) dapat disimpulkan bahwa menurut teori ini suatu negara yang mata uangnya mengalami tingkat inflasi yang tinggi seharusnya mengurangi nilai mata uangnya relatif terhadap mata uang negara lain yang tingkat inflasinya lebih rendah. Sementara itu, teori PPP Relative mengatakan persentase perubahan kurs nominal akan sama dengan perbedaan inflasi di antara kedua negara. Apabila dinyatakan dalam konteks future, harapan perubahan kurs valuta asing sama dengan harapan perbedaan inflasi : ΔS e t = ΔP e t - ΔP e* t..........................................................................................(2) Dimana ΔS e t = harapan perubahan kurs. Bentuk ini mengakui bahwa karena keberadaan ketidaksempurnaan pasar, harga dari produk yang sama di negara yang berbeda bisa jadi tidak sama jika diukur melalui valuta yang sama. Tetapi, laju perubahan harga produk seharusnya tidak jauh berbeda jika diukur memakai valuta yang sama, sepanjang biaya transportasi dan proteksi perdagangan tidak berubah. 2.1.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kurs Pada prakteknya, nilai tukar atau kurs selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu, perubahan kurs dapat berupa depresiasi dan apresiasi. Depresiasi mata uang rupiah terhadap dollar amerika serikat artinya suatu penurunan harga dollar 26 AS terhadap rupiah. Depresiasi mata uang suatu negara membuat harga barangbarang domestik menjadi lebih murah bagi pihak luar negeri. Sedangkan apresiasi rupiah terhadap dollar AS adalah kenaikan harga rupiah terhadap dollar AS. Apresiasi mata uang suatu negara membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih mahal bagi pihak luar negeri (Sukirno, dalam Triyono, 2008:157). Menurut Madura, dalam Haryanto, Wibisono, dan Sutrisno (2000:15), perubahan atau pergerakan nilai tukar ini dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti : 1) Tingkat inflasi. 2) Tingkat pendapatan masyarakat. 3) Suku bunga. 4) Kontrol pemerintah atas perekonomian. 5) Harapan atau perkiraan masyarakat mengenai kondisi-kondisi perekonomian di masa yang akan datang. Sementara, menurut Sukirno (2006:402), faktor-faktor yang mempengaruhi kurs diantaranya : 1) Perubahan dalam citarasa masyarakat. Citarasa masyarakat mempengaruhi corak konsumsi mereka. Maka perubahan citarasa masyarakat akan mengubah corak konsumsi mereka ke atas barangbarang yang diproduksikan di dalam negeri maupun yang diimpor. Perbaikan kualitas barang-barang dalam negeri menyebabkan keinginan mengimpor berkurang dan ekspor dapat ditingkatkan. Sedangkan perbaikan kualitas barang-barang impor menyebabkan keinginan masyarakat untuk mengimpor 27 bertambah besar. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing. 2) Perubahan harga barang ekspor dan impor. Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah suatu barang akan diekspor atau diimpor. Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual dengan harga yang relatif murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik, maka ekspornya akan berkurang. Pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah impor, dan sebaliknya, kenaikan harga barang impor akan mengurangi impor. Dengan demikian, perubahan hargaharga barang ekspor dan impor akan menyebabkan perubahan dalam penawaran dan permintaan ke atas mata uang negara tersebut. 3) Kenaikan harga umum (inflasi). Inflasi sangat besar pengaruhnya terhadap kurs pertukaran valuta asing. Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung untuk menurunkan nilai suatu valuta asing. Kecenderungan seperti ini disebabkan oleh efek inflasi, seperti : i). Inflasi menyebabkan harga-harga di dalam negeri lebih mahal dari hargaharga di luar negeri dan oleh sebab itu, inflasi cenderung menambah impor. Keadaan ini menyebabkan permintaan valuta asing bertambah. ii). Inflasi menyebabkan harga-harga barang ekspor menjadi lebih mahal, oleh karena itu inflasi cenderung mengurangi ekspor. Keadaan ini menyebabkan penawaran valuta asing berkurang dan harga valuta asing akan meningkat, sehingga harga mata uang negara yang mengalami inflasi akan merosot. 28 4) Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi. Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi sangat penting peranannya dalam mempengaruhi aliran modal. Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang rendah cenderung akan menyebabkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri. Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi akan menyebabkan modal luar negeri masuk ke dalam negeri. Apabila lebih banyak modal mengalir ke suatu negara, permintaan atas mata uangnya bertambah, sehingga nilai mata uang tersebut meningkat. Nilai mata uang suatu negara akan merosot apabila lebih banyak modal negara dialirkan ke luar negeri karena suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang lebih tinggi di negara-negara lain. 5) Pertumbuhan ekonomi. Efek yang akan diakibatkan oleh kemajuan ekonomi pada nilai mata uangnya tergantung pada corak pertumbuhan ekonomi yang berlaku. Apabila kemajuan itu diakibatkan oleh perkembangan ekspor, maka permintaan atas mata uang negara itu bertambah lebih cepat dari penawarannya dan oleh karenanya nilai mata uang negara itu naik. Akan tetapi, apabila kemajuan tersebut menyebabkan impor berkembang lebih cepat dari ekspor, penawaran mata uang negara itu lebih cepat bertambah dari permintaannya dan oleh karenanya nilai mata uang negara tersebut akan merosot. Almizan Ulfa (2003:30) mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi kurs dalam jangka panjang dan jangka pendek. Dalam jangka panjang kurs dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 29 1) Tingkat harga dalam negeri. Jika tingkat harga dalam negeri mengalami kenaikan atau inflasi meningkat, maka kurs mata uang domestik cenderung akan terdepresiasi (mengalami penurunan nilai). 2) Tarif dan Quota. Jika tarif dan kuota mengalami peningkatan, maka kurs mata uang domestik cenderung akan mengalami apresiasi (mengalami peningkatan nilai). 3) Permintaan impor. Jika permintaan impor mengalami peningkatan, maka kurs mata uang domestik cenderung akan mengalami depresiasi. Terdepresiasinya kurs mata uang domestik diakibatkan oleh kenaikan permintaan akan valuta asing sebagai akibat meningkatnya impor. 4) Permintaan ekspor. Jika permintaan ekspor meningkat, maka kurs mata uang domestik cenderung terapresiasi atau mengalami peningkatan nilai. 5) Produktivitas. Peningkatan produktivitas akan menyebabkan kurs mata uang domestik cenderung mengalami apresiasi. Sedangkan untuk analisis fluktuasi kurs jangka pendek dikaitkan dengan analisis permintaan dan penawaran biasa. Kunci untuk memahami fluktuasi kurs jangka pendek adalah pemahaman bahwa kurs pada prinsipnya adalah harga asetaset domestik (dalam mata uang domestik, termasuk simpanan bank) yang dinilai dalam aset-aset luar negeri (dalam mata uang asing, termasuk simpanan bank). 30 2.1.2 Inflasi 2.1.2.1 Pengertian Inflasi Inflasi (inflation)adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus-menerus (Nanga, 2005:237). Vinearis dan Sebold dalam Nanga (2005:237), mengindentifikasikan inflasi sebagai suatu kecenderungan meningkatnya tingkat harga umum secara terus menerus sepanjang waktu (a sustained tendency for the general level of prices to rise over time). Sementara itu, Bank Indonesia secara sederhana mendefinisikan inflasi sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, menurut Nanga (2005:237), setidaknya terdapat tiga hal penting yang perlu ditekankan, yaitu : 1) Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti bisa saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukan tendensi yang meningkat. 2) Bahwa kenaikan tingkat harga tersebut berlangsung secara terus-menerus (sustained), yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja, akan tetapi bisa beberapa waktu lamanya. 3) Bahwa tingkat harga yang dimaksud disini adalah tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga yang mengalami kenaikan itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja, akan tetapi untuk harga barang secara umum. 31 Tidak jauh berbeda dengan Muana Nanga, Santosa (2008:41-42) menggarisbawahi bahwa definisi inflasi mencakup aspek-aspek sebagai berikut : 1) Tendency, yaitu berupa kecenderungan harga-harga untuk meningkat, artinya dalam suatu waktu tertentu dimungkinkan terjadinya penurunan harga, tetapi secara keseluruhan mempunyai kecenderungan (trend) meningkat. 2) Sustained, kenaikan harga yang terjadi tidak hanya berlangsung dalam waktu tertentu saja, melainkan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. 3) General level of price, harga dalam konteks inflasi dimaksudkan sebagai harga barang-barang secara umum, bukan dalam artian satu atau dua jenis barang saja. 2.1.2.2 Jenis Inflasi Dilihat dari faktor-faktor penyebabnya, inflasi dapat dibedakan ke dalam tiga macam, yaitu (Nanga, 2005:245-247) : 1) Inflasi Tarikan Permintaan (demand-pull inflation) atau disebut juga inflasi sisi permintaan (demand-side inflation) atau inflasi karena guncangan permintaan (demand-shock inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat adanya kenaikan permintaan agregat yang terlalu besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran / produksi agregat. Barang-barang menjadi berkurang karena pemanfaatan sumber daya yang telah mencapai tingkat maksimum atau karena produksi tak dapat ditingkatkan secepatnya untuk mengimbangi permintaan yang semakin meningkat. 2) Inflasi Dorongan Biaya (cosh-push inflation) atau sering disebut inflasi sisi penawaran (supply-side inflation) atau inflasi karena guncangan penawaran 32 (supply-shock inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan produktivitas dan efisiensi, yang menyebabkan perusahaan mengurangi supply barang dan jasa mereka ke pasar. Dengan kata lain, inflasi sisi penawaran adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat adanya restriksi atau pembatasan terhadap penawaran dari satu atau lebih sumber daya, atau inflasi yang terjadi apabila harga dari satu atau lebih sumber daya mengalami kenaikan atau dinaikkan. 3) Inflasi Struktural (structural inflation), yaitu inflasi yang terjadi sebagai akibat dari berbagai kendala atau kekuatan struktural (structural rigidities) yang menyebabkan penawaran di dalam perekonomian kurang atau tidak responsif terhadap permintaan yang meningkat. Dilihat dari tingkat keparahannya (severity), inflasi juga dapat dipilah ke dalam 3 jenis, yaitu (Nanga, 2005:247) : 1) Inflasi Sedang (moderate inflation), yaitu inflasi yang ditandai dengan harga harga yang meningkat secara lambat, dan tidak terlalu menimbulkan distorsi pada pendapatan dan harga relatif. 2) Inflasi Ganas (galloping inflation), yaitu inflasi yang mencapai antara dua atau tiga digit seperti 20%, 100% atau 200% per tahun, dan dapat menimbulkan gangguan-gangguan serius dalam perekonomian. 3) Hiperinflasi (hyperinflation), yaitu tingkat inflasi yang sangat parah, bisa mencapai ribuan bahkan milyar persen per tahun dan merupakan jenis inflasi yang mematikan. 33 2.1.2.3 Dampak Inflasi Beberapa dampak inflasi dalam suatu perekonomian, antara lain (Nanga, 2005:247-248) : 1) Pertama, inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat, dan inilah yang disebut efek redistribusi dari inflasi (redistribution effect on inflation). Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari anggota masyarakat, sebab redistribusi pendapatan yang terjadi akan menyababkan pendapatan riil satu orang meningkat, tetapi pendapatan riil orang lain jatuh. 2) Kedua, inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi. Hal ini dapat terjadi karena inflasi dapat mengalihkan sumber daya dari investasi yang produktif ke investasi yang tidak produktif, sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produktif. Ini disebut “ efficiency effect on inflation”. 3) Ketiga, inflasi juga dapat menyebabkan perubahan dalam output dan kesempatan kerja (employment) secara langsung yaitu dengan memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukan, dan juga memotivasi orang untuk bekerja lebih atau kurang dari yang telah dilakukan selama ini. Ini disebut “ output and employment effect on inflation “. 4) Keempat, inflasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil (unstable environment) bagi keputusan ekonomi. Jika konsumen memperkirakan bahwa tingkat inflasi di masa mendatang akan naik, maka akan mendorong mereka untuk melakukan pembelian barang dan jasa secara besar-besaran pada saat sekarang daripada menunggu dimana tingkat harga 34 sudah meningkat lagi. Hal yang sama juga berlaku bagi bank dan lembaga peminjaman lainnya. 5) Menurut McKinnon dalam Nanga (2005:248), inflasi cenderung memperendah tingkat bunga riil, menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan dalam pasar modal. Hal ini akan menyebabkan penawaran dana untuk investasi menurun, dan sebagai akibatnya, investasi sektor swasta tertekan sampai ke bawah tingkat keseimbangannya, yang disebabkan oleh terbatasnya penawaran dana yang dipinjamkan (loanable funds). Oleh karena itu, selama inflasi menuntun ke arah tingkat bunga riil yang rendah dan ketidakseimbangan pasar modal, maka inflasi tersebut akan menurunkan investasi dan pertumbuhan. 2.1.2.4 Hubungan Inflasi dan Kurs Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus (Setiawina, 2004:149). Sementara kurs (nilai tukar) valuta asing adalah harga mata uang negara asing dalam satuan mata uang domestik (Samuelson dan Nordhaus, 1997:450). Nilai Tukar dibedakan menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil (Triyono, 2008:159). Nilai tukar nominal menunjukkan harga relatif mata uang dua negara, sedangkan nilai tukar riil menunjukkan tingkat ukuran (rate) suatu barang dapat diperdagangkan antarnegara. Jika nilai tukar riil tinggi berarti harga produk luar negeri relatif murah dan harga produk domestik relatif mahal. Persentase perubahan nilai tukar nominal sama dengan persentase perubahan nilai tukar riil ditambah perbedaan 35 inflasi antara inflasi luar negeri dengan inflasi domestik (persentase perubahan harga inflasi). Jika suatu negara luar negeri lebih tinggi inflasinya dibandingkan domestik (Indonesia), maka rupiah akan ditukarkan dengan lebih banyak valas. Jika inflasi meningkat, untuk membeli valuta asing yang sama jumlahnya harus ditukar dengan rupiah yang semakin banyak atau depresiasi rupiah (Herlambang, dkk, 2001:282). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa antara tingkat inflasi dan kurs valuta asing memiliki hubungan yang positif atau searah. 2.1.3 Produk Domestik Bruto 2.1.3.1 Pengertian Produk Domestik Bruto Menurut Jeroen C.J.M. van den Bergh (2009:117) dalam Journal of Economic Psychology, “Gross domestic product (GDP) is the monetary, market value of all final goods and services produced in a country over a period of a year”. Secara harfiah, dapat diartikan bahwa Gross domestic product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam suatu negara selama satu periode atau satu tahun. Sementara menurut Sadono Sukirno (2006:34), Produk Domestik Bruto dapat diartikan sebagai nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan di dalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu. Sedangkan Nanga (2005:13) mendefinisikan produk domestik bruto (gross domestic product, GDP) sebagai total nilai atau harga pasar (market prices) dari seluruh barang dan jasa akhir (final goods and services) yang dihasilkan oleh suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). Dari pengertian produk domestik bruto di atas, setidaknya 36 terdapat tiga hal penting yang perlu untuk dijelaskan lebih lanjut, yaitu (Nanga, 2005:13-14) : 1) Pertama, adalah bahwa produk domestik bruto hanya mencakup barang akhir (final goods) dan/atau nilai tambah (value added) saja. Sedangkan barang antara dan barang setengah jadi (intermediate or semifinished goods) tidak dimasukkan sebagai komponen dari GDP. 2) Kedua, adalah bahwa produk domestik bruto hanya menghitung atau memasukkan nilai dari barang yang merupakan hasil produksi pada tahun berjalan (current year) yaitu tahun pada saat dilakukan perhitungan (current output). 3) Ketiga, adalah bahwa barang dan jasa atau GDP yang dihasilkan itu dinilai berdasarkan harga pasar yang berlaku (at current market prices). Dengan kata lain, barang dan jasa yang dihitung di dalam GDP hanyalah terbatas pada barang dan jasa yang diperjualbelikan di pasar (market transaction). Dengan demikian, output yang tidak masuk atau tidak melalui pasar tidak akan dihitung. Dalam suatu perekonomian, di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang, barang dan jasa diproduksikan bukan saja oleh penduduk negara tersebut, tetapi juga oleh penduduk negara lain ataupun perusahaan multinasional (Sukirno, 2006:34-35). Perusahaan multinasional beroperasi di berbagai negara dan membantu meningkatkan nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh negara dimana perusahaan multinasional tersebut berada. 37 Perusahaan multinasional tersebut menyediakan modal, teknologi dan tenaga ahli kepada negara dimana perusahaan itu beroperasi, dimana operasi dari perusahaan multinasional ini membantu menambah barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri, menambah penggunaan tenaga kerja dan pendapatan dan sering kali juga membantu menambah dan meningkatkan ekspor. Operasi perusahaan multinasional ini merupakan bagian yang cukup penting dalam kegiatan ekonomi suatu negara dan nilai produksi yang disumbangkannya perlu dihitung dalam pendapatan nasional. Dengan demikian, Produk Domestik Bruto dapat juga diartikan sebagai nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara negara tersebut dan negara asing (Sukirno, 2006:35). Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan nilai output barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara. Produk Domestik Bruto diyakini sebagai indikator ekonomi dalam produksi untuk menilai perkembangan ekonomi suatu negara. Produk Domestik Bruto mengukur nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada suatu periode tertentu. Dengan kata lain, warga negara yang bekerja di negara lain, pendapatannya tidak dimasukkan dalam Produk Domestik Bruto (Herlambang, 2001:22). Kohli (2004:84) menyebutkan bahwa tingkat GDP riil (PDB riil) biasanya digunakan untuk mewakili pendapatan riil suatu negara. Perkembangan perekonomian suatu negara dapat diukur menurut Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku dan harga konstan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 38 (1).Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan. Menurut Badan Pusat Statistik, Produk Domestik Bruto atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. Untuk dapat menghitung kenaikan dari tahun ke tahun, barang dan jasa yang dihasilkan dihitung pada harga konstan, yaitu harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang seterusnya akan digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun berikutnya. Nilai pendapatan nasional yang didapat dalam perhitungan ini dinamakan pendapatan pada harga konstan atau pendapatan nasional riil. Pendapatan nasional pada harga konstan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Reksoprayitno, 2009:28) : IH tahun dasar Vhk = Vhb x ...................................................(3) IH tahun bersangkutan Keterangan : Vhk Vhb IH = nilai variabel ekonomi atas dasar harga konstan = nilai variabel ekonomi atas dasar harga berlaku = indeks harga Rumus tersebut berlaku untuk semua variabel-variabel ekonomi yang menyangkut kegiatan-kegiatan atau transaksi-transaksi ekonomi, seperti misalnya, produk nasional, pengeluaran konsumsi, pengeluaran investasi, pengeluaran pemerintah, transfer pemerintah, pajak, ekspor, impor dan sebagainya (Reksoprayitno, 2009:28). 39 (2).Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Badan Pusat Statistik, Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. Dengan kata lain, Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku adalah nilai-nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam satu tahun dan dinilai menurut hargaharga yang berlaku pada tahun tersebut. Cara ini adalah cara yang selalu dilakukan dalam menghitung pendapatan nasional dari suatu periode ke periode yang lainnya. Menurut Rahardja dan Manurung (2008:27), perhitungan produk domestik bruto dengan menggunakan harga berlaku dapat memberi hasil yang menyesatkan, karena pengaruh inflasi. Data produk domestik bruto dalam berbagai tahun tersebut nilainya akan berbeda-beda dan menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pertambahan nilai tersebut disebabkan oleh 2 (dua) faktor, yaitu : 1) Pertambahan fisik barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian. 2) Kenaikan harga-harga yang berlaku dari satu periode ke periode selanjutnya. 2.1.3.2 Cara Perhitungan Pendapatan Nasional Produk Domestik Bruto dapat dihitung dengan dua cara. Pertama, dengan menjumlahkan pengeluaran untuk mendapatkan semua barang akhir selama satu periode tertentu yang disebut pendekatan pengeluaran, dan kedua, dengan menjumlahkan pendapatan (gaji, bunga, sewa, dan laba) yang diterima oleh semua faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi barang-barang akhir yang disebut pendekatan pendapatan (Case dan Fair, 2002:27). Sementara, menurut 40 Reksoprayitno (2009:21), terdapat tiga macam pendekatan perhitungan pendapatan nasional, yaitu : 1) Pendekatan hasil produksi atau product approach. 2) Pendekatan pendapatan atau income approach. 3) Pendekatan pengeluaran atau expendicture approach. Senada dengan Reksoprayitno, Sukirno (2006:34) menyebutkan bahwa dalam menghitung besarnya pendapatan nasional yang diciptakan oleh perekonomian suatu negara, terdapat tiga cara yang bisa digunakan, yaitu : 1) Cara pengeluaran (expendicture approach). Dengan cara ini, pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai pengeluaran/perbelanjaan ke atas barang-barang dan jasa yang diproduksikan di dalam negara tersebut (contoh cara perhitungan terlampir). 2) Cara produksi atau cara produk netto (product approach). Dengan cara ini, pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor dalam perekonomian (contoh cara perhitungan terlampir). 3) Cara Pendapatan (income approach). Dalam perhitungan ini pendapatan nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan nasional (contoh cara perhitungan terlampir). 41 2.1.3.3 Hubungan antara Produk Domestik Bruto (PDB) dan Kurs Analisis mengenai keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian terbuka perlu membedakan dua sistem penentuan kurs valuta asing, yaitu sistem kurs valuta asing tetap (ditentukan oleh pemerintah) dan sistem kurs valuta asing berubah bebas (fleksibel) atau sistem kurs valuta asing mengambang yang nilainya ditentukan oleh perubahan permintaan dan penawaran valuta asing di pasaran bebas (Sukirno, 2000:196). Nopirin (2009:148) menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan pendapatan, maka semakin besar kemungkinan untuk impor yang berarti semakin besar pula permintaan akan valuta asing. Kurs valuta asing cenderung meningkat, dan harga mata uang domestik akan mengalami depresiasi atau penurunan nilai terhadap mata uang asing. Hal ini juga berlaku sebaliknya, yaitu apabila tingkat pertumbuhan pendapatan semakin rendah, maka kemungkinan untuk impor akan semakin kecil dan permintaan akan valuta asing akan turun. Hal ini akan menyebabkan kurs valuta asing cenderung mengalami penurunan, sehingga harga mata uang domestik akan terapresiasi atau mengalami peningkatan relatif terhadap mata uang negara lain. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa antara tingkat pendapatan atau produk domestik bruto dan kurs valuta asing memiliki hubungan yang positif. 2.1.4 Cadangan Devisa 2.1.4.1 Pengertian Cadangan Devisa Devisa atau valuta asing atau lazim disebut alat pembayaran luar negeri atau foreign exchange sesungguhnya merupakan tagihan terhadap luar negeri yang 42 dapat dipergunakan untuk membantu kegiatan ekspor dan impor, menjaga kestabilan nilai tukar, serta pembayaran utang luar negeri (Amir, 2001 : 13). Jhingan dalam Asmanto dan Suryandari (2008:124) menyatakan bahwa “International liquidity (generally used as a synonym for international reserves) is defined as the aggregate stock of internally acceptable assets held by the central bank to settle a deficit in a country’s balance of payments”. Secara harfiah, dapat diartikan bahwa cadangan devisa (International reserves) merupakan asset dari bank sentral yang dipergunakan untuk mengatasi ketidakseimbangan neraca pembayaran. Definisi tersebut senada dengan konsep International Reserves and Foreign Currency Lliquidity (IRFCL) yang dikeluarkan oleh IMF bahwa international reserves didefinisikan sebagai seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas moneter dan dapat digunakan setiap waktu guna membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter (Asmanto dan Suryandari, 2008:124). Sementara, menurut Salvatore dalam Asmanto dan Suryandari (2008:125), international reserves merupakan asset-asset likuid dan berharga tinggi yang dimiliki suatu negara yang nilainya diakui atau diterima oleh masyarakat internasional dan dapat dipakai sebagai alat-alat pembayaran yang sah bagi pemerintah atau negara yang merupakan pemiliknya dalam mengadakan transaksi-transaksi atau pembayaran internasional. Selain untuk tujuan stabilisasi nilai tukar, terkait dengan neraca pembayaran, international reserves dapat digunakan untuk membiayai impor dan membayar kewajiban luar negeri. Besar kecilnya akumulasi international reserves suatu negara biasanya ditentukan oleh 43 kegiatan perdagangan (ekspor dan impor) serta arus modal negara tersebut. Sedangkan Hady (2001:24) mendefinisikan cadangan devisa sebagai valuta asing yang dicadangkan Bank Sentral di Indonesia (Bank Indonesia) untuk keperluan pembiayaan dan kewajiban luar negeri antara lain pembiayaan impor serta pembayaran lainnya pada pihak asing. Cadangan devisa suatu negara pada umumnya dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu (Hady, 2001:22) : 1) Cadangan devisa resmi atau official forex reserve yaitu cadangan devisa milik negara yang dikelola, dikuasai, diurus dan ditatausahakan oleh Bank Sentral (Bank Indonesia). 2) Cadangan devisa nasional atau country forex reserve yaitu cadangan devisa yang dimiliki oleh perseorangan, badan atau lembaga, terutama perbankan yang secara moneter merupakan kekayaan nasional (termasuk milik bank umum nasional). Devisa merupakan aset keuangan yang digunakan dalam transaksi internasional. Menurut Bank Indonesia, penetapan sistem devisa pada suatu negara ditujukan untuk mengatur pergerakan lalu lintas antara penduduk dan bukan penduduk dari suatu negara ke negara lain. Pada dasarnya sistem devisa terbagi menjadi : 1) Sistem devisa terkontrol, pada dasarnya dimiliki oleh negara, oleh karena itu setiap persoalan devisa oleh masyarakat harus diserahkan kepada negara dan penggunaan devisa oleh masyarakat harus memperoleh izin dari negara. 44 2) Sistem devisa semi terkontrol, dimana kewajiban penyerahan dan izin dari negara ditetapkan untuk perolehan dan penggunaan devisa-devisa tertentu, sementara devisa lainnya secara bebas diperoleh dan dipergunakan. 3) Sistem devisa bebas, merupakan sistem devisa dimana masyarakat bebas memperoleh dan mempergunakan devisa. Menurut Bank Indonesia (2011:113), cadangan devisa memiliki beberapa fungsi pokok, diantaranya : 1) Meredam gejolak nilai tukar, misalnya dengan melakukan intervensi apabila diperlukan. 2) Memberikan kepercayaan kepada pelaku pasar bahwa negara mampu memenuhi kewajibannya terhadap pihak luar negeri. 3) Membantu pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dan kewajiban ketika pemerintah akan melakukan pembayaran utang luar negeri. 4) Membiayai transaksi yang tercatat dalam neraca pembayaran. 5) Menunjukkan adanya suatu kekayaan dalam bentuk aset eksternal untuk menopang mata uang dalam negeri. 6) Memelihara suatu cadangan untuk dapat dipergunakan apabila negara mengalami keadaan darurat. 7) Mendapatkan keuntungan. Tujuan ini pada umumnya bukan merupakan tujuan utama, tetapi lebih pada alasan untuk memaksimalkan pemanfaatan cadangan devisa yang dimiliki. 8) Cadangan devisa dapat digunakan untuk meredam guncangan sebagai akibat dari adanya sudden stop melalui penyerapan domestik (domestic absorption). 45 Sudden stop adalah suatu kondisi dimana jumlah capital inflow yang masuk turun secara drastis. Semakin besar cadangan devisa suatu negara, daya tahan negara tersebut terhadap krisis finansial akan semakin kuat. Kecukupan cadangan devisa suatu negara tergantung dari besarnya pinjaman luar negeri, likuiditas perekonomian, rezim nilai tukar yang dianut, dan kebutuhan impor negara tersebut. Beberapa tolak ukur yang biasa digunakan oleh negara-negara berkembang dalam menghitung kecukupan cadangan devisa yang dimiliki adalah (Bank Indonesia, 2011:114) : 1) Cadangan devisa sama dengan utang luar negeri jangka pendek. Negaranegara yang rentan terhadap krisis neraca modal akan memiliki daya tahan yang lebih baik jika cadangan devisanya dapat menutupi seluruh pinjaman luar negeri yang jatuh tempo kurang dari satu tahun. 2) Cadangan devisa sama dengan lima sampai dengan dua puluh persen dari M2 (broad money). Indikator ini berguna bagi negara-negara yang memerlukan peningkatan kepercayaan mata uang domestik dan pengurangan resiko terhadap capital flight. 3) Cadangan devisa sama dengan tiga sampai dengan empat bulan impor. Tolok ukur ini sangat relevan untuk negara-negara berpendapatan rendah yang rentan terhadap gejolak neraca transaksi berjalan dan tidak mempunyai akses ke pasar modal secara signifikan. 46 2.1.4.2 Hubungan antara Cadangan Devisa dan Kurs Berkaitan dengan sifat dari rezim nilai tukar (sistem nilai tukar tetap, mengambang, dan mengambang terkendali) di negara yang menganut sistem nilai tukar tetap pada umumnya memerlukan international reserves yang besar untuk mempertahankan nilai tukar pada level yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan oleh ketakutan negara itu akan ketidakpastian dalam sistem nilai tukar tetap yang diterapkannya. Sehingga, sebagai upaya untuk berjaga-jaga dalam menghadapi fluktuasi nilai tukarnya otoritas moneter negara tersebut membutuhkan international reserves dalam jumlah yang dianggap memadai guna melakukan stabilisasi nilai tukar (Asmanto dan Suryandari, 2008:125). Pada sistem nilai tukar mengambang, terjadinya pergerakan nilai tukar dapat diatasi sendiri oleh mekanisme pasar, sehingga jumlah international reserves yang dibutuhkan tidak sebanyak yang dibutuhkan oleh suatu negara dengan sistem nilai tukar tetap yang rigid. Menurut Carbaugh dalam Asmanto dan Suryandari (2008: 125), tujuan utama dari international reserves adalah untuk memfasilitasi pemerintah dalam melakukan intervensi pasar sebagai upaya untuk menstabilkan nilai tukar. Sehingga, suatu negara dengan aktivitas stabilisasi yang aktif memerlukan jumlah international reserves yang besar pula. Salah satu peranan cadangan devisa adalah menjaga kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Peranan cadangan devisa dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat adalah apabila nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat berkurang, maka pemerintah mengambil kebijakan melepas cadangan devisa. Dengan melepas cadangan devisa 47 maka penawaran dollar Amerika Serikat bertambah, sehingga nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat akan meningkat atau stabil kembali dan dollar Amerika Serikat akan terdepresiasi. Hubungan antara cadangan devisa dengan kurs dollar Amerika Serikat adalah negatif atau berlawanan arah (Maryani, 2009:32). 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitan ini mengacu pada penelitian sebelumnya, sehingga ada dasar yang kuat dalam penyajian materi. Penelitian sebelumnya yang digunakan atau dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah : 1) Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Adwin Surja Atmadja (2002) yang berjudul “Analisa pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Setelah Diterapkannya Kebijakan Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas Di Indonesia”. Teknik analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis regresi. Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah : Y = – 0,225 – 20,2 X1 – 17,4 X2 – 31,3 X3 + 0,0012 X4 – 0,268 X5 + e.........(4) Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa semua variabel bebas yang dipergunakan, yaitu selisih inflasi di Indonesia dengan inflasi di Amerika, selisih suku bunga riil di Indonesia dengan suku bunga riil di Amerika, selisih perubahan GDP riil Indonesia dengan perubahan GDP riil Amerika, dan besarnya surplus atau defisit BOP Indonesia tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan variabel terikatnya, kecuali variabel jumlah uang beredar. Satu-satunya variabel yang mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika adalah variabel 48 selisih jumlah uang beredar (dengan b = -31,302). Hal ini mengindikasikan, bahwa apabila pertumbuhan jumlah uang beredar (rupiah) di Indonesia melebihi pertumbuhan jumlah uang beredar (dolar) di Amerika Serikat akan mengakibatkan semakin menurunnya nilai mata uang rupiah, sehingga semakin melemahkan nilai tukarnya terhadap dollar Amerika. Nilai R2 sebesar 0,325 mengindikasikan bahwa keseluruhan variabel bebas yang dipergunakan dalam penelitian ini hanya memberikan kontribusi pengaruh sebesar 32,5 persen terhadap variabel terikatnya, sehingga 67,5 persen dari perubahan variabel terikat ditentukan oleh berbagai faktor di luar faktor-faktor yang dikategorikan sebagai variabel bebas dalam penelitian ini. Dengan demikian sebagian besar pergerakan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat ditentukan oleh faktor-faktor yang lain, baik faktor ekonomi maupun faktor non ekonomi. Berdasarkan pada analisis variance, secara keseluruhan model dapat dikategorikan sebagai model yang baik dalam menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat (F = 4.53 dengan α = 0,05), tetapi pengaruhnya secara parsial kecil. 2) Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tri Wibowo dan Hidayat Amir (2005) yang berjudul ”Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah”. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa variabel moneter yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika adalah selisih pendapatan riil Indonesia dan Amerika, selisih inflasi Indonesia dan Amerika, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika, serta nilai tukar rupiah terhadap US$ satu bulan sebelumnya (lag -1). Selisih jumlah uang beredar 49 (M1) Indonesia dan Amerika belum menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Elastisitas masing-masing variabel bebas terhadap nilai tukar adalah: (i) selisih logaritma PDB Indonesia dan Amerika sebesar 0,814, (ii) selisih logartima WPI Indonesia dan Amerika sebesar 0,436, (iii) selisih logartima suku bunga Indonesia dan Amerika sebesar -0,009 dan (iv) nilai tukar satu bulan sebelumnya sebesar 0,765. 3) Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Agus Budi Santosa (2008) yang berjudul ”Kemampuan Inflasi Pada Model Purchasing Power Parity Dalam Menjelaskan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat”. Untuk menguji apakah konsep inflasi dalam model PPP dapat menjelaskan perilaku nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, Agus Budi Santosa menggunakan teknik analisis dengan Error Correction Model ( ECM ). Berdasarkan hasil estimasi terhadap model Purchasing Power Parity menunjukkan bahwa variabel Inflasi (INF) mampu menjelaskan variasi variabel Kurs dengan tingkat signifikansi 72,14 persen. Sedangkan koefisien inflasi positif menunjukkan kenaikan jumlah uang beredar sebesar 1 persen akan mendorong penurunan mata uang Rupiah (depresiasi) sebesar 2,35E-17 persen. Dalam analisis jangka pendek variabel inflasi tidak dapat menjelaskan perilaku nilai tukar, demikian pula variabel jumlah uang beredar. Tetapi variabel pendapatan nasional dan suku bunga dapat menjelaskan perilaku nilai tukar. Hasil analisis yang sama juga diperoleh dalam analisis jangka panjang, yaitu bahwa inflasi tidak dapat menjelaskan perilaku nilai tukar. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai R-squared sebesar 0.897650, yang berarti bahwa 50 sebesar 89,765 persen variasi kurs dollar Amerika Serikat dipengaruhi oleh inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga, dan pendapatan nasional (GDP), sedangkan sisanya sebesar 10,235 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar model. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Santosa adalah sama-sama menggunakan kurs dollar Amerika Serikat sebagai variabel terikatnya. Selain itu, variabel bebas yang digunakan sama, yaitu inflasi dan pendapatan nasional (PDB), kecuali variabel suku bunga dan jumlah uang beredar, dimana dalam penelitian ini menggunakan variabel cadangan devisa sebagai salah satu variabel bebasnya. 4) Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Triyono (2008) yang berjudul “Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika”. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda dengan menggunakan model Error Correction Model (ECM). Berdasarkan hasil estimasi regresi ECM dan analisis jangka panjang, variabel inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan impor mempunyai pengaruh yang signifikan pada α = 0,05 dengan arah positif terhadap kurs. Sementara variabel jumlah uang beredar mempunyai pengaruh dengan arah negatif terhadap kurs pada α = 0,05. Dari analisis dengan uji t diketahui bahwa regresi jangka pendek variabel inflasi, tingkat suku bunga SBI, dan impor tidak berpengaruh signifikan terhadap kurs pada α = 0,05, sementara variabel jumlah uang beredar berpengaruh secara signifikan terhadap kurs pada α = 0,05. Dalam regresi jangka panjang, variabel inflasi, jumlah uang beredar, tingkat suku bunga SBI, dan impor berpengaruh secara signifikan terhadap kurs pada α = 0,05. Dari 51 hasil analisis juga diketahui nilai koefisien determinasi R2, yaitu sebesar 0,490864 yang berarti bahwa sebesar 49,0864 persen variasi kurs dipengaruhi oleh variabel inflasi, jumlah uang beredar, tingkat suku bunga SBI, dan impor, sedangkan sisanya sebesar 50,9136 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar model. 5) Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Adek Piska Maryani (2009) yang berjudul ”Pengaruh Ekspor Total, Impor Total, dan Cadangan Devisa Terhadap Kurs Valuta Asing di Indonesia Periode 1990 Sampai Dengan 2006”. Dari hasil analisis diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,764 yang berarti sebesar 76,4 % variasi kurs dollar Amerika Serikat dipengaruhi oleh variabel ekspor total, impor total, dan cadangan devisa, sedangkan sisanya sebesar 23,6 % dipengaruhi oleh variabel lain diluar model. Dari uji t-test diketahui bahwa variabel ekspor total tidak berpengaruh negatif terhadap kurs dollar Amerika Serikat dan signifikan, variabel impor total berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap kurs dollar Amerika Serikat, dan variabel cadangan devisa tidak berpengaruh negatif dan signifikan secara parsial terhadap variabel kurs dollar Amerika Serikat. Sementara, dari uji-F diketahui bahwa variabel ekspor total, impor total, dan cadangan devisa secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kurs dollar Amerika Serikat. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilkukan oleh Maryani (2009) adalah terletak pada variabel yang digunakan, yaitu sama-sama menggunakan kurs dollar Amerika Serikat sebagai variabel terikat dan cadangan devisa sebagai salah satu variabel bebasnya. Perbedaannya adalah 52 dari segi waktu dan objek serta dari variabel bebas yang digunakan. Penelitian sebelumnya menggunakan ekspor total dan impor total sebagai variabel bebas, sedangkan penelitian ini menggunakan tingkat inflasi dan tingkat pendapatan sebagai variabel bebasnya. Dari segi waktu, penelitian sebelumnya menggunakan periode tahun 1990 sampai 2006, sedangkan penelitian ini menggunakan periode tahun 1991 sampai 2010. 2.3 Rumusan Hipotesis Berdasarkan pokok permasalahan, kajian pustaka dan pembahasan hasil penelitian sebelumnya dapat dirumuskan rumusan hipotesis sebagai berikut : 1) Diduga, bahwa tingkat inflasi, tingkat pendapatan, dan cadangan devisa secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kurs dollar Amerika Serikat periode 1991-2010. 2) Diduga secara parsial, bahwa tingkat inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kurs dollar Amerika Serikat periode 1991-2010. 3) Diduga secara parsial, bahwa tingkat pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kurs dollar Amerika Serikat periode 1991-2010. 4) Diduga secara parsial, bahwa cadangan devisa berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kurs dollar Amerika Serikat periode 1991-2010. 53