BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemisahan antara

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pemisahan antara pemilik (principal) dan pengelola (agent) menimbulkan
perbedaan kepentingan. Pemilik sebagai pemasok modal memiliki harapan
memperoleh return atas investasi yang telah mereka tanam. Di lain pihak, para
manajer sebagai pengelola perusahaan memiliki pemikiran yang berbeda terutama
yang berkaitan dengan kompensasi yang diterima dan peningkatan potensi
individu.
Pada
dasarnya
manajer
perusahaan
memiliki kepentingan
untuk
memaksimalkan kesejahteraan dirinya sendiri dan memaksimalkan kesejahteraan
pemegang saham (Widanaputra dan Ratnadi, 2008). Oleh sebab itu, manajemen
berupaya agar kedua tujuan tersebut dapat dicapai. Namun, manajemen dapat
mengambil keputusan yang mementingkan dirinya sendiri. Sanjaya dan Christiani
(2012) mengemukakan bahwa, keputusan manajer tidak selalu menjadi keputusan
optimal yang semestinya memaksimalkan kekayaan pemegang saham.
Perbedaan kepentingan antara principal dan agent menimbulkan konflik
kepentingan. Herawaty (2008) menyatakan bahwa, konflik kepentingan muncul
ketika para investor sebagai pemilik modal menghendaki bertambahnya kekayaan
dan kemakmurannya, tetapi di sisi lain pihak manajer memiliki keinginan agar
kesejahteraannya bertambah. Pemilik ingin memaksimalkan harga sekuritas dan
return dari investasinya, tetapi manajer memiliki kebutuhan yang lebih luas, salah
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
satunya memaksimalkan kompensasi yang akan diterimanya (Setyapurnama dan
Norpratiwi, 2006) McKnight dan Weir (2009) berpendapat biaya keagenan terjadi
disebabkan oleh kepentingan pemilik dan manajer yang tidak sejalan sebagai
akibat pemisahan antara pemilik dan pengelola. Perbedaan kepentingan yang
terjadi memicu manajer untuk bertindak opurtunistik. Para manajer terdorong
untuk mengambil alih sumber daya bisnis, yang kalau tidak dilakukan, akan
memberikan pengembalian (return) kepada pemilik (Miller dan Breton, 2006).
Biaya keagenan dapat muncul dalam bentuk perilaku manajer yang mementingkan
diri sendiri atau pengambilan keputusan pada investasi yang tidak optimal (Gul et
al, 2012).
Salah satu fenomena di Indonesia mengenai Agency Cost adalah setelah
munculnya IFRS yang diterapkan di Indonesia, Indonesia setelah berkiblat ke
Belanda, belakangan menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Mula-mula PSAK IAI
berkiblat ke AS, dan nanti mulai 2012 beralih ke IFRS.
Munculnya IFRS tak bisa lepas dari perkembangan global, terutama yang
terjadi pada pasar modal. Perkembangan teknologi informasi (TI) di lingkungan
pasar yang terjadi begitu cepat dengan sendirinya berdampak pada banyak aspek
di pasar modal, mulai dari model dan standar pelaporan keuangan, relativesme
jarak dalam pergerakan modal, hingga ketersediaan jaringan informasi keseluruh
dunia. Dengan kemajuan dan kecanggihan TI pasar modal jutaan atau bahkan
miliaran investasi dapat dengan mudah masuk kelantai pasar modal di seluruh
penjuru dunia. Pergerakan mereka tak bisa dihalangi teritori negara.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
Perkembangan yang mengglobal seperti ini dengan sendirinya menuntut adanya
satu standar akuntansi yang dibutuhkan baik oleh pasar modal atau lembaga yang
memiliki agency problem.
Di tiap kawasan, penyusunan standar akuntansi selalu melalui tahapantahapan yang cukup panjang. Di AS, misalnya, pada awalnya standar akuntansi
ditentukan oleh masing-masing manajemen perusahaan dengan pertimbangan
yang membutuhkan standar tersebut memang pihak manajemen. Era berganti,
standar kemudian ditentukan kalangan profesi yang tergabung dalam asosiasi.
Pertimbangannya, pihak profesilah yang bertugas menyusun dan mengaudit
laporan keuangan. Barulah, yang mutakhir, yang diacu adalah US GAAP yang
dibuatoleh FASB. Saat ini, terdapat dua kekuatan besar di bidang standar
akuntansi, yaitu US-GAAP dan IFRS yang sebelumnya dikenal sebagai
International Accounting Standard Committee (IASC).
IASC dibentuk pada 1973 oleh badan-badan atau asosiasi-asosiasi profesi
dari negara-negara Australia, Kanada, Perancis, Jerman, Jepang, Meksiko,
Belanda, dan Inggris. Komite ini kemudian menyepakati standar akuntansi
internasional yang dikenal sebagai IAS. Inilah yang menjadi cikal bakal
munculnya IFRS. Agency Problem adalah masalah jarak antara Principle dan
agent yang dalam relasi membutuhkan jembatan antara pemilik dan buruh atau
pekerja yang disebut agency relation, yaitu informasi. Informasi adalah berupa
laporan tentang aset, resources, dan lainnya yang berhubungan dengan keadaan
perusahaan yang dibuat oleh agent dan diserahkan kepada principles (pemilik).
Biaya yang dikeluarkan untuk menjaga hubungan baik antara principles dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
agent disebut agency cost. Fenomena inilah yang kemudian mendorong
International Accounting Standard Boards (IASC) melakukan percepatan
harmonisasi standar akuntansi internasional melalui apa yang disebut IFRS.
Agency problem merupakan hasil informasi yang asimetris antara
manajemen dengan pemilik perusahaan. dan kondisi ini merupakan hal yang
umum terjadi pada BUMN di Indonesia (Roediyanto, 2012).
Di Indonesia hanya pada PT BUMN saja yang tidak terdapat hubungan afiliasi
antara Negara sebagai pemegang saham pengendali dengan direksi dan dewan
komisaris, karena hanya pada BUMN terdapat pemisahan kepemilikan dengan
manajemen (Segomego, 2012)
Kunci mekanisme Corporate Governance (tata kelola perusahaan) yang
mencakup kepemilikan (baik institusional dan manajerial), dewan direksi
(termasuk struktur dewan), keterbukaan keuangan, dan pasar untuk kontrol
perusahaan.
Dewan komisaris memiliki peran yang penting dalam good
corporate governance (GCG). Peran ini semakin penting setelah terjadinya
beberapa white collar crime (Enron, Worldcom, dsb.) yang melibatkan pimpinan
perusahaan pada jenjang tertinggi. Di Indonesia, peningkatan kebutuhan akan
GCG semakin terasa setelah terjadinya krisis multi dimensi sejak 1997. Diduga
bahwa salah satu penyebab terjadinya krisis di Indonesia adalah lemahnya
pengawasan yang dilakukan terhadap direksi perusahaan yang seharusnya menjadi
tanggung jawab dewan komisaris (Herwidayatmo, 2000).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sing dan Davidson III, (2003)
menyatakan bahwa Ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh positif signifikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
terhadap Agency Cost, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Florackis dan
Ozkan, (2004) menunjukan bahwa tidak adanya hubungan yang membenarkan
bahwa ada korelasi antara Ukuran dewan komisaris dan Agency Cost, yaitu
Ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh negatif terhadap Agency Cost.
Struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi
konflik antara manajemen dan pemegang saham jadi Agency problem dapat
dikurangi dengan adanya struktur kepemilikan (Faisal, 2004). Lee (2008)
berpendapat bahwa kepemilikan asing dan kepemilikan institusional lebih mampu
mengendalikan kebijakan manajemen karena
memiliki kemampuan dan
pengalaman yang baik di bidang keuangan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Douma et al, (2004) menyatakan
bahwa hubungan antara kepemilikan asing dan Agency cost memberikan efek
positif pada kinerja perusahaan.
Menurut Henry (2004), berpendapat bahwa hubungan antara kepemilikan
Institusional dengan biaya keagenan Memiliki pengaruh positif. Sebaliknya
penelitian yang dilakukan oleh Faisal (2005) diperoleh hasil yang berbeda. Faisal
(2005) menyatakan bahwa hubungan antara kepemilikan institusional dengan
biaya keagenan (agency costs) adalah negatif. Masih berdasarkan hasil penelitian
Faisal (2005) bahwa hal ini mengindikasikan kepemilikan institusional belum
efektif sebagai alat memonitor manajemen dalam meningkatkan nilai perusahaan,
hal ini juga di dukung oleh Mcknight dan Weir, (2008).
Melihat beberapa hasil penelitian diatas maka perlunya dilakukan
penelitian ulang dikarenakan adanya hasil penelitian terdahulu yang tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
konsisten. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel Struktur
kepemilikan, dan Ukuran dewan komisaris terhadap Agency Cost, maka dalam
penelitian ini mengambil kasus pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Ukuran Dewan Komisaris terhadap
Agency Cost (pada perusahaan BUMN non keuangan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2009 – 2014).
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
1.
Apakah struktur kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap agency cost
(biaya keagenan)?
2. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap agency
cost (biaya keagenan)?
3. Apakah dewan komisaris independen berpengaruh Signifikan terhadap
agency cost (biaya keagenan)?
C.
TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas, adapun tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Menganalis pengaruh stuktur kepemilikan terhadap masalah agency cost.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
2. Menganalis pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap masalah agency
cost.
3. Menganalis pengaruh dewan komisaris independen terhadap masalah
agency cost.
D.
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diharapkan dari penelitian mengenai Pengaruh Struktur
Kepemilikan dan ukuran Dewan Komisaris terhadap Agency Cost ini adalah:
1. Manfaat teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi para
akademis dalam mengembangkan penelitian dimasa yang akan dating, dan dapat
memberikan manfaat yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi khususnya
dibidang akuntansi mengenai Agency Cost.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi perusahaan
Memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
peningkatan agency cost dalam perusahaan, sehingga diharapkan dapat membantu
perusahaan untuk menekan agency cost. Selain itu juga memberikan gambaran
mengenai dampak ukuran dewan komisaris, dan struktur kepemilikan terhadap
agency cost perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
b. Bagi pelaku bisnis
Memberikan gambaran kepada pelaku bisnis pada umumnya mengenai
struktur kepemilikan yang dapat meminimalisir beban gaji manajerial dan
konsumsi yang berlebihan dan memaksimalkan utilisasi aset, sehingga mampu
memaksimalkan kinerja perusahaan pada umumnya. Selain itu juga memberikan
gambaran mengenai ukuran dewan komisaris terhadap agency cost perusahaan.
Penelitian ini juga dapat memberikan gambaran bagi pelaku bisnis pada
umumnya mengenai hal-hal yang biasa diungkapkan dalam laporan dewan
komisaris perusahaan dalam industri manufaktur, serta menggambarkan
mengenai tingkat keaktifan dewan komisaris dalam perusahaan.
c. Bagi dunia penelitian
Mengembangkan pengetahuan mengenai agency cost dan struktur
kepemilikan, serta menjadi bahan referensi penelitian selanjutnya yang berusaha
memperdalam topik yang berhubungan dengan agency cost, ukuran dewan
komisaris terhadap dewan direksi, dan struktur kepemilikan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download