BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees) Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees) dikenal dengan sebutan “King of Bitters” yang merupakan tanaman asli India dan Cina. Sambiloto termasuk dalam jenis tumbuhan famili Acanthaceae yang telah digunakan selama beberapa abad di Asia dalam sistem pengobatan. Sambiloto dapat dikembangbiakkan dengan biji ataupun stek batang dan mampu tumbuh di semua jenis tanah dan iklim mulai dari dataran pantai, dataran rendah hingga dataran tinggi (Illah dkk., 2014; Ratnani dkk., 2012). Di beberapa daerah di Indonesia, sambiloto dikenal dengan berbagai nama. Masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur menyebutnya dengan bidara, sambiroto, sandiloto, sadilata, takilo, dan papaitan. Di Jawa Barat disebut dengan takila atau ki peurat. Di Bali dikenal dengan samiroto (Widyawati, 2007). Sementara itu, nama-nama asing sambiloto diantaranya chuan xin lian (Cina), kirayat dan kalpanath (India), xuyen tam lien (Vietnam), quasabhuva (Arab), nain-e havandi (Persia), king of bitter (Inggris) (Prapanza dan Marianto, 2003; Kumar et al., 2012). 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae 5 Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Solanaceae Famili : Acanthaceae Genus : Andrographis Spesies : Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees (Ratnani dkk., 2012) Gambar 2.1 Herba Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees) 2.1.2 Morfologi Tanaman Sambiloto merupakan tumbuhan tegak yang berukuran 40 cm sampai 90 cm. Cabang berbentuk segi empat dan tidak berambut, percabangan banyak dengan letak yang berlawanan. Bentuk daun lanset, panjang daun 3 cm sampai 12 cm dan lebar daun 1 cm sampai 3 cm, panjang tangkai daun 5 mm sampai 25 mm, ujung dan pangkal daun tajam atau agak tajam, tepi daun rata. Perbungaan tegak bercabang-cabang, panjang kelopak bunga 3 mm sampai 4 mm, bunga berbibir berbentuk tabung, bibir bunga bagian atas berwarna putih atau berwarna kuning 6 dengan ukuran 7 mm sampai 8 mm, bibir bunga bawah lebar berbentuk biji berwarna ungu dengan panjang 6 mm (Depkes RI, 1979). 2.1.3 Kandungan Kimia Sambiloto mengandung deoksiandrografolid, diterpen andrografolid, lakton yang neoandrografolid, terdiri dari 14-deoksi-11-12- didehidroandrografolid (dehidro-andrografolid) dan homoandrografolid. Selain itu, sambiloto juga mengandung flavonoid, alkana, keton, aldehid, dan mineral. Flavonoid banyak ditemukan pada bagian akar tanaman tetapi dapat juga ditemukan pada bagian daun. Alkana, keton dan aldehid dapat ditemukan pada bagian batang dan daun. Daun dan batang tanaman sambiloto berasa sangat pahit yaitu 2,8 kali dari rasa pahit kinin yang didapat dari ekstraksi kulit kina. Hal ini dikarenakan sambiloto mengandung andrografolid dan kalmeghin (Illah dkk., 2014; Ratnani dkk., 2012). 2.1.4 Kegunaan dan Bioaktivitas Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees merupakan salah satu tanaman yang paling sering dalam sistem tradisional Unani dan obat-obatan Ayurveda (Akbar, 2011). Dalam Traditional Chinese Medicine (TCM), Andrographis paniculata sering digunakan sebagai ”cold property” untuk menurunkan panas (Kumar et al., 2012). Beberapa dari hasil penelitian secara empiris, ekstrak terpurifikasi Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees dan isolatnya (andrografolid) diketahui dapat menurunkan kadar trigliserida dan LDL pada tikus yang diberi diet tinggi fruktosa dan lemak (Nugroho et al., 2012). Selain itu, pada penelitian in vitro andrografolid dilaporkan dapat meningkatkan degradasi protein 7 iNOS sehingga mencegah inflamasi pada pembuluh darah dan mencegah pembentukan aterosklerosis (Azlan et al., 2013). Adapula penelitian in vitro ekstrak metanol Andrographis paniculata yang terbukti menghambat pembentukan reactive oxygen species (ROS). Pemberian andrografolid secara signifikan menurunkan akumulasi pembentukan ROS hasil induksi phorbol-12-myristate-13-acetate (PMA) serta menurunkan adhesi yang diinduksi N-formyl-methionyl-leucyl-phenylalanine (fMLP) pada sel neutrofil tikus (Sheeja et al., 2006; Shen et al., 2000). 2.2 Andrografolid Andrografolid merupakan diterpenoid lakton, berupa kristal tidak berwarna dan mempunyai rasa yang sangat pahit (Illah dkk., 2014). Rumus molekul andrografolid adalah C20H30O5. Struktur molekul andrografolid disajikan pada gambar 2.2. Gambar 2.2 Struktur Molekul Andrografolid (Depkes RI, 2008) Andrografolid larut dalam metanol, etanol, aseton, pyridine, etil asetat, kloroform dan asam asetat, sedikit larut dalam air dan eter, tetapi tidak larut dalam dietil eter (Illah dkk., 2014; Prapansa dan Marianto, 2003). Titik leleh dari 8 andrografolid adalah 228°C-230°C dan memiliki spektrum ultraviolet dalam metanol, λmaks adalah 230 nm (Depkes RI, 2008). 2.3 Ekstrak Terpurifikasi Ekstrak terpurifikasi adalah ekstrak yang sudah mengalami proses purifikasi untuk menghilangkan komponen pengganggu seperti lemak, klorofil dan lain-lain. Ekstrak yang biasa diperoleh dari proses ekstraksi simplisia tanaman obat dengan menggunakan pelarut organik atau air, seringkali mengandung senyawa yang tidak diinginkan seperti zat warna (pigmen), tanin, karbohidrat, lilin, resin. Keberadaan tanin akan menyebabkan kekeruhan selama penyimpanan atau proses berikutnya, sedangkan zat warna, karbohidrat, lilin dan resin mempengaruhi ketidakstabilan sifat fisika ekstrak ketika akan diformulasikan. Selain kestabilan, senyawa pengganggu (senyawa yang tidak diinginkan) tersebut dapat mempengaruhi senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak. Purifikasi ekstrak diharapkan akan meningkatkan khasiat ekstrak disamping memperkecil jumlah dosis pemberian kepada pengguna (Srijanto dkk., 2012). 2.4 Dislipidemia Dislipidemia merupakan suatu kondisi ketidaknormalan profil lipid yang dicirikan dengan meningkatknya kadar trigliserida, kolesterol total, kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL), atau rendahnya kolesterol High Density Lipoprotein (HDL) (Dewi dkk., 2013). Dislipidemia merupakan faktor resiko utama penyakit kardiovaskuler. Dislipidemia dapat mengakibatkan perlemakan hepar (fatty-liver), 9 sehingga hepatosit mengalami kerusakan dan peningkatan aktivitas enzim-enzim transaminase penanda gangguan fungsi hepar (NCEP, 2001). Gangguan utama penyebab dislipidemia adalah ketidakmampuan jaringan adipose dalam mengubah asam lemak bebas menjadi trigliserida (diperlukan adanya proses esterifikasi asam lemak). Hal ini menyebabkan tersimpannya asam lemak dalam jaringan adipose. Apabila terjadi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan hipertrofi jaringan adipose sehingga asam lemak bebas harus dilepaskan ke sistem sistemik (asam lemak bebas darah meningkat) (Ginsberg and Huang, 2000). Faktor lainnya, yaitu peningkatan adipose abdominal menurut penelitian menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin menyebabkan penurunan penyerapan asam lemak bebas menuju jaringan adipose. Kedua kelainan tersebut mengakibatkan meningkatnya asam lemak bebas di sistem sistemik termasuk di hati (Goldstein, 2003). Peningkatan asam lemak bebas di hati akan merangsang sintesis hepatik TG yang selanjutnya akan meningkatkan sekresi TG dan VLDL di hati. Sampai pada kadar TG melebihi 1,5 mmol/L, akan dihasilkan VLDL kaya TG (VLDL1) (Packcard et al., 2003). VLDL1 tersebut kemudian di-lipolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang menghasilkan partikel LDL dengan perubahan konformasi apo B. Kelainan LDL ini mengakibatkan LDL sulit berikatan dengan reseptornya sendiri sehingga bersirkulasi dalam darah pada waktu yang lama. Dengan bantuan protein transfer kolesteril ester, bagian kolesteril ester pada LDL dan HDL mengalami perubahan akibat diganti oleh TG. LDL yang kaya TG dapat 10 menyebabkan peningkatan resiko kardiovaskular (Packcard et al., 2003; Kolovou et al., 2005). LDL kaya TG akan dimetabolisme oleh lipase hepatik membentuk LDL berdensitas kecil. LDL jenis ini bersifat pro-aterogenik (Kolovou et al., 2005). Gambar 2.3 Skema Mekanisme Dislipidemia (Kolovou et al., 2005) 2.5 Metode Induksi Dislipidemia pada Hewan Uji Model yang sering digunakan adalah model induksi diet tinggi lemak yang dapat dilakukan dengan menggunakan telur yang dikombinasi dengan lemak babi atau lemak sapi (Jawien et al., 2004). Lemak babi mengandung lemak jenuh yang lebih tinggi yaitu 25% dibandingkan lemak sapi yaitu 1,2% (Hermanto et al., 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho et al. (2012) menyatakan bahwa 11 pemberian diet tinggi lemak selama 50 hari dengan 15% lemak babi dan 5% kuning telur berhasil menginduksi peningkatan kadar LDL dan kolesterol pada tikus jantan galur wistar yang dapat mempercepat terjadinya dislipidemia. Induksi dislipidemia pada hewan uji rata-rata membutuhkan waktu selama 60 hari. Induksi menggunakan diet tinggi lemak jenuh dan kolesterol disertai penambahan kalsium dan vitamin D3 menunjukkan telah terjadi kalsifikasi plak atau plak komplikata pada aorta tikus putih jantan galur wistar (Srinivas et al., 2008). Kalsium diabsorbsi di saluran cerna terjadi di duodenum proksimal yang tergantung pada vitamin D3 aktif dan bersifat difusi aktif yang memerlukan calcium binding protein (CaBP). Vitamin D3 berfungsi sebagai pengatur keseimbangan kadar kalsium dengan mengatur absorbsi kalsium di usus halus dan mengurangi ekskresi kalsium melalui ginjal (Setyorini dkk., 2009). 12